BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1 Termoplastik Elastomer ( TPE). Di

advertisement
BAB 2
STUDI PUSTAKA
2.1 Termoplastik Elastomer ( TPE).
Di antara perkembangan yang menarik di dalam penyelidikan yang
melibatkan bahan termoplastik dan karet alam adalah dengan penemuan bahan
yang dikenali sebagai termoplastik elastomer , yang mana merupakan kopolimer
blok yang mempunyai sifat elastik dari suhu kamar sampai kira-kira 700C.
Termoplastik elastomer dapat diproses seperti termoplastik konvensional tanpa
perlu dilakukan proses vulkanisasi. Sifat elastik ini disebabkan sifat ikatan silang
fisik yang dihasilkan dari pada daya antara molekul seperti ikatan hidrogen.
Ikatan –ikatan
ini akan terputus apabila termoplastik elastomer dipanaskan
melebihi suhu tertentu dan terbentuk kembali apabila didinginkan.
TPE semakin popular karena mempunyai beberapa kelebihan diantaranya
adalah memperoleh sifat yang dikehendaki berdasarkan kegunaan akhir, serta
meningkatkan sifat tertentu, memperoleh sifat yang tidak terdapat di dalam
polimer tunggal serta memiliki kelebihan apabila digunakan dalam keadaan servis
(Ultracki, 1990; Folkes & Hope, 1993; Mathew et al., 1998). Walau
bagaimanapun, kelebihan dari segi ekonomi yang diperoleh melalui teknologi ini,
di mana bahan-bahan ini mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki tetapi dengan
biaya yang rendah merupakan faktor utama dalam perkembangannya (Ultracki,
1990; Walker & Rader, 1988). Berbagai jenis campuran polimer yang semakin
mendapat perhatian seperti campuran elastomer-elastomer, plastik-plastik dan
elastomer termoplastik elastomer karena ciri-ciri pemprosesannya yang sama
seperti termoplastik dan sifat tekniknya yang sama seperti elastomer tervulkanisir
(De & Bhowmick, 1990; Elliot, 1990).
Penggunaan elastomer yang murah dan termoplastik yang mahal akan
menghasilkan pengurangan dari segi biaya bahan, disamping itu dapat
meningkatkan beberapa sifat mekanik seperti kekuatan hentaman (impak) dan
sifat-sifat lainnya . Di samping itu penambahan bahan aditif yang murah juga
dapat mengurangkan biaya bahan, ini termasuk penggunaan bahan
pengisi
sebagai penguat dan bahan pengisi yang bukan sebagai penguat.Ismail et al.
(2001a) telah mengkaji tentang vulkanisasi dinamik campuran polipropilena dan
Universitas Sumatera Utara
karet alam dengan bahan pengisi
serbuk kayu karet . Hasil penelitianya
menunjukkan bahawa dengan peningkatan dari 0 hingga 2 % wt
sulfur dapat
meningkatkan kekuatan tarik, modulus Young dan modulus lentur.
Ismail et al. (2001b) juga telah mengkaji dengan menambah
bahan
kompatibeliser propilena-etilena-akrilik asid (PPEAA) terhadap sifat-sifat
mekanik dan penggembangan (sweling) dengan menggunakan campuran karet
alam (NR) dan LLDPE dengan bahan pengisi abu sekam padi putih (ASPP),
hasil penelitianya diperoleh bahawa peningkatan ASPP di dalam campuran
NR/LLDPE
telah
mengakibatkan
penurunan
terhadap
kekuatan
tarik,
pemanjangan pada tarik putus dan penambahan bahan manakala modulus tarik
dan kekerasannya meningkat. Pada penambahan bahan pengisi yang sama dan
dengan kehadiran PPEAA, kekuatan tarik, modulus tarik, kekerasan dan
perpanjangan putus meningkat manakala penambahan bahan menurun.
Termoplastik elastomer mempunyai beberapa kelebihan dari segi
penggunaannya antaranya:
(a) Secara umum TPE telah diformulasikan sepenuhnya serta, dan tersedia,
serta dapat digunakan tanpa perlu dilakukan pencampuran .
(b) Pemprosesan TPE adalah mudah, yaitu sama seperti pemprosesan bahanbahan termoplastik, hal ini menjadikan TPE lebih cepat dan memerlukan
biaya yang lebih rendah.
(c) Masa fabrikasi TPE adalah jauh lebih singkat dan lebih cepat
dibandingkan fabrikasi karet konvensional. Waktu pencampuaran TPE
lebih singkat beberapa menit untuk pencampuran dan pemvulkanisasi
karet termoset, jadi produktivitas untuk karet TPE adalah lebih tinggi.
(d) Setiap langkah pemprosesan karet termoset terdapat skrap yang terpaksa
dibuang. Sebaliknya skrap produk TPE dapat digunakan kembali dan
sudah tentu akan memurahkan biaya produksi, oleh sebab itu
pemprosesan TPE adalah lebih ringkas dan penggunaanya memerlukan
biaya yang lebih rendah.
Ada beberapa apalikasi TPE yang digunakan pada automotif antara lain produkproduk terutama dalam industri automotif seperti bumper, panel pintu, kibasan
Universitas Sumatera Utara
lumpur (mudflaps) dan bagian dalam mobil (interior) seperti diperlihatkan pada
Gambar 2. 1 a,b,
Gambar 2.1 a .Penggunaan TPE dari beberapa bagian yang ada pada automotive.
Gambar 2.1 b .Penggunaan TPE pada automotive Toyota Tundra 2006 mid-sized
Pickup truk.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Pengertian Termoplastik Elastomer (TPE).
Termoplastik elastomer secara komersial dapat digolongkan pada dua
kelompok yang utama yaitu:
1. Kopolimer blok
2. Polimer Campuran
Adapun skematik bentuk termoplastik kopolimer blok dan polimer campuran di
perlihatkan pada Gambar 2.2 , Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 .
Gambar. 2.2 . Bentuk amorf dan kristal dari TPE
(W.Michaeli, H.Köppen,Aachen)
Termoplastik
Elastomer
Kopolimer Blok
Stirena
(TPS)
Poliuretana
(TPU)
Polimer
campuran
Poliamida
(TPA)
EPDM/PP
Termoplastik
elastomer
olifin
NBR/PVC
Termplastik
vulkanisasi
EPDM/
PP
NR/PP
NBR/
PP
Gambar 2.3. Klasifikasi Skematik dari Termoplastik Elastomer Komersil
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Skamatik dari termoplastik elastomer komersial
Pembuatan TPE berbasis karet alam berpotensi untuk peningkatan sifatsifat NR, mengubahnya menjadi bahan baru, dan penggunaannya dapat lebih
diperluas,
sehingga
penelitian-penelitian
mengenai
hal
tersebut
dapat
dikembangkan. Modifikasi vulkanisi dinamik untuk menghasilkan produk
termoplastik elastomer polipropilena (PP) dan karet alam (NR) dengan
perbandingan
70/30
(w/w)
sulfur
terakselerasi
(1,2,3
bsk)
,dikumil
peroksida(DCP) (0,5;1 dan 1,5 bs PP) dan n,N –phenylenemaleimede (HVA-2)
(2,3 dan 4 bsk) digunakan sebagai ikatan silang menghasilkan kekuatan tarik yang
meningkat ( Halimatuddaliana,2008) .
Termoplastik
elastomer
seperti
sterene-butadiene-rubber
(SBR),
polybutadiena ,dan etylena propylene-diene-rubber (EPDM) ,dan beberapa jenis
plastik yang banyak digunakan untuk membuat TPE antara lain Polyethylene
(PE), Polyvinylchlorida (PVC) dan Polipropilena ,(Nakason,2006) .
Untuk membuat TPE kedua bahan polimer plastik dan karet dipanaskan diatas
suhu gelas dari masing-masing polimer dengan metoda melt mixing (pencampuran
leleh), (Sabet and Datta,2000).
2.2. Polipropilena.
Polipropilena merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses
polimerisasi gas propilena, propilena mempunyai specific gravity rendah
dibandingkan dengan jenis plastik lain. Sebagai perbandingan diperlihatkan pada
Tabel 2.1 . Polipropilena mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (180 – 2000 C),
sedangkan titik kristalisasinya antara 130 – 1350 C.
Universitas Sumatera Utara
Tabel .2.1. Perbandingan specific gravity dari berbagai material plastik.
Resin
PP
LDPE
HDPE
Polistirena
ABS
PVC
Asetil Selulosa
Nylon
Poli Karbonat
Poli Asetat
Specific gravity
0,85-0,90
0,91-0,93
0,93-0,96
1,05-1,08
0,99-1,10
1,15-1,67
1,23-1,34
1,09-1,14
1,20
1,38
Polipropalena mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia ( chemical Resistance)
yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength)
rendah.Polipropilena
adalah salah satu dari bahan termoplastik dengan sejumlah sifat -sifat yang
diinginkan
membuat
bahan ini serbaguna dan menjadi salah satu dari
termoplastik komersial terpenting,konsumsinya masih meningkat lebih dengan
cepat dibandingkan total untuk semua termoplastik. Situasi ini adalah memungkin
untuk melanjutkan perkembangan penelitian ke masa depan .
1. Secara relatif produk ini biayanya murah disebabkan
polimerisasi teknologi
monomer rendah sehingga harganya murah, dibandingkan dengan termoplastik
lain.
2.Polimer ini memungkinkan
kopolimerisasi,
dimodifikasi untuk berbagai aplikasi, melalui
orientasi, dan lain teknik sifat fisis, produk memungkinkan
divariasi untuk memenuhi
satu cakupan luas dari persyaratan termal serta
mekanik.
3. Dalam memproses polimer ini memungkinkan penggunaannya sebagian besar
secara teknik fabrikasi komersial. Modifikasi serta peningkatan rheology
merupakan keunggulan dari produk ini, biayanya murah, sehingga mendorong
produksinya dan aplikasi terus berkembang.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1. Sifat-Sifat Polipropilena.
Polipropilena adalah satu polimer hidrokarbon linier atau tidak jenuh. PP
dan PE memilki banyak persamaan dalam sifat- sifat nya, terutama sekali dalam
penggelembungan, sifat elektrik dan sifat-sifat kelarutanya . Kendati banyak
persamaan antara PP dan PE kehadiran dari satu kelompok metil dihubungkan ke
atom karbon sebagai alternatif terhadap rantai backbone yang bisa mengubah
sifat dari polimer dalam beberapa cara (Brydson, 1989). PP adalah semikristal di
alam, morfologinya tergantung terhadap crystallinity rantai. Pengaruh kelompok
metil signifikan,hal ini bisa mendorong ke arah produk. Berbeda tacticity, mulai
dari seluruhnya struktur isotactic dan syndiotactic pada molekul atactic. Isotactic
membentuk paling umum karena kelompok metil semua ditempatkan terhadap
satu sisi dari molekul. Polimer isotactic adalah kaku, titik-lebur adalah 165ºC,
pada polimer isotactic semakin besar crystallinity maka semakin besar
pengurangan titik, kekakuan, kekuatan-tarik, modulus dan kekerasan, semua fitur
struktur lain tetap sama. Di syndiotactic yang dibentuk, mengubah sisi rantai
utama, sementara rantai atactic tidak mempunyai penempatan konsisten yang
apapun kelompok metil. Monomer-monomer yang menyusun rantai polipropilena
adalah propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi. Propilena,
merupakan senyawa vinil yang memiliki struktur :
CH 2 = CH – CH 3
Gambar 2.5. Struktur Kimia Polipropilena
Secara industri polimerisasi polipropilena dilakukan dengan menggunakan
katalisasi koordinasi. Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai
linear yang terbentuk -A-A-A-A- dengan A merupakan propilena. Struktur tiga
dimensi dari propilena dapat terjadi dalam tiga bentuk yang berbeda berdasarkan
posisi relatif dari gugus metil satu sama lain di dalam rantai polimernya. Pada
prinsipnya ketiga struktur polipropilena tersebut berbeda satu dengan yang lain
secara kimiawi, Gambar 2.6 memperlihatkan struktur dari PP bagan isotactic,
Universitas Sumatera Utara
syndiotactic dan atactic PP , berturut-turut. Ketiga struktur tersebut disebut
polipropilena isotaktis, ataktis dan sindiotaktis. Versi struktur yang umum
digunakan adalah polipropilena isotaktis, (Sperling,LH, 2006),
Gambar 2.6 Rantai polipropilena , a) atactic ,b) isotactic , b) Syndiotactic .
a.Polipropilena Isotaktis.
