Bangkit Dari Debu. Buku yang anda pegang ini

advertisement
Bangkit Dari Debu.
“Selanjutnya kami tidak mau, Saudara-saudara bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang
meninggal, supaya, kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai
pengharapan. Karena jikalau kita percaya bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita
percaya juga bahwa dengan perantaraan Yesus, Allah akan mengumpulkan bersama-sama dengan
Dia mereka yang telah meninggal.”
–1 Tesalonika 4:13-14
i
Dedicated to my mom, Indriyana Ratna Sutrisni that lives happily in Heaven now. You have
to go, so everybody else in the world can rise up and live.
ii
Pujian untuk Bangkit Dari Debu.
Semasa saya membaca buku ini, saya diingatkan oleh satu kutipan yang diucapkan oleh Pastor Bobby
Chaw -dekan School of Theology City Harvest Church, Singapura- dalam salah satu khotbahnya,
“Only GOD can turn a mess into a message, a test into a testimony, a trial into a triumph, a victim
into a victory”.
Bangkit Dari Debu. Buku yang anda pegang ini sangatlah menggambarkan kutipan diatas, inilah
buku yang lahir dari kekacauan namun membawakan pesan kebangkitan yang indah. Buku yang lahir
dari sebuah ujian lembah dukacita, namun memberikan kesaksian yang menguatkan. Buku yang lahir
dari adanya pencobaan yang membuat kita seakan-akan menjadi korban dari kekejaman dunia ini,
namun ternyata Tuhan membangkitkan kita di “hari yang ketiga” dan mengubah kita menjadi lebih
dari seorang pemenang.
Dipaparkan dengan gaya bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, sekali lagi Sarah menuliskan
kisah hidupnya dan akan membawa Anda ke sebuah pemahaman dan pengertian yang baru mengenai
"Kebangkitan". Bukan hanya memberikan pengertian, Audrey juga membagikan langkah-langkah
praktis bagaimana Anda dapat "dibangkitkan" dan meraih kembali kehidupan Anda! Kehidupan yang
bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya.
–Sophia Novita A., City Harvest Church Singapore.
Saya melihat bagaimana pendewasaan di dalam Tuhan terjadi melalui masa-masa yang sukar. Hasil
dari proses tersebut adalah keindahan manusia rohani, karena Yesus yang ada didalam kita. Entheos!
God in us, never fear and let the ressurection begins!
–Maya Uniputty, Singer and Worship Leader
Membaca tulisan Sarah selalu membuat saya merinding. Ditambah ketika ia menuliskan kisah
perjuangan hidupnya yang menggugah, membuat setiap hati orang yang membaca tulisannya seolah
disentuh oleh sebuah 'tangan' yang membangkitkan. Percayalah saya, Anda harus membawa pulang
buku ini! (kalau saya sudah pasti akan melakukan itu!).
–Josua Iwan Wahyudi, Master Trainer EQ Indonesia | Penulis 24 buku | @josuawahyudi
iii
Bangkit Dari Debu! Sebuah buku yang sangat mengubah pola pemikiran kita, dengan cara
penyampaian bahasa yang mudah dicerna dan penggunaan ilustrasi yang menarik membuat kita
mengerti bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, entah itu baik atau buruk, tetap Jesus is
the center of our lives! Dalam buku ini, diagnosa terjalin indah dengan pemecahan masalah. Sukacita
dan kemerdekaan untuk bernafas dan menikmati kehidupan adalah hasil yang akan Anda dapatkan
saat Anda mempelajari halaman demi halaman buku ini!
–Max Millianus Tanudjaja, Bintang Sinetron dan Pengusaha Muda
iv
Ucapan Terima Kasih.
Sebuah kebangkitan adalah alasan untuk berterima kasih. Bukan kepada diri sendiri,
yang tak mungkin bangkit tanpa beberapa uluran tangan yang persisten. Tetapi
kepada pribadi-pribadi, yang telah melakukan jauh lebih banyak dari yang mereka
ketahui. Mereka telah membangkitkan satu jiwa! Dan mereka tidak menyadari bahwa
mereka sudah melakukannya.
Maka di sinilah saya, berdiri untuk memanggil satu persatu mereka ke panggung dan
mengucapkan selamat atas kegigihan dan kasih yang mereka berikan kepada saya.
Saya harap lampu sorot mengarah kepada mereka, dan gemuruh tepuk tangan setiap
kali saya menyebut satu nama, karena mereka layak mendapatkannya.
Namun pertama-tama, saya tak akan pernah lupa pada satu-satunya Pribadi yang
membuat segala rencanaNya terjadi dengan sempurna, sesuai dengan kekayaan dan
kemuliaanNya. Dialah Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat saya. Dia yang telah
membuat sebuah rencana yang hebat, menyelipkannya dalam pikiran saya, dan walau
saya berkata "hah?" dan menolak mentah-mentah, Dia memberitahu saya di sela-sela
keraguan, bahwa bersama Dia, tidak ada yang tidak mungkin! Dialah alasan dan dasar
dari semua yang baik yang keluar dari kehidupan saya. Dan Dialah penebus bagi
semua yang buruk yang telah saya lakukan. Dialah Allah yang menjadikan
ketidaksempurnaan saya tampak seperti permata yang indah. You are my world, God.
Lalu ada orang-orang yang Ia kirim. Orang-orang yang luar biasa. Terima kasih untuk
Papa saya, Harry Alimwidjaja, yang telah memberikan dukungan yang tak terbatas
bagi pelayanan dan visi yang Tuhan taruh dalam hati saya. Terima kasih telah menjadi
sahabat yang hangat dan penuh semangat dalam kehidupan. Ps. Timotius Arifin, Bapa
Rohani saya. Terima kasih untuk sebuah nasihat untuk pulang, untuk menit-menit
paling genting di sebelah peti mati Mama, untuk beberapa patah kata di ujung telepon
yang tak saya mengerti sebelumnya namun yang ternyata merupakan sebuah
kebenaran yang membebaskan. Thank you for believing in me, and what Jesus can do
in my life...
v
Tante Marleen Prasetyo, terima kasih untuk kebaikan demi kebaikan dan kasih Kristus
yang menguatkan, yang telah menjadi secercah cahaya harapan bagi kami sekeluarga.
Saya selalu mengatakan kepada Mama bahwa Tante adalah seorang malaikat, dan
memang demikian adanya.
Sabine Kusuma, terima kasih, untuk waktu, hati, setiap tetesan air mata, hardikan,
doa, Firman, pengajaran, kesabaran untuk berdiri bersama saya di masa apapun,
tanpa keluh kesah, melainkan selalu dengan semangat yang menyala-nyala. Saya
belajar banyak dari hati satu orang, bagaimana kasih karunia tidak hanya mengubah
saya, tapi juga seluruh dunia. Terima kasih telah menjadi mentor yang saya butuhkan,
bukan yang saya inginkan. Sophia Novita Angkadjaja, terima kasih untuk belasan
tahun yang melelahkan yang telah kau luangkan untuk mendidik saya dalam
kebenaran Kristus. Saya menjadi sebagaimana saya ada sekarang, karena belasan
tahun yang lalu, saya berjumpa denganmu. Saya masih berharap saya dapat
membalas kebaikanmu, tapi saya tahu, mustahil untuk melakukannya. Ewaldine
Melanie, terima kasih telah mendampingi saya melalui masa-masa terberat dalam
hidup saya, menjadi saksi bagaimana sebuah benih memang harus mati, sebelum ia
bertumbuh dan berbuah lebat. Menjadi si penyiram, yang percaya bahwa benih itu
pasti akan tumbuh pada waktunya. Dan menjadi sahabat, yang bersorak-sorai saat
benih itu bertunas dan beranjak untuk meraih tujuan hidupnya. Zaenani, I must say,
thank you for your ever-meaningful silence. Melalui ketenangan kau menunjukkan
bahwa kasih dapat dibuktikan tanpa kata-kata. Terima kasih untuk waktu dan telinga
yang kau berikan dengan sukarela bahkan hingga saat ini. Benar-benar sebuah
kelegaan bagi saya, mengetahui bahwa saya dapat berlari beberapa ratus meter dari
kantor dan mendapatkan kamu untuk mendengarkan saya, kapanpun saya
membutuhkannya. Evy Marline, saya berharap kau ingat apa yang kau katakan
padaku waktu itu, karena Tuhan sedang mewujudkannya bagi kemuliaanNya. Terima
kasih, untuk sebuah pemberitahuan awal, apa yang akan Tuhan lakukan dalam hidup
saya, dan kesetiaan untuk mendoakan agar saya dapat mencapainya. Richard
Liemanto dan Febe Sunarto, my cell group leaders, kalian memberi contoh yang baik
bagi semua pemimpin muda di seantero nusantara, bahwa kepemimpinan, dan
penggembalaan, selalu dimulai dengan hati, dan cinta kasih yang tak mengenal kata
tidak (dalam arti yang positif). Hati yang kalian bagi-bagikan itu, tak akan kembali
dengan sia-sia. Kalian akan melihat, anak-anak muda yang kalian pimpin, bertumbuh
menjadi orang-orang muda yang hebat, karena satu keputusan sederhana untuk
vi
berbagi hati dengan mereka. Terima kasih pula untuk semua sahabat saya di Komsel
FamPro dan semua Gembala, rekan pelayanan, serta jemaat ROCK Ministry yang
namanya tak dapat saya sebutkan satu persatu. Juga kepada semua orang yang saya
jumpai dalam perjalanan hidup dan pelayanan saya. You all have been a tremendous
blessing to me. I love you with the love of Christ.
vii
Daftar Isi.
Chapter #0
Ada Titik Nol
Chapter #1
Kembali Ke Kristus. Satu-satunya Jalan Kembali Kepada Hidup
Chapter #2
Bukan Milik Kita. Jangan Pegang Erat-erat
Chapter #3
Dalam Keadaan Tak Mengerti, Percaya
Chapter #4
To Be Put Back In Place
Chapter #5
Bangkit Pada Hari yang Ketiga
viii
Intro.
Ketika Semuanya Tidak Berjalan Sesuai
dengan Rencana Saya.
"Things don't go wrong and break your heart so you can become bitter and give up. They happen
to break you down and build you up so you can be all that you were intended to be."
-- Samuel Johnson
December tiba. Saya sangat bersemangat. Tahun itu adalah tahun 2010. Saya
baru saja membeli iPod Touch 4. Saya ingat, Saya menyebutnya my early
Christmas gift. Karena saya percaya akan ada kejutan yang lebih baik lagi Natal
nanti. Tuhan pasti akan memberikan kebahagiaan. Sebab tahun itu bukan tahun
yang baik bagi karir saya. Setelah dua setengah tahun saya bekerja di tempat yang
salah. Dan untuk segala kesulitan yang sudah saya alami di tempat kerja, saya
merasa berhak mendapatkan Natal yang indah. Saya pun memaksa Mama untuk
membuat paspor. Saya ingin mewujudkan impian kami berdua, berkunjung ke
Hong Kong di akhir Desember, merayakan pergantian tahun bersama keluarga
kami di sana. Saya pikir saya punya cukup simpanan untuk membiayai liburan
kami kali ini. Saya yakin, akhir tahun ini Mama pasti bahagia. Dan itu berarti,
saya juga. Karena sudah lama saya mendambakan pergi berlibur lagi bersama
Mama. Sesuatu yang jarang bisa saya lakukan karena saya dijajah oleh pekerjaan.
ix
Hmm... Rencana akhir tahun yang sempurna. Saya pasti bahagia...
Saya salah...
10 Desember 2010, pukul 5.00 pagi, ponsel saya berdering kencang. Saya
terbangun dengan jantung yang berdetak tiga kali lebih cepat. Tiba-tiba saya
tahu. Saya tahu saja. Sesuatu yang buruk terjadi.
Mama meninggal...............................
Dugaan kuat, internal bleeding karena liver failure.
Suara di ujung telepon yang terbata-bata dan berusaha mengumpulkan katakata yang tepat untuk membuat berita ini lebih mudah dicerna, saya akhiri
dengan cepat. Lalu tak ada suara. Pikiran saya seketika kosong. Kini saya tidak
punya rencana. Saya bahkan tak tahu apa yang akan saya lakukan 1 menit ke
depan.
Saya menelepon beberapa orang. Saya tidak ingat siapa yang saya hubungi
pertama kali. Tapi saya ingat di antara mereka adalah bapa rohani saya, Pastor
Timotius Arifin. Saya masih ingat apa yang ia katakan dengan segera, “Mama
pulang sebagai orang benar”.
Beberapa orang terdekat lalu menghubungi saya. Tapi saya tak dapat
merasakan apa-apa. Mereka menangis karena merasakan kesedihan yang
mendalam, namun saya seperti tak paham akan situasi. Saya menjawab seadanya,
menutup telepon, masuk ke kamar mandi dan menangis sebisanya. Lalu saya
keluar, mengumpulkan barang-barang yang dapat saya temukan, memasukkan
semuanya ke dalam koper, dan berjalan setengah sadar menyusuri jalan raya,
sampai saya menemukan taksi.
Pikiran saya masih kosong. Tetapi kenyataan mulai kembali ke akal. Mama
pergi! Mama pergi untuk selamanya. Dan saya bahkan tak ada di samping Mama,
di detik-detik terakhir hidupnya. Air mata saya pun mulai tak terbendung. Sopir
taksi yang menyadari sesuatu yang buruk telah terjadi, bergegas membawa saya ke
bandara.
x
Saya masih ingat, saya menangis deras di sepanjang penerbangan kembali ke
Surabaya, tempat asal saya. Semua orang heran, tapi mereka seolah-olah tahu,
apa yang sedang saya alami. Mereka tak bersuara. Tapi mereka juga tak tertawa.
Mereka hanya diam dalam dengung suara mesin pesawat. Jadi saksi-saksi bisu
dukacita yang membunuh saya dari dalam.
Hari itu adalah hari terburuk dalam sejarah hidup saya. Itu adalah hari di
mana saya 'mati'.
---------
Itu berita buruknya. Dalam suatu masa dalam hidup ini, kita harus berhadaphadapan dengan masa yang sukar. Dengan perasaan-perasaan yang sulit. Dengan
tragedi-tragedi dalam hidup. Dengan rasa sakit yang tak terkatakan.
Dan terkadang, akibat dari peristiwa-peristiwa yang terlalu menyakitkan itu,
kita kehilangan diri kita begitu saja. Tanpa jejak untuk kembali, tanpa arah ke
depan, tanpa keyakinan yang dulu pernah kita miliki. Anda mungkin
menyebutnya tragedi. Saya menyebutnya, kematian spiritual. Kita akan
membahasnya lebih banyak lagi nanti.
Bagi saya sendiri, kehilangan orang-orang yang paling saya cintai, mungkin
adalah salah satu fase yang paling sulit dari antara semua masalah yang pernah
saya hadapi. Oma (Nenek) saya meninggal tahun 2001. Beliau adalah salah satu
orang yang membesarkan saya. Tetapi itu tidak membuat kehilangan Mama
menjadi lebih mudah. Malah semakin berat terasa. Karena untuk beberapa saat
lamanya, saya merasa benar-benar sendirian, ditinggalkan. Saya merasa... mati.
Kalau Anda mengalaminya sekarang ini, duduklah bersama saya, karena saya
juga pernah berada di sana.
Saya tahu rasanya. Dan saya tahu, bahwa pada saat Anda kehilangan orang
yang paling Anda cintai, dunia runtuh. Anda runtuh. Dan semua benteng yang
Anda bangun untuk situasi-situasi genting seperti ini, akan runtuh bersama Anda.
Semata-mata tidak ada yang dapat Anda lakukan pada saat itu. Tidak ada
xi
pertolongan pertama terhadap peristiwa-peristiwa seperti ini. Tidak ada perban
yang dapat sementara waktu menahan pendarahan batin Anda. Sama sekali tidak
ada. Walau percayalah, ini adalah hal yang sepenuhnya manusiawi.
Saya dapat berkata demikian, karena pada waktu Mama meninggal, saya
merasa pada hari itu juga jantung saya berhenti, saya ikut ‘mati’, dan harus hidup
untuk melihat ‘kematian’ saya. Seperti berada dalam kondisi 'koma' yang
mengenaskan, saya seolah-olah kehilangan kemampuan untuk menggerakkan
kehidupan saya sendiri.
Mari kembali sejenak ke bulan Desember yang kelam itu, yah, hari itu
memang hari yang buruk. Sebenarnya, sepanjang minggu itu adalah minggu yang
buruk. Seperti yang saya bilang tadi, I had a crappy job. Saya punya pekerjaan
yang buruk. Dan hidup saya terpusat pada pekerjaan yang menyiksa nurani ini.
Hanya saya tak pernah berpikir bahwa keadaan dapat menjadi lebih buruk dari
yang saya perkirakan. Tapi ternyata itu terjadi. Saat pukul 05.00 pagi seseorang
menelepon dan memberitahu bahwa Mama telah pergi. Just when you think
nothing worse could happen.
Saya bekerja dan tinggal di kota Jakarta. Sedangkan kedua orang tua saya
menetap di Surabaya. Jadi entah Anda bisa membayangkan atau tidak, tapi
perasaan saya saat itu sangat kalut. Ya, perasaan di mana Anda tidak ada di sana
pada saat sesuatu terjadi terhadap orang yang Anda cintai, perasaan ketika
seseorang yang begitu dekat dengan Anda tiba-tiba pergi untuk selamanya tanpa
mengucapkan selamat tinggal. Padahal masih segar dalam ingatan saya, beberapa
hari sebelumnya saya dan Mama masih bertukar canda di Facebook (Ya, Mama
saya cukup mengerti Facebook). Dan saya sama sekali tidak mengira, bahwa itu
akan menjadi kali yang terakhir saya berbincang dengan Mama.
Pada saat itu, kekalutan menguasai hati dan pikiran saya. Sepertinya tiba-tiba
saja sebuah awan gelap melingkupi seluruh hidup saya. Saya tidak tahu apa lagi
yang harus dilakukan, ke mana saya harus pergi, lebih-lebih, saya sempat tidak
tahu bagaimana saya harus hidup tanpa Mama, atau untuk apa lagi saya hidup
jika tak ada Mama di dalam kehidupan saya.
xii
Tidak ada yang dapat melukiskan kesedihan saya. Bahkan tidak ada kata-kata
yang dapat menggambarkan apa yang saya rasakan pada saat itu. Ini memang
perasaan-perasaan yang susah dijelaskan. Tapi saya rasa, jika saat ini Anda
mengalami hal yang sama, Anda pasti akan mengerti apa yang saya maksud.
Akhir tahun itu, saya langsung berhenti dari pekerjaan, pulang ke Surabaya,
memilih untuk melupakan semua impian dan sempat terpuruk dalam
keputusasaan yang seakan-akan tak berujung. Saya sempat kehilangan semangat
hidup, 180 derajat berbalik dari orang yang sangat termotivasi menjadi orang
yang tidak memiliki motivasi sama sekali.
Intinya, terkadang, kita ikut mati bersama dengan tragedi-tragedi yang
menimpa kita. Bersama dengan orang-orang tercinta yang meninggalkan kita.
Meski tak pernah dimaksudkan demikian. Tapi kalaupun terjadi, itu sangat
manusiawi. Hanya masalah waktu, dukacita pasti akan menghampiri semua
orang, karena kematian adalah kodrat manusia.
Itulah juga alasan mengapa saya memutuskan untuk mulai menulis buku ini.
Karena setiap harinya, ribuan orang harus berjalan melalui lembah yang kelam
itu –melewati rasa duka yang mencekam– tapi sedikit yang berhasil keluar dari
sana dengan selamat. Dan kalaupun mereka akhirnya keluar, mereka tidak
sepenuhnya ‘kembali’. Sehingga orang-orang terdekat Anda bisa mengalami dua
mimpi buruk sekaligus. Kehilangan orang terkasih yang meninggal, dan
kehilangan Anda, yang walau masih hidup tetapi tidak benar-benar ‘ada’ bersama
mereka. Seperti yang dikatakan Billy Graham, “Dukacita yang tidak diatasi
dengan benar dapat menyebabkan kita kehilangan perspektif dalam kehidupan”.
Saya ingin keadaan itu berubah. Saya ingin lebih banyak orang berhasil keluar
dari gua dukacita. Saya ingin lebih banyak kemenangan dan sorak sorai. Saya
ingin Anda memenangkan pertandingan, dan memperoleh hidup Anda kembali.
Jadi sebenarnya, yang ingin saya ceritakan bukanlah betapa sedihnya perasaan
saya atau betapa hancurnya hati saya saat itu, karena percayalah, jika saya harus
menuangkan seluruhnya ke dalam tulisan, maka kitab Ratapan akan mendapat
saingan yang sepadan. Dan tebalnya, mungkin akan melebihi 150 pasal kitab
Mazmur! Membuat Anda yang membacanya turut hanyut dalam kesedihan, dan
xiii
semakin kehilangan harapan. Itu benar-benar tidak ada gunanya. Kesedihan yang
berlarut-larut hanya akan menghancurkan jiwa Anda. Saya sudah mengalaminya.
Dan saya tidak mau membiarkan Anda berada di sana lebih lama lagi. Saya
menyadari, sudah waktunya seseorang mengatakan "Berhenti! kita harus
melakukan sesuatu dengan perasaan yang sangat menyakitkan ini."
Sekali lagi, tidak ada yang salah dari semua perasaan terpuruk yang menimpa
kita pada saat sebuah tragedi terjadi. Tapi memutuskan untuk tinggal di dalam
sumur keputusasaan dan tidak pernah keluar lagi dari sana adalah hal yang
bodoh. Dan saya yakin itu bukan Anda. Anda adalah seseorang yang istimewa di
mata Tuhan. Dia masih punya rencana yang besar dan jauh ke depan untuk
Anda. Itu sebabnya, Anda harus bangkit. Karena orang-orang yang pergi, adalah
masa lalu. Tetapi orang-orang yang ada bersama kita sekarang, adalah masa
depan. Mereka membutuhkan kita. Jangan biarkan mereka kehilangan Anda. Jadi
hal pertama –dan yang terpenting– adalah apapun yang terjadi, bagaimana pun
beratnya, Anda harus kembali. Dengarkan saya, Anda harus kembali. Because
your world needs you.
Itulah sebabnya saya memberi judul buku ini Bangkit Dari Debu. Ya, karena
ini memang sebuah buku tentang kebangkitan. Ini adalah buku tentang harapan.
Tentang pemulihan, dan masa depan. Ini buku tentang Anda. Karena Anda
adalah masa depan bagi diri dan dunia Anda sendiri.
Maka mari menangislah, menangislah sekeras-kerasnya, berteriaklah dan
ungkapkan kesedihan yang tak terkatakan itu. Selesaikan amarah Anda, dan
ekspresikan kejengkelan Anda. I hear you, loud and clear. Tapi kemudian
bangkitlah! Bersihkan luka-luka Anda, dan kembalilah berlari menuju garis finish.
Sebab Tuhan sendiri berdiri di tahta kemuliaanNya, menantikan Anda pulang
sebagai pemenang, sebagai orang-orang yang memenangkan hidup.
Saya pun berpikir, ada berita baik di balik semua ini. Jika Anda dapat
mengatasi dukacita, Anda akan dapat mengatasi banyak tantangan yang lain,
bahkan yang tampak lebih besar sekalipun. Charles Swindoll, penulis terlaris Seri
Tokoh Terbesar dalam Alkitab, dalam pembahasannya akan Raja Daud, ia
mengatakan bahwa Daud dapat mengalahkan Goliat, selain karena sepenuhnya
xiv
mengandalkan Tuhan, juga karena jauh sebelum melawan raksasa Filistin itu,
Daud sudah lebih dulu ‘melatih’ dirinya dengan mengalahkan singa dan beruang.
Artinya, ujian-ujian yang Anda hadapi sekarang ini tidak pernah dimaksudkan
untuk melemahkan Anda, atau bahkan menghabisi Anda. Tetapi untuk
menguatkan, dan membangun, sehingga Anda dapat melanjutkan pertandingan
hidup, dan keluar sebagai pemenang.
“Tuhan yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang,
Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu.” –1 Samuel 17:37
Karena itu, saya berjanji, kali ini Anda akan bangkit. Anda akan melanjutkan
pertandingan, dan Anda akan menang. Anda tidak akan jatuh lebih lama lagi.
Karena sekarang, Anda sudah tahu caranya untuk bertahan. Dan mulai sekarang,
anda tahu caranya untuk BANGKIT!
***
xv
CHAPTER O
Ada Titik Nol.
Sebelum satu, selalu ada nol. Saya tidak ingin kita memulai dari satu. Itu akan
melompati tahapan yang harus Anda lalui. Dan melompat kelas itu selalu tidak
baik (Anda yang pernah melompat kelas saat sekolah pasti mengetahuinya), Saya
ingin, kita mulai dari nol.
Ada titik nol dalam kehidupan. Itu kurang menyenangkan kedengarannya
memang. Itu bisa berarti Anda kehilangan semuanya. Semua mimpi, semua
gambaran kebahagiaan, semua khayalan yang menyenangkan. Sampai saat ini,
saya masih sering membayangkan, bagaimana jika saya berhasil mengajak Mama
melancong ke Hong Kong. Betapa bahagianya kami. Menembus tahun yang baru
bersama keluarga di sebuah negeri yang indah.
Tapi titik nol juga bisa berarti kita dapat memulai lagi dari awal. Sebuah langit
yang baru. Itu bisa berarti kesempatan kedua.
“Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang
pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi.”
–Wahyu 21:1
Tapi sebelum kita dapat menemukan titik terang, kita bertemu dengan titik nol.
Titik nol yang gelap, titik nol yang mencekam. Titik nol yang menyedihkan. Titik
nol yang tak pernah terbayangkan kita akan berada di sana. Sekali-kalipun tidak.
Tapi demikianlah, kita harus berada di sana sekarang.
16
Lalu apa yang harus kita lakukan saat berada di titik nol? Saya menghabiskan
beberapa hari untuk mendapatkan jawaban yang tepat terhadap pertanyaan ini.
Tiba-tiba, ketika saya sedang membuka Alkitab dan mempelajari surat-surat
Paulus, Tuhan berkata di dalam hati saya, “Berdoa.” Dan segera saya mengerti,
bahwa itulah jawabanNya untuk pertanyaan yang sedang saya renungkan ini.
Ketika sebuah tragedi dalam hidup menghancurkan hati Anda, hanya jeritan
yang jujur kepada Allah, yang dapat mengundang damai sejahtera ke dalam hati
yang gelisah.
Berdoalah. Bawalah seluruh keadaan hatimu kepada Tuhan. Ia mau
mendengarmu. Ya, saya tahu, Anda pasti akan menjawab, “Tapi, saya tak bisa
berdoa, saya terlalu sedih, saya bahkan tak dapat memikirkan apa yang akan saya
ucapkan kepada Tuhan.”
Itu pun yang saya alami dua tahun yang lalu ketika Mama pergi dengan tibatiba. Karena kesedihan yang mendalam saya merasa, saya tidak bisa berdoa.
Tetapi hari-hari itu, entah mengapa, saya tetap memutuskan untuk berdoa.
