BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

advertisement
BAB IV
MINERALISASI DAN PARAGENESA
4.1
Tinjauan Umum
Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman
dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau
akumulasi suatu massa) yang akan membentuk mineral bijih dan mineral
penyertanya (gangue) pada suatu batuan sehingga terbentuk endapan mineral.
Boyle (1970 dalam Garwin, 2000) menyatakan bahwa terdapat empat
kemungkinan asal mineral bijih dalam cebakan hidrotermal, yaitu:
1. Unsur yang berasal dari hasil proses kristalisasi magma.
2. Unsur yang berasal dari batuan samping (wall rocks) yang melingkari
cebakan bijih tersebut atau berasal dari batuan-batuan yang terdapat di
atasnya atau di bawahnya.
3. Unsur yang berasal dari sumber keterdapatannya jauh di bawah
permukaan bumi kemungkinan berasal dari mantel atau dari bagian yang
lebih dalam lagi.
4. Unsur yang mungkin berasal dari permukaan yang mengalami proses
pelapukan.
Menurut Hedenquist dan Reid (1985), daerah berkelurusan tinggi seperti
zona sesar, tubuh breksiasi, serta litologi yang porous merupakan syarat dalam
pembentukan tubuh bijih. Hal-hal pokok yang menentukan pembentukkan mineral
hasil proses mineralisasi (Bateman dan Jansen, 1981), yaitu: adanya larutan
hidrotermal sabagai pembawa mineral, adanya celah batuan sebagai jalan bagi
lewatnya larutan hidrotermal, adanya tempat bagi pengendapan mineral,
terjadinya reaksi kimia yang dapat menyebabkan terjadinya pengendapan mineral,
dan konsentrasi larutan yang cukup tinggi bagi terendapkannya kandungan
mineral.
Dalam tipe endapan porfiri Cu-Au, mineralisasi akan terakomodasi
bersama urat kuarsa, akibat kondisi bawah permukaan yang memiliki temperatur
dan tekanan yang tinggi, yang hanya memungkinkan larutan hidrotermal untuk
Meilani Magdalena/12005066 39 BAB IV MINERALLISASI DAN PARAGENESA
bergerak melalui
m
rekkahan. Kelim
mpahan miineralisasi akan
a
lebih banyak terrdapat
dalam uraat-urat haluus. Urat-uraat halus terssebut akan membentuuk suatu strruktur
acak (stoockwork) (G
Gambar 4.1). Stockw
work terbenntuk sebaggai hasil proses
p
pembentukkan rekahaan selama pendinginan
p
n pada daerrah atas darri sebuah in
ntrusi
batuan bekku (Batemaan dan Jensenn, 1981).
Gaambar 4.1.
Kenampakkan stockwo
ork pada dinnding area ttambang.
Prooses minerralisasi unssur logam terutama Cu
C dan Auu dikontrol oleh
penurunann temperatuur, pH, dan salinitas dari
d larutan hidrotermaal (Henley, 1973
dalam Coorbett dan Leach,
L
19966). Dalam hal ini, prooses ubahann dapat meenjadi
indikator penting unntuk menenntukan dim
mana minerralisasi terjjadi. Pada zona
hipogen, mineralisasi
m
i bijih akann cenderung
g hadir dalam bentuk mineral su
ulfida.
Hal ini dissebabkan oleh tipe laruutan pembaawa minerallisasi yang kaya akan unsur
u
sulfur (S) dan oksigenn (O).
4.2
Miineralisasi Daerah Peenelitian
Miineralisasi di
d daerah peenelitian terrjadi semenjjak kehadiraan batuan to
onalit
tua yang hadir
h
mengiintrusi tuf kristal
k
dan batuan
b
dioritt. Oleh kareena itulah batuan
b
tonalit tuaa bertindak sebagai battuan pembaawa minerallisai pertam
ma di Batu Hijau.
H
Intensitas mineralisassi pada batuuan ini lebiih tinggi appabila dibanndingkan deengan
batuan tonalit mudaa yang haddir setelahny
ya. Hal inii dapat dibbuktikan deengan
kehadiran urat padaa tonalit tuua yang dipotong oleh tonalit muda (Gaambar
Meilani Magdaalena/12005066 40 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
4.2). Mineralisasi lebih intensif pada tonalit tua dibandingkan pada tonalit muda
kemungkinan penyebabnya adalah pada saat tonalit tua hadir mengintrusi batuan
samping, larutan hidrotermal yang hadir megisi rekahan atau celah pada tonalit
tua tersebut sangat kaya akan mineralisasi, namun ketika tonalit muda hadir,
kandungan mineralisasi di larutan hidrotemal telah berkurang atau dengan kata
lain tonalit muda hanya mendapatkan mineralisasi sisa-sisa dari tonalir tua.