Beberapa rantai polipropilena isotaktis terlihat seperti gambar berikut:
Gambar 2.7. Rantai polipropilena Isotaktis.
Pada struktur ini, gugus CH 3 tertata dengan tatanan yang sangat beraturan
sehingga memungkinkan rantai-rantai untuk saling berdekatan satu sama lain
sehingga memaksimalkan jumlah ikatan Van der Waals diantara rantai-rantai
tersebut. Ini berarti bahwa polipropilena isotaktis cukup kuat baik sebagai benda
padat maupun jika dibuat dalam bentuk serat. Struktur ini merupakan bentuk
polipropilena yang paling umum, yang biasa digunakan untuk membuat wadah
dan , membuat alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, komponen mobil,
pembungkus tekstil, botol, permadani, tali plastik, serta bahan pembuat karung.
Pada umumnya kode polipropilena terdapat huruf-huruf PP di dekat simbol daurulang pada produk-produk tersebut seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8.
Universitas Sumatera Utara
.
Gambar. 2.8 . Contoh simbol dan aplikasi berbahan plastik jenis PP.
b.Polipropilena Ataktis.
Pada polipropilena ataktis, gugus CH 3 diorientasikan secara acak di
sepanjang rantai.Kurangnya keteraturan membuat rantai-rantai saling berdekatan
satu sama lain sehingga gaya-tarik Van der Waals diantara rantai-rantai tersebut
lebih lemah. Polipropilena ataktis jauh lebih halus dengan titik lebur yang lebih
rendah.
Polipropilena ataktis terbentuk sebagai sebuah produk limbah selama pembuatan
polipropilena isotaktis dan kegunaannya terbatas. Sebagai contoh, polipropilena
ataktis digunakan pada cat jalan, digunakan dalam material atap seperti "lembar
atap", dan pada beberapa penutup atau perekat. (Sperling,LH,2006). Gambar 2.9
memperlihatkan bentuk rantai polipropilena ataktis .
Gambar 2.9. Rantai Polipropilena Ataktis.
c. Polipropilena Sindiotaktis.
Polipropilena sindiotaktis merupakan sebuah material yang relatif baru dan
merupakan polipropilena lain yang rantai-rantainya tertata beraturan. Dalam
strukturnya, setiap gugus CH 3 diorientasikan dengan cara yang sama, hal ini
dapat dilihat pada Gambar 2.10 . Adanya keteraturan ini berarti bahwa rantairantai bisa saling berdekatan, dan gaya tarik Van der Waals akan cukup kuat.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10. Rantai Polipropilena Sindiotaktis.
Akan tetapi, gaya tarik tidak sama kuatnya dengan yang terdapat pada
polipropilena isotaktis. Ini menjadikan polipropilena sindiotaktis lebih halus dan
memiliki titik lebur yang lebih rendah. Karena polipropilena sindiotaktis relatif
baru, kegunaannya masih terus berkembang - sebagai contoh, digunakan dalam
lapisan plastik tipis untuk membungkus makanan. Ada juga yang digunakan
dalam bidang kedokteran - misalnya, dalam tabung-tabung kedokteran dan untuk
tas-tas dan kantong obat. Masih banyak kegunaan potensial lainnya - baik secara
sendiri, maupun dalam bentuk campuran dengan polipropilena isotaktis. Tabel 2.2
memperlihatkan hasil karakterisasi polipropilena , sedangkan Tabel 2.3
menunjukkan sifat sifat homopolimer polipropilena .
Tabel 2.2. Karakterisasi Polipropilena.
Deskripsi
Polipropilena
Densitas pada suhu 200C (gr/cm3)
0,90
Suhu melunak (0C)
149
Titik lebur (0C)
170
Kristalitas (%)
60-70
Indeks fluiditas
0,2-2,5
Modulus elasitas (kg/cm2)
11000-13000
Tahanan volumetrik (Ohm/cm2)
1017
Konstanta dielektrik (60-108cycles)
2,3
Permeabilitas gas
-
Nitrogen
4,4
Oksigen
23
Gas Karbon
92
Uap air
600
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Metoda Pengujian dan Sifat-sifat Homopolymer PP.
Property
Melt flow g/10 min
3
Density g/cm
Tensil Strength
MPa
Elongation %
ASTM
Extrusion,
Sheet Profiles
1238 L
0.4
General Purpose,
Injection
Molding
0.8 4
D792-2 0.902 0.903 0.903
12
Injection
Molding,
Thin
Complex
Parts
35
0.903
0.902
33.2
D638
37
35 35
34.8
D638
13.5
13 12
11
D256A
161
133 1724
1793
1470
D790B
1655
1666 42.7
37.3
32
12
Notched Izod
Impact At
230C,J/m
Flexure modulus
1% secant,MPa
Polipropilena mempunyai masa jenis rendah (0.90g/cm³) , memiliki titik leleh
tinggi 1700 C, sifat sangat kaku; berat jenis rendah; tahan terhadap bahan kimia,
asam, basa, tahan terhadap panas, dan tidak mudah retak.
2.3. KARET.
Karet alam berasal dari tanaman Hevea Brasilliensis. Karet alam
merupakan senyawa hidrokarbon yang mengandung atom karbon (C) dan atom
hidrogen (H) dan merupakan senyawa polimer dengan isoprena sebagai
monomernya. Rumus empiris karet alam adalah (C 5 H 8 )n , diperlihatkan pada
Gambar 2.11. Dengan perbandingan atom-atom karbon dan hidrogen adalah 5 : 8
dan n menunjukkan banyaknya monomer dalam rantai polimer.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 . Struktur Kimia dari Cis-1,4 Poliisoprena.
Karet atau elastomer adalah salah satu jenis polimer yang memiliki perilaku khas
yaitu memiliki daerah elastis non-linear yag sangat besar. Perilaku tersebut ada
kaitannya dengan struktur molekul karet yang memiliki ikatan silang (cross link)
antar rantai molekul.
Ikatan silang ini berfungsi sebagai ‘pengingat bentuk’
(shape memory) sehingga karet dapat kembali ke bentuk dan dimensi asalnya pada
saat mengalami deformasi dalam jumlah yang sangat besar.
Sifat fisika hidrokarbon karet dipengaruhi oleh panjang dan ukuran dari
rantai molekul
polimer. Berat molekul (BM), panjang rantai molekul dan
penampang dari suatu molekul menetukan sifat teknis seperti viskositas dan sifat
fisika vulkanisat seperti tegangan putus dan perpanjangan putus. Pada umumnya
semakin tinggi BM hidrokarbon karet, semakin panjang rantai molekul dan
semakin tinggi tahanan terhadap aliran, dengan kata lain karetnya lebih viskous
dan keras. Ikatan C-C di dalam rantai polimer karet dapat berubah sudut ikatannya
karena pengaruh fisik dari luar. Molekul-molekul yang panjang di alam pada
umumnya tidak lurus tetapi melingkar seperti spiral. Hal ini memberikan sifat
fleksibel, dapat ditarik (pada batas-batas tertentu) atau ditekan dan sifat lentur,
adapun data rata-rata berat molekul polimer diperlihatkan pada tabel 2.4 .
Tabel 2.4. Rata rata berat molekul polimer diperoleh dari mengukur
viskositas, (James E. Mark, BurakErman, 2005)
Keunggulan yang dimiliki oleh karet alam antara lain adalah memiliki daya
elastisitas yang tinggi (high elasticity), plastisitas yang baik sehingga
Universitas Sumatera Utara
pengolahannya mudah, memiliki daya aus yang tinggi, ketahanan tusuk yang
tinggi (high cut growth), ketahanan koyak (tear resistance) yang tinggi dan tidak
mudah panas (low heat build up) serta mempunyai cengkeraman yang tinggi
sehingga cocok untuk ban radial dan ban pesawat terbang.
Karet alam adalah salah satu bahan penting yang digunakan secara luas
dalam aplikasi teknik, penggunaannya terutama disebabkan oleh kelembutan
alaminya dan kemudahan pembentukannya. Bagaimanapun, bahan pengisi perlu
ditambahkan dengan maksud untuk menyiasati sifat-sifat alami yang tidak
dikehendaki sehingga didapat suatu produk seperti yang diinginkan. Jenis dan
jumlah bahan pengisi ditentukan terutama oleh karakteristik produk yang
diinginkan dan kelenturannya. Bahan pengisi adalah campuran dari berbagai
material termasuk di dalamnya arang hitam (carbon black), bahan mineral seperti
montmorillonite (tanah liat), dan kalsium karbonat .
Bahan pengisi pada industri karet. Tanah liat adalah mineral murah dan
telah menjadi bagian penting dalam industri karet dimana penggunaannya sebagai
bahan pengisi ekonomis untuk memodifikasi penciptaan dan performa karet alami
maupun karet sintetis. Ada banyak jenis tanah liat, tapi montmorillonite
mempunyai catatan panjang sebagai bahan anorganik paling penting yang
ditambahkan sebagai pengisi ke dalam latex (getah pohon karet) alami (Frounchi
dkk., 2006; Dong dkk., 2006).
Dewasa ini, penelitian yang melibatkan senyawa organik-anorganik
nanometer komposit menarik perhatian banyak peneliti. Penelitian terkait tentang
hal ini dilakukan pertama sekali oleh tim riset dari Toyota (Usuki dkk., 1993)
yang melakukan analisis tentang nano komposit dari
polyamide 6 dengan
organophilic clay. Hasil penelitian mereka menunjukan peningkatan dalam hal
sifat mekanik dan sifat fisik produk jika dibandingkan dengan polyamide 6 dalam
bentuk murninya. Penelitian-penelitian fundamental terkait polimer tanah liat
nanokomposit telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Secara umum, tiap
penelitian menghasilkan suatu metode baru dalam hal pencampuran polimer
dengan material pengisinya, seperti yang dilakukan oleh group Kojima (Usuki
dkk., 1993) dengan metode in situ polimerisasi, atau metode pencampuran dengan
menambah pelarut dan pelelehan oleh group Giannely (Krishnamoorti dan
Universitas Sumatera Utara
Giannely, 1997).
Hasil yang diperoleh campuran karet alam dengan nanokomposit dari clay
adalah terjadinya peningkatan yang drastis terhadap basal spacing dari matrik
polimer dan menunjukkan intercalasi diantara polimer dengan pengisinya. Uji
tarik juga menununjukkan peningkatan yang sangat signifikan yaitu 14.983 MPa
pada karet alam menjadi 40.178 MPa pada karet alam-tanah liat nanokomposit
5%wt berat (Pocut Nurul Alam, Teuku Rihayat,2007).
2.3.1. Pengolahan Karet Alam.
Karet mentah adalah karet yang belum dicampur dengan bahan kimia dan
belum divulkanisasi. Pada saat ini dikenal dua golongan karet mentah yaitu karet
konvensional dan karet spesifikasi teknis. Beberapa contoh karet konvensional
yaitu Ribbed Smoked Sheet (RSS), Pale Crepe, Estate Brown Crepe, Remill,
Blanket Crepe.
Berdasarkan bahan bakunya, karet spesifikasi teknis yang dihasilkan
dibagi dalam dua bagian, yaitu :
Bahan baku Lateks (High Grade), diproduksi menjadi SIR-3WF, SIR-3L dan SIR
3CV.Sedangkan bahan baku Lump (Low Grade) diolah menjadi SIR-5, SIR 10
dan SIR 20.Jenis dan mutu karet ekspor Indonesia yaitu terdiri atas 83% karet
spesifikasi teknis, 13% RSS, 3% lateks pekat dan 1% brown crepe serta jenisjenis lainnya. Jenis dan mutu karet yang terutama adalah SIR-20 sebesar 71,8%
dan RSS 1 sebesar 11,4% . Karet jenis SIR-20 merupakan karet alam yang banyak
diserap pasar internasional karena itu sangat menarik untuk diteliti lebih
mendalam tentang mutu dan kemampuan proses seperti energi pengaktifan dan
sebagainya. Selain harganya yang relatif murah, karet SIR 20 memiliki waktu
masak kecil yaitu 1,24 menit dan hemat dalam penggunaan energi pengaktifan
yaitu sebesar 22.208 kal/mol (Nurdin Bukit,Rugaya, 2004). Tabel 2.5
memperlihatkan Skema Standar Indonesia Rubber (SIR).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Skema Standard Indonesia Rubber (SIR).