Awalnya saya datang kepada Tuhan dengan penuh amarah. Seperti seorang anak
kecil yang sewot karena mainan kesayangannya diambil dengan paksa. Saya
merasa Tuhan bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa saya. Jadi sudah
pasti, doa saya tidak terdengar bagus, apalagi menyenangkan. Tidak ada kata-kata
yang indah atau pujian yang muluk-muluk. Malah sebaliknya, doa saya terkesan
pahit dan getir, juga penuh dakwaan. Ya, dengan percaya diri saya mendakwa
Allah untuk sesuatu yang merupakan hak prerogatif Tuhan sebagai Pencipta.
Tetapi sungguh, Allah penuh kasih, sebab dalam keadaan seperti itu pun, dan
justru dalam keadaan yang kelam itu, Ia mendengarkan doa saya. Doa, yang lebih
banyak menuduh daripada memuji, lebih banyak kata-kata protes daripada
kalimat pujian, doa yang semacam itu, didengar olehNya. Bukankah itu berita
baik? Karena kasihNya yang begitu besar kepada kita, sehingga waktu kita datang
kepadaNya dengan hati yang pahit sekalipun, tak ada hardikan, tak ada petir yang
menyambar, hanya hati yang begitu lapang untuk menampung semua kesedihan
kita.
17
Tak berapa lama dari saya mulai berdoa, Ia membalas doa saya dengan
menuangkan satu takaran penuh damai sejahtera, yang mengalir memenuhi hati
saya dan menerangi jiwa saya yang suram. Doa telah memampukan saya melalui
hari demi hari tanpa kehilangan keyakinan. Doa memberi saya harapan untuk
terus bertahan dalam proses. Doa membuat saya kuat di tengah-tengah situasi
yang menggerogoti iman. Doa mempersiapkan kebangkitan saya. Hingga
akhirnya, doa, dan doa, dan doa, yang memampukan saya melangkah dari nol ke
satu. Perlahan bangun dari keterpurukan dan kembali menggapai kehidupan.
R.T. Kendall seorang pastor dan penulis ternama mengemukakan dalam
bukunya “The Unfailing Love of Jesus”, dua reaksi Tuhan saat seorang yang kita
cintai meninggal, dan kita datang kepadaNya dengan raungan kesedihan dan
protes. Pertama, Yesus ikut menangis dengan kita (Yohanes 1:35). Perkataan “Lalu
menangislah Yesus” memegang rekor sebagai ayat terpendek di dalam Alkitab,
namun demikian, tiga kata ini sudah sangat mewakili betapa besar kasih dan
anugerahNya bukan? Ia tidak menghakimi ketidakpercayaan kita. Ia tidak merasa
terhina oleh protes keras kita, tapi hatiNya justru tersentuh oleh
ketidakmengertian kita akan rencanaNya, dan Ia pun menangis, bersama dengan
kita. Ia menangis, kala kita menangis. Reaksi kedua Allah dalam situasi-situasi
seperti ini adalah Ia tidak memperhatikan kemarahan kita. Yakobus 1:20
mengatakan “Sebab kemarahan manusia tidak mengerjakan kebenaran di
hadapan Allah.” Karena Allah tahu kemarahan Anda tidak benar, Ia tidak
memperhatikannya. God overlooks your bitterness, kata R.T. Kendall. Ia tidak
menganggap serius kemarahan Anda. Sebab Ia tahu, kadang, dalam keadaan
yang penuh tekanan, manusia tidak menjadi dirinya sendiri. Ia yakin, pada
akhirnya Anda akan mengerti, ada rencana baik Allah di balik semua kejadian
yang Anda alami.
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku
mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera
dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang
penuh harapan.” –Yeremia 29:11
18
Prayer helps. Berdoa dapat menolong Anda. Berdoa telah menolong saya. Dan
kini, kapanpun saya memerlukan damai sejahtera, saya tahu, hanya relasi yang
dekat dengan Allah, yang mampu menenangkan hati saya. Hanya berbincangbincang dengan Dia, yang dapat membuat saya merasa lebih baik. Dan siapa
bilang, berdoa berarti duduk, memejamkan mata, dan melipat tangan? Saya
berdoa di mana-mana, dan dalam keadaan apapun, karena saya sepenuhnya
yakin Tuhan tidak pernah terbatas oleh ruang, waktu dan ritual. Saya berdoa
ketika berada di kamar mandi. Saya berdoa ketika sedang mengemudi. Saya
berdoa begitu saya merasa takut atau khawatir. I pray when I feel like it. Saya
berdoa begitu saya merasa ingin berdoa, dan butuh berdoa.
Jadi berdoalah sekarang, sisa bab ini dapat menunggu. Tutuplah sejenak buku
ini dan berdoalah kepada Tuhan. Katakan apa adanya perasaan Anda. Lontarkan
semua kegundahan, kegelisahan, sakit hati, keputusasaan yang Anda rasakan. Dan
biarkan Tuhan yang berurusan dengan semuanya itu di dalam hati Anda. Sebab
berdoa adalah seperti membuka pintu dan membiarkan Tuhan masuk untuk
membereskan kekacauan di dalam hati kita. Biarkan ia ‘membersihkan’ jiwa
Anda, dan jadilah tenang di dalam hadiratNya.
Selanjutnya, hal kedua yang dapat menolong Anda adalah sebuah pengakuan
yang jujur. Mengakui keadaan, bahwa Anda sedang berada di titik terbawah
dalam hidup, dapat membantu Anda bangkit kembali. Karena pengakuan yang
sederhana ini memberi kesempatan untuk Anda terjatuh dan terluka, tanpa
merasa malu. Memang, tak perlu merasa gengsi atau malu untuk mengakui situasi
Anda, sebab kita semua punya titik nol kita sendiri. Kenyataannya, tidak ada
manusia yang tanpa titik nol. Jadi kalau semua orang di seluruh dunia ini punya
titik terbawah dalam hidup, mengapa kita harus malu untuk mengakui titik
terbawah kita?
Soal pengakuan, orang Amerika bisa menjadi contoh yang baik. Mereka
terkenal paling mudah mengakui bahwa hari mereka sedang buruk. Mereka
bahkan memiliki sebuah ungkapan yang berkata, "It wasn't one of my good days".
Saya suka sekali ketika mereka mengatakan itu. Karena membuat mereka tampak
lemah, tetapi juga kuat, dalam waktu yang sama. Mereka bahkan membuat lagu
19
yang berjudul "Bad Day" (Anda pasti tahu lagu itu). Mereka tak keberatan untuk
mengakui bahwa mereka sedang berada di titik terbawah.
Yang penting, sebuah pengakuan justru akan meyakinkan Anda, bahwa titik
nol Itu tak akan menghancurkan Anda, selama Allah ada di sana. Dan Allah
selalu ada di sana. Di titik-titik terburuk kemanusiaan kita. Allah justru ada di
sana. Ia akan berada di baris paling depan, di antara semua orang yang berusaha
membawa Anda kembali. Dia ada di sana. Dia adalah jaminan, bahwa tidak ada
nol yang tidak berubah menjadi satu, dan tidak ada nol yang akan tetap menjadi
nol. Seperti halnya kita akan segera melangkah ke bab satu, demikian pula Dia
akan mengubah titik nol Anda, menjadi sebuah awal yang baru.
Tuhan Ada Di Mana-mana
Oleh Oliver Holden (1765-1844)
Mereka yang mencari tahta kasih karunia
Menemukannya di setiap tempat
Jika kita menjalani suatu kehidupan doa,
Tuhan ada di mana-mana.
Dalam sakit atau sehat,
Dalam kekurangan atau kelimpahan,
Jika kita mencari Tuhan dalam doa,
Tuhan ada di mana-mana.
Ketika kenyamanan duniawi kita hancur,
Ketika musuh kehidupan menang
20
Itulah saat untuk berdoa sungguh-sungguh,
Tuhan ada di mana-mana.
Dalam setiap kesulitan, hai jiwaku,
Datanglah kepada Bapa dan nantikan Dia,
Ia akan menjawab setiap doa,
Tuhan ada di mana-mana.
21
CHAPTER 1
Kembali Ke Kristus.
Satu-satunya Jalan Kembali
Kepada Hidup.
Semua peristiwa kehilangan yang harus dihadapi oleh manusia,
adalah panggilan untuk kembali. Kembali kepada Sumber dari
segala sesuatu. Kembali kepada Kristus.
Seperti halnya tidak semua penyakit ada obatnya, begitu pula, tidak semua
situasi dapat kita atasi dengan kemampuan kita sendiri. Dan dukacita, adalah
salah satu dari beberapa ‘racun jiwa yang mematikan’ itu, yang tidak mungkin
kita atasi sendiri meski dengan mengumpulkan segenap kekuatan yang ada.
Karena rasa duka itu bagaikan pasir hisap yang siap menelan Anda hidup-hidup
ke dalam pusaran kepahitan yang menyakitkan. Anda bisa jadi orang yang sangat
kuat, tapi kehilangan orang yang Anda cintai akan menghantam Anda sampai
titik terbawah. Dan di titik itulah baru Anda menyadari bahwa ternyata Anda
tidak sekuat yang Anda bayangkan.
Saya tidak sedang berusaha menakuti-nakuti Anda, saya hanya sedang
berusaha membuka pikiran Anda. Bukan untuk membuat Anda putus asa, tetapi
justru untuk memberikan harapan baru, di mana Anda boleh bersyukur, karena
dalam masalah dukacita, Anda tidak akan menghadapinya sendirian. Sebab
memang tidak mungkin mengatasi masalah ini dengan kekuatan Anda sendiri.
Jadi saya ingin Anda menyadari satu hal sebelum Anda memutuskan ke mana
akan pergi membawa kedukaan Anda hari ini. Anda akan menyimpannya dan
berusaha menghadapinya sendiri, atau Anda akan menyerahkannya kepada
pribadi yang tahu pasti apa yang harus dilakukan? Kita sering melihat dalam film22
film Amerika, di mana tiba-tiba seseorang yang tak berpengalaman harus
berhadapan dengan sebuah bom yang akan meledak dalam hitungan detik. Lalu
pada detik-detik terakhir, ia memutuskan untuk bertindak mengikuti insting dan
memotong salah satu kabel (biasanya kabel biru, jika Anda ingin tahu), dan
masalah selesai! Bom tidak jadi meledak! Tetapi berapa kali juga kita melihat,
bahwa ternyata kabel yang dipotong adalah kabel yang salah, sehingga malah
kembali mengaktifkan bom tersebut, dan akhirnya semua orang harus berlari
keluar menyelamatkan diri, namun karena tak cukup waktu tersisa, bom meledak,
dan si penjinak bom ‘amatir’ itu tewas mengenaskan dipecah-pecah oleh serpihan
bom. Pikirkan bahwa orang itu adalah Anda dan saya, saat kita berusaha
menghadapi masalah-masalah besar di dalam hidup kita, dengan kemampuan
kita sendiri. Terkadang, bukannya menyelesaikan masalah, kita malah membuat
masalah yang lebih besar dan membuat orang lain ikut menjadi ‘korban’
keegoisan kita.
Kita adalah manusia yang diciptakan dengan segala kemanusiawian. Benar
bahwa kita diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, dengan kemampuan
yang luar biasa, tetapi bersama dengan segala potensi itu, kita juga diciptakan
dengan batas. Saya tidak bisa menahan diri saya untuk menggarisbawahi kata
batas. Karena penting sekali, penting sekali untuk memahami bahwa manusia itu
terbatas (oh saya melakukannya lagi!). Akan ada persoalan-persoalan matematika
yang tidak bisa kita selesaikan, akan ada fenomena-fenomena alam yang tidak
dapat dijelaskan dengan ilmu pengetahuan, akan ada benda-benda yang tak dapat
diangkat dengan kekuatan tangan manusia, dan akan ada hal-hal yang tetap
menjadi misteri, bahkan sampai kita mati. Dan saya menamai misteri itu,
“Kemuliaan Allah”.
Nah inilah kenyataannya. Kita diciptakan dengan batas. Tetapi, bukankah itu
berita baik?
Mengapa? Karena berarti lumrah jika dalam kehidupan kita sebagai manusia,
ada perkara-perkara di dalam hidup ini yang berada di luar kemampuan kita.
Lumrah, jika ada masalah-masalah yang tidak dapat kita mengerti, meski kita
sudah berusaha memahaminya, menyelidikinya, mempelajarinya. Sesungguhnya
kita memang tidak harus mengerti segala hal yang terjadi dalam hidup ini. Walau
23
seringkali yang kita lakukan adalah, kita berusaha memaksa diri kita untuk
mengerti. Berusaha untuk membuat kejadian-kejadian yang di luar kendali kita itu
‘muat’ ke dalam akal manusia kita yang hanya sebesar tempurung kepala, yang
meskipun sangat kompleks, namun masih terlalu jauh jika dibandingkan dengan
pikiran Allah yang tak terbatas. Bahkan saya yakin para pemikir paling hebat
dalam sejarah pun, tidak akan mampu menyelami dalamnya pikiran Allah dan
betapa dahsyat rencanaNya.
“Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalanKu dari
jalanmu dan rancanganKu dari rancanganmu.” –Yesaya 55:9
Jadi jangan memakai insting Anda saat menghadapi ‘bom waktu’ dukacita,
juga jangan memakai pikiran Anda yang tak berpengalaman. Jangan menebaknebak, jika Anda sama sekali tak dapat mengira jawabannya. Karena itu hanya
akan membawa Anda kepada masalah-masalah yang lebih besar. Sebab ketika
Anda berusaha untuk mencari jalan keluar sendiri, sementara Anda tidak
menguasai area dengan baik, anda pasti akan tersesat. Anda mengerti maksud
saya kan?
Saya punya seorang kerabat, kebetulan ia mengalami hal yang sama dengan
saya, ditinggalkan secara tiba-tiba oleh orang yang ia kasihi. Bahkan lebih dari
sekali. Jadi saya berpikir sederhana, seharusnya, pada kali yang ke sekian, ia sudah
lebih tahu apa yang harus ia dilakukan dalam situasi ini, tetapi, saya salah. Ia
tetap tersesat bagai seekor kelinci yang terjebak di tengah hutan yang luas dan tak
tahu jalan pulang.
Dan seperti yang sebelum-sebelumnya, ia berusaha mengatasi semua rasa yang
menyakitkan itu dengan caranya sendiri. Cara yang ia pikir berhasil mengusir rasa
duka itu dan membuatnya merasa lebih baik. Setidaknya sementara. Ia
menghubungi teman-teman yang salah, yang memberinya minuman keras, dan
bukan mengajaknya berdoa. Ia pergi hingga pagi menjelang, sehingga ia terlalu
lelah untuk berpikir jernih. Ia mungkin memakai obat-obatan dengan harapan itu
dapat membuatnya lupa pada rasa sakit yang ia rasakan. Tetapi segera setelah
semua pengaruh obat dan minuman itu lenyap, ternyata duka itu masih ada di
sana, dan malah sepertinya semakin nyaman tinggal di dalam hati dan pikirannya.
24
Suatu hari ia datang kepada saya dan mengatakan bahwa ia merasa frustasi
dan hampa. Saya tidak bisa mengatakan saya terkejut dengan pernyataannya itu.
Mengapa? Sederhana, karena ia berusaha menyelesaikan dukacita dengan
caranya sendiri, yang ternyata malah membuat jiwanya semakin tersesat dalam
keputusasaan. Cara yang mudah mungkin, tetapi sama sekali tidak menyelesaikan
masalah. Anda mengerti kan, ini seperti berusaha menyelesaikan sebuah
persoalan kalkulus yang rumit, tetapi menggunakan perhitungan matematika
tingkat dasar.
Saya tidak berusaha membuat perbandingan atau tabel benar dan salah.
Percayalah, dalam situasi-situasi kehilangan seperti ini, Anda memang harus
ekstra kreatif untuk memikirkan cara terbaik yang dapat membawa Anda keluar
dari kedukaan. Tapi tentu saja, yang ingin saya bagikan saat ini adalah cara yang
benar menurut Firman. Dan yang terbaik.
Jadi apa yang harus Anda lakukan, pada saat Anda sedang terpuruk di titik
terbawah dalam hidup, yang bernama dukacita? Hanya satu: Kembali.
Kembalilah kepada sumber kekuatan. Kembali kepada Pribadi yang paling
mengenal Anda dan tahu batas kekuatan Anda. Kembali kepada Pribadi yang
paling mengasihi Anda. Kembali kepada Dia yang mengijinkan semua ini terjadi,
karena Dia tahu pasti apa yang sedang Dia lakukan. Kembalilah kepada Yesus.
Sayangnya hal yang lebih sering terjadi adalah, kita merasa Tuhan tidak tahu
apa yang sedang Ia lakukan. Kita merasa bahwa Tuhan telah melakukan
kesalahan besar dengan mengambil orang-orang yang paling kita cintai. Dan
bahwa kalau Tuhan melakukannya berarti Ia tak ingin kita bahagia. Percayalah,
saya pernah berpikir demikian, dan pada bulan-bulan pertama setelah
meninggalnya Mama, saya sempat merasa marah kepada Tuhan. Itu sangat wajar,
kebanyakan orang marah kan, jika mendapat persoalan yang tidak mereka
mengerti? Lalu marah pada siapapun yang kita anggap bertanggung jawab
terhadap persoalan yang kita hadapi?
Kemudian karena amarah kita kepada Tuhan, kita memilih untuk mengambil
arah yang berlawanan dengan Dia, dan berusaha menangani konflik kehidupan
25
ini sendirian, yang akhirnya malah membuat kita semakin terjerumus ke dalam
dukacita kita.
Kalau Anda sedang berada dalam fase itu sekarang, saya mengerti apa yang
Anda rasakan. Tetapi saya ingin mengatakan beberapa fakta sederhana, yang
pada saat itu juga membantu saya berpikir jernih, sehingga saya dapat
merendahkan hati dan kembali tersungkur di bawah kaki Tuhan.
Yang pertama, saya percaya, bagaimana pun juga, Tuhan Yesus adalah Bapa
saya. Seorang Bapa yang sangat mengasihi anak-anakNya, dan selalu
memberikan yang terbaik bagi kita. Seorang Bapa yang tidak mungkin
mengijinkan sesuatu yang buruk terjadi pada anak-anakNya, kecuali Ia punya
rencana. Jadi kalau Dia mengijinkan hal ini terjadi, itu karena Dia sudah
memikirkan dengan baik apa yang akan Ia lakukan selanjutnya. Ia tahu, bahwa
akhir dari semua ini adalah kebaikan, bahkan sebuah hidup yang berkemenangan.
“Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia
meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat
tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang
di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya.” –Matius 7:9-11
Yang kedua, jika Tuhan mengijinkan sebuah masalah yang pelik menimpa kita,
Ia pasti akan memampukan kita untuk menanggungnya.
“Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan
sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah
pekerjaan Allah.” –2 Korintus 3:5
Sedikit ilustrasi. Saya adalah penggemar merk elektronik Apple dan segala
terobosan teknologi yang telah mereka lakukan hingga saat ini, salah satunya
adalah iPod Touch, perangkat pemutar musik yang revolusioner. Steve Jobs, sang
pionir Apple, ketika membuat iPod Touch generasi pertama, tidak membenamkan
kamera ke dalamnya. Tetapi dengan semakin kompleksnya kehidupan dan
berkembangnya kebutuhan manusia, ia merasa akan lebih baik jika iPod Touch
dapat merekam dan mengabadikan momen, sehingga ia pun menambahkan
kamera pada iPod Touch generasi berikutnya.
26
Anda mengerti maksud saya kan? Kalau pun saat ini Anda tidak memiliki
kemampuan yang dibutuhkan untuk melampaui masalah yang sedang Anda
hadapi, Tuhan akan menambahkan ‘fitur’ itu ke dalam diri Anda, segera. Hal ini
juga berarti, dalam proses mengatasi dukacita, dengan sendirinya Anda sedang
naik ke ‘level’ yang lebih tinggi. Anda akan keluar sebagai manusia yang lebih
baik, lebih berkualitas, lebih bijaksana, dan lebih dapat diandalkan oleh semua
orang di sekitar Anda. Anda mungkin tak menganggap semua ini penting
sekarang, tapi nanti dalam kehidupan Anda selanjutnya, kualitas diri Anda yang
akan berperan dan menentukan bagaimana Anda menyelesaikan masalahmasalah yang Anda hadapi.
Saya mengalami hal yang sama dengan kerabat saya tadi. Saya kehilangan
orang yang saya cintai. Hey, saya juga sempat kehilangan diri saya sendiri. Tetapi
saya beruntung karena satu hal. Tuhan, dalam hal ini, membuat perbedaan. Oleh
anugerah Allah, saya memilih untuk kembali kepada Tuhan. Bukan
mengandalkan insting, bukan akal, apalagi keberuntungan. Saya menyadari
bahwa saya tidak mampu, dan saya menyerahkan ‘bom waktu’ dukacita saya
kepada Tuhan, Pribadi yang paling tahu apa yang harus dilakukan. Pikiran saya
sederhana, kalaupun Ia akan meledakkannya, Ia pasti akan melindungi saya dari
serpihan-serpihannya.
Dan sepanjang hampir dua tahun perjalanan saya bersama Tuhan, semenjak
hari di mana saya berdiri di depan peti mati Mama, telah menjadi sebuah
perjalanan spiritual yang luar biasa, bahkan boleh dikatakan supernatural! Saya
belajar jauh lebih banyak dalam waktu yang jauh lebih singkat. Saya mendapat
pengertian-pengertian yang baru. Pada puncaknya, saya mendapat suatu
anugerah, di mana Tuhan memberitahu saya mengapa Mama harus pergi.
Pikiran dan jiwa saya diperbaharui. Sehingga tepat pada peringatan setahun
meninggalnya Mama, saya dapat mengatakan dengan yakin, bahwa Tuhan telah
melakukan sesuatu yang baik bagi saya. Bahwa adalah baik bagi Mama untuk
pulang lebih awal ke rumah Bapa.
27
Bagaimana saya melakukannya? Saya tidak tahu, karena memang bukan saya
yang melakukannya. Tetapi saya dapat memberitahu Anda apa yang saya
lakukan. Saya menyerahkan semua perasaan kehilangan, sakit hati, kesedihan
yang tak terkatakan, keputusasaan, amarah, dan penyesalan saya kepada Tuhan,
lalu saya katakan kepadaNya, “Tuhan tolong lakukan sesuatu, karena saya tidak
sanggup menanggung semua ini sendirian”.
Saya tahu pasti, saya tidak mampu, untuk masalah yang satu ini, saya tidak
mampu. Dan saya tidak berusaha menutup-nutupinya, apalagi berpura-pura kuat.
Saya datang apa adanya kepada Tuhan. Saya membawa apa yang bisa saya bawa,
diri saya sendiri, dan sejumlah besar masalah dalam hati saya.
Lalu, Tuhan membuat perbedaan. Tidak instan, tetapi segera, menurut
waktuNya. Rasa duka itu tetap sama, dan Anda akan tetap merasakan pahit
getirnya untuk beberapa saat. Akan tetap ada masa-masa menyakitkan yang harus
Anda lalui. Tetapi jalan keluar dan hasil akhirnya berbeda. Anda tidak akan
keluar sebagai orang yang frustasi dan hampa. Anda akan keluar sebagai orang
yang baru. Sebagai pemenang. Dan yang lebih indah adalah, di akhir semua ini,
Anda akan berbahagia. Karena itulah yang saya rasakan. Saya merasa
diperbaharui, bahkan seperti orang yang dilahirkan kembali. Saya merasakan
kebahagiaan-kebahagiaan yang tidak saya rasakan sebelumnya. Saya merasa
‘bangkit’.
C.S. Lewis, salah satu penulis terbesar abad kedua puluh –yang juga pernah
mengalami kehilangan yang tragis– mengatakannya dengan sempurna, “Dengan
demikian kita berpindah dari kebun kepada Sang Tukang Kebun, dari pedang
kepada Sang Pandai Besi. Kepada Sang Kehidupan yang memberi hidup dan
Sang Keindahan yang menjadikan semuanya indah.”
Jadi, saya yakin, Anda pasti ingin kembali merasa bahagia di dalam hidup ini,
kan? Tuhan sanggup melakukannya, asal Anda mempercayai Dia. Mulai detik ini,
hingga Anda dipulihkan kembali, berpeganganlah yang erat pada Bapa. Karena
Ia akan membawa Anda dalam sebuah perjalanan spiritual yang tak terlupakan!
28
Mengapa Tuhan?
Mungkin Anda masih belum percaya, bahwa dalam dukacita tidak ada banyak
jalan yang berujung pada kebaikan, dan hanya ada satu jalan yang dapat
membawa Anda kepada kemenangan. Jalan yang bernama jalan TUHAN. Tetapi
baiklah, jika Anda belum terlalu yakin, saya mengerti, Anda membutuhkan alasan
yang lebih kuat. Saya setuju. Karena dalam masalah yang pelik, Anda perlu
benar-benar yakin bahwa pilihan Anda benar. Jadi pertanyaannya adalah,
mengapa Tuhan? Mengapa Anda harus kembali kepada Tuhan?
1. Karena Tuhan Sumber Segala Penghiburan.
“Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas
kasihan, dan Allah sumber segala penghiburan.” –2 Korintus 1: 3
Sumber segala penghiburan. Sebuah pernyataan yang melegakan, bukan? Di
mana kita mencari di dunia ini, sumber segala penghiburan? Yang pasti Anda
tidak dapat menemukannya di bumi. Sebab air di bumi bisa habis, panen bisa
gagal, dan kayu bisa dimakan ngengat. Tetapi sebuah sumber yang sejati tidak
akan pernah habis, tidak akan pernah kering, dan selalu ada ketika Anda
membutuhkannya.
Jadi betapa berbahagianya kita, karena memiliki Allah sebagai sumber segala
penghiburan, karena dengan demikian kita tahu, bahwa penghiburan yang kita
terima tidak akan pernah berkurang, atau habis. Allah tidak pernah memasang
papan “out of stock” di pintu Surga. Karena Allah tidak pernah kekurangan
penghiburan. Keluarga dan teman-teman kita bisa kehabisan akal untuk
menghibur Anda. Mereka bisa kelelahan. Karena percayalah, tidak mudah
menghibur orang yang sedang berkabung. Suatu saat tertentu, mereka akan
menyerah dan pulang, berharap Anda dapat bertahan melalui masa-masa yang
sulit ini, karena mereka juga tak tahu pasti bagaimana mengatasinya. Tetapi
Allah, Ia tidak pernah berhenti. Bahkan keberadaanNya saja adalah penghiburan
bagi kita.
29
“Tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan
haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan kuberikan kepadanya, akan
menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada
hidup yang kekal.” –Yohanes 4:14
Ini sebuah kabar yang sangat melegakan. Ketika Allah yang memberikan
penghiburan, ia tak akan hanya memberikannya sekali-sekali, tetapi ia akan
memberikan penghiburan yang kekal, yang tak lekang dimakan waktu, yang tak
akan hilang oleh situasi atau usia, atau oleh keadaan hati Anda. Karena Ia
mengerti, sebuah perjalanan melalui masa kehilangan adalah perjalanan naik
turun yang drastis. Terkadang, hari ini Anda bisa berada di gunung dan esok hari
Anda sudah terdampar di lembah. Ya saya tahu, karena saya pun melalui
perjalanan yang seperti itu.