Gambar 4.2. Urat pada tonalit tua dipotong oleh tonalit muda. Hal ini
menunjukkan mineralisasi yang terkandung pada urat terjadi
sebelum kehadiran tonalit muda.
4.2.1
Metode Pengamatan
Dalam menentukan zonasi mineralisasi dan paragenesa mineralisasi di
daerah penelitian, penulis menggunakan beberapa metode pengamatan, yaitu
pengamatan secara megaskopis dan pengamatan secara mineragrafis. Kedua
metode ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui jenis urat, mineral bijih
yang terdapat pada batuan, dan tekstur mineral bijih tersebut.
4.2.1.1 Pengamatan Megaskopis
Dalam studi mineralisasi, dengan melakukan pengamatan megaskopis
dapat mengidentifikasi mineral sulfida yang hadir pada suatu batuan. Pengamatan
megaskopis dilakukan terhadap conto cutting, conto inti bor, dan conto batuan
permukaan secara detail dengan tujuan akhir dapat menentukan zonasi
Meilani Magdalena/12005066 41 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
mineralisasi. Informasi yang di dapatkan dari pengamatan megaskopis ini yaitu
berupa persentase densitas urat dan persentase mineral sulfida utama (bornit,
kalkopirit, dan pirit).
4.2.1.2 Pengamatan Mineragrafis
Pengamatan mineragrafis dilakukan terhadap sayatan poles dengan
menggunakan mikroskop cahaya pantul. Mikroskopis bijih (mineragrafi) meliputi
identifikasi butiran individu mineral dan interpretasi mineral bijih dengan cara
mengidentifikasi hubungan antar butiran mineral bijih. Kenampakan tekstur
merupakan manifestasi dari karakteristik fluida dan kimia-fisika batuan samping
serta sifat-sifat proses pengendapan mineral bijih, kesetimbangan kembali
(reequilibration), pemanasan kembali (annealing), pengisian celah, dan
sebagainya (Craigh dan Vaughan, 1981).
Berdasarkan hasil pengamatan mineragrafis, dapat diketahui mineralisasi
yang terbentuk pada daerah penelitian. Umumnya mineralisasi bijih yang
dijumpai merupakan mineral-mineral sulfida dan oksida. Hasil identifikasi
mineragrafi ditemui 8 macam mineral bijih, yaitu kalkopirit, bornit, pirit, kovelit,
kalkosit, digenit, magnetit, dan hematit.
4.2.2 Tipe-Tipe Urat di Daerah Penelitian
Tipe-tipe urat yang dipakai di daerah penelitian mengacu pada klasifikasi
yang di lakukan Gustafson dan Hunt (1975) untuk endapan porfiri tembaga di ElSavador, Chile, Amerika Selatan, yaitu (Gambar 4.3):
Urat Tipe A
Urat tipe A umumnya memiliki tebal <1 cm, mineral pengisi berupa kuarsa,
kadang-kadang berasosiasi dengan bornit, digenit, kalkopirit, magnetit dan biotit.
Kuarsa biasanya berbentuk granular, berasosiasi dengan mineral-mineral sulfida
yang tersebar, berbentuk iregular dan tidak menerus, batas dengan batuan samping
tidak tegas, dan berasosiasi dengan alterasi biotit (Gambar 4.3a).
Urat Tipe A-B (A Family Veins)
Urat tipe A-B merupakan transisi antara urat tipe A dan B, bentuknya terkadang
tidak menerus, namun terkadang ada pula yang menerus, batas dengan batuan
samping tidak tegas. Pada umumnya urat tipe ini diisi oleh mineral kuarsa dengan
Meilani Magdalena/12005066 42 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
sedikit kalkopirit dan bornit yang tersebar di dalam urat (disseminated) (Gambar
4.3a).
Urat Tipe B
Urat tipe B bentuknya beraturan dan menerus, batas dengan batuan samping tegas,
mempunyai kenampakan tekstur sisir (comb texture), berisi kuarsa dengan
centerline berupa kalkopirit dan bornit (Gambar 4.3b).
Urat Tipe C
Urat tipe C bersifat menerus dan beraturan, dominan terisi oleh kalkopirit dan
sedikit kuarsa dan batas dengan batuan samping tegas (Gambar 4.3c).
