TINJAUAN PUSTAKA Domba Spesies domba liar yaitu, domba Moufflon di Eropa dan Asia Barat, domba Urial di Afganistan hingga Asia Barat dan domba Argali di Asia Tengah merupakan domba-domba yang membentuk genetik pada domba-domba modern sekarang. Domba mengalami domestikasi pada saat kambing juga mengalami domestikasi sebelum tanaman pertanian berkembang di padang steppe Aralo-Caspian, kemudian berkembang di India, Iran, Asia Tenggara, Asia Barat, Eropa dan Afrika (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Ensminger (1990), domba diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang) Class : Mammalia (hewan menyusui) Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap) Family : Bovidae (memamah biak) Species : Ovis aries Menurut Johnston (1983), domba merupakan hewan mamalia yang berdarah panas (warm blooded animal) dengan ciri fisik dan fisiologi dasar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ciri-ciri Fisik dan Fisiologis Dasar pada Domba Aspek Fisik dan Fisiologis Besar dan Lama Temperatur tubuh rata-rata 40 °C Rata-rata jumlah denyut nadi 75-80 per menit Rata-rata jumlah pernafasan 20-30 per menit Siklus estrus 16 hari Periode kebuntingan 147 hari Litter size 1-3 ekor (normal), sampai 7 ekor Umur dewasa kelamin a. Pejantan 7 bulan b. Betina 7 bulan Waktu hidup alami 8-10 tahun Sumber : Johnston (1983) 3 Domba memiliki ukuran yang berbeda-beda antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antar bangsa itu sendiri. Jantan dewasa pada hakikatnya berukuran lebih besar dibandingkan dengan betina pada jenis yang sama. Variasi bobot badan pada jenis yang sama dapat juga ditandai dan digambarkan pada perbedaan nutrisi (Johnston, 1983). Domba merupakan salah satu ternak yang dapat menghasilkan bulu meskipun kambing, kelinci dan alpacas kadang menghasilkan produk yang sama dengan kualitas serat yang tinggi. Oleh karena itu, domba memiliki cara untuk mengubah pakan dengan kualitas yang rendah menjadi produk yang diharapkan (Gatenby 1991). Domba Garut Domba Garut sesuai namanya berasal dari Kabupaten Garut tepatnya di daerah Limbangan, kemudian berkembang dan kini menyebar ke seluruh pelosok Jawa Barat khususnya dan seluruh Indonesia umumnya. Bentuk umum Domba Garut, tubuhnya relatif besar dan berbentuk persegi panjang, bulunya panjang dan kasar, tanduk domba jantan besar dan kuat serta kekar, ini merupakan modal utama dalam seni ketangkasan domba (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2005). Ciri khas Domba Garut yaitu pangkal ekornya kelihatan agak lebar dengan ujung runcing dan pendek, dahi sedikit lebar, kepala pendek dan profil sedikit cembung, mata kecil, tanduk besar dan melingkar ke belakang. Betina tidak bertanduk, telinga bervariasi dari yang pendek sampai yang panjang dan memiliki warna bulu yang beraneka ragam. Domba Garut yang banyak dijumpai memiliki daun telinga rumpung, sedangkan yang memiliki daun telinga panjang disebut dengan Domba Bongkor (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2005). Domba Garut yang baik dapat diperoleh dengan memilih induk dari betina yang kualitasnya sangat bagus, pejantan dari keturunan Domba Garut memiliki performa yang baik pula. Domba Garut merupakan persilangan dari Domba Ekor Gemuk dan Domba Merino yang dibentuk kira-kira pada pertengahan abad ke 19 (±1854) yang dirintis oleh Adipati Limbangan Garut, sekitar 70 tahun kemudian yaitu tahun 1926 Domba Garut telah menunjukan suatu keseragaman. Berat badan domba dapat mencapai 40 sampai 80 kg. Bangsa Domba Garut tergolong jenis domba terbaik, bahkan dalam perdagangannya dan paling cocok serta menarik 4 perhatian banyak masyarakat, mudah dipelihara oleh petani kecil karena relatif lebih mudah dipelihara (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2005). Perawatan Domba Perawatan merupakan salah satu bagian dari manajemen pemeliharaan ternak yang perlu diperhatikan pada suatu peternakan. Perawatan dilakukan agar ternak tetap merasa nyaman sehingga dapat berproduksi dengan baik. Selain itu, perawatan dilakukan untuk mengurangi penyakit akibat dari ektoparasit dan endoparasit. Perawatan penting yang harus dan banyak dilakukan secara rutin pada manajemen pemeliharaan ternak domba adalah memandikan, mencukur dan memotong kuku domba. Memandikan ternak sebaiknya dilakukan minimal seminggu sekali pada pagi hari. Saat dimandikan sebaiknya