BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, masyarakat. Manajemen berasal dari kata to manage artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses diaturnya berdasarkan diurutnya berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu (perencanaan, pengarahan, pengendalian). Jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Adapun unsur-unsur manajemen terdiri dari men, money, method, materials, machine, dan market (6M). Dalam suatu organisasi atau perusahaan, manajemen merupakan ‘’alat’’ dan ‘’wadah’’ (tempat) untuk mengatur 6M dan semua aktifitas proses perusahaan dalam mencapai tujuanya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja, tetapi harus diatur sebaik-baiknya, karena jika manajemen ini tepat makan tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermamfaat. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian manajemen, penulis mengutip beberapa definisi yang terdapat salah satu buku sebagai berikut : Menurut Terry (2003:2) menyatakan bahwa : Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan tercapainya sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemamfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainya’’. 9 10 Sedangkan pendapat Hasibuan (2007 : 1) : ‘’Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainya secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan tertentu’’. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainya secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan tertentu. 2.1.2 Bidang-Bidang Manajemen Unsur-unsur manajemen (tools of management) yang terdiri dari man, money, method, materials, machines, dan market (6M) telah berkembang menjadi bidang manajemen yang mempelajari lebih mendalam perannya dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Bidang-bidang manajemen dikenal diatas : 1. Manajemen Sumber Daya Manusia (unsure Man) 2. Manajemen Keuangan (unsure Money) 3. Manajemen Operasional (unsure Materials and Machines) 4. Manajemen Pemasaran (unsure Market) 5. Manajemen Stategik (unsure Methods) 2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) 2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi membutuhkan sumber daya manusia dalam merealisasikan tujuanya, karena manusia merupakan faktor aktif dan dominan dalam kegiatan maupun prilaku organisasi. Sumber Daya Manusia merupakan komponen dari perusahaan yang mempunyai arti yang sangat penting. Sumber Daya Manusia menjadi sumber penentu dari perencanaan tujuan suatu perusahaan karena fungsinya sebagai inti dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia maka kegiatan perusahaan tidak akan berjalan sebagaimana semestinya, tetapi apabila pelaku dan 11 pelaksana tersebut yaitu manusia. Untuk memperjelas pengertian dari manajemen sumber daya manusia, berikut ini penulis mengutip beberapa definisi yang dikemukan oleh beberapa ahli : Menurut Hasibuan (2007 : 10) yaitu : ‘’Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peran tenaga kerja agar efektif dan efesien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.’’ Menurut Mangkunegara (2005 :2) yaitu : ‘’Manajemen personalia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan perusahaan’’. Dari penjelasan diatas serta pendapat-pendapat para ahli tentang definisi Manajemen Sumber Daya Manusia, penulis berusaha mencoba mengartikan definisi Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutus hubungan kerja yang dimaksud untuk mencapai tujuan organisasi secara terpadu. 2.2.2 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2007:21), mengungkapkan bahwa ruang lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia menjadi 2 fungsi pokok, kedua fungsi tersebut adalah : 1. Fungsi Manajerial a. Perencanaan (planning) Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efesien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang 12 baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. b. Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja,hubungan kerja, integrasi, dan koordinasi dalam bagian organisasi. c. Pengarahan (Directing) Pengarahan adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mau bekerjasama dan bekerja efektif dan efesien serta membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakanya tugasnya dengan baik. d. Pengendalian (Controlling) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karya meliputi kehadiran, kedisiplinan, prilaku, kerjasama. Pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. 2. Fungsi Operasional a. Pengadaan (Procurement) Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. b. Pengembangan (Development) Pengembangan adalah peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerja masa kini maupun masa depan. 13 c. Kompensasi (Compesation) Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect),uang atau barang kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum d. Pengintegrasian (integration) Pengintegrasian adalah untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaanya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang. e. Pemeliharaan (maintenance) Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagaian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan ekternal konsistensi f. Pemberhentian (separation) Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaa. