BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Topografis Sampel Wilayah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Topografis Sampel Wilayah
Kondisi topografis di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua memiliki
perbedaan masing-masing yang sangat berpotensi mendukung penyebaran penyakit
protozoa diantaranya: Lembah Baliem tanahnya berkapur dan bergranit dan disekitar
lembah merupakan perpaduan dari tanah berlumpur yang mengendap dengan tanah
liat dan lempung. Daerahnya mempunyai kelembaban diatas 80%, beriklim tropis
basah, hal ini dipengaruhi oleh letak ketinggian di permukaan laut (Irnawijayanti,
2008). Terbentang pada areal ketinggian 1500-2000m di atas permukaan laut.
Temperatur udara bervariasi antara 14,5oC sampai 24,5oC. Dalam setahun rata-rata
curah hujannya 1.900 mm dan dalam sebulan terdapat kurang lebih 16 hari hujan
(Jooml, 2011). Sedangkan, Pegunungan Arfak Papua permukaan tanahnya berbentuk
lereng dan tebing, beriklim basah, curah hujan cukup tinggi, rata-rata 2.688
mm/tahun, hujan rata-rata 123 hari/tahun. Suhu antara 26oC sampai 32oC dan
kelembaban rata-rata 84,7% (Manokwari info, 2007).
2.2 Ternak Babi
Berdasarkan asal usul babi berasal dari dua tipe babi liar yaitu Sus vitasus
yang berasal dari Asia Timur dan Tenggara serta Sus scrofaferus yang berasal dari
Eropa yang dulu juga berasal dari Asia barat (Akhmad, 2008). Babi asli Indonesia
sebenarnya dari babi-babi hutan yang sampai sekarang masih terdapat hidup liar di
hutan-hutan dan belum dijinakkan. Babi-babi ini terkenal dengan celeng (Sus
verrucosus). Tanda-tanda umum dari babi-babi asli Indonesia adalah warna hitam,
kaki pendek mempunyai“crest”kecil, pinggang legok dan moncong runcing
(Sosroamidjojo,1981).
18
Tujuan utama dari seseorang beternak babi adalah mengusahakan agar
diperoleh keuntungan yang memuaskan dari penjualan stok bibit, babi sapihan, babi
potong atau hasil ternak babi (Sihombing, 1997). Selain itu, tujuan beternak babi
adalah untuk mendapatkan anak yang hidup sebanyak-banyaknya, sehingga dengan
demikian akan diperoleh untung sebesar-besarnya. Menurut Ardana dan Harya Putra
(2008), ada dua faktor utama penentu diperolehnya produktivitas yang optimum dari
ternak yang dipelihara. Yang pertama adalah faktor genetik ternak itu. Ternak yang
mempunyai karakteristik genetik unggul dapat dipastikan mempunyai produktivitas
yang lebih tinggi ketimbang ternak yang tidak begitu baik karakteristik genetiknya.
Selain faktor genetik ternak tersebut, performans (kinerja) ternak juga akan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti misalnya pakan, pengandangan, sanitasi
dan kesehatan ternak, dan lain sebagainya. Dengan demikian, produktivitas yang
optimum akan tercapai bila faktor genetik dan lingkungan keduanya dalam kondisi
yang optimum atau setidaknya mendukung untuk tercapainya produktivitas ternak
yang optimum tersebut (Sosroamidjojo, 1981).
2.3 Protozoa Pada Saluran Pencernaan Babi
Protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan babi antara lain Eimeria,
Isospora, Balantidium, Entamoeba, dan Giardia (Levine, 1995).
2.2.1 Eimeria sp. dan Isospora suis
Eimeria dan Isospora termasuk dalam phylum Apicomplexa, class
Telosporea, subclass Coccidia, ordo Eucoccidia, subordo Eimeriina (Soulsby, 1982).
