TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu benthal, plagial dan neustal. Benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari. Zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona pada permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston (Barus, 2004). Berdasarkan zona danaunya Soegianto (2005), menggolongkan danau menjadi tiga zona yang berbeda yaitu : a. Zona literal yaitu dekat dengan pantai dimana tumbuhan berakar dapat dijumpai. b. Zona limnetik yaitu lapisan permukaan perairan terbuka, sinar matahari mampu menembus zona ini kemudian didominasi oleh fitoplankton dan ikan yang berenang bebas. c. Zona profundal yaitu zona perairan dalam yang tidak dapat ditembus sinar matahari dan dihuni oleh organisme yang membuat liang di dasar perairan. Perairan darat yang ukurannya lebih besar dari kolam, biasanya disebut danau. Akan tetapi batas-batas ukuran ini tidak jelas. Bagi ahli limnologi kolam adalah sebuah perairan yang cukup dangkal sehingga cahaya dapat menembus sampai ke dasarnya. Sebaliknya, danau dalamnya sedemikian sehingga dasarnya selalu gelap, tidak tercapai oleh cahaya. Jika danau tidak mempunyai aliran keluar, akan terjadi timbunan mineral yang berasal dari daratan disekelilingnya (Soemarwoto, 1990). Berdasarkan keadaan nutrisinya Sinaga (2009), menggolongkan danau menjadi 3 jenis yaitu : a. Danau Oligotrofik, yaitu danau yang mengandung nutrien (miskin akan nutrient), biasanya dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah organisme pada danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi. b. Danau Eutrofik, yaitu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya nutrien). Khususnya nitrat dan fosfor yang menyebabkan pertumbuhan alga dan tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian produktivitas primer pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah. c. Danau Distrofik, yaitu danau yang memperoleh sejumlah bahan-bahan organik dari luar danau. Khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari hasil fotosintesa plankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit mengandung nutrient dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas, mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Barus, 2004). Ekosistem Danau Pondok Lapan Danau Pondok Lapan adalah sebuah danau buatan yang terdapat di Kabupaten Langkat. Danau ini terletak pada koordinat 3o30’44,73”LU3o30’26,29”LU dan 98o17’65”BT-98o17’29,60”BT. Danau Pondok Lapan terletak di antara perkebunan sawit milik negara dan juga swasta. Danau ini menjadi satu diantara tempat favorit masyarakat Langkat khususnya di Kecamatan Salapian, untuk bersantai atau sambil memancing. Bahkan ikan hasil pancingan dapat langsung disantap dengan dibakar sendiri. Dulunya, lokasi ini digunakan untuk wisata keluarga, pengelolaanya menyediakan fasilitas bermain bagi anak-anak, seperti wisata bebek air. Tetapi seiring berjalannya waktu aktivitas wisatanya sudah mulai tidak berfungsi lagi, dikarenakan masyarakat sekitar tidak memanfaatkannya untuk mengembangkan ekowisata. Saat ini Danau Pondok Lapan hanya digunakan untuk memancing dan perkebunan. Melihat fungsi dan manfaat Danau Pondok Lapan, keberadaanya kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini karena danau ini dibuat untuk pengairan atau irigasi pertanian. Namun masyarakat sekitar tidak memiliki kemauan untuk bertani, mereka lebih memilih untuk berkebun seperti sawit dan karet. Data-data tentang danau tersebut sangatlah terbatas. Sehingga yang harus dilakukan adalah data dasar mengenai danau tersebut. Sehingga nantinya akan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat dan berkelanjutan. Makrozoobenthos Benthos merupakan organisme akuatik yang menetap di dasar perairan yang memiliki pergerakan relatif lambat. Makrozoobenthos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah, mudah ditangkap dan memiliki kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran makrozoobenthos dalam keseimbangan suatu ekosistem perairan dapat menjadi indikator kondisi ekologi terkini pada kawasan tertentu (Purnami, dkk., 2010). Menurut Barnes and Man (1994), menyatakan bahwa hewan makrozoobenthos mendapatkan makanan dari dua bagian yaitu mikroalga benthik dan guguran dasar atau detritus yang suatu saat juga dapat tersuspensi