BAB II KONSEP DASAR

advertisement
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal,
folikel de graf atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat
pertumbuhan dari epithelium ovarium (Smelzer and Bare. 2002: 1556).
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang
besar, kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Dalam
kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai paling sering ialah kista
dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar
dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat
menghalang – halangi masuknya kepala ke dalam panggul (Wiknjosastro,
2005).
Kistoma ovari adalah kista yang permukaannya rata dan halus,
biasanya bertangkai, bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis
berisi cairan serosa dan berwarna kuning. Pengumpulan cairan tersebut
terjadi pada indung telur atau ovarium (Mansjoer, 2000: 388; Kondas,
2008)
Jadi, dapat disimpulkan kista ovarium adalah kantong abnormal
yang berisi cairan atau neoplasma yang timbul di ovarium yang bersifat
jinak juga dapat menyebabkan keganasan.
B. Anatomi Sistim Reproduksi Perempuan
Organ reproduksi wanita diklasifikasikan menjadi eksternal dan
internal.
1. Organ Genetalia Eksterna
Organ reproduksi eksterna atau pudenda, yang sering disebut sebagai
vulva mencakup semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang
dimulai dari mons pubis, labia mayora dan labia minora, klitoris,
himen, vestibulum, meatus uretra dan berbagai kelenjar serta
pembuluh darah.
Gambar 1. Organ eksterna wanita
( Prawirohardjo, Sarwono. 2008. 117 )
a. Mons Pubis
Mons pubis atau monsveneris adalah bagian yang menonjol berisi
lemak yang terletak di permukaan anterior simfisis pubis. Setelah
pubertas, kulit monsveneris tertutup oleh rambut ikal yang
membentuk pola distribusi tertentu yaitu pada wanita berbentuk
segitiga. Mons veneris berfungsi sebagai bantal pada waktu
melakukan hubungan seks.
b.
Labia Mayora
Labia mayora berupa dua buah lipatan bulatan jaringan lemak
lanjutan mons pubis ke arah bawah yang ditutupi kulit dan
belakang banyak mengandung pleksus vena. Panjang labia mayora
7 – 8 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Secara
embriologis, labia mayora homolog dengan skrotum pada pria.
Labia mayora berfungsi sebagai pelindung karena kedua bibir ini
menutupi lubang vagina sementara bantalan lemaknya bekerja
sebagai bantal.
c. Labia Minora
Labia minora atau nimfe adalah lipatan jaringan tipis dan bila
terbuka terihat lembab dan kemerahan, menyerupai selaput
mukosa. Pada labia minora banyak terdapat pembuluh darah, otot
polos dan ujung saraf.
d. Klitoris
Klitoris merupakan organ erektil yang homolog dengan penis dan
terletak dekat ujung superior vulva. Panjang klitoris jarang
melebihi 2 cm, bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun (Verkauf
dkk.1992) dan posisinya sangat terlipat karena tarikan labia
minora.
e. Vestibulum
Vestibulum adalah daerah berbentuk buah almond yang dibatasi
labia minora sebelah lateral dan memanjang dari klitoris sampai
fouschettx, berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang yaitu
orificium uretra eksternum, introitus vagina, ductus glandula
Bartholini kanan dan kiri dan duktus skene kanan dan kiri, antara
fouschettx dan liang vagina disebut fosa navikularis.
f. Ostium Uretra
Lubang atau meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum,1
sampai 1,5 cm di bawah arkus pubis dan dekat bagian atas liang
vagina. Meatus uretra terletak di dua pertiga bagian bawah uretra
terletak tepat di atas dinding anterior vagina.
g.
Ostium vagina dan Himen
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa
robekan. Himen atau selaput dara adalah lapisan tipis yang
menutupi sebagian besar dari liang senggama, di tengahnya
berlubang supaya kotoran menstruasi dapat keluar. Lubang himen
biasanya berbentuk bulan sabit atau sirkular, namun kadang kala
berupa banyak lubang kecil (kribiformis), bercelah (septata) atau
berumbai tidak beraturan (fimbriata). Bentuk serta konsistensi
himen sangat bervariasi terutama terdiri atas jaringan ikat elastin
dan kolagen. Himen imperforata, suatu lesi yang jarang, yang
merupakan keadaan ketika liang vagina tertutup sama sekali dan
mengakibatkan retensi cairan menstruasi.
h. Vagina
Vagina atau liang kemaluan merupakan suatu tabung yang dilapisi
membran dari jenis epitelium bergaris khusus, dialiri banyak
pembuluh darah dan serabut saraf. Panjang vagina dari vestibulum
sampai uterus adalah 7, 5 cm. Bagian ini merupakan penghubung
antara introitus vagina dan uterus. Pada puncak vagina menonjol
leher rahim yang disebut porsio. Bentuk vagina sebelah dalam
berlipat – lipat disebut rugae. Vagina mempunyai banyak fungsi
yaitu sebagai saluran luar dari uterus yang dilalui sekret uterus dan
aliran menstruasi, sebagai organ kopulasi wanita dan sebagai jalan
lahir.
i.
Perineum
Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjang perineum
kurang lebih 4 cm. Jaringan utama yang menopang perineum
adalah diafragma pelvis dan urogenital.