ternak disikat dan diberi sabun agar lebih bersih, setelah itu domba dijemur di bawah sinar matahari agar bulu cepat kering dan ternak tidak kedinginan (IPTEK, 2005). Pencukuran bulu domba dengan gunting biasa/cukur ini dilakukan minimal 6 bulan sekali dan disisakan guntingan bulu setebal kira-kira 0,5 cm. Sebelumnya domba dimandikan sehingga bulu yang dihasilkan dapat dijadikan bahan tekstil. Keempat kaki domba diikat agar tidak lari pada saat dicukur. Pencukuran dimulai dari bagian perut kedepan dan searah dengan punggung domba. Pemotongan kuku domba dipotong 4 bulan sekali dengan pahat kayu, pisau rantan, pisau kuku atau gunting (IPTEK, 2005). Pencukuran pada Domba Bulu domba memiliki kemampuan insulasi yang tinggi, sehingga domba dapat menerima lingkungan panas dan dingin. Rambut atau bulu hewan yang merupakan insulator sedikit menghambat pendinginan kulit. Menurut Williamson dan Payne (1993), bulu domba hendaknya dicukur setahun sekali dan paling baik dilakukan pada saat domba mengalami stres paling sedikit. Warna dan ketebalan bulu merupakan mekanisme yang terjadi dalam adaptasi terhadap keadaan iklim. Bulu yang halus dan pendek akan menyebabkan ternak lebih toleran terhadap cuaca yang panas. Bulu pendek, warna terang dan tekstur yang halus akan meminimalkan penyerapan panas oleh tubuh ternak. Menurut Hafez (1969) mencukur bulu domba dapat menurunkan insulasi bulu dan meningkatkan pelepasan panas oleh angin dan meningkatkan kualitas semen pejantan pada musim panas. 5 Konveksi bebas adalah kejadian dimana temperatur udara meningkat yang mengakibatkan kepadatannya menurun dan udara bergerak ke atas meninggalkan tubuh ternak. Dihambatnya pergerakan udara oleh bulu dapat menurunkan laju transfer panas secara konvektif. Hewan yang telah beradaptasi dengan lingkungan panas memiliki ketebalan penutup tubuh (bulu) yang dangkal. Adanya angin atau pergerakan hewan dapat meningkatkan pelepasan panas secara konvektif, hal demikian disebut forced convection. Pencukuran bulu biasa dilakukan oleh peternak rakyat untuk menjaga kebersihan dan kesehatan ternak. Peternak di Jawa Barat biasa melakukan pencukuran setiap 4-5 bulan sekali. Menurut Tomazweska et al. (1993) pencukuran bulu domba yang dipelihara dalam kandang tertutup tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi air atau pakan, suhu rektal, kecepatan pernafasan atau denyut nadi. Selanjutnya Tomazweska et al., (1993), menyatakan bahwa pencukuran akan menambah kenyamanan ternak dan penurunan infasi ektoparasit kalau ternak tersebut di kandangkan. Domba yang tidak pernah dicukur bulunya akan menjadi sangat kotor dan akan sulit untuk dibersihkan, kondisi bulu yang seperti ini merupakan tempat yang baik untuk bersarangnya penyakit, parasit dan jamur yang dapat membahayakan kesehatan ternak. Tujuan dilakukan pencukuran yaitu untuk menjaga kesehatan dari kuman penyakit, parasit-parasit luar (ektoparasit) seperti kutu serta penyakit kulit lainnya yang disebabkan oleh jamur. Selain untuk pencegahan penyakit, pencukuran juga dilakukan untuk memperindah domba terutama pejantan. Pencukuran yang pertama dilakukan pada waktu domba telah berumur lebih dari 6 bulan agar domba tidak stres. Ektoparasit Ektoparasit yang banyak terdapat pada tubuh ternak adalah kutu. Klasifikasi kutu adalah kelas Insecta, ordo Phthiraptera, dan sub ordo Mallophaga, Anoplura, dan Rhynchophthirina. Sub ordo Mallophaga terdiri atas dua kelompok yaitu Amblycera dan Ischnocera. Masing-masing sub ordo terdapat famili yang berbedabeda. Kutu yang terdapat pada ternak mamalia berada pada sub ordo Mallohaga, kelompok Ishnocera dan famili Trichodectidae. Selain itu, kutu yang terdapat pada hewan berkuku belah dan anjing adalah sub ordo Anoplura dan famili Linognathidae (Hadi, 2010). Bentuk tubuh kutu adalah pipih dorsovental dengan ukuran 1-6 mm dan terdiri atas kepala, toraks dan abdomen yang jelas terpisah. Kepalanya 6 dilengkapi dengan 3-5 ruas antena dan berbentuk segitiga lebar dengan ujung anterior yang tumpul. Tipe mulut pada kutu Ischnocera adalah mandibulata atau penggigit. Tipe mulut kutu Anoplura adalah penusuk dan penghisap, oleh karena itu dikenal sebagai kutu penghisap (Hadi, 2010). Parasit pada domba merupakan salah satu masalah yang banyak menyerang di daerah tropis dan seperti halnya dengan ternak lain pencegahan parasit dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik, pemberian