Skema
Spesifikasi
Kadar
kotoran, %
maks(b/b)
Kadar abu,%
maks(b/b)
Kadar zat
menguap %
maks(b/b)
PRI, mdn
Po,min
Nitrogen,x
maks (b/b)
Uji
kemantapan
viskositas/AS
HT (satuan
wallace maks)
Viskositas
mooney
ML
(1+4)1000C
warms,
Lovibond
Cure
Ma Lambang
Ma
pembungkus
Plastik
Manits
Plastik
Bal plastik
pembungkus
Mak plastik
pembungkus
kendala,maks
SIR
3CV
SIR
SIR
3L
3WF
Lateks Kebun
SIR 5
SIR 10
SIR
20
Koagulu
n Lateks
tipis
0,03
0,03
0,03
0,05
0,10
0,20
0,50
0,50
0,50
0,50
0,75
1,00
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
60
0,60
75
30
0,60
75
3
0,6
70
30
0,60
60
30
0,60
50
30
0,60
8
-
-
-
-
-
*)
-
-
-
-
-
-
6
-
-
-
-
**)
Hijau
**)
Hijau
**)
Hijau
Coklat
Merah
Trans
paran
Transpa
ran
Transpa
ran
Hijau
bergaris
Transpara
n
Transp
aran
Trans
paran
Jingga
Transpa
ran
0,03 ±
0,01 mn
Transpa
ran
0,03 ±
0,01 mn
Transpara
n
0,03 ±
0,01 mn
1800C
1800C
1800C
Transp
aran
0,03 ±
0,01
mn
1800C
Trans
paran
0,03 ±
0,01
mn
1800C
0,03 ±
0,01
mn
1080C
Sumber : Skema SIR – 1988
Tanda pengenal Tingkatan
Batasan Viscositas Mooney
CV – 50
45 – 55
CV – 60
55 - 65
CV – 70
65 – 75
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Proses Pembuatan Karet .
Karet alam (natural rubber) memiliki mer atau unit penyusun terkecil cispolyisoprene.
Proses pembuatan karet pada umumnya diikuti dengan proses
vulkanisasi, yaitu penambahan sulfur dengan tujuan untuk memperbaiki sifat sifat
mekanisnya. Reaksi vulkanisasi merupakan reaksi yang penting pada industri
barang jadi karet, vulkanisasi adalah suatu proses irreversible dimana terjadi
struktur kimia misalnya ikatan silang sehingga mengakibatkan plastis dan lebih
tahan terhadap larutan organik. Hal ini dapat diartikan bahwa vulkanisasi adalah
proses perubahan molekul karet belum kuat (linier) menjadi kuat (karena adanya
ikatan silang) ketika dipanaskan di dalam oven. Hasil dari vulkanisasi karet ini
disebut vulkanisat karet, atau vulkanisat. Proses vulkanisasi tidak lepas dari bahan
vulkanisator.
Setelah campuran karet di bentuk, maka perlu divulkanisasi, selama proses
vulkanisasi akan terjadi perubahan, rantai molekul karet yang panjang akan saling
berikatan silang melalui reaksi dengan vulkanisator sehingga karet akan menjadi
kuat.Karet tidak lengket dan lebih tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
panas, ozon, cuaca dan sebagainya. Pada proses vulkanisasi, suhu dan waktu
pemasakan harus selalu dikontrol dengan baik. Hal ini sangat penting karena
untuk tiap kompon terdapat satu daerah suhu dan waktu dimana barang karet akan
memiliki sifat-sifat fisika yang optimum. Pada Gambar 2.12 mengilustrasikan
proses pembuatan karet alam dengan vulkanisasi.
Gambar. 2.12 . Proses Pembuatan Karet Alam .
Mekanisme dari penambahan kaitan silang dengan proses vulkanisasi karet alam
diilustrasikan lebih jelas dalam Gambar 2-13. Penambahan 30-40% sulfur akan
memperbanyak jumlah ikaitan silang (cross link) antara rantai molekulnya yang
Universitas Sumatera Utara
akan berpengaruh terhadap sifat-sifat dan perilaku karet alam. Kekerasan dan
kekakuan dari karet alam akan meningkat dengan proses vulkanisasi. Karet alam
dengan jumlah ikaitan silang sedikit akan bersifat relatif lebih lunak dan fleksibel
dari pada karet alam dengan jumlah ikaitan silang lebih banyak (Rahmat
Saptono,2008) .
Gambar .2.13. Pembentukan Ikaitan Silang dengan Proses
Penambahan Sulfur (Vulkanisasi)
2.3.3. Perilaku Elastis Karet.
Karet pada saat diberi pembebanan akan mengalami deformasi elastis
nonlinier dalam jumlah yang sangat besar (hingga 800%). Perilaku karet yang
terlihat hampir seluruhnya elastis dengan modulus elastisitas yang bervariasi
dengan bertambahnya regangan .Gambar 2.14 menunjukan grafik hubungan
antara tegangan dan regangan pada karet .
Gambar. 2.14. Deformasi Elastis pada Karet.
Mekanisme dasar yang terjadi pada proses deformasi elastis karet adalah (1)
pelurusan dari gulungan rantai molekul, serta (2) peregangan dari ikatan-ikatan
kovalennya. Sebagian memperlihatkan fenomena histerisis yang menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
perbedaan lintasan regangan pada saat beban diberikan dan dilepaskan.
Ikaitan silang sangat berperan di dalam menentukan perilaku elastik dari karet
atau elastomer. Ikaitan silang berfungsi sebagai pengingat bentuk (shape memory)
yang memungkinkan terjadinya deformasi elastis dalam jumlah sangat besar,
sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 2.15. (a). Tanpa adanya ikaitan silang
deformasi plastis akan mudah terjadi.
Gambar. 2. 15 . Peran Ikaitan Silang di Dalam Deformasi Elastis Karet.
Adanya kaitan silang juga akan berpengaruh terhadap perilaku elastis dari karet
atau elastomer sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 15 (b) . Karet alam
yang telah divulkanisasi misalnya, akan memiliki jumlah ikaitan silang lebih
banyak sehingga modulus elastisitas atau kekakuannya lebih besar dari pada karet
alam yang belum divulkanisasi.Gambar 2.16 memperlihatkan kekuatan karet alam
yang divulkanisasi lebih besar jika dibandingkan dengan karet alam tanpa
vulkanisasi
Gambar. 2.16. Perilaku Elastis Karet Alam yang Belum dan Telah
Divulkanisasi.
Seperti halnya termoplastik perilaku elastomer berbeda pula dengan kenaikan
temperatur, transisi sifat mekanik terjadi terutama pada temperatur transisi gelas(
Tg), di mana ikatan sekunder mulai melebur.
Pada Gambar 2.17 tampak
Universitas Sumatera Utara
perbedaan struktur elastomer di bawah dan di atas temperatur transisi gelasnya.
Di bawah Tg, di samping ikaitan silang (cross link), terdapat pula ikatan-ikatan
sekunder gaya Van der Waals yang menyebabkan kelompok –kelompok rantai
molekul semakin rapat.
Di samping mekanisme elastisitas dengan ikaitan silang sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, perilaku elastis dapat pula terjadi tanpa mekanisme ini.
Fenomena ini misalnya terjadi pada kopolimer Styrene-Butadiene (SB) polimer
yang dikenal pula sebagai
termoplastik elastomer .
Elastisitas terutama
disebabkan karena adanya tarik menarik polar yang kuat dari domain styrene
yang bersifat gelas sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 2.17.
Gambar .2.17 . Struktur Rantai Molekul Karet di Bawah dan di Atas
Temperatur Transisi Gelas.
Gambar 2.18 . Perilaku Elastis Tanpa Ikatan Silang pada Elastomer
Termoplastik.
Tabel 2.6 adalah sifat sifat fisis ( kekuatan tarik dan perpanjangan) dari karet alam
dan sintesis yang divulkanisasi dan diperkuat dengan bahan pengisi karbon hitam .
Universitas Sumatera Utara
Tabel. 2.6. Sifat-sifat fisis dari elastomer.
2.4 . Zeolit Alam .
Zeolit merupakan suatu mineral alam yang berbentuk kristal tersusun dari
silika (SiO 4 ) dan alumina (AlO 4 ),dengan rongga- rongga di dalamnya yang berisi
ion-ion logam, biasanya logam alkali dan alkali tanah, dan molekul air (Arifin dan
Harsodo, 1990 ,Chai Mee Kin,2001).
Karakteristiknya unik antara lain sangat
stabil dengan kemampuan adsorpsi yang sangat tinggi dan selektif serta
mempunyai struktur pori (microporus) aktif yang banyak sehingga memiliki luas
permukaan spesifik yang tinggi menyebabkan sumber alam tersebut berpotensi
untuk diproses lebih lanjut menjadi produk-produk yang luas aplikasinya antara
lain sebagai katalis atau supporting katalis ,slow release substances dan membran
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi ( Samuel Pati Senda,2005 ).
Proses aktifasi dan modifikasi merupakan cara untuk meningkatkan
kualitas dari zeolit yaitu dengan meningkatkan keasaman pada inti aktif zeolit
alam. Aktivasi zeolit alam dilakukan dengan pertukaran ion selama 20 - 120 jam
menggunakan NH 4 Cl sebanyak 1M pada temperatur ruang untuk menggantikan
ion Ca2+ dengan NH 4 + sehingga didapatkan NH-NZ. Serta kalsinasi pada 6000 C
selama 2 jam agar struktur zeolit lebih stabil dan lebih tahan pada temperatur
reaksi yang cukup tinggi. Peningkatan keasaman dilakukan dengan penambahan
Boron oksida (B 2 O 3 ) dengan cara impregnasi , (Setiadi dan Astri Pertiwi,2007) .
Berdasarkan ukuran porinya zeolit dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok utama, yaitu :
1. Zeolit dengan ukuran pori kecil (small pore zeolite).
Universitas Sumatera Utara
yang termasuk dalam kelompok ini adalah zeolit yang memiliki pori dengan
diameter kurang dari 0,45 nm misalnya zeolit A (LTA) .
2. Zeolit dengan pori medium (medium pore zeolite).
Yang termasuk kelompok ini adalah zeolit yang mempunyai ukuran diameter pori
antara 0,45 sampai 0,55 nm, misalnya silicalite (ZSM-5)/MFI.
3. Zeolit dengan pori besar (large pore zeolite).
yang termasuk dalam kelompok zeolit dengan pori besar adalah zeolit yang
memiliki ukuran diameter pori lebih dari 0,55 nm , misalnya zeolit X,Y , faujasite
(FAU) , mordenite
Informasi tentang spesifikasi bahan baku zeolit tersebut adalah sangat
penting dalam proses desain membran zeolit karena sangat berpengaruh terhadap
sfesifikasi akhir membran zeolit. Prinsip dasar pemanfatan zeolit sebagai bahan
baku membran adalah karakteristik luas permukaan zeolit dan kemampuan
adsopsi dan ukuran molekul ( molecular sieve ). Zeolit merupakan senyawa
alumino silikat dengan klasifikasi yakni , [AlO 4 ]- dan [SiO 4 ]- saling berhubungan
pada sudut-sudut tetrahedralnya membentuk Al, Si framework 3D yang berpori
.Zeolit dengan strukur kristal alumina silikat yang berbentuk rangka (framework)
tiga dimensi, mempunyai rongga dan saluran serta mengandung ion-ion logam
seperti Na, K, Mg, Ca dan Fe serta molekul air. Gambar 2.19 memperlihatkan
bentuk kristal zeolit tiga dimensi yang dibangun oleh tetrahedral AlO 4 dan SiO 4 .
Gambar 2.19 .Kristal zeolit tiga dimensi yang dibangun oleh
tetrahedral AlO 4 dan SiO 4
Universitas Sumatera Utara
Kerangka dasar sturuktur zeolit terdiri dari unit tetrahedral AlO dan SiO yang
saling berhubungan melalui atom O, sehingga zeolit mempunyai rumus empiris
sebagai berikut
M x/n [(AlO 2 ) x (SiO 2 ) y ]·zH 2 O
•
Mx/n
=
Kation bermuatan n
•
{}
=
Kerangka alumina-silika
•
z
=
Jumlah air kristal
•
x,y
=
Jumlah Al0 2 dan Si0 2 ,
•
y > x atau y/x ≥ 1
Komponen pertama M adalah sumber kation yang dapat bergerak bebas dan
dapat dipertukarkan secara sebagian atau secara sempurna oleh kation lain.