Urat Tipe D
Bentuk urat tipe D menerus dan teratur, batas dengan batuan samping tegas,
Bentuk urat dominan terisi oleh pirit dengan sedikit kuarsa. Urat tipe D umumnya
hadir memotong urat tipe A, AB, dan B (Gambar 4.3d).
Gambar 4.3. Tipe-tipe urat pada daerah penelitian: (a) urat tipe A dan urat tipe
AB yang berbentuk tidak beraturan; (b) urat tipe B dengan
bentuknya yang beraturan dan pada garis tengahnya diisi oleh
mineral bornit dan kalkopirit; (c) urat tipe C dengan mineral
pengisi kalkopirit; dan (d) urat tipe D dengan mineral pengisi yaitu
pirit.
Meilani Magdalena/12005066 43 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
4.2.3
Zonasi Mineralisasi Daerah Penelitian
Mineral bornit dan kalkopirit merupakan mineral bijih utama di Batu Hijau
yang memberikan kontribusi besar dalam kandungan Cu dan Au. Mineral sulfida
ini banyak hadir sebagai pengisi dalam urat kuarsa. Urat ini biasanya memiliki
dimensi lebar <10 cm dan membentuk struktur stockwork. Selain diisi oleh
mineral sulfida, urat kuarsa juga dapat hadir bersama mineral magnetit, biotit, dan
klorit.
Menurut perhitungan empiris, bornit akan memberikan kontribusi Cu
sebesar 63.33% dan kalkopirit akan memberikan kontribusi Cu sebesar 34.64%
(Tabel 4.1). Dalam pengamatan terhadap conto inti bor dapat diamati, bahwa
kenaikan kandungan mineral bornit diikuti oleh kenaikan unsur Cu dan Au. Emas
hadir pada bijih yang banyak mengandung bornit, yaitu terdapat dalam butiran
CuS (invisible gold dalam struktur sulfida) dan sebagai emas bebas (native gold).
Pada bijih yang banyak mengandung kalkopirit, emas lebih banyak hadir sebagai
emas bebas dengan kadar yang lebih rendah dibandingkan pada bijih yang kaya
bornit (Arif, 2002).
Tabel 4.1. Mineral sulfida utama di Batu Hijau beserta ciri fisiknya.
Berdasarkan pengamatan terhadap conto inti bor, cutting, dan batuan
permukaan, dapat diketahui penyebaran mineral sulfida yang menghasilkan zonasi
Meilani Magdalena/12005066 44 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
mineralisasi di daerah penelitian. Area yang banyak mengandung bornit terdapat
pada batuan tonalit tua dan pada bagian tepi Zona Potasik dengan persentase
mineral sulfida >1%, sehingga pada area tersebut merupakan zona bornit >
kalkopirit > pirit. Begitu pula halnya dengan kalkopirit yang berkembang baik
pada Zona Potasik dan pada area yang dekat dengan intrusi tonalit tua, sehingga
pada area tersebut merupakan zona kalkopirit > bornit > pirit. Semakin ke arah
luar yang menjauhi intrusi tonalit, kehadiran bornit dan kalkopirit semakin
berkurang, sedangkan kehadiran pirit melimpah, sehingga pada area tersebut
merupakan zona pirit > kalkopirit > bornit. Pada batuan tonalit muda, mineralisasi
terlihat melemah dengan persentase mineral sulfida <0,5%. Melemahnya
persentase mineral sulfida ini berhubungan dengan melemahnya densitas urat
kuarsa. Zonasi mineral sulfida utama ini dapat dilihat pada Penampang
Mineralisasi dan Zona Mineralisasi Area Penambangan Aktif Batu Hijau
(Lampiran F dan Lampiran H).
4.3
Studi Paragenesa Mineralisasi
Paragenesa dalam konteks mineralisasi adalah urutan waktu pengendapan
dari mineral bijih yang berada di dalam suatu endapan pada suatu periode tertentu.
Studi paragenesa berguna dalam menentukan mineral yang mula-mula terbentuk
dan mineral yang terbentuk kemudian. Hal penting dalam penentuan paragenesa
suatu endapan bijih yaitu dengan pengamatan tekstur dari mineral bijih, karena
tekstur pada mineral bijih akan mencerminkan genesanya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Craig dan Vaughan (1981) yang menyebutkan bahwa identifikasi
tekstur merupakan langkah penting untuk memperkirakan genesa pembentukan
bijih.
