BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia memiliki peran yang penting di dalam suatu perusahaan. Untuk mencapai tujuan, perusahaan atau organisasi membutuhkan dan perlu mengatur sumber daya manusia untuk menjalankan strategi yang dibuat. Menurut (Dessler, 2013), manajemen sumber daya manusia merupakan aturan kebijakan dan praktik-praktik yang dilibatkan dalam mengatur orang-orang atau aspek sumber daya manusia pada posisi manajemen, termasuk aktivitas recruiting, screening, training, rewarding, and appraising. Menurut (Snell & Bohlander, 2010), manajemen sumber daya manusia merupakan proses mengatur manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut (Mathis & Jackson, 2011), manajemen sumber daya manusia bertugas untuk merancang sistem-sistem manajemen untuk memastikan kemampuan para manusianya digunakan dengan efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.1.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia memiliki tujuh aktivitas yang saling berhubungan di dalam organisasi. Tujuh aktivitas manajemen sumber daya manusia menurut (Mathis & Jackson, Human Resource Management, 2011), diantaranya: 1. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis Sebagai bagian dari upaya untuk mempertahankan nilai daya saing organisasi. 2. Equal Employment Opportunity (EEO) Inti dari kesetaraan kesempatan dalam bekerja adalah tidak menerapkan perilaku diskriminasi antar anggota di dalam organisasi karena faktor ras, agama, gender, usia, dll. 7 8 3. Staffing Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di dalam organisasi. 4. Talent Management and Development Pengembangan SDM dimulai dengan orientasi karyawan baru, meliputi pemberian pelatihan dan persiapan untuk menghadapi tantangan di masa depan. 5. Total Rewards Memberikan kompensasi dalam bentuk gaji pokok, insentif, dan benefit sebagai bentuk penghargaan kepada karyawan atas kontribusinya terhadap organisasi. 6. Risk Management and Worker Protection Memastikan adanya jaminan kesehatan, keselamatan, dan keamanan para pekerja saat menjalankan aktivitas pekerjaan yang sesuai dengan hukum yang berlaku. 7. Employee and Labor Relations Menjaga hubungan antara para manajer dan karyawan dengan efektif agar dapat mecapai kesuksesan bersama. 2.1.2 Keadilan Organisasi Menurut (Griffin & Moorhead, 2010), keadilan organisasi adalah sebuah ukuran dari tingkat kewajaran yang diterima oleh karyawan sehubungan dengan pengambilan keputusan. (Greenberg & Colquitt, 2013) mengatakan keadilan organisasi mengacu pada persepsi masyarakat terhadap keadilan di dalam organisasi. Berdasarkan teori yang diungkapkan (Schermerhorn, Hunt, Osborn, & UhlBien, 2010), keadilan Organisasi adalah bagaimana seseorang melihat apakah mereka diperlakukan adil dan selaras dalam praktik-praktik di tempat kerja mereka. 9 2.1.2.1 Dimensi Keadilan Organisasi (Greenberg & Colquitt, 2013) mengatakan perlakuan adil dalam suatu organisasi terdiri atas tiga aspek, yaitu: 1. Keadilan Distributif Adam’s equity theory merupakan dasar dari keadilan distributif. Berdasarkan teori equity, seseorang membandingkan rasio input dan output mereka dengan rasio input dan output milik orang lain. Keadilan distributif bersangkutan dengan sesuatu yang memiliki nilai (seperti uang, barang, hak istimewa, pelayanan, dll). Bentuk lain dari keadilan distributif adalah keadilan memberikan promosi dan keadilan saat memberikan hukuman. Tiga norma dalam keadilan distributif: • Equity (memberikan penghargaan sesuai dengan kontribusi) • Equality (memperlakukan semua orang dengan sama) • Need (memberikan lebih kepada yang lebih membutuhkan) Organisasi dapat memberikan keadilan distributif dengan memberikan edukasi, komunikasi, dan memberlakukan praktik ketenagakerjaan yang adil dalam organisasi. 