BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian Magnet Magnet adalah suatu materi yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet juga merupakan material maju yang sangat penting untuk beragam aplikasi teknologi canggih, berfungsi sebagai komponen pengubah energi gerak menjadi listrik dan sebaliknya, seperti: otomotif, elektronik dan energy (Collocott, S.J.,2007). Peningkatan efisiensi energi seperti pada sistem generator listrik, sistem penggerak listrik/motor listrik, otomatisasi industri dan lainnya sangat ditentukan oleh sifat material magnet tersebut (Sardjono, 2012). Kata magnet berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu Magnesian. Magnesia adalah nama sebuah wilayah Yunani pada masa lalu, dimana terdapat batu magnet yang ditemukan sejak zaman dulu di wilayah tersebut. Magnet selalu memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan selatan. Walaupun magnet itu dipotong-potong sampai kecil, potongan tersebut akan tetap memiliki dua kutub (Vlack, 2014). Fenomena magnetisme (kemagnetan) sebenarnya telah diamati manusia sejak beberapa abad sebelum masehi. Pada masa lampau magnet dikenal sebagai sebuah material berwarna hitam yang disebut lodestone dan dapat menarik besi serta benda – benda logam lainnya. Batu magnet ditemukan pertama kali di Magnesia, Asia kecil dan penggunaannya dalam praktek yang pertama dipertunjukkan oleh bangsa Cina pada tahun 2637 sebalum Masehi, berupa kompas kutub (kompas penunjuk kutub bumi (Julia, 2011). Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam. Sebuah magnet terdiri atas magnetmagnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet-magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Magnet Universitas Sumatera Utara dapat menarik benda lain, bahkan ada yang tertarik lebih kuat dari benda lainnya, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik magnet yang tinggi. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik magnet rendah (Julia, 2011). 2.2 Magnet Permanen Produk magnet permanen ada dua macam, dibagi berdasarkan teknik pembuatannya yaitu magnet permanen isotropi dan magnet permanen anisotropi. (b) (a) Gambar 2.1. Arah Partikel Pada Magnet, (a) Arah partikel acak (Isotropi). (b) Arah partikel searah (Anisotropi) (Masno G, 2006) Magnet permanen isotropi merupakan magnet dimana arah domain magnet partikel-partikelnya masih acak. Sedangkan magnet anisotropi pada pembentukkan dilakukan didalam medan magnet, sehingga arah domain magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanensi magnet yang lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi. Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan densitas fluks magnet, B yang tinggi dari suatu volume magnet tertentu. Sifat stabilitas magnetik yang baik terhadap efek temperatur dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh demagnetisasi. Pada prinsipnya, suatu kemagnetan permanen haruslah memiliki karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen (Br) dan koersivitas intrinsik (JHc) serta temperatur curie (Tc) yang tinggi (Manaf, 2013). Universitas Sumatera Utara 2.3 Sifat-Sifat Magnet Permanen Sifat-sifat magnet permanen (hard ferrite) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran bulir (grain size), dan orientsi kristal. Parameter kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan kehilangan sifat kemagnetannya temperaturnya sama dengan Tc (Kerista Sebayang, dkk, 2013). 2.4 Sifat Intrinsik Kemagnetan Fasa Magnetik Beberapa sifat kemagnetan dasar yang penting dari fasa magnetik dapat disebutkan antara lain koersifitas intrinsik (JHC), remanen (Jr), polarisasi total (Js), medan anisotopi (HA), produk energi maksimum (BH)max, dan temperatur Curie (TC). Berikut ini merupakan latarbelakang teori dan sifat kemagnetan. 