Pengertian tekstur adalah suatu bentuk yang memperlihatkan hubungan
antara mineral yang satu dengan mineral yang lainnya, hubungan mineral inklusi
terhadap host mineral, dan hubungan antara mineral-mineral terhadap masa
dasarnya. Pengamatan dan interpretasi tekstur penting dalam menafsirkan genesa
pembentukan, paragenesa, lingkungan pengendapan, cara pengendapan, maupun
proses yang berlangsung setelah pengendapan bijih tersebut. Dalam penelitian ini,
tekstur mineral bijih membantu dalam interpretasi paragenesa mineral bijih.
Meilani Magdalena/12005066 45 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
Beberapa metode yang dapat digunakan menurut Craig dan Vaughan
(1981) dalam mengidentifikasi paragenesa mineral bijih, yaitu:
•
Morfologi kristal dan hubungan batas butir
Bentuk dari individu kristal dan kenampakan kontak antara butir-butir
yang berdekatan sering kali dijadikan sebagai kriteria dalam penentuan
paragenesa. Secara umum, kristal euhedral diinterpretasikan sebagai mineral yang
terbentuk lebih dahulu dan tumbuh tanpa mengalami gangguan. Untuk
kebanyakan mineral yang memiliki morfologi euhedral mengindikasikan bahwa
bahwa mineral tersebut tumbuh pada tempat terbuka (open space), seperti pada
urat (Gambar 4.4). Morfologi kristal dan hubungan batas butir seperti ini harus
diinterpretasikan secara hati-hati karena pengamatan dengan mikroskopi hanya
mempunyai pandangan 2 dimensi dari suatu bentuk yang 3 dimensi.
Gambar 4.4. (a) Foto sayatan poles memperlihatkan kalkopirit yang hadir mengisi
open space, dan memiliki bentuk mengikuti rekahan yang diisinya.
(b) Foto conto secara megaskopis yang memperlihatkan bagian yang
dilakukan sayatan poles yaitu urat kuarsa dengan centerline berisi
kalkopirit. (c) Bagian yang diberi tanda panah merupakan posisi
pengambilan conto.
Meilani Magdalena/12005066 46 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
•
Hubungan potong-memotong (crosscutting)
Dalam studi mineralogi, seperti halnya studi geologi lapangan, hubungan
potong memotong merupakan kunci dalam interpretasi paragenesa. Urat atau
kenampakan sejenis yang memotong urat yang lain adalah lebih muda daripada
urat yang dipotong, kecuali urat yang dipotong tersebut telah mengalami
penggantian (Gambar 4.5).
Gambar 4.5. (a) Foto sayatan poles yang memperlihatkan kalkopirit (kuning)
dipotong oleh bornit (merah muda) menunjukkan bornit terbentuk
setelah kalkopirit. (b) Foto conto secara megaskopis yang
memperlihatkan bagian yang dilakukan sayatan poles yaitu urat
kuarsa yang diisi oleh bornit dan kalkopirit. (c) Bagian yang diberi
tanda panah merupakan posisi pengambilan conto.
•
Penggantian (replacement)
Replacement merupakan tekstur yang sangat penting dalam studi
paragenesa. Sangat jelas bahwa mineral yang digantikan lebih tua dibanding
mineral yang menggantikan. Karena replacement umumnya merupakan sebuah
reaksi kimia pada permukaan kristal, maka replacement biasanya dimulai dari luar
batas butir / mineral atau sepanjang rekahan menuju ke dalam kristal. Secara
umum, selama replacement tahap lanjut terjadi, mineral yang digantikan
Meilani Magdalena/12005066 47 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
menunjukkan bentuk yang cekung sedangkan mineral yang menggantikan
menunjukkan bentuk yang cembung dan kemudian akan meninggalkan sisa
mineral yang berbentuk pulau di dalam matriks.
Gambar 4.6. (a) Foto sayatan poles yang memperlihatkan replacement kalkopirit
oleh bornit, kemudian replacement bornit oleh kovelit, kalkosit,
dan digenit. Hal ini menunjukkan bornit terbentuk setelah
kalkopirit, sedangkan kovelit, kalkosit, dan digenit terbentuk
paling akhir (setelah kalkopirit dan bornit). (b) Foto conto secara
megaskopis yang memperlihatkan bagian
yang
dilakukan
sayatan poles yaitu urat kuarsa dengan mineral pengisi
kalkopirit. (c) Bagian yang diberi tanda panah merupakan posisi
pengambilan conto.