2. Keadilan Prosedural Digambarkan sebagai suatu keyakinan bahwa teknik atau cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah dilakukan dengan adil dan memuaskan para anggota organisasi. Keadilan prosedural dalam organisasi tergambarkan pada job satisfaction, job performance, dan patuh dengan peraturan organisasi. Aspek – aspek dari keadilan prosedural: • Consistency (memberikan kesempatan yang sama pada setiap orang) • Bias Suppression (tidak terpengaruh pada kepentingan pribadi) • Accuracy (prosedur yang berlaku didasarkan pada informasi yang jelas dengan error yang minim) • Correctability (terdapat mekanisme untuk memperbaiki kesalahan) • Representativeness (memberikan kesempatan kepada individu yang berkepentingan untuk ikut membuat keputusan) 10 • Ethicality (tidak melanggar norma etik profesi menghindari penipuan, pelanggaran privasi, atau suap) 3. Keadilan Interaksional Keadilan ini memaksudkan bahwa tiap orang peka terhadap perlakuan antarpribadi (interpersonal treatment) yang diterimanya selama diberlakukannya prosedur organisasi, atau dapat dikatakan sebagai perlakuan pantas yang diberikan oleh atasannya. Empat aturan yang mengatur keadilan interpersonal adalah: • Truthfulness Atasan memberikan perlakuan secara terbuka, adil, dan terus terang saat berkomunikasi dengan bawahannya dan menghindari kebohongan • Justification Atasan harus memberikan penjelasan mengenai hasil dari proses pengambilan keputusan • Respect Atasan memperlakukan setiap individu dengan tulus dan bermartabat, dan menahan diri untuk berperilaku kasar kepada orang lain • Propriety Atasan menahan diri untuk berprasangka atau mengajukan pertanyaan yang tidak pantas (mengandung SARA) 2.1.2.2 Dampak Keadilan Organisasi (Ivancevich, Konopaske, & Matteson, 2011) mengatakan keadilan organisasi terbukti memiliki dampak positif terhadap sejumlah reaksi perilaku dan afektif. Reaksi tersebut meliputi: 1. Komitmen pada organisasi 2. Keinginan menetap di organisasi 3. Kewarganegaraan organisasi 4. Rasa percaya terhadap supervisor 5. Kepuasan dengan hasil keputusan 11 6. Usaha kerja 7. Kinerja Sedangkan, (Greenberg & Colquitt, 2013) mengatakan hasil dari kurangnya perlakuan keadilan dalam organisasi meliputi: 1. Kepuasan kerja dengan kepemimpinan 2. Intensi turnover 3. Kepercayaan 4. Stres 2.1.3 Perencanaan Karier Menurut (Hanggraeni, 2012) perencanaan karier adalah sebuah proses ketika seseorang memilih career goal-nya dan jalur karier (career path) yang akan dipilih untuk mencapai posisi tersebut. (Mathis & Jackson, Human Resource Management, 2011) mengungkapkan perencanaan karier adalah perencanaan yang fokus pada pekerjaan dan pengidentifikasian jalan karier yang memberikan kemajuan yang logis atas orangorang diantara pekerjaan dalam organisasi. (Dessler, 2013) mengatakan bahwa perencanaan karier adalah membahas proses seseorang menjadi sadar akan keterampilan personal, interest, pengetahuan, motivasi, dan karakteristik lainnnya, memperoleh informasi tentang kesempatan dan pilihan, identifikasi karier yang berhubungan dengan tujuan (goals), dan mendirikan rencana untuk memperoleh tujuan spesifik. 2.1.3.1 Tipe – Tipe Perencanaan Karier Perencanaan karier memiliki beberapa tipe, yaitu: a. Steady-state Careers Dicirikan dengan satu pekerjaan (single-job) selama seumur hidup. b. Linear Career Seseorang tetap pada suatu bidang tertentu dan bekerja dengan cara menaiki tangga kerja dari tingkat pekerjaan rendah ke tingkat pekerjaan tinggi. 12 c. Spiral Career Orang-orang berkembang secara perlahan melalui seri pekerjaan atau tugas, dimana tiap tugas membutuhkan keterampilan baru dan membangun pengetahuan dan keterampilan yang sudah ada. d. Transitory Career Seseorang berpindah ke posisi yang berbeda dan tidak saling berhubungan, menghabiskan waktu sekitar satu sampai empat tahun untuk tiap posisi. 2.1.3.2 Manfaat Perencanaan Karier (Hanggraeni, 2012) menuliskan beberapa manfaat yang bisa diperoleh perusahaan apabila proses perencanaan karier para pekerjanya dikelola dengan baik, diantaranya: 1. Membantu menyelaraskan strategi perusahaan dan kebutuhan sumber daya manusia. Dengan membantu para pekerjanya merencanakan karier mereka, perusahaan bisa mengantisipasi dan mempersiapkan kebutuhankebutuhan sumber daya manusianya di masa depan, termasuk jumlah dan kriteria-kriteria yang diperlukan. 