2. Organ Genetalia Interna
Organ genetalia interna adalah suatu alat reproduksi yang berada di
dalam tidak dapat dilihat kecuali dengan jalan pembedahan. Organ
genetalia interna terdiri dari uterus, serviks uteri, korpus uteri,
ovarium.
Gambar. 2. Organ Interna Wanita ( Bobak & Lowdermilk, 2004 )
a. Uterus
Uterus atau rahim merupakan organ muskular yang sebagian
tertutup oleh peritoneum atau serosa. Rongga uterus dilapisi
endomentrium. Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada
rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di
posterior. Bentuk uterus menyerupai buah pir, uterus terapung di
dalam pelvis dengan jaringan dan ligamentum. Panjang uterus
kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm dan berat uterus 50
gram. Fungsi uterus adalah untuk menahan ovum yang telah
dibuahi selama perkembangan. Uterus terdiri dari :
b. Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi
berinserasi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai
dimana fundus uteri berada, oleh karena tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
c. Korpus uteri
Korpus uteri merupakan bagian uterus yang terbesar pada
kehamilan. Dinding korpus uteri terdiri lapisan serosa, muskular
dan mukosa. Rongga yang terdapat dalam korpus uteri disebut
kavum uteri atau rongga rahim. Korpus uteri berfungsi sebagai
tempat janin berkembang.
d. Serviks uteri
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus yang
terletak di bawah ismus. Serviks terutama terdiri dari atas jaringan
kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah, namun
masih memiliki serabut otot polos. Kelenjar ini berfungsi
mengeluarkan sekret yang kental dan lengket dari kanalis
servikalis. Jika saluran kelenjar serviks tersumbat dapat berbentuk
kista, retensi berdiameter beberapa milimeter yang disebut sebagai
folikel nabothian.
Secara histologik uterus terdiri dari :
1) Miometrium (lapisan otot polos)
Tersusun sedemikian rupa sehingga dapat mendorong isinya
keluar pada waktu persalinan. Sesudah plasenta lahir akan
mengalami pengecilan sampai keukuran normal sebelumnya.
2) Endometrium (epitel, kelenjar, jaringan dan pembuluh darah)
Endometrium
merupakan
lapisan
dalam
uterus
yang
mempunyai arti penting dalam siklus haid. Pada masa
kehamilan endometrium akan menebal, pembuluh darah akan
bertambah banyak, hal ini diperlukan untuk memberikan
makan pada janin.
3) Lapisan serosa (peritoneum viseral)
Lapisan serosa terdiri dari ligamentum yang menguatkan
uterus, yaitu :
a) Ligamentum kardinale sinistra dan dekstra, mencegah
supaya uterus tidak turun.
b) Ligamentum sakrouterium sinistra dan dekstra, menahan
uterus supaya tidak banyak bergerak.
c) Ligamentum rotondum sinistra dan dekstra, menahan uterus
agar dalam keadaan antefleksi.
d) Ligamentum infundibulo pelvikum, ligamen yang menahan
tuba falopii.
e. Ovarium
Ovarium atau indung telur merupakan organ yang berbentuk
buah almond,. Ukuran ovarium cukup bervariasi, selama masa
reproduksi panjang ovarium 2,5 cm sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai
3 cm dan tebal 0,6 sampai 1,5 cm. Berat dari ovarium adalah 5
sampai 6 gram, ovarium terletak di bagian atas rongga panggul dan
bersandar pada lekukan dangkal dinding lateral pelvis diantara
pembuluh darah iliaka eksterna dan interna yang divergen.
Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
Ligamentum utero-ovarika memanjang dari bagian lateral dan
posterior uterus, tepat di bawah insersi tuba, ke uterus atau kutub
bawah ovarium. Ovarium ditutupi oleh peritoneum dan terdiri dari
otot serta jaringan ikat yang merupakan sambungan dari uterus.
Ligamentum infundibulopelvikum atau ligamentum suspensorium
ovarii memanjang dari bagian atas kutub tuba ke dinding pelvis
yang dilewati pembuluh ovarika dan saraf.
Ovarium terdiri dari dua bagian, korteks dan medulla. Korteks,
atau lapisan luar, dalam lapisan ini terdapat ovum dan folikel de
Graaf. Korteks ovarium berbentuk kumparan yang diantaranya
tersebar folikel primodial dan folikel de Graaf dalam berbagai
tahap perkembangan. Bagian paling terluar dari korteks, yang
kusam dan keputih-putihan, dikenal sebagai tunika albugenia, pada
permukaannya terdapat epitel kuboid yaitu epitel germinal
Waldeyer. Medulla, atau bagian tengah dari ovarium, terdiri dari
jaringan ikat longgar yang merupakan kelanjutan dari mesovarium.
Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam medulla dan
sejumlah kecil serat otot polos yang berkesinambungan dengan
yang berasal dari ligamentum suspensorium.
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon yaitu hormon seks steroid (estrogen,
progesteron, dan androgen) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi wanita normal. Hormon estrogen
bertanggung jawab atas pertumbuhan pola rambut aksila serta
pubik dan berperan dalam mempertahankan kalsium dalam tulang.