•
Kembaran (twinning)
Kembaran dapat terbentuk selama pembentukan awal dari suatu mineral
selama inversi, atau sebagai hasil deformasi. Pembentukan kembaran ini
merupakan fungsi dari temperatur fluida di dalam mineral bijih, sehingga
kehadiran kembaran pada mineral bijih yang khas dapat membantu dalam
merekonstruksi paragenesanya.
Meilani Magdalena/12005066 48 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
•
Exsolution
Exsolution merupakan kenampakan yang umum pada beberapa tipe
mineral dan sangat berguna dalam penentuan paragenesa. Exsolution akan
memberikan pola yang khas seperti pola lamellae.
4.4
Tekstur Mineral Bijih Daerah Penelitian
Pada penelitian ini, identifikasi tekstur merupakan hal utama dan penting
untuk memperkirakan genesa pembentukan bijih. Tekstur yang teramati dari hasil
analisis sayatan poles yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 4.7.
Replacement merupakan tekstur yang dominan yang teramati pada mineral
bijih, yaitu replacement magnetit oleh hematit; replacement kalkopirit oleh bornit,
kalkosit, dan digenit; dan replacement bornit oleh kovelit, kalkosit dan digenit.
(Gambar 4.7a dan b). Secara keseluruhan, tekstur replacement ini dapat dijadikan
acuan untuk menentukan mineral mana yang terbentuk lebih dahulu dan mineral
mana yang terbentuk kemudian. Hasil dari replacement akan membentuk batas
antar mineral menjadi tidak teratur (iregular) (Craigh dan Vaughan, 1981). Seperti
yang ditunjukan pada gambar 4.7a menjadikan batas mineral dari magnetit
menjadi tidak sempurna akibat kehadiran hematit yang menggantikannya.
Menurut Ramdohr (1969), tekstur replacement ini mencerminkan akibat
penggantian oleh mineral lain tanpa adanya perubahan volume semula.
Penggantian yang terjadi terhadap suatu mineral hanya dapat pada sebagian
mineral saja atau seluruhnya mengalami penggantian.
Tekstur granular dapat diamati antara mineral pirit dan kalkopirit (Gambar
4.7c). Tekstur granular yang teramati mencerminkan hubungan mineral yang
disebut dengan matual boundary antara pirit dan kalkopirit, dimana antar butiran
mineral tidak saling menembus satu sama lainnya. Tekstur granular ini dapat
tersusun dari satu mineral atau beberapa mineral yang terdapat dalam batuan,
dimana terjadi endapan mineral secara bersamaan (Ramdohr, 1969).
Tekstur inklusi dapat diamati pada gambar 4.7c, yaitu adanya inklusi
hematit pada kalkopirit dan pirit. Tekstur inklusi mempunyai karakteristik yaitu
tergantung pada keadaan pembentukan inklusi serta mineral induknya. Inklusi
yang terjadi dapat berupa butiran mineral yang terperangkap selama pertumbuhan
Meilani Magdalena/12005066 49 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
mineral induk atau beberapa sisa dari mineral yang telah terbentuk terlebih dahulu
dan kemudian diganti oleh mineral induk. Mineral inklusi terbentuk lebih dahulu
daripada mineral induk (Ramdohr, 1969).
Tekstur intergrowth atau tumbuh bersama dapat kita amati antara mineral
kalkopirit dengan pirit dan antara mineral kovelit, kalkosit, dan digenit. Pada
gambar 4.7d terlihat tekstur tumbuh bersama antara kalkopirit dengan pirit.
Tekstur intergrowth terjadi akibat perubahan temperatur yang tinggi serta
pengaruh dari jenis mineral yang menyebabkan terjadinya penyimpangan struktur
kristalografi atau dengan kata lain susunannya tidak beraturan (Ramdohr, 1969).
Gambar 4.7. Tekstur yang teramati pada analisis sayatan poles : (a) tekstur
replacement magnetit oleh hematit (conto M45); (b) tekstur
replacement kalkopirit oleh bornit, serta replacement bornit oleh
kovelit, kalkosit, dan digenit (conto M11); (c) tekstur granular antara
kalkopirit dan pirit, serta terdapat inklusi hematit pada kalkopirit dan
pirit (conto M45). (d) tekstur intergrowth pirit dengan kalkopirit
(conto M45).