Zeolit pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu zeolit alam dan zeolit
sintetik. Zeolit alam biasanya mengandung kation-kation K+ ,Na+, Ca2+ atau Mg2+
sedangkan zeolit sintetik biasanya hanya mengandung kation-kation K+ atau Na+
,struktur zeolit dapat dilihat pada Gambar 2.20. Pada zeolit alam, adanya molekul
air dalam pori dan oksida bebas di permukaan seperti Al 2 O 3 , SiO 2 , CaO, MgO,
Na 2 O, K 2 O dapat menutupi pori-pori atau situs aktif dari zeolit sehingga dapat
menurunkan kapasitas adsorpsi maupun sifat katalisis dari zeolit tersebut hal ini
alasan mengapa zeolit alam perlu diaktivasi terlebih dahulu sebelum digunakan.
Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan secara fisika maupun kimia. Secara fisika
aktivasi dapat dilakukan dengan pemanasan pada suhu 300 - 400 oC dengan udara
panas atau dengan sistem vakum untuk melepaskan molekul air. Sedangkan
aktivasi secara kimia dilakukan melalui pencucian zeolit dengan larutan
Na 2 EDTA atau asam-asam anorganik seperti HF, HCl dan H 2 SO 4 untuk
menghilangkan oksida-oksida pengotor yang menutup, dalam penelitian ini
digunakan HCl sebesar 2 M . Gambar 2.20 memperlihatkan struktur zeolit .
Universitas Sumatera Utara
Gambar .2.20 . Struktur Zeolit .
Zeolit alam merupakan material berpori yang telah dimanfaatkan dalam
bidang industri sebagai adsorben, katalis, penyaring molekuler, penukar ion dan
padatan pendukung. Ukuran pori zeolit alam mayoritas adalah kurang dari 20 Å
sehingga kemampuan adsorpsi terhadap molekul berukuran besar menjadi tidak
optimal. Salah satu upaya meningkatkan efektivitas kemampuan tersebut dapat
dilakukan dengan memodifikasi ukuran pori zeolit alam .
Adapun hasil penelitian
(Bussaya Rattanasupa dan Wirunya
Keawwattana ,2007 ), pengunan zeolit, CaCO 3 dan Clay sebagai bahan pengisi
pada campuran
pada karet alam
diperoleh data sifat fisis bahan tersebut
diperlihatkan pada Tabel 2.7 .
Tabel 2.7. Sifat fisis dari bahan pengisi
(Bussaya Rattanasupa* and Wirunya Keawwattana ,2007)
Filler
Ukuran
partikel(μm)
Luas
Permukaan(m2/g)
Volume
Pori(cc/g)
CaCO 3
45
3,07
0,0013
Zeolit Alam
45
14,59
0,0059
Clay
50
11,68
0,0044
Adapun Komposisi kimia CaCo 3 , Clay , dan zeolit alam hasil penelitian (Bussaya
Rattanasupa dan Wirunya Keawwattana ,2007 ) pada Tabel 2.8 .sedangkan waktu
masak kompon karet dengan bahan pengisi CaCo 3 , Clay , dan zeolit alam
diperlihatkan pada Tabel 2.9.
Universitas Sumatera Utara
Tabel.2.8. Komposisi kimia dari CaCo 3 , Clay , dan zeolit alam .
(Bussaya Rattanasupa* and Wirunya Keawwattana ,2007).
Komposisi
kimia(%)
SiO 2
AlO 3
Na 2 O
MgO
K2O
CaO
TiO 2
Fe 2 O 3
CuO
ZnO
CaCO 3
7.06
1.39
91.46
0.09
-
Type-type filler
Clay
76.76
15.90
0.34
2.19
0.33
1.05
3.37
0.04
0.02
Zeolit Alam
69.88
24.87
2.20
0.46
0.42
0.07
1.20
0.90
-
Tabel . 2.9. Karakteristik Waktu Masak dari Kompon Karet.
Karakteristik
cure
CaCO 3
Clay
Zeolit Alam
50
100
150
50
100
50
100
150
Torsi
minimum(ML)
lb-in
0.26
0.34
0.65
0.38
0.40
0.70
1.32
1.47
0.98
Torsi
maksimum(MH)
lb-in
3.15
3.85
4.52
2,67
2.85
3.27
2.02
2.13
2.42
Waktu
Scorch(ts2),min
8.93
7.39
5.58
19.98
21.43
17.21
n/a
n/a
n/a
12.90
12.63
19.02
21.26
26.68
28.03
32.07
29.06
21.34
Waktu masak
optimum(tc
90),min
150
Rasio Si/Al merupakan perbandingan jumlah atom Si terhadap jumlah atom
Al di dalam kerangka zeolit. Zeolit-A merupakan zeolit sintetik yang mempunyai
rasio Si/Al sama dengan satu. Beberapa zeolit mempunyai rasio Si/Al yang tinggi
seperti zeolit ZK-4 (LTA), yang mempunyai struktur kerangka seperti zeolit-A,
mempunyai rasio 2,5. Banyak zeolit sintetik yang dikembangkan untuk katalis
mempunyai kadar Si yang tinggi seperti ZMS-5 (MFI) (Zeolit Socony-Mobil)
dengan rasio Si/Al antara 20 sampai tak terhingga (murni SiO2). Ini jauh melebihi
mordenit (rasio Si/Al = 5,5) yang merupakan zeolit alam yang dikenal paling
banyak mengandung Si, semakin tinggi rasio Si/Al yang tinggi akan
menyebabkan keasaman tinggi. Setiap jenis zeolit mempunyai batas rasio Si/Al
Universitas Sumatera Utara
yang berbeda-beda,perubahan rasio Si/Al dari zeolit akan mengubah muatan zeolit
sehingga pada akhirnya akan mengubah jumlah kation penyeimbang. Lebih
sedikit atom Al artinya lebih sedikit muatan negatif pada zeolit sehingga lebih
sedikit pula kation penyeimbang yang ada. Zeolit berkadar Si tinggi bersifat
hidrofobik dan mempunyai affinitas terhadap hidrokarbon.
Bila zeolit dipanaskan pada suhu tinggi maka akan terjadi dehidrasi,
penguapan yang dikandungnya sehingga menyebabkan zeolit akan selektif dalam
menyerap molekul-molekul seperti He, N, O2, CO2, SO, Ar, dan Kr. Proses
penyerapan molekul oleh zeolit terjadi karena
strukturnya juga mempunyai
polaritas yang tinggi.
Pertukaran ion pada dasarnya terjadi dalam suatu cairan yang mengandung
anion, kation, dan molekul air dimana salah satu atau sebagian ion yang terikat
pada matriks mikropori berfase padat. Molekul air dapat berada dalam mikropori
bersama ion (kation, anion) dengan muatan yang berlawanan dengan ion matriks
sehingga terjadi kesetimbangan muatan untuk mencapai keadaan netral, sehingga
ion yang berada dalam cairan dapat bergerak bebas di dalam matriks mikropori.
Karena zeolit mengandung kation alkali atau alkali tanah dengan .
Gambar. 2.21 . Bongkahan Zeolit Alam Daerah Tapanuli Utara.
Gambar 2.21 memperlihatkan bongkahan zeolit alam dari daerah kecamatan
Pahae Tapanuli Utara ,warna dari zeolit alam adalah putih keabu-abuan, putih
kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan .
Berdasarkan hasil penelitian Laboratorium Departemen dan Energi
Sumatera Utara Tabel 2.10 , maka sifat fisis zeolit alam Tapanuli Utara, sebagai
berikut :Warna merupakan sifat fisik yang mudah dikenali, yaitu : kecoklatan
Nilai kekerasan dapat dibandingkan dengan skala Mohs, yaitu urutan dari
Universitas Sumatera Utara
kekerasan mineral yang terdiri dari 10 mineral dengan kekerasn mulai dari 1-10
Mohs. Maka zeolit dari daerah Tapanuli Utara memiliki kekerasan : (1-10)
Mohs atau termasuk dalam mineral talk gypsum.Kilap merupakan kenampakan
refleksi cahaya pada bidang kristal. Mineral zeolit memiliki kenampakan seperti
tanah (earthy) maka disebut memiliki kilap tanah.Berat jenis merupakan angka
perbandingan antara berat mineral dengan berat dari volume air, yaitu: 2,0 - 2,4
dari berat air dengan volume sama.
Komposisi kimia yang terdapat dalam zeolit alam dari beberapa daerah di
Indonesia dan zeolit alam Tapanuli Utara adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 10 Komposisi Senyawa Berbagai Zeolit Alam
No Senyawa Taput Sarulla Lampung Anaconda Omori Bayah
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
1
SiO2
55,15
60,16
8,37
61,62
64,32
60,63
2
Fe2O3
2,80
4,20
17,0
0,83
2,29
2,23
3
Al2O3
24,84
14,25
1,00
13,66
13,22
13,78
4
Na2O3
0,39
-
0,02
2,56
2,23
0,36
5
K2O
1,26
-
0,26
-
-
-
Sumber : Departemen Pertambangan Dan Energi Sumatera Utara, 2003.
2.5. Bahan Pengisi (Filler).
Bahan Pengisi adalah suatu aditif padat yang ditambahkan ke dalam
matrik polimer untuk
meningkatkan sifat-sifat bahan , pengisi fungsional
menghasilkan peningkatan spesifik dalam sifat mekanik dan sifat fisis. Perlakuan
dari bahan pengisi memungkin menjadi pendukung beberapa mekanisme
beberapa pengisi membentuk ikatan kimia dengan materik sebagai penguat;
sebagai contoh, karbon hitam menghasilkan ikatan silang didalam elastomers
dengan memakai reaksi radikal (Ketan, 2002). Beberapa penelitian telah
menunjukan bahan pengisi mempunyai peranan penting dalam memodifikasi
sifat-sifat dari berbagai bahan
polimer sebagai contoh, dengan cara
menambahkan pengisi akan meningkatkan sifat mekanik, elektrik, termal, optik
dan sifat-sifat pemrosesan dari polimer, sementara dapat juga mengurangi biaya
produksi .
Peningkatan sifat –sifat
tergantung pada banyak faktor-faktor
Universitas Sumatera Utara
termasuk aspek rasio dari bahan pengisi, derajat disprsi dan orientasi dalam
matriks, dan adhesi pada interface matriks - bahan pengisi (Makadia, 2000; Cho
dan Paul, 2000 , Premphet dan Horanont, 1999). Partikel-partikel inorganik
untuk bahan pengisi polimer telah digunakan secara luas oleh karena
pada
umumnya lebih murah dalam pembiayaan. Bahan pengisi yang sering digunakan
adalah , fiber glas, mika, talk, SiO2 dan CaCO3 biasanya membentuk mikro
komposit dengan peningkatan sifat-sifat , (Cho dan Paul, 2000; Makadia, 2000;
Ray dan Okamoto 2003).
Berbagai jenis pengisi digunakan dalam polimer alam dan polimer sintetik
adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat fisik bahan. Penambahan
pengisi
bertujuan
mengurangkan
biaya
,
mewarnai,
menguatkan
atau
mengukuhkan bahan polimer. Secara umumnya, keupayaan penguatan sesuatu
pengisi dipengaruhi oleh tiga ciri yang utama yaitu ukuran partikel dan luas
permukaan, bentuk dan struktur permukaan serta aktivitas dan sifat-sifat kimia
permukaan. Pengisi penguat pada umumnya mempunyai ukuran partikel yang
kecil, permukaan yang aktif secara kimia, permukaan yang memiliki pori dan
bentuk yang tidak seragam dapat meningkatkan adhesi (Hanafi, 2000).
Peningkatan sifat fisik bahan polimer dikaitkan dengan ukuran partikel
pengisi. Contohnya, tegangan dan modulus polimer berpengisi bergantung kepada
ukuran partikel . Ukuran partikel pengisi yang kecil meningkatkan darajat
penguatan polimer berbanding dengan ukuran partikel
yang besar (Leblanc,
2002). Ukuran partikel mempunyai hubungan secara langsung dengan luas
permukaan persatuan massa bahan pengisi. Oleh itu, ukuran partikel yang kecil
menyediakan luas permukaan yang besar bagi interaksi di antara polimer matrik
dan bahan pengisi, seterusnya meningkatkan penguatan bahan polimer.secara
umum , semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi interaksi antara bahan
pengisi dan matrik polimer. Kohls & Beaucage (2002) melaporkan jumlah luas
permukaan dapat ditingkatkan dengan adanya permukaan yang berpori pada
permukaan pengisi. Dimungkinkan bahwa polimer dapat menembus masuk ke
dalam permukaan yang berpori ketika proses pencampuran .Selain dari luas
permukaan, kehomogen sebaran partikel dalam matriks polimer juga penting
bagi menentukan kekuatan interaksi di antara pengisi dan matriks polimer.