2.4.1 Loop Histeresis Remanen dan koersivitas adalah besaran kemagnetan yang dapat didefinisikan dari suatu loop histerisis magnet. Pada dasarnya loop tersebut merepresentasikan suatu proses magnetisasi dan demagnetisasi oleh suatu medan magnet luar, (H). Medan magnet luar yang digunakan untuk memagnetisasi ditingkatkan dari nol, maka magnetisasi M atau polarisasi J dari magnet akan bertambah besar dan mencapai tingkat saturasi pada suatu medan magnet luar tertentu. Dengan melakukan sederetan proses magnetisasi yaitu penurunan medan magnet luar menjadi nol dan meneruskannya pada arah yang bertentangan, serta meningkatkan besar medan magnet luar pada arah tersebut dan menurunkannya kembali ke nol kemudian membalikkan arah seperti semula, maka magnetisasi atau polarisasi dari magnet permanen terlihat membentuk suatu loop (Manaf, 2013). Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah atau soft magnetic materials dan material magnetik kuat atau hard magnetic materials. Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifitasnya. Soft magnetic memiliki medan koersifitas yang lemah, sedangkan hard magnetic materials memiliki medan koersifitas yang kuat. Hal ini lebih jelas digambarkan dengan kurva histerisis atau hysteresis loop pada Gambar 2.2. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Kurva Histerisis (Hilda Ayu, 2013) Pada kurva histeresis (gambar 2.2) menunjukkan kurva histeresis untuk soft magnetic materials pada gambar (a) dan hard magnetic materials pada gambar (b). H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual (Br), dan diperlukan medan magnet (Hc) yang disebut gaya koersifitas, diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Soft magnetic materials mudah dimagnetisasi dan mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.2 (a). Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Soft magnetic materials dapat mengalami magnetisasi dan tertarik ke magnet lain, namun sifat magnetiknya hanya akan bertahan apabila magnet berada dalam suatu medan magnetik. Soft magnetic materials tidak mengalami magnetisasi yang permanen. Perbedaan antara magnet permanen atau magnet keras, dengan magnet lunak jelas terlihat pada loop histeresis seperti pada Gambar 2.2. Magnet keras menarik domain material lain yang mengalami magnetisasi menuju dirinya. Magnet jenis ini dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang sangat lama. Ketika suatu material magnetik dimasukkan ke dalam suatu medan magnetic (H), garis – garis gaya yang berdekatan dihimpun dalam meterial tersebut sehingga meningkatkan densitas fluks. Secara teknis, terjadi peningkatan induksi magnetik, B. Tentu saja, besarnya induksi bergantung pada medan magnetik dan jenis material magnet tersebut. Peningkatan induksi tidak linear Universitas Sumatera Utara tetapi mengikuti hubungan B – H yang melonjak ke level yang lebih tinggi, dan kemudian bertahan mendekati konstan di dalam medan magnetik yang tetap lebih kuat. Kurva histerisis dari suatu magnet permanen memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok. Ketika medan magnetik dihilangkan, sebagian besar induksi dipertahankan agar menghasilkan induksi remanen (Br). Medan terbalik, disebut medan koersifitas (-Hc), diperlukan sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan loop lengkap dari suatu magnet lunak, loop lengkap suatu magnet permanen mempunyai simetri 180°. Hasil-kali antara medan magnetik (A/m) dan induksi (V.s/m2) adalah energi persatuan volume, daerah terintegrasi di dalam loop histerisis adalah energi yang diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus magnetisasi dari 0 ke (+H), ke (–H) dan kembali ke 0. Energi yang diperlukan magnet lunak sangat kecil, sedangkan magnet keras memerlukan energi yang cukup besar dan pada kondisi ruang demagnetisasi tidak akan terjadi. Magnetisasinya adalah magnetisasi yang permanen. Untuk itu, magnet