2. Membantu proses pengembangan karyawan dan membantu perusahaan memenuhi kebutuhan sumber daya manusia melalui proses internal recruitment, terutama sebagai salah satu sarana promosi pekerja yang baik untuk menduduki posisi yang lebih tinggi. 3. Menurunkan tingkat perputaran karyawan (turnover), dengan memberikan perhatian kepada perencanaan karier para karyawan akan meningkatkan loyalitas karena karyawan merasa kebutuhan akan kelangsungan pengembangan kariernya diperhatikan oleh perusahaan. 4. Memotivasi pekerja untuk terus mengembangkan diri. Dengan adanya proses perencanaan karier, maka pekerja akan selalu terpacu untuk mengembangkan direncanakan. diri guna mencapai career goal yang telah 13 5. Memenuhi kebutuhan pekerja akan prestasi yaitu, pencapaian akan posisi yang lebih tinggi. 2.1.3.3 Dimensi Perencanaan Karier (Hanggraeni, 2012) mengatakan terdapat lima faktor yang dianggap sebagai harapan dan atau kebutuhan pekerja dalam proses perencanaan karier: 1. Career Equity Sistem promosi yang jelas dan fair serta adanya kesempatan yang sama bagi setiap pekerja untuk memperoleh pengembangan karier untuk mencapai posisi yang lebih tinggi. 2. Supervisory Concern Atasan terlibat dan berperan aktif dalam proses perencanaan dan perkembangan karier, dan memberikan umpan balik mengenai kinerja para pekerja. 3. Awareness of Opportunities Adanya informasi yang jelas mengenai promosi, sistem karier, dan pengembangan karier. 4. Employment Interest Preferensi dan keinginan yang dimiliki para pekerja dalam perencanaan karier mereka 5. Career Satisfaction Tingkat sikap puas para pekerja akan sistem dan manajemen karier di perusahaan. 2.1.4 Turnover Karyawan (Mathis & Jackson, 2011) mengatakan turnover adalah proses dimana para pekerja meninggalkan suatu organisasi dan harus digantikan. 14 (Snell & Bohlander, 2010) berpendapat turnover hanya mengacu pada perpindahan keluar karyawan dari organisasi. Menurut (Dessler, 2013) turnover adalah tingkat dimana para pekerja meninggalkan perusahaan. Menurut (Ridlo, 2012) turnover adalah proporsi jumlah anggota organisasi yang secara suka rela dan tidak meninggalkan organisasi dalam kurun waktu tertentu. 2.1.4.1 Tipe – Tipe Turnover (Mathis & Jackson, 2011) mengelompokan turnover menjadi beberapa tipe, yaitu: 1. Involuntary Turnover (Turnover secara tidak sukarela) Karyawan diberhentikan karena kinerja yang buruk atau karena melakukan pelanggaran peraturan kerja. 2. Voluntary turnover (Turnover suka rela) Karyawan keluar karena pilihannya sendiri diluar kendali dari employer. Penyebab Voluntary Turnover diantaranya adalah: • Ketidakpuasan kerja • Tingkat gaji dan benefit • Pengawasan • Geografi / wilayah • Keluarga • Kesempatan karier 3. Turnover fungsional Karyawan yang memiliki kinerja lebih rendah, individu yang kurang dapat diandalkan, atau mereka yang mengganggu rekan kerja dapat meninggalkan organisasi dikarenakan persyaratan yang tidak memenuhi standar kualitas perusahaan. 4. Turnover Disfungsional Karyawan penting dan memiliki kinerja tinggi meninggalkan organisasi pada saat yang genting. 5. Uncontrollable Turnover (Turnover yang tidak dapat dikendalikan) 15 Karyawan meninggalkan perusahaan dimana alasan untuk keluar diluar kendali dari si pemberi kerja atau organisasi. Penyebab Uncontrollable Turnover, antara lain: • karyawan pindah dari daerah geografis • Karyawan memutuskan untuk tinggal di daerah karena alasan keluarga • Suami atau istri dipindahkan • Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi. 6. Controllable Turnover (Turnover yang dapat dikendalikan) Karyawan meninggalkan perusahaan karena adanya pengaruh dari si pemberi kerja. 