Genus Eimeria memiliki ookista yang berisi 4 sporokista dan masing-masing berisi 2
sporozoit. Tiap spesies biasanya ditemukan di dalam lokasi yang khas di dalam selsel intestinum, tetapi juga dapat ditemukan di dalam sel-sel epitel hati, saluran
empedu atau organ-organ lain. Sedangkan genus Isospora setiap ookista berisi 2
sporokista, dan masing-masing berisi 4 sporozoit (Levine, 1995.,Noble and Noble,
1989., Soulsby, 1982).
19
Menurut Kaufman,J,1996.,Noble and Noble, 1989., Soulsby, 1982 koksidiosis
pada babi disebabkan oleh 8 spesies Eimeria dan 1 isospora yaitu sebagai berikut:
a. Eimeria deblecki berukuran 25 x 17 µm, bentuk ellipsoid, morfologi dinding
halus dan tidak berwarna.
b. Eimeria neodebliecki berukuran 21 x 16 µm, bentuk ellipsoid, morfologi dinding
halus dan tidak berwarna
c. Eimeria perminuta berukuran 13 x 12 µm, bentuk bulat, morfologi dinding kasar
dan berwarna kuning.
d. Eimeria polita berukuran 27 x 21 µm, bentuk ellipsoid, morfologi dinding kasar
dan berwarna kekuningan sampai tidak berwarna.
e. Eimeria porci berukuran 22 x 16 µm, bentuk ovoid, morfologi dinding halus dan
tidak berwarna.
f. Eimeria scabra berukuran 32 x 23 µm, bentuk ovoid, morfologi dinding kasar
dengan garis-garis dan berwarna kuning sampai coklat.
g. Eimeria spinosa berukuran 20 x 13 µm, bentuk ovoid, morfologi dinding kasar,
berduri, dan berwarna coklat.
h. Eimeria suis berukuran 17 x 13 µm, bentuk agak bulat (subsperical), morfologi
dinding halus dan tidak berwarna.
i.
Isospora suis berukuran 20 x 17 µm, bentuk bulat, tidak berwarna dan tipis.
Koksidiosis disebabkan oleh parasit intraseluler yang menghuni saluran usus
khususnya usus halus. Siklus hidupnya meliputi sporogoni, schizogoni, gametogoni.
Perkawinan antara makrogamet dengan mikrogamet menghasilkan ookista. Ookista
keluar bersama tinja, dialam mengalami proses sporogoni, sekarang di dalam setiap
ookista terbentuk sporokista dan masing-masing mengandung sporozoit (ookista
infektif). Ookista infektif mencemari makanan dan atau minuman yang ditelan oleh
babi, dalam saluran pencernaan babi disebut enzim pencernaan dinding ookista dan
sporokista hancur dan terbebaslah sporozoit. Sporozoit langsung masuk ke dalam
epitel dan berkembang secara schizogoni (membelah menjadi banyak) dan
terbentuklah sporozoit generasi I. Sporozoit generasi I akan berkembang secara
20
schizogoni lagi, sampai akhirnya mencapai stadium gametogoni. Stadium gametogoni
dimulai ketika sporozoit biasanya generasi III (atau lebih) mengalami perkembangan
lebih lanjut menjadi macrogametosit yang akan menghasilkan macrogamete(gamet
betina) dan mikrogamtosit yang akan menghasilkan mikrogamet.
Keparahan koksidiosis terjadi tergantung pada jumlah ookista yang ditelan dan
patogenisitas dari spesies tertentu. Beberapa spesies coccidia yang lebih patogen (I.
suis, E. debliecki, E. scabra, E. polita, E. spinosa) dibandingkan yang lain (E.
neodebliecki, E. perminuta, E. porci, E. suis). Ookista tidak bersporulasi dilewatkan
dalam kotoran tetapi infeksi hanya menular jika ookista yang sporulasi. Koksidiosis
(terutama disebabkan oleh i.suis) sebagai badan penyakit yang terjadi terutama di
anak babi baru lahir (usia 3-21 hari), namun, babi tua dapat bertindak sebagai karier
(Kaufman,J., 1996). Pengeluaran ookista Eimeria hanya ditemukan dalam beberapa
anak babi usia 1-4 minggu (Damriyasa dan Bauer, 2006).