Progesteron
menimbulkan
dipengaruhi
retensi
oleh
cairan
estrogen
dalam
sehingga
jaringan,
juga
dapat
dapat
menyebabkan penumpukkan lemak.
f. Tuba fallopii
Tuba fallopii atau saluran ovum yang memiliki panjang
yang bervariasi dari 8 sampai 14 cm dengan diameter 3 sampai 8
mm, bagian terlebar dari ampula antara 5 sampai 8 mm dan
ditutupi oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran
mukosa. Saluran ovum berjalan dari lateral kiri dan kanan. Tuba
fallopii berfungsi untuk menghantarkan ovum dari ovarium ke
uterus dan untuk perjalanan ovum yang telah dibuahi. Tuba fallopii
terdiri dari :
1) Parst. Interstisiallis, bagian yang terdapat di dinding uterus.
2) Parst. Ismika atau ismus merupakan bagian dari medial yang
sempit seluruhnya.
3) Parst. Ampularis, bagian yang terbentuk saluran leher tempat
konsepsi agak lebar.
4) Infindibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen
dan mempunyai umbai yang disebut fimbria yang berfungsi
untuk menangkap telur dan menyalurkan telur kembali ke tuba.
(Cunningham, 2005; Farrer, 1999)
C. Etiologi
Etiologi dari kista ovarium sampai sekarang belum diketahui secara pasti
akan tetapi dilihat
menurut klasifikasinya yaitu tumor ovarium
nonneoplastik dan tumor ovarium neoplastik jinak maka penyebab kista
ovarium adalah sebagai berikut:
1. Tumor Nonneoplastik
Tumor nonneoplastik jinak disebabkan karena ketidakseimbangan
hormon progesteron dan estrogen.
a. Tumor akibat radang
Termasuk disini abses ovarial, abses tubo-ovarial dan kista tubo
ovarial.
b. Tumor lain
1) Kista Folikel
Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai
berovulasi, namun tumbuh terus menjadi kista folikel atau dari
beberapa folikel primer yang setelah bertumbuh di bawah
pengaruh estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim
melainkan menjadi membesar menjadi kista.
2) Kista Korpus Luteum
Kista ini terjadi akibat perdarahan yang sering terjadi didalam
korpus luteum, berisi cairan yang berwarna merah coklat
karena darah tua.
3) Kista Lutein
Kista ini biasanya bilateral dan menjadi membesar sebesar
tinju. Tumbuhnya kista ini adalah akibat dari pengaruh hormon
koriogonadotropin yang berlebihan.
4) Kista Inklusi Germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian – bagian
kecil dari epitel germinativum pada permukaan ovarium.
5) Kista Endometrium
Belum diketahui penyebabnya dan tidak ada hubungannya
dengan endometroid.
6) Kista Stein-Laventhal
Kista ini dikenal sebagai sindrom Stein-Laventhal dan kiranya
disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal.
2. Tumor Neoplastik Jinak
Tumor neoplastik jinak terdiri dari :
a. Tumor Kistik
1) Kistoma ovarii simpleks
Kistoma ovarii simpleks diduga kista ini adalah suatu jenis
kistadenoma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya
berhubung dengan tekanan cairan dalam kista.
2) Kistadenoma Ovarii Musinosum
Asal kista ini belum pasti, menurut Mayer, mungkin kista ini
berasal dari suatu teratoma dimana dalam pertumbuhannya satu
elemen mengalahkan elemen lainnya.
3) Kistadenoma Ovarii Serosum
Pada umumnya kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal ephitelium).
4) Kista endometrioid
Kista ini tidak ada hubungannya dengan endometriosis ovarii.
5) Kista dermoid
Kista dermoid suatu teratoma kistik yang jinak dimana strukturstruktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel
kulit, rambut, gigi dan produk glandula sebasea berwarna putih
kuning menyerupai lemak nampak lebih menonjol daripada
elemen – elemen endoderm dan mesoderm. Bahan yang terdapat
dalam rongga kista ini ialah produk dari kelenjar sebasea berupa
massa lembek seperti lemak bercampur dengan rambut
(Wiknjosastro, 2005; Mansjoer, 2001).
Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti, kemungkinan
disebabkan oleh beberapa faktor pendukung, yaitu:
1. Ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen
2. Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol
3. Degenerasi ovarium
4. Gaya hidup tidak sehat yakni dengan:
a. Konsumsi makanan yang tinggi lemak, kurang serat dan makanan
berpengawet
b. Penggunaan zat tambahan pada makanan
c. Kurang berolah raga
d. Merokok dan mengkonsumsi alkohol
e. Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
f. Sering stress
5. Faktor genetik
Dalam tubuh kita terdapat gen – gen yang berpotensi memicu
kanker yaitu yang disebut protoonkgen, karena suatu sebab tertentu
misalnya karena makan makanan yang bersifat karsinogen, polusi atau
terpapar zat kimia tertentu atau atau karena radiasi, protoonkgen ini
dapat berubah menjadi onkgen yaitu gen pemicu kanker.
(Ryta, 2008)
D. Patofisiologi
Banyak
tumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor
ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda adalah akibat dari
pertumbuhan, aktivitas endokrin dan kompikasi tumor – tumor tersebut.
1. Akibat pertumbuhan
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembenjolan
perut.
Tekanan
terhadap
alat–alat
disekitarnya
disebabkan oleh besarnya tumor atau posisisnya dalam perut. Apabila
tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan
miksi, sedang suatu kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di
rongga perut kadang – kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam
perut serta dapat juga mengakibatkan obstipasi, edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal
Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali
jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit – sedikit sehingga berangsur – angsur
menyebabkan pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala –
gejala klinik yang minimal. Akan tetapi kalau perdarahan terjadi
dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan nyeri di perut.
b. Putaran tangkai
Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih.
