ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010-2014 Skripsi Disusun oleh Ari Suryawan 1111081000056 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama : Ari Suryawan 2. Tempat, Tanggal Lahir : Wonogiri, 17 April 1993 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Alamat : Jl. Al-Baidho Gg. Makmur 1 No. 7 RT 12/RW 09, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. 13810 II. 5. Agama : Islam 6. Kewarganegaraan : Indonesia 7. Nama Ayah : Suryadi 8. Nama Ibu : Sukiyem 9. Anak ke dari : 2 dari 2 bersaudara 10. No. Telp : 08999108120 11. Email : [email protected] PENDIDIKAN 1. SDN 09 Lubang Buaya, Jakarta Timur Tahun 1999-2005 2. SMPN 81 Lubang Buaya, Jakarta Timur Tahun 2005-2008 3. SMAN 62 Kramat Jati, Jakarta Timur Tahun 2008-2011 4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011-2015 vi ABSTRACT Underpricing has become a phenomenon at the time when companies do an IPO. Underpricing is a phenomenon in which the offer of price in primary market is lower than the closing price in secondary market. This study aims to analyze the factors that influence the level of stock price underpricing of IPO companies in Indonesia Stock Exchange within 2010-2014. This study uses 6 variables; company age, company size, CR, DER, ROE and EPS. The data analysis use multiple regression method and the samples of this study use purposive sampling method with the amount of samples are 38 companies from 124 companies that do an IPO in Indonesia Stock Exchange within 2010-2014. The research results show that all of the independent variables; company age, company size, CR, DER, ROE and EPS simultaneously have value significant 0,000 influence toward underpricing. In the other hand, partially, only company age with value significant 0,000 , company size with value significant 0,000 and DER with value significant 0,050 as independent variables have influence significantly while other independent variables such as CR, ROE and EPS don’t have influence significantly toward underpricing. Keyword : Company Age, Company Size, CR (Current Ratio), DER (Debt to Equity Ratio), ROE (Return on Equity) and EPS (Earning per Share), IPO (Initial Public Offering), Underpricing vii ABSTRAK Underpricing telah menjadi fenomena tersendiri pada saat perusahaan melakukan IPO. Underpricing adalah suatu fenomena dimana harga penawaran di pasar perdana lebih rendah dibandingkan harga penutupan di pasar sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing harga saham perusahaan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2010-2014. Penelitian ini menggunakan 6 variabel bebas yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER, ROE dan EPS. Analisis data dilakukan menggunakan metode regresi berganda dan penarikan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 38 dari 124 perusahaan yang IPO di BEI dari tahun 2010-2014. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan seluruh variabel independen yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER, ROE dan EPS berpengaruh secara signifikan dengan nilai 0,000 terhadap underpricing. Sedangkan secara parsial hanya variabel independen umur perusahaan dengan nilai signifikan 0,000, ukuran perusahaan dengan nilai signifikan 0,000 dan DER dengan nilai signifikan 0,050 yang berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing namun variabel independen lainnya yaitu CR, ROE, dan EPS tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing. Kata Kunci : Umur perusahaan, Ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS). Initial Public Offering (IPO), Underpricing viii Kata Pengantar Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada pemimpin umat Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, danpengikutnya hingga akhir zaman. Penulis sangat bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini, sebab dalampenyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat kesulitan. Akan tetapi berkatbantuan, bimbingan, dukungan, serta doa yang penulis dapatkan dari berbagai pihakakhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Ibunda Sukiyem dan Ayahanda Suryadi, yang dengan tulus dan ikhlas memberikan rasa kasih sayang, dukungan, perhatian, serta doa-doanya yang tiada henti kepada penulis. 2. Bapak Dr. Arief Mufraini, LC., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Titi Dewi Warninda, M. SI selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Dr. Indo Yama Nasaruddin, SE., MAB selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan,dukungan, motivasi, serta doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak karena bapak tidak pernah bosan mendengarkan berbagai keluhan penulis dan selalu memberikan solusi dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Faizul Mubarok, MM selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak atas semua saran dan ix masukan yang bapak berikan, karena saran dan masukan tersebut sangat bermanfaat bagi penulis. 