Suhu optimum yang digunakan Coccidia saat brsporulasi menjadi stadium infektif
adalah 30oC (Levine, 1995). Coccidia hanya memerlukan satu macam hospes.
Ookista hanya keluar bersama feses dalam keadaan tidak bersporulasi akan
mengalami sporulasi hanya dalam waktu beberapa hari saja setelah terkena oksigen
dan dalam lingkungan yang cukup lembab (Noble and Noble, 1989). Hewan yang
terserang koksidosis sering tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata, kecuali pada
infeksi yang berat. Babi dapat terinfeksi karena menelan ookista-ookista yang
bersporulasi bersama-sama dengan pakan atau air. Adanya atau kehebatan penyakit
tergantung dari jumlah ookista-ookista yang mereka terima. Koksidiosis pada babi
dapat didiagnosa dengan cara menemukan stadia endogen dalam luka-luka usus.
(Levine, 1995).
2.2.2 Balantidium sp.
Genus
Balantidium
digolongkan
dalam
phylum
Ciliophora,
class
Kinetofragminophorea, Ordo Trichostomatida dan Famili Balantidiidae (Soulsby,
1982). Anggota genus ini mempunyai bentuk ovoid, ellipsoid sampai subsilindris.
21
Morfologi dari Balantidium yaitu bentuk trofozoit rata-rata berukuran panjang 50-60
mikron. Beberapa diantaranya dapat mencapai panjang 150 mikron. Permukaan tubuh
ditutupi oleh barisan silia memanjang yang terletak sedikit miring. Pada ujung
anterior terdapat lekuk yang disebut peristoma dan diteruskan sebagai saluran yang
menuju ke faring dengan bentuk seperti corong disebut sitofaring, terus ke dalam dan
berakhir di sepertiga bagian tubuh. Mempunyai dua inti yaitu makronukleus dan
mikronukleus. Makronukleus berbentuk seperti ginjal yang terletak sub terminal dan
mikronukleus terletak pada lekukan makronukleus yang bertanggungjawab dalam
proses reproduksi. Terdapat satu vakuola kontraktil di dekat ujung posterior tubuh,
yang lain dekat pertengahan, dan sitoplasma mengandung sejumlah vakuola
makanan. Pada ujung posterior juga terdapat saluran ekskresi yang pendek menuju ke
anus (cytopyge). Kista yang dihasilkan berbentuk bulat atau sedikit lonjong dan
berukuran 40-60 mikron. ((Levine, 1995.,Puspitosari, 2009.,Soulsby, 1982).
Balantidium coli hidup secara komensal pada usus besar dan sekum babi,
namun Balantidium coli dapat pula menyerang mukosa usus babi tersebut.
Balantidium coli juga dapat menginfeksi manusia dan bersifat patogen serta dapat
menimbulkan penyakit disentri Balantidiosis. Selain Balantidium coli pada babi,
dikenal pula Balantidium suis yang bentuknya lebih panjang (Ashadi dan Soetijono,
1992). Levine (1995), menyatakan pemupukan berturut-turut bahwa Balantidium suis
adalah variasi morfologi dari Balantidium coli yang dipengaruhi oleh kondisi
makanannya, karena itu dinyatakan bahwa Balantidium suis sinonim dari
Balantidium coli. Balantidium coli memiliki distribusi di seluruh dunia antara babi
domestik (Schwartz et al., 1999).