Sudah hampir dua tahun sejak Mama meninggal, tetapi sesekali, saya pasti
akan teringat kepadanya. Saya teringat akan masa-masa saat kami menghabiskan
waktu bersama di sebuah depot mie yang sederhana. Saya teringat saat kami
berbelanja bersama. Saya teringat ketika saya tertidur di atas perutnya yang besar.
Saya bisa teringat akan banyak hal yang tak saya ingat sebelumnya. Ingataningatan akan kenangan yang indah itu dapat menimbulkan sedikit kesedihan di
dalam hati Anda, dan beberapa episode penyesalan yang mengganggu. Tetapi
syukur kepada Tuhan, yang terus menerus memancarkan penghiburan di dalam
hati saya, sehingga meski ada sekelumit kesedihan terasa, itu tak akan lama, sebab
Allah kembali menghibur saya. Ia tidak membiarkan saya larut dalam kesedihan
dan penyesalan. Ia memancarkan kembali sukacita saya. Jadi inilah maksudnya
ketika Allah menjadi ‘sumber segala penghiburan’ bagi Anda. Maksudnya, Ia
tidak akan berhenti! Ia tak akan berhenti menghibur Anda. Ia akan selalu ada
untuk mengembalikan sukacita Anda dan saya. Surga akan segera mendapat
sinyal, ketika Anda mengalami masa ‘downtime’. Dan dengan sigap Allah akan
bergegas menarik Anda keluar dari kondisi hati yang menyakitkan itu. Ia tahu
bahwa Anda tak bisa selalu tegar, walau Anda sudah berusaha. Ada waktu-waktu
di mana Anda mungkin akan mengalami masa yang suram di sepanjang
perjalanan Anda melalui semua kesedihan ini. Allah mengerti keberadaan kita
yang lemah. Itu sebabnya Ia menjadi sumber yang tak pernah kering.
30
Jadi, ke mana kita mencari penghiburan yang sejati, sukacita yang kekal, damai
sejahtera yang tidak dapat hilang oleh situasi? Mintalah kepada Tuhan yang
memiliki semuanya itu, dan Ia akan memberikannya kepada Anda, tanpa syarat.
Lihatlah bagaimana Yesus sendiri mengatakannya,
“Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan
memberi kelegaan kepadamu.” –Matius 11:28
Tangan Allah terbuka. Ia siap menyambut Anda. Jadi tunggu apa lagi?
Berlarilah dan peluklah Bapa. TanganNya yang lebar akan menghapuskan semua
air mata Anda. Ia telah melakukannya dulu, dan Ia akan melakukannya lagi. Ia
akan memberikan Anda kelegaan.
“Sebab anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu akan menggembalakan
mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan
menghapus segala air mata dari mata mereka.” –Wahyu 7:17
2. Karena Tuhan Kita Hidup.
Sebab Dia hidup, ada hari esok,
Sebab Dia hidup, ku tak gentar,
Karena ku tahu, Dia pegang hari esok,
Hidup jadi berarti, sebab Dia hidup.
Anda pernah tahu lagu ini kan? Sebuah lagu lama, tapi sangat mewakili apa
yang ingin saya sampaikan kepada Anda. Kita sudah sering mendengar cerita
tentang kebangkitan Tuhan Yesus pada hari ketiga setelah kematianNya di kayu
salib, tapi kita mungkin tak pernah mengerti manfaat dari mengetahui kebenaran
tersebut, hingga saat ini.
Manfaatnya adalah, karena kita tahu bahwa Dia hidup, kita juga bisa yakin
bahwa Ia tetap berkuasa atas kehidupan kita, atas apa yang sudah terjadi dan apa
31
yang akan datang. Dan yang lebih penting, Ia memegang kepastian hari depan
kita. Hari esok ada karena Dia hidup. Kita punya harapan akan hari depan yang
lebih baik, karena kita punya Allah yang hidup.
Saya tidak dapat cukup mengatakan kepada Anda, betapa saya bersyukur
bahwa Tuhan Yesus hidup. Saya tidak tahu apa jadinya, kalau saya tidak punya
Allah yang hidup. Ke mana saya akan berlari? Kepada siapa saya akan berharap
di saat-saat kehilangan seperti ini? Kepada patung-patung buatan manusia? Atau
kepada tempat-tempat keramat? Atau kepada diri saya sendiri, yang sudah babak
belur karena perasaan duka yang mendalam? Saya tidak mungkin punya harapan
untuk bangkit, jika saya tidak memiliki Pribadi yang hidup dan berkuasa itu di
dalam hati saya. Allah yang hadir saat saya mengalami masa terburuk di dalam
hidup. Dan yang menolong saya tepat pada waktunya. Serta yang mengembalikan
dan memulihkan saya oleh kasih karuniaNya yang besar. Hari ini, jika Anda tahu
nada lagu di atas, nyanyikanlah dan kalahkan dukacita Anda dengan sebuah
harapan yang pasti, “Sebab Dia hidup, ada hari esok!”
3. Karena Tuhan Tidak Terbatas.
Jika Anda masih ingat, saya sudah sempat menyinggung tentang segala
keterbatasan kita sebagai manusia pada bab-bab sebelum ini. Nah, saya tidak
bermaksud untuk menurunkan martabat kita sebagai ciptaan Allah yang
sempurna, tetapi dalam situasi-situasi tertentu, keberadaan kita sebagai manusia
memang terbatas. Dan dalam sebuah kondisi yang pelik, manusia bisa terbatas
oleh apapun. Waktu, jarak, ataupun situasi dapat membatasi pengharapan kita
akan pemulihan. Saya akan menceritakan sebuah contoh.
Pada saat Mama saya meninggal, ada beberapa orang yang sangat saya
harapkan dapat berada di dekat saya untuk menguatkan, atau semata-mata
menopang jiwa saya yang rapuh, salah satunya adalah kakak rohani saya. Namun
ia tak dapat melakukannya, sebab ia tinggal dan bekerja di luar negeri. Bukan
suatu hal yang mudah untuk ia pulang ke Indonesia, apalagi di bulan Desember,
di saat akhir tahun menjelang. Inilah bentuk keterbatasan yang dapat
32
menghalangi pemulihan, jika Anda menaruh pengharapan Anda pada hal-hal
tersebut.
Jika Anda menaruh harapan pada keluarga dan teman-teman, atau kepada
pemimpin rohani Anda misalnya, mereka bisa terbatas oleh banyak hal yang
mungkin juga tak mereka inginkan. Mereka bisa terbatas oleh waktu, jarak, dan
mungkin oleh tanggung jawab mereka sendiri terhadap kehidupan yang sedang
mereka jalani.
Tetapi Tuhan di lain pihak, tidak terbatas. Dan maksud saya, sama sekali tidak
ada yang dapat membatasi Tuhan. Ia tidak terbatas oleh ruang dan jarak, Ia tak
terbatas oleh waktu dan kesempatan. Ia tidak dapat diukur dengan apapun, dan
tidak akan pernah terbatas oleh apapun. Itu berarti, Ia tak akan kewalahan
menghadapi persoalan yang Anda alami, karena bahkan persoalan terbesar dalam
hidup Anda, tidak dapat membatasi Dia, yang dapat mengijinkan atau tidak
mengijinkan hal itu terjadi.
Maka yakinlah, Anda dapat mempercayakan perkara sepelik apapun
kepadaNya. Termasuk perasaan-perasaan yang menyakitkan, kesedihan yang tak
terkatakan, atau tragedi-tragedi yang menghantui Anda. Ia sanggup
menanggungnya untuk Anda. Karena tidak ada yang terlalu sulit bagi Pribadi
yang tak terbatas.
Tapi ada hal yang lebih baik lagi. Dalam situasi-situasi seperti ini, Ia akan
meminjamkan kekuatanNya kepada kita. Sehingga kita pun akan dimampukan
untuk menghadapi setiap masalah dengan kekuatan Allah yang melampaui segala
batas.
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku”. –Filipi 4:13
Kala yang Terbatas Bertemu dengan yang Tak Terbatas.
Perjumpaan kembali kita dengan Allah, akan menjadi perkawinan yang indah
antara yang terbatas dan yang tak terbatas. Untuk dapat menangkap dan
memahami ide ini serta apa manfaatnya bagi kita, saya mengajak Anda kembali
33
menilik sebuah persamaan matematika yang pernah kita pelajari di bangku
sekolah dulu. Tanpa kita sadari, persamaan ini sebenarnya merupakan gambaran
hubungan kita dengan Tuhan.
Dalam perhitungan matematika, ketika a dikalikan dengan tak terhingga,
hasilnya adalah tak terhingga. Anda mungkin lebih suka melihat bentuk
persamaannya:
ax∞=∞
a mewakili sebuah angka, yang mana berapapun angkanya, apakah itu kecil
atau besar, jika dikalikan dengan tak terhingga, hasilnya tetap tak terhingga. Jadi
‘a’ mewakili siapapun Anda, yang jika disatukan dengan Yesus, akan menjadi tak
terhingga! Bukankah ini sebuah fakta yang luar biasa?
Apakah Anda seorang yang tegar? Atau seorang yang cengeng? Apakah Anda
seorang yang kuat? Atau seorang yang lemah? Siapapun Anda, ketika Anda
memiliki Yesus, tidak ada masalah di dunia ini yang terlalu sulit untuk Anda.
Karena Ia yang tak terbatas itu ada di dalam Anda. Maka berhentilah merasa tak
berdaya menghadapi kehidupan, karena kini, bersama Yesus Anda dapat
menanggung segala perkara. Segala keberadaan Anda sudah ‘dikalikan’ dengan
Yesus, dan tak ada yang dapat mengalahkan persatuan yang manis antara
manusia dengan Tuhannya.
“Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” –Roma 8:31
Dan jika Anda yang membaca buku ini adalah seorang ahli matematika, Anda
pasti akan menanyakan tentang angka nol. Ya, masalahnya kita sedang berada di
titik nol, kan. Bagaimana jika nol dikalikan dengan tak terhingga? Ah, sebuah
pertanyaan yang pintar. Well, saya bukan ahli matematika, tetapi ketika mencari
jawabannya di Google, saya berkali-kali mendapatkan jawaban: indeterminate.
Maksudnya ‘tidak terdefinisi’, atau dengan kata lain, belum ada satu manusia pun
yang dapat mengetahui jawabannya! Ya, karena memang tidak ada yang dapat
mengetahui jawaban dari semua persoalan Anda, selain Allah sendiri! Jadi
berbahagialah Anda yang merasa sedang berada di sebuah angka nol yang besar.
Itu berarti, Tuhan yang memegang kunci jawaban untuk semua masalah Anda.
34
Dan Ia yang akan menuntun Anda sepenuhnya hingga semua persoalan
terpecahkan dan Anda keluar sebagai pemenang.
4. Karena Tuhan Tahu Apa Yang Anda Rasakan
Mengapa Allah harus menjadi manusia? Ada penjelasan Teologi yang
kompleks untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi ada satu alasan sederhana, yang
mungkin menjadi salah satu tujuan yang tak pernah diungkapkan dalam misi
Allah ke dunia. Ia menjadi manusia, agar Ia dapat berdiri sama tinggi dengan
kita. Agar Ia dapat merasakan apa yang kita rasakan. Dan baru kali ini saya
berjumpa dengan Allah, yang karena begitu mengasihi umatNya, sehingga ia
turun dari tahta ke tempat paling rendah dalam jajaran manusia, hanya agar ia
dapat mengerti Anda.
Tetapi itulah yang Allah lakukan. Ia harus tahu bagaimana rasanya ditampar,
dihantam, ditendang, dipecut, dan diludahi, agar Ia dapat merasakan kepedihan
dan ketakutan yang Anda rasakan saat orang lain menyakiti Anda, mungkin
dengan cara yang sama. Dan meski Ia telah merasakan pengkhianatan umat
Israel beratus-ratus tahun lamanya, Ia tetap membutuhkan Yudas Iskariot untuk
memberitahu Dia, bagaimana rasanya dikhianati sebagai manusia.
Dan Ia melakukannya –hidup di tangah-tengah manusia– selama 33 tahun!
Bukan waktu yang sebentar. Ia hidup sebagaimana mereka hidup, makan
sebagaimana mereka makan, berbicara dalam bahasa yang sama. Bernafas,
berkeringat, tertawa, terharu, malu, takut, marah, sedih, geram, dan kecewa. Jadi
jika saat ini Anda sedang berprasangka buruk terhadap Tuhan dan menuduhNya
tidak mengerti perasaan Anda karena Dia Allah, Anda mungkin ingin berpikir
ulang.
Sebaliknya, Yesus mungkin pernah merasakan kehilangan yang jauh lebih
buruk dari Anda. Ketika Yohanes Pembaptis dibunuh dengan keji, dituliskan di
dalam Alkitab bahwa pada waktu Yesus mendengar kabar tersebut, “Ia
menyingkir dan hendak menyendiri” (Matius 14:13). Ia merasakan kesedihan
yang begitu dalam, karena Ia sangat mengasihi Yohanes Pembaptis, saudaraNya
itu. Tetapi itu belum seberapa, pada menit-menit sebelum kematianNya, ia
35
merasakan kehilangan yang terburuk dalam sejarah kehidupan di dunia ini, yakni
ketika Ia harus kehilangan Allah. Pada saat Ia berteriak “Eli, Eli, Lama
Sabakhtani,” Ia sedang ‘kehilangan’ Allah, sebab pada detik ia menanggung
seluruh dosa manusia, Ia harus terputus kontak dengan Sang Bapa. Oleh karena
Allah itu kudus dan Ia tidak dapat bersatu dengan dosa. Beruntunglah Anda dan
saya, yang tidak harus kehilangan hubungan dengan Allah, sebab Yesus sudah
melakukannya untuk kita.
Jadi Ia mengerti betapa beratnya perasaan dukacita Anda. Ia mengerti betapa
sakitnya kehilangan orang-orang yang kita kasihi. Dan tidak ada dukungan yang
lebih baik dari dukungan seseorang yang pernah berada di dalam ‘lubang’ yang
sama dengan kita. Ketika Mama saya meninggal, kakak rohani saya menelepon
dengan menangis. Seakan-akan tahu perasaan saya, ia mengajak saya berdoa. Ia
tidak mengatakan bahwa itu perkara yang mudah. Ia juga tidak menghakimi atau
menyalahkan saya atas apa yang terjadi, ia hanya mengajak saya berdoa. Anda
tahu mengapa? Karena ia tahu bagaimana rasanya kehilangan. Beberapa tahun
yang lampau, ia harus kehilangan adik kandungnya oleh sebuah kecelakaan yang
fatal. Dan itu menjadi pukulan yang berat di dalam hidupnya. Meski sekarang
nampak bahwa pukulan itulah yang telah membuat ia makin lama, makin kuat.
Begitu tiba di Surabaya, seorang teman baik yang telah lama tak
berkomunikasi dengan saya datang dan tidak berkata apa-apa. Ia hanya duduk di
samping saya dan mendengarkan saya menangis berjam-jam. Lalu pada hari demi
hari berikutnya, dia akan mengantarkan saya ke mana pun saya inginkan. Waktu
saya bertanya mengapa ia melakukan semua itu padahal kami sudah lama tak
bertemu, ia hanya menjawab dengan singkat, “Dalam masa seperti ini, kamu
tidak boleh sendirian”. Bagaimana dia tahu? Karena beberapa tahun sebelumnya,
ia juga kehilangan ibu yang sangat ia cintai. Sehingga ia tahu persis bahwa dalam
masa-masa genting itu, kita tidak boleh sendirian.
Dan masih banyak teman-teman yang datang kepada saya untuk sekadar
menguatkan dan berkata “Saya tahu apa yang kamu rasakan, dan saya ada di sini
kalau kamu ingin bicara”. Benar-benar oasis di tengah-tengah padang gurun yang
kelam.
36
Maka jika teman-teman terbaik Anda pun mengerti perasaan Anda, lebih lagi
Allah yang hidup! Dia bukan hanya mengerti, tetapi Dia akan membuat
perubahan. Sebab hanya Dia yang sanggup menyembuhkan hati yang luka. Hari
ini, jika Anda dapat mendengarnya di dalam hati Anda, Ia mungkin sedang
berkata, “AnakKu, Aku tahu apa yang sedang kau alami, dan Aku ada di sini
untuk memulihkan kamu. Sebab Akulah sumber damai sejahtera itu, dan tidak
ada lagi kesedihan di dalam Aku. Jangan menyerah, tetaplah melangkah, sebab
Aku besertamu.”
5. Karena Itu Yang Tuhan Inginkan
Setiap Bapa rindu melihat anaknya pulang, bagaimanapun hubungan mereka
sebelumnya. Apalagi Bapa kita di Sorga. Apakah itu sebuah hubungan yang
usang, terlantar, atau bahkan sebuah hubungan yang rusak, Bapa tak peduli
dengan semuanya itu. Ia hanya peduli pada Anda. Ia ingin menjadi tempat
pelarian Anda, saat hidup menjadi terlalu keras dan menyakitkan, atau mungkin,
menorehkan luka yang terlalu dalam. Dan saya yakin, ketika Anda berlari
kepadaNya, Ia akan menyambut Anda dengan tangan yang terbuka lebar. Ia akan
memeluk Anda dengan erat dan mengijinkan Anda menangis di bahuNya.
Ini sebuah kebenaran yang harus sungguh-sungguh Anda ketahui. Karena
seringkali, ketika Anda sudah terlalu jauh dari Tuhan, Anda akan merasa, ‘apa
iya, Tuhan mau menerima saya, setelah semua yang saya lakukan, setelah
semuanya ini terjadi?’ Tetapi jawab Allah,
“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku
ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan
memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.” –
Yesaya 41:10
Di dalam terjemahan Alkitab versi NASB, Allah mengatakan dengan sangat
jelas, “surely I will help you, surely I will uphold you with my righteous right
hand.” Wow! Indah sekali jawaban Tuhan! Ia mau dan pasti akan menolong kita!
37
Saya harus jujur terhadap Anda. Sebagai pelayan Tuhan pun, saya mengalami
masa-masa jauh daripadaNya. Saya mengalami masa di mana saya ingin lari dari
panggilanNya. Masa-masa di mana, seolah-olah kita hidup di luar rencana Tuhan
(Walau ternyata tidak, segala pujian bagi Allah yang tetap memegang kendali
akan rencanaNya dalam hidup saya). Dan waktu Mama saya meninggal, adalah
semua masa-masa itu. Itu adalah masa-masa suram saya. Jadi dukacita saya
menjadi lebih buruk, karena berpadu dengan rasa bersalah saya kepada Tuhan.
Saya begitu takut dan merasa ‘tidak enak’ –juga tidak layak– untuk datang kepada
Tuhan. Saya takut Ia menolak saya, karena saya terlebih dahulu menjauhi Dia.
Tetapi, sungguh, semua dugaan saya salah besar. Waktu saya mengintip di balik
tirai kudusNya, Bapa menyambut saya dengan penuh sukacita. Seakan-akan
segenap Sorga bersorak-sorai ketika saya kembali menghadap Bapa dengan hati
yang penuh luka. Ia memeluk saya dan membasuh luka saya, dan seperti
perumpamaan yang begitu terkenal dalam Alkitab, sepertinya, Ia mengadakan
pesta untuk saya di Sorga. Mungkin ia mengatakan pada para malaikat untuk
segera menyanyikan himne-himne yang menyejukkan hati, agar saya merasa
nyaman. Lalu perlahan Bapa menarik kursi dan duduk di dekat saya. Ia
mengangkat, lalu memangku tubuh saya, bagai menimang seorang bocah yang
ketakutan. Dan Ia menyuruh saya bercerita, panjang lebar, tentang semua
perasaan yang menyakitkan itu. Sesekali Ia juga mengijinkan saya memukulmukul dadaNya karena saya belum dapat mengerti mengapa Ia mengambil
Mama begitu cepat, di saat saya bahkan tak dapat memegang kehidupan saya
sendiri. Ia menangis saat saya menangis. Ia memeluk saat saya lunglai. Dan Ia
terus menerus berusaha menghapus air mata saya.
Ia Bapa yang sangat baik, Anda mungkin tahu itu. Tapi saya tidak ingin Anda
hanya tahu, saya ingin Anda yakin dan percaya, bahwa tidak ada yang dapat
menghalangi kasih Allah bagi Anda. Tidak Anda, tidak kejadian-kejadian yang
menimpa Anda, tidak kesalahan-kesalahan Anda. Dan jangan pernah biarkan
setan, atau pikiran-pikiran Anda, mengatakan sebaliknya. Daud, dalam segala
kelemahan dan kesalahan yang pernah ia lakukan, tahu dan sangat mengerti akan
kebenaran tersebut. Ia mengatakan dalam Mazmurnya yang terkenal:
38
“Ke mana aku dapat pergi menjauhi Roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari
hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh
tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau. Jika aku terbang dengan
sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan
menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku. Jika aku berkata: “Biarlah
kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam,” maka
kegelapan pun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti
siang; kegelapan sama seperti terang.”
–Mazmur 139:7-12
Jadi percayalah, tidak ada yang dapat mengubah atau menjauhkan kasih Bapa
dari Anda. Baik dulu, sekarang, dan sampai selamanya, kasih Allah tak
terkalahkan oleh dunia. KasihNya mengalahkan dunia. Bahkan dosa tidak dapat
menghapuskan kasihNya yang kekal. Yang perlu Anda lakukan sekarang hanyalah
mengambil keputusan untuk ‘pulang’. Lihatlah, di depan Allah sudah
meregangkan tanganNya untuk menyambut Anda. Segeralah berlari ke sana!
Menjadikan Tuhan sebagai Pusat Kehidupan.
Sebenarnya, inilah hal terpenting yang harus Anda ketahui, sebelum kita
melangkah meninggalkan bab satu. Karena seringkali, kita tak dapat segera pulih
dari perasaan-perasaan kehilangan itu, karena ternyata kita mempunyai pusat
kehidupan yang salah.
Apakah pusat kehidupan itu? Saya mengartikan pusat kehidupan sebagai
alasan dan tujuan kita hidup di dunia ini. Untuk apa kita hidup. Untuk siapa kita
hidup. Dan oleh karena itu pusat kehidupan juga adalah sumber kekuatan dan
kebahagiaan kita dalam menjalani hidup.
Lalu pusat kehidupan apa yang salah, dan pusat kehidupan apa yang benar?
Nah saya akan memberitahu Anda terlebih dahulu tentang pusat kehidupan yang
salah. Pusat-pusat kehidupan yang salah adalah jika kita memusatkan hidup dan
komitmen hidup kita kepada sesuatu atau seseorang yang bahkan tidak dapat
memberikan kita kepastian dalam hidup. Katakanlah Anda memusatkan hidup
39
kepada pasangan Anda. Ia dapat membuat Anda merasa aman, tetapi ia tak akan
pernah dapat memberi Anda kepastian dalam hidup. Ia dapat memberikan Anda
hadiah yang indah sekali waktu, tetapi ia tak dapat menjamin seluruh kehidupan
Anda akan berbahagia. Bahkan ia tak dapat menjamin ia akan selalu ada di sana
untuk mendampingi Anda. Begitu pula ketika Anda memusatkan hidup Anda
pada anak-anak Anda. Mereka tak dapat selalu memberi kelegaan di dalam hati
Anda, atau mengisi kekosongan yang Anda rasakan. Apalagi terus ada bersamasama dengan Anda. Suatu hari mereka akan beranjak dewasa dan mereka akan
pergi mencapai kehidupannya sendiri.
Anda mengerti maksud saya kan? Kepastian dalam hidup. Tanyakan pada diri
Anda sendiri, dapatkah mereka memberi Anda kepastian-kepastian yang Anda
cari?
Lalu, ada sesuatu, barang-barang, benda-benda, yang terkadang secara tak
sadar menjadi pusat kehidupan seseorang. Harta benda misalnya, ya mereka
dapat memberi Anda kekayaan, dan kualitas gaya hidup yang lebih baik mungkin,
tapi sekali lagi, mereka tidak dapat memberi Anda kebahagiaan. Mereka hanya
memberi Anda kesenangan yang sementara.
Dan berita buruknya, maksud saya, sangat-sangat buruk, adalah jika hal-hal
tersebut menjadi pusat kehidupan Anda, lalu semua itu tiba-tiba hilang begitu
saja, maka hidup Anda seketika itu juga menjadi tak pasti. Seperti yang saya alami
lebih kurang dua tahun yang lalu.
Hidup saya adalah Mama. Mama adalah hidup saya. Entah sejak kapan, tetapi
sepertinya sudah sangat lama demikian. Saya begitu ingin membahagiakan
Mama. Saya begitu fokus untuk mencapai segala sesuatu yang akan
menyenangkan hatinya. Jadi bisa dibilang, Mama adalah pusat kehidupan saya.
Sehingga waktu saya kehilangan Mama, saya seperti kehilangan segala-galanya.
Tapi saya beruntung, Tuhan menopang saya. Ia tak menghukum saya karena
salah memilih pusat kehidupan. Ia juga tidak menghakimi saya. Namun ia
mengembalikan saya ke pusat kehidupan yang benar.
40
Apakah pusat kehidupan yang benar? Yakni pusat kehidupan yang dapat
memberi Anda kepastian dalam hidup. Dan tentu saja, satu-satunya yang dapat
memberi kepastian di dalam hidup Anda adalah Tuhan sendiri, tidak ada yang
lain. Hanya Dia satu-satunya harapan yang pasti di dalam dunia yang penuh
ketidakpastian. Anda sudah membacanya sepanjang perikop ini. Anda tidak akan
menemukan hal atau pribadi lain yang dapat melampaui Dia dan kebesaranNya.
Jadi demi kehidupan dan kebahagiaan Anda sendiri, dan demi masa depan
yang masih menanti Anda, maka mulai sekarang, kembalikanlah poros kehidupan
Anda kepada satu-satunya pribadi yang sanggup memberi Anda kepastian dalam
hidup. Kembalikanlah pusat kehidupan Anda kepada Yesus.
41
CHAPTER 2
Bukan Milik Kita. Jangan
Pegang Erat-erat.
Jauh lebih mudah melepaskan sesuatu, jika kita tidak memegangnya
terlalu erat.
Bayangkan Anda sedang memegang dengan kedua tangan Anda, sebuah
mawar berduri. Lalu seseorang mengambil mawar itu dari tangan Anda dengan
paksa. Tetapi daripada melepaskannya, Anda malah memegang tangkai mawar
semakin erat dan berusaha mempertahankannya sekuat tenaga. Alhasil, tangan
Anda akan terluka semakin parah, kan? Tetapi bayangkan jika Anda tidak
memegang tangkai mawar itu terlalu erat, Anda mungkin terluka, tetapi luka itu
tidak akan begitu dalam.
