BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium (Smelzer and Bare. 2002: 1556). Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang – halangi masuknya kepala ke dalam panggul (Wiknjosastro, 2005). Kistoma ovari adalah kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya bertangkai, bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis berisi cairan serosa dan berwarna kuning. Pengumpulan cairan tersebut terjadi pada indung telur atau ovarium (Mansjoer, 2000: 388; Kondas, 2008) Jadi, dapat disimpulkan kista ovarium adalah kantong abnormal yang berisi cairan atau neoplasma yang timbul di ovarium yang bersifat jinak juga dapat menyebabkan keganasan. B. Anatomi Sistim Reproduksi Perempuan Organ reproduksi wanita diklasifikasikan menjadi eksternal dan internal. 1. Organ Genetalia Eksterna Organ reproduksi eksterna atau pudenda, yang sering disebut sebagai vulva mencakup semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang dimulai dari mons pubis, labia mayora dan labia minora, klitoris, himen, vestibulum, meatus uretra dan berbagai kelenjar serta pembuluh darah. Gambar 1. Organ eksterna wanita ( Prawirohardjo, Sarwono. 2008. 117 ) a. Mons Pubis Mons pubis atau monsveneris adalah bagian yang menonjol berisi lemak yang terletak di permukaan anterior simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit monsveneris tertutup oleh rambut ikal yang membentuk pola distribusi tertentu yaitu pada wanita berbentuk segitiga. Mons veneris berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks. b. Labia Mayora Labia mayora berupa dua buah lipatan bulatan jaringan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah yang ditutupi kulit dan belakang banyak mengandung pleksus vena. Panjang labia mayora 7 – 8 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Secara embriologis, labia mayora homolog dengan skrotum pada pria. Labia mayora berfungsi sebagai pelindung karena kedua bibir ini menutupi lubang vagina sementara bantalan lemaknya bekerja sebagai bantal. c. Labia Minora Labia minora atau nimfe adalah lipatan jaringan tipis dan bila terbuka terihat lembab dan kemerahan, menyerupai selaput mukosa. Pada labia minora banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung saraf. d. Klitoris Klitoris merupakan organ erektil yang homolog dengan penis dan terletak dekat ujung superior vulva. Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm, bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun (Verkauf dkk.1992) dan posisinya sangat terlipat karena tarikan labia minora. e. Vestibulum Vestibulum adalah daerah berbentuk buah almond yang dibatasi labia minora sebelah lateral dan memanjang dari klitoris sampai fouschettx, berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang yaitu orificium uretra eksternum, introitus vagina, ductus glandula Bartholini kanan dan kiri dan duktus skene kanan dan kiri, antara fouschettx dan liang vagina disebut fosa navikularis. f. Ostium Uretra Lubang atau meatus uretra terletak pada garis tengah vestibulum,1 sampai 1,5 cm di bawah arkus pubis dan dekat bagian atas liang vagina. Meatus uretra terletak di dua pertiga bagian bawah uretra terletak tepat di atas dinding anterior vagina. g. Ostium vagina dan Himen Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. Himen atau selaput dara adalah lapisan tipis yang menutupi sebagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat keluar. Lubang himen biasanya berbentuk bulan sabit atau sirkular, namun kadang kala berupa banyak lubang kecil (kribiformis), bercelah (septata) atau berumbai tidak beraturan (fimbriata). Bentuk serta konsistensi himen sangat bervariasi terutama terdiri atas jaringan ikat elastin dan kolagen. Himen imperforata, suatu lesi yang jarang, yang merupakan keadaan ketika liang vagina tertutup sama sekali dan mengakibatkan retensi cairan menstruasi. h. Vagina Vagina atau liang kemaluan merupakan suatu tabung yang dilapisi membran dari jenis epitelium bergaris khusus, dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjang vagina dari vestibulum sampai uterus adalah 7, 5 cm. Bagian ini merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Pada puncak vagina menonjol leher rahim yang disebut porsio. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat – lipat disebut rugae. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran luar dari uterus yang dilalui sekret uterus dan aliran menstruasi, sebagai organ kopulasi wanita dan sebagai jalan lahir. i. Perineum Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjang perineum kurang lebih 4 cm. Jaringan utama yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital. 2. Organ Genetalia Interna Organ genetalia interna adalah suatu alat reproduksi yang berada di dalam tidak dapat dilihat kecuali dengan jalan pembedahan. Organ genetalia interna terdiri dari uterus, serviks uteri, korpus uteri, ovarium. Gambar. 2. Organ Interna Wanita ( Bobak & Lowdermilk, 2004 ) a. Uterus Uterus atau rahim merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Rongga uterus dilapisi endomentrium. Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior. Bentuk uterus menyerupai buah pir, uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan dan ligamentum. Panjang uterus kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm dan berat uterus 50 gram. Fungsi uterus adalah untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan. Uterus terdiri dari : b. Fundus uteri Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi berinserasi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada, oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri. c. Korpus uteri Korpus uteri merupakan bagian uterus yang terbesar pada kehamilan. Dinding korpus uteri terdiri lapisan serosa, muskular dan mukosa. Rongga yang terdapat dalam korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim. Korpus uteri berfungsi sebagai tempat janin berkembang. d. Serviks uteri Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus yang terletak di bawah ismus. Serviks terutama terdiri dari atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah, namun masih memiliki serabut otot polos. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar serviks tersumbat dapat berbentuk kista, retensi berdiameter beberapa milimeter yang disebut sebagai folikel nabothian. Secara histologik uterus terdiri dari : 1) Miometrium (lapisan otot polos) Tersusun sedemikian rupa sehingga dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan. Sesudah plasenta lahir akan mengalami pengecilan sampai keukuran normal sebelumnya. 2) Endometrium (epitel, kelenjar, jaringan dan pembuluh darah) Endometrium merupakan lapisan dalam uterus yang mempunyai arti penting dalam siklus haid. Pada masa kehamilan endometrium akan menebal, pembuluh darah akan bertambah banyak, hal ini diperlukan untuk memberikan makan pada janin. 3) Lapisan serosa (peritoneum viseral) Lapisan serosa terdiri dari ligamentum yang menguatkan uterus, yaitu : a) Ligamentum kardinale sinistra dan dekstra, mencegah supaya uterus tidak turun. b) Ligamentum sakrouterium sinistra dan dekstra, menahan uterus supaya tidak banyak bergerak. c) Ligamentum rotondum sinistra dan dekstra, menahan uterus agar dalam keadaan antefleksi. d) Ligamentum infundibulo pelvikum, ligamen yang menahan tuba falopii. e. Ovarium Ovarium atau indung telur merupakan organ yang berbentuk buah almond,. Ukuran ovarium cukup bervariasi, selama masa reproduksi panjang ovarium 2,5 cm sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm dan tebal 0,6 sampai 1,5 cm. Berat dari ovarium adalah 5 sampai 6 gram, ovarium terletak di bagian atas rongga panggul dan bersandar pada lekukan dangkal dinding lateral pelvis diantara pembuluh darah iliaka eksterna dan interna yang divergen. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Ligamentum utero-ovarika memanjang dari bagian lateral dan posterior uterus, tepat di bawah insersi tuba, ke uterus atau kutub bawah ovarium. Ovarium ditutupi oleh peritoneum dan terdiri dari otot serta jaringan ikat yang merupakan sambungan dari uterus. Ligamentum infundibulopelvikum atau ligamentum suspensorium ovarii memanjang dari bagian atas kutub tuba ke dinding pelvis yang dilewati pembuluh ovarika dan saraf. Ovarium terdiri dari dua bagian, korteks dan medulla. Korteks, atau lapisan luar, dalam lapisan ini terdapat ovum dan folikel de Graaf. Korteks ovarium berbentuk kumparan yang diantaranya tersebar folikel primodial dan folikel de Graaf dalam berbagai tahap perkembangan. Bagian paling terluar dari korteks, yang kusam dan keputih-putihan, dikenal sebagai tunika albugenia, pada permukaannya terdapat epitel kuboid yaitu epitel germinal Waldeyer. Medulla, atau bagian tengah dari ovarium, terdiri dari jaringan ikat longgar yang merupakan kelanjutan dari mesovarium. Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam medulla dan sejumlah kecil serat otot polos yang berkesinambungan dengan yang berasal dari ligamentum suspensorium. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon yaitu hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan androgen) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal. Hormon estrogen bertanggung jawab atas pertumbuhan pola rambut aksila serta pubik dan berperan dalam mempertahankan kalsium dalam tulang. Progesteron menimbulkan dipengaruhi retensi oleh cairan estrogen dalam sehingga jaringan, juga dapat dapat menyebabkan penumpukkan lemak. f. Tuba fallopii Tuba fallopii atau saluran ovum yang memiliki panjang yang bervariasi dari 8 sampai 14 cm dengan diameter 3 sampai 8 mm, bagian terlebar dari ampula antara 5 sampai 8 mm dan ditutupi oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa. Saluran ovum berjalan dari lateral kiri dan kanan. Tuba fallopii berfungsi untuk menghantarkan ovum dari ovarium ke uterus dan untuk perjalanan ovum yang telah dibuahi. Tuba fallopii terdiri dari : 1) Parst. Interstisiallis, bagian yang terdapat di dinding uterus. 2) Parst. Ismika atau ismus merupakan bagian dari medial yang sempit seluruhnya. 3) Parst. Ampularis, bagian yang terbentuk saluran leher tempat konsepsi agak lebar. 4) Infindibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai umbai yang disebut fimbria yang berfungsi untuk menangkap telur dan menyalurkan telur kembali ke tuba. (Cunningham, 2005; Farrer, 1999) C. Etiologi Etiologi dari kista ovarium sampai sekarang belum diketahui secara pasti akan tetapi dilihat menurut klasifikasinya yaitu tumor ovarium nonneoplastik dan tumor ovarium neoplastik jinak maka penyebab kista ovarium adalah sebagai berikut: 1. Tumor Nonneoplastik Tumor nonneoplastik jinak disebabkan karena ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen. a. Tumor akibat radang Termasuk disini abses ovarial, abses tubo-ovarial dan kista tubo ovarial. b. Tumor lain 1) Kista Folikel Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai berovulasi, namun tumbuh terus menjadi kista folikel atau dari beberapa folikel primer yang setelah bertumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses atresia yang lazim melainkan menjadi membesar menjadi kista. 2) Kista Korpus Luteum Kista ini terjadi akibat perdarahan yang sering terjadi didalam korpus luteum, berisi cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua. 3) Kista Lutein Kista ini biasanya bilateral dan menjadi membesar sebesar tinju. Tumbuhnya kista ini adalah akibat dari pengaruh hormon koriogonadotropin yang berlebihan. 4) Kista Inklusi Germinal Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian – bagian kecil dari epitel germinativum pada permukaan ovarium. 5) Kista Endometrium Belum diketahui penyebabnya dan tidak ada hubungannya dengan endometroid. 6) Kista Stein-Laventhal Kista ini dikenal sebagai sindrom Stein-Laventhal dan kiranya disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal. 2. Tumor Neoplastik Jinak Tumor neoplastik jinak terdiri dari : a. Tumor Kistik 1) Kistoma ovarii simpleks Kistoma ovarii simpleks diduga kista ini adalah suatu jenis kistadenoma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya berhubung dengan tekanan cairan dalam kista. 2) Kistadenoma Ovarii Musinosum Asal kista ini belum pasti, menurut Mayer, mungkin kista ini berasal dari suatu teratoma dimana dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen lainnya. 3) Kistadenoma Ovarii Serosum Pada umumnya kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ephitelium). 4) Kista endometrioid Kista ini tidak ada hubungannya dengan endometriosis ovarii. 5) Kista dermoid Kista dermoid suatu teratoma kistik yang jinak dimana strukturstruktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel kulit, rambut, gigi dan produk glandula sebasea berwarna putih kuning menyerupai lemak nampak lebih menonjol daripada elemen – elemen endoderm dan mesoderm. Bahan yang terdapat dalam rongga kista ini ialah produk dari kelenjar sebasea berupa massa lembek seperti lemak bercampur dengan rambut (Wiknjosastro, 2005; Mansjoer, 2001). Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti, kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor pendukung, yaitu: 1. Ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen 2. Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol 3. Degenerasi ovarium 4. Gaya hidup tidak sehat yakni dengan: a. Konsumsi makanan yang tinggi lemak, kurang serat dan makanan berpengawet b. Penggunaan zat tambahan pada makanan c. Kurang berolah raga d. Merokok dan mengkonsumsi alkohol e. Terpapar dengan polusi dan agen infeksius f. Sering stress 5. Faktor genetik Dalam tubuh kita terdapat gen – gen yang berpotensi memicu kanker yaitu yang disebut protoonkgen, karena suatu sebab tertentu misalnya karena makan makanan yang bersifat karsinogen, polusi atau terpapar zat kimia tertentu atau atau karena radiasi, protoonkgen ini dapat berubah menjadi onkgen yaitu gen pemicu kanker. (Ryta, 2008) D. Patofisiologi Banyak tumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda adalah akibat dari pertumbuhan, aktivitas endokrin dan kompikasi tumor – tumor tersebut. 1. Akibat pertumbuhan Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembenjolan perut. Tekanan terhadap alat–alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisisnya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedang suatu kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang – kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan obstipasi, edema pada tungkai. 