studi kasus asuhan keperawatan hipertermi pada an. s dengan

advertisement
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMI PADA AN. S
DENGAN FEBRIS CONVULSIONDI RUANG
FLAMBOYANRSUD SUKOHARJO
DISUSUN OLEH :
ARIFIN PUGUH WASKITHO
NIM P.10077
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMIPADA AN.
SDENGAN FEBRIS CONVULSION DI BANGSAL
FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
ARIFIN PUGUH WASKITHO
NIM. P.10077
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama
: Arifin Puguh Waskitho
NIM
: P.10077
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: ASUHAN KEPERAWATANHIPERTERMI PADA
AN.
S
DENGAN
FEBRIS
CONVULSION
DI
BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasi karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 30 Mei 2013
ARIFIN PUGUH W
NIM. P.10077
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama
: Arifin Puguh Waskitho
NIM
: P.10077
Program studi
: DIII Keperawatan
Judul
:ASUHAN
KEPERAWATAN
HIPERTERMI
PADA
AN. S DENGAN FEBRIS CONVULSION DI BANGSAL
FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di
: Surakarta
Hari/tanggal
: Jumat, 07 Juni 2013
Pembimbing : Noor Fitriyani Skep. Ns
NIK. 201187085
(………………..……..)
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTERMIPADA
AN. S DENGAN FEBRIS CONVULSION DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD
KABUPATEN SUKOHARJO.”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Setiyawan,S.Kep.,Ns., selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns., selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yng telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns., selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
5. Tyas Ardi, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husaa
Surakarta yang telah memberikan bimbingn dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku (Bapak Haryanto dan Ibu Sri Endah Wati), kakek dan
nenekku,
serta keluarga yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi
kepada pihak lain sehingga dapat memperluas pengetahuan tentang penyakit
febris convulsion. Walaupun dalam penulisan ini, penulis masih mempunyai
banyak kekurangan, tetapi dengan kekurangan tersebut penulis mendapatkan
masukan dari pihak lain sehingga penulis mampu melengkapinya dan menjadikan
lebih sempurna serta dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis.
vi
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan.Amin.
Surakarta, 30 Mei 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ...................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
3
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
4
LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ........................................................................
6
B. Pengkajian ..............................................................................
6
C. Perumusan Masalah Keperawatan ..........................................
10
D. Perencanaan Keperawatan ......................................................
11
E. Implementasi Keperawatan ....................................................
12
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................
14
viii
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan ............................................................................
16
B. Kesimpulan dan Saran ............................................................
25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Konsultasi
Lampiran 2. Log Book
Lampiran 3. Surat Pendelegasian
Lampiran 4.Surat keterangan selesai pengambilan kasus
Lampiran 5. Asuhan keperawatan
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Kania (2007),febris covulsion atau yang biasa disebut kejang
demam, merupakan penyakit neurologi pada anak yang paling sering terjadi
dan memerlukan kecermatan diagnosis dalam memberikan penanganan secara
keseluruhan. Beberapa faktor diduga menjadi penyebab kejang demam salah
satunya faktor genetika.
Kejang demam (febris covulsion) adalah perubahan aktifitas motorik
atau behavior yang bersifat paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari
aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh.
Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kejang demam
sederhana (simple febris convulsion) biasanya berlangsung beberapa detik
dan jarang sampai 15 menit, serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam kompleks (complex febris convulsion) adalah kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit, terjadi kembali dalam waktu 24 jam. Kejang
demam kompleks dan kelainan struktural otak berkaitan dengan peningkatan
resiko terjadinya epilepsi (Widagdo, 2008).
Diperkirakan sebanyak 2 sampai 4 persen kejang demam terjadi
dibeberapa negara didunia. Angka kejadian kejang demam di Asia dilaporkan
lebih tinggi, kira-kira 20 persen kasus merupakan kejang demam kompleks.
Umumnya kejang demam timbul pada usia 17 sampai 23 bulan dan
kebanyakan terjadi pada anak laki-laki. Hasil rekam medis Rumah Sakit Anak
1
2
dan Bunda Harapan Kita Jakarta pada tahun 2008-2010, terdapat 86pasien
dengan kejang 41 (47,7 persen) pasien diantaranya mengalami kejang
berulang (Dewanti dkk, 2012).
Peningkatan suhu abnormal dalam rentang temperatur yang sempit,
370 C ( 98,60 F) ± 10 C dapat menimbulkan kerusakan dengan efek yang
permanen, seperti kerusakan otak sehingga bisa menyebabkan kematian.
Tubuh dapat secara sementara mengatur temperatur melalui mekanisme
tertentu, seseorang akan menggigil ketika bergerak dari lingkungan yang
hangat ke lingkungan yang bersuhu dingin. Timbulnya respon adaptif dapat
secara sementara meningkatkan temperatur tubuh (Perry dan Potter, 2005).
Teori konsep kebutuhan dasar manusia,pemenuhan kebutuhan
pengaturan suhu tubuh termasuk dalam kebutuhan fisiologis yang merupakan
hal yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Kebutuhan dasar
manusia secara fisiologis memiliki prioritas tertinggi daripada kebutuhan
dasar manusia lainnya, seperti kebutuhan rasa aman dan keselamatan,
kebutuhan rasa cinta memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri. Apabila kebutuhan dasar tidak tidak terpenuhi,
maka akan muncul suatu kondisi patologis salah satunya adalah hipertermi
(Mubarak dan Chayatin, 2008).