Kista Balantidium dapat hidup didalam tinja 1-2 hari pada suhu kamar, dan
dapat tumbuh pada suhu antara 20-40oC (Frederick et al., 2008). Siklus hidup
Balantidium dimulai jika makanan atau minuman terkontaminasi oleh kista yang
berasal dari kotoran atau feses penderita. Setelah termakan, Balantidium tersebut
kemudian berkembang di dalam usus hospes dan mulai makan bagian-bagian sel,
butir-butir pati, feses dan bahan-bahan organik lainnya. Seringkali Balantidium
22
memasuki mukosa dan submukosa usus besar/sekum sehingga menimbulkan lukaluka ulseratif yang hebat dan kadang-kadang meliputi sepanjang usus besar (Noble
and Noble, 1989). Kemampuan Balantidium coli untuk mengeluarkan hyaluronidase
membantu organisme untuk menyerang mukosa, lesi yang mirip dengan amoebiasis
seperti terjadinya perforasi usus besar dan usus buntu, abses hati. Pada kasus berat,
babi menjadi diare, disentri, radang usus dan sakit perut (Yatswako et al., 2007). Pada
umumnya penyakit ini dapat sembuh secara perlahan dan penderita kemudian
menjadi pembawa penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan tinja,
didukung oleh klinis yang sesuai (Puspitosari, 2009).
2.2.3 Entamoeba sp.
Genus Entamoeba termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum
Sarcodina, famili Endamoebidae (Soulsby, 1982). Entamoeba polecki adalah parasit
usus babi, babi hutan, monyet dan bisa menginfeksi manusia (Mohammadi et al.,
2004). Entamoeba polecki ditemukan di sekum dan colon babi, panjang tropozoit 525µm, inti keliatan bervariasi. Endososoma adalah sentral dan biasanya sungguh
besar, kadang-kadang hampir mengisi seluruh inti, tetapi dapat juga kecil dan mirip
dengan endosoma E.histolytica. Ada suatu cincin agak homogeni terdiri dari kromatin
di dalam selaput inti. Biasanya tidak ada butir-butir kromatin di antara endosoma dan
cincin permukaan itu. Diameter kista 4-17µm, masing-masing mempunyai inti
tunggal jika dewasa. Benda-benda kromatid di dalam kista bentuknya sangat
bervariasi, mulai dari batang-batang besar dengan ujung-ujung membulat seperti
E.histolytica sampai butir-butir tidak teratur besarnya. Ada atau mungkin tidak ada
vakuole glikogen. Kista-kista tanpa benda-benda kromatid atau vakuole-vakuole
glikogen
biasanya
juga
ada.
Entamoeba
suis
tidak
patogen dan
dapat
dikembangbiakkan pada media (Levine, 1995).
Siklus hidup Entamoeba sederhana dan langsung, kista tertelan dan
melepaskan tropozoit di ileum, trophozoit berkoloni di usus besar dan membagi
dengan pembelahan biner, trophozoit dapat menyerang dinding usus dan menyebar
23
melalui darah sistemik (terutama pada hati), kista terbentuk dalam colon dan
dilewatkan dalam tinja. Gejala klinisnya infeksi mungkin asimtomatik (tidak ada
invasi mukosa), namun bervariasi tergantung pada beratnya infeksi, yang paling
umum adalah radang usus, diare, disentri (darah & lendir di tinja), muntah, anoreksia,
dan penurunan berat badan. Diagnosa dengan menemukan trophozoit atau kista pada
tinja segar tetap pada infeksi berat (Winter, 2011). Banyak spesies tambahan
Entamoeba telah diuraikan di mana tidak ada data molekuler yang tersedia, oleh
karena itu memerlukan PCR untuk diagnosa definitif (Clark et al., 2006).
2.2.4 Giardia sp.
Genus Giardia termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum
Mastigophora, class Zoomastigophorea, ordo Kinetoplastidae (Soulsby, 1982).
Giardia adalah flagellate yang memiliki cambuk seperti pelengkap untuk bergerak.
Bentuk aktifnya trophozoit, menempel sendiri dengan disk perekat ke lapisan saluran
usus bagian atas dari hewan inang. Di sana, trophozoit makan dan bereproduksi.