pakan yang sesuai dan kebersihaan. Ektoparasit pada domba seperti “blowflies” (termasuk juga cacing skrup), caplak, kutu, tungau dan jamur dikategorikan tidak begitu berbahaya seperti endoparasit tetapi ektoparasit ini juga banyak menimbulkan kerugian. Adanya ektoparasit yang bervariasi dari daerah ke daerah, sehingga pengendalian pun bervariasi dapat berupa penyemprotaan dan pencelupan (Williamson dan Payne, 1993). Ektoparasit dapat memberikan efek yang serius pada produktivitas domba, seperti menurunkan produksi susu dan daging, menurunkan kualitas wool dan kulit, serta membutuhkan program pengontrolan yang mahal. Ektoparasit juga membuat efek yang serius pada kesejahteraan domba saat bergerombol dan individu, seringkali menghasilkan sifat hewan yang ganas (Williamson dan Payne, 1993). Iritasi yang disebabkan kutu yang aktif ini dapat bersifat berbahaya, ternak yang terinfeksi seringkali menggigit-gigit tubuhnya agar terbebas dari rasa gatal, atau dengan cara menggosok tubuhnya pada pohon, tepi kandang maupun bebatuan (Noble dan Noble, 1989). Ektoparasit permanen melakukan semua perkembangan mereka pada tubuh domba (contohnya: mange mites, keds dan lice) secara musiman, dengan jumlah populasi tertinggi terdapat pada musim dingin atau awal musim semi. Ektoparasit semi permanen hanya terdapat sedikit yang dapat hidup (contohnya: blowflies, headflies, dan nasal flies), ektoparasit tersebut utamanya aktif saat suhu mulai hangat yaitu musim semi dan musim panas. Pencukuran akan menghilangkan banyak ektoparasit permanen dan efek tersebut akan dirasakan pada musim-musim tertentu (Aitken, 2007). Saat musim dingin kutu terdapat di pangkal ekor, pundak dan sepanjang punggung, tetapi apabila infasi berat, kutu dapat ditemukan diseluruh tubuh ternak (Noble dan Noble, 1989). 7 Ektoparasit memiliki panjang diatas 3 mm, berwarna coklat dan relatif ukuran kepalanya besar. Selama hidupnya sekitar 1 bulan, ektoparasit betina bertelur 2-3 butir/hari. Telurnya biasanya berwarna agak putih dan menempel pada bulu sehingga dapat dilihat oleh mata. Anakan ektoparasit atau nimfa yang baru menetas lebih kecil apabila dibandingkan dengan indukan. Nimfa akan berganti kulit dua kali dengan interval 5-9 hari. Bagian mulut dari kutu tersebut beradaptasi untuk menggigit dan mengunyah bagian luar wol, lapisan dermis, dan darah. Damalinia ovis merupakan kutu yang aktif, setelah berada di tubuh ternak kutu-kutu tersebut akan menyebar. Ektoparasit ini rentan pada suhu yang tinggi dan tidak toleran terhadap kelembaban yang tinggi. Saat berada dikelembaban 90%, 6 jam kemudian ektoparasit akan mati (Taylor et al., 2007). Resistensi umur terhadap parasit merupakan hal yang umum. Semakin tua ternak, semakin besar resistensinya. Ternak yang tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar, apabila ternak telah dapat beradaptasi maka ternak menjadi toleran terhadap parasit yang terdapat pada tubuhnya sehingga perkembangan kutu tersebut tidak terganggu (Noble dan Noble, 1989). Pencukuran bulu secara teratur merupakan komponen penting dari program pengendalian ektoparasit. Pencukuran tersebut akan mengurangi parasit pada suhu tinggi yang dihasilkan oleh sinar matahari, yang secara langsung berbahaya bagi parasit tersebut (Tomazweska et. al., 1993). Proses pengurangan ektoparasit dapat dilakukan dengan cara dimandikan tetapi terlebih dahulu dicukur, setelah itu disemprotkan pestisida. Ektoparasit yang menempel pada tubuh domba dapat mengakibatkan beberapa penyakit seperti kudis akibat dari ektoparasit yang masuk kedalam permukaan kulit dan merusak sel-sel kulit. Sebagian ektoparasit menyebabkan kegatalan dan gangguan yang hebat, sehingga ternak tidak dapat makan secara teratur dan tidak tumbuh dengan baik. Jenis ektoparasit yang lainnya menyebabkan kerugian yang serius, dan seringkali berakhir dengan kematian ternak (Tomazweska et. al., 1993). Pertumbuhan Domba Pertumbuhan murni mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan 8 murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan protein dan zat-zat mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990). Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda mencapai 75% bobot dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan kemudian yaitu pada umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya. Tingkat pertumbuhan domba berkisar antara 20-200 gram per hari. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan domba antara lain tingkat pakan, genetik, jenis kelamin, kesehatan dan manajemen (Gatenby, 1991). Pertumbuhan kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain keturunan dan lingkungan. Faktor keturunan lebih membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa. Kebanyakan domba jenis tropik tidak menunjukkan kemampuannya untuk bertahan pada saat kekeringan dan setengah kelaparan. Dibandingkan dengan daerah dingin domba ini tidak menunjukkan reaksi baik terhadap pemberian makanan yang baik dan pada penggembalaan yang normal, pertumbuhan lambat dan jarang menjadi sangat gemuk (Williamson dan Payne, 1993). Pertambahan Bobot Badan Salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran bobot badan. Pertambahan bobot badan adalah kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan makanan ternak. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil dari zat-zat makanan yang dikonsumsi. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu zat makanan dari suatu ternak (Church dan Pond, 1988). Maynard dan Loosly (1979), menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. 9 Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Tillman et al., 1998). Menurut Church dan Pond (1988), proses penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak yang relatif besar untuk hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang menjadi kecil. Kualitas pakan yang dikonsumsi ternak semakin baik maka akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang semakin tinggi. Konsumsi Pakan Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi (Voluntary feed intake) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum. Konsumsi potensial adalah jumlah makanan yang dapat dimakan bila jumlah pemberian makanan dengan tingkat kecernaan tertentu minimal 0,8 bagian dapat diseleksi. Tingkat konsumsi yang sebenarnya adalah bagian dari konsumsi potensial yang dapat ditentukan oleh sifat fisik atau kimia dari makanan. Konsumsi potensial erat hubungannya dengan berat badan dan status fisiologis hewan (Parakkasi, 1995). Konsumsi diperhitungkan dengan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi hewan tersebut (Tillman et al. 1998). Faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi menyebabkan kurangnya konsumsi pakan karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi (Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur dan temperatur lingkungan (Church dan Pond, 1988). Brachiaria humidicola Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan, kemudian menyebar kedaerah Fiji dan Papua New Guinea. Terkenal dengan nama Koronivia grass (Bogdan, 1997). Rumput ini merupakan rumput berumur panjang, berkembang secara vegetatif dengan stolon yang memiliki pertumbuhan cepat sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan. Rumput Brachiaria 10 humidicola dapat ditanam secara vegetatif dengan pols, stolon atau biji. Batang yang berkembang dapat mencapai tinggi 20-60 cm, helai daun berwarna hijau terang, lebar 5-16 mm dan panjang 12-25 cm. Jayadi (1991), menyatakan bahwa rumput Brachiaria humidicola sesuai untuk dataran rendah tropika basah. Rumput ini dapat menghasilkan 20 ton bahan kering/ha/tahun. Selain itu, Brachiaria humidicola mempunyai toleransi pada daerah dengan drainase jelek dan tahan terhadap tekanan penggembalaan berat. Rumput Brachiaria humidicola tidak beracun, palatabilitas tinggi pada umur muda tetapi palatabilitasnya akan menurun ketika produktivitasnya maksimum. Rumput Brachiaria humidicola tanpa pemupukan dapat menghasilkan 10.8 ton bahan kering/ha dan dengan perlakuan pemupukan menghasilkan 33.7 ton berat kering/ha saat dipupuk 450 kg nitrogen/ha (Bogdan, 1997). Hijauan dengan kualitas yang baik umumnya lebih mudah dicerna dan laju aliran pakan disaluran pencernaan lebih cepat daripada hijauan dengan kualitas yang lebih rendah, oleh karena itu domba akan mengkonsumsinya lebih banyak (Ensminger, 2002). Rumput yang dikonsumsi oleh domba merupakan sumber nutrisi utama bagi kebanyakan domba, ternak yang digembalakan membutuhkan konsumsi hijauan yang lebih banyak sehingga dapat mencapai tingkat produksi yang maksimum. Konsumsi yang tinggi ini penting karena jumlah energi yang terkandung dalam rumput umumnya rendah (Freer et, al., 2002) 11