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kintrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainya. Dari uraian mengengenai fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia di atas dapat disajikan suatu tahapan-tahapan yang saling berkaitan dan menunjang satu sama lain. 14 2.3 Stres Kerja 2.3.1 Pengertian Stress Salah satu masalah yang pasti akan dihadapi oleh setiap orang dalam kehidupan adalah stress yang harus diatasi. Tuntutan untuk dapat bekerja lebih baik dan cepat, mengharuskan manusia bekerja berlebih guna memenuhi tuntutan tersebut. Akibat dari tuntutan-tuntutan pekerjaan dan kebutuhan hidupnya, manusia cenderung mengalami stress dalam kehidupan mereka. Stres atau dengan kata lain orang menanfsirkan sebagai “tekanan batin” merupakan suatu bentuk alamiah dan tanggapanya seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di dalam lingkunganya. Sress yang berkaitan dengan pekerjaanya akan dapat menyebabkan ketidakpuasan, tetapi stress juga tidak buruk, stress juga mempunyai nilai yang positif. Para ahli mengatakan bahwa stress dapat timbul sebagai akibat tekanan atau tegangan yang bersumber dari ketidak selarasan antara seseorang dengan lingkunganya. Dengan perkataan lain, apabila sarana dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, ia akan mengalami stress. Biasanya stress semakin kuat apabila seseorang mengahadapi masalah yang datangnya bertubi-tubi. Menurut Braham dalam Handoyo (2001 :68), gejala stress dapat berupa tanda-tanda berikut ini : 1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidak dapat tidur teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal. 2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung, terlalu sensitif,gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis. 3. Intelektual yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi, suka melamun, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. 4. Interpersonal, yaitu acuh, kurang percaya kepada orang lain, sering mengingkari janji, suka mencari kesalahan orang lain, menutup diri, mudah menyalahkan orang lain. 15 Cary Cooper dan Alison Straw (1995 : 8-15 ) mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini : 1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan tenggorokan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah. 2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, susah konsentrasi, dan sebagainya. 3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati yang berlebihan, menjadi lekas panik, kurang percaya diri, penjengkel. Berdasarkan definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa strss sering kali timbul pada setiap orang, stress tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidak mampuan seseorang untuk berinteraksi secara positif dengan lingkunganya, baik dalam lingkungan pekerjaan maupun di luarnya. Artinya karyawan yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka dan pengaruh prestasi kerjanya. 2.3.2 Pengertian Stres Kerja Menurut Mangkunegara (2005: 28), ia mengatakan bahwa “stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.” Menurut Rivai (2009 :516) menyatakan bahwa “Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidak-seimbangan fisik yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang karyawan, hingga terjadi stress”. Menurut Fathoni (2006 :130) menyatakan bahwa “Stres karyawan timbul akibat kepuasan kerja tidak terwujud dari pekerjaanya.” 16 Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa stress kerja adalah suatu keadaan dimana seseorang berada di dalam kondisi pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuanya sehingga mengakibatkan tekanan. 2.3.3 Faktor-Faktor Penyebab Stress Kerja Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan mereka. Orang-orang yang mengalami stress nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah dan agresif, tidak dapat rileks, atau akan menunjukan sikap yang kooperatif. Stres kerja dalam lingkungan pekerjaan dapat terjadi karena berbagai hal, baik yang berasal dalam lingkungan pekerjaan maupun yang berasal dari luar lingkungan pekerjaan. Menurut Robbins (2002:305) tingkat stress pada setiap orang akan menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi tingkat stress seseorang. Faktor tersebut adalah : 1. Faktor Lingkungan Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian teknologi yang sangat berpengaruh pada eksestensi karyawan dalam bekerja. Tingkat ekonomi yang tidak menentu dapat menimbulkan perampingan pegawai dan PHK, sedangkan ketidakpastian politik menimbulkan keadaan yang tidak stabil bagi Negara, dan inovasi teknologi akan membuat keterampilan dan pengalaman seseorang dalam waktu yang pendek sehingga menimbulkan stress. Dengan kedua faktor lingkungan tersebut karyawan akan dengan mudah mengalami stress 2. Faktor Organisasional Beberapa hal yang dapat dikatagorikan sebagai penyebab stress yaitu :Tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi. 17 3. Faktor Individual Berbagai hal di luar pekerjaanya yang menggangu terutama adalah masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi dan kepribadian. Menurut Davis dan Newstrom dalam Margianti, 2001 : 73), stress kerja disebabkan : 1. Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan. 2. Supervisor yang kurang pandai Seorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya sekaligus harus mempertanggung jawabkan kepada supervisor.Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar. 3. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor / perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, Pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas dengan tepat waktu yang ditetapkan atasan 4. Kurang mendapat tanggung jawab yang memadai Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahanya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya kepada atasan. 5. Ambiguitas peran Agar menghasilkan performan yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan dan tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian 18 tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran. 6. Perbedaan nilai dengan perusahaan Situasi ini biasanya terjadi pada karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme). 7. Frustrasi Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian / evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima. 8. Perubahan tipe pekerjaan Situasi ini bisa timbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang di lalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama. 9. Konflik peran Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu: a. Konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai b. Konflik peran intrasender, konflik peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu alternative. Menurut Dwiyanti (2001 :75) terdapat dua faktor penyebab atau dua sumber munculnya stress atau stress kerja yaitu : 1. Faktor lingkungan kerja Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan 19 2. Faktor personal Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut : 1. Tidak ada dukungan sosial Artinya akan cenderung muncul pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka hubungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres. 2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dikantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan Yang menyangkut dirinya. 3. Pelecehan seksual Yakni kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau kekerasan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud. 20 4. Kondisi lingkungan kerja Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya.Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga akan memberi munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain 5. Manajemen yang tidak sehat.Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres 6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung mengalami stres dibanding kepribadian tipe B. Bebcrapa ciri kepribadian tipe ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/sakit jantung 7. Peristiwa / pengalaman pribadi Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, atau gagal sekolah, kehamilan tidak 21 diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini. 2.3.4 Indikator-Indikator Stres Situasi stress kerja menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan (jika pristiwa menuntut tetapi dapat ditangani) sampai emosi umum kecemasan, kemarahan, kekecewaan, dan depresi. Jika situasi stress kerja terus terjadi, emosi seorang karyawan mungkin berpindah-pindah diantara emosi-emosi tersebut, tergantung pada keberhasilan dalam menyelesaikanya. Robbins (2002:309) mengemukakan tiga katagori kemunculan stress kerja yaitu : a. Gejala fisiologis Meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan Meningkatkan tekanan darah Menimbulkan sakit kepala Menyebabkan serangan jantung b. Gejala psikologis Ketegangan Kecemasan Mudah marah Kebosanan Suka menunda-menunda pekerjaan c. Gejala prilaku Berkurangnya produktifitas Absensi meningkat Tingkat keluarnya karyawan Kebiasaan makan 22 Meningkatkan merokok dan konsumsi alcohol Bicara cepat Gelisah dan gangguan tidur Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulanya bahwa stress dapat menimbulkan gejala-gejala yang muncul apabila mengalami stress pada pekerjaan. 2.3.5 Dampak Stress Kerja Pada Perusahaan Seiring didengar bahwa stress merupakan akibat negatif dari kehidupan modern. Orang-orang merasa stress karena terlalu banyak pekerjaan, ketidak pahaman terhadap pekerjaan, beban informasi yang terlalu berat atau karena mengikuti perkembangan zaman. Kejadian-kejadian tersebut menimbulkan distress, yakni derajat penyimpangan fisik, psikis dan prilaku fungsi kesehatan Randal Scrululler dalam Rini, (2002:4) mengidentifikasi beberapa pelaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang dihadapi oleh karyawan dengan penurunan prestasi karyawan, peningkatan ketidak hadiran kerja. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja terhadap perusahaan atau organisasi dapat berupa : 1. Terjadi kekacauan, hambatan dalam manajemen maupun operasional kerja. 2. Mengganggu kenormalan aktifitas kerja 3. Menurunkan tingkat produktifitas 4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian financial yang dialami perusahaan karena tidak seimbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan dan finansial lainya. 23 2.3.6 Dampak Stress Pada Karyawan Selain berpengaruh pada perusahaan atau organisasi,stress berpengaruh pula secara langsung pada karyawan. Munculnya stress baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau berdiam diri (freeze). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. Perubahanperubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain (Margiati, 2001:78-79) : a. Bekerja melewati batas kemampuan. b. Keterlambatan masuk kerja yang sering. c. Ketidakhadiran pekerjaan. d. Kesulitan membuat keputusan. e. Kesalahan yang sembrono. f. Kelalaian menyelesaikan pekerjaan. g. Lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri. h. Kesulitan berhubungan dengan orang lain. i. Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat. j. Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan. Munculnya stress,baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan mengakibatkan tertentu pada seseorang. Menurut Sopiah (2008 : 91) bahwa dampak atau akibat dari stress bisa dilihat pada tiga aspek yaitu : 1. Fisik Akibat stress pada fisik mudah dikenali. Ada sejumlah penyakit yang disinyalir karena orang tersebut mengalami stresss yang cukup tinggi dan 24 berkepanjangan, diantaranya adalah penyakit jantung, tekanan darah tinggi, sakit kepala gangguan tidur. 2. Psikis Dampak stress pada aspek psikis bisa dikenali, diantaranya adalah ketidak puasan kerja, depresi, keletihan, kemurungan dan kurang bersemangat. 3. Prilaku Akibat stress dikenali dari prilaku,yakni prestasi rendah, naiknya tingkat kecelakaan, salah dalam menggambil keputusan, tingkat absensi tinggi, dan agresi di tempat kerja. 2.3.7 Strategi Manajemen Stress Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih dari pada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan,ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 2001:76). Dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Karena pada tingkat stres tertentu 25 akan memberikan akibat positif, hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya prestasi karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi. Dalam pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya. Dari pendekatan organisasional dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental. 26 Mangkunegara (2005: 29-30) menyatakan bahwa mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, ada tiga pola dalam mengatasi stres tersebut yaitu: a. Pola sehat, adalah pola menghadapi stres yang terbaik, yaitu dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak. b. Pola harmonis, adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dalam pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Ia pun selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mengerjakan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan yang penuh. Dengan demikian akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan. c. Pola patalogis, adalah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah yang buruk. Selanjutnya pada bagian kepegawaian dapat dan harus membantu pada karyawan untuk mengatasi stress yang dihadapinya. Berbagai langkah yang dapat diambil menurut Siagian (2005 : 303-303) meliputi antara lain : 1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan menghadapi berbagai stres. 27 2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stres. 3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja para bawahannya itu. 4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber-sumber stres. 5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya. 6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stres dapat diidentifikasikan dan dihilangkan secara dini. 7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari kondisi kerja. 8. Menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka sempat menghadapi stres. Jelaslah bahwa meskipun stres dapat berperan positif dalam perilaku seseorang dalam pekerjaannya, perlu selalu diwaspadai agar jenis, bentuk dan intensitas stres itu berada pada tingkat yang dapat teratasi, baik oleh karyawan secara mandiri maupun dengan bantuan organisasi, dalam hal ini terutama bagian kepegawaian dan atasan langsung karyawan yang bersangkutan. 2.4 Prestasi Karyawan 2.4.1 Pengertian Prestasi Karyawan Prestasi karyawan adalah hasil kerja yaitu kemampuan dan kecakapan pekerjaan pekerjaan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang dibebankan atau ditugaskan kepadanya dengan pengetahuan dan keahlian oleh pekerja tersebut. Prestasi karyawan merupakan sesuatu yang diharapkan oleh perusahaan dari karyawan dalam pengembangan dan melancarkan setiap pekerjaan perusahaan, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. 28 Menurut Hariandja (2002) menyatakan bahwa : “Prestasi karyawan atau unjuk kerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditetapkan sesuai dengan peranya dalam organisasi.” Menurut Mangkunegara (2005) : “Prestasi karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang tercapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab kepadanya.” Menurut Hasibuan (2007): “Prestasi karyawan merupakan penilaian yang meliputi penilaian kesetiaan, kejujuran kepemimpinan, kerja sama, loyalitas, dediksi dan partisipatif karyawan.” Dengan melihat batasan masalah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa prestasi karyawan merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.Prestasi karyawan mencerminkan keberhasilan atau kegagalan dalam aktivitas-aktivitas manajemen sumber daya manusia. Apabila prestasi karyawan buruk atau tidak sesuai dengan yang diharapkan perusahaan, maka kemungkinan aktifitas-aktifitas manajemen sumber daya manusia tersebut harus ditinjau ulang dengan melakukan penilaian terhadap prestasi karyawan. 