6. Seluruh dosen pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. 7. Seluruh staf karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam hal administrasi dan lain-lain. 8. Teman-teman yang saya cintai Agesti Kusumandari dan seperjuangan, Abdul Azis, Aditya Rian Pratama, Akbar Faizal Perwira, Yudho Wijoseno, Musyrifah Ratnasari, Siti Syifa, Siti Asiah, Bingah Pangesti, Suci Romadona, Brian Nur Pratama, Taufan Chaerul, Hilman Azmi, Galih Pangestu, dan teman-teman lainnya dari manajemen 2011, manajemen B, manajemen keuangan, grup share everything, yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis serta kegembiraan yang dapat menghilangkan rasa penat dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Semua pihak yang terlibat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Semua ketidaksempurnaan yang timbul disebabkan oleh keterbatasan kemampuan maupun pengetahuan yang dimiliki penulis. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis berharap pembaca sekalian dapat memaklumi apabila banyak ditemukan kesalahan, kekurangan, ataupun kelemahan yang ditemukan dalam skripsi ini. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk melakukan langkah perbaikan. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis menyerahkan segala urusan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian maupun bagi penulis. Jakarta, 15 Desember 2015 Ari Suryawan x DAFTAR ISI Halaman Judul .................................................................................................... Lembar Pengasahan Skripsi ............................................................................... Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ........................................................... Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ..................................................................... Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ....................................................... Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ Abstract .............................................................................................................. Abstrak ............................................................................................................... Kata Pengantar ................................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................................. Daftar Tabel ....................................................................................................... Daftar Gambar .................................................................................................... Daftar Lampiran ................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ A. Latar Belakang Masalah ............................................................. B. Perumusan Masalah ................................................................... C. Tujuan Penelitian ........................................................................ D. Manfaat Penelitian ..................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... A. Kajian Pustaka ............................................................................ 1. Pasar Modal .......................................................................... 2. Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering) ........... 3. Underpricing ........................................................................ 4. Umur Perusahaan ................................................................. 5. Ukuran Perusahaan ............................................................... 6. CR (Current Ratio) .............................................................. 7. DER (Debt to Equity Ratio) ................................................. 8. ROE (Return on Equity) ....................................................... 9. EPS (Earning per Share) ..................................................... B. Hubungan Antar Variabel ........................................................... C. Penelitian Terdahulu ................................................................... D. Kerangka Pemikiran .................................................................... E. Hipotesis ..................................................................................... BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... xi i ii iii iv v vi vii viii ix xi xiii xiv xv 1 1 15 16 17 18 18 18 19 22 25 26 27 28 29 30 31 37 43 44 45 45 B. Tehnik Penentuan Sampel .......................................................... C. Metode Pengumpulan Data ........................................................ D. Tehnik Analisis Data .................................................................. E. Operasional Variabel Penelitian ................................................. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................... 1. Sejarah Singkat BEI ............................................................. 2. Sekilas Tentang KSEI .......................................................... 3. Sekilas Tentang KPEI .......................................................... 4. Daftar 38 Perusahaan Sampel Penelitian ............................. B. Analisis Deskriptif ..................................................................... 1. Umur Perusahaan ................................................................. 2. Ukuran Perusahaan ............................................................... 3. CR (Current Ratio) .............................................................. 4. DER (Debt to Equity Ratio) ................................................. 5. ROE (Return on Equity) ....................................................... 6. EPS (Earning per Share) ..................................................... 7. Underpricing ........................................................................ C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ..................................... 1. Hasil Uji Asumsi Klasik ...................................................... 2. Pengaruh Variabel Independen Secara Simultan Terhadap Variabel Dependen ............................................................... 3. Pengaruh Variabel Independen Secara Parsial Terhadap Variabel Dependen ............................................................... 4. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ................................... D. Interpretasi Hasil Penelitian ....................................................... BAB V PENUTUP ........................................................................................ A. Kesimpulan ................................................................................ B. Implikasi ..................................................................................... C. Saran ........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ LAMPIRAN ....................................................................................................... xii 45 49 50 60 65 65 65 67 68 69 70 70 71 73 75 77 79 81 83 83 90 91 95 96 102 102 103 104 105 108 DAFTAR TABEL No. 1.1 2.1 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.14 Keterangan Halaman Perkembangan IPO Tahun 2010 – Agustus 2015 ................................... 6 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 37 Metode Pengambilan Sampel.................................................................. 47 Daftar Sampel Penelitian......................................................................... 48 Pengambilan Keputusan Korelasi .......................................................... 53 38 Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian .................................... 69 Nilai Ukuran Perusahaan ........................................................................ 71 Nilai CR (Current Ratio) ........................................................................ 73 Nilai DER (Debt to Equity Ratio) .......................................................... 75 Nilai ROE (Return on Equity) ................................................................. 77 Nilai EPS (Earning per Share) ............................................................... 79 Nilai Underpricing .................................................................................. 81 Uji Kolmogorov-Smirnov ...................................................................... 84 Uji Multikoliniaritas ................................................................................ 85 Output Durbin-Watson ........................................................................... 86 Run Test................................................................................................... 87 Uji Park ................................................................................................... 89 Uji F ....................................................................................................... 90 Uji t ........................................................................................................ 91 Koefisien Determinasi ............................................................................. 95 xiii DAFTAR GAMBAR No. 1.1 2.1 2.2 4.1 4.2 4.3 Keterangan Halaman Persentase Perusahaan yang Mengalami Underpricing 2010-2015........ 7 Proses Emisi Efek ................................................................................... 