oleh adanya pergerakan air. Berdasarkan ukuran tubuhnya, benthos dapat dibagi menjadi makrobenthos (> 2 mm), meiobenthos (0,2-2 mm) dan mikrobenthos (< 0,2 mm). Benthos juga merupakan sumber makanan bagi beberapa jenis ikan dan menempati urutan kedua dan ketiga dalam rantai makanan di suatu komunitas perairan. Benthos dapat dijumpai pada berbagai tipe perairan seperti sungai, kolam, danau, estuari dan laut. Umumnya benthos yang sering dijumpai di suatu perairan adalah crustaceae, moluska, insekta dan sebagainya. Benthos tidak saja berperan sebagai penyusun komunitas perairan, tetapi juga dapat digunakan dalam studi kuantitatif untuk mengetahui kualitas suatu perairan (Barus, 2004). Hubungan perubahan lingkungan terhadap kestabilan suatu komunitas makrozoobenthos dapat dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan mengamati keanekaragaman jenis organisme yang hidup di lingkungan tersebut dan hubungan dengan kelimpahan tiap jenisnya. Analisis kualitatif adalah dengan melihat jenis-jenis organisme yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Baik buruknya kondisi suatu ekosistem tidak dapat ditentukan hanya dari hubungan keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Suatu ekosistem yang stabil dapat saja memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi tergantung pada fungsi aliran energi pada sistem tersebut (Odum, 1994). Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Makrozoobenthos memiliki peranan penting dalam suatu perairan. Peranan tersebut adalah menduduki beberapa tingkatan tropik dalam rantai makanan serta dapat digunakan untuk memantau perubahan kualitas air. Peranan benthos dalam ekosistem perairan yaitu dapat menguraikan material organik yang jatuh ke dasar perairan. Selain itu benthos itu dapat mentransfer energi dari produsen primer ke tingkat tropik berikutnya (Jailani dan Nur, 2012). Benthos sering digunakan sebagai indikator atau petunjuk kualitas air. Suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang mendominasi. Penilaian kualitas perairan dan pengukuran keanekaragaman jenis organisme sering lebih baik daripada pengukuran bahan-bahan organik secara langsung. Makrozoobenthos sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisika, kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme makrozoobenthos karena makrozoobenthos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik (Odum, 1994). Banyaknya bahan pencemar dalam perairan dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan, yaitu dapat membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jadi bila air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah spesies yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tetapi populasinya tinggi. Oleh karena itu penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran (Sastrawijaya, 2000). Faktor-Faktor Abiotik Yang Mempengaruhi Makrozoobenthos Sifat fisika kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti makrozoobenthos, perlu juga dilakukan pengamatan terhadap faktor-faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan. Faktor abiotik (fisika dan kimia) makrozoobenthos antara lain : perairan yang mempengaruhi kehidupan a. Suhu Suhu merupakan gambaran panas di perairan. Secara umum, kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktifitas biologi sehingga akan membentuk O2 lebih banyak lagi. Kenaikan suhu perairan secara alamiah biasanya disebabkan oleh aktifitas penebangan vegetasi disekitar sumber air tersebut (Siregar, 2011). Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis dan fisiologis di dalam ekosistem sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen dalam air menurun. Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 2000). Cahaya matahari merembes sampai pada kedalaman tertentu pada semua danau, sehingga permukaan air hangat (agak panas). Air yang hangat kurang padat dibanding air yang dingin, sehingga lapisan air yang hangat disebut epilimnion dan lapisan air yang dingin disebut hipolimnion. Penampang melintang dari tengah danau dan bagian dimana air keluar dari danau dan menunjukkan bahwa kedalaman termoklin lebih kurang sama sepanjang badan danau, akan tetapi aliran air yang naik dekat bendungan menimbulkan sedikit gangguan (Damanik, dkk., 1987). Setiap organisme air mempunyai kisaran toleransi yang berbeda terhadap nilai suhu air. Terdapat organisme yang mempunyai kisaran toleransi yang luas (euryterm) dan ada jenis yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit (stenoterm). Suhu juga sangat mempengaruhi laju pertumbuhan dari organisme air. Laju pertumbuhan pada benthos umumnya akan berlangsung selama 3 minggu pada suhu 15 oC, sedangkan pada suhu 24oC berlangsung hanya dalam waktu 1 minggu saja. Kenaikan suhu air dengan demikian akan berakibat pada percepatan masa perkembangan hewan sampai 3 kali lipat, sesuai dengan hukum Van’t Hoffs (Barus, 2004). b. DO (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisma air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Pada ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi sangat dominan. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada temperatur 0°C, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air (Barus, 2004). Menurut Sastrawijaya (2000), Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air. Menurut Barus (2004), menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran ekosistem tersebut. c. BOD (Biochemical Oxygen Demand) Nilai BOD (Biochemichal Oxgen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur 20°C. Untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisma membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisma anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004). Menurut Brower, dkk., (1990), nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu perairan, perairan tergolong baik jika konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l-20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l. d. COD (Chemical Oxygen Demand) COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004). COD (Chemical Oxygen Demand) erat kaitannya dengan BOD. Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan pengujian BOD5 tetapi senyawa-senyawa organik itu tetap menurunkan kualitas air. Oleh karena itu perlu diketahui konsentrasi organik dalam limbah dan setelah masuk dalam perairan dan dapat bersifat toksik bagi makrozoobentos. Untuk itulah tujuan diadakannya uji COD. Pengujian COD dilakukan dengan mengambil contoh dengan volume tertentu yang kemudian dipanaskan dengan larutan kalium dikromat dengan kepekatan tertentu yang jumlahnya sedikit di atas yang diperlukan. Dengan penentuan jumlah kalium dikromat yang dipakai, COD contoh dapat dihitung, dan dapat dilihat nantinya apa pengaruhnya pada makrozoobentos. Semakin tinggi kadar COD maka keanekaragaman bentos semakin rendah dan sebaliknya jika kadar COD rendah keanekaragaman bentos semakin tinggi (Siregar, 2011). e. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam beberapa faktor, yaitu kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garam- garam karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan (Sutika, 1989). Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisma air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004). f. Substrat Substrat dasar merupakan satu diantara faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Jika substrat mengalami perubahan maka struktur komunitas makrozoobenthos akan mengalami perubahan pula. Pengamatan terhadap kondisi fisik (tipe substrat) dan kimiawi (Kandungan C-organik, N-total, fosfor organik) sedimen dalam hubungannya dengan struktur komunitas makrozoobenthos sangat penting untuk dilakukan, karena sedimen merupakan habitat bagi makrozoobenthos tersebut (Yunitawati, dkk., 2012). Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar perairan seperti benthos, baik pada air diam maupun pada air yang mengalir. Substrat dasar merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keanekaragaman zoobenthos. Komponen utama yang terdapat didalam air adalah asam amino, protein, karbohidrat dan lemak. Dasar perairan berupa pasir dan sedimen halus merupakan lingkungan hidup yang kurang baik untuk hewan benthos (Tarigan, 2009). g. Kandungan Karbon Organik Total (TOC) Selain karbon anorganik, karbon di perairan juga terdapat dalam bentuk karbon organik yang berasal dari tumbuhan, biota akuatik baik yang hidup atau mati dan menjadi detritus, maupun limbah industri dan domestik. Penjumlahan karbon organik total dan karbon anorganik total merupakan nilai karbon total (Effendi, 2003).