keras (hard magnetic) dapat juga disebut sebagai magnet permanen. Beberapa sifat dari magnet permanen dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Sifat Beberapa Magnet Keras (Hilda Ayu, 2013) Medan Hasil Kali Remanensi Koersifitas Demagnetisasi Br -Hc Maksimum (V.s/m2) (kA/m) BHmaks (kJ/m3) Baja karbon-biasa 1,0 4 1 Alnico V 1,2 55 34 Feroxdur (BaFe12O19) 0,4 150 20 RE – Co * 1,0 700 200 Material Magnetik Nd2Fe14B 1600 * Tanah jarang – kobalt, khususnya samarium Magnet permanen dapat ditandai dari medan koersifitas (-Hc), diperlukan untuk mengembalikan induksi ke nol. Suatu nilai sebesar -Hc = 1000 A/m sering digunakan untuk memisahkan magnet lunak dan magnet keras (permanen). Universitas Sumatera Utara BHmaks merupakan satu ukuran yang lebih baik, karena hasil-kali ini menunjukkan hambatan energi kritis yang harus dilampaui agar demagnetisasi bisa terjadi (Manaf, 2013). 2.4.2Polarisasi Total Fasa Magnetik Polarisasi total (Js) atau magnetisasi total (Ms) dari suatu fasa didefinisikan sebagai jumlah total momen magnet atom-atom yang terdapat di dalam fasa magnetik perunit volume sebagaimana dituliskan pada persamaan (2.1) berikut ini. 𝑀𝑠= ∑ (2.1) dengan: Ms = jumlah total momen magnet atom-atom yang terdapat di dalam fasa magnetik perunit volume (A.m-1), = momen magnet per atom i (Bohr magneton), 1 μB = 9,273 x 10-24J.T-1 V = volume sel satuan fasa, dan N = jumlah jenis atom pada sel satuan fasa. Sedangkan Js mengambil bentuk seperti persamaan (2.2) dan memiliki satuan Tesla (T). Js = μoMs (2.2) dengan: μo = permeabilitas udara (1 μo = 4 𝜋 x 10-7 H.m-1), dan Js = polarisasi total (tesla). 2.4.3 Medan Anisotropi (Anisotropy Field) Fasa Magnetik Anisotropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stress, dan lain sebagainya. Kebanyakan material feromagnetik memiliki anistropi kristal yang disebut magnetocrystalline anisotropy. Kristal ini memiliki arah magnetisasi yang disukai dan disebut sebagai arah mudah. Apabila magnetisasi dilakukan searah dengan sumbu mudah ini, maka keadaan jenuh dapat tercapai pada medan magnet luar yang relatif kecil. Sebaliknya, bila magnetisasi dilakukan searah sumbu keras, keadaan saturasi Universitas Sumatera Utara dapat dicapai pada aplikasi medan magnet yang relatip tinggi. Oleh karena itu, untuk menimbulkan sifat anisotropi, magnet dibuat agar memiliki arah yang disukai tersebut (preferred direction). Pada keadaan stabil, arah momen magnet atau magnetisasi kristal adalah sama dengan arah sumbu mudah. Pada konfigurasi keaadan stabil ini energi total dalam magnet adalah minimum. Sumbu kristal yang lain disebut sumbu keras, dimana kemagnetan pada arah ini meningkatkan energi kristal. Oleh karena itu diperlukan suatu energi untuk mengubah arah vektor magnetisasi yang tadinya searah dengan sumbu mudah. Energi yang diperlukan untuk mengarahkan arah momen magnet menjauhi sumbu mudahnya disebut magnetocrystalline energy atau anisotropy energy (Manaf, 2013). 2.4.4 Produk Energi Maksimum (BH)max (BH)max merupakan sifat yang paling utama dari suatu magnet permanen yang menunjukkan energi persatuan volume magnet yang dipertahankan di dalam magnet. Besaran ini diturunkan dari kurva kuadran (kurva demagnetisasi) dari loop histerisis sehingga diperoleh kurva (BH) yaitu perkalian antara B dan H sebagai fungsi H. Jadi, kurva (BH) sebagai fungsi H tersebut tidak lain adalah tempat kedudukan titik – titik luasan di bawah kurva demagnetiasi. Secara skematik, penentuan kurva (BH) dari kurva demagnetisasi ditunjukkan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Penentuan Nilai (BH)max dari Kuadran ke-II Loop Histerisis (Manaf, 2013) Universitas Sumatera Utara Sejak ditemukan fasa magnetik ReFeB pada tahun 1983, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mencapai nilai (BH)max tertinggi. Berbagai usahateknik preparasi telah dikembangkan dan disain mikrostruktur dioptimalkan. Namun, nilai (BH)max dari magnet permanen Nd-Fe-B tertinggi yang pernah dicapai pada skala laboraturium baru mencapai ~ 400 kJ.m-3, yaitu kira-kira 78% dari nilai intrinsiknya (Manaf, 2013). Jelaslah, penelitian tentang magnet Re-Fe-B masih terus berlanjut meskipun pada saat ini magnet permanen kelas ini telah diproduksi secara komersial (Manaf, 2013). 