Adanya putaran tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum
infundibulopelvikum terhadap peritoneum parietale dan ini
menimbulkan rasa sakit.
c. Infeksi pada tumor
Terjadi jika di dekat tumor ada sumber kuman patogen. Kista
dermoid cenderung mengalami peradangan disusul pernanahan.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada
saat persetubuhan. Jika, robekan kista disertai hemoragi yang
timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus
ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus
menerus disertai tanda – tanda abdomen akut.
e.
Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis
yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan.
Adanya asites dalam hal ini mencurigakan, adanya anak sebar
(metastasis) memperkuat diagnosa keganasan.
(Wiknjosastro, 2005).
Kista dermoid adalah tumor yang diduga berasal dari bagian ovum
yang normalnya menghilang saat maturasi. Asalnya tidak
teridentifikasi dan terdiri atas sel – sel embrional yang tidak
berdiferensiasi. Kista ini tumbuh dengan lambat dan ditemukan
selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental,
berwarna kuning, yang timbul dari lapisan kulit. Rambut, gigi,
tulang dan banyak jaringan lainnya ditemukan dalam keadaan
rudimenter pada kista ini. Kista dermoid hanya merupakan satu
tipe lesi yang dapat terjadi. Banyak tipe lainnya dapat terjadi dan
pengobatannya tergantung pada tipenya(Smeltzer and Bare, 2001).
E. Manifestasi Klinis
Kebanyakan tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda.
Sebagian besar gejala dan tanda yang ditemukan adalah akibat
pertumbuhan, aktivitas hormonal atau komplikasi tumor tersebut. Gejala
dan tanda tersebut berupa benjolan di perut, mungkin ada keluhan rasa
berat, gangguan atau kesulitan defekasi karena desakan, udem tungkai
karena tekanan pada pembuluh balik atau limfa dan rasa sesak karena
desakan diafragma ke kranial.
Bila tumor tersebut menghasilkan hormon, kadang ada gangguan
hormonal berupa ganguan haid. Mungkin timbul komplikasi berupa asites,
atau gejala sindrom perut akut, akibatnya putaran tungkai tumor atau
gangguan peredaran darah karena penyebab lain ( Sjamjuhidajat, 2004 ).
F. Proses Penyembuhan Luka
Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama.
Perbedaan terjadi, menurut waktu pada tiap – tiap fase penyembuhan dan
waktu granulasi jaringan. Fase – fase penyembuhan luka antara lain:
1. Fase I
Pada fase ini leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak, terbentuk
fibrin yang tertumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan tipis
dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka.
Kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan jahitan dengan
baik. Setelah besar pasien akan merasa sakit pada fase ini dan
belangsung selama 3 hari.
2. Fase II
Fase II ini berlangsung 3 sampai 14 hari setelah pembedahan, leukosit
mulai menghilang dan ceruk mulai berisi kolagen serabut protein
putih. Semua lapisan sel epitel beregenerasi dalam 1 minggu, jaringan
ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen
akan menunjang luka dengan baik dalam 6 sampai 7 hari. Jadi jahitan
bisa diangkat pada fase ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah.
3. Fase III
Pada fase III ini, kolagen tertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah
baru dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna
merah jambu yang luas, terjadi pada minggu kedua hingga enam
minggu post bedah, pasien harus menjaga agar tidak mengguna otot
yang terkena.
4. Fase IV
Fase IV berlangsung beberapa bulan setelah bedah, pasien akan
mengeluh gatal diseputar luka walau kolagen terus menimbun. Pada
waktu ini luka menciut dan menjadi tegang. Bila luka dekat persendian
akan terjadi kontraktur karena penciutan luka akan terjadi ceruk yang
belapis putih (Long, 1996).
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat menolong dalam pembuatan diagnosis
yang tepat pada kista ovarium ialah:
1. Laparoskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah
tumor berasal dari ovarium atau tidak dan untuk menentukkan sifat –
sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing,
apakah kistik atau solid dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam
rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang – kadang dapat dilihat adanya
gigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Telah disebut pada pungsi pada asites berguna untuk menentukan
sebab asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat
mencemari kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista
tertusuk.
(Wiknjosastro, 2005)
H. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, tumor ovarium memerlukan pembedahan, tetapi ada
beberapa kista benigna yang pada umumnya tidak memerlukan
pembedahan seperti kista folikel de graf, kista korpus luteum dan kista
endometrium. Penatalaksanaan pada tumor berbeda – beda tergantung
jenis tumor neoplastik ganas atau tidak.
1. Tumor ovarium nonneoplastik
Tumor ovarium yang tidak memberikan gejala / keluhan pada
penderita dan yang besarnya tidak melebihi jeruk nipis dengan
diameter kurang dari 5 cm termasuk tumor nonneoplastik. Tidak jarang
tumor – tumor tersebut mengalami pengecilan
menghilang. Maka tindakan yang dilakukan ialah:
secara spontan
a. Menunggu selama 2 sampai 3 bulan.
b. Mengadakan pemeriksaan ginekologik berulang.
c. Mengamati peningkatan pertumbuhan tumor.
d. Mempertimbangkan tindakan operatif, apabila kesimpulan dari
hasil observasi tumor tersebut bersifat neoplastik.