Hasil pengkajian yang dilakukan penuis pada An. S dengan Febris
Convulsion di bangsal flamboyan RSUD Sukoharjo, didapatkandata :Ny.
Smengatakan badan An. S panas dan saat di IGD disertai kejang dengan mata
melotot ke atas kurang lebih 1 menit, keadaan umum klienlemah,
3
tampakrewel, suhu tubuh
39,5o Celcius, akral teraba hangat, dan kulit
kemerahan yang mendukung hipertermi, sehingga dapat ditarik masalah
keperawatan hipertermi.
Berdasarkan masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
tindakan asuhan keperawatan hipertermi dengan kasus kejang demam (Febris
convulsion) pada anak, untuk penyelesaian tugas akhir program Diploma III
Keperawatan
dengan
KEPERAWATANHIPERTERMIPADA
judul
“ASUHAN
AN.
S
DENGANFEBRISCONVULSIONDIBANGSAL FLAMBOYAN RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan kasus hipertermi pada An. S denganfebris convulsion di
bangsal flamboyan RSUD Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajianhipertermi pada An. S dengan
febris convulsion.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatanhipertermi pada An.
S dengan febris convulsion.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatanhipertermi pada
An. S dengan febris convulsion.
d. Penulis mampu melakukan implementasihiperterni pada An. S dengan
febris convulsion.
4
e. Penulis mampu melakukan evaluasi hipertermipada An. S denganfebris
convulsion.
f. Penulis mampu menganalisa kondisi hipertermi yang terjadi pada An. S
denganfebris convulsion.
C. Manfaat Penulisan
a. Bagi penulis
Sebagai sarana dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman
khususnya dibidang keperawatan anak dan sebagai sarana untuk
mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan ke dalam
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada anakdengan
febris convulsion.
b. Bagi instansi
a. Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus febris
convulsion yang hasilnya dapat digunakan sebagai acuan bagi praktek
mahasiswa keperawatan.
b. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
penanganan pada anak dengan kasus febris convulsion dan dapat
memberikan sumbangan pemikiran dan informasi dibidang anak dalam
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan febris convulsion
5
c. Bagi masyarakat
Semoga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penanganan kejang
demam pada anak yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
dilingkungan masyarakat.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
Pada bab ini berisi tentang laporan asuhan keperawatan yang dilakukan
pada An. S dengan febris convulsion selama 3 hari mulai tanggal 22 - 24 April
2013 di bangsal Flamboyan RSUD Sukoharjo. Adapun laporan kasus yang akan
dikemukakan pada bab ini adalah proses keperawatan yang meliputi, pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
A. Identitas Pasien
Pasien dengan inisialAn. S, berusia 2 tahun 7 bulan 4 hari, tanggal
lahir 18 September 2010 dengan diagnosa medis febris convulsion. Selama di
rumah sakit penanggung jawab dari An. S adalah Ny. S, berusia 47 tahun.
Pekerjaan Ny. S swasta, hubungan dengan klien adalah nenek. Bertempat
tinggal di Jumapolo, Karanganyar. An. S tinggal satu rumah dengan Ny. S.
B. Pengkajian
Hasil dari pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 April 2013
pukul 11.00 WIB di bangsal Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo dengan pengkajian yang dilakukan secara auto anamnesa dan allo
anamnesa.
6
7
Keluhan utama,Ny. S mengatakan badan An. S panas. Riwayat
kesehatan saat ini,Ny. S mengatakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit
badan An. S panas, kemudian Ny. S memutuskan untuk memberikanobat
syrup penurun panas yang dibeli di apotek. Setelah pemberian obat syrup
selama 2 hari suhu badan An. S tidak turun kemudiankeluarga memutuskan
untuk membawa An.Ske RSUD Sukoharjo.Pada tanggal 21April 2013 pukul
09.00 WIB An. S beserta keluarga tiba di RSUD Sukoharjo dan diterima
melalui IGD.Ny. S mengatakan ketika di IGD An. S sempat mengalami
kejang dengan mata melotot ke ataskurang lebih 1 menit. Setelah dilakukan
penanganan di IGD infus RL 10 tetes per menit macro yang terpasang di
tangan kanan dan mendapatkan therapi injeksi, diazepam 3 mg, antalgin 75
mg. Setelah ± 2 jam kemudian An. S dipindahkan ke bangsal Flamboyan.
Riwayat kesehatan lalu adalah Ny. S mengatakan riwayat kelahiran
An. S lahir dengan kehamilan cukup bulan dan merupakan anak pertama. Ny.
S mengatakan ketika hamil ibu An. S selalu memeriksakan kehamilannya
rutin setiap bulan ke bidan terdekat dan rutin mengkonsumsi vitamin dari
bidan. Ny. S mengatakan selama persalinan ibu dan An. S tidak ada masalah.
An. S dilahirkan dengan berat badan 3000 gram dan dengan panjang badan
48 cm, An. S dilahirkan dengan keadaan sehat. Ny. S mengatakan An. S
sudah mendapat imunisasi lengkap seperti DPT, Polio, BCG dan Hepatitis B.