2.4.2 Tujuan Penilaian Prestasi Karyawan Menutut Hasibuan (2007), tujuan dan gagasan penilaian prestasi karyawan adalah sebagai berikut : 1. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi dan penetapan besarnya balas jasa. 2. Untuk mengukur prestasi karyawan yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaanya 3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam perusahaan. 29 4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan efektiktivan jadwal kerja , metode kerja, strukur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja. 5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan lagi karyawan di dalam organisasi. 6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja untuk mendapatkan performance kerja yang baik. 7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahanya. 8. Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan-kelemahan masa lalu dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya. 9. Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan 10. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel dan dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar diikut sertakan dalam program pelatihan kerja tambahan. 11. Sebagai alat untuk memperbaiki atau menyumbangkan kecakapan karyawan. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan Hariandja (2002) berpendapat arti pentingnya penilaian prestasi karyawan secara lebih dikemukakan sebagai berikut : 1. Perbaikan hasil kerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan untuk meningkatkan prestasi melalui umpan balik yang diberikan perusahaan. 2. Penyesuaian gaji dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi karyawan secara layak sehingga dapat memotivasi mereka. 3. Keputusan untuk penempatan yaitu dapat dilakukannya penempatan karyawan sesuai dengan keahlianya. 4. Pelatihan dan pengembangan yaitu melalui penilaian akan diketahui kelemahan-kelemahan dari karyawan sehingga dapat dilakukan program pelatihan dan pengembangan yang lebih efektif. 30 5. Perencanaan karir yaitu perusahaan dapat memberikan bantuan perencanaan karir bagi karyawan dan menyelaraskanya dengan pentingnya organisasi. 6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan yaitu hasil kerja yang tidak baik menunjukan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga dapat dilakukan dengan baik. 7. Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan yaitu kekurangan prestasi akan menunjukan adanya dalam perencanaan jabatan. 8. Meningkatan adanya pengakuan kesempatan yang sama pada karyawan yaitu dengan dilakukanya secara objektif berarti meningkatnya perlakuan yang adil bagi karyawan. 2.4.3 Metode Penilaian Prestasi Kerja Menurut Hasibuan (2007) secara garis besar metode penilaian prestasi karyawan dikelompokan dalam dua kategori yaitu : 1. Metode tradisional Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai prestasi karyawan, dan diterapkan secara tidak sistematis maupun dengan sistematis. Metode ini dilakukan terhadap kinerja karyawan yang telah terjadi, sehingga karyawan memperoleh umpan balik karyawan mengenai upaya mereka di masa lalu. Umpan balik ini selanjutnya dapat mengarah pada perbaikan-perbaikan prestasi karyawan. Adapun teknik-teknik penilaian dalam metode ini sebagai berikut : a. Rating Scale Metode ini merupakan penilaian yang banyak digunakan oleh perusahaan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisiatif, ketergantungan, kematangan, dan kontribusi terhadap tujuan kerjanya. b. Emoloyee compration Metode ini merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pekerja dengan pekerja lainya. 31 c. Check list Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi beban penelitian. Penilaian memilih kaliamat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja karyawan dan karakteristik pegawai. Disini penialian tidak menilai karyawan, akan tetapi hanya melaporkan penialian atas tinggah laku yang dilaporkan atau yang dilakukan oleh bagian sumber daya manusia. d. Freedom Essay Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan orang atau karyawan yang sedang menilai. e. Critical Incident Dengan metode ini penilaian harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawaanya sehari-hari yang kemudian dimasukan ke dalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahanya. Misalnya mengenai inisiatif, kerja sama, dan keselamatan. 2. Metode Modern Penilaian-penilaian yang berorientasi pada masa yang akan datang yang memusatkan pada kemampuan kinerja yang terjadi masa yang akan datang melalui penilaian potensi karyawan atau penetapan sasaran-sasaran kinerja terjadi masa yang akan datang. Adapun teknik-teknik yang digunakan dalam metode ini adalah : a. Assessment Centre Metode ini dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, atau kombinasi keduanya, dimana pembentukan tim ini harus lebih baik sehingga penialaianya lebih objektif dan indeks kinerja yang diperoleh sesuai dengan fakta dan kenyataan dari setiap individu karyawan yang dinilai. Metode ini diharapkan akan memberikan kepuasan yang lebih baik bagi karyawan dan penetapan kebijakan yang paling tepat dari perusahaan. 