21 Gambar Kerangka Pemikiran .................................................................. 43 Struktur Pasar Modal Indonesia ............................................................. 66 Grafik Normal Probability Plot ............................................................. 83 Scatterplot ............................................................................................... 88 xiv DAFTAR LAMPIRAN No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Keterangan Halaman Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ......................................... 108 Umur Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ............................... 109 Ukuran Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ............................ 110 Current Ratio Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian .................. 111 Debt to Equity Ratio Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ....... 112 Return on Equity Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ............. 113 Earning per Share Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian........... 114 Underpricing Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian................... 115 Hasil Uji Asumsi Klasik ......................................................................... 116 Tabel Durbin Watson .............................................................................. 122 xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman globalisasi ini visi dan misi perusahaan tentunya akan terus mengalami perkembangan guna mencapai keberhasilan perusahaan. Maka dari itu perusahaan tentunya membutuhkan modal untuk pendanaan yang bisa membantu dalam tahap pengembangan perusahaan tersebut. Yaitu salah satunya bersumber dari Pasar Modal. Menurut Riyanto (2013:219) ada 3 sumber extern pendanaan yang utama bagi perusahaan yaitu Suplier, Bank, Pasar Modal. Pasar Modal (Capital Market) adalah suatu pengertian abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi yang kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pemodal (investor) di satu pihak dan emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang. Dimaksudkan dengan pemodal adalah perorangan atau lembaga yang menanamkan dananya dalam efek, sedangkan emiten adalah perusahaan yang menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat (go public). Menurut Brigham dan Houston (2010:190) Pasar Modal adalah Pasar keuangan untuk saham dan utang jangka panjang dan hutang jangka menengah atau jangka panjang panjang satu tahun lebih. Sedangkan Going Public adalah kegiatan menjual saham kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh perusahaan korporasi atau pemegang saham utama di Pasar Perdana (Brigham dan Houston, 2010:206). 1 Siamat (2005:487) Pasar Modal dalam arti sempit adalah suatu tempat yang terorganisasi di mana efek-efek diperdagangkan yang disebut Bursa Efek. Bursa efek atau stock exchange adalah suatu system yang terorganisasi yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara langsung maupun dengan melalui wakil-wakilnya. Fungsi Bursa Efek ini antara lain adalah menjaga kontinuitas pasar dan menciptakan harga efek yang wajar melalui mekanisme permintaan dan penawaran. Proses penawaran saham perdana kepada publik melalui pasar perdana dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO) selanjutnya saham dapat diperjual belikan pada pasar sekunder dibursa efek. Harga saham pada pasar perdana ditentukan oleh kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter (penjamin emisi saham) yang telah ditunjuk oleh perusahaan emiten,sedangkan harga saham pada saham sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (permintaan dan penawaran) menurut Risqi dan Harto (2013). Pasar modal dalam bentuk konkrit berupa Bursa Efek (securities / stock exchange). Bursa efek sebenarnya sama dengan pasar-pasar lainnya yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli, hanya yang diperdagangkan adalah efek. Di Indonesia terdapat Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. 2 Setiap perusahaan yang akan melakukan IPO harus melalui proses-proses terlebih dahulu, dimana proses tersebut membutuhkan waktu yang panjang (Manurung, 2013 : 32). Tahapan pertama yang harus ditempuh adanya kesepakatan antara direksi perusahaan, dimana kesepakatan ini melalui sebuah rapat yang dikenal dengan rapat direksi guna mendapatkan kesepakatan atau keputusan diantara direksi guna mendapatkan kesepakatan ini melalui sebuah rapat yang dikenal dengan rapat direksi dalam kerangka kekompakan dan dukungan semua pihak untuk terlaksananya proses IPO yang direncanakan. Selanjutnya, setelah mendapatkan persetujuan pada rapat Direksi dan Komisaris maka keinginan penawaran saham ke publik harus mendapatkan persetujuan dari Rapat Pemegang Umum Saham (RUPS) karena RUPS merupakan organ tertinggi didalam perusahaan. Tahap ketiga membentuk IPO terlaksana dimana pihak yang harus ada dalam tim tersebut yaitu akuntansi, hukum, corporate finance, dan bidang lain yang dianggap perlu seperti pemasaran, produksi, dan logistic perusahaan. Tahap keempat yaitu melakukan penunjukan kepada pihak-pihak yang berpartisipasi untuk IPO perusahaan. Adapun pihak yang berpartisipasi dalam IPO yaitu perusahaan penjamin emisi saham atau yang lebih dikenal dengan Sekuritas, Akuntan Publik, Konsultasi Hukum, Penilaian, Biro Administrasi Efek, Notaris dan Konsultan Keuangan. Tahap kelima yaitu melakukan penawaran saham ke publik dengan bantuan semua pihak yang berpartisipasi pada penawaran saham ini. 3 Namun sebelumnya perusahaan harus melakukan pendaftaran ke BAPEPAM. Perusahaan juga harus melakukan pendaftaran bursa untuk mendapatkan surat dari Bursa Efek Indonesia yang menyatakan bahwa saham perusahaan bisa diperdagangkan dibursa. Tahap keenam yaitu saham perusahaan diperdagangkan sejak hari pertama saham dicatatkan dibursa. Riyanto (2013 : 220) Adapun fungsi dari BAPEPAM tersebut dalam Keppres No, 53. Tahun 1990 Tentang Pasar Modal yaitu : 1. Mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga efek dapat ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyrakat umum. 2. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga seperti ; Bursa Efek dan Lembaga Kliring Penyelesaian dan Penyimpanan, Reksa Dana (Investmen Fund), Perusahaan Efek, Lembaga Penunjang Pasar Modal, dan 3. Memberikan pendapat kepada Menteri Keuangan mengenai Pasar Modal Setelah perusahaan melakukan proses-proses untuk melakukan IPO, perusahaan juga harus mengetahui terlebih dahulu apa saja syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Bursa Efek Indonesia mensyaratkan beberapa ukuran yang harus dipenuhi agar saham perusahaan dapat ditransaksikan di bursa (Manurung, 2013 : 37). Adapun syarat tersebut yaitu perusahaan harus telah beroperasi sekurangkurangnya lima milyar rupiah, memiliki laporan keuangan yang diaudit, menjual saham sekurang-kurangnya lima puluh juta saham atau 35% dari jumlah saham 4 Setelah semua tahapan dan syarat-syarat telah dipenuhi, berarti proses IPO siap dilaksanakan. Harga saham yang akan dijual perusahaan dipasar perdana adalah hasil kesepakatan antara emiten dan underwriter sedangkan harga dipasar sekunder adalah hasil dari mekanisme pasar yaitu permintaan dan penawaran. Penentuan harga saham pada saat IPO adalah hal yang penting bagi emiten maupun bagi underwriter , karena hal ini berkaitan dengan dengan berapa banyak dana yang akan dihasilkan emiten pada saat IPO. Menurut Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) underpricing sebagai kondisi dimana harga penawaran pada saat IPO dinilai lebih rendah secara signifikan dibandingkan harga saham pada saat penutupan hari pertama di pasar sekunder. Hipotesis yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena underpricing adalah signaling hypothesis. Allen dan Faulhaber (1989), Grinblatt dan Hwang (1989), Welch (1989) , Chemmanur (1993) dan Faugeron-Crouzet et al. (2003) dalam Lestari, Hidayat dan Sulasmiyati (2015) mengungkapkan bahwa emiten menggunakan harga penawaran perdana sebagai sinyal yang diberikan atas situasi asimetri informasi, dimana pihak pemilik pertama perusahaan lebih mengetahui keadaan perusahaan dibandingkan dengan investor. Emiten sengaja menetapkan harga perdana saham yang underpricing, agar sinyal positif dapat diberikan kepada investor bahwa kebutuhan total modal emiten dapat terpenuhi meskipun dalam kondisi underpricing. 5 Fenomena underpricing terjadi di pasar modal berbagai negara diantaranya Amerika Serikat, Inggris, Australia, Afrika Selatan, China, Malaysia dan Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dan situs www.idx.com peneliti mendapatkan hasil perkembangan untuk perkembangan underpricing Di Indonesia pada peridode 2010 – Agustus 2015. Tabel 1.1 Perkembangan IPO Tahun 2010 – Agustus 2015 di Indonesia Tahun Perusahaan IPO 2010 2011 2012 2013 2014 Agustus 2015 Total Underpricing 23 25 22 30 23 11 134 22 17 20 21 21 11 112 Sumber www.idx.co.id data diolah Dari (Tabel 1.1) tercatat 134 perusahaan melakukan IPO pada tahun 2010 sampai dengan Agustus 2015, dari data 134 yang kami peroleh, sebanyak 134 perusahaan yang melakukan IPO pada kurun waktu tersebut, 112 saham perusahaan diantaranya mengalami underpricing dan 22 saham perusahaan lainnya mengalami fair ataupun overpricing, atau dapat dikatakan masih banyak perusahaan go public sejak tahun 2010 hingga Agustus 2015 yang mengalami underpricing, sehingga underpricing merupakan kategori fenomena yang sering masih sering terjadi setiap tahunya berdasarkan tabel 1.1 diatas, pada saat perusahaan melakukan IPO (Initial