2.4.5 Temperatur Curie Fasa Magnetik Temperatur Curie (TC) dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana terjadi perubahan dari keteraturan feromagnetik menjadi paramagnetik. Dengan kata lain, di atas TC, material magnet memiliki magnetisasi yang terlalu rendah. Dengan demikian TC juga merepresentasikan kekuatan interaksi pertukaran antar spin-spin elektron atom. Suatu magnet diharapakan memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur, terutama pada aplikasi-aplikasi dinamik, seperti pada: motor dan generator. Dalam kasus ini perubahan temperatur diharapkan tidak mengurangi sedikitpun magnetisasi magnet agar unjuk kerja magnet tetap tinggi. Hal ini mungkin dapat terjadi apabila magnet tersebut memiliki nilai TC yang tinggi (Hilda, 2013). 2.5 Magnet Keramik Magnet keramik memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai aplikasi, khususnya dalam rangkaian-rangkaian frekuensi tinggi dimana rugi-rugi arus eddy dalam logam sangat tinggi. Keramik sendiri adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi. Kegunaannya adalah untuk dibuat berbagai keperluan desain teknis khususnya dibidang kelistrikan, elektronika, dan mekanik, serta memanfaatkan material keramik tersebut sebagai bahan magnet permanen. Material ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah kumparan atau solenoida untuk mempertahankan medan magnet yang dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen jenis ini juga Universitas Sumatera Utara dapat memberikan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang terus menerus. Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya merupakan golongan ferit, merupakan oksida yang disusun oleh hematit (α-Fe2O3) sebagai komponen utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet luar yang diberikan dihilangkan. Material ferit dikenal sebagai magnet keramik, bahan itu tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO.(Fe2O3)6, dimana M adalah Ba, Sr atau Pb. 6Fe2O3 + BaCO3 BaO.6Fe2O3+ CO2 Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas: 1. Ferit lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni, Co, Fe, Mn, dan Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat bahan ini mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, serta koersivitas yang rendah. 2. Ferit keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe12O19, dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar dengan sumbu c. 3. Ferit berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada temperatur secara khas. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom. Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur hexagonal close-pakced (HCP). Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah Barrium Ferrite (BaO.6Fe2O3), dapat juga barium digantikan bahan yang menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti Strontium. Material magnetikferit yang memiliki sifat-sifat campuran beberapa oksida logam valensi II, dimana oksida besi valensi III (Fe2O3) merupakan komponen yang utama. Ferit lunak mempunyai struktur kristal kubik dengan rumus umum MO. Fe2O3dimana M adalah Fe, Mn, Ni, dan Zn atau gabungannya seperti Mn-Zn dan Ni-Zn. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, memori komputer, induktor, recording heads, microwave dan lain-lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud Universitas Sumatera Utara speaker), meteran air, KWH-meter, telephone receiver, circulator dan rice cooker(Angelo, P.C., 2008). 