Riwayat penyakit sebelumnya Ny. S mengatakan An. S belum pernah
dirawat di rumah sakit dan mengalami pembedahan maupun mengalami
cidera, namun hanya pernah sakit batuk, pilek dan panas. Riwayat kesehatan
8
keluarga Ny. S mengatakan dalam keluarga tidak ada penyakit keturunan
seperti hipertensi, asma ataupun diabetes militus ataupun lainnya. Kebiasaan
merokok dalam keluarga, Ny. S mengatakan dalam keluarga ada yang
merokok yaitu adik kandung ibu An. S dan kakek dari An. S.
Pola istirahat dan pola tidur, Ny. S mengatakan sebelum sakit An. S
tidur kurang lebih 10 jam, mulai pukul 20.00 – 06.00. Selama dirawat di RS
An. S tidak bisa tidur karena takut dan tidak betah tinggal di RS. Ny. S
mengatakan An. S tidur di bangsal Flamboyan kurang lebih 5 sampai 6 jam
dan sering terbangun pada malam hari.
Pola eliminasi, Ny. S mengatakan sebelum sakit An. S biasanya buang
air besar 1 kali sehari. Selama sakit An. S buang air besar 1 hari sekali,
konsistensi lunak, warna kuning, bau khas. Ny. S mengatakan biasanya An. S
buang air kecil kurang lebih 4-5 kali per hari, selama sakit An. S buang air
kecil 3-4 kali per hari.
Riwayat nutrisi, Ny. S mengatakan sejak lahir An. S diberi minum
ASI dan susu formula. Pemberian ASI pada An. Sberlangsung selama 1,5
tahun tetapi pemberian susu formula masih berlangsung sampai sekarang.
Menurut Ny. S sejak usia An. S 4 bulan sudah diberikan makanan sereal
antara lain roti dan bubur buatan sendiri. Selama sakit nafsu makannya 3 kali
sehari, dengan 1 porsi habis. Ny. S mengatakan biasanya An. S minum 5-6
gelas per hari, selama sakit Ny. S mengatakan An. S minum 6-7 gelas per
hari.
Hasil penilaian status gizi An. S didapatkan nilai dengan Z-score,
berdasarkanWAZ :-1,3 (status gizi normal).Hasil pemeriksaan anthropometri
9
pada An. S adalah sebagai berikut: berat badan An. S 11,5 kilogram, tinggi
badan 92 centimeter. Hasil pengukuran lingkar kepala 45,7 centimeter,
lingkar lengan atas 16 centimeter.
Hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada An.
S diperoleh data sebagai berikut: keadaan umum pasien lemah, rewel, tingkat
kesadaran klien sadar penuh (composmentis) dengan nilai Glasgow Coma
Scale (GCS) 15 (Eye = 4, Verbal = 5, Motorik = 6). Hasil pemeriksaan
didapatkan suhu tubuh 39,5o C, respirasi 30 kali per menit dengan irama
reguler, nafas dalam, nadi 110 kali per menit dengan irama teratur dan teraba
kuat.
Hasil pemeriksaan kepala mesochepal, kulit kepala bersih, tidak ada
ketombe, tidak ada luka dan warna rambut hitam. Pada mata skelera tidak
ikterik, warna kornea jernih, konjungtiva tidak anemis, gerakan mata normal.
Hidung simetris, tidak ada sekret dan tidak ada polip. Hasil pengkajian pada
mulut, bibir tidak sianosis, tidak ada luka, simetris, dan tidak sumbing. Pada
leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak terdapat kaku kuduk, arteri
karotis teraba kuat.
Hasil pemeriksaan pada paru-paru ekspansi dinding dada kanan dan
kiri sama, saat dipalpasi vocal premitus kanan dan kiri sama, hasil
perkusisonor, dan saat diauskultasi suara vesikuler. Pemeriksaan jantung
inspeksiictus kordis tidak tampak, saat dipalpasi IC teraba paling kuat pada
SIC V, hasil perkusi pekak dan saat diauskultasi bunyi jantung 1,2 murni
tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan abdomeninspeksi simetris, tidak ada
10
jejas, saat diauskultasi bunyi bising usus 11 kali/menit, hasil pemeriksaan
perkusi tympani, dan saat dipalpasi tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran hati. Hasil pemeriksaan ekstremitas semua kekuatan otot klien
bernilai 5. Pergerakan ekstremitas atas sebelah kiri terbatas karena terpasang
infus. Pengkajian kulit, akral teraba hangat, kulit terlihat kemerahan, tidak
ada luka ataupun bekas luka, tekstur halus.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium pada An. S salah satunya terjadi
peningkatan leukosit diatas normal yaitu 22,4 103/µL (normal 4-10 103/µL),
sel darah merah 4,7 103/µL (normal 4,5-55 103/µL), Hemoglobin 12,5 g/dL
(11,5-13,00 g/dL), Hematokrit 37,6 % (34-39 %), kadar trombosit 227.
Terapi yang diberikan pada An. S antara lain Infus RL 10 tetes/menit
macro, amoxicilin 200mg/8 jam, diazepam 3mg (ketika klien kejang),
antalgin 75mg apabila suhu meningkat 38,5o Celcius, dan parasetamol 125
mg setiap 4 jam (ketika suhu tubuh panas).