Public Offering) adapun grafik jumlah perusahaan yang mengalami underpricing dapat dilihat pada (Gambar 1.1) dibawah ini. 6 Gambar 1.1 Persentase Perusahaan yang Mengalami Underpricing 2010-2015 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber www.idx.co.id data diolah Dari (Gambar 1.1) tercatat grafik perusahaan yang mengalami underpricing dari tahun 2010 - Agustus 2015 yang tercatat di www.idx.co.id, dimana tahun tersebut hampir seluruh perusahaan yang melakukan IPO mengalami underpricing. Pada tahun 2010 sekitar 95,65% perusahaan mengalami underpricing dimana pada tahun tersebut terdapat total 23 perusahaan yang melakukan IPO, pada tahun 2011 sekitar 68% perusahaan mengalami underpricing dengan total perusahaan yang melakukan IPO yaitu 25 perusahaan, pada tahun 2012 sekitar 90,91% perusahaan mengalami underpricing dari total seluruh perusahaan yang melakukan IPO yaitu 22 perusahaan, pada tahun 2013 sekitar 70% perusahaan mengalami underpricing dari total seluruh perusahaan yang melakukan IPO yaitu 30 perusahaan, pada tahun 2014 sekitar 91,30% perusahaan mengalami underpricing dari total seluruh perusahaan yang melakukan IPO yaitu 23 perusahaan, kemudian pada Agustus 2015 sekitar 100% mengalami underpricing dari total seluruh perusahaan yang melakukan IPO yaitu 11 perusahaan. 7 Dari grafik tersebut dapat dikatakan bahwa sekitar 83.58% perusahaan yang go public (IPO) sejak tahun 2010 hingga Agustus 2015 mengalami underpricing, Banyaknya fenomena underpricing yang terjadi menunjukkan bahwa harga saham pada saat penawaran perdana di Indonesia pada periode tersebut secara rata-rata dapat dikatakan murah.. Polemik kasus mengenai underpricing IPO yang terjadi pada tahun 2010, yaitu tentang IPO PT Krakatau Steel TBK, soal penetapan harga IPO. Menurut Romli (2010) Proses IPO BUMN tak jarang hanya menciptakan gaung besar dalam wacana publik yang sesungguhnya tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Setelah melalui berbagai proses IPO, KS akhirnya resmi melantai di bursa dan tercatat sebagai emiten ke-413 dengan ticker KRAS pada 10 November 2010. Pada Tahun 2010 IPO KS masih meninggalkan polemik. Salah satu yang dipersoalkan adalah penetapan harga saham perdana KS sebesar Rp850 yang dianggap terlalu murah dan ditengarai berbau kepentingan politis.Terlebih, setelah harga saham KS melonjak tajam di awal perdagangannya dan menciptakan gain besar bagi investor asing. Dalam proses IPO, salah satu tahapan yang paling sulit adalah penetapan harga saham perdana (offering price) yang sesuai harga pasarnya. Ini terbukti dari kenaikan harganya secara tajam setelah melantai di bursa. Hasil riset Jay Ritter, seorang Profesor Finance di Universitas Florida, menunjukkan dari 7.921 kasus IPO di AS dalam kurun waktu 1975 hingga 2007 ditemukan rata-rata harga sahamnya naik 17,2 persen di hari pertama masuk bursa. 8 Di Indonesia,dari 321 kasus IPO sepanjang 1989-2007, rata-rata harga sahamnya naik 21,1 persen pada hari pertama perdagangannya. Untuk saham KS,pada hari pertama perdagangan ditutup pada level Rp1.270 per lembarnya atau melonjak tajam 49,4 persen. Ini artinya, kenaikan harga saham KS jauh lebih tinggi ketimbang ratarata hasil riset di atas dan menjadi indikator bahwa harga saham perdana KS memang terlalu murah. Lantaran KS adalah BUMN, tentu ini menciptakan potential loss bagi KS itu sendiri dan keuangan negara. Satu pembelajaran berharga dari kasus IPO KS adalah bargaining power pemerintah dalam penetapan harga saham perdana KS tampak masih lemah dan terkesan lebih mengutamakan kepentingan investor ketimbang kepentingan KS sebagai korporasi yang membutuhkan dana. Dalam proses bookbuilding IPO KS,pembentukan harga berada pada kisaran Rp850-1.150, namun mengapa harga yang diambil adalah harga terendah meski penjualan KS saat ini sangat didukung sejumlah faktor positif baik berupa kekuatan (strength) maupun peluang (opportunity) yaitu: Pertama, KS dijual dalam performa terbaiknya. Sejak 2007 hingga 2010, kinerja finansial KS terus membaik secara signifikan. Hingga semester I-2010 saja KS sudah membukukan laba Rp997,75 miliar atau naik fantastis 190,70 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang masih merugi Rp1,1 triliun. Hingga akhir 2010 diperkirakan laba bersih KS mencapai Rp1,5-2 triliun. Sementara pada 2014, korporasi menargetkan EBITDA akan tumbuh hingga 21,12 persen. Dari pendekatan manajemen strategik, kondisi korporasi saat ini boleh dibilang berada pada fase growth and expansion strategy. 