Universitas Sumatera Utara
Partikel yang terserak secara homogen meningkatkan interaksi melalui penjerapan
polimer di atas permukaan bahan pengisi. Sebaliknya, partikel yang tidak tersebar
secara homogen memungkin menghasilkan aglomerat atau penggumpalan
di
dalam matriks polimer. Wujud aglomerat atau penggumpalan akan megurangi
luas permukaan seterusnya melemahkan interaksi di antara pengisi dan matriks
dan mengakibatkan penurunan sifat fisik bahan polimer.
2.5.1 Pelunak (Softener).
Bahan pelunak adalah bahan-bahan yang ditambahkan untuk memudahkan
pencampuran karet dengan bahan-bahan kimia lainnya, terutama campuran bahan
pengisi memerlukan waktu yang lebih singkat. bahan pelunak ini juga berfungsi
sebagai bahan pembantu pengolah yaitu mempermudah pemberian bentuk dan
membuat barang-barang jadi karet lebih empuk. Bahan ini bersifat licin dan
mengkilap.
Contohnya : asam stearat, parafin, wax, faktis, resin, damar dan lain-lain.
2.5.2 . Pemercepat (Acceleator).
Bahan pemercepat berfungsi untuk membantu dalam mengontrol waktu
dan temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat memperbaiki sifat vulkanisasi
karet. Beberapa jenis bahan pemercepat antara lain bahan pemercepat organik.
Misalnya, Marcapto Benzhoathizole Disulfida (MBTS), Marcapto Banzhoathizole
(MBT), dan Diphenil Guanidin (DPG), Tetra Metil Thiura Disulfarat (TMTD)
dan bahan pemercepat anorganik, misalnya Karbonat, Timah hitam, Magnesium,
dan lain-lan. (James E. Mark, BurakErman, 2005),
2.5.3 . Pengaktif (Activator).
Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan
pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan
pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO,
MgO dan sebagainya pada umumnya sekitar 2 sampai 5 phr . Campuran bahan
pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari
kompon (vulcanising system of the coumpond).
2.5.4.Antioksidan (Antioxidan).
Bahan antioksidan adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi proses
oksidasi pada vulkanisat, antioksidan dapat memperlambat pengrusakan pada
Universitas Sumatera Utara
produk barang jadi karet. Penambahan bahan antioksidan diperlukan karena kadar
antioksidan alam dari karet cukup rendah, akibatnya dapat menyebabkan karet
mudah lengket, keras, retak-retak dan rapuh. proses oksidasi dapat terjadi karena
panas, radiasi, ozon, oksigen, cuaca dan sebagainya. Antioksidan berfungsi
mencegah atau mengurangi kerusakan produk plastik karena pengaruh oksidasi
yang dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer. Tanda-tanda yang terlihat
apabila produk plastik rusak adalah
• Polimer menjadi rapuh.
• Kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi.
• Sifat kuat tariknya berkurang.
• Terjadi retak-retak pada permukaan produk.
• Terjadi perubahan warna .
Jenis bahan antioksidan diantaranya Butilated Hidroksi Toluen (BHT) dan PhenilBeta-Naphthyl-amine (PBN). Antioksidan 2,6, di-tert butil 4-metil fenol (BHT).
penggunaan BHT sebagai stabiliser pada resin pengimpregnasi. 0,02 g BHT (10%
dari resin) meningkat 5 sampai 8 kali dibandingkan tanpa antioksidan.
Hal ini disebabkan oleh kemampuan Butil Hidroksi Toluena dalam berinteraksi
dengan resin serta kemampuannya dalam mendeaktifkan radikal makro yang
terbentuk akibat adanya pengaruh termal. (Pocut Nurul Alam, Teuku
Rihayat,2007).Irganok 1076 berbentuk serbuk putih dengan densitas 0,480 gr/cm3
, sebagai bahan anti oksidan. Irganok 1076 sebagai bahan antioksidan tidak
berpengaruh terhadap tingkat kekompakan campuran PP-Karet alam dan masih
termasuk jenis immiscible blends. Campuran PP-Karet alam dan irganok 1076
sebesar 6%wt mengalami peningkatan yield stenght sebesar 40% , tensil strenght
sebesar 56% dan elongation at break sebesar 21 % (Mashuri, Ana Marini,dan
Sudirman,2005) .
2.6. Pencampuran Polimer (Polymer Blends).
Dalam beberapa tahun terakhir, pengembangan metode baru menggunakan
sistem campuran polimer dan curing yakni penggunaan zat pengikat
(compatibilizer) seperti senyawa urethane, berkembang pesat terutama untuk
produk sederhana seperti cetak tekan (compressing molding). Metode ini biasa
digunakan untuk menghasilkan produk berkapasitas tinggi dengan teknologi
Universitas Sumatera Utara
sederhana seperti produk alas kaki, tikar, bumper mobil dan bumper removal, dan
alas karpet.Pencampuran polimer adalah cara yang paling sesuai untuk
pengembangan material baru karena dapat menghasilkan bahan baru yang
mempunyai
sifat
yang
unggul
dibandingkan
masing-masing
materi
pembentuknya. Metode ini biasanya lebih murah dan hanya memerlukan waktu
singkat untuk menghasilkan bahan polimer baru dibandingkan dengan metode
polimerisasi dengan penemuan polimer baru dari monomer baru . Keuntungan lain
dari pencampuran polimer adalah sifat-sifat bahan dapat disesuaikan dengan
menggabungkan komponen polimer dengan cara mengubah komposisi campuran.
2.6.1 Kompatibeliser (Compatibilizer) .
Untuk meningkatkan daya rekat permukaan bahan pada proses campuran
dan menstabilkan kondisi morfologi dalam campuran polimer, berbagai metode
telah dikembangkan di masa lalu. Secara umum, ada dua keadaan
untuk
meningkatkan kompatibilitas (immiscible blends) Reactive Blending, yakni
dengan cara menambahkan polimer yang sudah difungsionalisasi sehingga
mampu
meningkatkan
interaksi
tertentu
atau
bereaksi
secara
kimia.
Fungsionalisasi dapat dilakukan sebelum pencampuran polimer atau sekaligus
dalam proses pencampuran dalam mesin pencampur (extruder) sehingga akan
terbentuk
blok
atau
graft-copolymers,
halogenasi,
sulfonasi,
formasi
hydroperoxide, dan lain-lain. Perkembangan terakhir dalam produksi campuran
polimer menggunakan metode reactive blending bergantung pada pembentukan
langsung kopolimer atau interaksi Polimer. Biasanya polimer reaktif dapat
dihasilkan oleh radikal bebas copolymerisation atau disebut pencangkokan reaktif
(reactive grafting) kepada rantai induk polimer. Gugus fungsional, seperti
anhydride, epoxy, oxazoline, yang terikat pada rantai induk polimer sering dipilih
untuk
reactive
blending,
gugus
fungsional
pencampuran
polimer
(kompatibilisasi) dalam reactive blending (C. Rosales 1996). Tabel 2.11,2.12 dan
2.13 menunjukkan contoh beberapa penggunaan reactive blending dalam
penelitian beberapa tahun terakhir.
Penambahan zat kompatibiliser, yang memiliki interaksi spesifik atau
reaksi kimia dengan komponen campuran polimer. Blok- atau graft-copolymer
dan zat reaktif dengan berat molekul rendah termasuk dalam kategori ini.
Universitas Sumatera Utara
Penentuan pilihan blok atau graft-copolymer sebagai zat kompatibiliser
didasarkan pada sifat kereaktifan dan kemudah-campuran (miscibility) dengan
campuran polimer. Fungsionalisasi polimer yang mempunyai kemiripan struktur
dengan salah satu jenis polimer campuran dapat digunakan sebagai zat
kompatbiliser dalam pencampuran polimer.
Tabel 2.11.Contoh pencampuran polimer yang terfungsionalisasi dalam
campuran polimer dengan reactive blending
(Ratu Evina Dibyantini ,Eddiyanto 2009)
Compatibilising Reaction
Polymer Blend
Anhydride/ Amine
PSU-g-MA/PA6
PP-g-MA/PA-6 and PA-12
PE-g-MA/PA-6
EVA-g-MA/PA-6
NR-g-MA/PA
PP-g-MA/PBT
HDPE-g-MA/PET
EVA-g-MA/PBT or PET
SEBS-g-MA/PET
SAN-g-MA/PBT
ABS-g-MA/PC
PP-g-GMA/PA-6 and PA-1010
PE-g-GMA/PA6 or PA11
ABS-g-GMA/PA-6 and PA-1010
Anhydride/Carboxyl
Epoxy and Amine
Epoxy and Carboxyl
Oxazoline/ carboxyl acid,
hydroxyl (OH) or
Mercapto (-SH)
Isocianate/Carboxyl or
amine
Hydroxyl/Carboxylate
Ionomers
PP-g-GMA/PET or PBT or
CNBR
HDPE-g-GMA/PET
EP-g-GMA/PET
PS-g-GMA/PBT
ABS-g-GMA/PBT
NBR-g-OXA/EVA-SH or
EPDM-SH
PP-g-Oxa/PBT
PP-g-Oxa/PA
NBR-g-OXA/EVALVA
HNBR-g-OXA/PBT
PS-g-Oxa/PBT
EPR-g-Isocianate/PBT
LDPE-g-Isocianate/PA or PBT
PP-g-HI/PBT and PET
PS-OH/PBT
PET/PEEA
PET/PP-Maleate
PA or PET/PS- SO3ABS/SAN-SO32-
Universitas Sumatera Utara
Tabel.2.12.Kompatibel dari campuran polimer dengan penambahan polimer
fungsionalisasi (Ratu Evina Dibyantini ,Eddiyanto 2009)
Compatibilisation
Reaction
Anhydride/Amine
Anhydride/Carboxylate
Epoxide/Amine
Epoxide/Carboxylate
Polymer
Blend
LDPE/PA-6
PP/PA-6
PMMA/PA6
PP/PA6
PP/PA-6
PP/PET
LLDPE/PB
T
PET/HDPE
ABS/PA
LDPE/PA-6
ABS/PA
PBT/ABS
PBT/AES
PET/HDPE
PBT/PC
PBT/E-EA
PBT/ABS
PET/PP
PET/EPR
Acrylic acid/Polyester or PBT/EVA
amide
PA-6/LDPE
Oxazoline/Carboxyl
PP/PBT
Oxazoline/amine
PP/PA-6
Compatibilizer
SEBS-g-MA
SEBS-g-MA
SMA
EVA-g-MA
TPE-g-MA
SEBS-g-MA, LLDPEg-MA
EVA-g-MA
EPR-g-MA,SEBS-gMA,E-GMA
MMA-MA
SEBS-g-GMA
E-GMA
MMA-GMA
S-GMA and MMAGMA
MMA-GMA-EA
E-GMA , E-EA-GMA,
SEBS-g-GMA,E-MAGMA
E-GMA
E-MA-GMA
MMA-GMA-EA
E-GMA
SEBS-g-GMA, SEP-gGMA
E-GMA
E-AA
E-AA
SEBS-g-Oxa , E/P-gOxa
SEBS-g-Oxa, EPR-gOxa
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.13. Kompatibilitas dari campuran polimer melalui penambahan
senyawa MW rendah (Ratu Evina Dibyantini ,Eddiyanto 2009)
.
Polimer Blends
Kompatibiliser ( senyawa MW
rendah)
Peroxide:
PP/unsaturated Polyester 2-tert-butylperoxy-2-methyl-5hexene-3-yn
PE/PVC/PS/PP/EPDM or + octyl methacrylate
SBS
Dicumyl peroxide (DCP)
PP/unsaturated polyester 2,5-dimethyl-2,5-bis(tertbutylperoxy) hexane
Bi, Multifunctional Chemicals &
PS/EPDM
Peroxides:
PVC/NBR
DVB or TRIS
Maleic anhydride (MA)
PP/PS
PBT/PPE
MA and styrene
Diglycidyl ether (bisphenol-A)
PBT/LDPE or EPDM
Bismaleimide
Dynamic Vulcanisation:
PP/NBR or PP/EPDM
Dimethylol phenolic compound
PP/NR/LDPE
Dimaleimide (HVA-2)
Catalyst:
PBT/EVA
di-butyl tin oxide
PBT/Acrylate rubber
di-butyl tin dilaurate
PE/PS
AlCl3/Styrene (Friedel Craft Rctn)
Filler:
PP/PS, PMMA/PP or PE Silica or clay
Pencampuran bahan polimer saat ini berkembang dengan cepat, demikian
juga dengan pemahaman ilmiah serta kegunaan . Campuran polimer dan
pencampuran dari polimer yang sudah ada adalah rute yang paling cepat serta
ekonomis membuat barang baru serta peningkatan sifat-sifat lebih besar
serta
fleksibilitas dibandingkan pengembangan polimer baru. Bagaimanapun, sebagian
besar campuran dan komposit adalah ketidakcocokan campuran oleh karena
entalpi pencampuran positif dan entropi pencampuran sangat kecil, yang
memimpin ke arah lemah fisik dan sifat mekanis yang berasal dari interaksi
kurang baik di antara segmen molekularnya (Tang, 2000).