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Hasil pengkajian yang telah penulis lakukanpada tanggal 22April
2012, pukul 12.40 WIB diatas didapatkan data subyektif, Ny. S mengatakan
badan An. S panas dan saat di instalasi gawat darurat disertai kejang dengan
mata melotot ke atas kurang lebih 1 menit.Data obyektif penulis memperoleh
data, keadaan umum klientampak lemah, rewel, suhu tubuh klien39,5o C,
kulit kemerahan dan akral hangat. Berdasarkan analisa data di atas dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit.
11
D. Perencanaan Keperawatan
Data yang diperoleh penulis dari pengkajian, setelah dianalisa muncul
suatu diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
Penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan, setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam,diharapkan tidak terjadi kenaikan
suhu tubuh dengan kriteria hasil anak tidak rewel, suhu tubuh dalam batas
normal 36,5-37,0 derajat celcius (Sigma, 2005), tidak terjadi kejang, akral
tidak hangat dan warna kulit tidak kemerahan.
Penulis merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
pada An. S antara lain pantau aktivitas kejang pasien dengan rasional untuk
membantu melokalisasi daerah otak yang terkena, pantau tanda-tanda vital
pasien dengan rasional mengetahui tanda-tanda vital dalam rentang normal,
ajarkan kompres air hangat dengan rasional memandirikan keluarga pasien
untuk mengatasi peningkatan suhu tubuh, ganti pakaian pasien dengan
pakaian yang tipis dengan rasional pengeluaran panas evaporasi dan
kolaborasi
pemberianantipiretik
dengan
mengurangi gejala demam atau panas.
E. Implementasi Keperawatan
rasional
meringankan
atau
12
Penyusunan rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis
kemudian dilakukan tindakan keperawatan pada An. S. Pada tanggal 22 April
2013, pukul 12.50 WIB implementasi yang dilakukan meliputi, memantau
aktivitas kejang, dengan respon subyektif Ny. S mengatakan An. S sudah
tidak kejang. Pada pukul 12.52 WIB penulis menganjurkan Ny. S untuk
memberikan obat parasetamol pada An. S. Pukul 13.04 WIB penulis
memantau tanda-tanda vital An. S suhu 39,5o C, respirasi 32 kali per menit,
nadi 112 kali per menit. Memberikan injeksi obat anti piretik Antalgin 75 mg
melalui selang infus.Pukul 13.12 WIB penulis mengajarkan kompres hangat
pada keluarga An. S,Ny. S terlihat mampu melakukan kompres hangat pada
An. S secara mandiri.
Pada hari Selasa tanggal 23April 2013 pukul 08.00 WIB penulis
memantau aktivitas kejang An. S, dengan respon subyektif Ny. S mengatakan
An. S sudah tidak kejang. Pukul 08.10 WIB penulis melakukan tindakan
mengobservasi tanda-tanda vital An. S dengan respon subyektif Ny. S
mengatakan An. S masih panas dan respon obyektif suhu An. S 38,7 derajat
celsius. Pukul 08.15 WIB penulis memberikan therapi injeksi amoxilin
200mg melalui selang infus. Pukul 09.00 WIB menganjurkan pada Ny. S agar
An. S menggunakan pakain yang tipis. Pukul 12.00 WIBpenulis
menganjurkan Ny. S untuk memberikan obat penurun panas paracetamol
125mg kepada An. S dengan data subyektif Ny. S bersedia menghaluskan
obat dan bersedia meminumkan kepada An. S. Pukul 12.10 WIB penulis
mengobservasi tanda-tanda vital, dengan respon subyektif Ny. S mengatakan
13
An. S badannya masih panas, respon obyektif suhu 38,4 derajat celcius,
respirasi 33 kali per menit, nadi 117 kali per menit, akral teraba hangat, kulit
kemerahan, dan An. S terlihatrewel. Pukul 13.00 WIB penulis menganjurkan
pada Ny. S untuk melakukan kompres air hangat seperti yang telah diajarkan
kepada An. S.
Hari Rabu 24 April 2013 pukul 08.00 WIB mengobservasi tandatanda vital An. S, data subyektif Ny. S mengatakan An. S sudah tidak panas
dan data obyektif suhu An. S 37,0o C, respirasi 31 kali/menit, irama reguler,
nadi 109 kali/menit, irama reguler dan teraba kuat. Pukul 08.10 WIB
memberikan obat injeksi amoxilin 200mg dengan data subyektif Ny. S
mengatakan bersedia dan data obyektif obat amoxilin masuk melalui selang
infus. Pukul 10.00 WIB menjelaskan tentang 6 benar obat.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan dengan metode subyektif,
obyektif, assesment, planing (SOAP), setelah beberapa implementasi
dilakukan, penulis melakukan evaluasi yang dilakukan setiap hari pada An. S,
sehingga penulis dapat mengetahui masalah apa yang dapat teratasi dan
masalah apa yang belum dapat teratasi serta dapat dilakukan tindakan lebih
lanjut.
