BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalah Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu infeksi yang menyerang salah satu bagian atau lebih saluran napas, merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar anak usia dibawah lima tahun. Tahun 2007-2011 sekitar 18 Juta penduduk dilaporkan memiliki prevalensi penyakit ini (Riskedas, 2011).Secara garis besar, ISPA dibedakan menjadi common cold (penyebabnya adalah virus Rhinovirus, respiratory syncytial virus, Adenovirus, dll) dan influenza (disebabkan oleh virus Iinfluenza dengan berbagai tipe). Penyakit ini sering muncul pada musim pancaroba akibat sirkulasi virus diudara yang meningkat.Selain itu, perubahan udara dari panas ke dingin seringkali memperlemah daya tahan tubuh anak. Hasil laporan Kemkes tahun 2011 kasus ISPA baru berjumlah 7,2 juta, lalu meningkat sampai 18,7 atau sekitar (5-6%) dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini belum termasuk pneumonia, yakni infeksi akut yang sudah sampai menyerang paru-paru yang angkanya mencapai 1,8 juta orang. Infeksi saluran pernafasan akut bagian atas atau non pneumonia sebagian besar disebabkan oleh virus dan tidak mengalami respon pada terapi antibiotik, akibatnya penderita mendapatkan pengobatan yang tidak diperlukan yang pada akhirnya akan menambah biaya pengobatan bila ISPA dengan pneumonia maka pengobatan harus diberikan antibiotika (Shulman dkk., 1994). Antibiotika sebagai antimikroba untuk menanggulangi penyakit infeksi, penggunaannya harus rasional, tepat dan aman. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif serta meningkatkan biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh pasien, terjadi kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotika (resistensi), meningkatnya efek samping obat 1 Profil Penggunaan Antibiotik…, Samingun, Fakultas Farmasi UMP, 2016 dan bahkan kematian. Dalam sebuah penelitian tahun 2004 tentang penyakit infeksi saluran pernafaan akut (ISPA) dan diare di lima provinsi mencakup Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat ditemukan telah terjadi peresepan antibiotik secara tidak rasional. Pada ISPA penggunaan antibiotik tidak rasional sebesar 94 %. Sedangkan pada diare sebesar 87 %. Hasil penelitian Di Padang penggunaan antibiotik yang tidak rasional pada penyakit ISPA non pneumonia sebanyak 23,4% dan penggunaan antibiotik untuk anak di Provinsi Gorontalo tahun 2011 dilaporkan masih cukup tinggi untuk tiga penyakit utama yaitu ISPA 78,42%, diare 65,31% dan myalgia 12,96%. (Borong 2012). Hasil penelitian lain penggunaan antibiotik kategori dosis lebih dan dosis kurang sebanyak 75 kasus. Persentasi dosis lebih adalah 74,7%, frekuensi lebih 26,7%, dosis kurang 88% dan frekuensi kurang 2,7% (Khasanah, 2009). Prinsip umum penggunaan antibiotika sama seperti semua produk obat lainnya yaitu sesuai dengan indikasi penyakit, diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval waktu yang tepat, lama pemberian yang tepat, obat yang diberikan harus efektif, mutu terjamin dan aman, tersedia setiap saat dengan harga terjangkau. Timbulnya resistensi kuman terhadap antibiotika pada terapi yang tidak efektif mempunyai pengaruh pada peningkatan biaya pelayanan kesehatan secara luas karena berhubungan dengan kesakitan yang lama, lebih sering masuk rumah sakit dan masa rawat di Rumah Sakit lebih lama, hal ini akan merugikan pasien secara ekonomi karena kehilangan produktivitas serta biaya perawatan akan menjadi tinggi. Standar diagnosa dan terapi menjadi acuan yang harus ada dalam terapi penyakit ISPA, yang diharapkan penggunaan antibiotik akan lebih selektif. 2 Profil Penggunaan Antibiotik…, Samingun, Fakultas Farmasi UMP, 2016 Pemilihan dan penggunaan terapi yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan terapi dan menghindari terjadinya resistensi bakteri. Selain itu tidak menutup kemungkinan penggunaan antibiotik dan obat-obat lain pada terapi pasien ISPA dapat meningkatkan peluang terjadinya Drug Related Problems (DRPs), Penggunaan antibiotik untuk menurunkan morbilitas dan mortilitas penyakit infeksi masih sangat menonjol, laporan dari berbagai negara masih menyebutkan bahwa anggaran yang diperlukan untuk pengadaan antibiotik umumnya mencapai lebih 40% dari anggaran obat keseluruhan (Anonim, 1995). Tingkat kerugian pada sektor kesehatan masih cukup tinggi setiap tahunnya. Sementara anggaran bidang kesehatan tidak terlalu memadai. Hal ini merupakan ancaman besar bagi potensi sumber daya manusia kita. Banyaknya permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan antibiotik secara irasional yang sangat berkaitan dengan perilaku penulis resep dalam memilih obat, pembiayaan pengobatan yang meningkat serta kurangnya pemantauan terapi antibiotik oleh tenaga kefarmasian diberbagai tempat, telah mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai Profil penggunaan antibiotik dan pengaruhnya terhadap biaya pengobatan ISPA di Puskesmas I Kembaran Purwokerto periode Maret – April 2016. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah Profil penggunaan antibiotik pada pengobatan ISPA diPuskesmas I Kembaran Purwokerto periode Maret – April 2016 ? 2. Bagaimana pengaruh profil penggunaan antibiotik terhadap biaya pengobatan ISPA diPuskesmas I Kembaran Purwokerto ? C. Tujuan Penelitian 3 Profil Penggunaan Antibiotik…, Samingun, Fakultas Farmasi UMP, 2016 Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik yang digunakan pada terapi penyakit serta mengetahui pengaruhnya terhadap biaya pengobatan ISPA di Puskesmas I Kembaran Purwokerto. D. Manfaat Penelitian a. Memberikan informasi kepada praktisi kesehatan, pembuat kebijakan, serta parapeneliti lainnya tentang penggunaan antibiotik pada pasien ISPA b. Diharapkan dapat disusun strategi peningkatan rasionalitas penggunaan obat dalam pengobatan penyakit ISPA. c. Memberi bahan pertimbangan kepada Pemerintah selaku pembuat kebijakan dalam mengatur pengadaan dan pendistribusian obat serta dalam melakukan pengawasan dan pengendalian obat, khususnya obat golongan antibiotik di Purwokerto 4 Profil Penggunaan Antibiotik…, Samingun, Fakultas Farmasi UMP, 2016