2. Tumor ovarium neoplastik tidak ganas
Tindakan yang dilakukan pada tumor ovarium neoplastik yang tidak
ganas ialah :
a. Pengangkatan tumor ini adalah dengan pengangkatan reseksi pada
bagian ovarium yang mengandung tumor.
b. Jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu dilakukan
pengangkatan
ovarium disertai dengan pengangkatan tuba
(salpingo-ooforektomi).
c. Operasi kedua dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah
ditemukan tumor pada satu atau dua ovarium.
d. Operasi tumor ovarium yang diangkat harus terbuka, untuk
mengetahui apakah ada keganasan atau tidak. Jika keadaan
meragukan, perlu pada saat operasi dilakukan pemeriksaan sediaan
yang dibekukan (frozen section) oleh seorang ahli patologi
anatomik untuk mendapatkan kepastian apakah tumor tersebut
ganas atau tidak.
3. Histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral
Operasi yang tepat jika terdapat keganasan adalah dengan histerektomi
dan salpingo-ooforektomi bilateral (pengangkatan kedua tuba). Pada
wanita muda yang masih ingin mempunyai keturunan dan dengan
tingkat keganasan tumor yang rendah (misalnya tumor sel granulosa),
dapat
dipertanggungjawabkan
untuk
mengambil
risiko
dengn
melakukan operasi yang tidak bersifat radikal.
(Sjamjuhidajat, 2004 ; Wiknjosastro, 2005 )
I. Pengkajian fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali
masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : nyeri di sekitar area jahitan.
b. Riwayat kesehatan sekarang: mengeluhkan ada atau tidaknya
gangguan ketidaknyamanan.
c. Riwayat kesehatan dahulu : pernahkah menderita penyakit seperti
yang diderita sekarang, pernahkah dilakukan operasi.
d. Riwayat kesehatan keluarga: adakah anggota keluarga yang
menderita tumor atau kanker terutama pada organ reproduksi.
e. Riwayat obstretikus, meliputi:
1) Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau.
2) Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia pernikahan.
3) Riwayat persalinan
4) Riwayat KB
3. Pengkajian post operasi rutin ( Engram, 1999 )
1) Kaji tingkat kesadaran
2) Ukur tanda – tanda vital : Tekanan darah, nadi, suhu,
respiration rate.
3) Auskultasi bunyi napas
4) Kaji turgor kulit
5) Pengkajian abdomen
-
Inspeksi ukuran dan kontur abdomen
-
Auskultasi bising usus
-
Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
-
Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
-
Kaji status balutan.
6) Kaji terhadap nyeri atau mual
7) Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan
dan menanyakan lamanya di bawah anestesi.
4. Data penunjang
a. Pemeriksaan
laboratorium
:
pemeriksaan
darah
lengkap
(Hemoglobin, hematokrit, lekosit)
b. Terapi : terapi yang diberikan post operasi baik injeksi maupun
peroral sesuai program dari dokter.
5. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus kista ovarium menurut Doenges
(2000) adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan atau keletihan, adanya perubahan pola
istirahat dan jam kebiasaan tidur. Adanya faktor – faktor
yang
mempengaruhi tidur,
misal:
ansietas,
nyeri,
keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan.
b. Makanan/ cairan
Gejala : Mual atau muntah, anoreksia, perubahan pada berat
badan.
c. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope.
d. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Tidak
ada
nyeri/derajat
bervariasi,
misalnya
:
ketidaknyamanan ringan sampai berat (dihubungkan
dengan proses penyakit).
e. Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola defekasi, misal : darah pada feses,
nyeri pada defekasi. Perubahan eliminasi urinarius
misalnya: nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih,
hematuria.
Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
f. Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, hidup dengan seorang yang
merokok), pemajanan abses.
g. Integritas ego
Gejala : Faktor stres dan cara mengatasi stress, masalah tentang
perubahan
dalam
penampilan
insisi
pembedahan,
perasaan tidak berdaya, putus asa, depresi, menarik diri.
h. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada perubahan pada tekanan darah.
i. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen pemajanan
matahari lama, berlebihan, demam, ruam kulit / ulserasi.
j. Seksualitas
Gejala : Perubahan pada tingkat kepuasan
k. Interaksi sosial
Gejala : ketidakadekuatan / kelemahan sistim pendukung, riwayat
perkawinan, masalah tentang fungsi.