Evaluasi pada hari Senin 22 April 2013 diperoleh hasil data subyektif,
Ny. S mengatakan An. S badannya panas, sudah tidak kejang. Berdasarkan
14
pengamatan secara obyektif diperoleh data suhu tubuh An. S 39,5o C,
respirasi 30 kali/permenit, irama reguler, nadi 110 kali/menit, irama reguler
dan teraba kuat, akral hangat, keadaan umum klien tampak lemah, warna kulit
kemerahan. Masalah keperawatan hipertermi pada An. S belum teratasi
sehingga intervensi dilanjutkan, pantau kejang An. S, pantau tanda-tanda
vital, anjurkan untuk memberikan pakain tipis, berikan obat penurun panas.
Adapun hasil evaluasi pada hari Selasa tanggal 23 April 2013 pukul
14.00 WIB diperoleh hasil bahwa Ny. S mengatakan An. S panas, sudah tidak
kejang. Berdasarkan hasil pengamatan secara obyektif suhu tubuh An. S 38,7o
C, respirasi 33 kali/menit, irama teratur, nadi117 kali/menit, irama reguler,
teraba kuat, kulit teraba hangat, warna kemerahan, An. S terlihat aktif, obat
parasetamol 125mg masuk, Ny. S terlihat memberikan kompres hangat di
ketiak An. S. Dari hasil evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah
keperawatan
hipertermia
belum
teratasi
sehingga
rencana
tindakan
keperawatan dilanjutkan meliputi pantau kejang dan pantau tanda-tanda vital,
berikan obat penurun panas paracetamol 125 mg, anjurkan cara mengkompres
dengan air hangat.
Pada hari Rabu tanggal 24April 2013 pukul 08.00 WIB, hasil evaluasi
dari tindakan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa Ny. S mengatakan
An. S badannya sudah panas dan tidak kejang. Berdasarkan hasil pengamatan
pada An. S secara obyektif didapatkan suhu 37,0o C, respirasi 33
kali/menit,irama reguler, nadi 116 kali/menit, irama reguler dan teraba kuat,
An. S terlihat bermain sambil tiduran, dan An. S terlihat tidak gelisah. Dari
15
hasil evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan
hipertermi teratasi sesuai dengan kriteria hasil seperti, An. S sudah tidak
rewel, suhu dalam rentang normal 36,5-37,0 (Sigma, 2005) derajat celcius ,
An. S sudah tidak kejang dan warna kulit tidak kemeraahan, sehingga
intervensi dihentikan. Memberikan penjelasan tentang pemberian obat di
rumah kepada keluarga An. S dengan cara 7 benar obat.
16
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang “ASUHAN
KEPERAWATAN HIPERTERMI PADA AN. S DENGAN FEBRIS
CONVULSION DI BANGSAL FLAMBOYAN DIRSUD SUKOHARJO”.
Prinsip dari pembahasan ini dengan memfokuskan kebutuhan dasar
manusia di dalam asuhan keperawatan. Selain itu penulis akan membahas
kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan kasus.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan, merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap
berikutnya, kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang
terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan
(Rohmad dan Walid, 2012).
Kejang demam adalah perubahan aktifitas motorik dan behavior
yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas, akibat adanya
aktifitas listrik abnormal di otak yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (Widagdo, 2012). Menurut Dewanti dkk (2012), menyebutkan
kejang demam terjadi karena kenaikan suhu rektal lebih dari 38 derajat
16
17
celcius yang disebabkan suatu proses ekstrakranium, umumnya terjadi
pada anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling
sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun dan terjadi pada kenaikan suhu tubuh di atas 380
celcius. Kenaikan suhu 10 celcius
akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 persen sampai 15 persen dan kebutuhan oksigen
akan meningkat 20 persen. Pada anak yang berumur 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65 persen dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang
dewasa
yang
hanya
15
persen,
sehingga
mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron. Terjadi lepasan muatan listrik
dalam waktu yang singkat, sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya, yang akhirnya terjadi kejang.
Ambang kejang yang rendah, terjadi pada suhu 380 celcius,
sedangkanambang kejang tinggi terjadi apabila suhu mencapai 400
celcius atau lebih (Ngastiyah, 2005).
Tanda gejala pada anak yang mengalami kejang demam antara
lain wajah anak akan menjadi biru, mata berputar, dan anggota badan
akan bergetar dengan hebat, ikterik, suhu tidak stabil (Muscari, 2005).
Menurut Purwanti dan Maliya (2008), kejang demam biasanya
didapatkan fase iktal antara lain gigi mengatup, sianosis, pernafasan
cepat atau menurun, peningkatan sekresi mucus, peningkatan nadi,
sedangkan pada fase post iktal dapat terjadi apneu. Akibat kejang
18
dapat terjadi fraktur, kerusakan jaringan lunak atau gigi cedera selama
kejang.Pada aktivitas dan kekuatan otot dapat terjadi keletihan,
kelemahan umum, perubahan tonus otot atau kekuatan otot. Mual,
muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, serta pada
integumen ditemukan akral hangat dan kulit kemerahan.
Menurut Widagdo (2006) kejang demam diklasifikasikan
menjadi 2 macam yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam dapatdikatakan kejang demamsederhana,
apabila
kejang
berlangsung
kurang
dari
15
menit,
tidak
memperlihatkan tanda dan gejala yang signifikan pada fase iktal,
sedangkan pada fase post iktal dapat terjadi apneu, serta tidak
berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih
dari 30 menit. Sedangkan kejang demam kompleksmemiliki durasi
lebih lama, ada tanda dan gejala yang signifikan pada fase iktal dan
post iktal.