Itulah yang terjadi pada saat kita kehilangan orang-orang yang kita cintai. Kita
baru menyadari, bahwa selama ini kita memegang mereka terlalu erat, sehingga,
kita begitu terluka ketika mereka harus pergi. Kita punya 'pusat-pusat' kehidupan
yang salah. Dan kita terlampau takut untuk melepaskannya.
“Katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan
telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN
yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"” –Ayub 1:21
Ayat itu tiba-tiba muncul di hadapan saya seperti sekelebat angin masuk
menerobos tirai jendela. Perasaan saya pun menjadi sedikit nyeri. Mengapa ayat
itu muncul, setahun setelah Mama pergi? Dan saya mulai ‘memiliki’ hidup saya
kembali? Mungkinkah Tuhan sedang menjawab pertanyaan saya tentang
kehilangan, yang saya ajukan dengan tak sengaja ketika sedang menulis buku ini?
42
Jadi, mungkin saya mengajukan pertanyaan yang salah.
Beberapa hari berselang, saya mengalami dua kehilangan, yang satu cukup
menyakitkan, sementara yang lain cukup merepotkan.
Tapi saya yakin, kehilangan-kehilangan ini ada di dalam kehendakNya. Ia
mengijinkan dua kehilangan terakhir sebagai sebuah ujian yang tulus, akan pusat
kehidupan saya.
Dan bersyukur kepada Allah, saya dapat melalui proses ini dengan baik. Saya
tetap menangis, apalagi karena saya seorang wanita (kami menangis bahkan
ketika kami bahagia), saya tetap merasakan penyesalan mengapa hal itu harus
terjadi, dan berharap sebaliknya. Tetapi saya tidak kehilangan diri saya, itu yang
terpenting! Jika Anda dapat kehilangan sesuatu atau seseorang tanpa kehilangan
diri Anda, Anda sudah memenangkan pertandingan. Karena itu berarti, Anda
tidak memusatkan kehidupan pada hal-hal yang sementara, yang dapat lenyap
dalam hitungan detik dan tak mungkin ditemukan kembali.
Saya pasti membuat Anda penasaran. Baiklah, saya rasa cukup adil untuk
menceritakan kehilangan apa yang saya alami kali ini.
Pertama, saya kehilangan ponsel Blackberry saya. Tentu saja, beberapa dari
Anda akan terhibur, karena ini sama sekali bukan kehilangan yang besar menurut
sebagian orang, tapi tahukah Anda, berapa banyak orang memusatkan dirinya
kepada barang-barang? Mengidentifikasikan dirinya pada benda-benda yang ia
gunakan? Dan ketika kepemilikannya terhadap barang-barang tersebut hilang,
mereka seolah kehilangan jati diri? Atau ada orang-orang seperti saya, yang
sangat membutuhkan alat-alat kerja yang saya bawa, sehingga tanpa alat-alat
kerja tersebut saya sedikit ‘pincang’.
Apapun alasannya, semua ‘kelekatan’ yang berlebihan terhadap barang-barang
bukanlah hal yang baik. Dan Anda harus berhati-hati, agar jangan sampai
barang-barang itu mendapatkan tempat yang terlalu tinggi di dalam hati Anda,
apalagi jika sampai menggeser tahta Tuhan dari tempatnya.
43
Bagi seorang penulis yang seluruh data dan tulisan, serta studinya berada di
dalam ponsel, sedikit banyak ini mimpi buruk. Dan saya pun cukup terkejut ketika
ponsel saya tiba-tiba terjatuh entah di suatu tempat yang sampai sekarang saya tak
tahu pasti, dan dalam sekejap saya terputus kontak begitu saja dengan alat kerja
saya tersebut. Dan tentu Anda tahu, jika Anda kehilangan ponsel di Indonesia,
jadilah seorang yang berbesar hati dan jangan harap kembali. Terakhir kali
seorang teman mengatakan bahwa ponsel itu sudah berada di jauh di luar pulau,
berpindah tangan ke orang lain.
Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, baiklah, itu suatu
pemberitahuan yang jelas saya pikir, sehingga akhirnya saya memutuskan untuk
masuk ke dalam kamar, meredakan kepanikan, lalu berdoa, menangis sejenak,
dan kemudian saya tertidur. Esok harinya, atasan di kantor saya mendengar
kejadian ini, lalu hari itu juga ia membeli sebuah ponsel baru, yang menurut saya,
lebih bagus dari milik saya sebelumnya. Benar-benar kejutan yang menghibur!
Sebuah kelegaan karena atasan saya mengasihi saya. Tetapi lebih dari itu, inilah
poin penting dari setiap kehilangan: Anda akan selalu mendapatkan yang lebih
baik! Tidak selalu sama, tapi pasti lebih baik. Karena rencana Allah selalu
bergerak ke atas, membawa Anda naik dan bukan turun, menjadi kepala, dan
bukan ekor (Ulangan 28:13). Apalagi jika Anda hidup di dalam Kristus dan
mengenalNya secara pribadi sebagai Tuhan, Juruselamat, dan seorang Bapa yang
sangat mengasihi anak-anakNya, maka Anda boleh yakin, bahwa semua
kehilangan Anda akan tergantikan.
Belum selesai sampai di situ. Sesungguhnya yang berarti bagi saya bukanlah
alat elektronik ini, tetapi apa yang ada di dalamnya. Namun doa saya kepada
Tuhan cukup sederhana, kalaupun memang kehendakNya untuk tulisan-tulisan
dan studi saya hilang bersama dengan ponsel tersebut, Tuhan yang adalah Yang
Awal dan Yang Akhir, Ia pula yang berkuasa atas masa lalu dan masa depan,
sehingga Ia pasti akan mengilhamkannya kembali kepada saya. Maka saya pun
berusaha menyingkirkan kekhawatiran dan melanjutkan hidup. Lalu tiba-tiba
Tuhan mengingatkan bahwa saya pernah membuat salinan dari data-data
tersebut, dan ternyata salinan terakhir hanya berselang beberapa bulan dari
kejadian ini!
44
Ketika saya berhasil mensinkronisasi data dan membukanya dengan ponsel
yang baru, ternyata semua data, bahkan semua kontak saya –meski tak semuanya–
sebagian besar masih ada di sana. Termasuk studi dan riset saya, yang sebagian
adalah untuk buku ini, semuanya seolah-olah tak pernah pergi ke mana-mana...
Benar-benar sebuah keajaiban yang saya butuhkan.
Tetapi lalu datanglah kehilangan berikutnya yang cukup menyakitkan. Yakni
ketika seorang laki-laki yang sangat saya harapkan menjadi pendamping saya
memilih orang lain untuk menjadi pasangannya. Mengingat waktu lebih kurang
satu tahun yang telah saya luangkan untuk menunggu, mendoakan, dan
memelihara perasaan terhadap pria tersebut, rasa-rasanya sakit hati itu tak
terhindarkan.
Jadi hati ini hancur juga, meski tak seberapa. Karena Allah menopang saya.
Dan inilah salah satu hal yang paling berharga di dalam hidup kita bersama
Kristus, yakni tetap berada dalam lindungan Allah meski kita mungkin membuat
keputusan-keputusan yang kurang bijaksana yang membawa akibat kurang
menyenangkan (menyukai seorang laki-laki yang tidak ditunjukkan Tuhan bagi
saya, termasuk dalam daftar “Hal-hal Tidak Bijaksana yang Dapat Kita
Lakukan”).
Tetapi pelajaran terpenting yang saya peroleh dari peristiwa-peristiwa
kehilangan yang saya alami adalah, bahwa hal-hal yang kita beri nilai atasnya –
termasuk kehidupan ini–, sesungguhnya bukan milik kita. Hal-hal yang kita
anggap berharga, yang seolah-olah berada dalam genggaman tangan kita
sekalipun, semuanya itu, bukan milik kita. Melainkan hanya titipan, yang harus
kita perlakukan dengan baik, dan kita kembalikan jika memang sudah waktunya.
Jadi Apa yang Kita Pegang Erat-erat?
Hidup. kita suka sekali memegang erat-erat hidup, dan segala sesuatu yang ada
di dalamnya. Orang-orang terkasih, harta benda, pekerjaan, karir, status sosial,
keadaan, hidup kita sendiri, hidup orang lain, hidup sekitar kita, lingkungan,
bangsa, peristiwa, masa lalu, masa depan, ketakutan, kekhawatiran, keinginan,
45
cita-cita, impian yang kandas, impian yang muluk-muluk, visi, pelayanan,
panggilan hidup.
Apakah Anda sedang memegang erat-erat salah satunya? Anda mungkin
menjawab tidak. Tapi hati-hati, kita seringkali memegang erat sesuatu tanpa kita
sadari.
Seorang sahabat meminjamkan sebuah buku berjudul Brokenness, oleh Nancy
Leigh DeMoss. Nancy Leigh DeMoss adalah seorang yang benar-benar diurapi
dan telah dipakai Tuhan untuk menyampaikan pesan “brokenness” ini kepada
jutaan orang Kristen di seluruh dunia. “Brokenness” adalah ‘hancurnya’
kehendak diri sendiri, sebuah penyerahan diri yang mutlak dan sepenuhnya pada
kehendak Allah. Tanpa penolakan, tanpa gesekan, tanpa keras kepala,
sepenuhnya menyerahkan diri pada rencana dan kehendakNya dalam hidup ini.
Dalam bahasa saya sendiri, saya menyimpulkan bahwa “brokenness” adalah
ketika kita menyadari bahwa sesungguhnya kita ini bukan apa-apa dan Tuhan
adalah segalanya (we are nothing but God is everything). Bahwa hidup ini adalah
oleh Allah dan untuk Allah, bukan oleh kekuatan atau rencana kita. Dan, sebelum
kita menyadari sepenuhnya ketiadaan kita dan keberdayaan Allah, akan sangat
sulit bagi kita untuk melepaskan genggaman.
Beberapa saat kemudian, saya pergi ke ibadah doa puasa di gereja saya, dalam
keadaan masih merenungkan isi buku tersebut. Pada saat saya berdoa, saya baru
menyadari bahwa buku itu benar. Saya tidak bisa apa-apa. Sama sekali tidak bisa
apa-apa, tanpa Allah. I am nothing without God! Hanya Allah yang dapat
melakukan semua yang ingin saya lakukan. Hanya Allah yang dapat
memampukan saya, jika Ia menginginkannya. Sesaat di dalam doa, saya melihat
dalam pikiran saya, tubuh saya tengah tergeletak di lantai, seolah tak bisa bangun
atau bangkit. Saya terus memberontak dan berusaha untuk bangun, namun saya
tidak bisa.
Memberontak. Itu kata yang tepat. Tanpa kita sadari, tindakan kita yang tidak
mau menyerahkan sepenuhnya problema hidup kita kepada Tuhan, adalah
sebuah tindakan pemberontakan kepada Allah yang dibungkus oleh ‘niat baik’.
Sebuah tindakan kudeta yang terselubung.
46
Hati-hati dengan ‘niat baik’ kita sendiri. Kita sering mengatakan, kita
mempunyai maksud baik untuk berusaha semaksimal mungkin dalam hidup ini,
tetapi sesungguhnya kita tak cukup yakin bahwa Allah sanggup melakukan apa
yang Ia katakan akan Ia lakukan. Itu sebabnya kita ikut ‘turun tangan’. Kita sulit
untuk mempercayai Allah. Kita berusaha menyelamatkan hari dan menjadi
pahlawan bagi diri sendiri. Sama sekali bukan ‘niat baik’. Tapi ketidakpercayaan
kepada Allah. Ada perbedaan yang tipis memang, antara berusaha yang terbaik
dan berusaha menolong Allah. Perbedaannya adalah, apakah Allah memintanya,
dan kapan Allah meminta Anda melakukannya. Padahal seringkali, Allah justru
meminta Anda untuk melepaskan genggaman, bukan malah berebut kendali
kehidupan denganNya.
“Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan
dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku”.–Lukas 14:33
Saya ingat di tengah-tengah ibadah tersebut, saya berkata lirih dalam doa,
‘Butuh waktu 2 tahun untuk menyadari, bahwa tanpa Tuhan, saya tak bisa apaapa’
Lalu Tuhan menjawab jelas dalam hati saya, “Bukan 2 tahun, anakKu,
sesungguhnya 29 tahun, Aku menunggumu mengatakan ‘aku tidak bisa’.”
Saya terhentak oleh jawaban Allah, dan tak dapat menahan air mata. 29
tahun! Untuk menyadari bahwa saya tidak mampu. Bahwa saya tidak bisa
melakukan dengan rencana dan kekuatan saya sendiri. Bahwa ‘panggung’
kehidupan saya ini sepenuhnya milik Allah. Allah yang harus berada di atas
panggung itu dan melakukan segala sesuatu untuk kemuliaanNya. Bukan saya,
dan apalagi saya, yang tidak tahu bagaimana melakukannya. Saya hanya akan
mengacaukan semua yang telah Ia rencanakan bagi saya.
Hari itu, saya turun dari panggung dan menyerahkan mic kembali ke tangan
Allah. Saya tahu, setelah 29 tahun, sudah saatnya saya menyerahkan kendali
kehidupan saya kembali kepada Tuhan, dan membiarkan Ia berbicara. Sebelum
saya menjadi terlalu tua dan terlalu keras kepala.
47
Saya suka sekali apa yang dikatakan oleh Simon Tugwell, seperti dikutip Philip
Yancey dalam bukunya, “Doa: Bisakah Membuat Perubahan?”
“Allah mengundang kita untuk mengambil liburan, berhenti menjadi Allah untuk sementara,
dan biarlah Dia saja yang menjadi Allah. Allah mengundang kita untuk beristirahat, untuk
membolos. Kita bisa berhenti melakukan semua hal penting yang harus kita lakukan dalam
kapasitas kita sebagai Allah, dan membiarkan Dia menjadi Allah.”
Ini masalahnya. Di awal saya menulis bab ini, saya hanya ingin mengatakan
secara sederhana dan cepat, “Hidup ini bukan milik kita, teman, jangan pegang
erat-erat”. Tetapi melalui kehidupan saya sendiri, Tuhan memberitahu saya,
‘melepaskan genggaman’ itu tak akan semudah yang kita bayangkan. Ada suatu
proses yang panjang dan penuh air mata sampai kita dapat melepaskan
genggaman dan membiarkan Tuhan mengambil alih kehidupan.
Pertama, melepaskan genggaman menjadi hal yang sangat sulit untuk
dilakukan, bahkan hampir mustahil, jika saya masih merasa punya hak yang sama
dengan Allah dalam hal hidup saya. Yakni jika saya merasa bahwa Allah dan saya
dapat duduk sama tinggi untuk mendiskusikan mengenai mau dibawa ke mana
kehidupan saya nanti. Tentu saja, Allah tidak akan memperoleh persetujuan saya,
jika itu tidak sesuai dengan keinginan saya. Tetapi, jika kita masih bersitegang
hingga waktu diskusi habis, kita selalu dapat melakukan voting…
Percayalah, seringkali, kita memperlakukan Allah seperti itu. Dan itu sangat
menghancurkan hatiNya. Karena berarti Anda tidak mempercayai Allah
sepenuhnya, dan Ia tidak akan dapat mewujudkan rencanaNya dengan batasanbatasan yang adalah diri kita sendiri.
Kedua, kita tak akan dapat melepaskan genggaman tanpa sebuah pengakuan
yang tulus di hadapan Allah –bukan hanya perkataan manis di lidah– bahwa oleh
sebab hidup dan segala sesuatu di dalamnya ini bukan milik kita, maka jadilah apa
yang menjadi kehendakNya. Percayalah, jika Anda mencoba mengatakan dengan
sungguh-sungguh, bukan sebagai hafalan Doa Bapa Kami yang harus Anda
ucapkan setiap hari, Anda akan menyadari bahwa mengatakan “Jadilah
KehendakMu” adalah sesuatu yang hampir tidak bisa keluar dari mulut kita. 2
tahun yang lalu ketika saya belum mengerti kebenaran tentang rencana Allah,
48
saya tidak dapat mengatakan kata-kata “Jadilah kehendakMu” dengan leluasa.
Rasanya selalu tertahan di lidah saya setiap kali saya hendak mengatakannya.
Karena saya tidak benar-benar percaya bahwa rencanaNya itu baik bagi saya,
terutama ketika saya harus mengalami kehilangan orang-orang yang saya cintai.
Tetapi selama lebih dari 2 tahun saya diproses dan dipulihkan oleh Allah, saya
mengalami perubahan cara pandang. Saya mengalami terobosan dalam cara
berpikir saya. Sehingga meski saya mengalami masa-masa yang berat, namun
melepaskan genggaman saya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan
membuat semua beban itu menjadi ringan. Apakah berat beban itu berkurang?
Tidak. Rasa sakit tetap ada. Tangisan tetap terurai. Kesedihan tetap terasa. Tetapi
cara saya memikul beban, itu yang berubah. Saya tidak lagi memikulnya
sendirian, karena kini saya melakukannya bersama Allah.
“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah
lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang
Kupasang itu enak dan bebanKu pun ringan.” –Matius 11:29
Tuhan tidak berjanji akan mengambil semua masalah Anda seketika, tapi Ia
berjanji akan melindungi, menyertai, menolong dan menjadikan Anda pemenang
atas semua masalah Anda (Yesaya 41:10). Bayangkan udara tempat kita hidup,
selalu ada oksigen yang melegakan, tapi juga selalu ada karbondioksida yang
menyesakkan. Namun Tuhan menyediakan pepohonan untuk menyerap semua
karbondioksida di sekitar kita dan mengolahnya menjadi oksigen, sehingga kita
dapat bernafas lega. Ia tidak meniadakan karbondioksida, tapi Ia memberi jalan
yang mudah untuk mengolahnya bagi kebaikan kita. Ia membuat kita menjadi
orang-orang yang dewasa dan kuat.
Saya pun merenungkan kembali perjalanan saya bersama Tuhan, dan saya
hanya bisa mengatakan, “O, glory be to God! Let Your will be done in my life, as it is in
Heaven!”
49
Melepaskan Genggaman adalah Menyerah Seperti Yesus!
Beberapa waktu yang lalu, karena Natal sudah dekat, saya membuka kembali
kitab-kitab Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes) untuk mempelajari peristiwa
kelahiran Yesus, dengan harapan mendapatkan pengertian yang lebih mendalam
tentang hal itu. Tapi anehnya studi saya tergiring ke masa-masa The Passion,
terutama beberapa saat jelang penangkapan Yesus oleh orang-orang Yahudi, saat
Ia sedang berdoa di taman Getsemani.
“Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya
mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya.” –Markus 14:35
Lalu Roh Kudus menuntun saya untuk melihat kisah di kitab Yohanes, saat
Yesus akan membangkitkan Lazarus. Sejak dulu saya bertanya-tanya, mengapa
Marta dan Maria mendapat respon yang berbeda dari Yesus, padahal mereka
mengatakan hal yang sama persis, "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini,
saudaraku pasti tidak mati” (Yohanes 11: 21, 32). Ketika mendengar Marta
mengatakannya, Yesus membalas dengan pernyataan-pernyataan yang tegas.
Ketika Maria mengatakannya, Tuhan Yesus menangis karena terharu. Mengapa
demikian? Jawabannya ada di ayat 32.
“Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di
depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini,
saudaraku pasti tidak mati."” –Yohanes 11:32
Kata ‘merebahkan diri ke tanah’ dan kata ‘tersungkurlah’, berasal dari kata
yang sama dalam bahasa Yunani, ‘pipto’, yang dalam bahasa Inggris ‘to
prostrate’, artinya: merebah sampai ke tanah sebagai tindakan menyembah
seseorang. Kata ‘pipto’ juga berarti tindakan kehilangan atau menghilangkan
otoritas, di mana seseorang tidak lagi memiliki kekuatan atau kuasa.
Bandingkan dengan ayat 20, ketika Marta mendengar Yesus telah tiba di kota
mereka,
50
“Ketika Marta mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkan-Nya.
Tetapi Maria tinggal di rumah.” –Yohanes 11:20
Marta berlari untuk mendapatkan Yesus. Di dalam terjemahan lain, dipakai
pula kata ‘menyambut’. Tampaknya sebuah tindakan yang baik ya? Tetapi
tahukah Anda, ternyata di dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan adalah
‘hypantao’, yang berarti ‘to oppose’ atau ‘to fight in battle’ yang berarti
menyerang dengan sikap menuduh, sinis menyalahkan, menentang, orang yang
ditemui. Bahkan tidak ditulis Marta menyembah Yesus terlebih dahulu ketika
menemuiNya, Ia langsung membombardir Yesus dengan gugatan. Marta
menempatkan Yesus setara dengan dia, seolah-olah Yesus harus menuruti semua
yang ia inginkan.
Jadi sekarang kita tahu, mengapa Maria mendapat respon yang berbeda dari
Yesus. Karena Maria menunjukkan penyerahan diri yang mutlak kepada Allah.
Yaitu tindakan berserah yang menghormati Allah, dengan menempatkan Allah
sebagai Allah, bukan sebagai seorang pelayan yang salah melakukan
pekerjaannya, seperti yang dilakukan Marta. Tindakan penyerahan Maria ini juga
mengakui bahwa dirinya sendiri tidak berkuasa apa-apa, tetapi Allah-lah yang
berkuasa penuh atas hidupnya, dan bahwa Allah berhak melakukan apa yang Ia
pikir baik. Maria melakukannya seperti Yesus, ketika di Taman Getsemani, dan
kematianNya tinggal sebentar lagi, Yesus menyerahkan diriNya kepada Bapa, dan
memperlakukan Bapa sebagai Allah, yang memiliki otoritas tertinggi atas
hidupNya, terbukti ketika Ia mengatakan, “tetapi janganlah apa yang Aku
kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.” (Markus 14:36)
Dalam kasus Tuhan Yesus sendiri, doanya memang tidak dikabulkan oleh Bapa
di Surga, karena kehendak Bapa jauh lebih baik, yaitu bahwa supaya melalui
pengorbanan Yesus, Anda dan saya yang percaya kepadaNya tidak binasa,
melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16). Pengorbanan Yesus di kayu
salib menyelamatkan seluruh dunia dan segala masa. Tetapi dalam kisah Lazarus,
Yesus tersentuh oleh penyerahan diri Maria. Ia menyerahkan rasa dukacita itu
sepenuhnya kepada Allah dan mempercayai Allah untuk melakukan apa yang Ia
anggap baik.
51
Jadi, di tengah-tengah pedihnya dukacita yang Anda rasakan saat ini, adalah
suatu kelegaan untuk mengetahui bahwa hidup ini bukan milik kita. Hidup kita
ini milik Allah yang begitu mengasihi kita. Ia tahu apa yang terbaik untuk
membuat hidup kita indah di mataNya. Seperti kata Simon Tugwell, sudah
saatnya Anda ‘membiarkan’ Allah menjadi Allah dalam kehidupan Anda.
Berhentilah memutuskan sendiri segala sesuatu menurut pertimbangan Anda
sendiri. Mengakulah seada-adanya di hadapan Allah, bahwa Anda tidak mampu.
Dan hanya Dia yang mampu mengatasi situasi Anda sekarang.
“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar
kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan
meluruskan jalanmu.” –Amsal 3:5-6
Begitu pula dengan orang-orang tercinta yang dipanggilNya pulang. Mereka
bukan milik kita. Mereka milik Allah, dan Allah berhak memanggil mereka
pulang, jika menurut Allah, itu akan mendatangkan kebaikan bagi mereka yang
pergi dan bagi kita yang ditinggalkan.
Sadarilah satu hal. Bahwa Dia adalah Allah yang bertanggung jawab. Ia akan
menjaga kehidupan Anda, dengan segenap hati dan kuasaNya. Tak sehelai
rambut Anda akan jatuh tanpa seijin Allah. Kalau Ia mengijinkan luka, Ia pula
yang akan membalutnya. Dan kalau Ia mengijinkan Anda berduka, itu karena
Dia, dan hanya Dia, yang sanggup mengubah ratapan menjadi tari-tarian, dan Ia
mau melakukannya bagi Anda dan saya. (Mazmur 30:12)
Saya tahu, ini tidak mudah, tetapi akan terasa semakin berat, jika Anda
bersikeras untuk mengatasinya dengan kekuatan Anda sendiri. Berusahalah,
berusahalah sekali ini untuk dengan rela hati mempercayai Dia sepenuhnya.
Biarkan diri Anda jatuh, dan biar Allah yang menopangnya. Berilah kesempatan
untuk Allah memulihkan kehidupan Anda, tanpa sedikit pun campur tangan
Anda.
Segera, lepaskanlah genggaman, dan biarkan kelopak-kelopak kehidupan
Anda yang terkulai terbang ke dalam tangan Tuhan yang dahsyat, yang sanggup
52
‘menghidupkannya’ kembali. Saya percaya, saat itu juga, Anda akan melihat
keajaiban.
53
CHAPTER 3
Dalam Keadaan Tidak
Mengerti, Percaya.
“Accept and Trust”
Charles Swindoll seperti mengatakan kata-kata itu langsung ke wajah saya,
sewaktu saya sedang membaca sebuah artikel renungan yang ditulisnya. Saya
segera membuat tulisan besar “Accept and Trust” di komputer dan
menjadikannya latar belakang desktop, sehingga setiap kali saya pupus harapan,
saya selalu dapat melihatnya kembali (Anda juga dapat melakukannya, memasang
tulisan-tulisan yang besar terbukti cukup efektif untuk menguatkan hati yang
lemah). Saya ingat benar, itu adalah awal tahun 2011, di mana kematian Mama
masih sangat ‘segar’ dalam ingatan saya. Saya masih diliputi oleh duka yang
mendalam. Dan tentu saja, saya masih tidak mengerti –juga setengah tak
percaya– bagaimana ini semua bisa terjadi.
Saya ingat benar, saya mengajukan pertanyaan ‘mengapa’ kepada Tuhan
jutaan kali, mungkin sudah terdengar seperti radio rusak. Tentu saja, saya
bertanya karena saya tidak mengerti. Dan semakin saya berusaha mengerti, saya
semakin tidak mengerti.
Saya memiliki rekaman video dari acara penghiburan dan penutupan peti
Mama. Saya pernah sekilas melihatnya lagi beberapa waktu lalu, ketika saya
sedang menyusuri beberapa dokumen di dalam komputer saya. Di dalam video
itu, saya melihat wajah-wajah yang hancur hati dan bingung. Saya pun memutar
kembali dalam pikiran saya, potongan-potongan kejadian pada saat itu. Saya
teringat, saya terduduk di sebelah peti berukuran 2x1 meter itu –tidak paham
sedikit pun apa yang sedang terjadi– selagi semua orang sibuk berlalu lalang di
sekitar saya. Mereka seperti angin, dan saya seperti daun gugur yang dibawa
54
terbang oleh angin. Saya sudah menangis berulang kali, tapi air mata itu masih
ada. Rasa duka itu masih ada. Saya ingin membilasnya, membersihkan diri saya
dari semua perasaan yang mencekam itu, tapi saya tidak bisa.
Ya, saya harus memberitahu Anda satu kebenaran tentang ‘membersihkan’
dukacita dari hati kita: Hanya proses pemulihan Allah yang dapat melakukannya.