J. Pathway keperawatan
-
Penyebab :
Ketidakseimbangan estrogen+progesterone
Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol
Degenarasi ovarium
Gaya hidup tidak sehat (konsumsi alkohol, merokok, kurang olahraga dll)
Kista ovarium
Pertumbuhan tumor ovarium
Membesar
Metastase ke ovarium dextra
Salpingo-ooforektomi
Menekan alat/organ di sekitar ovarium dekstra
Menekan kandung
Kemih
Menekan
anus
Gaster
Tekanan syaraf
oleh tumor
Peningkatan beban
tubuh
Mengganggu aktivitas
Post operasi
Pengaruh anestesi
general
Luka Op
Kerusakan
jaringan
Mual
Pengosongan
VU tidak
optimal
Retensi
urine
konstipasi
Intake ↓
Risiko
perubahan
nutrsi kurang
kebutuhan
tubuh
Nyeri
Intoleran
aktivitas
↓ peristaltik Relaksasi Kesadaran Penekanan
Diskontinuitas Port
perdarahan
otot
menurun
saraf
jaringan de’entry
Absorbs air↓ polos
vagus
di kolon
Resti
Resti
Hypertermi
Nyeri
HCl ↑
Fungsi
cedera
infeksi
N.Vagus ↓
Risiko
konstipasi
Mual
Refleks menelan ↓
Kelemahan
Intoleransi
muntah
umum
aktivitas
Gangguan
pemenuhan
nutrisi kurang
kebutuhan
tubuh
Resti
aspirasi
Kurang
pengetahuan
[kebutuhan belajar]
tentang
prognosis,kondisi,
pengobatan
32
(Doenges, 2000;Wiknjosastro, 2005)
K. Diagnosa keperawatan Dan Fokus Intervensi
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan adanya penekanan syaraf oleh sel tumor.
(Doenges, 2000)
Tujuan
: Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/ kontrol
dengan pengaruh minimal.
Kriteria Hasil : Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan,
mendemonstrasikan
penggunaan
keterampilan
relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi untuk
situasi individu.
Intervensi
a. Tentukan karakteristik nyeri.
Rasional
: informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan/ keefektifan intervensi.
b. Evaluasi/ sadari terapi tertentu. Misalnya pembedahan, radiasi,
kemoterapi, bioterapi. Ajarkan orang terdekat apa yang diharapkan.
Rasional
: ketidaknyamanan
rentang
luas
adalah
umum,
(misalnya: nyeri insisi, kulit terbakar, sakit kepala,
nyeri punggung bawah) tergantung pada prosedur dan
agen yang digunakan.
c. Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi, gosokan
punggung) dan aktivitas hiburan (misalnya: musik, TV).
Rasional
: meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan
kembali perhatian.
d. Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misalnya:
teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi), tertawa, musik,
dan sentuhan terapeutik.
Rasional
: memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara
aktif dan meningkatkan rasa kontrol.
e. Evaluasi penghilangan kontrol nyeri.
Rasional
: tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan
pengaruh minimal.
f. Berikan analgesik sesuai indikasi. Berikan hanya untuk dalam
sehari. Ubah dari analgesik kerja pendek menjadi kerja panjang
bila diindikasikan.
Rasional
: nyeri adalah komplikasi yang sering terjadi, meskipun
respon individual berbeda-beda. Saat perubahan
penyakit/ pengobatan terjadi, penilaian dosis dan
pemberian akan diperlukan.
2. Gangguan Eliminasi Buang Air kecil (BAK): retensi urin berhubungan
dengan desakan kandung kemih oleh sel tumor (Doenges, 2000).
Tujuan
: Berkemih dengan urin yang cukup.
Kriteria Hasil : Tidak ada distensi abdomen, menunjukkan residu
pasca berkemih kurang dari 50 ml, tidak ada tetesan/
kelebihan aliran.
Intervensi
a. Dorong pasien untuk berkemih 2-4 jam dan bila tiba-tiba
dirasakan.
Rasional
: meminimalkan retensi urin, distensi berlebihan pada
kandung kemih.
b. Observasi aliran urin. Perhatikan ukuran dan kekuatannya.
Rasional
: berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan
intervensi.
c. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan
penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis.
Rasional
: Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran
perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi
ginjal.
Adanya deficit
aliran darah ke ginjal
mengganggu kemampuannya untuk memfilter dan
mengkonsentrasikan substansi.
d. Dorong masukan cairan sampai dengan 3000ml sehari, dalam
toleransi jantung, bila diindikasikan.
Rasional
: peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi
ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih
dari pertumbuhan bakteri.
e. Awasi tanda vital dengan ketat. Observasi hipertensi, edema
perifer, perubahan mental. Timbang tiap hari. Pertahankan
pemasukan dan pengeluaran.
Rasional
: kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan
eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat
berlanjut ke penurunan ginjal total.
f. Berikan rendam duduk sesuai indikasi.
Rasional
: meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, dan
dapat meningkatkan upaya berkemih.
g. Berikan obat antispasmodik, contohnya: oksibutinin klorida
(Ditropan).
Rasional
: menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan
dengan irigasi oleh kateter.
h. Irigasi kateter sesuai indikasi.
Rasional
i.
: mempenagruhi patensi/ aliran urin.
Monitor urinalisa dan kultur.
Rasional
: statis urinaria potensial untuk pertumbuhan bakteri,
peningkatan resiko ISK.
3. Gangguan Eliminasi Buang Air Besar (BAB) : konstipasi berhubungan
dengan tekanan anus oleh sel tumor. (Doenges, 2000)
Tujuan
: Mengungkapkan perilaku/ teknik untuk program usus
individual.
Kriteria Hasil : Menciptakan kembali kepuasan pola eliminasi urin.
Intervensi
a. Auskultasi bising usus. Catat lokasi dan karakteristiknya.
Rasional
: bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.
Hilangnya bising menandakan adanya paralitik ileus.
b. Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau
berkurang.
Rasional
: hilangnya peristaltik melumpuhkan usus, membuat
distensi ileus dan usus.
c. Catat adanya keluhan mual, ingin muntah. Periksa muntahan atau
sekresi gaster (jika terpasang NGT), feses, dan bekuan darah.