Trophozoites membagi dengan pembelahan biner sekitar setiap 12 jam, sehingga
parasit tunggal secara teoritis dapat menghasilkan lebih dari satu juta dalam 10 hari
dan satu miliar dalam 15 hari (Robert dan Rockwell, 2003). Trophozoit memiliki
panjang 9-15 mikron, lebar 5-15 mikron, dan tebal 2-4 mikron; tidak dapat hidup
lama di luar host. Kista memiliki panjang 8-12 mikron dengan dalam diameter 6-9
mikron, maka satu juta bisa masuk di bawah kuku (Rockwell, 1996).
Organisme bergerak dengan flagella bahkan bisa melawan arus peristaltik
usus. Protozoa ini mengambil makanan dari sel usus halus tetapi dapat juga
mengambil makanan dengan melisis sel epitel tempat dimana organisme menghisap
(Levine, 1995). Kaufman, 1996 menyatakan Giardia lamblia terletak di jejunum,
duodenum dan ileum manusia, primata (sangat patogen) dan mamalia lainnya
termasuk babi di mana itu adalah non patogenik (domba dan kambing). G.lamblia
umum di seluruh dunia dan lebih umum protozoa intestinal pada manusia. Koloni
24
G.lamblia pada usus kecil dari manusia dan hewan, menyebabkan diare ringan hingga
berat (Kirkoyun et al., 2009).
Siklus hidup Giardia sederhana, di duodenum dari host baru, trophozoit
muncul dari kista dan mengalami pembelahan mitosis. Masing-masing dua trophozoit
diproduksi dengan cara menempel pada sel epitel dengan cakram perekat, kemudian
memakan sel epitel. Trophozoit melepaskan diri dari sel-sel epitel, mungkin karena
perputaran yang cepat (72 jam) dari sel-sel, dan menjalani pembelahan mitosis dalam
lumen usus. Selama periode diare, tropozoit ini dapat dibawa dengan isi usus dan
diekskresikan, tetapi tidak bertahan lama di luar host. Beberapa encyst tropozoit
selama perjalanan melalui usus dan meninggalkan host dengan feses sebagai kista.
Dalam bentuk feses, kista lebih sering ditemukan daripada trophozoit (Fricker, 2001).
Mekanisme di mana Giardia menyebabkan diare dan malabsorpsi masih
belum jelas. Organisme dapat bertindak sebagai penghalang fisik, tetapi area yang
dicakup oleh thophozoit mungkin terlalu kecil untuk mempengaruhi penyerapan
nutrisi. tidak ada bukti untuk produksi toksin (Buret, 1994). Infeksi Giardia tampak
mempengaruhi aktivitas enzim usus (laktase, disaccharidase), kerusakan permukaan
mukosa (menyebabkan pemendekan vili kriptus dan), dan menimbulkan pertumbuhan
berlebih dari bakteri atau jamur di usus kecil (Fricker, 2001). Penularan Giardia
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi kista. Kista dapat bertahan hidup
dalam lingkungan lembab sampai 2 minggu (Soulsby, 1982). Diagnosa dapat di buat
dengan menemukan kista dalam tinja padat, bentuk trofozoit dan kista dalam tinja
encer. G. lamblia dapat dibedakan dari protozoa usus lainnya karena morfologinya
khas dalam sediaan air garam, jodium, dan pewarnaan. Untuk menunjukkan kista
Giardia dapat menggunakan teknik pengapungan dengan memakai larutan seng sulfat
yang mempunyai berat jenis 1,8 dan kemudian meneteskan sedikit larutan LugolJodine untuk mewarnai organismenya. Kista terlihat jelas dengan sitoplasma terpusat
pada salah satu sisi dan ini dapat membantu untuk membedakan Giardia dari ookista
Coccidia yang berukuran kecil (Novan, 2010).
25
Download