Banyak orang bilang, waktu yang akan menyembuhkan. Itu hanya sebagian benar.
Waktu tidak akan menyembuhkan, jika selama kurun waktu tersebut, Anda tidak
mengijinkan Tuhan untuk masuk ke dalam kehidupan Anda dan memproses
Anda menuju ke sana. Saya melihat bukti nyata di sekeliling saya, betapa begitu
banyak orang masih terkurung di dalam dukacitanya sendiri, meski orang-orang
yang mereka cintai sudah meninggal puluhan tahun yang lampau.
Saya menonton sebuah film yang sungguh luar biasa beberapa hari yang lalu,
berjudul “Courageous”. Saya menganjurkan Anda membeli dan menonton film
ini, karena nilai-nilai yang ada di dalamnya dapat membantu Anda beradaptasi
dengan situasi kehilangan yang sedang Anda hadapi sekarang. Melalui film ini,
Tuhan mengatakan sesuatu kepada saya sebuah rahasia untuk mengatasi dukacita:
“There needs to be a grieving process. You cannot escape the process. You cannot skip the
process. You simply have to be part of the process.”
Perlu ada sebuah proses berduka. Anda tidak dapat kabur dari proses itu. Anda
tidak dapat melompati proses itu. Anda semata-mata harus menjadi bagian dari
proses itu.
Bagi beberapa dari kita mungkin perlu sebuah keberanian untuk terjun ke
dalam proses Allah. Mungkin, karena Anda belum sepenuhnya mengenal Dia,
dan Anda tidak yakin, apakah dengan mempercayai Dia, semua akan baik-baik
saja. Saya pun meski terlahir Kristen, tidak dengan mudah mengijinkan Allah
bekerja dalam kehidupan saya. Seperti yang disebutkan dalam bab sebelumnya,
kebanyakan dari kita, tidak terkecuali saya, lebih sering berebut roda kemudi
dengan Allah, daripada membiarkan Allah yang memimpin kehidupan kita, ke
mana Ia inginkan.
55
Oleh karena itu, perlu dua buah sikap –saya lebih suka menyebutnya
keputusan– agar Anda mampu mengambil langkah pertama masuk ke dalam
proses pemulihan Allah: menerima dan percaya.
Menerima Hal yang Mustahil
Siapa yang mau menerima dukacita? Sungguh, kedukaan adalah beban yang
terlalu berat untuk dipikul, terlalu menyakitkan untuk dihadapi oleh manusia
biasa seperti kita. Menerima kenyataan bahwa Anda telah kehilangan orangorang yang Anda cintai? Sepertinya tidak mungkin.
Tetapi, menerima, meski hampir mustahil untuk dilakukan, kelihatannya
adalah satu-satunya cara untuk beradaptasi dengan kedukaan. Saya ingin
memberikan sebuah ilustrasi untuk meyakinkan Anda, mengapa menerima adalah
sikap terbaik untuk menghadapi dukacita. Dan yang berpeluang besar untuk
membebaskan Anda dari tekanan rasa sakit yang terlalu menyiksa batin.
Di jaman sekarang ini, banyak orang menganggap rasa sakit adalah jalan
menuju keberhasilan atau kebahagiaan. Para ahli obat-obatan Cina melakukan
tusuk jarum, untuk memperlancar peredaran darah. Para wanita pergi ke salon
untuk melakukan facial, demi mendapatkan wajah yang cantik mempesona. Para
body builder melakukan sit up, push up, dan mengangkat beban yang semakin
berat setiap hari, demi tubuh yang perkasa. Para ibu-ibu muda melakukan diet
ketat dan mengikat diri dengan korset setelah melahirkan, demi kembalinya
bentuk tubuh yang didambakan. Semua rasa sakit itu dapat ditanggung oleh
kemanusiaan kita. Kita dapat sekadar menahan nafas untuk menahan sakitnya.
Bahkan sebagian dari kita menikmati rasa sakit tersebut, karena yakin pada hasil
yang dinanti. Dan Anda selalu dapat menolak, saat Anda merasa prosedur ini
terlampau menyakitkan dan menyiksa Anda.
Tapi dukacita bukan pilihan. Dukacita berada di luar kendali kita. Dukacita
datang tanpa diundang, ke rumah orang baik dan orang jahat, ke rumah pendeta
maupun pembunuh, kepada orang yang taat dan tidak taat. Dukacita bukan
pilihan, dan dukacita tidak memilih.
56
Dan dukacita, adalah rasa sakit yang berada di tingkatan yang jauh berbeda
dari tusuk jarum, facial, atau kram perut. Rasa sakit itu jauh lebih besar, karena
Anda tak dapat melihat lukanya. Luka duka jauh di dalam, menyayat batin
manusia menjadi serpihan-serpihan kepedihan, menghukum kita dengan
ketidakmengertian, kebingungan, dan keputusasaan. Kita sendiri tidak akan tahu
bagaimana cara mengatasi rasa sakit seperti ini. Dan saya bisa mengatakan
dengan yakin, hanya Allah yang tahu jalan keluar dari kegelapan duka.
Jadi oleh karena tragedi ini bukan pilihan kita, kita tidak memintanya, tetapi
oleh kehendak Allah, kita harus mengalaminya, dan oleh karena kita sama sekali
tidak mengerti substansi dukacita, sebab ini bukanlah sebuah rasa sakit fisik yang
dapat didefinisikan dengan kata-kata, keringat, atau darah, maka oleh kedua
alasan itu, menerima, menjadi satu-satunya hal paling bijaksana yang dapat Anda
lakukan dalam keputusasaan. Teolog Amerika Reinhold Niebuhr mengatakannya
dengan sangat baik, lewat Serenity Prayer-nya yang terkenal,
“God, grant me the serenity to accept the things I cannot change,
The courage to change the things I can,
And the wisdom to know the difference.”
Saya beberapa kali menghadapi situasi yang tidak saya inginkan, tetapi harus
terjadi kepada saya. Dan saya sering berada dalam situasi yang saya tidak
mengerti, mengapa dan bagaimana hal ini bisa terjadi. Dan dalam segala
peristiwa tersebut, setiap kali saya memutuskan untuk menerima situasi dan
menyerah kepada Tuhan yang mengijinkan itu terjadi, adalah hal yang selalu
membebaskan saya dari jerat keputusasaan. Iblis tidak bisa menyerang orang yang
menerima. Ia tidak akan bisa menyiasati orang yang sudah berbesar hati
menerima peristiwa yang dialaminya. Ia tidak akan bisa menggali lebih dalam
dukacita Anda, jika Anda sudah menerimanya.
Ada tips untuk memudahkan Anda menerima situasi yang menyakitkan. Saya
mengajak Anda sekarang, untuk menangis. Mari menangislah, untuk hal-hal yang
harus Anda alami hari-hari ini. Menangislah karena Anda merasa tak mampu, tak
mengerti, dan tak menginginkan hal itu terjadi. Menangislah dan gunakanlah air
mata Anda untuk membilas hati yang terluka. Menangis akan memberi Anda
57
kelegaan, memberi Anda keleluasaan untuk mengaku bahwa Anda tidak sanggup
menghadapi semuanya sendiri, dan menangis, adalah jeritan hati yang tidak
mungkin diabaikan Allah. Satu orang di dunia ini menangis, seisi surga akan
mengetahuinya. Malaikat-malaikat segera membuat laporan kepada Bapa, dan
Bapa tidak akan tinggal diam. Ia pasti akan bergegas turun dari tahtaNya yang
mulia untuk mendapatkan Anda, memeluk dan menghiburkan Anda. Karena Ia
Bapa yang baik. Yesus mengatakan dengan ringkas dan jelas, sebuah kepastian
abadi,
“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.”
–Matius 5:4
Dalam Keadaan Tidak Mengerti, Percaya.
Saya sangat suka dengan pernyataan ini. Tuhan mengatakannya kepada saya,
ketika saya mengajukan lebih banyak pertanyaan daripada ujian akhir sekolah
menengah, sidang skripsi universitas, atau proses interogasi kepolisian.
Tampaknya memang saya sedang mendudukkan Tuhan di kursi ‘orang yang
dicurigai’ dan menghujaniNya dengan berbagai pertanyaan yang memojokkan.
Apalagi kehilangan itu menyerang saya, yang dalam hidup sehari-hari pun sudah
terlalu sering bertanya ‘mengapa’. Jadi ya, saya yakin, Bapa sudah mengira ini
akan terjadi, saya akan mengajukan sejumlah besar pertanyaan ‘mengapa’ dan
tidak akan berhenti sampai Tuhan, atau salah seorang malaikat, datang ke kamar
saya untuk memberi jawaban. Saya menuntut Tuhan untuk memberikan
penjelasan, dan percayalah, saya seorang yang sangat penuntut. Tapi kali ini,
Tuhan sudah menyimpan di sakuNya, sebuah jawaban yang tepat.
“Dalam keadaan tidak mengerti, percayalah”, kataNya tenang.
Bagaimana bisa? Bagaimana saya bisa percaya, jika saya tidak mengerti apa
yang sedang saya hadapi?
Pertama-tama, berhentilah bertanya.
58
Saya yakin, kita semua tak akan pernah dapat sepenuhnya memahami tragedi
yang bernama dukacita. Saya, yang oleh anugerah Tuhan boleh mendapatkan
sebagian jawaban tentang mengapa Mama harus pergi meninggalkan kami, tetap
memiliki sejumlah pertanyaan yang hingga saat ini tidak terjawab. Dan
ketidakmengertian kita membuahkan kebingungan.
Kebingungan ini sebenarnya merupakan hal yang baik dan tidak baik. Hal
yang baik adalah, bagi orang-orang yang berharga diri tinggi –termasuk saya, ini
adalah pertama kalinya kita akan bertanya ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’ kepada
orang lain. Untuk pertama kalinya dalam hidup, kita akan mulai merendahkan
hati dan memberanikan diri untuk meminta pertolongan dan dukungan dari
orang lain.
Dua tahun yang lalu pada hari Mama meninggal, seorang sahabat terdekat
saya yang tinggal di Banyuwangi, Ewaldine Melanie, bertanya, “Apakah kamu
mau saya berangkat ke sana?”. Saya yang biasanya tidak mudah untuk meminta
pertolongan menjawab, “Ya, kalau bisa kemarilah”. Dan ternyata saya memang
membutuhkan dukungannya selama acara penghiburan digelar. Ia yang
menerima karangan bunga, mengingatkan saya untuk makan, dan menyambut
orang-orang yang datang, kala saya sudah tak punya kekuatan lebih untuk
menemani mereka. Ia benar-benar malaikat yang Tuhan kirimkan untuk saya.
Saya tak pernah dapat cukup mengucapkan terima kasih kepadanya.
Tapi kebingungan juga dapat menjadi hal yang tidak baik. Dan memang lebih
sering demikian. Karena kebingungan membuat kita dengan tanpa henti
melontarkan pertanyaan, tanpa kemungkinan akan mendapatkan jawaban.
Seperti melempar sebuah bola ke ruang angkasa, ke sebuah ruang hampa tanpa
gravitasi bumi, yang hanya akan membuat bola itu melayang-layang di sana,
tanpa keharusan untuk kembali.
Anda harus berhenti bertanya. Karena semakin Anda bertanya, semakin
banyak pertanyaan lain yang muncul. Dan itu hanya akan membuat Anda
semakin frustasi. Anda sudah cukup frustasi karena harus kehilangan orang
terkasih Anda, tak perlu menambah tekanan Anda dengan daftar pertanyaan
tanpa kunci jawaban.
59
Joyce Meyer, dalam bukunya “Why, God, Why?” mengatakan, “Kita akan
terbebas dari jerat kebingungan jika kita berhenti mencari-cari jawaban atas
segala sesuatu”
Selanjutnya Joyce Meyer juga menyebutkan, bahwa kebiasaan bertanya-tanya
akan menjebak kita di masa lalu. Saya mengalaminya. Beberapa bulan pertama,
ingatan saya terjebak di menit-menit dan jam-jam setelah ponsel saya berdering di
jam 5 pagi, 10 Desember 2010. Juga pada menit-menit dan jam-jam sebelumnya.
Pertanyaan-pertanyaan, dan pernyataan-pernyataan “kalau saja” mencoba
mengubah situasi di dalam ingatan saya, dan membuat alternatif adegan akhir
cerita dari peristiwa yang menyedihkan ini, yang mungkin dapat berakhir dengan
tidak ada seorang pun yang meninggal. Dan pengalaman saya melihat CSI
selama sepuluh tahun membuat saya selalu merasa bahwa saya dapat mengubah
situasi jika saya tahu lebih cepat. Semuanya ini sama sekali tidak membantu saya,
malah menjerumuskan diri saya lebih dalam ke jurang penyesalan dan rasa
bersalah. Sedangkan situasi tidak berubah, Mama tetap pergi ke Surga, dan saya
yakin ia tidak akan memesan tiket kembali ke bumi, sebab Surga jauh lebih
menyenangkan. Tidak akan pernah ada alternatif adegan akhir cerita, kecuali
Tuhan menginginkannya.
Jadi berhentilah bertanya, dan sekarang juga, Anda dapat melanjutkan hidup.
Saya suka sekali dengan petikan kata-kata dari film Courageous,
“The hard choice for you is, whether or not you’re gonna be angry for the time you didn’t have
with him/ her, or grateful for the time you did have.”
Hiduplah pada masa kini dan untuk masa depan, jangan menjebak diri Anda
sendiri dalam pertanyaan-pertanyaan akan masa lalu dan upaya-upaya hampa
untuk mengubahnya.
60
Percayalah dengan Iman.
Hampir selalu, saya merasa kesal, jika seorang menjawab saya dengan kalimat
klise, “Percaya saja, percayalah dengan iman”. Itu kalimat yang tak dapat saya
mengerti! Percaya dengan iman itu seperti apa, dan bagaimana maksudnya?
Katakan bagaimana saya harus melakukannya! Bukankah lebih baik kalau ada
deskripsi yang lebih jelas untuk tindakan percaya dengan iman ini?
Allah sependapat dengan kita. Ia menjawab di dalam kitab Ibrani, sebuah
penjelasan tentang iman:
“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari
segala sesuatu yang tidak kita lihat.” –Ibrani 11:1
Iman, di dalam bahasa aslinya memiliki arti ‘pengakuan’ (conviction).
Pengakuan atas apa? Pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan dalam kehidupan
Anda. Bahwa Yesus yang berkuasa membuat perubahan dalam hidup Anda, jika
menurutNya itu yang terbaik.
Kata “segala sesuatu” berasal dari kata ‘pragma’ dalam bahasa Yunani, yang
ternyata memiliki sejumlah pengertian yang jauh lebih kompleks dan kaya, dari
hanya sebuah frase “segala sesuatu”. Pragma berarti: hal-hal dan tindakan yang
sudah dilakukan, fakta yang sudah dicapai, sesuatu yang sudah ada.
Jadi ketika Anda percaya dengan iman, Anda sudah melakukan sangat banyak.
Pertama, Anda percaya dan mengakui Yesus adalah tetap Allah, walau apapun
yang terjadi dalam kehidupan Anda. Dia tetap Allah! Dia tetap memegang
kendali dalam kehidupan Anda, Ia tak sedang melepaskannya, ia justru sedang
memegangnya erat-erat untuk menjaga agar Anda tak jatuh berkeping-keping.
Dan sebagai Tuhan –yang seringkali kita pandang terlalu rendah dari
seharusnya– Ia jauh lebih tahu bagaimana mengatasi situasi Anda, daripada Anda
sendiri. Kedua, ketika Anda percaya dengan iman, Anda mempercayai sesuatu
yang sudah dilakukan, sudah ada, sudah selesai. Salah satunya adalah karya
keselamatan Allah melalui Yesus Kristus, di mana melalui Dia, semua
penderitaan, semua rasa sakit, semua kesedihan, sudah ditanggungnya di kayu
salib, dan sudah berakhir waktu ia berteriak dari ketinggian, “Sudah selesai!”.
61
Sehingga bagi kita yang percaya dalam iman, kita juga percaya bahwa di dalam
Yesus, dukacita kita sudah berlalu. Bahwa rasa sakit ini hanya sementara, dan
akan segera tergantikan oleh sukacita pemulihanNya.
Sementara itu, saya tergoda untuk menyelidiki kata “percaya” yang dikatakan
Abraham dalam Kejadian 15:6,
“Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan
hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” –Kejadian 15:6
Di antara segala bangsa dan semua orang yang mengenal Dia, tindakan
percaya Abraham-lah yang dianggap ‘benar’ oleh Allah. Kepercayaan Abraham
ini dalam bahasa aslinya berarti ‘to stand firm’ atau ‘tetap berdiri tegak’. Mazmur
Daud mengatakan,
“Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu,
tetapi itu tidak akan menimpamu.” –Mazmur 91:7
Sebuah kelegaan, bukan? Anda akan tetap berdiri? Walau ribuan orang yang
diserang kedukaan rebah dalam keputusasaan, Anda akan tetap berdiri tegak.
Sebab Anda mempunyai harapan di dalam Yesus. Anda mempunyai harapan
sebab sekalipun Anda harus kehilangan orang-orang yang Anda cintai, Anda
tidak akan pernah kehilangan Allah, yang akan mengisi kekosongan hati Anda
dengan damai sejahtera yang melampaui segala akal, mulai sekarang, sampai
selama-lamanya.
Suatu kali di penghujung tahun 2012, saya mengalami sesuatu yang menurut
saya, sangat menakutkan. Setelah sekian waktu bergaul dengan Allah, pada harihari itu, saya tiba-tiba tidak dapat merasakan hadiratNya. Ketika saya berdoa,
saya merasa sendiri, padahal biasanya, saya merasa seolah-olah sedang
berbincang denganNya. Saya tidak dapat menemukan Dia di semua bilik di
dalam hati saya. Tiba-tiba saja, selama beberapa hari, saya merasa sendirian. Dan
itu sangat menakutkan bagi saya. Saya tidak dapat membayangkan melalui proses
kehidupan ini tanpa Tuhan. Tetapi sahabat dan mentor saya di gereja
mengatakan, Tuhan sedang mengajarkan kepada saya tentang iman, untuk
mempercayai bahwa hadiratNya tetap ada, meski saya tidak dapat merasakannya.
Ia mengatakan bahwa penting untuk percaya bahwa Allah tetap ada dan
62
menyertai kita, meski kita tidak dapat merasakan kehadiranNya dengan perasaan
manusia kita. Sebab di situlah iman kita terbangun dan menjadi kuat. Saya
belajar dari nasihat sahabat saya –sebuah nasihat yang baik– dan saya
memutuskan untuk percaya, bahwa Allah ada, meski saya tidak dapat
mengetahuiNya.
Beberapa hari berlalu –walau terasa seperti bertahun-tahun– saya merasa
sedang berjalan dalam kesendirian. Mungkin ini adalah secuil dari apa yang
dirasakan Yesus di atas kayu salib, waktu ia berteriak, “Eloi, Eloi, lama
sabachtani?”, yang berarti, “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan
Aku?”. Sesaat lamanya, Tuhan harus berpaling wajah dari anakNya, untuk
sebuah tujuan yang mulia. Begitu pula dengan saya, Ia melatih saya untuk
percaya, melampaui perasaan dan segenap indera manusiawi saya, bahwa Ia ada
dan berkuasa.
Lalu tak lama setelah itu, saya merasa Tuhan memanggil saya, dan perlahanlahan, saya dapat merasakan hadiratNya kembali! Walau sebenarnya, Ia memang
tak pernah pergi. Saat itu, saya sedang melaju di atas motor skuter saya di tengah
hujan yang meski tidak lebat tetapi cukup membasahi wajah saya. Saya pun
menangis di tengah hujan, karena saya baru sadar, bahwa yang saya inginkan
bukan tidak ada hujan atau panas terik, tetapi agar di tengah hujan yang deras
atau panas yang paling terik sekalipun, Allah tetap ada bersama-sama dengan
saya, dan tidak meninggalkan saya.
Dan ini adalah berita baiknya, saudaraku. Allah tetap ada, dan Dia tetap
Allah. Meski kita tidak dapat merasakanNya dengan indera manusiawi kita. Anda
tidak akan pernah kehilangan Allah, apapun yang terjadi, bagaimanapun situasi
Anda, keberadaan Anda, atau bahkan kedekatan Anda denganNya, sebab Ia tak
diukur oleh semuanya itu. Ia diukur hanya oleh kasihNya sendiri yang tak
berkesudahan. Dan karena kasihNya tidak pernah habis, maka tidak pernah ada
alasan untuk meninggalkan anak-anak yang sangat dikasihiNya, lebih dari apapun
juga.
63
Percayalah kepada Yesus, bukan diri Anda sendiri.
Pastor Joseph Prince, seorang pendeta yang diurapi Tuhan untuk
mengabarkan kabar anugerah ke seluruh dunia, mengatakan, “Iman itu tanpa
jerih payah (effortless), ini tentang mempercayai apa yang sudah dikerjakan”.
Dalam arti, jika Anda percaya dengan iman, Anda sebenarnya tidak perlu
mengusahakan apapun, selain berserah dan mengikuti tuntunanNya.
Bicara tentang tuntunanNya pada masa-masa suram, Roh Kudus
mengingatkan saya akan suatu masa, beberapa bulan setelah meninggalnya
Mama, di mana saya masih berada dalam kesedihan yang mendalam. Suatu hari,
Tuhan mendorong saya lewat sebuah posting Twitter yang tak sengaja saya lihat,
untuk saya pergi ke sebuah gereja, yang sama sekali tidak saya ketahui lokasinya,
karena di sana seorang pendeta yang saya kagumi, pastor Jose Carol, akan
menyampaikan Firman. Saya mengagumi pastor Jose Carol, sebab Ia selalu
mengupas Firman Tuhan dengan mendalam. Tetapi masalahnya, saya belum
menguasai area, karena saya baru saja kembali dari Jakarta, dan saya sama sekali
tidak pernah pergi ke daerah tempat gereja itu berada. Tetapi karena saya tahu itu
tuntunan Tuhan, saya berusaha untuk taat. Saya berusaha mencari tahu lokasi
gereja tersebut melalui peta elektronik, namun saya semakin bingung, akhirnya
saya memutuskan untuk pergi tidur dan membiarkan masalah esok hari menjadi
masalah esok hari.
Keesokan harinya, saya berusaha mengingat-ingat petunjuk dari peta, dan saya
sempat baik-baik saja, tapi kemudian, saya tiba di sebuah jalan, yang rasanya
tidak ada di peta (itu pembelaan diri saya), dan jalan itu bercabang-cabang. Saya
hampir saja menangis dan pulang, tetapi Roh Kudus mengatakan kepada saya
“Ikuti orang di depanmu”. Dan saya mengikuti dia. Dalam jalan yang berliku-liku
itu, saya hanya mengikuti satu orang, yang juga tidak saya kenal. Lalu saya tiba di
sebuah jalan yang terpampang nama gedung tersebut dengan ukuran yang
mengherankan! Karena sangat besar dan berlebihan rasanya. Saya yakin, Tuhan
sedang mengusahakan agar saya tak tersesat. Saya begitu bahagia. Tapi, di mana
gerejanya? Saya menyusuri kembali jalan tersebut, dan tak jauh dari sana,
terpampang lagi dengan ukuran yang mengherankan, nama gereja tersebut! Saya
benar-benar terkesima, oleh bagaimana Tuhan begitu mengasihi saya. Saya yakin,
64
ia mengirimkan sejumlah malaikat untuk mengiringi perjalanan saya, menuntun
saya, sehingga saya tiba di gereja tersebut dan sama sekali tidak terlambat.
Dan ternyata, saya baru ingat, Firman yang disampaikan oleh Pastor Jose
Carol saat itu adalah “Jangan bertanya mengapa”. Ingin tertawa rasanya! Pantas
saja Roh Kudus menyuruh saya untuk menuliskan kejadian ini, agar saya
menceritakan kepada Anda, apa yang saya dapatkan waktu itu. Lewat Pastor Jose
Carol, Tuhan mengatakan kepada Anda yang sedang mengalami dukacita, jangan
bertanya mengapa, sebab, sekalipun Ia menjawab pertanyaan Anda, tentang
mengapa orang-orang terkasih Anda harus pergi, belum tentu Anda mengerti
juga jawaban tersebut. Seperti yang saya katakan, pertanyaan Anda akan
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru. Jadi tolonglah diri Anda sendiri,
percayalah kepada saya dan sejumlah besar hamba Tuhan yang sudah
mengatakannya kepada kita, untuk sesaat lamanya hingga pikiran Anda jernih
dan sukacita Anda kembali, berhentilah bertanya mengapa.
Jadi mengikuti tuntunanNya itu benar-benar effortless, tanpa jerih payah. Yang
harus Anda lakukan hanya mentaatiNya dan membiarkan Ia yang membuat
keputusan atas hidup Anda. Indah bukan, hidup dengan berserah kepadaNya? Ia
akan memelihara Anda, dan sedetikpun tak pernah terpikirkan dalam benakNya
untuk meninggalkan atau menelantarkan Anda.
Kembali pada Pastor Joseph Prince, ia menjelaskan sebuah kebenaran yang
selama ini terselubung, dalam kitab Markus pasal 9, ketika Yesus mengusir roh
jahat yang membisukan seorang anak. Yesus mengatakan dengan lantang,
“Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi
orang yang percaya!"” –Markus 9:23
Di dalam bahasa Inggris, ayat ini tidak mengatakan “bagi orang yang
percaya”, tetapi “bagi dia yang percaya”. Dan jika Anda membaca perikop
tersebut secara menyeluruh, Anda tidak akan menemukan satu orang pun yang
percaya, baik bapak anak itu, yang sudah mengaku bahwa dia kurang iman,
maupun para murid, yang kebanyakan bingung dan tidak paham apa yang sedang
terjadi. Jadi satu-satunya pribadi yang percaya pada saat itu adalah Yesus! Wow,
sebuah kebenaran yang sangat membebaskan!
65
Jadi Allah memang tidak mengharapkan iman dari diri Anda sendiri. Terbukti
saat Yesus mengatakan, “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar
biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke
sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil
bagimu” (Matius 17:20). Dan sampai saat ini saya belum mendengar ada gunung
yang berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Jadi Yesus tahu, bahwa iman
manusia itu naik turun, ia akan naik saat situasi membaik, dan menurun drastis,
saat situasi memburuk. Yesus tidak berharap Anda beriman kepada kemampuan
Anda sendiri. Yesus berharap Anda beriman kepada diriNya, yang selama hidup
selalu percaya kepada Allah, dan tak pernah kehilangan kepercayaanNya, meski
hingga Ia digantung di kayu salib, turun ke dunia orang mati, dan bangkit pada
hari yang ketiga. Tidak pernah ada tulisan yang mengatakan “seketika itu Yesus
kehilangan kepercayaanNya kepada Bapa”. Yang kita tahu, bagaimana pun
siksaan yang Ia terima, Ia tetap mempercayai Allah.