Dalam rangka untuk mengatasi permasalahan dari ketidak cocokan ini,
peran utama dari kompatibilisasi dengan menambahkan
adhesi. Tujuan
penambahan adhesi harus bertindak di menghubung ke peningkatan adhesi antara
Universitas Sumatera Utara
dua substrat melalui pengurangan tekanan interfacial. Ketika adhesi digunakan
untuk peningkatan antara dua polimer yang tidak kompatibel .Sebuah agen
kopling digunakan untuk adhesi peningkatan antara satu polimer dan pengisi.
Bagaimanapun, secara kimiawi ini merupakan bahan sama dalam kedua kasus dan
digunakan untuk meningkatkan dan memperkuat sifat mekanis dari plastik .
Sebagian besar bahan pengisi digunakan adalah polar
(kutub) secara
alami sedangkan polipropilena adalah bukan polimer polar . Lemahnya Adhesi
antara permukaan pengisi dan matriks polimer,diperlukan suatu cara yang mana
polimer terlebih dahulu dicairkan yang berguna untuk memecahkan
kumpulan
dari partikel pengisi. Salah satu metoda yang sering digunakan untuk mengatasi
masalah ini harus memperlakukan bahan pengisi dengan beberapa zat permukaan,
seperti asam stearic, yang akan membuat permukaan lebih banyak hidrofil. Aditip
lain, seperti silanes, zirconates dan titan, adalah sering digunakan dengan baik.
Bahan ini bereaksi dengan permukaan pengisi dan saling berhubungan dengan
polimer untuk meningkatkan adhesi antara partikel pengisi serta matriks polimer
(Karian, 2002).
Pendekatan lain yang harus dilakukan dengan cara memodifikasi secara
kimia bahan polimer dengan cara menarik kelompok kutub di atas backbone
molekular. Modifikasi ini akan meningkatkan polaritas dari rantai polimer dan
untuk membentuk satu kutub oligomer fungsional. Dengan begitu, persatuan
kutub oligomer fungsional akan meningkatkan kompatibilitas antara polimer
tanpa kutub dan organoclay kutub. Polyolefin oligomers dengan telechelic kutub
OH mengelompokan (PP-OH) dan maleic anhidrid PP dimodifikasi (PP-g-MA)
oligomers adalah paling umum digunakan dalam metoda ini (Kurokawa et al.,
1997).
2.6.2. Polipropilena Grafted Maleated Anhidride (PP- g- MA).
Okulasi (pencangokan) atau interaksi PP dengan maleic anhidrid dapat
dibuat secara langsung dengan menggunakan berbagai teknik mencakup termal,
larutan dan tekanan Gambar 2.22, memperlihatkan struktur dari PP- g -MA .
interfacial adhesi antara bahan
pengisi dan matriks polimer oleh dua jenis
interaksi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22. Struktur zat penyerasi dari PP-g-MA.
Kelompok Maleic anhidrid
bereaksi dengan kehadiran golongan fungsional
terhadap permukaan dari pengisi untuk mengurangi tekanan interfacial dan
meningkatkan adhesi oleh kreasi satu interaksi kutub yang spesifik ikatan
hidrogen atau gaya Van der Waals, yang tergantung pada jenis bahan pengisi,
berbagai fungsionalitas permukaan tersedia untuk asam atau anhidrid untuk saling
berhubungan. Jenis kedua dari interaksi terdiri dari co-crystallization , berat
molekular dengan rantai molekular dari matriks polimer memberi rintangan fisik.
Oleh karena itu, kompatibiliser harus kompatibel dengan fase tunggal (secara
umum tanpa kutub) dan harus menciptakan interaksi spesifik dengan yang lain.
Pada Gambar 2.23. Menggambarkan mekanisme dari tindakan PP-g-MA sebagai
kompatibeliser .
Gambar .2.23 . Mekanisme kerja fungsionalisasi dari polar PP-g-MA
(Lim Jian Wei 2006).
Struktur kimia dari grafted PP memainkan satu peranan penting dalam
kinerja sebagai sebuah agen kopling. Pencangkokan polipropilena dengan banyak
kelompok anhidrid terpasang diperlukan dalam berbagai lokasi untuk mengikat
permukaan matrik dengan bahan pengisi. Oleh karena itu, pencangkokan terjadi
pada berbagai lokasi sepanjang molekul polipropilena . Di sisi lainnya, kelompok
homo polymerized anhidrid dapat mengurangi jumlah lokasi reaktif yang tersedia
untuk bereaksi dengan bahan pengisi, sedemikian rupa sehingga derajat okulasi
Universitas Sumatera Utara
dan struktur kimia dari PP-g-MA memainkan peranan penting dalam kinerjanya
sebagai sebuah kompatibilizer. Sampai saat ini, PP-g-MA digunakan secara luas
sebagai sebuah zat kompatibeliser (agent compatibilizier) untuk menghasilkan PP
nano komposit. Banyak penelitian telah dilakukan secara ekstensif terhadap
pengaruh PP-g-MA terhadap sifat-sifat PP nano komposit termasuk konsentrasi
PP-g-MA, berat molekular dan maleic anhidrid tingkat pencangkokan (Wang et
al., 2005; Lertwimolnun,dan Vergnes; 2005; Garcia-Lopez et al., 2003; Reichert
et al., 2000). (Wang et al. ,2005) dalam
(Lim Jian Wei 2006, ) mereka
mempelajari efek dari berat molekular dan maleic anhidrid
polipropilena
terhadap peleleh pencampuran polipropilena / organo clay nano komposit dengan
PP-g-MA sebagai kompatibiliser .
Menurut (Ragunathan Santiagoo, Hanafi Ismail and Kamarudin Hussin,
,2010) penambahan PP-g-MA dapat meningkatkan kekuatan tarik, dan morfologi
serta kompatibel antara matrik dan bahan pengisi pada campuran Polipropilena
dengan recycle dacrylonitrile butadiene rubber (NBRr) / rice husk powder ( R
H P ) .Penambahan PP-g-MA diharapkan dapat meningkatkan homogenitas dan
menurunkan ukuran fasa karet alam
yang terdistribusi ,pencampuran NR/PP
dengan menggunakan peralatan internal mixer diharapkan dapat menghasilkan
distribusi fasa yang lebih merata, demikian juga dengan peningkatan komposisi
NR dan penambahan PPMA dapat meningkatkan suhu leleh paduan,
(Burhanuddin, 2009).
2.6.3.Maleat Anhidrida .
Maleat anhidrida (cis-butenadioat anhidrida, anhidrida toksilat, dihidro2,5-dioksofuran) adalah sebuah senyawa organik dengan rumus kimia C4H2O3.
Dalam keadaan murninya, dan tidak berwarna atau berwarna putih padat dengan
bau yang tajam. Maleat anhidrida secara tradisional diproduksi dari oksidasi
benzena atau senyawa aromatik lainnya. Terdapat banyak reaksi kimia yang dapat
dilakukan oleh maleat anhidrida:
•
Hidrolisis, menghasilkan asam maleat, cis-HO2CCH = CHCO2H. Dengan
alkohol, menghasilkan setengah ester, cis-HO2CCH = CHCO2CH3.
•
Maleat anhidrida merupakan dienofil dalam reaksi Diels-Alder
Universitas Sumatera Utara
•
Maleat anhidrida (MA) adalah ligan yang baik untuk kompleks logam
bervalensi
rendah,
misalnya
Pt(PPh3)2(MA)
dan
Fe(CO)4(MA)
(Wikipedia, Org) .
Maleat anhidrida digunakan dalam penelitian polimer maleat anhidrida dapat
dibuat dari asam maleat, seperti reaksi pada Gambar 2.24. Maleat anhidrida
dengan berat molekul 98,06, larut dalam air, meleleh pada temperatur 57- 600 C,
mendidih pada 2020 C dan spesifik grafity 1,5.g/cm3.
Gambar 2.24. Pembentukan Maleat Anhidrida.
Maleat anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh merupakan bahan
mentah dalam sintesa resin poliester, pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan
aditif dan minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat anhidrida
mempunyai sifat kimia khas yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karbonil
didalamnya, ikatan ini berperan dalam reaksi adisi . Adapun karakterisasi dari
maleat anhidrida dapat dilihat dari Tabel 2.14. berikut :
Tabel 2.14. Karakteristik Maleat Anhidrida(Wikipedia, Org)
Maleat anhidrida
Bentuk molekul
Berat molekul
Titik Didih
Titik Leleh
Tekanan
C4 H2 O3
98,06 g/mol
2020C
60 0C
0,1 Torr
Universitas Sumatera Utara
Kelarutan
Massa molar
Densitas
Penampilann
Larut dalam air,
eter,asetat,kloroform,aseton,etil
asetat ,benzena
98,06 g/mol
1,314 g/Cm3
Kristal Putih
2.6.4. Fasa Matriks Komposit.
Fasa matriks adalah fasa cair yang terdapat dalam satu komposit dengan
fasa penguat tersebar merata di dalamnya. Fasa ini berfungsi sebagai pelekat
untuk pengisi dan terbenam di dalamnya. Untuk memperoleh suatu pelekatan
yang baik antara fasa tersebar, yaitu pengisi, pembahasan yang sempurna oleh
fasa matriks perlu dilakukan
supaya interaksi yang baik berlaku antara fasa
pengguat atau fasa tersebar, yaitu pengisi dan seterusnya menghasilkan kekuatan
interlamina yang baik.
Secara umum fasa matriks haruslah berperan sebagai berikut :
a. Suatu bahan yang mampu memindahkan beban yang dikenakan kepada
fasa tersebar atau fasa penguat yang berfungsi sebagai alas media beban.
b. Menjaga fasa terkuat dari kerusakan oleh faktor lingkungan seperti
kelembapan yang panas.
c. Sebagai pengikat yang memengang fasa penguat atau fasa tersebar untuk
menghasilkan antara muka fasa matriks dan fasa penguat yang kuat .
Menurut (Richardson ,1987), terdapat berbagai bahan matriks yang dapat
digunakan dalam komposit, yaitu polimer, logam keramik, kaca dan karbon.
Pemilihan suatu bahan sebagai fasa matriks bergantung pada faktor-faktor berikut:
a.
Keserasiannya dengan fasa penguat atau fasa tersebar karena akan
menentukan interaksi antara muka fasa matriks-fasa penguat
(pengisi).
b.
Sifat akhir komposit yang dihasilkan.
c.
Keperluan penggunaan seperti rentang suhu penggunaan
d.
Bentuk komponen yang dihasilkan
e.
Kemudahan fabrikasi atau pemrosesan
f.
Biaya pengolahan.
Universitas Sumatera Utara
Richardson juga menyatakan bahan polimer lebih banyak digunakan
sebagai matrik karena mempunyai beberapa kelebihan, antara lain :
a. Lebih mudah diproses .
b. Mempunyai sifat mekanik dan sifat dielektrik yang baik.
c. Merupakan bahan dengan kerapatan yang rendah.
d. Memiliki suhu pemrosesan yang lebih rendah dibandingkan suhu
pemrosesan logam.
Fasa penguat merupakan bahan dalam bentuk serat alam , serat sintetik
,bahan-bahan mineral berupa partikel, kepingan, dan lamina yang ditambah pada
matrik
untuk meningkatkan sifat mekanik dan sifat komposit yang dapat
meningkatkan
kekuatan,
kekakuan
dan
kelihatan.
(Richardson,1987)
mengemukakan bahwa sifat yang dapat diperoleh dari hasil penggunaan fasa
penguat antara lain :
a. Peningkatan maksimum dalam sifat fisik
b.