Meilani Magdalena/12005066 50 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
4.5
Paragenesa Mineral Bijih Daerah Penelitian
Kriteria yang digunakan untuk mendeterminasi paragenesis mineral-
mineral hipogen dan supergen adalah bentuk individu kristal dan sifat kontak
antar butiran yang berdampingan (Craigh dan Vaughan, 1981). Berdasarkan hasil
pengamatan mineragrafi berupa tekstur (bentuk individu kristal dan sifat kontak
antar butiran yang berdampingan) maka dapat diurutkan pembentukan mineral
bijih. Berikut ini merupakan urutan pembentukan mineral bijih pada daerah
penelitian berdasarkan pengamatan mineragrafi.
Mineral bijih yang hadir dari analisis mineragrafi adalah magnetit, hematit
kalkopirit, pirit, bornit, kovelit, kalkosit, dan digenit. Urutan pembentukan
mineral bijih berdasarkan pengamatan tekstur yaitu diawali dengan kristalisasi
magnetit yang terbentuk pada temperatur diatas 1000º C (Craigh dan Vaughan,
1981). Sebagian besar magnetit tersebar secara acak (disseminated) pada batuan
(Gambar 4.8a). Pada gambar 4.8b teramati tekstur replacement yaitu mineral
magnetit yang digantikan oleh hematit. Hal ini menunjukkan magnetit hadir
sebelum hematit. Pembentukkan hematit selanjutnya diikuti dengan pembentukan
kalkopirit bersama dengan pirit. Adanya inklusi hematit pada kalkopirit dan pirit
menunjukkan hematit terbentuk sebelum kalkopirit dan pirit. (Gambar 4.8c).
Kehadiran kalkopirit yang pada umumnya mengisi celah/rekahan diantara pirit
(Gambar 4.8d) menunjukkan kehadiran kalkopirit relatif tidak lama setelah pirit.
Namun, pada beberapa tempat dijumpai adanya tekstur granular yang
mencerminkan hubungan mineral dimana antar butiran kalkopirit dan pirit tidak
saling menembus satu sama lainnya (Gambar 4.8c). Hal ini menunjukkan
kalkopirit dan pirit terbentuk secara bersamaan (Ramdohr, 1969). Pada gambar
4.8e dan gambar 4.8f terlihat tekstur replacement kalkopirit oleh bornit dan
dilanjutkan replacement bornit oleh kovelit, kalkosit, dan digenit. Maka dapat
diperkirakan bahwa bornit hadir setelah kalkopirit dan kemudian pada tahap akhir
kovelit, kalkosit, dan digenit hadir menggantikan kalkopirit dan bornit.
Berdasarkan pengamatan tekstur mineral bijih, dapat diketahui tahapan
pembentukan mineral bijih di daerah penelitian yang dapat dilihat pada tabel 4.2.
Meilani Magdalena/12005066 51 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
Gambar 4.8. (a) Magnetit hadir tersebar pada batuan. (b) Replacement magnetit
oleh hematit menunjukan kehadiran magnetit sebelum hematit;
kalkopirit digantikan hampir seluruhnya oleh bornit menunjukkan
bornit terbentuk setelah kalkopirit. (c) Inklusi hematit pada
kalkopirit dan pirit menunjukkan kalkopirit dan pirit hadir setelah
hematit; tekstur granular pada kalkopirit dan pirit menunjukkan
kalkopirit dan pirit tumbuh bersama (intergrowth). (d) Kalkopirit
hadir mengisi celah/rekahan (open space filling) di antara pirit. (e)
Replacement kalkopirit oleh bornit, kalkosit, dan digenit
menunjukkan kalkopirit hadir sebelum bornit, kalkosit, dan
digenit. (f) Replacement kalkopirit oleh bornit yang dilanjutkan
dengan replacement bornit oleh kovelit, kalkosit, dan digenit,
menunjukkan kovelit, kalkosit, dan digenit hadir setelah kalkopirit
dan bornit.
Meilani Magdalena/12005066 52 BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA
Tabel 4.2. Tahapan pembentukan mineral bijih di daerah penelitian.
Mineral
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Magnetit
Hematit
Pirit
Kalkopirit
Bornit
Kovelit
Kalkosit
Digenit
Tahap pembentukan mineral bijih apabila diasosiasikan dengan mineralmineral penciri alterasi hidrotermal di daerah penelitian dapat di lihat pada tabel
4.3.
Tabel 4.3. Tahap pembentukan mineral alterasi hidrotermal dan mineral bijih di
daerah penelitian.
Meilani Magdalena/12005066 53 
Download