Anda mungkin membutuhkan sedikit pencerahan untuk dapat menangkap
keseluruhan filosofi ini. Katakanlah, Anda dan keluarga pergi mendaki gunung,
tapi ternyata gunung yang Anda hadapi terlalu susah untuk didaki. Anda dan
keluarga pun putus asa, berencana untuk mengemas peralatan dan berbalik
pulang, tetapi Ayah Anda berteriak “Jangan! Aku percaya kita bisa mendaki
gunung ini! Aku tahu bagaimana caranya”. Lalu karena Ayah Anda begitu yakin,
semua orang pun percaya kepadanya dan ikut meyakini keteguhan hatinya.
Alhasil, karena semua orang percaya penuh kepada Ayah Anda, seluruh
rombongan dapat mencapai puncak, tanpa kekurangan sesuatu apapun.
Seperti itulah jika Anda mempercayai Dia yang percaya kepada Bapa. Anda
menaruh harapan Anda kepadaNya, bukan diri Anda sendiri. Dia yang berkuasa
menaklukkan ‘gunung’ dukacita Anda. Jadi sekali lagi, percayalah dengan mata
yang tertuju kepada Yesus, bukan kepada diri kita sendiri.
“Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang
memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada
kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti
sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta
Allah.” –Ibrani 12:2
66
CHAPTER 4
To Be Put Back in Place.
“Tetapi Tuhan Allah memanggil manusia itu dan berfirman
kepadaNya: Di manakah Engkau?” –Kejadian 3:9
Jika bahasa Tuhan diinterpretasikan ke jaman sekarang yang penuh
penekanan, maka mungkin kata-kata Allah akan berbunyi, “Di manakah
Engkau???” atau “Coba lihat, kamu berdiri di mana sekarang!”
“Kamu tidak berada di tempatmu, anak muda!”
Seperti itulah dosa. Dosa berasal dari akar kata bahasa Yunani “amartia” yang
berarti “missing the mark” atau luput dari target; tidak tepat sasaran. Seperti
tembakan anak panah yang luput dari lingkaran targetnya. Dosa membuat Anda
berjalan tidak kepada gol yang Allah tetapkan dalam hidup Anda, tapi berjalan
menuju sebuah kehidupan yang sama sekali tidak Anda inginkan. Dosa membuat
Anda berada di tempat yang salah di hadapan Allah. Sehingga kehidupan Anda
tidak berfungsi dengan benar.
Tetapi syukur kepada Allah, sebab Ia ingin memulihkan Anda. Ia tak akan
membiarkan Anda tersesat dalam ketidakpastian hidup. Dalam suatu masa dalam
kehidupan, seringkali Tuhan menyelinap masuk, mengambil alih dan
menggunakan situasi-situasi yang buruk sebagai cara untuk mengembalikan segala
sesuatu yang ‘salah tempat’ dalam kehidupan Anda, ke tempat yang benar.
Dengan lembut Ia memberitahu Anda, bahwa Anda sedang tidak berada di
tempat yang seharusnya, bukan agar Ia dapat menghukum Anda, karena di dalam
Kristus tidak ada lagi penghukuman (Roma 8:1), sebab semua hukuman atas
dosa-dosa kita sudah ditanggung Yesus di kayu salib, 2000 tahun yang lalu. Jadi
67
Allah tidak sedang berbicara tentang hukuman. BagiNya, masalah hukummenghukum sudah lewat, dan Anda terlambat 2000 tahun, jika masih
memikirkannya sekarang! Allah bertindak, menginjak rem, membanting kemudi
dan mengubah haluan, agar Anda dapat kembali kepada rencanaNya yang
semula. Kemuliaan demi kemuliaan Allah dalam kehidupan Anda. A.W. Tozer
mengatakannya dengan sederhana, “Orang harus tahu di mana ia berada
sebelum ia dapat memahami di mana seharusnya ia berada”. Namun selanjutnya
Anda harus menjalani sebuah proses yang sedikit menegangkan, yang bernama
“dikembalikan ke tempat yang benar”.
Saya percaya ketika hal-hal yang sulit terjadi, ada ‘sesuatu’ yang dikembalikan
pada tempatnya. Kalau saya dapat bertualang ke dalam roh saya, saya tentu akan
menemukan atau mendengar bunyi ‘grek’ beberapa kali sejak peristiwa
meninggalnya Mama. Seperti bunyi sebuah poros yang kembali ke lubang
porosnya, atau sebuah roda gigi mesin yang kembali bertemu dengan roda gigi
lainnya, sehingga mesin kembali berjalan dengan normal.
Beberapa bulan yang lalu saya sempat mengalami kecelakaan kecil yang cukup
menyakitkan. Saya terjatuh dari tangga (hanya dua anak tangga sebenarnya),
yang membuat pergelangan kaki kiri saya terkilir dan menimbulkan bengkak yang
menakutkan! Sungguh, saya tidak pernah melihat bengkak kaki sebesar itu!
Selama beberapa hari saya tidak begitu mempedulikannya, atau mungkin
beberapa minggu malah, saya tidak terlalu memperhatikannya. Saya pikir ini
cedera kecil dan akan segera sembuh dalam beberapa hari. Karena saat itu saya
sangat sibuk dengan berbagai urusan kantor yang mengharuskan saya untuk tidak
peduli pada kaki saya, malah membebaninya dengan sepatu hak tinggi untuk
berjalan menghadiri pertemuan-pertemuan. Saya tidak peduli pada kaki saya.
Dan bengkak itu tak peduli juga dengan saya, karena dia tetap ada di situ, malah
semakin menyeramkan tampaknya. Sampai suatu saat beberapa minggu
kemudian, saya mulai berpikir bagaimana jika kaki kiri saya selamanya bengkak
seperti ini. Dan barulah saya mulai khawatir. Saya meraih ponsel dan mencoba
menghubungi beberapa orang. Seorang sahabat saya menyarankan agar saya
pergi ke rumah sakit tulang... Well, itu tampak sangat berlebihan untuk sebuah
pergelangan kaki yang terkilir, tapi karena saya melihat bengkak di kaki saya itu
68
seperti mengejek saya karena saya tak tahu apa yang harus dilakukan, maka saya
bertekad untuk pergi ke rumah sakit tulang. Keesokan harinya saya meminta ijin
kepada atasan di kantor, tetapi sebelum ia sempat mengijinkan, pemilik
perusahaan tempat saya bekerja mendengar mengenai cedera saya dan langsung
mencegah saya pergi ke rumah sakit tulang, karena alasan yang sama tentunya, itu
berlebihan.
Ia lalu menelepon seorang sinshe (ahli pijat dan obat-obatan Cina) yang
dikenalnya dan membuat janji untuk saya. Saya, yang tidak mempunyai ide yang
lebih baik tentang apa yang harus dilakukan pada kaki ini, memutuskan untuk
mengikuti saran beliau dan pergi menemui sinshe tersebut. Saya masuk ke ruang
prakteknya, terlentang di tempat tidur periksa tanpa berharap terlalu banyak
selain jangan sampai kaki saya patah atau hancur berkeping-keping karena saya
masih ingin memakainya, dan di tengah-tengah angan-angan saya, tiba-tiba
sinshe itu melakukan manuver yang cepat dan “krek!”, serasa tulang kaki saya
lepas sesaat –juga jantung saya– tapi lalu kembali ke tempatnya!
Sinshe tersebut dengan cepat mengoleskan ramuan obat-obatan dan membalut
kaki saya dengan perban, dalam keadaan bengkak pada pergelangannya sudah
semakin berkurang. Saya masih ingat, ia mengatakan bahwa jika saya
membiarkan kondisi ini, maka selama-lamanya kaki saya akan tetap bengkak
seperti ketika saya datang, karena posisi tulang saya berpindah dari
tempurungnya, dan tulang itu tak akan bisa kembali sendiri, harus seseorang yang
ahli dan memahami struktur tulang yang mengembalikannya.
Kehidupan juga seringkali seperti itu. Sebagai makhluk yang paling fungsional
di bumi ini, beberapa ‘fungsi’ dalam kehidupan kita kadang-kadang melenceng
dari tempatnya, tanpa kita sadari. Dunia dan berbagai hiruk pikuk di dalamnya
kerap membuat beberapa fungsi kita di dalam kehidupan tidak bekerja dengan
baik. Terjadi degradasi, atau penurunan kinerja, atau bahkan kemerosotan, dalam
fungsi-fungsi tersebut.
Dan bukankah sangat sering terjadi –seperti saya memperlakukan pergelangan
kaki saya tadi– meskipun kita menyadari hal ini lebih awal, kita tak begitu
mempedulikan, karena kita berpikir ‘ah, itu bukan hal yang besar’. Kita
69
membiarkan sesuatu dalam kehidupan kita ‘meradang’ dan tidak melakukan apaapa, karena kita terlalu sibuk dengan hal-hal yang mungkin tidak lebih penting.
Hingga suatu saat, sesuatu terjadi, dan kita baru menyadari bahwa kita sudah
berada jauh di timur, ketika kita seharusnya ke utara.
Jadi, terkadang, Allah memakai situasi sulit yang Anda alami, untuk
mengembalikan hal-hal di dalam hidup Anda, ke tempat yang benar.
Apa yang tidak berada di tempat yang benar?
Apa saja. Apa saja dalam hidup Anda bisa berpindah tempat, tanpa Anda
menyadarinya. Tiba-tiba saja, hal-hal yang penting dalam hidup Anda, dan juga
bagi Allah, ternyata tidak pada tempatnya. Bisa fungsi atau peranan Anda dalam
kehidupan, atau hubungan-hubungan Anda dalam keluarga, atau fokus Anda
dalam hidup yang melenceng. Seorang ayah bisa saja tidak berfungsi sebagai
ayah. Itu sudah masuk ke dalam kategori ‘tidak pada tempatnya’. Dan sudah
menjadi alasan untuk sebuah pembenahan.
Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya, di pagi itu, sesaat setelah
matahari terbit, dan sesaat setelah saya menerima kabar bahwa Mama telah tiada,
bapa rohani saya, Pastor Timotius Arifin menelepon dan mengatakan, “Mama
pulang sebagai orang benar.”
Hari itu, saya sama sekali tidak mengerti maksudnya. Mata saya masih
berlinang, dan hati saya masih basah oleh air mata. Dalamnya duka membuat
saya tak dapat berpikir dengan jernih, apalagi berusaha mengerti semua yang
sedang terjadi. Tetapi hari demi hari, ketika pikiran saya mulai kembali. Saya
mulai teringat akan kata-kata itu. Dan secara perlahan, Tuhan memberi
pengertian kepada saya.
Mama saya adalah orang yang baik. Ia adalah orang yang takut akan Tuhan
dan begitu peduli pada orang lain. Orang yang sangat setia dan dikasihi Allah. Ia
selalu melihat apa yang baik di dalam kami anak-anaknya. Kesalahan apapun
yang kami lakukan, kami tetap malaikat di matanya. Melalui 60 tahun
kehidupannya saya telah menyaksikan, bagaimana kehidupan Mama dipakai
70
untuk menyatakan kemuliaan Allah dengan luar biasa. Kesembuhan-kesembuhan
yang dialami Mama dari dekade ke dekade (saya menceritakannya dengan detil di
dalam buku saya sebelumnya “Kala Wanita Percaya”) telah menjadi berkat dan
secercah harapan bagi banyak orang. Saya sangat mengaguminya, lebih dari
wanita manapun yang saya kenal.
Hanya rupanya, ada yang mengganjal di hati Tuhan. Dan sebenarnya, di hati
kami semua. Tapi kami terlalu takut, atau tak peduli, untuk melakukan sesuatu
dengan hal ini. Mama belum menikah kembali dengan Papa. Pada tahun 1995,
saat kami semua belum begitu mengenal Tuhan yang sanggup memulihkan
hubungan-hubungan, Mama dan Papa memutuskan untuk bercerai.
Tetapi keinginan untuk kembali sebenarnya sudah ada sejak lama, apalagi
setelah papa bertobat 9 tahun yang lalu. Tetapi siapa yang harus memulai dan
bagaimana melakukan ini? Bagaimana menikah kembali setelah 15 tahun
berpisah. Pertanyaan demi pertanyaan seringkali membuat harapan lebih cepat
surut, dan rencana-rencana kami pun tertunda.
Tahun 2005, Mama terserang penyakit Hepatitis C, atau lebih dikenal dengan
Kanker Hati. Sebuah penyakit yang cukup mematikan dan tidak ada obatnya.
Tetapi setelah setahun berdoa dengan menangis kepada Allah, pada tahun 2006,
Mama secara cepat pulih, dan akhirnya dinyatakan sembuh oleh dokter. Kami
menyaksikan hal ini di berbagai pertemuan, persekutuan doa, kebaktiankebaktian. Sebab ini adalah mujizat Allah, dan ini juga adalah kali pertama saya
menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri, sebuah mujizat terjadi. Bukan dari
cerita orang saya mendengarnya, tetapi saya berada di sana ketika itu terjadi.
Saya melihat Allah dan kuasaNya, dan jika saya mengingat kembali, saat-saat
menjerit kepada Allah dalam tangis yang tak terkatakan demi kesembuhan Mama
itu mungkin adalah pertama kalinya saya berdoa sungguh-sungguh kepada Allah
untuk meminta sesuatu. Dan kemurahan hatiNya untuk menyembuhkan Mama,
adalah sesuatu yang sangat berharga untuk saya. Saya tidak patut berhenti
bersyukur untuk itu.
71
Pada pertengahan tahun 2010, setelah melalui serangkaian pertimbangan,
keragu-raguan, ketakutan, maju-mundur, Mama dan Papa akhirnya berhasil
dipersatukan kembali dalam suatu pernikahan yang kudus dengan landasan kasih
Kristus. Saya harus jujur kepada Anda, mulanya, saya benar-benar tidak yakin
dengan semua ini. Saya takut Mama tidak bahagia. Saya tidak yakin bahwa Papa
sudah berubah.
Namun suatu malam, Allah menegur saya dengan sangat jelas, lewat
FirmanNya yang dikatakan oleh Yesus sendiri,
“Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka
bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan
isterinya?". Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada
kamu?". Jawab mereka: "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan
membuat surat cerai". Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran
hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu.”” –Markus 10:2-5
Karena ketegaran (kekerasan) hati saya, Mama dan Papa hampir tidak kembali
bersatu. Saya beruntung Tuhan dengan segera menegur saya, sehingga mata saya
terbuka. Tetapi Pastor Timotius Arifin yang juga adalah sahabat Mama, adalah
tokoh yang paling berperan dalam hal ini. Beliau meyakinkan kami berkali-kali,
dan dengan sabar membimbing agar kami semua dapat dipersatukan kembali
sebagai sebuah keluarga Kristus. Ia mengerti pentingnya mengembalikan kami
semua ke tempat yang benar di hadapan Tuhan. Itu akan sangat menyenangkan
hati Tuhan, tetapi terlebih, itu akan memulihkan kehidupan kami semua. Satu
tindakan untuk kembali kepada rencana Allah akan membawa pemulihan yang
menyeluruh dan turun-temurun, bahkan bagi generasi yang belum ada sekalipun.
Sebagai hadiah pernikahan, Tuhan memberi hadiah yang indah untuk Mama
dan Papa. Mereka tidak perlu mengubah tanggal pernikahannya! Karena Tuhan
menikahkan kembali mereka pada tanggal yang sama, padahal kami sama sekali
tidak merencanakan hal tersebut. Pastor Timotius Arifin bahkan mengatakan,
sepanjang sejarah beliau menikahkan kembali pasangan-pasangan yang berpisah,
belum pernah ia mendapati pasangan yang dapat menikah kembali pada tanggal
yang sama, 15 tahun kemudian!
72
Tetapi pada akhir tahun 2010, hanya berselang hanya 6 bulan dari peristiwa
yang begitu berarti bagi kehidupan kami, Mama meninggal.
Di balik serangkaian pertanyaan yang muncul dari benak kami tentang
mengapa ini harus terjadi, tatkala Mama dan Papa sedang merayakan persatuan
kembali yang begitu indah, pada saat itu juga saya mengerti maksud Allah:
“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir
dan aku telah memelihara iman.” –2 Timotius 4:7
Mama sudah menyelesaikan sebuah pertandingan yang baik dan sudah
mencapai garis akhir, dari sebuah hidup yang hebat. Rencana Allah sudah
tercapai. Misinya di dunia ini sudah selesai dengan gemilang. Ia sudah berada di
tempat yang benar, di hadapan Allah. Dan Allah pun mengulurkan tanganNya, di
suatu fajar di bulan Desember 2010, dan mengajak Mama pulang ke Surga.
Sebagai orang yang sudah dibenarkan Allah.
Tuhan Ingin Kita Pulang Sebagai Orang Benar.
Lebih dari semua penjelasan Teologis yang saya peroleh selama saya
merenungkan peristiwa yang saya alami, kalimat ini yang paling saya sukai,
karena kalimat inilah yang paling merepresentasi isi hati Allah. Ini bukan masalah
keharusan, syarat masuk surga, hukum, atau undang-undang Kerajaan Allah. Ini
masalah ‘hasrat’ terbesar di dalam hatiNya sebagai Allah, agar umatNya, Anda
dan saya, memiliki kehidupan yang berhasil dan berbahagia. Ia begitu ingin
kehidupan Anda berada di tempat-tempat yang benar dan berfungsi dengan
benar, karena itu baik untuk Anda dan kehidupan Anda.
Seperti seorang bapa di dunia melatih anak-anaknya untuk makan makanan
yang sehat, agar mereka memiliki hidup yang baik dan panjang umur, begitu pula
dengan Allah untuk hal-hal yang jauh lebih besar dari itu. Ia begitu peduli pada
kebahagiaan Anda, di bumi dan di Surga, hingga terus terang saja, menurut saya,
Ia melalaikan kebahagiaanNya sendiri. Sebab jika saya menjadi Allah, saya tentu
akan memilih jalan yang mudah. Saya akan memilih untuk mendatangkan air bah
73
sekali lagi, sehingga semua generasi ini terhapuskan, dan kita dapat memulai
dengan ciptaan baru. Itu akan lebih cepat dan ringkas. Kemudian, untuk seri
manusia terbaru, saya mungkin akan membuat beberapa perubahan yang
diperlukan, dimulai dengan mengambil semua kehendak bebas manusia, karena
itu ternyata sangat merepotkan!
Tetapi Allah melalaikan kebahagiaanNya sendiri, karena Ia menginginkan
kebahagiaan kita. Ia ingin agar Ia dapat melihat Anda berbahagia di bumi, sama
seperti ketika nanti Anda berpulang ke Surga. Ia membenahi kita satu persatu,
ketika seharusnya Ia tak perlu mempedulikan kita semua. Ia selalu dapat
menciptakan manusia yang baru, tetapi Ia terlalu cinta, Ia terlalu cinta, pada
Anda dan saya.
Satu persatu Ia perhatikan, satu persatu Ia benahi, satu persatu Ia kembalikan
ke tempatnya, agar suatu hari nanti, dunia pun menjadi tempat yang lebih baik
untuk kita. Saya harus mengatakannya sekali lagi, untuk kita. Ia tak perlu
membuat dunia lebih baik, karena Ia memiliki Surga. Tetapi Ia melakukannya
untuk kita, sebab kita membutuhkan tempat yang baik untuk hidup. Dan satusatunya jalan untuk membenahi dunia adalah dengan membenahi manusia,
makhluk yang paling berkuasa di dunia tetapi paling terkorupsi oleh dunia itu
sendiri.
Tentu saja, tidak ada yang terlalu sulit bagi Dia, yang menciptakan dunia
dengan dua kata. Tetapi kesediaanNya untuk memberi kesempatan kepada satu
persatu kita yang tak layak untuk mendapatkanNya, itulah yang mempesona saya.
Betapa hati yang terlalu besar! Bahkan Ia pun tak lelah menunggu ketika kita sulit
untuk mentaati Dia dalam pembenahan yang sedang dilakukanNya. Ia tak marah
kalau kita gagal. Ia tak menghukum kita dengan kedahsyatan kuasaNya. Malah
sebuah pelukan yang hangat atau sebuah tepukan di punggung yang
diberikanNya. Sekalipun mendatangkan air bah mungkin hanya membutuhkan
satu kata.
Satu hal yang perlu saya katakan kepada Anda. Kasih dan anugerahNya tidak
akan pernah ditentukan oleh perbuatan Anda. Ia tetap mengasihi Anda, apapun
yang terjadi. TETAPI, kebahagiaan Anda di dalam hidup (dan orang-orang yang
74
Anda kasihi), pasti akan ditentukan oleh perbuatan-perbuatan Anda. Apa yang
Anda lakukan dan apa yang tidak Anda lakukan akan menentukan kehidupan
Anda.
Namun terkadang, kita tidak melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.
Kita tidak berfungsi sebagaimana kita seharusnya berfungsi. Dengan berbagai
alasan yang dapat menjadi sebuah daftar panjang jika saya menuliskannya.
Sehingga, kita tidak dapat meraih kebahagiaan yang seharusnya dapat kita raih.
Pada saat-saat itu, melalui situasi yang sulit dalam kehidupan, Allah menerobos
masuk ke dalam bilik kehidupan kita dan membuat perubahan. Ia mengambil alih
kemudi yang oleng ini dengan sigap, membanting setir, dan mengembalikan Anda
ke jalur yang benar. Ia mengembalikan sesuatu dalam hidup Anda pada
tempatnya.
Salib Kristus. Hubungan-hubungan yang dikembalikan pada
tempatnya.
Dalam banyak peristiwa, ‘dikembalikan pada tempatnya’ juga berarti
pemulihan hubungan-hubungan. Sebab fungsi yang paling sering merosot dalam
kehidupan kita, adalah fungsi dan peranan kita dalam hubungan-hubungan
kehidupan.
Dan sesungguhnya Yesus Kristus datang ke dunia demi pemulihan hubunganhubungan. Melalui pengorbanannya di kayu salib, ada dua jenis hubungan yang
dikembalikan ke tempat yang benar. Hubungan yang pertama, adalah hubungan
ke atas, hubungan kita dengan Allah. Hubungan yang kedua adalah hubungan ke
samping, hubungan kita dengan orang-orang di sekeliling kita, terutama
hubungan-hubungan di dalam keluarga, hubungan yang paling ringkih dan paling
sering hancur di bumi ini. Bahkan berapa banyak kali kita sudah melihat,
hubungan persahabatan dapat menjadi lebih erat daripada hubungan antar
sesama saudara kandung. Ini sesuatu yang salah di hadapan Tuhan, dan Ia
berkomitmen untuk memperbaikinya. Apakah itu hubungan anak dengan ayah,
kakak dengan adik, suami dengan istri, jika satu atau beberapa hubungan tersebut
75
rusak, maka Allah akan menggunakan hak veto-Nya untuk membenahi hubungan
ini, demi kebaikan Anda.
Dalam kehidupan saya, melalui peristiwa meninggalnya Mama, dua buah
hubungan yang paling berharga dalam hidup saya terus-menerus dipulihkan.
Pertama, hubungan saya dengan Allah, yang seperti daun berguguran pada
tahun-tahun terakhir sebelum Mama saya meninggal. Saya seperti kehilangan
fokus dan tujuan hidup semula. Padahal Tuhan telah mengatakannya dengan jelas
kepada saya pada suatu hari di tahun 2007. Tetapi 3 tahun kemudian, saya seperti
berada di tempat yang sama sekali tidak saya kenal, dalam hal hubungan saya
dengan Tuhan.
Saya melayani, tetapi tidak sepenuh hati, dan tanpa pengertian tentang apa
dan untuk apa pelayanan itu sebenarnya. Saya mungkin sudah kehilangan konsep
pelayanan itu sendiri. Inilah buruknya kejatuhan-kejatuhan yang terjadi di dalam
gereja. Terkadang, saat itu terjadi, bahkan Anda yang sedang terjatuh pun tidak
begitu menyadarinya, karena Anda berada di dalam gereja. Di tempat di mana
‘idealnya’ hati dan jiwa seseorang berada pada taraf yang paling baik. Tapi kita
tahu sekarang, bahwa di dalam gereja, dan kadang malah di dalam gereja, jiwajiwa manusia terjatuh bergelimpangan, tanpa ada yang menyadarinya. Yang pasti,
selama Anda dan saya masih berada di dunia ini, kejatuhan rohani, begitu saya
menyebutnya, dapat terjadi di mana saja.
Saya tidak melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Saya tidak bersikap
seperti seharusnya saya bersikap. Saya hidup sebagai Kristen abu-abu, dan
bangga karena itu. Saya tidak tahu bagaimana menurut Anda. Tapi saya bisa
mengatakan bahwa saya berada di tempat yang salah, sangat salah. Dan karena
saya tidak menyadarinya, saya perlu seseorang untuk mengembalikan saya ke
tempat yang benar. Dan ternyata ‘seseorang’ itu adalah Tuhan sendiri.
Anda sudah membaca ceritanya di bab-bab sebelum ini. Dalam dua tahun,
dan hingga saat ini, Tuhan ‘mencuci’ saya. Maksudnya, Tuhan benar-benar
membilas keabu-abuan saya, dan membuat saya menyadari bahwa Ia tidak
pernah merancang saya menjadi abu-abu. Ia merancang saya menjadi putih
76
cemerlang. Dan untuk suatu tujuan yang jauh lebih mulia daripada yang bisa saya
bayangkan.
Saya percaya, begitu pula dengan Anda yang membaca buku ini. Allah tidak
pernah sekalipun merancang Anda untuk menjadi biasa-biasa saja. Sebuah wajah
untuk melengkapi sebuah foto keluarga, atau satu titik kecil di bola dunia. Tidak.
Allah merancang Anda untuk menjadi sesuatu yang besar yang tak pernah
terlintas dalam pikiran manusia. Sungguh, terpujilah Tuhan, yang membawa saya
pulang dan memulihkan kehidupan saya, bahkan membawa saya lebih tinggi dan
lebih dekat lagi kepadaNya.
Dan yang kedua, yang ternyata memang sudah menjadi agenda Allah sejak
awal, melalui peristiwa meninggalnya Mama, Ia membenahi hubungan antara
saya dan Papa, yang telah rusak dan berkarat sejak saya masih di bangku kuliah.
Ia mengembalikan saya ke tempat yang benar, untuk berfungsi sebagai anak bagi
seorang ayah, dan Ia pun mengembalikan Papa ke tempat yang benar untuk
berfungsi kembali sebagai seorang ayah yang dipimpin oleh Allah. Sebuah
rencana yang sangat detil, spesifik, dan terancang sempurna dari Allah yang
hidup.
Sama halnya dengan hubungan saya dengan Tuhan, saya tidak pernah merasa
ada yang salah dengan hubungan kami. Saya terlalu angkuh untuk mengakui
bahwa kami tidak mempunyai hubungan yang baik. Bahkan di buku saya yang
sebelumnya, meski tersirat dalam tulisan-tulisan saya bahwa hubungan kami
kurang baik, saya malu untuk mengakuinya karena saya seorang pelayan Tuhan.