2. Akibat aktivitas hormonal Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon. 3. Akibat komplikasi a. Perdarahan ke dalam kista Biasanya terjadi sedikit – sedikit sehingga berangsur – angsur menyebabkan pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala – gejala klinik yang minimal. Akan tetapi kalau perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan nyeri di perut. b. Putaran tangkai Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Adanya putaran tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum infundibulopelvikum terhadap peritoneum parietale dan ini menimbulkan rasa sakit. c. Infeksi pada tumor Terjadi jika di dekat tumor ada sumber kuman patogen. Kista dermoid cenderung mengalami peradangan disusul pernanahan. d. Robek dinding kista Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat persetubuhan. Jika, robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda – tanda abdomen akut. e. Perubahan keganasan Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan, adanya anak sebar (metastasis) memperkuat diagnosa keganasan. (Wiknjosastro, 2005). Kista dermoid adalah tumor yang diduga berasal dari bagian ovum yang normalnya menghilang saat maturasi. Asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel – sel embrional yang tidak berdiferensiasi. Kista ini tumbuh dengan lambat dan ditemukan selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental, berwarna kuning, yang timbul dari lapisan kulit. Rambut, gigi, tulang dan banyak jaringan lainnya ditemukan dalam keadaan rudimenter pada kista ini. Kista dermoid hanya merupakan satu tipe lesi yang dapat terjadi. Banyak tipe lainnya dapat terjadi dan pengobatannya tergantung pada tipenya(Smeltzer and Bare, 2001). E. Manifestasi Klinis Kebanyakan tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda. Sebagian besar gejala dan tanda yang ditemukan adalah akibat pertumbuhan, aktivitas hormonal atau komplikasi tumor tersebut. Gejala dan tanda tersebut berupa benjolan di perut, mungkin ada keluhan rasa berat, gangguan atau kesulitan defekasi karena desakan, udem tungkai karena tekanan pada pembuluh balik atau limfa dan rasa sesak karena desakan diafragma ke kranial. Bila tumor tersebut menghasilkan hormon, kadang ada gangguan hormonal berupa ganguan haid. Mungkin timbul komplikasi berupa asites, atau gejala sindrom perut akut, akibatnya putaran tungkai tumor atau gangguan peredaran darah karena penyebab lain ( Sjamjuhidajat, 2004 ). F. Proses Penyembuhan Luka Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama. Perbedaan terjadi, menurut waktu pada tiap – tiap fase penyembuhan dan waktu granulasi jaringan. Fase – fase penyembuhan luka antara lain: 1. Fase I Pada fase ini leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak, terbentuk fibrin yang tertumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan tipis dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka. Kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan jahitan dengan baik. Setelah besar pasien akan merasa sakit pada fase ini dan belangsung selama 3 hari. 2. Fase II Fase II ini berlangsung 3 sampai 14 hari setelah pembedahan, leukosit mulai menghilang dan ceruk mulai berisi kolagen serabut protein putih. Semua lapisan sel epitel beregenerasi dalam 1 minggu, jaringan ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam 6 sampai 7 hari. Jadi jahitan bisa diangkat pada fase ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah. 3. Fase III Pada fase III ini, kolagen tertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas, terjadi pada minggu kedua hingga enam minggu post bedah, pasien harus menjaga agar tidak mengguna otot yang terkena. 4. Fase IV Fase IV berlangsung beberapa bulan setelah bedah, pasien akan mengeluh gatal diseputar luka walau kolagen terus menimbun. Pada waktu ini luka menciut dan menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur karena penciutan luka akan terjadi ceruk yang belapis putih (Long, 1996). G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat menolong dalam pembuatan diagnosis yang tepat pada kista ovarium ialah: 1. Laparoskopi Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak dan untuk menentukkan sifat – sifat tumor itu. 2. Ultrasonografi Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing, apakah kistik atau solid dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak. 3. Foto Rontgen Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang – kadang dapat dilihat adanya gigi dalam tumor. 4. Parasintesis Telah disebut pada pungsi pada asites berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemari kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk. (Wiknjosastro, 2005) H. Penatalaksanaan Pada prinsipnya, tumor ovarium memerlukan pembedahan, tetapi ada beberapa kista benigna yang pada umumnya tidak memerlukan pembedahan seperti kista folikel de graf, kista korpus luteum dan kista endometrium. Penatalaksanaan pada tumor berbeda – beda tergantung jenis tumor neoplastik ganas atau tidak. 1. Tumor ovarium nonneoplastik Tumor ovarium yang tidak memberikan gejala / keluhan pada penderita dan yang besarnya tidak melebihi jeruk nipis dengan diameter kurang dari 5 cm termasuk tumor nonneoplastik. Tidak jarang tumor – tumor tersebut mengalami pengecilan menghilang. Maka tindakan yang dilakukan ialah: secara spontan a. Menunggu selama 2 sampai 3 bulan. b. Mengadakan pemeriksaan ginekologik berulang. c. Mengamati peningkatan pertumbuhan tumor. d. Mempertimbangkan tindakan operatif, apabila kesimpulan dari hasil observasi tumor tersebut bersifat neoplastik. 