Rasional
: perdarahan gastrointestinal dapat terjadi sebagai
respon dari trauma atau efek samping terapi tertentu
(steroid atau antikoagulasi).
d. Kenali tanda-tanda adanya sumbatan, seperti tidak adanya feses
yang terbentuk selama beberapa hari, feses semi cair, kegelisahan,
perasaan penuh dalam abdomen.
Rasional
: intervensi dini perlu untuk mengatasi konstipasi
secara efektif/ feses yang tertahan dan mengurangi
resiko terjadinya komplikasi.
e. Ajarkan klien latihan defekasi secara teratur.
Rasional
: program ini perlu untuk secara rutin mengeluarkan
feses dan biasanya termasuk stimulasi manual.
Kemampuan mengontrol pengeluaran feses penting
untuk kemandirian fisik pasien dan penerimaan sosial.
f. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang sehat dan yang
termasuk makanan berserat dan padat/ kasar dan pemasukan cairan
lebih banyak (minimal 2000 ml/ hari), termasuk jus/ sari buah.
Rasional
: meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati
usus dengan mudah.
g. Konsultasikan dengan ahli gizi/ tim dari nutrisi.
Rasional
: membantu merencanakan makanan yang disesuaikan
dengan kebutuhan individu dan fungsi pencernaan/
eliminasi.
h. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. Misalnya: pelunak
feses (laksatif, supositoria, enema).
Rasional
: menstimulasi peristalstik.
4. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia. (Doenges, 2000)
Tujuan
: nutrisi mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : mempertahankan/ menunjukkan peningkatan berat
badan bertahap sesuai tujuan, nilai laboratorium
normal, bebas tanda malnutrisi, merencanakan diet
untuk
memenuhi
kebutuhsn nutrisi/
membatasi
gangguan GI.
Intervensi
a. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk
membantu memilih intervensi.
b. Kaji distensi abdomen, berhati- hati, menolak bergerak.
Rasional : tanda nonverbal ketidaknyamanan berhubungan
dengan gangguan pencernaan dan nyeri gas.
c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
Rasional : meningkatkan motivasi klien untuk menghabiskan
diit makan sesuai program.
d. Diskusikan tentang makanan kesukaan/ ketidaksukaan pasien,
makanan yang menyebabkan distress, dan jadwal makan yang
disukai.
Rasional : melibatkan
pasien
dalam
perencanaan,
memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan
mendorong untuk makan.
e. Anjurkan klien untuk lakukan kebersihan oral sebelum makan
(sikat gigi ).
Rasional : mulut yang bersih meningkatkan napsu makan.
f. Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Rasional: membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan
distensi abdomen. Mempengaruhi rasa sehat dan
menurunkan
kemungkinan
masalah
sekunder
sehubungan dengan imobilisasi.
g. Awasi pemeriksaan labaratorium: BUN, albumin/ protein
serum,kadar transverin.
Rasional :memberikan informasi tentang kekurangan nutrisi/
keefektifan terapi.
Post Operasi
1. Risiko tinggi aspirasi berhubungan dengan tingkat kesadaran sekunder
akibat : anestesi (Carpenito, 2000)
Tujuan
: aspirasi tidak terjadi.
Kriteria Hasil : individu tidak mengalami aspirasi, mengungkapkan
tindakan untuk mencegah aspirasi.
Intervensi
a. Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak ada yang jatuh ke
belakang, menyumbat jalan napas.
Rasional : memastikan tidak ada sumbatan jalan napas.
b. Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi, jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional
:
mengoptimalkan
pola
napas
jika
tidak
ada
kontraindikasi.
c. Pertahankan posisi berbaring miring jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional :
d. Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorok dengan tisu atau
penghisap dengan perlahan – lahan.
Rasional : memberishkan jalan napas, pola napas tetap normal.
e. Anjurkan pada keluarga untuk tidak memberikan minum saat klien
belum sadar penuh.
Rasional : menghindari terjadinya aspirasi.
2. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
(Carpenito, 2006)
Tujuan
: individu menyatakan cedera lebih sedikit dan rasa
takut cedera berkurang, cedera tidak terjadi.
Kriteria Hasil : mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi
risiko
cedera,
melakukan
mengungkapkan
tindakan
pencegahan
maksud
tertentu
untuk
(mis,
meggunakan kacamata untuk mengurangi silau),
meningkatkan aktivitas harian bila memungkinkan.
Intervensi
a. Awasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama untuk
menjaga keamanan.
Rasional : memantau aktivitas pasien.
b. Ajarkan penggunaan kruk, tongkat, walker.
Rasional : membantu dalam beraktivitas. Meringankan beban.
c. Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar terpasang .
Rasional : memudahkan pasien untuk berpindah tempat dan
mencegah jatuh saat mobilisasi yang tidak disadari.
d. Ciptakan lingkungan yang aman : lantai kering tidak basah.
Rasional : mencegah agar tidak terpeleset dan jatuh.
e. Letakkan pispot dekat tempat tidur atau pispot kursi di depan
pasien.
Rasional : mengurangi kelelahan dengan menghemat tenaga klien
untuk ke kamar mandi.
3. Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada
abdomen. (Doenges, 2000)
Tujuan
: nyeri berkurang/ hilang.
Kriteria Hasil : klien rileks, mampu tidur/ istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik nyeri, beratnya (0-10).