2.1.4.2 Dimensi Penyebab Turnover (Ridlo, 2012) mengatakan yang mempengaruhi terjadinya turnover adalah sebagai berikut: 1. Usia Pekerja muda mempunyai tingkat turnover lebih tinggi daripada pekerja yang lebih tua. Semakin tinggi usia seseorang semakin rendah intensi turnovernya. Karyawan yang lebih muda lebih tinggi kemungkinan untuk keluar. Hal ini mungkin disebabkan karena pekerja dengan usia yang lebih tua memiliki tanggung jawab atas keluarganya, mobilitas yang menurun, tidak ingin repot untuk pindah, faktor senioritas, gaji dan fasilitas tinggi yang sudah didapat di tempat kerjanya saat ini. 2. Lama Kerja Semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnovernya. Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat. Interaksi dengan usia dan kurangnya sosialisasi awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya turnover. 3. Tingkat Pendidikan 16 Dengan pendidikan yang tinggi dan jabatan yang sesuai maka berpengaruh terhadap retensi karyawan. Jika pendidikan tidak sesuai dengan jabatan yang diinginkan maka akan berpengaruh terhadap tingkat turnover yang tinggi. 4. Keterikatan terhadap Organisasi Semakin tinggi keikatan seseorang terhadap perusahaannya akan semakin kecil ia memiliki intensi untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan, dan semakin rendah keikatan seseorang terhadap perusahaannya akan semakin besar ia memiliki intensi untuk pindah dari perusahaan. Pekerja yang memiliki rasa keikatan yang kuat terhadap perusahaan berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup, serta gambaran diri yang positif. Akibat secara langsung adalah menurunnya dorongan diri untuk berpindah perkerjaan dan perusahaan. 5. Kepuasan Kerja Tingkat turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja seseorang, semakin tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorongannya untuk melakukan turnover. Discrepancy Theory yang menyatakan bahwa kepuasan dapat tercapai bila tidak ada perbedaan antara apa yang seharusnya ada (harapan, kebutuhan, nilai - nilai) dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaanya. 6. Budaya Perusahaan Budaya perusahaan yang kuat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku karyawan dan secara langsung mengurangi turnover. Budaya yang kuat akan membentuk kohesivitas, kesetiaan, dan komitmen terhadap perusahaan pada para karyawannya yang akan mengurangi keinginan karyawan meninggalkan organisasi. 2.2 Kerangka Pemikiran Dibawah ini merupakan kerangka pemikiran yang telah dirancang untuk penelitian ini dengan variabel X1: keadilan organisasi, X2: perencanaan karier, dan Y: turnover karyawan. 17 KEADILAN ORGANISASI T-1 TURNOVER KARYAWAN (Y) (X1) PERENCANAAN KARIER T-2 (X2) T-3 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis 2.3 Hipotesis Berdasarkan teori (Sekaran & Bougie, 2013) hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang bersifat sementara, dapat diuji, yang memperkirakan apa yang diharapkan untuk ditemukan dalam data empiris yang ada. Hipotesis diperoleh dari teori yang berhubungan dengan model konseptual pada penelitian yang dilakukan. Hipotesis dapat didefinisikan sebagai menduga hubungan antara dua variabel atau lebih secara logis yang dinyatakan pada pernyataan yang dapat diolah atau diuji. Hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis untuk T – 1: • Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara keadilan organisasi terhadap turnover karyawan PT. Kajima Indonesia. • Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara keadilan organisasi terhadap turnover PT Kajima Indonesia. 2. Hipotesis untuk T – 2: • Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara perencanaan karier terhadap turnover karyawan PT. Kajima Indonesia. 18 • Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara perencanaan karier terhadap turnover karyawan PT. Kajima Indonesia. 3. Hipotesis untuk T – 3: • Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara keadilan organisasi dan perencanaan karier terhadap turnover karyawan PT. Kajima Indonesia. • Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara keadilan organisasi dan perencanaan karier terhadap turnover karyawan PT. Kajima Indonesia. 19