1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi semakin besar. Tujuan mengkonsumsi pangan bukan hanya sekedar untuk menutupi rasa lapar namun sebagai sumber utama dalam pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi, yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral untuk menjaga kesehatan tubuh (Purnawijayanti 2001). Protein merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan bagi tubuh manusia. Fungsi protein bagi tubuh manusia adalah sebagai penyusun senyawa-senyawa biomolekul yang berperan penting dalam proses biokimiawi, mengganti sel-sel jaringan yang rusak, pembentukan sel-sel baru, sarana kontraksi otot dan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit (Sudarmadji et al. 2007). Protein pada umumnya dipertahankan oleh dua jenis ikatan kovalen yang kuat (peptida dan sulfida) dan tiga jenis ikatan non kovalen yang lemah (hidrogen, hidrofobik, dan elektrostatik). Protein tersusun atas asam amino. Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk mensintesis beberapa asam amino kecuali sembilan asam amino diantaranya isoleusin, leusin, lisin, methionin, fenilalanin, threonin, triptofan, valin, dan histidin (Sumardjo 2008). Kebutuhan asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi protein hewani seperti yang dihasilkan oleh biota perairan. Protein hewani dapat berasal dari biota perairan, yaitu ikan, krustasea, gastropoda, dan lain-lain. Protein biota perairan mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Protein biota perairan mengandung lisin dan metionin yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein susu dan daging. Protein hewani dikonsumsi oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan protein dalam tubuh (Purnawijayanti 2001). Berdasarkan sifatnya, biota perairan merupakan biota yang mudah mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh penanganan dan pengolahan yang kurang tepat dan cepat sehingga dapat mempengaruhi 2 kandungan gizi yang terkandung dalam biota tersebut. Salah satu proses pengolahan yang tepat pada biota perairan yaitu melalui pengolahan dengan suhu tinggi yaitu melalui proses perebusan (Afrianto dan Liviawaty 1989). Keong matah merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu jenis biota perairan laut yang belum optimal di dalam pemanfaatannya. Pada umumnya masyarakat mengkonsumsi keong matah merah dengan cara direbus. Keong matah merah mengandung 11,8% protein dan 4,5% kadar abu (Purwaningsih 2006). Protein tersebut sangat penting keberadaannya dalam tubuh karena protein mempunyai peran dalam mengontrol pertumbuhan tubuh dan metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Penelitian ini dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui serta mempelajari pengaruh pengolahan (pengukusan, perebusan, dan perebusan dengan penambahan garam) terhadap kandungan protein dan asam amino daging keong matah merah. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian pengaruh pengolahan terhadap profil protein dan asam amino pada keong matah merah (Cerithidea obtusa) adalah sebagai berikut : 1) menentukan rendemen keong matah merah (Cerithidea obtusa); 2) menentukan komposisi kimia (kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu) dan kadar abu tak larut asam dari daging keong segar dan keong yang telah mengalami proses pengolahan; 3) menentukan kandungan asam amino daging keong segar dan keong yang telah mengalami proses pengolahan; 4) menentukan pengolahan terbaik pada keong matah merah; 5) menentukan kandungan taurin daging keong segar dan daging keong hasil pengolahan terbaik.