Tapi sekarang ini, saya telah melalui berbagai proses Tuhan yang membuktikan
kepada saya, bahwa keangkuhan saya tidak berarti di hadapan Tuhan. Jadi saya
akan mengakui dengan apa adanya di hadapan Anda, sebagai pelayan Tuhan,
dua tahun yang lalu, saya tidak memiliki hubungan yang saling mengasihi dengan
Papa saya. Saya malah cenderung menjauhinya. Tetapi Tuhan mengampuni saya,
sebelum saya tahu bahwa saya membutuhkan pengampunanNya. Lalu Ia
mengijinkan sesuatu yang menyakitkan terjadi demi menghentakkan hati-hati
77
yang keras, agar untuk pertama kalinya kami melihat kembali ke atas dan
bertanya kepada Tuhan apa yang harus kami lakukan.
Pada saat itulah, Tuhan mengembalikan saya ke tempat yang benar di
hadapanNya. Bunyi ‘grek’ yang keras terdengar dalam roda-roda sistem
kehidupan saya. Rasanya? Rasanya seperti ketika gigi Anda dicabut dengan paksa.
Seketika itu ada yang hilang, sakit luar biasa selama beberapa saat lamanya, tetapi
lalu berangsur-angsur membaik. Ya, percayalah, Anda akan pulih. Mungkin tidak
segera, mungkin tidak sekarang, tetapi percayalah pada Allah yang sedang bekerja
di balik layar kehidupan Anda, things will get better, selama Anda bergantung
sepenuhnya kepada Tuhan dalam melalui masa-masa ini, dan tidak berusaha
menyelesaikan segala sesuatu dengan kekuatan Anda sendiri.
Lebih dari dua tahun berlalu sejak Mama pergi, dan saya kini berada di
tempat yang baru. Tempat yang damai antara saya dan Papa. Tempat di mana
saya bisa tertawa mendengar leluconnya, dan tempat di mana kami bisa makan
bersama di satu meja. Tempat di mana ia bisa bercerita, dan saya bisa mendengar.
Tentu saja, pada awalnya, tidak semulus yang kelihatan sekarang. Dua tahun yang
lalu, bahkan cara mengunci pagar rumah saja bisa menjadi masalah. Tapi waktu
demi waktu, bulan demi bulan, saya dilembutkan dan ditundukkan sebagai anak.
Papa dilembutkan dan diberi kesabaran seorang Ayah.
Sungguh, tidak ada yang lebih indah, dari dua orang yang keras kepala,
dilunakkan dan dilembutkan oleh Allah, lalu dipersatukan kembali dalam
porsinya masing-masing. Menurut hemat saya, hanya Allah yang dapat
melakukannya. Yang jelas saya tidak bisa. Saya tidak akan bisa merendahkan hati,
jika bukan Allah yang melatih saya untuk tunduk dan taat kepada rencanaNya.
Seperti seorang horse whisperer menjinakkan seekor kuda liar, begitulah saya
selalu membayangkan bagaimana Tuhan menjinakkan saya. Ia melakukannya
dengan lembut, tetapi juga keras, sesuai dengan takaran yang diperlukan, untuk
mengubah dan memperbaharui jiwa saya.
Hari ini, cobalah melihat ke atas dan ke samping, adakah hubungan-hubungan
yang sedang diperbaiki oleh Allah di dalam hidup Anda? Bersyukurlah kepada
Tuhan, sebab Ia sedang melakukannya bagi kebaikan Anda.
78
CHAPTER 5
Bangkit Pada Hari
yang Ketiga.
“Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali.”
–Amsal 24:16a
Baiklah, kita telah sampai di saat yang paling saya tunggu-tunggu sejak
halaman satu. Sejak pertama kali saya mulai menulis buku ini. Puncak acara. Saat
tirai diangkat untuk terakhir kalinya. Saat di mana lakon utama, Anda, berada di
sebuah momen krusial, di tengah-tengah panggung kehidupan, dalam keadaan
lelah, keringat masih menetes, kedua lutut masih terasa lemas oleh tragedi yang
membabi buta, sementara keinginan untuk menyerah dan tinggal lebih lama
dalam gua kekelaman ini tampak lebih masuk akal. Pertarungan hati pun
memuncak. Pikiran-pikiran seperti “Sepertinya tak masalah untuk tinggal lebih
lama di sini” atau “Tak ada yang perlu dibenahi rasanya, toh sudah hancur”
membuat Anda hampir kehilangan semangat. Tetapi itulah saatnya saya, dan
sebenarnya, Tuhan, berteriak sekeras-kerasnya dari kedua sisi panggung,
“Bangkit!!! Bangkitlah!!!”
Bangkitlah teman, ini bukan saat yang tepat untuk menyerah. Dan memang, di
dalam Kristus, Anda tak harus menyerah kepada apa pun juga, selain kepadaNya
yang sanggup menolong Anda.
Saya dapat mengatakan ini, sebab saya pernah berada di sana. Saya bertarung
juga dengan pikiran-pikiran yang sama. Saya berpikir untuk menyerah berkalikali. Dan setan, ya, tampaknya ia begitu senang dengan situasi saya pada saat itu.
Setan selalu senang ketika ia dapat menunda rencana Allah dalam kehidupan
seseorang. Ketahuilah kebenaran ini, setan tidak dapat merusak rencana Allah
dalam kehidupan Anda. Ia hanya dapat menunda. Tetapi jika ia berhasil
79
menunda terlalu lama, ia bisa memiliki kemungkinan untuk mengagalkannya.
Tetapi saya percaya, Tuhan, Allah atas langit dan bumi, atas Anda dan saya, yang
mengasihi kita lebih dari seluruh kekayaan dan kemuliaanNya, tak akan sekali-kali
membiarkan itu terjadi.
Jadi pada suatu masa dalam kehidupan saya dua tahun yang lalu, Tuhan juga
meneriakkan hal yang sama kepada saya, “Bangkitlah! Bangkitlah, anakKu! Aku
masih punya sejuta rencana yang indah untukmu. Ini hanyalah badai dalam
perjalananmu menuju ke sana. Jangan berhenti di sini. Kamu lebih baik dari
semua ini. Kamu lebih baik dari tempat yang kelam ini. Kamu tak seharusnya
berada di gua yang lembab dan kotor ini. Mari, bangkitlah bersamaKu. Aku yang
akan membalut luka-lukamu, dan merawatnya hingga kau dapat berjalan
kembali.”
Maka, saya mulai menggerakkan kaki-kaki yang lemas, dan Ia membantu saya
berdiri. Meski seolah ada tangan-tangan dari balik lumpur kegelapan yang
menarik dan menahan saya di gua itu, saya menghempaskannya dengan segenap
tenaga yang tersisa, dan berlari bersama Allah, perlahan-lahan, tertatih-tatih, tapi
makin lama makin cepat. Tanpa saya sadari, saya sudah berlari seperti angin, dan
Ia mengiringi saya dalam kemuliaanNya, hingga akhirnya kami berhasil keluar
dari sana. Ya, bukan perjalanan yang mudah memang, tapi akhirnya saya bisa
keluar! Menghirup kembali segarnya udara kebebasan dari dukacita. Mengecap
lagi indahnya kehidupan. Meraih kembali semangat hidup yang pernah pudar.
Jadi, saya hanya ingin mengatakan kepada Anda sekali lagi, ini saatnya
bangkit! Tuhan sudah menunggu Anda meraih uluran tanganNya. Tetapi tidak
hanya itu saja, Ia ingin memberitahu Anda lebih banyak tentang kebangkitan, dan
apa yang harus Anda lakukan untuk bangkit.
Waktu saya tengah merenungkan isi bab akhir ini, saya bertanya-tanya
kebenaran Firman apa yang harus saya sampaikan kepada Anda. Lalu Tuhan
berbicara di dalam hati saya, “Ceritakan tentang bagaimana Aku bangkit.”
Saya terhentak. Saya mulai mengingat-ingat lagi bagaimana Yesus bangkit.
Saya membaca kembali keempat kitab injil dan mencari beberapa sumber. Lalu
Tuhan membuka beberapa kebenaran ini kepada saya.
80
Kebangkitan: Kematian yang Singkat
“Dan Yesus berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan
dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli taurat, lalu dibunuh
dan dibangkitkan pada hari ketiga.” –Lukas 9:22
Yesus bertanya di dalam hati saya, “Mengapa Aku bangkit pada hari yang
ketiga? Mengapa tidak 7 hari kemudian, atau sebulan kemudian, atau bahkan satu
tahun kemudian?”
Sebuah pertanyaan yang masuk akal.
Apakah karena Allah menyukai angka 3? Saya tak dapat menyingkirkan
kemungkinan itu. Sebab di sepanjang Alkitab banyak hal terjadi pada kali ketiga.
Tetapi jika itu kasusnya, maka bisa saja Allah bangkit pada tahun ketiga, tapi
untung saja Ia tidak melakukan seperti yang saya pikirkan. Karena itu berarti
penderitaan manusia akan jauh lebih lama.
Nah, itulah intinya! Jika sedikit saja lebih lama dari dua hari itu, semua ini
akan menjadi terlalu lama! Dan Anda akan menderita terlalu lama. Tetapi Yesus
ingin menekankan sesuatu lewat kematianNya, yaitu bahwa perkabungan Anda
dimaksudkan hanya untuk sementara! Bersama Yesus, kita semua akan bangkit
pada ‘hari yang ketiga’. Saya tidak tahu berapa lama ‘hari yang ketiga’ itu bagi
Anda, tapi yang pasti anugerah, sukacita, dan penghiburan dari Allah Bapa kita
Yesus Kristus akan memulihkan Anda dengan cepat! Dan bagian kita, seperti
yang saya sebutkan pada bab sebelumnya, adalah mempercayai Dia seratus
persen untuk mengambil alih kehidupan kita. Sebab Yesus berkata, “Akulah
kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun
ia sudah mati.” (Yohanes 11:25). Wow! Anda melihat kebenaran ini? Kebangkitan
dan hidup bukan sebuah keadaan, tema, atau istilah. Kebangkitan dan hidup
adalah sebuah Pribadi! Anda bukan harus merasakan kebangkitan dan hidup,
Anda harus berjumpa dengan kebangkitan dan hidup! Ketika Anda mau
mendekat, mengenal, dan percaya penuh pada Pribadi itu, dengan sendirinya,
Anda akan bangkit dan hidup! Karena tanpa Yesus tidak ada kehidupan, hanya
kematian yang berjalan. Tanpa Yesus, kita melihat banyak orang, bahkan sampai
puluhan tahun lamanya tidak dapat keluar dari kematian rohani yang mencekam.
81
Tetapi saat Anda berjumpa dengan Yesus, ya, pribadi yang begitu lembut dan
hangat itu, percayalah, hidup Anda akan berubah! Akan ada suatu gelora yang
mengaliri segenap kehidupan Anda dan mewarnai kembali gairah Anda yang
memudar. Sang Kebangkitan dan Hidup yang tinggal di dalam Anda akan
membuat perbedaan. Dia yang akan memporak-porandakan semua menara
dukacita dan kekelaman yang dibangun si jahat untuk Anda. Dia yang akan
mengacaukan semua rencana setan untuk menahan Anda lebih lama dalam
kesedihan Anda. Dia membuat perbedaan.
Waktu saya sedang menulis bab ini, Roh Kudus terus mengingatkan saya
tentang ihwal kematian Yesus yang cepat. Nah, mari kita sedikit mempelajari
tentang penyaliban. Penyaliban adalah metode eksekusi menyeramkan yang
diterapkan oleh pemerintah Roma, yang tujuan utamanya adalah untuk
mempermalukan mereka yang disalib. Kematian yang perlahan dan memalukan
adalah inti dari seluruh proses penyaliban. Menurut sejarah, biasanya penyaliban
seseorang berlangsung 2-3 hari, sampai orang tersebut akhirnya kehabisan darah
dan meninggal. Bahkan diceritakan bahwa para tentara Roma dengan sengaja
menjaga agar target penyaliban dapat bertahan hidup lebih lama, agar mereka
lebih lama menderita. Namun dalam kasus Yesus, uniknya, Yesus meninggal
sebelum lewat satu hari. Mungkin juga karena sudah terlalu banyak siksaan yang
diterimanya sebelum penyaliban, yang menurut beberapa studi, begitu dahsyatnya
siksaan tersebut sehingga wajahNya tak dapat dikenali lagi. Bahkan ada yang
mengatakan, sebagian tubuhnya telah terbuka karena tersayat-sayat oleh pecut
tentara Roma.
Tapi ada suatu titik terang dalam penderitaan ini, karena beberapa saat
kemudian, Yesus mengalami kematian yang cepat. Bahkan Pilatus pun heran
waktu mendengar bahwa Yesus telah mati (Markus 15:44). Karena kejadian
penyaliban yang tidak lebih dari satu hari itu dianggap tidak biasa.
Apa artinya kebenaran ini bagi kita? Artinya, penderitaan apapun yang sedang
Anda alami sekarang, akan berlalu dengan cepat! Dan kebangkitan akan segera
datang. Allah tak pernah membiarkan penderitaan anakNya berlarut-larut. Saya
membayangkan apa yang terjadi di Surga, saat penyaliban Kristus. Begitu Yesus
berteriak di atas kayu salib, “sudah selesai!” dan menyerahkan nyawaNya, pada
82
saat itu pula di Surga, Allah berteriak, “Cukup! Cukuuuuup!”, sebuah teriakan
yang membuat bumi gentar dan matahari bersembunyi dalam kengerian.
“Turunkan anakKu!” kata Tuhan dalam tangisNya yang tak terbendung. Dan
segenap bumi pun terdiam, menjadi saksi sunyi kepedihan hati Allah karena
anakNya yang tunggal disalibkan oleh dosa manusia, dosa kita. Yesus mati.
TugasNya selesai. Dan Allah, dalam tangan yang mengepal dan hati yang pilu
meyakinkan diriNya sendiri, satu kali untuk selamanya. Satu kali untuk
selamanya. Satu kali untuk selamanya! Pengorbanan Yesus di kayu salib sudah
menyelesaikan semuanya.
Allah adalah Pribadi yang penuh kasih. Ia tak tahan melihat orang-orang yang
dikasihiNya menderita terlalu lama. Percayalah, seperti halnya Ia membuat
penderitaan anakNya berakhir dengan cepat, demikian pulalah Ia akan membuat
dukacita kita berlalu dengan segera. Dan Ia akan segera membangkitkan Anda
pada ‘hari yang ketiga’.
“Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang
malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum
menolong mereka?” –Lukas 18:7
Pastor Timotius Arifin, bapa rohani saya mengatakan dalam sebuah ibadah
Jumat Agung, “Selalu ada ‘hari yang ketiga’ bagimu!”. Saya suka kata-kata itu.
Selalu ada ‘hari yang ketiga’ untuk Anda dan saya. Sebab Yesus tak mau Anda
berkabung terlalu lama. Segala macam kesedihan, tragedi, dan keterpurukan
harus segera berakhir pada ‘hari yang ketiga’.
Bagi saya sendiri, mungkin juga karena Tuhan dan saya bersetuju tentang
angka 3 ini, kebangkitan rohani saya terjadi pada bulan ketiga, setelah
meninggalnya Mama. Dari mana saya tahu bahwa saya telah bangkit? Saya dapat
menulis kembali, itu tandanya. Sesuatu yang sebelumnya terasa seperti hilang
lenyap dari tangan saya. Jika Anda dapat melakukan kembali semua hal yang
paling Anda sukai dalam hidup ini, seperti, membaca novel, atau sekedar minum
secangkir kopi hangat dan merasa kopi itu sangat nikmat, ya, Anda sudah bangkit!
83
Sampai di sini, saya harus bertanya kepada Anda. Apakah Anda sudah
mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus? Karena hanya sebuah perjumpaan
pribadi dengan Allah yang dapat membawa pemulihan dalam kehidupan Anda.
Dan saya mendorong Anda untuk melakukannya. Karena saya tak ingin Anda
tenggelam dalam kesedihan ini lebih lama lagi. Dalam kehidupan saya sendiri,
ketika Mama meninggal, saya merasa seperti dibuang oleh kehidupan, tetapi
ditangkap oleh Allah. Saya harus meninggalkan teman-teman saya, dan mungkin
teman-teman saya juga meninggalkan saya, pulang kembali ke kota yang telah
menjadi asing bagi saya, sendirian, tak mengenal siapapun, dan harus mulai lagi
dari nol. Seolah-olah semua memori kehidupan saya dihapus dan saya di-restart.
Tetapi yang tidak saya duga, begitu saya tiba di Surabaya, saya berjumpa kembali
dengan Allah. Anak yang terhilang ini pulang, dan Bapa yang penuh kasih itu
berlari memeluknya tanpa keraguan. Seakan-akan Ia yang menjemput saya di
bandara, membawa saya pulang, dan berbicara kepada saya dari hari ke hari,
tentang apa yang harus saya lakukan, dan bagaimana saya melakukannya. Bahkan
sampai detik ini, saya menikmati, hubungan yang jauh lebih pribadi dari
sebelumnya. Hubungan yang menghembuskan kembali nafas hidup ke dalam
kehidupan saya. Sehingga hidup saya benar-benar tak pernah sama lagi! Saya tak
hanya bicara soal spiritual, tetapi kehidupan sehari-hari Anda, keluarga,
pekerjaan, karir Anda, semuanya akan ikut berubah, dan mengarah kepada
kemuliaanNya! Rasul Paulus mengatakan, “Allah turut bekerja dalam segala
sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia,” (Roma
8:28, cetak tebal dari saya).
Jadi, jika hari ini, Allah menggerakkan hati Anda, untuk kembali menjalin
hubungan pribadi dengan Tuhan, atau jika Anda belum mengenal Dia dan ingin
mengundangnya masuk dalam kehidupan Anda untuk memulihkan Anda, mari,
saya ajak Anda berdoa bersama saya:
Bapa, terima kasih, karena kasihMu begitu besar bagi saya. Saya menyadari,
bahwa saya membutuhkan Engkau dan kasihMu untuk memulihkan saya, dan
membawa saya keluar dari kesedihan saya. Saya tak dapat menghadapinya
sendiri, ya Bapa, tetapi saya tahu, Engkau bisa, dan mau menolong saya. Hari ini,
saya menyerahkan kehidupan saya kepadaMu, Tuhan Yesus, dan menerima
84
Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamat saya, dari sekarang, hingga selamalamanya. Pulihkanlah saya ya Bapa. Dalam Nama Yesus, Amin.
Saya mendorong Anda untuk mengingat tanggal hari ini, ketika Anda
menerima atau menjalin kembali hubungan dengan Tuhan Yesus sebagai Tuhan
dan Juruselamat Anda. Karena percayalah, ini adalah sebuah hari yang berarti,
sebab mulai dari sekarang, hidup Anda akan berubah.
Jadi ingatlah dua hal ini. Esensi dari kematian rohani adalah: singkat. Esensi
dari perkabungan adalah: sementara! Dan tidak ada yang lebih melegakan
daripada mengetahui bahwa semua kesakitan ini hanya sementara, sebab
Kebangkitan dan Hidup sedang menunggu Anda beberapa langkah di depan.
Kebangkitan: Sebuah Permulaan Baru
“Tetapi pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu mereka pergi ke kubur
membawa rempah-rempah yang telah mereka sediakan. Mereka mendapati batu
sudah terguling dari kubur itu, dan setelah masuk mereka tidak menemukan
mayat Tuhan Yesus.” –Lukas 24:1-3
Di hampir semua kitab injil, Anda akan melihat penekanan, pada hari pertama
minggu itu.
Nah, yang harus Anda ketahui adalah, di kalender atau kebudayaan Yahudi,
hari pertama setiap minggu adalah hari Minggu, bukan hari Senin, seperti dalam
kebudayaan kita. Dan jika Anda bertanya tentang hari Sabat, hari peristirahatan
yang diperintahkan Allah itu, ya, pada kebudayaan Yahudi, hari Sabat jatuh pada
hari Sabtu.
Mengapa ini penting? Mengapa Allah membangkitkan Yesus pada hari
Minggu, yang adalah hari pertama pada minggu itu? (Saya harus mengulangulang kata-kata ini karena saya ingin kebenaran ini benar-benar merasuk ke
dalam hati Anda).
Pertama, karena Allah menghormati hari Sabat, hari yang Ia ciptakan sendiri,
dan Ia perintahkan bagi umatNya. Allah tidak dapat mengingkari diriNya sendiri,
85
jika Ia mengatakan tidak akan ada pekerjaan besar pada hari itu, maka tidak ada
pekerjaan besar pada hari itu (kebangkitan termasuk sesuatu pekerjaan yang besar
bukan). Bukan berarti Ia tak akan membangkitkan orang pada hari Minggu.
Namun peristiwa ini membuktikan bahwa Allah adalah Pribadi yang
berintegritas. Apa yang Ia katakan, itulah yang Ia lakukan. Allah pertama kali
mengatakan tentang Sabat pada hari ketujuh penciptaan, 4000 tahun sebelum
Yesus lahir. Dan Ia mengingat dengan jelas janjiNya dan tetap memegang janji itu
hingga jaman Yesus, bahkan saya yakin, sampai detik ini.
Jika kita tahu bahwa kita memiliki Allah yang seperti itu, yang mengingat janji
yang dibuatNya ribuan tahun yang lampau dan menepatinya, oh percayalah,
Anda tak perlu khawatir dengan kehidupan ini! Ia berjanji untuk menjaga dan
melindungi Anda dari segala mara bahaya (Mazmur 91). Ia berjanji bahwa Ia
punya rencana yang baik untuk Anda (Yeremia 29:11). Ia berjanji akan
menyediakan apa yang Anda butuhkan (Filipi 4:19, Matius 6:25-34). Ia berjanji
bahwa saat Anda merasa lelah dengan kehidupan ini, Ia akan memberi kelegaan
bagi jiwa Anda (Matius 11:28-29). Ia berjanji bahwa Ia tak akan membiarkan
Anda patah semangat, tetapi akan memulihkan Anda (Yesaya 42:3). Maka
yakinlah, bahwa Ia mengingat janji-janjiNya itu, dan pasti Ia akan menepatinya.
Kedua, Yesus harus bangkit pada hari Minggu, di hari pertama minggu itu,
sebagai tanda yang jelas dari sebuah permulaan yang baru.
KematianNya adalah akhir dari dosa, dan kebangkitanNya adalah permulaan
baru. Itulah mengapa Yesus harus bangkit pada hari yang pertama dalam minggu
itu dan tidak pada hari yang kedua, ketiga, atau keempat.
Hari yang pertama menandakan sebuah permulaan baru, halaman baru
dalam kehidupan, harapan baru akan hidup yang jauh lebih baik dari
sebelumnya. Ketika Anda mengalami kematian rohani, tetapi bangkit bersama
Yesus, Anda bisa yakin, bahwa Anda akan mendapatkan selembar kertas
kehidupan yang benar-benar baru, putih, bersih, untuk Anda mulai menulis
kehidupan Anda kembali di sana. Dan kali ini, memulai ceritanya dengan lebih
baik. You will get a fresh start in life.
86
Anda akan mendapat kesempatan yang baru, teman-teman yang baru,
paradigma yang baru tentang kehidupan. Pandangan yang sama sekali baru
tentang Tuhan dan hubungan yang diperbaharui denganNya. Sukacita yang baru
setiap hari. Pengalaman-pengalaman yang baru. Dan hal-hal baru lain yang tak
terkatakan. Dan seperti saya, Anda mungkin akan mendapat karir yang baru,
petualangan baru, panggilan yang baru, koneksi-koneksi yang baru, dan bekerja
dengan cara-cara yang baru.
Semua itu karena Tuhan Yesus bangkit pada hari yang pertama di minggu itu.
Haleluya!
Kebangkitan: Gulingkan Semua Rintangan
“Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama
minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu.
Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun
dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya.”
–Matius 28:1-2
Apa yang terguling? Batu. Batu yang besar itu. Batu yang menurut beberapa
sumber diperkirakan berdiameter setidaknya 5-6 kaki (1,8 meter). Nah hanya
untuk membayangkannya, lihatlah tempat tidur Anda. Ya, diameter batu tersebut
adalah panjang tempat tidur Anda. Dan kita tidak berbicara tentang sebuah
lempengan. Kita berbicara tentang batu yang memiliki ketebalan, massa, dan
berat yang luar biasa. Begitu besarnya, hingga Maria Magdalena berkata, “Siapa
yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?” (Markus 16:3).
Lalu Markus, membenarkan ucapan teman-temannya, menekankan di ayat
berikutnya, “... Batu itu memang sangat besar.” (Markus 16:4)
Tapi apa yang mereka temukan? Batu itu sudah terguling. Siapa yang
menggulingkannya? Yang pasti bukan mereka. Sebab melihatnya saja mereka
merasa ngeri.
Matius memberikan kesaksian yang jelas tentang bagaimana batu itu terguling.
“...seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan
87
menggulingkannya lalu duduk di atasnya.” Seorang suruhan Allah. Dengan kata
lain, Allah sendiri!
Namun pertama-tama kita perlu tahu apa makna batu raksasa ini bagi kita.
Batu ini berbicara tentang semua ketakutan Anda, yang menghalangi Anda untuk
bangkit. Semua kekhawatiran yang menyesakkan dada. Semua harapan yang
pupus yang menghantui Anda. Semuanya itu menjadi batu yang terlalu besar dan
menghalangi pandangan Anda akan masa depan. Sehingga membuat Anda
berpikir ada baiknya untuk tidak mengambil resiko atau memiliki harapan yang
muluk-muluk. Lalu seakan-akan, hidup dengan keterpurukan dan dukacita
nampak tak terlalu buruk lagi, jika dibandingkan dengan besarnya batu
kekhawatiran yang menghadang di depan Anda. Tapi saya katakan kepada Anda
hari ini, jangan percaya pada kebohongan itu!
Saya menghadapi batu besar itu juga dalam dukacita saya 2 tahun yang lalu.
Saya sempat tak dapat melihat masa depan gara-gara batu kekhawatiran yang
menghalangi saya. Impian yang seolah pupus di tengah jalan membuat saya takut
bahkan untuk mulai bermimpi lagi. Saya juga takut dengan keadaan di sekitar
saya sepeninggal Mama. Saya takut pada realita. Apakah saya akan berhasil
mengatasinya? Bagaimana saya harus mengatasinya? Saya takut kalau saya tidak
mendapatkan dukungan. Bagaimana jika tak ada seorang pun yang mendukung
saya? Bagaimana jika tak ada yang berdoa untuk saya. Mama dan Oma adalah
orang-orang yang senantiasa berdoa untuk saya, bagaimana jika tak ada mereka,
akankah saya tetap mendapat perlindungan dan kasih Allah?
Lihatlah, begitu banyak bukan ketakutan yang bisa melingkupi kita. Apalagi
belum tentu semua ketakutan itu masuk akal.
Tetapi syukur kepada Allah. Ia ada di sana selagi saya menggigil ketakutan
melihat batu yang begitu besar itu di hadapan saya. Ia berkata, “Jangan takut,
Aku besertamu. Aku yang akan menggulingkan batu-batu itu bagimu.”
Dan Ia benar-benar menyertai saya, sampai hari ini. Ia pulalah yang
menggulingkan batu-batu itu dari hadapan saya. Satu persatu batu ketakutan saya
diruntuhkanNya. Semua situasi yang tampaknya terlalu besar untuk saya, kini tak
nampak terlalu sulit lagi. Semua kemampuan yang awalnya tak saya miliki,
88
diajarkannya kepada saya. Dari hari-ke hari, saya semakin diperbaharui dalam
Kristus.