Pada kasus kelolaan penulis,tanda dan gejala pada An. S
denganfebris convulsion, termasuk dalam fase iktal dan merupakan
kategori kejang sederhana. Tanda gejala tidak semuanya muncul pada
An. S, sepertiwajah anak akan menjadi biru, anggota badan bergetar
dengan hebat, gigi mengatup, pernafasan cepat atau menurun,
peningkatan sekresi mucus dan terjadi peningkatan nadi. Pada An. S
tanda dan gejala yang muncul pada tanggal 22 April 2012 pukul 11.00
WIB saat dilakukan pengkajian riwayat penyakit sekarang, Ny. S
19
mengatakan badan anak An. S panas dan disertai kejang ± 1 menit
dengan mata melotot keatas ketika di IGD.
Hasil pemeriksaan
keadaan umum klien lemah, tampak rewel, tingkat kesadaran klien
sadar penuh (composmentis) dengan nilai Glasgow Coma Scale
(GCS)= 15 ( eye = 4, verbal = 5, motorik = 6). Pemeriksaan fisik:
suhu tubuh 39,5 derajat celcius, respirasi 32 kali per menit dengan
irama teratur dan dalam, nadi 110 kali per menit, dengan irama reguler,
dan teraba kuat, akral teraba hangat, warna kulit kemerahan.
Menurut
Widagdo
(2012),
menyebutkan
bahwa
faktor
resikoterjadi kejang demam antara lain pada genetik kembar
monozygot, riwayat keluarga (sanak keluarga sederajat 1 dan 2) dan
keterlambatan perkembangan.
Berdasarkan kasus yang penulis kelola, An. S berjenis kelamin
perempuan yang berusia 2 tahun 7 bulan dari hasil pemeriksaan TTV
(tanda-tanda vital) didapatkan suhu 39,5 derajat celcius yang beresiko
terjadi kejang demam. Selain itu berdasarkan hasil penelitian diatas
tentang faktor resiko terjadinya bangkitan kejang demam pada An. S
sangat kecil karena dari riwayat keluarga An. S tidak ada yang
mengalami epilepsy.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah penilaian klinis tentang individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual
taupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
20
mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab (Rohmad dan
Walid, 2012).
Hasil pengkajian terhadap pasien, penulis merumuskan masalah
keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakitfebris
confulsion.
Masalah
keperawatan
hipertermi
tersebut
lebih
diprioritaskan penulis dari beberapa masalah keperawatan yang
muncul pada pasien. Penulis lebih memperioritaskan peningkatan suhu
tubuh karena keluhan utama yang diungkapkan Ny. S adalah An. S
mengalami peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh yang
dialami An. S sudah melebihi batas normal 36,50sampai 37,00 celcius
(Sigma 2004), sehingga harus segera diatasi karena kebutuhan
pengaturan suhu tubuh merupakan kebutuhan dasar manusia yang
harus dipenuhi pada anak.
Menurut Tamsuri (2006), hipertermi adalah suatu keadaan ketika
individu mengalami atau beresiko mengalami kenaikan suhu tubuh
terus-menerus lebih dari 37,80celcius (1000 F) per oral atau
38,90celcius(1010F) per rektal karena faktor eksternal. Pada masalah
keperawatan hipertermi ditandai dengan suhu tubuh meningkat di atas
rentang normal, frekuensi nafas meningkat, kejang atau konvulsi, akral
hangat dan kulit kemerahan (Nanda, 2010).
Hasil pengkajian pada An. S, Ny. S mengatakan An. S badannya
panas, sempat mengalami kejang kurang lebih 1 menit waktu di IGD.
21
Hasil pemeriksaan suhu tubuh 39,5 derajat celcius, akral teraba hangat,
kulit kemerahan.
3. Intervensi
Intervensi adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi
dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan
sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan maslah
dengan efektif dan efisien (Rohmah dan Walid, 2012).
Setelah menentukan diagnosa keperawatan kemudian penulis
menyusun
teori.Setelah
rencana
dan
dilakukan
tindakan
keperawatan
tindakan
keperawatan
sesuai
selama
dengan
3x24
jam,diharapkan tidak terjadi kenaikan suhu tubuh dengan kriteria hasil
anak tidak rewel, suhu tubuh dalam batas normal 36,5-37,0 derajat
celcius (Sigma, 2005), tidak terjadi kejang, akral tidak hangat dan
warna kulit tidak kemerahan.Tujuan
An. S dapat menunjukkan
termoregulasi sehingga kebutuhan pengaturan suhu tubuh An. S dapat
terpenuhi.Tindakan keperawatan yang dilakukan meliputi pantau
aktivitas kejang pasien, pantau tanda – tanda vital pasien, anjurkan
untuk menggunakan pakaian yang tipis, mengajarkan kompres hangat
dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.
Perencanaan untuk kasus kejang demam antara lain monitoring
vital sign (monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan,
pertahankan secara berkesinambungan monitoring suhu tubuh,
22
monitoring warna kulit, suhu dan kelembutan, dan identifikasi dari
penyebab perubahan vital sign) dan penanganan demam meliputi
pemberian antipiretik jika diperlukan, ganti pakaian dengan pakaiaan
yang tipis, pastikan anak memperoleh banyak udara segar tanpa
menjadi kedinginan, berikan tapid sponge bad dengan air hangat dan
berikan intake cairan yang adekuat. Selain itu pasang IV line untuk
memenuhi kebutuhan cairan, berikan sirkulasi udara yang baik dan
berikan oksigen jika diperlukan (Wilkinson, 2007).