Rasional
: Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan
adanya masalah, memerlukan evaluasi medik dan
intervensi.
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Rasional
: Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi telentang.
c. Anjurkan klien untuk mobilisasi dini.
Rasional
: meningkatkan normalisasi fungsi organ, menurunkan
ketidaknyamanan.
d. Ajarkan penggunaan manajemen nyeri (teknik relaksasi, distraksi).
misal dengan latihan tarik napas dalam.
Rasional
: meningkatkan
kontrol
terhadap
nyeri
dan
meningkatkan partisipasi pasien secara aktif.
e. Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional
: menghilangkan
nyeri,
mempermudah
kerjasama
dengan terapi lain.
4. Kurang perawatan diri: personal hygiene berhubungan dengan
kelemahan (Carpenito, 2000)
Tujuan
: klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene
secara mandiri.
Kriteria hasil
: ungkapkan rasa nyaman dan puas, melakukan
kegiatan perawatan diri sesuai kemampuan.
a. Kaji derajat ketidakmampuan klien dalam melakukan kegiatan
Rasional
: Mempengaruhi pemilihan intervensi yang tepat.
b. Motivasi klien untuk melakukan kegiatan kebersihan diri sesuai
kemampuan, seperti gosok gigi.
Rasional : mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien,
klien dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan
perawatan diri sesuai kemampuan.
c. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti: makan, mandi,
personal higyene.
Rasional : Mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap
pembedahan. (Doenges, 2000)
Tujuan
: tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar,
bebas tanda infeksi/ inflamasi, drainase purulen,
eritema, dan demam.
Intervensi
a. Awasi tanda – tanda vital.
Rasional
: dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses.
b. Lakukan pencucian tangan dengan baik dan perawatan luka
aseptik. Berikan perawatan paripurna.
Rasional
: menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c. Lihat insisi dan balutan.
Rasional
: memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi,
dan/ atau pengawasan penyembuhan.
d. Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien dan orang
terdekatnya.
Rasional
: pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan
dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.
e. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasional
: mungkin
diberikan
secara
profilaktik
atau
menurunkan jumlah organism (pada infeksi yang
telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran
dan pertumbuhannya.
f. Bantu irigasi dan drainase bila diperlukan.
Rasional
: dapat diperlukan untuk mengalirkan abses terlokalisir.
6. Risiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal.
(Carpenito, 2000)
Tujuan
: tidak terjadi konstipasi.
Kriteria hasil
: menunjukkan bunyi bising usus / aktivitas
peristaltik usus aktif, mempertahankan pola
eliminasi biasanya
Intervensi
a. Auskultasi bising usus.
Rasional : indikator adanya perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan
intervensi.
b. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
Rasional : ambulasi dini membantu merangsang fungsi intestinal
dan mengambalikan peristaltik.
c. Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah, bila
pemasukan peroral dimulai.
Rasional : meningkatkan pelunakkan feses; dapat membantu
merangsang peristaltik.
d. Berikan rendam duduk.
Rasional
:
meningkatkan
relaksasi
otot,
meminimalkan
ketidaknyamanan.
e. Batasi pemasukan oral sesuai indikasi.
Rasional : mencegah mual / muntah sampai peristaltic kembali (1 –
2 hari)
f. Berikan obat, contoh pelunak feses, minyak mineral, laksatif sesuai
indikasi.
Rasional : meningkatkan pembentukkan / pasase pembentuk feses.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhungan dengan mual muntah, intake nutrisi. (Doenges, 2000)
Tujuan
: nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil
: mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan
penambahan berat badan yang diinginkan dengan
normalisasi nilai laboratorium, tak ada tanda – tanda
malnutrisi.
Intervensi
a. Tinjau faktor – faktor individual yang mempengaruhi kemampuan
untuk mencerna / makan makanan, mis: status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang dilepaskan.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi.
b. Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat masukan dan haluaran.
Rasional : mengidentifikasikan status cairan serta memastikan
kebutuhan metabolik.
c. Auskultasi bising usus.
Rasional : menentukkan kembalinya peristaltic.
d. Berikan cairan IV, mis : Albumin, lipid, elektrolit. Suplemen
vitamin dengan perhatian
tertentu terhadap vitamin K, secara
parenteral.
Rasional : memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
Mengguanakan katartik praoperasi ( persiapan usus )
dapat mengurangi suplemen vitamin dan atau masalah
usus dapat menghambat absorbs vitamin.
e. Berikan obat – obatan sesuai indikasi : antiemetik, mis:
proklorpromazin.
Rasional : mencegah muntah.
8. Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita : kista ovarium
berhubungan dengan kurang
informasi,
kesalahan
interpretasi
informasi.
Tujuan
: klien dapat mendapat informasi yang benar.
Kriteria hasil : Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan,
mengungkapkan pemahaman informasi.
Intervensi
:
a. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita.
Rasional : Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, mengidentifikasi kebutuhan belajar.
b. Berikan informasi tentang penyakit yang diderita dengan bahasa
yang jelas dan mudah dimengerti.
Rasional : Memberikan pengetahuan dimana klien dapat kooperatif
dan memudahkan untuk mengingat informasi yang
diberikan.
c. Dorong partisipasi keluarga dalam perawatan.
Rasional : membantu penanganan dan perawatan pasien.
Download