Ketakutan saya, Ia buktikan salah. Ia membuktikan bahwa semua ketakutan
itu hanyalah tipu daya iblis untuk mengelabui saya dan berusaha merebut masa
depan dari saya. Tapi tentu saja, si jahat tidak akan bisa melakukannya, teman,
selama Tuhan ada di sana memegang kendali hidup Anda. Tidak ada yang dapat
menghalangi, atau mendahului Tuhan, apalagi kalau soal orang-orang yang
dikasihiNya, seperti Anda dan saya.
Anda ingin tahu bagaimana cara Tuhan meruntuhkan batu-batu saya? Apakah
melibatkan saya? Tentu. Karena ini kehidupan saya, Tuhan pasti melibatkan saya
di dalamnya. Tapi apakah saya yang meruntuhkan sendiri batu-batu itu? Sama
sekali tidak. Saya cukup mendengar dan mengikuti arahanNya. Saya akan
menceritakan salah satunya kepada Anda.
Saya adalah seorang muda. Well, saya mungkin lebih tua dari sebagian Anda,
tapi saya masih terhitung muda bagi sebagian kalangan lainnya. Dan dalam
kehidupan kekristenan kami di rumah, Oma dan Mama adalah orang-orang yang
berdoa. Banyak orang mengatakan bahwa Mama dan Oma adalah pilar-pilar doa
keluarga kami. Saya percaya itu, mereka adalah pendoa-pendoa yang hebat.
Mereka berdoa siang dan malam. Saya mengagumi mereka untuk itu. Saya dulu
merasa, saya tidak mungkin seperti mereka. Itu bukan panggilan saya (padahal
berdoa adalah panggilan semua orang. Lagipula sebenarnya, doa itu bukan
panggilan, doa itu gaya hidup!). Mereka berdoa untuk keluarga kami di mana pun
mereka berada. Baik di dalam maupun di luar negeri. Saya dulu bukan orang
yang terlalu yakin tentang mendoakan orang-orang yang di seberang benua (tapi
itu dulu). Lalu Oma meninggal pada tahun 2001. Sebagian Anda yang pernah
membaca buku saya sebelumnya tentu mengetahui tentang hal ini. Saya pikir,
tidak apa-apa, saya tidak perlu belajar berdoa. Saya masih punya Mama. Lalu
tiba-tiba, tanpa tanda-tanda angin atau hujan lebat, Mama saya tiada. Dan saya
tidak sempat belajar berdoa kepada siapapun, baik Oma maupun Mama. Saya
mulai merasa hidup saya ada di pinggir jurang, seperti sebuah mobil yang kedua
roda depannya sudah melayang-layang di udara, dan kedua roda belakangnya
sudah hampir tergelincir. Oh no, apa yang baru saja terjadi??? Saya kehilangan
89
Oma dan Mama saya. Orang-orang yang berdoa untuk saya. Dan untuk seluruh
keluarga kami. Apa yang harus saya lakukan?
Percaya tidak percaya, selama setahun saya tidak tahu apa yang harus saya
lakukan. Saya tahu Roh Kudus ada di dalam saya, sebab terkadang Ia menyuruh
saya melakukan sesuatu atau pergi ke suatu tempat yang Ia tunjukkan kepada
saya. Tapi pada saat itu, saya belum menerima baptisan Roh. Yang artinya, saya
belum benar-benar mengalami Dia, Sang Penolong yang sanggup membimbing
saya berdoa. Saya telah menanti baptisan itu selama hampir 7 tahun, dan saya
mulai berpikir mungkin Tuhan tidak mau memberikannya kepada saya (lagi-lagi
kebohongan setan!). Tentu saja Tuhan mau memberikannya, Anda hanya harus
meminta, dan mencari orang yang tepat untuk menolong Anda.
Setahun berlalu, dan saya masih tak punya petunjuk apa yang harus saya
lakukan dengan hidup ini. Tapi saya terus menerus mencari Tuhan. Karena saya
percaya, saya tak lepas dari rencanaNya. Suatu hari, Roh Kudus menggerakkan
hati saya untuk menghubungi seseorang. Dia adalah seorang yang beriman, dan
kuat di dalam Tuhan. Saya bertemu dengan dia dan menceritakan masalah saya.
Lalu Ia mengajak saya berdoa, cukup lama, sangat lama mungkin, hingga tibatiba, saya mendapatkan terobosan itu. Saya berbicara dalam bahasa-bahasa yang
baru! Saya berbicara dalam bahasa Roh Kudus! Bahasa yang agung dan
menenangkan hati itu mulai mengalir dari lidah saya, makin lama makin kuat,
makin lama makin lantang. Dan saya menangis. Saya hanya bisa menangis
sekeras-kerasnya. Saya pikir, saya tidak akan pernah mengalami ini. Saya pikir,
saya tidak mungkin berdoa dan berbahasa Roh seperti Mama dan Oma saya.
Padahal masalah kehidupan yang tengah saya hadapi saat itu sangat pelik, dan
saya sungguh harus bisa berdoa agar saya dapat tetap kuat dalam menghadapi
masalah-masalah tersebut. Saya pikir, Tuhan tidak akan melakukan sesuatu atas
keadaan saya. Tapi saya salah, saya salah besar. Tuhan menjawab saya dengan
tegas pertanyaan yang saya ajukan kepadaNya. “Siapa yang akan berdoa untuk
saya dan keluarga saya?”. JawabNya, “Kamu, anakKu, kamu yang akan berdoa
untuk dirimu dan keluargamu.”
90
Kadang-kadang untuk sesuatu yang berharga, Ia memang melakukan
persiapan yang cukup lama. Tapi percayalah, ketika tiba waktunya, Ia akan
membuat perubahan, dalam hidup Anda, seketika.
Hari ini, lebih dari setahun kemudian, Ia sudah mengajarkan kepada saya jauh
lebih banyak tentang bagaimana saya harus berdoa. Ia mengajar saya berdoa bagi
diri saya sendiri, dan bagi orang lain. Dan terkadang, Ia mengajar saya untuk
membiarkan Roh Kudus yang mengambil alih dan berdoa untuk saya. Saya tidak
tahu, apakah saya sudah berdoa sebaik Oma dan Mama, mungkin belum. Tapi
saya percaya, Tuhan akan memampukan kita berdoa, jika kita benar-benar
menginginkannya. Lagi, doa bukan soal kemahiran, keahlian, atau teknik-teknik
yang perlu dibanggakan dan dipertontonkan. Doa adalah hubungan yang mesra
dengan Allah. Doa adalah ketika Anda bisa begitu banyak bercerita kepadaNya,
dan tiba-tiba hari sudah siang. Doa adalah ketika Anda benar-benar lost in His
presence. Dan merasakan kebahagiaan karena dicintai Allah. Itulah doa.
Jadi tanpa saya sadari, waktu saya mengangkat kepala, batu besar saya sudah
terguling. Saya bahkan tak menyadarinya kapan batu itu terguling. Tapi saya
menemukan batu itu sudah terguling! Karena Yesus yang sudah melakukannya
untuk kita.
Maka jangan takut, batu besar apa yang ada di hadapan Anda sekarang?
Kekhawatiran? Ketakutan? Masalah? Keadaan? Realita? “Jangan takut anakKu,
Aku yang akan menggulingkannya bagi kamu!”
Kebangkitan: Tanggalkan Masa Lalu
“Kemudian datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam
kubur itu. Ia melihat kain kafan terletak di tanah. Sedangkan kain peluh yang
tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kafan itu, tetapi agak di
samping di tempat yang lain dan sudah tergulung.” –Yohanes 20:6-7
91
Kita sudah sering melihat di berbagai film yang mengisahkan tentang Yesus,
gambaran kain kafan yang tertinggal di kubur. Tapi apa sebenarnya maksud dari
kain kafan yang tertinggal?
Pertama, Anda harus tahu bahwa Yesus keluar dari kubur tidak dengan kain
kafan masih melilit di tubuhNya seperti mumi atau zombie di dalam film-film.
Karena mumi atau zombie itu mati, tapi Allah hidup! Namun mengapa Ia
menanggalkan kain kafan itu? Bukan untuk penampilan, tetapi untuk sesuatu
yang jauh lebih penting dari itu.
Menanggalkan kain kafan berbicara tentang menanggalkan masa lalu. Waktu
Allah bangkit, Ia menanggalkan semua masa lalu yang penuh kepahitan, luka,
sakit hati, siksa dan sengsara yang Ia alami 3 hari sebelumnya. Ia bahkan mungkin
sudah lupa dosa-dosa mereka yang ‘menyalibkan’ Dia. Siapa? Orang Yahudi?
Bukan, Anda dan saya. Kita lah yang menyalibkan Dia. Ia mati bukan untuk dosa
waktu itu atau untuk dosa bangsa Israel saja, tetapi bagi dosa seluruh umat
manusia. Ia mati untuk menebus dan melupakan dosa-dosa kita! Ini yang
seringkali tidak kita sadari. Kita dalam pemahaman yang terlalu fasih terhadap
hukum tabur tuai, suka sekali mengingat dosa-dosa kita sendiri. Dan berpikir
bahwa, meski Allah mengampuni, Allah tidak lupa. Itu pernyataan yang salah dan
tidak Alkitabiah! Ibrani 8:12 menyampaikan isi hati Tuhan, “Sebab Aku akan
menaruh belas kasihan terhadap kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosadosa mereka.” Luar biasa! Kita punya Allah yang lupa terhadap dosa-dosa namun
setia pada janji-janjiNya!
Jadi Anda ingin bangkit dari keterpurukan jiwa Anda? Anda harus belajar
‘lupa’ seperti Allah.
Pertama, Anda harus melupakan segala luka dan kepedihan yang Anda alami
pada waktu mereka yang Anda kasihi meninggal. Ada banyak sekali sakit hati
yang bisa Anda alami pada saat-saat seperti itu. Sakit hati pada mereka yang
pergi, sakit hati pada mereka yang tinggal tetapi tidak cukup berperan seperti
yang Anda harapkan. Sakit hati pada mereka yang hidup namun pergi
meninggalkan Anda di saat-saat Anda paling membutuhkannya. Sakit hati
terhadap diri sendiri (rasa bersalah yang berlarut-larut). Saya harus jujur pada
92
Anda. Saya mengalami semuanya itu pada detik-detik awal meninggalnya Mama.
Saya menyalahkan semua orang, termasuk diri saya sendiri. Saya bahkan pernah
menyalahkan Tuhan.
Namun bersyukur Tuhan menyelamatkan saya. Ia yang mengoyakkan ‘kain
kafan’ yang melilit tubuh rohani saya dan membangkitkan jiwa saya. Ia
mengampuni semua perasaan dan luka hati yang pedih itu lalu membalutnya
dengan lembut. Ia tidak marah. Ia sama sekali tidak marah kepada saya. Saya
malah merasakan pelukanNya jauh lebih banyak dari biasa. Ia menghibur saya
dengan cara-cara yang ajaib. Ia memutar lagu-lagu kesukaan saya kapanpun Ia
ingin melakukannya hanya agar saya mengetahui bahwa Ia mengasihi saya.
Ia sungguh luar biasa, teman. He is a great loving Father. Dan saya tidak tahu
apakah saya sudah cukup menjabarkan kebaikan Allah dengan semestinya di
dalam buku ini. Saya yakin tidak. Tidak ada kata-kata yang dapat cukup
merepresentasikan kebaikanNya. Apa yang saya lakukan, menulis kebaikanNya,
adalah satu-satunya cara yang saya miliki untuk melukiskan betapa baik Tuhan
Yesus, yang rela menderita, dan mati, bahkan bagi orang-orang yang tak
mengenal Dia, agar kita beroleh hidup, dan dapat menikmati hidup itu dengan
berkelimpahan berkat dan anugerahNya. Tetapi saya yakin, tidak ada kata, atau
gambar, atau tindakan, atau keindahan, yang dapat mewakili betapa besarnya,
dalamnya, lebarnya, tingginya, kasih Allah kepada kita. Sama sekali tidak ada!
Jadi jika Ia begitu, terlalu mengasihi kita, apa yang Anda tunggu? Mengapa Anda
masih berdiri di sini dan menangis sendiri? Berlarilah, berlarilah ke dalam
pelukanNya! Ia yang akan menghapus air mata Anda. Tidak ada yang lain, hanya
Allah yang sanggup menolong dan memulihkan Anda.
Saya mengerti, melupakan rasa sakit bukan hal yang mudah, dan itu proses.
Saya pun menghabiskan waktu cukup lama untuk mengampuni, terutama diri
saya sendiri. Tetapi bersepakatlah dengan Tuhan untuk melakukannya bersama
dengan Dia. Ingat, tak ada yang mustahil bagi Allah. Saya yakin, Ia akan
memulihkan Anda dengan cepat.
93
Kedua Anda harus berhenti menjadi ahli forensik yang mereka ulang kejadian
hingga ribuan kali, dan bertanya, “bagaimana jika...” atau “kalau saja...”. Saya
memutar ulang kejadian meninggalnya Mama lebih dari ribuan kali, hanya untuk
menemukan bahwa saya tidak dapat melakukan apa-apa untuk mengubahnya.
Jadi saya ingin menyelamatkan Anda dari kepusingan yang tidak perlu. Semua
skenario happy ending yang Anda pikirkan saat ini, tak akan dapat mengubah
kenyataan yang sudah terjadi. Sebab itu adalah bagian dari kehendak Allah yang
berdaulat dalam hidup Anda. Tapi bersama Yesus, Anda dapat mengubah masa
depan, menjadi jauh lebih baik dari yang Anda harapkan.
Kebangkitan: Kesempatan Kedua
“Tetapi sekarang pergilah, katakan kepada murid-muridNya dan kepada
Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti
yang sudah dikatakanNya kepada kamu.” –Markus 16:7
Kalau bukan Max Lucado yang mengatakan dengan jelas dalam bukunya “No
Wonder They Called Him Savior” mengenai kebenaran yang tersembunyi dalam
ayat ini, saya juga akan membacanya sambil lalu.
Lihat bagaimana malaikat Allah mengatakannya. Ia tak hanya berkata,
“Katakan kepada murid-muridNya.” Ia menambahkan, “dan kepada Petrus”. Ya,
Petrus, Simon Petrus, yang menyangkal Dia tiga kali! Jangan terlalu bersemangat,
kita bisa menghakimi dia pada jaman sekarang dan mengatakan dia pengecut.
Tapi pada jaman itu, di mana hukum dan siksaan pemerintah Roma dapat
membuat Yesus meneteskan keringat darah karena ketakutan yang begitu
mencekam, ya, pada jaman itu sebenarnya lebih banyak dari kita yang seperti
Petrus. Bahkan kita mungkin termasuk dalam kumpulan murid-murid yang lari
bersembunyi ketika Yesus ditangkap dan disiksa.
Jadi kesalahan Petrus, pengkhianatan Petrus, penyangkalan Petrus, kegagalan
Petrus untuk memenuhi panggilan hidupnya, dan kekecewaan Allah karena
semuanya itu, kita pernah melakukannya. Kita semua pernah mengecewakan Dia
yang begitu mengasihi kita. Kita semua pernah gagal. Gagal dalam hidup. Gagal
terhadap diri kita sendiri. Dan gagal memenuhi rencana Tuhan.
94
Tapi Yesus, melalui kisah Petrus, meyakinkan kita sekali lagi, bahwa Dia adalah
Allah atas kesempatan kedua. Ia bahkan menyebut nama kita, sebab Ia mengenal
dan mengingat kita, lepas dari segala kesalahan yang pernah kita lakukan di masa
lalu. “Katakan kepada Sarah, katakan kepada John, katakan kepada Alissa,
katakan kepada Henry, katakan bahwa Aku mengasihi mereka, dan Aku berharap
mereka segera bangkit dan meraih kembali rencanaKu dalam kehidupan
mereka.”
Jadi, dalam setiap dukacita, ada sebuah kesempatan kedua diselipkan Tuhan di
sana. Sebuah kesempatan kedua untuk membangun kembali kehidupan Anda
yang runtuh karena kehilangan orang-orang yang Anda cintai. Anda hanya harus
cukup jeli untuk melihat, cukup rendah hati untuk mengakui bahwa Anda lemah,
sama dengan Petrus, dan cukup menyadari bahwa Anda tak mungkin melalui
semuanya ini tanpa Kristus. Anda mungkin jatuh seperti Petrus, tapi Anda akan
bangkit seperti Yesus!
Kebangkitan: Mulailah dengan Rumahmu
“...Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti
yang sudah dikatakanNya kepada kamu.” –Markus 16:7
Ini sesuatu yang tidak kita sadari, kita berpikir bahwa kebangkitan jiwa kita
hanyalah bagi diri kita sendiri, dan untuk kebaikan kita sendiri. Itu hanya separuh
benar. Tapi sesungguhnya, kebangkitan kita adalah bagi orang-orang di sekitar
kita, keluarga terdekat kita. Sebab mereka membutuhkan kita kembali.
Galilea adalah tempat asal Yesus. Maka segera setelah bangkit, yang diingat
Yesus adalah keluarga terdekatnya di Galilea. Lingkaran dalamNya, murid-murid
yang telah bersamaNya selama tiga tahun, keluargaNya. Ia harus segera kembali
kepada keluargaNya dan menguatkan mereka, itu pikirNya.
Saya tak dapat membayangkan, apa yang terjadi dengan Papa, jika saya tidak
bangkit. Jika saya memilih untuk tinggal dalam dukacita saya dan berlama-lama
di sana. Anda tahu, orang yang hidup dalam dukacita secara terus-menerus tak
akan punya sikap yang positif. Ia akan penuh dengan kepahitan, kepedihan, atau
95
malah ucapan-ucapan yang menyakitkan. Sebagian orang dapat
menyembunyikan, tetapi sebagian lagi sangat jelas kelihatan sikapnya.
Papa saya terserang stroke 9 tahun yang lalu. Sejak saat itu, ia membutuhkan
dukungan dalam segala hal. Bukan hanya fisiknya, yang lumpuh oleh serangan
itu, tapi juga hatinya. Hatinya tak mungkin berdiri sendiri. Sebab stroke telah
meremukkan jiwanya. Apalagi kini, Mama meninggal, 6 bulan setelah mereka
dinikahkan kembali. Sebuah keindahan yang sesaat, yang tiba-tiba hancur
berkeping-keping ketika di bulan Desember itu, Mama pergi tanpa mengucapkan
selamat tinggal.
Kalau saya tidak kembali... kalau saya tidak kembali... kalau saya tidak
kembali... saya tidak tahu apa yang terjadi. Hubungan dengan Papa mungkin
akan menjadi lebih buruk. Saya mungkin menjadi anak yang durhaka karena saya
lebih peduli pada perasaan saya sendiri daripada orang lain. Dan saya tidak akan
bahagia. Papa juga tidak akan bahagia. Ia akan semakin terpukul, mungkin putus
asa. Padahal ia berhak untuk bahagia di masa tuanya.
Tapi saya bersyukur kepada Allah. Saya sungguh bersyukur. Saya tidak tahu
saya harus mengatakan apa, selain bahwa saya bersyukur. Saya bersyukur bahwa
bukan saya yang memegang kendali atas diri saya, dan atas kehidupan saya, tetapi
Allah. Kalau saya memegang kendali atas diri saya sendiri, saya tidak akan ada di
sini menguatkan Anda. Saya masih akan berada di dalam gua yang lembab dan
gelap itu, penuh kepahitan dan keputusasaan.
Namun Dia adalah Allah memegang kendali. Ia berdaulat atas diri saya, lebih
dari diri saya sendiri. Ia membuktikan kepada saya bahwa Ia adalah Allah yang
berkuasa. Berkuasa mengubah situasi-situasi yang buruk, berkuasa memulihkan
hati-hati yang terluka. Berkuasa melunakkan kepala-kepala yang keras. Dan
melakukan semuanya secara teratur dalam waktu dan urutan yang sangat presisi.
Ia mengambil alih.
Dan saya sangat bersyukur karena Ia melakukannya tanpa persetujuan saya.
96
Ia membuat saya menjadi pribadi yang baru. Sungguh, Ia Allah yang
membangkitkan!
Jadi, ketika Anda membaca perikop ini, pikirkanlah tentang mereka, yang
membutuhkan Anda. Mereka yang tak mungkin hidup tanpa Anda. Mereka yang
Anda kasihi. Ayah, ibu, saudara, atau anak-anak Anda. Mereka membutuhkan
Anda. Demi mereka, ijinkan Allah mengambil alih dan memulihkan kehidupan
Anda.
Yesus kembali ke Galilea. Anda harus segera kembali kepada mereka.
Kebangkitan: Kebangkitan adalah Kegiatan Bersama
Ini termasuk hal-hal yang menyelamatkan saya. Kenyataan bahwa Yesus
setelah bangkit menjumpai banyak orang, dan bukan hanya kesebelas muridNya
sangat melegakan bagi saya. Dan memberi saya pelajaran yang mendalam
tentang komunitas. Ia bangkit, lalu menjumpai begitu banyak orang untuk
memulihkan kepercayaan dan iman mereka yang luluh lantak karena
keputusasaan. Dan ingat, tak hanya kesebelas murid tersebut, tapi murid-murid
lain yang bahkan namanya mungkin hanya kita dengar sekali di dalam Alkitab,
termasuk si Kleopas, murid Yesus yang sedang dalam perjalanan ke Emaus itu.
Kita hanya mendengar tentang dia sesekali, tapi kita yakin ia berbahagia, sebab ia
mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah. Bayangkan, betapa berartinya,
ketika ada orang yang meski mungkin kita tak terlalu mengenalnya, namun mau
ikut merasakan kesusahan hati kita dan menguatkan iman kita, lebih-lebih berdoa
bagi pemulihan kita. Benar-benar sebuah ‘kekuatan’ tersembunyi dari komunitas
Kristus.
Setelah setahun berusaha mengatasi berbagai masalah sendirian sehabis
meninggalnya Mama, dan kurang berhasil, Seorang kakak rohani mendorong
saya untuk bergabung di komunitas sel gereja tempat saya bernaung. Saya tak
terlalu tertarik dengan ide itu. Menceritakan masalah-masalah saya secara terbuka
dan mengakui kelemahan-kelemahan saya, hmm... coba saya pikir-pikir dulu ya.
97
Namun lagi-lagi Tuhan mengambil alih. Dalam suatu kesempatan Tuhan
menggerakkan ketua komunitas sel tersebut untuk mengajak saya, dan maksud
saya, mengajak dengan gigih, tak mudah menyerah, tak keberatan dengan kata
‘tidak’ yang berkali-kali atau alasan-alasan klise, seperti ‘saya lembur di kantor’
atau ‘saya kehujanan’ atau ‘saya tidak enak badan’. Mereka adalah suami istri
yang cukup sibuk. Tapi mereka orang-orang yang memiliki hati Allah. Mereka
tidak peduli seberapa keras kepala saya. Mereka peduli karena mereka melihat
saya butuh pertolongan dari saudara-saudara seiman, sebab saya sedang
menghadapi sebuah proses yang terlalu menyesakkan jika dijalani sendirian.
Itu sebabnya Allah mendorong saya bergabung di komunitas tersebut. Ia
menyuruh saya tanpa banyak berkata-kata. Ia tak memberi banyak alasan, atau
penjelasan. Ia hanya mendorong saya dengan sangat dan tiba-tiba saja terjadi,
hati saya luluh dan saya pun akhirnya tergabung di dalam sebuah komunitas sel.
Dan saya menyadari, bergabung dalam komunitas sel ini telah memberkati
saya dengan luar biasa. Bahkan lebih dari yang saya harapkan. Kami saling
berbagi, saling menguatkan, saling memperhatikan. Selanjutnya, pada kali
berikutnya ketika saya telah dikuatkan, saya menguatkan orang lain. Sehingga
terbentuk sebuah lingkaran saling menguatkan yang tak terputus di antara kami.
Benar-benar menakjubkan.
Terkadang dalam suatu masa, Anda tidak bisa bangkit sendirian, dengan
kekuatan sendiri, apalagi dengan keinginan sendiri. Saya tidak mengatakan bahwa
selama setahun sebelum bergabung dalam komunitas sel saya tidak mengalami
pemulihan. Saya mengalami banyak terobosan, terutama pemulihan hubungan
saya dengan Allah, yang memang harus terjadi secara pribadi, antara Allah dan
saya. Tetapi bergabung dalam komunitas sel gereja telah memberi percepatan
dalam proses pemulihan saya selanjutnya. Seolah-olah saya beralih dari naik
sepeda kayuh ke naik pesawat jet. Semuanya menjadi serba cepat! Sebab
bukankah beban yang ditanggung bersama-sama lebih cepat dipindahkan,
daripada beban yang Anda pikul sendirian? Itu alasan mengapa di Amerika,
ketika tragedi 9/11 terjadi, semua lembaga di Amerika segera mengadakan
pertemuan-pertemuan sejenis komunitas sel untuk saling menguatkan antara
sesama mereka yang ditinggalkan oleh orang terkasih dalam peristiwa
98
menyedihkan tersebut. Sebab mereka menyadari, bahwa ada hal-hal yang tidak
dapat mereka lalui sendirian. Mereka butuh pertolongan dari orang lain. Mereka
perlu meminjam kekuatan dari orang lain. Dan itu sama sekali bukanlah bukti
bahwa Anda lemah. Itu adalah bukti bahwa Anda manusia. Lagu Lean On Me
yang terkenal mengatakan dengan tepat. “Bersandarlah padaku, waktu kamu
tidak merasa kuat, aku akan menjadi temanmu, aku akan menolongmu untuk
terus berjalan, sebab tidak akan lama lagi, aku juga akan membutuhkan seseorang
untuk bersandar.”
Anda bergabung dalam komunitas sel gereja, atau perkumpulan-perkumpulan
lain yang serupa, bukan semata-mata untuk membangkitkan diri Anda sendiri,
tetapi dalam suatu masa, situasi mungkin akan berbalik, dan orang lain yang akan
memerlukan kekuatan dari Anda.
Terobosan, kebangkitan, pemulihan, dapat terjadi dua atau tiga kali lebih
cepat, jika Anda dikelilingi oleh pribadi-pribadi yang kuat di dalam Tuhan. Maka
di penghujung bab, yang sekaligus adalah akhir dari buku ini, saya mengajak
Anda, mari, kita bangkit bersama, kita pikul bersama beban kita, sambil
memegang kepercayaan penuh kepada Tuhan Yesus, Allah yang bekerja di balik
layar untuk membenahi, memulihkan, dan membuka lembaran baru bagi hidup
Anda, serta yakinlah, kebangkitan jiwa Anda sudah di depan mata.
Anda dapat menghubungi saya, jika Anda membutuhkan seorang teman untuk
mendengar cerita-cerita Anda. Saya dapat dihubungi lewat email di
[email protected] atau www.facebook.com/KalaWanitaPercaya
Rayakan kebangkitan Anda!
99
Download