Penyerapan kelembapan yang rendah
c. Sifat pembasahan yang baik
d. Biaya yang rendah dan mudah diperoleh
e. Ketahanan terhadap api yang baik
f. Ketahanan terhadap bahan kimia yang baik
g. Sifat keterlarutan dalam air dan pelarut yang rendah
h. Ketahanan terhadap panas yang baik
i. Dapat diperoleh dalam berbagai bentuk.
2.6.5. Perekatan Antar Muka Bahan Pengisi Dengan Matriks.
Pada umumnya untuk semua bahan komposit akan terdapat dua fasa
belainan yang dipisahkan oleh suatu kawasan yang dinamakan antar muka. Daya
sentuhan dan daya kohesif pada bagian antar muka amat penting karena antar
muka pengisi matriks adalah bagian yang memindahkan beban dari fasa matriks
kepada fasa penguat atau fasa tersebar (Hull, 1992). Untuk kerja dan stabilitas dari
bahan komposit yang diperkuat dengan pengisi alami ( serat alam atau bahan
mineral misalnya , zeolit) pada umumnya terdapat suatu kekurangan pada adhesi
antar muka di antara serat-serat selulosa yang
hidrofobik
hidrofilik dengan resin-resin
berpengaruh terhadap ketidakserasian (incompability). Keberadaan
Universitas Sumatera Utara
senyawa-senyawa wax pada permukaan serat juga akan berakibatkan tidak
efektifnya ikatan antara resin dengan serat serta mengakibatkan pembahasan pada
pemukaan yang tidak baik. Selain hal tersebut di atas keberadaan air dan gugusgugus hidroksil khususnya daerah-daerah amorf melemahkan kemampuan dari
serat maupun mineral
untuk memperbaiki karakteristik adhesi dengan bahan
pengikat. Kandungan air dan penyerapan kelembaban yang tinggi pada serat-serat
selulosa menyebabkan pembengkakan (swelling) dan efek pemplastikan yang
menyebabkan ketidakstabilan dimensional dan menurunkan sifat-sifat mekanik
(Mwaikambo dan Ansell. 1999 dalam Tengku Faisal 2008 ). Pemindahan beban
ini bergantung pada daya ikatan yang terbentuk pada antar muka.
2.7 Pengujian dan Karakterisasi
Dari hasil pembuatan sampel nano partikel zeolit alam hasil kalsinasi dan
tanpa kalsinasi ,maka dilakukan beberapa karakterisasi yakni untuk menentukan
ukuran partikel dalam nano meter , morfologi , analisis struktur dan analisis
kandungan
kimia . Hasil nano komposit termoplastik elasomer dari bahan
polipropilena , kompon SIR 20 ,PPMA dengan bahan pengisi nano partikel zeolit
alam kalsinasi dan tanpa kalsinasi maka dilakukan beberapa karakterisasi : yakni
sifat mekanik (kekuatan tarik , perpanjangan putus, Modulus Young’s), analisis
termal dengan DSC , TGA-DTA , analisis morfologi dan analisa struktur .
2.7.1. Sifat-Sifat Mekanik.
Perilaku mekanika polimer termoplastik sebagai respon terhadap
pembebanan secara umum dapat dijelaskan dengan mempelajari hubungan antara
struktur rantai molekulnya dan fenomena yang teramati.
Gambar. 2.25. Spesimen Uji Tarik dan Perilaku Polimer Termoplastik
Saat Mengalami Pembebanan di Mesin Uji Tarik.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.25 memperlihatkan pola hasil pengujian tarik dari mesin uji antara gaya
tarik dan perpanjangan .Perilaku mekanik dari polimer termoplastik secara umum
dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Perilaku elastik, (2) Perilaku
plastik, dan (3) Perilaku visko-elastik, hal ini diperlihatkan pada Gambar 2.26 .
Gambar. 2.26 .Kurva Hubungan Tegangan Terhadap Regangan .
Perilaku termoplastik secara umum adalah elastik non-linear yang tergantung pada
waktu (time-dependent) , ada dua mekanisme yang terjadi pada daerah elastis,
yaitu:
(1) Distorsi keseluruhan bagian yang mengalami deformasi
(2) Regangan dan distorsi ikatan-ikatan kovalennya.
Perilaku elastik non-inear atau non-proporsional pada daerah elastis terutama
berhubungan dengan mekanisme distorsi dari keseluruhan rantai molekulnya yang
linear atau linear dengan cabang. Perilaku plastis pada polimer termoplastik pada
umumnya dapat dijelaskan dengan mekanisme gelinciran rantai (chain sliding).
Ikatan sekunder sangat berperan dalam mekanisme ini sebagaimana diilustrasikan
dalam Gambar 2-27.
Gambar. 2.27. Perilaku Elastik Polimer Termoplastik.
Universitas Sumatera Utara
Mula-mula akan terjadi pelurusan rantai liner molekul polimer yang keadaannya
dapat di ilustrasikan seperti ‘mie’ dengan ikatan sekunder dan saling kunci
mekanik. Selanjutnya akan terjadi gelinciran antar rantai molekul yang telah lurus
pada arah garis gaya.
Ikatan sekunder dalam hal ini akan berperan sebagai
semacam ‘tahanan’ dalam proses gelincir atau deformasi geser (shear) antar rantai
molekul yang sejajar searah dengan arah garis gaya. Dengan demikian dapat
dijelaskan bahwa ikatan sekunder sangat menentukan ketahanan polimer
termoplastik terhadap deformasi plastik atau yang selama ini kita kenal dengan
kekuatan (strength) dari polimer. Gelinciran rantai molekul polimer termoplastik
dapat pula dilihat sebagai aliran viskos dari suatu fluida. Kemudahan molekul
polimer untuk dideformasi secara permanen dalam hal ini berbanding lurus
dengan viskositas dari polimer
Perilaku penciutan (necking) dari polimer termoplastik amorph agak sedikit
berbeda dengan perilaku penciutan logam pada umumnya. Hal ini disebabkan
karena pada saat terjadi penciutan akan terjadi kristalisasi yang menyebabkan
penguatan lokal pada daerah tersebut dan penurunan laju deformasi.
Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis
dengan cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya di mana
gaya tarik yang diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifatsifat mekanik tarik (kekuatan tarik) dari komposit yang diuji. Pertambahan
panjangnya (Δl) yang terjadi akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel uji
disebut deformasi, dan regangan merupakan perbandingan antara pertambahan
panjang dengan panjang mula-mula yang dinyatakan dalam persamaan (2.1).
Regangan merupakan ukuran untuk kekenyalan suatu bahan yang harganya
biasanya dinyatakan dalam persen .
ε=
l − l0
∆l
× 100% =
× 100%
l0
l0
(2.1)
dengan:
ε
= regangan (%)
∆l
= pertambahan panjang (m)
l0
= panjang mula-mula (m)
l
= panjang akhir (m)
Universitas Sumatera Utara
Perbandingan gaya pada sampel terhadap luas penampang lintang pada saat
pemberian gaya disebut tegangan (stress). Tegangan tarik maksimum suatu
kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya
tarik maksimum dengan luas penampang mula-mula, dengan persamaan sebagai
berikut (Roger Brown ,2002) :
σm =
Pm
A0
(2.2)
dengan:
σ m = Tegangan tarik maksimum (Nm-2)
Pm
= Gaya tarik maksimum (N)
A0
= Luas penampang awal (m2)
Gaya maksimum adalah besarnya gaya yang masih dapat ditahan oleh
sampel sebelum putus. Tegangan perpatahan adalah perbandingan gaya
perpatahan mula-mula. Gaya perpatahan adalah besarnya gaya saat sampel putus.
Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut :
σu =
Pu
A0
(2.3)
dengan:
σu
= tegangan perpatahan (Nm-2)
Pu
= gaya perpatahan (N)
A0
= luas penampang awal (m2)
Gambar. 2.28. Kurva Tegangan-Regangan Bahan Kenyal .
Universitas Sumatera Utara
Grafik ini menunjukkan bahwa dari bagian awal kurva tegangan-regangan
mulai dari titik o sampai a merupakan daerah elastis, di mana daerah ini berlaku
hukum Hooke. Titik a merupakan batas plastis yang didefenisikan sebagai
tegangan terbesar yang dapat ditahan oleh suatu bahan tanpa mengalami regangan
permanen apabila beban ditiadakan. Dengan demikian, apabila beban ditiadakan
di sebarang titik o dan a, kurva akan menelusuri jejaknya kembali dan bahan yang
bersangkutan akan kembali ke panjang awalnya. Titik b merupakan tegangan tarik
maksimum yang masih bisa ditahan oleh bahan. Titik c merupakan titik
putus/patah. Penambahan beban sehingga melampaui titik a akan sangat
menambah regangan sampai tercapai titik c di mana bahan menjadi putus. Dari
titik a sampai c dikatakan bahan mengalami deformasi plastis. Jika jarak titik o
dan a besar, maka bahan itu dikatakan kenyal (ductile). Jika pemutusan terjadi
segera setelah melewati batas elastis maka bahan itu dikatakan rapuh.
Pada daerah antara titik o dan a berlaku hukum Hooke dan besarnya modulus
elastisitas pada daerah ini dapat ditulis dengan persamaan :
E=
σ
× 100%
ε
(2.4)
dengan:
E = modulus elastisitas atau Modulus Young (Nm-2)
σ = tegangan (Nm-2)
ε = regangan (%)
Modulus Young adalah ukuran suatu bahan yang diartikan ketahanan
material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar modulusnya maka
semakin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan .
2.7.2. Analisis Termal dan Stabilitas Termal.
Analisa termal secara umum didefinisikan sebagai sekumpulan teknik yang
mengukur sifat fisis suatu bahan dan atau hasil-hasil reaksi yang diukur sebagai
fungsi temperatur. Karakteristik termal memegang peranan penting terhadap sifat
suatu bahan karena berkaitan erat dengan struktur dalam bahan itu sendiri. Suatu
bahan bila dipanaskan akan terjadi perubahan struktur yang mengakibatkan
adanya perubahan dalam kapasitas panas atau energi termal bahan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Teknik analisa termal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika (penguapan)
atau kimia (dekomposisi) suatu bahan yang ditunjukkan dengan penyerapan panas
(endotermik) dan pengeluaran panas (eksotermik). Proses termal meliputi antara
lain proses perubahan fase (transisi gelas), pelunakan, pelelehan, oksidasi, dan
dekomposisi. Dalam kaitannya dengan industri, teknik analisa termal digunakan
untuk penentuan kontrol kualitas suatu produk atau bahan khususnya polimer.
Tanpa adanya pengetahuan data-data termal, pemrosesan suatu bahan akan sangat
sulit dilakukan. Sifat termal suatu bahan menggambarkan kelakuan dari bahan
tersebut jika dikenakan perlakuan termal (dipanaskan atau di dinginkan). Dengan
demikian pengetahuan tentang sifat termal suatu bahan menjadi sangat penting
dalam kaitannya dengan pemrosesan bahan menjadi barang jadi maupun untuk
kontrol kualitas.
Ketika zat organik dipanaskan sampai suhu tinggi maka memiliki
kecendrungan untuk membentuk senyawa-senyawa aromatik, hal ini mengikuti
fakta bahwa polimer-polimer aromatik mesti tahan terhadap suhu tinggi. Agar
suatu polimer layak dianggap stabil panas atau tahan panas, polimer tersebut harus
tidak terurai di bawah suhu 4000C dan harus mempertahankan sifatnya yang
bermanfaat pada suhu dekomposisi, polimer-polimer demikian harus memiliki
suhu transisi gelas atau peleburan kristal yang tinggi.
Stabilitas panas utamanya merupakan fungsi dari energi ikatan. Ketika
suhu naik ke titik di mana energi getaran menimbulkan putusnya ikatan, polimer
yang bersangkutan akan terurai. Dekomposisi dalam udara adalah suatu ukuran
untuk stabilitas termooksidatif bahan pada umumnya mengikuti mekanisme yang
berbeda. Akan tetapi adanya oksigen, memiliki efek kecil terhadap suhu
dekomposisi awal, oleh karena itu putusnya ikatan utamanya merupakan sebuah
proses termal bukan oksidatif.
Berbagai jenis polimer aromatik dan organo metalik yang stabil panas
telah dikembangkan, karena stuktur rangkaiannya yang kaku, polimer oromatik
secara karakteristik memperlihatkan suhu transisi gelas yang sangat tinggi,
viskositas leburan yang tinggi kelarutan rendah dan oleh karenanya lebih
menyulitkan dari pada sebagian besar jenis polimer lainnya. (Sopyan, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.7.2.1. Analisis Termal Gravimetri dan Simultaneus Thermal Analysis
( STA ) TGA-DTA .
Termogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari
suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu atau merupakan metode
analisis yang menunjukkan sejumlah urutan dari lengkungan termal , kehilangan
berat dari bahan dari setiap tahap , dan suhu awal penurunan . Analisa termal
gravimetri dilakukan untuk menentukan kandungan bahan pengisi dan kesetabilan
termal dari suatu bahan . Hasilnya secara umum berupa rekaman diagram yang
kontinu, reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan pada Gambar
2.29, sampel yang digunakan, dengan berat beberapa miligram, dipanaskan pada
laju konstan, berkisar antara 1 – 20 0C /menit, mempertahan berat awalnya , Wi
sampai mulai terdekomposisi pada suhu Ti . Pada kondisi pemanasan dinamis,
dekomposisi biasanya berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – Tf, dan daerah
konstan kedua teramati pada suhu diatas Tf yang berhubungan harga berat residu
Wf. Berat Wi, Wf, dan ΔW adalah harga -harga yang sangat penting dan dapat
digunakan pada perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya. Bertolak
belakang dengan berat, harga Ti dan Tf , merupakan harga yang bergantung pada
beragam variabel, seperti laju pemanasan, sifat dari padatan ( ukurannya) dan
atmosfer di atas sampel. Efek dari atmosfer ini dapat sangat dramatis, seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.30.
Gambar 2.29. Skema termogram TGA bagi reaksi dekomposisi satu tahap
Untuk dekomposisi CaCO3; pada kondisi vakum, dekomposisi selesai sebelum ~
500 0C, namun dalam CO2 tekanan atmosfer 1 atm, dekomposisi bahkan belum
berlangsung hingga suhu di atas 900 0C. Oleh sebab itu, Ti dan Tf merupakan nilai
Universitas Sumatera Utara
yang sangat bergantung pada kondisi eksperimen, karenanya tidak mewakili suhusuhu dekomposisi pada equilibrium.
Gambar 2.30. Dekomposisi CaCO3 pada atmosfer yang berbeda.
2.7.2.2.Differential Scanning Calorimetry ( DSC).
Prinsip DSC tidak jauh berbeda dengan prinsip kalorimetri biasa , hanya
dalam hal ini digunakan sampel dari polimer
yang agak jauh lebih kecil
(maksimum 50 mg , misalnya 10 mg ) dan peralatan kalor lebih teliti . Berbeda
dengan dengan teknik DTA , teknik DSC menggunakan teknik pemanas
individual masing-masing untuk sampel dan pembanding seperti diperlihatkan
pada Gambar 2.31 (David I. bower, 2002).
Gambar .2.31. Skematik Pengujian Dengan DSC.
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengujian DSC merupakan kurva termogram yang dapat digunakan untuk
menentukan suhu transisi glass dan suhu leleh,seperti pada Gambar 2.32.
(Cheremisinoff, N.P. © 1996). Suhu sampel dan pembanding selalu dipertahankan
sama dengan menggunakan panas . Bila terjadi perubahan kapasitas kalor sampel
selama kenaikan suhu , pemanas sampel berusaha mengatur banyaknya kalor yang
diberikan . Perbedaan tenaga listrik yang dibutuhkan antara pemanas sampel dan
pemanas pembanding ini berbanding langsung dengan perubahan entalpi proses
yang dialami sampel .
Heat flux Heat flux Heat flux
Gambar 2.32 . Model Ilustrasi Termogram DSC.
Suhu sampel dan pembanding selalu dipertahankan sama dengan
menggunakan panas
. Bila terjadi perubahan kapasitas kalor sampel selama
kenaikan suhu , pemanas sampel berusaha mengatur banyaknya kalor yang
diberikan . Perbedaan tenaga listrik yang dibutuhkan antara pemanas sampel dan
pemanas pembanding ini berbanding langsung dengan perubahan entalpi proses
yang dialami sampel . Karena itu dalam termogram DSC , yakni plot perubahan
entalpi (ΔH) terhadap kenaikan suhu, proses eksotermis dinyatakan sebagai – ΔH
dan proses endotermis sebagai + ΔH ,( Basuki Wirjosentono 1995). Analisa panas
dilaksanakan dalam penelitian ini menggunakan alat DSC Mettler Telodo type
Universitas Sumatera Utara
821 .Sampel dengan ASTM D 3418-03, pertama sekali dipanaskan dari 30
0
C/menit sampai 270 0C dan dijaga pada suhu ini tetap selama 10 menit untuk
memastikan semua kristal telah melebur. Suhu lebur dan panas peleburan∆H(
f)
diukur sepanjang proses pemanasan. Persentase kristaliniti (Xc) diukur dengan
membagi panas peleburan ∆H f dengan panas peleburan kristal murni (∆H 0f100%)
dapat dilihat pada persamaan di bawah ini.
% kristalinitas (Xkom) =
∆Η fkom
∆Η of
x 100%
Dimana :
∆ Hf kom
= entalpi peleburan komposit
∆ H0f
= entalpi peleburan standart PP
Panas peleburan kristal murni ∆H
(
0
f
100%) untuk polipropilena adalah 209 J/g
(Joseph, dkk, 2003) sedangkan persentase untuk peleburan fasa PP di dalam
komposit dapat dilihat pada Persamaan di bawah ini.
Xpp =
X kom
W f PP
x 100%.
Dimana :
Xpp
= derajat kristalinitas PP di dalam komposit
Xkom
= derajat kristalinitas komposit
W f pp = fraksi berat pp di dalam komposit.
2.7.3. Karakteristik Struktur dengan Spektroskopi Difraksi Sinar-X.
Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction / XRD) merupakan salah
satu metoda karakterisasi material. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi
fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta
untuk mendapatkan ukuran partikel . Difraksi sinar-x terjadi pada hamburan
elastis foton-foton sinar-x oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan
monokromatis sinar-x dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang
konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-x untuk mempelajari kisi kristal
adalah berdasarkan ,
persamaan Bragg : n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,...
Dengan;
Universitas Sumatera Utara
λ adalah panjang gelombang sinar-x yang digunakan,
d adalah jarak antara dua bidang kisi,
θ adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal,
n adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-x di jatuhkan pada sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-x yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut ,diperlihatkan pada
Gambar 2.33. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian
diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang
terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya.
Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang
memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang
didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi
sinar-x untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut Joint Committee
Powder Diffraction Standard ( JCPDS).
Gambar. 2.33. Difraksi Sinar- X Berdasarkan Persamaan Bragg.
ini disebut Joint Committee Powder Diffraction Standard ( JCPDS).
Keuntungan utama penggunaan sinar-x dalam karakterisasi material adalah
kemampuan penetrasinya, sebab sinar-x memiliki energi sangat tinggi akibat
panjang gelombangnya yang pendek. Sinar-x adalah gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang 0,5-2,0 mikron. Sinar ini dihasilkan dari penembakan
logam dengan elektron berenergi tinggi. Elektron itu mengalami perlambatan saat
masuk ke dalam logam dan menyebabkan elektron pada kulit atom logam tersebut
Universitas Sumatera Utara
terpental membentuk kekosongan. Elektron dengan energi yang lebih tinggi
masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan energinya sebagai foton
sinar-x. Metode difraksi sinar- x digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan
tipis yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar x. Proses difraksi sinar -x dimulai dengan menyalakan difraktometer sehingga
diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara
sudut
difraksi 2θ dengan intensitas sinar -x yang dipantulkan. Untuk
difraktometer sinar- x, dimana sinar -x didifraksikan dari sampel yang konvergen
yang diterima slit dalam posisi simetris dengan respon ke fokus sinar -x. Sinar -x
ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal
tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai analisa pulsa
tinggi. Teknik difraksi sinar -x juga digunakan untuk menentukan ukuran kristal,
regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki orde yang sama.
Sinar- x merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar
200 eV sampai 1 MeV. Sinar -x dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron
eksternal dengan elektron pada kulit atom. Panjang gelombang sinar -x memiliki
orde yang sama dengan jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai
sumber difraksi kristal.
Metoda yang biasa dipakai adalah memplot intensitas difraksi XRD terhadap
sudut difraksi 2θ . Intensitas akan meninggi pada nilai 2θ yang terjadi difraksi,
Intensitas yang tinggi tersebut dalam grafik terlihat membentuk puncak puncak
pada nilai 2θ tertentu .
Gambar 2.34. Diagram alat difraksi sinar-x.
Universitas Sumatera Utara
Pelebaran puncak bisa diartikan material yang benar-benar amorph, butiran yang
sangat kecil dan bagus, atau material yang memiliki ukuran kristal sangat kecil
melekat dengan struktur matrix yang amorph. Dari lebar puncak pada grafik XRD,
ukuran kristal yang terbentuk dapat dihitung menggunakan persamaan Scherrer
Lave =
kλ
Bo cos θ
Dimana,
Lave = ukuran kristal,
k = konstanta,
Bo = lebar puncak pada setengah maksimum (Full Width Half Maximum,
FWHM)
θ = sudut difraksi.
Persamaan Scherrer diperoleh dengan asumsi puncak kristal memiliki
profil Gauss dan merupakan kristal kubus yang ukuranya kecil. Pelebaran yang
terjadi pada XRD disebakan tiga hal, yaitu efek dari instrumen, ukuran kristal
yang kecil dan regangan kisi (latttice strain). Untuk mengetahui derajat
kristalinitas dapat ditentukan dari data difraksi sinar - x dengan menggunakan
persamaan Bragg yang telah dimodifikasi :
XK =
Ik
I k + Ia
100 %
Xk= Derajat kristalisasi (%)
Ik= Intensitas kristal
Ia= Intensitas Amorf
Gambar 2.35. Contoh Hasil Spectrum XRD untuk Zeolit Modernit
Standart.
Universitas Sumatera Utara
2.7.4. Karakterisasi dengan Scanning Elektron Microscopy (SEM).
SEM merupakan pencitraan material dengan mengunakan prinsip
mikroskopi, mirip dengan mikroskop optik, namun alih-alih menggunakan
cahaya, SEM menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan
elektromagnetik sebagai lensanya. Elektron diemisikan dari katoda (elektron gun)
melalui efek foto listrik dan dipercepat menuju anoda. Filamen yang digunakan
biasanya adalah tungsten atau lanthanum hexaboride (LaB). Scanning coil, akan
mendefleksikan berkas electron menjadi sekumpulan array (berkas yang lebih
kecil),
disebut
scanning
beam
dan
lensa
obyektif
(magnetik)
akan
memfokuskannya pada permukaan sampel,Gambar 2,36 memperlihatkan diagram
SEM . (Cheremisinoff, N.P. © 1996) .
Gambar 2.36 . Diagram Scanning Electron Microscope (SEM).
Elektron kehilangan energi pada saat tumbukan dengan atom material, akibat
scattering dan absorpsi pada daerah interaksi dengan kedalaman 100 nm sampai 2
µm. Ini membuat material akan meradiasikan emisi meliputi sinar-x,
back-
scattered electron dan secondary electron. Pada SEM, sinyal yang diolah
merupakan hasil deteksi dari secondary electron yang merupakan elektron yang
berpindah dari permukaan sampel. SEM dipakai untuk mengetahui struktur mikro
suatu material meliputi tekstur, morfologi, komposisi dan informasi kristalografi
permukaan partikel. Morfologi yang diamati oleh SEM berupa; bentuk, ukuran
dan susunan partikel. EDX (Energy Dispersive X-Ray), merupakan karakterisasi
material menggunakan sinar-x yang diemisikan ketika material mengalami
tumbukan dengan elektron. Sinar-x di emisikan dari transisi elektron dari lapisan
kulit atom, karena itu tingkat energinya tergantung dari tingkatan energi kulit
Universitas Sumatera Utara
atom. Setiap elemen di dalam tabel periodik atom memiliki susunan elektronik
yang unik, sehingga akan memancarkan sinar-x yang unik pula. Dengan
mendeteksi tingkat energi yang dipancarkan dari sinar-x dan intenisitasnya, maka
dapat diketahui atom-atom penyusun material dan persentase massanya. Gambar
2.37 menunjukan berkas elektron yang dideteksi oleh SEM
Gambar 2.37. Berkas elektron yang dideteksi SEM.
Universitas Sumatera Utara
Download