2. Tumor ovarium neoplastik tidak ganas Tindakan yang dilakukan pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah : a. Pengangkatan tumor ini adalah dengan pengangkatan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. b. Jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan ovarium disertai dengan pengangkatan tuba (salpingo-ooforektomi). c. Operasi kedua dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah ditemukan tumor pada satu atau dua ovarium. d. Operasi tumor ovarium yang diangkat harus terbuka, untuk mengetahui apakah ada keganasan atau tidak. Jika keadaan meragukan, perlu pada saat operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan (frozen section) oleh seorang ahli patologi anatomik untuk mendapatkan kepastian apakah tumor tersebut ganas atau tidak. 3. Histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral Operasi yang tepat jika terdapat keganasan adalah dengan histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral (pengangkatan kedua tuba). Pada wanita muda yang masih ingin mempunyai keturunan dan dengan tingkat keganasan tumor yang rendah (misalnya tumor sel granulosa), dapat dipertanggungjawabkan untuk mengambil risiko dengn melakukan operasi yang tidak bersifat radikal. (Sjamjuhidajat, 2004 ; Wiknjosastro, 2005 ) I. Pengkajian fokus Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit. 1. Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama : nyeri di sekitar area jahitan. b. Riwayat kesehatan sekarang: mengeluhkan ada atau tidaknya gangguan ketidaknyamanan. c. Riwayat kesehatan dahulu : pernahkah menderita penyakit seperti yang diderita sekarang, pernahkah dilakukan operasi. d. Riwayat kesehatan keluarga: adakah anggota keluarga yang menderita tumor atau kanker terutama pada organ reproduksi. e. Riwayat obstretikus, meliputi: 1) Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau. 2) Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia pernikahan. 3) Riwayat persalinan 4) Riwayat KB 3. Pengkajian post operasi rutin ( Engram, 1999 ) 1) Kaji tingkat kesadaran 2) Ukur tanda – tanda vital : Tekanan darah, nadi, suhu, respiration rate. 3) Auskultasi bunyi napas 4) Kaji turgor kulit 5) Pengkajian abdomen - Inspeksi ukuran dan kontur abdomen - Auskultasi bising usus - Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa - Tanyakan tentang perubahan pola defekasi - Kaji status balutan. 6) Kaji terhadap nyeri atau mual 7) Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan menanyakan lamanya di bawah anestesi. 4. Data penunjang a. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (Hemoglobin, hematokrit, lekosit) b. Terapi : terapi yang diberikan post operasi baik injeksi maupun peroral sesuai program dari dokter. 5. Perubahan pola fungsi Data yang diperoleh dalam kasus kista ovarium menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut : a. Aktivitas / istirahat Gejala : Kelemahan atau keletihan, adanya perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan tidur. Adanya faktor – faktor yang mempengaruhi tidur, misal: ansietas, nyeri, keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan. b. Makanan/ cairan Gejala : Mual atau muntah, anoreksia, perubahan pada berat badan. c. Neurosensori Gejala : Pusing, sinkope. d. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Tidak ada nyeri/derajat bervariasi, misalnya : ketidaknyamanan ringan sampai berat (dihubungkan dengan proses penyakit). e. Eliminasi Gejala : Perubahan pada pola defekasi, misal : darah pada feses, nyeri pada defekasi. Perubahan eliminasi urinarius misalnya: nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria. Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen. f. Pernapasan Gejala : Merokok (tembakau, hidup dengan seorang yang merokok), pemajanan abses. g. Integritas ego Gejala : Faktor stres dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan dalam penampilan insisi pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus asa, depresi, menarik diri. h. Sirkulasi Gejala : Palpitasi, nyeri dada perubahan pada tekanan darah. i. Keamanan Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama, berlebihan, demam, ruam kulit / ulserasi. j. Seksualitas Gejala : Perubahan pada tingkat kepuasan k. Interaksi sosial Gejala : ketidakadekuatan / kelemahan sistim pendukung, riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi. J. Pathway keperawatan - Penyebab : Ketidakseimbangan estrogen+progesterone Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol Degenarasi ovarium Gaya hidup tidak sehat (konsumsi alkohol, merokok, kurang olahraga dll) Kista ovarium Pertumbuhan tumor ovarium Membesar Metastase ke ovarium dextra Salpingo-ooforektomi Menekan alat/organ di sekitar ovarium dekstra Menekan kandung Kemih Menekan anus Gaster Tekanan syaraf oleh tumor Peningkatan beban tubuh Mengganggu aktivitas Post operasi Pengaruh anestesi general Luka Op Kerusakan jaringan Mual Pengosongan VU tidak optimal Retensi urine konstipasi Intake ↓ Risiko perubahan nutrsi kurang kebutuhan tubuh Nyeri Intoleran aktivitas ↓ peristaltik Relaksasi Kesadaran Penekanan Diskontinuitas Port perdarahan otot menurun saraf jaringan de’entry Absorbs air↓ polos vagus di kolon Resti Resti Hypertermi Nyeri HCl ↑ Fungsi cedera infeksi N.Vagus ↓ Risiko konstipasi Mual Refleks menelan ↓ Kelemahan Intoleransi muntah umum aktivitas Gangguan pemenuhan nutrisi kurang kebutuhan tubuh Resti aspirasi Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar] tentang prognosis,kondisi, pengobatan 32 (Doenges, 2000;Wiknjosastro, 2005) K. Diagnosa keperawatan Dan Fokus Intervensi Pre Operasi 1. Nyeri berhubungan adanya penekanan syaraf oleh sel tumor. (Doenges, 2000) Tujuan : Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/ kontrol dengan pengaruh minimal. Kriteria Hasil : Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan, mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi individu. Intervensi a. Tentukan karakteristik nyeri. Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/ keefektifan intervensi. b. Evaluasi/ sadari terapi tertentu. Misalnya pembedahan, radiasi, kemoterapi, bioterapi. Ajarkan orang terdekat apa yang diharapkan. Rasional : ketidaknyamanan rentang luas adalah umum, (misalnya: nyeri insisi, kulit terbakar, sakit kepala, nyeri punggung bawah) tergantung pada prosedur dan agen yang digunakan. c. Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi, gosokan punggung) dan aktivitas hiburan (misalnya: musik, TV). Rasional : meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian. d. Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misalnya: teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi), tertawa, musik, dan sentuhan terapeutik. Rasional : memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol. e. Evaluasi penghilangan kontrol nyeri. Rasional : tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimal. f. Berikan analgesik sesuai indikasi. Berikan hanya untuk dalam sehari. Ubah dari analgesik kerja pendek menjadi kerja panjang bila diindikasikan. Rasional : nyeri adalah komplikasi yang sering terjadi, meskipun respon individual berbeda-beda. Saat perubahan penyakit/ pengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan. 2. Gangguan Eliminasi Buang Air kecil (BAK): retensi urin berhubungan dengan desakan kandung kemih oleh sel tumor (Doenges, 2000). Tujuan : Berkemih dengan urin yang cukup. Kriteria Hasil : Tidak ada distensi abdomen, menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml, tidak ada tetesan/ kelebihan aliran. Intervensi a. Dorong pasien untuk berkemih 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. Rasional : meminimalkan retensi urin, distensi berlebihan pada kandung kemih. b. Observasi aliran urin. Perhatikan ukuran dan kekuatannya. Rasional : berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi. c. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis. Rasional : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya deficit aliran darah ke ginjal mengganggu kemampuannya untuk memfilter dan mengkonsentrasikan substansi. d. Dorong masukan cairan sampai dengan 3000ml sehari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan. Rasional : peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri. e. Awasi tanda vital dengan ketat. Observasi hipertensi, edema perifer, perubahan mental. Timbang tiap hari. Pertahankan pemasukan dan pengeluaran. Rasional : kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut ke penurunan ginjal total. f. Berikan rendam duduk sesuai indikasi. Rasional : meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih. g. Berikan obat antispasmodik, contohnya: oksibutinin klorida (Ditropan). Rasional : menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan irigasi oleh kateter. h. Irigasi kateter sesuai indikasi. Rasional i. : mempenagruhi patensi/ aliran urin. Monitor urinalisa dan kultur. Rasional : statis urinaria potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko ISK. 3. Gangguan Eliminasi Buang Air Besar (BAB) : konstipasi berhubungan dengan tekanan anus oleh sel tumor. (Doenges, 2000) Tujuan : Mengungkapkan perilaku/ teknik untuk program usus individual. Kriteria Hasil : Menciptakan kembali kepuasan pola eliminasi urin. Intervensi a. Auskultasi bising usus. Catat lokasi dan karakteristiknya. Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal. Hilangnya bising menandakan adanya paralitik ileus. b. Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang. Rasional : hilangnya peristaltik melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus. c. Catat adanya keluhan mual, ingin muntah. Periksa muntahan atau sekresi gaster (jika terpasang NGT), feses, dan bekuan darah. Rasional : perdarahan gastrointestinal dapat terjadi sebagai respon dari trauma atau efek samping terapi tertentu (steroid atau antikoagulasi). d. Kenali tanda-tanda adanya sumbatan, seperti tidak adanya feses yang terbentuk selama beberapa hari, feses semi cair, kegelisahan, perasaan penuh dalam abdomen. Rasional : intervensi dini perlu untuk mengatasi konstipasi secara efektif/ feses yang tertahan dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi. e. Ajarkan klien latihan defekasi secara teratur. Rasional : program ini perlu untuk secara rutin mengeluarkan feses dan biasanya termasuk stimulasi manual. Kemampuan mengontrol pengeluaran feses penting untuk kemandirian fisik pasien dan penerimaan sosial. f. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang sehat dan yang termasuk makanan berserat dan padat/ kasar dan pemasukan cairan lebih banyak (minimal 2000 ml/ hari), termasuk jus/ sari buah. Rasional : meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah. g. Konsultasikan dengan ahli gizi/ tim dari nutrisi. Rasional : membantu merencanakan makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan fungsi pencernaan/ eliminasi. h. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. Misalnya: pelunak feses (laksatif, supositoria, enema). Rasional : menstimulasi peristalstik. 4. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. (Doenges, 2000) Tujuan : nutrisi mencukupi kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : mempertahankan/ menunjukkan peningkatan berat badan bertahap sesuai tujuan, nilai laboratorium normal, bebas tanda malnutrisi, merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhsn nutrisi/ membatasi gangguan GI. Intervensi a. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama. Rasional : mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk membantu memilih intervensi. b. Kaji distensi abdomen, berhati- hati, menolak bergerak. Rasional : tanda nonverbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan dan nyeri gas. c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat. Rasional : meningkatkan motivasi klien untuk menghabiskan diit makan sesuai program. d. Diskusikan tentang makanan kesukaan/ ketidaksukaan pasien, makanan yang menyebabkan distress, dan jadwal makan yang disukai. Rasional : melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan. e. Anjurkan klien untuk lakukan kebersihan oral sebelum makan (sikat gigi ). Rasional : mulut yang bersih meningkatkan napsu makan. f. Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi. Rasional: membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen. Mempengaruhi rasa sehat dan menurunkan kemungkinan masalah sekunder sehubungan dengan imobilisasi. g. Awasi pemeriksaan labaratorium: BUN, albumin/ protein serum,kadar transverin. Rasional :memberikan informasi tentang kekurangan nutrisi/ keefektifan terapi. Post Operasi 1. Risiko tinggi aspirasi berhubungan dengan tingkat kesadaran sekunder akibat : anestesi (Carpenito, 2000) Tujuan : aspirasi tidak terjadi. Kriteria Hasil : individu tidak mengalami aspirasi, mengungkapkan tindakan untuk mencegah aspirasi. Intervensi a. Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak ada yang jatuh ke belakang, menyumbat jalan napas. Rasional : memastikan tidak ada sumbatan jalan napas. b. Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi, jika tidak ada kontraindikasi. Rasional : mengoptimalkan pola napas jika tidak ada kontraindikasi. c. Pertahankan posisi berbaring miring jika tidak ada kontraindikasi. Rasional : d. Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorok dengan tisu atau penghisap dengan perlahan – lahan. Rasional : memberishkan jalan napas, pola napas tetap normal. e. Anjurkan pada keluarga untuk tidak memberikan minum saat klien belum sadar penuh. Rasional : menghindari terjadinya aspirasi. 2. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran (Carpenito, 2006) Tujuan : individu menyatakan cedera lebih sedikit dan rasa takut cedera berkurang, cedera tidak terjadi. Kriteria Hasil : mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi risiko cedera, melakukan mengungkapkan tindakan pencegahan maksud tertentu untuk (mis, meggunakan kacamata untuk mengurangi silau), meningkatkan aktivitas harian bila memungkinkan. Intervensi a. Awasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama untuk menjaga keamanan. Rasional : memantau aktivitas pasien. b. Ajarkan penggunaan kruk, tongkat, walker. Rasional : membantu dalam beraktivitas. Meringankan beban. c. Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar terpasang . Rasional : memudahkan pasien untuk berpindah tempat dan mencegah jatuh saat mobilisasi yang tidak disadari. d. Ciptakan lingkungan yang aman : lantai kering tidak basah. Rasional : mencegah agar tidak terpeleset dan jatuh. e. Letakkan pispot dekat tempat tidur atau pispot kursi di depan pasien. Rasional : mengurangi kelelahan dengan menghemat tenaga klien untuk ke kamar mandi. 3. Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen. (Doenges, 2000) Tujuan : nyeri berkurang/ hilang. Kriteria Hasil : klien rileks, mampu tidur/ istirahat dengan tepat. Intervensi a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik nyeri, beratnya (0-10). Rasional : Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan adanya masalah, memerlukan evaluasi medik dan intervensi. b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler. Rasional : Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang. c. Anjurkan klien untuk mobilisasi dini. Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, menurunkan ketidaknyamanan. d. Ajarkan penggunaan manajemen nyeri (teknik relaksasi, distraksi). misal dengan latihan tarik napas dalam. Rasional : meningkatkan kontrol terhadap nyeri dan meningkatkan partisipasi pasien secara aktif. e. Berikan analgetik sesuai indikasi. Rasional : menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan terapi lain. 4. Kurang perawatan diri: personal hygiene berhubungan dengan kelemahan (Carpenito, 2000) Tujuan : klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri. Kriteria hasil : ungkapkan rasa nyaman dan puas, melakukan kegiatan perawatan diri sesuai kemampuan. a. Kaji derajat ketidakmampuan klien dalam melakukan kegiatan Rasional : Mempengaruhi pemilihan intervensi yang tepat. b. Motivasi klien untuk melakukan kegiatan kebersihan diri sesuai kemampuan, seperti gosok gigi. Rasional : mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien, klien dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan perawatan diri sesuai kemampuan. c. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti: makan, mandi, personal higyene. Rasional : Mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien. 5. Risiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap pembedahan. (Doenges, 2000) Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/ inflamasi, drainase purulen, eritema, dan demam. Intervensi a. Awasi tanda – tanda vital. Rasional : dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses. b. Lakukan pencucian tangan dengan baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan paripurna. Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri. c. Lihat insisi dan balutan. Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/ atau pengawasan penyembuhan. d. Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien dan orang terdekatnya. Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas. e. Berikan antibiotik sesuai indikasi. Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya. f. Bantu irigasi dan drainase bila diperlukan. Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan abses terlokalisir. 6. Risiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal. (Carpenito, 2000) Tujuan : tidak terjadi konstipasi. Kriteria hasil : menunjukkan bunyi bising usus / aktivitas peristaltik usus aktif, mempertahankan pola eliminasi biasanya Intervensi a. Auskultasi bising usus. Rasional : indikator adanya perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan intervensi. b. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan. Rasional : ambulasi dini membantu merangsang fungsi intestinal dan mengambalikan peristaltik. c. Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah, bila pemasukan peroral dimulai. Rasional : meningkatkan pelunakkan feses; dapat membantu merangsang peristaltik. d. Berikan rendam duduk. Rasional : meningkatkan relaksasi otot, meminimalkan ketidaknyamanan. e. Batasi pemasukan oral sesuai indikasi. Rasional : mencegah mual / muntah sampai peristaltic kembali (1 – 2 hari) f. Berikan obat, contoh pelunak feses, minyak mineral, laksatif sesuai indikasi. Rasional : meningkatkan pembentukkan / pasase pembentuk feses. 7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan mual muntah, intake nutrisi. (Doenges, 2000) Tujuan : nutrisi dapat terpenuhi. Kriteria hasil : mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan penambahan berat badan yang diinginkan dengan normalisasi nilai laboratorium, tak ada tanda – tanda malnutrisi. Intervensi a. Tinjau faktor – faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna / makan makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepaskan. Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi. b. Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat masukan dan haluaran. Rasional : mengidentifikasikan status cairan serta memastikan kebutuhan metabolik. c. Auskultasi bising usus. Rasional : menentukkan kembalinya peristaltic. d. Berikan cairan IV, mis : Albumin, lipid, elektrolit. Suplemen vitamin dengan perhatian tertentu terhadap vitamin K, secara parenteral. Rasional : memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Mengguanakan katartik praoperasi ( persiapan usus ) dapat mengurangi suplemen vitamin dan atau masalah usus dapat menghambat absorbs vitamin. e. Berikan obat – obatan sesuai indikasi : antiemetik, mis: proklorpromazin. Rasional : mencegah muntah. 8. Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita : kista ovarium berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi informasi. Tujuan : klien dapat mendapat informasi yang benar. Kriteria hasil : Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan, mengungkapkan pemahaman informasi. Intervensi : a. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita. Rasional : Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, mengidentifikasi kebutuhan belajar. b. Berikan informasi tentang penyakit yang diderita dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti. Rasional : Memberikan pengetahuan dimana klien dapat kooperatif dan memudahkan untuk mengingat informasi yang diberikan. c. Dorong partisipasi keluarga dalam perawatan. Rasional : membantu penanganan dan perawatan pasien.