4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru
(Rohmah dan Walid, 2012).
Menurut Schartz (2005), memantau aktifitas kejang untuk
mengenali kasus kejang dan mengobservasi apabila terjadi kejang
berulang. Pada kasus kelolaan, An. S mengalami kejang kurang lebih 1
menit ketika di IGD dan tidak mengalami kejang berulang.
Memantau tanda-tanda vital, pengumpulan dan analisis data
kardiovaskuler, respirasi dan suhu tubuh untuk menentukan serta
mencegah komplikasi (Wilkinson, 2007). Pada An. S suhu 39,5o C,
respirasi 32 kali per menit, dengan irama reguler dan dalam, nadi 112
23
kali per menit, irama reguler dan teraba kuat, kulit teraba hangat,
warna kulit kemerahan.
Menurut Harold dalam jurnal
Purwanti dan Maliya (2005),
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh
antara lain mengenakan pakaian yang tipis, menganjurkan banyak
minum, banyak istirahat, memberikan kompresdan bisa juga dengan
memberikan obat penurun panas. Teknik dalam memberikan kompres
dalam upaya menurunkan suhu tubuh ada beberapa macam diantaranya
kompres hangat basah, kompres hangat kering, kompres dingin basah,
kompres dinginkering, bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran,
busur panas. Pemberian kompres air hangat pada daerah tubuh akan
memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang,
sehingga terjadi vasodilatasi dan menyebabkan pembuangan atau
kehilangan panas melalui kulit meningkat atau berkeringat (Tamsuri,
2007).
Menurut Purwanti dan Maliya (2008), mengganti pakaian dengan
pakaian yang tipis dan pastikan klien mendapat udara segar tanpa
menjadi kedinginan. Menggunakan pakaian yang tipis, panas yang
berlebih akan keluar melalui keringat lalu menguap ke udara
(prosesevaporasi).
Menurut Ngastiyah (2005), kejang demam yang terjadi pada saat
anak mengalami kenaikan suhu harus segera diberikan obat antipiretik.
Obat antipiretik untuk pasien kejang demam biasanya telah bersama-
24
sama dengan anti konvulsan. Perlu diingat bahwa pada klien yang akan
mengalami kenaikan suhu dapat terjadi karena adanya infeksi seperti
faringitis, OMA (Otitis Media Akut) atau infeksi lainnya, sehingga
juga harus ada antibiotic misal amoxilin. Apabila belum ada antibiotik
pasien harus dibawa berobat karena tanpa antibiotik demam hanya
akan turun sebentar dan akan naik lagi. Disamping obat-obat tersebut
pasien perlu diberi banyak minum dan apabila suhu tinggi dapat
diberikan kompres dingin secara intensif.
Penatalaksanaan pada An. S yang mengalami peningkatan suhu
tubuh sebelum dirawat di RSUD Sukoharjo, hanya diberikan obat
syrup penurun panas antipiretik oleh Ny. S dan selama 2 hari suhu
badan An. S tidak turun.Hal tersebut membuktikan, bahwa
penatalaksanaan hipertermi secara farmakologispada kejang demam
memerlukan terapi antibiotik, seperti teori yang dijelaskan diatas.
Terapi yang diberikan pada An. S meliputi pemberian parasetamol 125
mg sebagai antipiretik melalui oral dan terapi injeksi amoxicilin 200
mg per 8 jam sebagai antibiotic. Hasil pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan laboratorium An. S terjadi infeksiyang ditandai dengan
peningkatan leukosit 22,4 103/µL (normal 4-10 103/µL).
5. Evaluasi
Evaluasi
adalah
penilaian
dengan
cara
membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan
25
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid,
2012).
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada An. S selama tiga
hari dari tanggal 22 sampai 24 April 2013 hasil evaluasi yang
didapatkan oleh penulis adalah masalah hipertemi yang terjadi pada
An. S sudah teratasi dibuktikan dengan data subjektif, Ny. S
mengatakan An. S sudah tidak kejang dan panas. Data objektif yang
mendukung hasil evaluasi An. S tampak tenang dan aktif bermain
boneka. Suhu tubuh 37,0 derajat celcius, nadi 116 kali permenit
dengan irama teratur dan kualitas kuat, respirasi 33 kali permenit
dengan irama reguler. Hasil analisa data masalah keperawatan
hipertermi pada An. S sudah teratasi sesuai dengan kriteria hasil
seperti, An. S sudah tidak rewel, suhu dalam rentang normal 36,5-37,0
derajat celcius (Sigma, 2005), An. S sudah tidak kejang dan warna
kulit tidak kemeraahan, sehingga intervensi dihentikan.
B. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan Study kasus mengenai Asuhan
Keperawatan Kebutuhan Pengaturan Suhu Tubuh pada An. S yang
berusia 2 tahun 7 bulan dengan hipertermi pada kasus febris
convulsion di RSUD SUKOHARJO dapat disimpulkan sebagai
berikut:
26
a. Hasil pengkajian yang dilaksanakan pada An. S dengan hipertermi
pada kasusfebris convulsion meliputi badan An. S panas disertai
kejang ± 1 menit ketika di UGD dan data obyektif yang diperoleh
penulis, keadaan umum An. S lemah, klien tampak
rewel, suhu
tubuh pasien 39,5 derajat celcius, warna kulit kemerahan dan akral
hangat.
b. Perumusan diagnosa keperawatan pada An. S dengan hipertermi
pada kasus febris convulsion adalah hipertermi berhubungan
dengan proses penyakit.
c. Perencanaan keperawatan pada An. S, meliputi pantau aktivitas
kejang pasien, pantautanda – tanda vital pasien, ganti pakaian
dengan pakaian yang tipis, ajarkan kompres hangat dan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik.
d. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada An. S dengan
febris convulsion meliputi memantau aktivitas kejang pasien,
memantautanda – tanda vital pasien, mengganti pakaian pasien
dengan pakaian yang tipis, mengajarkan kompres hangat dan
mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan
antipiretik.
e. Hasil evaluasi yang dilakukan penulis pada hari ke 3 pada tanggal
24 April 2013 hasil evaluasi yang didapatkan oleh penulis adalah
masalah hipertemi yang terjadi pada An. S sudah teratasi
dibuktikan dengan data subjektif, Ny. S mengatakan An. S sudah
27
tidak kejang dan panas. Data objektif yang mendukung hasil
evaluasi An. S tampak tenang dan aktif bermain boneka. Suhu
tubuh 37,0 derajat celcius, nadi 116 kali permenit dengan irama
teratur dan kualitas kuat, respirasi 33 kali permenit dengan irama
reguler, intervensi dihentikan. Memberikan penjelasan tentang
pemberian obat di rumah kepada keluarga An. S dengan cara 7
benar obat.
f. Kasus yang terjadi pada An. S adalah kejang demam sederhana dan
masuk ke dalam fase iktal. Asuhan keperawatan selama 3x24 jam
masalah keperawatan hipertermi teratasi.
2. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan febris convulsion, penulis ingin memberikan masukan yang
positif dalam pengelolaan pasien meliputi :
a. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan pelayanan kesehatan dapat meningkatkan mutu
pelayanan terhadap pasien tanpa melihat latar belakang status
ekonomi pasien, menjalin hubungan yang baik dengan keluarga
pasien maupun tim kesehatan lainnya serta dapat menambah
fasilitas pelayanan yang menunjang.
28
b. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat.
Hal tersebut dapat menambah masukan bagi perawat
khususnya dalam memberikan pelayanan yang lebih profesional
kepada pasien dan menjaga hubungan kerjasama yang baik
terhadap keluarga pasien maupun tim kesehatan lainnya.
c. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan
mampu
meningkatkan
wawasan
dalam
kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan kasusfebris convulsion pada khususnya dan dapat
digunakan sebagai acuan bagi praktek mahasiswa keperawatan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Dewanti, dkk. 2012. Kejang Demam dan Faktor yang Mempengaruhi
Rekurensi.http://www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=212.
Diakses
pada tanggal 14 Mei 2013, Jam : 21.00 WIB.
Kania, Nia. 2007. Penatalaksanaan Demam Pada Anak. pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/.../penatalaksanaan_demam_pada_anak.pdf. Diakses pada tanggal
18 Mei 2013, Jam : 23.00 WIB.
Mubarak dan Chayati. 2007.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan
Aplikasi dan Praktik. Jakarta:EGC.
Muscari, E. Mary. 2005. Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Nanda. 2010. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2009-2011. Jakarta: Prima
Medika.
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Rohmad dan Walid. 2012. Proses Keperwatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: ArRuzz Media.
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC.
Purwanti dan Ambarwati. 2008. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan
Suhu Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia Di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Dr.
Moewardi
Surakarta.
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/484/2f.pdf?s
equence=1, Diakses tanggal 16 Mei 2013, Jam : 22.00 WIB.
Purwanti dan Maliya. 2008. Kegawatadaruratan Kejang Demam pada
Anak.http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=abstrak+kejang+demam+
pada+anak&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CDEQFjAC&url=http://p
ublikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/487/2i.pdf%3Fseque
nce%3D1&ei=_zemUbSlFobtrAe8qIGABg&usg=AFQjCNG7B9bmgLW
YTLPXUz3FnUUZ59CEOA&bvm=bv.47008514,d.bmk. Diakses pada
tanggal 16 Mei 2013, Jam : 22.00 WIB.
Sigma. 2005. Hubungan antara Motivasi dan Pengetahuan Orang Tua dan
Tindakaan Penggunaan Produk Obat Demam Tanpa Resep untuk Anakanak
di
RW
V
Kelurahan
Terban
Tahun
2004.
30
http://www.jurnalsigma.com. Diakses pada tanggal 16 Mei 2013, jam
10.00 WIB
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
Tamsuri, Anas. 2006. Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta: EGC.
Widagdo, 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam.
Jakarta: CV Sagung Seto.
Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 7. Jakarta:
EGC.
Yuana, dkk. 2010. Korelasi Kadar Seng Serum dan Bangkitan Kejang
Demam.http://eprints.undip.ac.id/. Diakses tanggal 17 Mei2013,Jam: 12:19
PM.
Download