32 b. Management by objektive (MBO) Dengan metode ini karyawan langsung di ikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan bawahanya dalam menentukan sasaranya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan tersebut. c. Human asset Accounting Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu model jangka panjang, sehingga tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan itu. Jika biaya untuk tenaga kerja meningkat mengakibatkan laba perusahaan itu. Jika biaya untuk tenaga kerja meningkat pula, berarti peningkatan tenaga kerja tersebut lebih berhasil. 2.4.4 Masalah-masalah dalam Penilaian Prestasi Karyawan Dalam melakukan penilaian prestasi seorang karyawan dapat terjadi kendala-kendala. Proses penialaian harus dilakukan secara objektif .Berikut ini hal-hal yang dapat menjadi kendala dalam melakukan penilaian prestasi karyawan. Menurut Hasibuan (2007) : 1. Hallo effect Hallo effect merupakan kesalahan yang dilakukan oleh penilai karena umumnya penilai cenderung akan memberikan indeks kinerja baik bagi orang yang dikenalnya dan demikian pula sebaliknya. Hallo effect mengakibatkan indeks kinerja karyawan bersangkutan tidak memberikan gambaran nyata dari karyawan itu. a. Leniency Kesalahan yang dilakukan penilaian karena cenderung meberikan nilai yang terlalu tinggi terhadap karyawan yang dinilai itu. b. Stricness Kesalahan penilai cenderung untuk memberikan nilai rata-rata. 33 c. Central Tendency Adalah penilai cenderung untuk memberikan nilai rata-rata. d. Personal bias Penilaian yang terjadi akibat adanya prasangka-prasangka sebelumnya baik yang positif maupun yang negatif. 2.4.5 Syarat-Syarat Penilaian Prestasi Karyawan Penetapan nilai (appraiser) menurut Hasibuan (2007), sangat sulit karena harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut : Penilaian harus jujur, adil, objektif dan mempunyai pengetahuan mendalam tentang unsur-unsur yang akan dimulai supaya penilaiannya sesuai dengan realitas atau fakta-fakta yang ada. Penilai hendaknya mendasarkan penilaian atas benar atau salah, baik atau buruk terhadap unsur-unsur yang dinilai sehingga hasil penilaian jujur, adil dan objektif. Penilaian tidak boleh mendasarkan penilaianya atas dasar suka atau tidak suka. Penilaian harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap karyawan yang akan dinilainya supaya hasil penilaianya dapat dipertanggung jawabkan dengan baik. Penilaian harus mempunyai kewenangan formal, supaya mereka melaksanakan tugasnya dengan baik. Penilaian harus beragam supaya penilaian jujur dan adil. 2.4.6 Indikator-Indikator Prestasi Karyawan Dalam melakukan suatu penilaian prestasi karyawan diperlukan tolak ukur, dan tolak ukur tersebut adalah standar. Sebuah standar dapat dianggap sebagai pengukur yang ditetapkan, sesuatu yang harus diusahakan, sebuah model untuk diperbandingkan, suatu alat akan membandingkan antara satu hal dengan hal lain. Dengan penentuan standar untuk berbagai keperluan maka timbul yang disebut ”standarisasi”, yaitu penentuan dan pengguanaan sebagai ukuran, tipe dan gaya tertentu berdasarkan suatu komposisi standar yang telah ditentukan. 34 Dalam penelitian penyelesaian pekerjaan, penilaian menggunakan standar sebagai alat ukur yang dicapai dan perilaku yang dilakukan baik di dalam maupun di luar pekerjaanya. Indikator untuk mengukur prestasi karyawan secara individu ada lima indikator, menurut Mangkunegara (2005 : 67) adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) sebagai berikut : 1. Faktor Kemampuan Kemampuan seorang karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge skill). Artinya jika karyawan memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharpkan. 2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan kerja, sedangkan sikap adalah kondisi mental yang mendorong diri karyawan untuk berusaha mencapai prestasi secara maksimal 2.5 Pengaruh Stress Kerja Terhadap Prestasi Karyawan Stress tidak saja membawa dampak bagi individu itu sendiri, tetapi juga membawa dampak pada kinerja karyawan. Stress kerja dapat dimamfaatkan secara positif untuk meningkatkan kinerja karyawan. Hubungan stress dan prestasi karyawan yang paling dikenal hubungan U terbalik yang disampaikan oleh Robbins (2002 :376), Stress adalah suatu kondisi dinamik yang di dalamnya seorang individu dengan sesuatu peluang, kendala (constrains) atau tuntutan (demans) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan atau hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stress pada tingkat rendah sampai sedang merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi, pada saat itulah individu sering 35 melakukan tugasnya dengan baik, lebih insentif, atau lebih cepat. Tetapi terlalu banyak stress menempatkan tuntutan yang tidak dapat dicapai atau kendala pada saat seseorang, yang mengakibatkan prestasi lebih rendah. Prestasi karyawan dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai seorang karyawan dalam pelaksanaan pekerjaanya yang di bebankan kepadanya. Prestasi karyawan merupakan suatu hal yang di harapkan oleh perusahaan dari karyawanya, dalam rangka mengembangkan dan melancarkan setiap aktivitas perusahaan sehingga tujuan perusahaan yang telah di tetapkan dapat tercapai. Dari pernyataan di atas dapat di simpulkan bahwa stress kerja dapat mempengaruh prestasi karyawan. Apabila prestasi karyawan meningkat, maka perusahaan akan mencapai tujuan atau hasil yang maksimal.