2.6 Barium Heksaferit (BaFe12O19) Barium Heksaferit adalah salah satu bahan magnetik yang sudah dipakai dalam waktu yang lama.Bahkan Barium Heksaferit sudah mulai difabrikasi pada tahun 1950. Jadi Barium Heksaferit adalah “barang lama” dalam dunia kemagnetan dan sains. Barium Heksaferit memiliki struktur heksagonal, dengan nilai a dan b yang sama sedang c berbeda. Nilai sudut alfa dan beta 90, sedang nilai gamma adalah 120.Setiap satu Kristal Barium Heksaferit terdapat dua molekul Barium Heksaferit. Jadi setiap satu kristal barium heksaferit terdapat dua atom Ba, 24 atom Fe dan 38 atom O. Barium Heksaferit terdiri dari beberapa lapisan dengan arah momen magnet berbeda dan merupakan bahan ferimagnet. Setiap atom Fe pada Barium Heksaferit memiliki momen dipole magnet 5.9 magneton bohr (Syukur Daulay, 2012). Gambar 2.4 Struktur kristal Barium Heksaferit (Syukur Daulay, 2012) 2.7 Unsur Pemadu Pada FeB Paduan merupakan gabungan dari beberapa unsur pada skala mikrosopik, seperti Universitas Sumatera Utara pada penyusunan FeB juga terdiri dari beberapa unsur pemadu yaitu Fe dan B. Paduan Ferro terdiri dari Besi (Fe) dan Boron dengan kandungan Boron (B) antara 17 % - 20 % , memiliki stuktur orthorhombic dengan titik lelehnya berkisar antara 1450 o C – 1550 o C ,dan parameter kisi a = 4,0530 Angstrom ,b = 5,4950 dan c = 2,9460 Angstrom (Martin, 2006). Penggunaan Ferro Boron meliputi: 1. Peningkatan kekerasan paduan baja rendah. 2. Perawatan permukaan baja borat. 3. Pengurangan nitrogen. 4. Pembuatan NdFeB magnet permanen. 5. Pembuatan logam kaca (Sariyer, 2015). 2.7.1 Besi (Fe) Besi adalah logam transisi yang paling banyak dipakai karena relatif melimpah di alam dan mudah diolah. Biji besi biasanya mengandung hematite (Fe2O3) yang dikotori oleh pasir (SiO2) sekitar 10 %, serta sedikit senyawa sulfur, posfor, aluminium dan mangan. Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak di permukaan bumi, yaitu kira-kira 4,7 - 5 % pada kerak bumi. Kebanyakan besi terdapat dalam batuan dan tanah sebagai oksida besi, seperti oksida besi magnetit (Fe3O4) mengandung besi 65%, hematite (Fe2O3) mengandung 60–75 % besi, limonet (Fe2O3.H2O) mengandung besi 20 % dan siderit (Fe2CO3). Dari mineral – mineral bijih besi, magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil (Nurul Anwar, 2011 ). Sementara hematite merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Dalam kehidupan, besi merupakan logam paling umum digunakan dari pada logam-logam yang lain. Hal ini disebabkan karena harga yang murah dan kekuatannya yang baik serta penggunaannya yang luas (Abhijit P. Jadhav, 2014). Beberapa jenis genesa dan endapan yang memungkinkan besi bernilai ekonomis (Nurul Anwar, 2011): 1. Magnetik: magnetite dan titani ferrous magnetite 2. Metasomatik kontak: magnetite dan specularite 3. Pergantian/replacement: magnetite dan hematite Universitas Sumatera Utara 4. Sendimentasi/placer: hematite, limonite, dan siderite 5. Kosentrasi mekanik dan residual: hematite, magnetite, dan limonite 6. Oksidasi: limonite dan hematite. Pada Gambar 2.5 dan Tabel 2.2, diperlihatkan struktur atom dan informasi dasar unsur Fe. Gambar 2.5 Struktur Atom Unsur Besi Tabel 2.2 Informasi Dasar Unsur Besi (Abhijit P. Jadhav, 2014) Nama Unsur Besi Simbol Fe Nomor Atom 26 Massa Atom 55,845 g/mol Titik Didih 3134 K Titik Lebur 1811 K Struktur Kristal Body Centered Cubic (BCC) Warna Perak keabu-abuan Konfigurasi elektron [Ar]3d64s2 2.7.2 Boron (B) Boron adalah unsur golongan tiga belas (13) dengan nomor atom lima (5). Boron (B) memiliki sifat diantara logam dan nonlogam (semi metalik). Boron lebih bersifat semikonduktor daripada sebuah konduktor logam lainnya. Boron juga merupakan unsur metaloid dan banyak ditemukan dalam bijih borax. Unsur ini tidak pernah ditemukan bebas dalam alam. Struktur atom dan informasi dasar dari Boron (B) diperlihatkan pada Gambar 2.6 dan Tabel 2.3. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6 Struktur Atom Unsur Boron Tabel 2.3 Informasi Dasar Unsur Boron (Abhijit P. Jadhav, 2014) Nama Unsur Boron Simbol B Nomor Atom 5 Massa Atom 10,811 g/mol Titik Didih 4200 K Titik Lebur 2349 K Struktur Kristal Rhombohedral (Trigonal) Warna Hitam Konfigurasi electron [Ar]2s22p1 2.8 Metalurgi Serbuk Secara prinsip ada dua metode utama yang digunakan untuk membuat magnet.Pertama menggunakan teknologi pengecoran atau pelelehan, dan yang kedua adalah dengan menggunakan teknologi metalurgi serbuk. Produksi magnet dengan teknologi pengecoran biasanya menghasilkan bahan magnet yang lebih baik, tetapi dalam beberapa prosesnya memerlukan energi panas yang sangat besar sehingga dipandang tidak efisien. Sedangkan produksi dengan teknologi metalurgi serbuk, meski sifat magnet yang diperoleh bukan yang tertinggi, tetapi dalam pengerjaannya lebih mudah dan lebih efisien (Ridwan,2003). Pada pembuatan magnet dengan cara kedua ini memerlukan bahan dasar berupa serbuk yang berukuran sangat kecil, yaitu dalam orde micrometer(10-6 m). Ukuran serbuk sekecil ini diperlukan agar komponenkomponen pembentuk bahan magnet dapat saling berdeposisi (bereaksi), ketika bahan mengalami pemanasan (kalsinasi). Beberapa peneliti melakukan preparasi serbuk bahan magnetik yang halus biasanya dengan menggunakan mesin ball milling (Seri. D, 2013). Universitas Sumatera Utara 2.8.1 Mixing dan Milling Blending dan mixing merupakan istilah yang biasa digunakan dalam proses pembuatan material dengan menggunakan metode serbuk akan tetapi kedua proses tersebut memiliki arti yang berbeda. Menurut standar ISO, blending didefenisikan sebagai proses penggilingan suatu material tertentu hingga menjadi serbuk yang merata pada beberapa komposisi nominal. Mixing atau pencampuran bahan merupakan salah satu tahapan proses dari teknik metalurgi serbuk. Pada tahap ini, kehomogenan persebaran partikel penguat dalam matriks akansangat ditentukan dimana nantinya akan berpengaruh terhadap karakteristik porositas dan mekanik dari MMCs yang dihasilkan. Banyaknya variabel pada tahap mixing merupakan permasalahan yang lain dimana perlu upaya kontrol ekstra terhadap variabel-variabel tersebut apabila diinginkan produk memiliki kualitas yang sesuai dengan permintaan. Proses blending dilakukan untuk menghasilkan serbuk yang sesuai dengan komposisi dan ukuran yang diinginkan. Sedangkan mixing didefenisikan sebagai pencampuran dua atau lebih serbuk yang berbeda. Ada dua tipe milling serbuk, yaitu serbuk dimilling dengan media cairan dan dikenal dengan proses pengilingan basah. Dan jika dilakukan bukan dengan media cairan dikenal dengan penggilingan kering. Dan telah dilaporkan bahwa kecepatan atmosfir lebih cepat selama proses penggilingan basah daripada penggilingan kering. Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk. Maka dari itu proses mechanical alloying dilakukan dengan penggilingan kering (Lilis,2015). 2.8.2 Annealing Proses annealing didefenisikan sebagai pengerjaan bijih pada temperatur tinggi tetapi masih di bawah titik leleh tanpa disertai penambahan reagen dengan maksud untuk mengubah bentuk senyawa dalam konsentrat. Annealing juga merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan terhadap bijih agar terjadi dekomposisi dari senyawa yang berikatan secara kimia dengan bijih, yaitu karbon dioksida dan air, yang bertujuan mengubah suatu senyawa karbon menjadi senyawa oksida yang sesuai dengan keperluan pada proses selanjutnya. Proses Universitas Sumatera Utara annealing dilakukan dengan pemanggangan pada temperatur yang bervariasi bergantung dari jenis senyawa karbonat yang ada (Febriana, 2011). Annealing ini bertujuan untuk melepaskan air yang terikat di dalam konsentrat dengan cara penguapan. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara pemanasan sedikit di atas titik uap air, atau dengan mengatur tekanan uap air di dalam konsentrat harus lebih besar daripada tekanan uap air di sekitarnya. Pada prakteknya, tekanan uap air di dalam konsentrat harus lebih besar dari tekanan atmosfir agar kecepatan penguapan dapat berlangsung lebih cepat (Lalu, 2010). Annealing dilakukan pada suhu tinggi, tergantung pada jenis bahan dan merupakan tahapan perlakuan panas terhadap campuran serbuk. Annealing diperlukan sebagai penyiapan serbuk keramik untuk diproses lebih lanjut serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi oksida, membentuk fase kristal. Peristiwa yang terjadi selama proses Annealing antara lain: a. Pelepasan air bebas (H2O) dan terikat (OH) berlangsung sekitar suhu 100oC hingga 300oC. b. Pelepasan gas-gas, seperti : CO2 berlangsung sekitar suhu 600oC dan pada tahap ini disertai terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti. c. Pada suhu lebih tinggi, sekitar 800oC struktur kristalnya sudah terbentuk, dimana pada kondisi ini ikatan diantara partikel serbuk belum kuat dan mudah lepas. Sebagai contoh, proses annealing pada pembentukan magnet permanen barium heksaferit BaFe12O19 ditandai dengan terjadinya kristalisasi. Barium heksaferit akan membentuk struktur kristal heksagonal pada suhu minimal 600oC. Dari hasil penelitian tersebut dengan suhu annealing 1000oC didapatkan bahwa pembentukan magnet permanen barium ferit semakin baik. Karakteristik magnet terbaik dengan annealing pada suhu 1.000 ºC didapat: nilai Br = 1,19 kG, Hc = 5,54 kOe, dan BHmax = 0,33MGOe (Sudrajat,2007). Universitas Sumatera Utara 2.9Karakterisasi Hasil 2.9.1 Pengujian Densitas Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) terhadap volume (v), dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1997). ρ= (2.3) dengan : ρ = Densitas (gram/cm3) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3) Ada dua macam densitas yaitu: true density dan bulk density (metode Archemedes). True density adalah kerapatan dari serbuk yang diukur dengan menggunakan piknometer. Densitas serbuk dapat dihitung dengan rumus: 𝜌= ( ( ) )( ) 𝑥 𝜌air (2.4) dengan: m1 = massa piknometer dalam keadaan kosong (gram) m2 = massa piknometer diisi dengan air (gram) m3 = massa piknometer kering diisi dengan serbuk (gram) m4 = massa piknometer diisi dengan serbuk dan air (gram) 𝜌 = massa jenis air (1 gram/cm3) 2.9.2 Pengujian Optical Microscope (OM) Optical Microscope (OM) mempunyai fungsi yang hampir sama dengan Scanning Electron Microscope (SEM) yaitu untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui observasi dengan OM dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan diantara butiran atau disebut grain boundary. Analisis morfologi dengan menggunakan OM bertujuan untuk mengetahui susunan partikel-partikel sebelum proses sintering,dan juga dapat diketahui perubahannya akibat variasi suhu sintering. Dari foto OM yang dihasilkan dapat Universitas Sumatera Utara diketahui apakah terjadi perbesaran butiran atau grain growth, sejauh mana poripori sisa yang terbentuk didalam badan keramik.Adapun perbedaan antara SEM dan OM adalah terletak pada perbesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada mikroskop optik.Sebenarnya, dalam fungsi perbesaran obyek, SEM juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik (Tabitaria, 2015). 2.9.3 PengujianX-Ray Diffraction(XRD) X-Ray diffractometer adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2θ) dari suatu bahan. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa sinar-X adalah melakukan pemeriksaan terhadap sampel x yang belum diketahui strukturnya.Sampel ditempatkan pada titik fokus hamburan sinar-X yaitu tepat ditengah-tengah berukuran sesuai dengan sampel (serbuk) dengan perekat pada sisi baliknya. Skema pengujian XRD diperlihatkan pada Gambar 3.2. Gambar 2.7 Skema Alat uji XRD Universitas Sumatera Utara Secara umum prinsip kerja XRD ditunujkkan oleh gambar 2.7 berikut: 1.Generator tegangan tinggi (A) berfungsi sebagai catu daya, sumber sinar-X (B) 2. Sampel berbentuk pellet (C) diletakkan diatas tatakan (D) yang dapat diatur. 3. Berkas sinar-X didifraksikan oleh sampel dan difokuskan melewati celah (E), kemudian masuk ke alat pencacah berputar sebesar θ 4. Intensitas difraksi sinar-X direkam dalam bentuk kurva terhadap jarak antara bidang d. Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standart. Data standart dapat diperoleh melalui Joint Comitte of Powder Difraction Standard (JCPDS) atau dengan metode hanawalt (Ningsih, 2015) Prinsip dasar penentuan struktur adalah dengan teknik difraksi sinar x karakteristik, dimana berlaku hukum Bragg: 2 d sin =n (2.5) dengan d adalah jarak antar bidang atom-atom dalam kristal (bidang dengan indeks Miller tertentu), q adalah sudut difraksi dan l adalah panjang gelombang sinar X yang dipergunakan. Bila diambil bidang-bidang dengan indeks Miller berbeda maka dengan menggunakan metode analitik, dapat ditentukan sistem dan parameter kisi kristal.Teknik perhitungan parameter kisi tergantung pada struktur kristal bahan. 2.9.4 Pengujian Vibrating Sample Magnetometer (VSM) VSM terdiri dari komponen-komponen tersebut tersusun membentuk satu set perangkat VSM yang menjalankan fungsinya masing-masing. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.7. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.8. Komponen Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Berdasarkan gambar 2.7, dapat diuraikan beberapa komponen dari Vibrating Sample Magnetometer (VSM), yaitu: 1. Kepala generator, sebagai tempat melekatnya sampel yang dialirkan oleh transduser piezoelectric. 2. Elektromagnet atau kumparan hemholtz, berfungsi untuk menghasilkan medan magnet untuk memagnetisasi sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik. Resonansi sampel oleh transduser piezoelectric juga dialirkan ke elektromagnet dengan capaian frekuensi sama dengan 75 Hz. 3. Pick-up coil, berfungsi untuk mengirim sinyal listrik ke amplifier. Sinyal yang telah diinduksi akan ditransfer oleh pickup coil ke input diferensial dari lock-in amplifier. Sinyal dari pick-up coil terdeteksi oleh lock-in amplifier diukur sebagai fungsi dari medan magnet dan untuk mendapatkan loop histeresis dari sampel. Untuk osilasi harmonik dari sampel, sinyal (e) induksi di pick-up coil sebanding dengan amplitudo osilasi (K), frekuensi osilasisampel (ω) dan momen magnet (m) dari sampel yang akan diukur pada Vibrating Sample Magnetometer (VSM). 4. Sensor hall, digunakan untuk mengubah dan mengubah energi dalam medan magnet menjadi tegangan (voltage) yang akan menghasilkan arus listrik. Sensor hall juga digunakan untuk mengukur arus tanpa mengganggu alur arus yang ada pada konduktor. Pengukuran arus ini akan menghubungkan sensor hall dengan teslameter. Universitas Sumatera Utara 5. Sensor kapasitas, berfungsi memberikan sinyal sebanding dengan amplitudo osilasi sampel dan persediaan tegangan untuk sistem elektronik yang menghasilkan sinyal referensi dari lock-in amplifier. Output konverter digital akan dikirim ke analog (DAC1out) dan output digital (D1out) dari lock-in akan mengontrol penguat arus yang mengalir melalui elektromagnet dan menunjukkan arahnya masing-masing. Selain itu, VSM juga memiliki beberapa komponen pendukung misalnya teslameter yang berfungsi untuk mengukur medan magnet berdasarkan sinyal yang di transdusi oleh sensor hall. Alat pendukung lainnya yaitu voltmeter yang berfungsi untuk mengukur tegangan listrik yang dikirim oleh pick up koil ke amplifier VSM (Ruth Mentari Hutahaean, 2014). Universitas Sumatera Utara