9 Pada fase ini,nilai saham korporasi seharusnya dijual pada level lebih tinggi ketimbang fase normalnya; Kedua, hasil rilis World Steel Association di Brussel, Belgia menyebutkan, pada 2010 permintaan baja dunia meningkat 13,1 persen dibandingkan 2009. Untuk 2011, permintaan baja di berbagai negara diperkirakan akan meningkat tinggi. Harga baja dunia juga akan terus melambung dan pada gilirannya akan meningkatkan laba KS sebagai salah satu produsen baja berorientasi ekspor. Ketiga, dari sisi makro, boleh dibilang kondisi fundamental Indonesia saat ini juga berada pada momentum terbaiknya. Berbagai indikator ekonomi seperti laju PDB, inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah, neraca pembayaran, hingga cadangan devisa relatif stabil dan cenderung terus menguat. Selain itu, peringkat investasi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir juga terus mengalami upgrading menuju investment grade. Hal ini telah meningkatkan kepercayaan investor asing sebagaimana tercermin dari derasnya net foreign buying di pasar saham dalam beberapa waktu terakhir. Ini semestinya bisa meningkatkan bargaining power pemerintah dalam menjual saham KS, khususnya di mata investor asing yang dijatah 35 persen; Keempat, dalam proses IPO KS, ditunjuk tiga penjamin emisi yaitu Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, dan Bahana Sekuritas. Terbentuknya underwriting groups ini menandakan biaya emisi yang ditanggung KS selaku emiten juga semakin tinggi dan sebaliknya risiko yang ditanggung penjamin emisi semakin rendah. Dalam kondisi demikian, pemerintah semestinya menentukan harga saham perdana KS sebesar Rp1.150 atau titik tertinggi selama proses book building. 10 Kelima, dari 3,15 miliar saham yang ditawarkan ke publik, jumlah permintaan investor mencapai 30 miliar atau sekitar 9,5 kali lipatnya. Ini maknanya, terjadi oversubscribe yang sangat tinggi dan semestinya bisa dijadikan power untuk menekan investor dan yang keenam, pembelajaran penting lainnya adalah jangan terlalu percaya kepada investor khususnya asing yang berjanji akan memegang saham perdana dalam jangka panjang sebagaimana terjadi pada proses IPO KS beberapa waktu lalu. Pasalnya, karakter berinvestasi saham adalah investasi jangka pendek dan berorientasi margin, berbeda dengan investasi langsung di infrastruktur yang bersifat jangka panjang. Ketika capital gain di depan, investor dengan sigap akan segera melepas sahamnya dan ini terjadi pada perdagangan saham KS pada waktu lalu. (sumber:http://economy.okezone.com) Dilihat dari kasus di atas pentingnya studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing pada saat IPO. Seperti yang kita tahu fenomena underpricing masih banyak terlihat sampai tahun ini di Indonesia. Underpricing harga saham IPO terjadi bukan karena adanya kesalahan waktu melakukan evaluasi harga IPO, tetapi underpricing tersebut merupakan kesengajaan dan adanya asimetris informasi yang dimiliki oleh penerbit saham dan underwriter (penjamin emisi). Asimetris informasi ini memberikan harga lebih rendah dari harga intrinsik (harga wajar), sementara tak satu pihak pun yang tahu harga intrinsik tersebut (Manurung, 2013:2). 11 Hasil penelitian dari Wahyusari (2013) menunjukan bukti empiris bahwa umur perusahaan berpengaruh terhadap underpricing. Wahyusari (2013) kaitanya umur perusahaan dengan underpricing dimana lama perusahaan berdiri biasanya mempengarui minat investor untuk menanamkan modalnya, Umur perusahaan dihitung dengan mengurangkan antara tahun listing dan tahun berdiri Hasil penelitian dari Putra dan Damayanti (2013), Kristianti (2013), Retnowati (2013), Hapsari dan Mahfud (2012) dan Sari (2011) menunjukan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap underpricing. Menurut Hapsari dan Mahfud (2012) tingkat ketidakpastian perusahaan berskala besar pada umumnya rendah karena dengan skala yang tinggi perusahaan cenderung tidak dipengaruhi pasar, sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan. Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investai perusahaan berskala besar dalam jangka panjang. Berdasar pada teori signaling menurut Kim (1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) yakni untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Hasil penelitian dari Sari (2011) menunjukan bukti empiris bahwa current ratio berpengaruh terhadap underpricing. Menurut Hapsari dan Mahfud (2012) Current ratio merupakan rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar, yang menunjukkan likuiditas suatu perusahaan. Current ratio mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya dari aktiva lancar yang dimiliki. 12 Berdasarkan pada teori signaling (Kim, 1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) yakni untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi Current Ratio suatu perusahaaan berarti semakin kecil risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hasil penelitian dari Wahyusari (2013) menunjukan bukti empiris bahwa DER berpengaruh terhadap underpricing. Menurut Retnowati (2013) dan Wahyusari (2013) DER adalah kemampuan membayar hutang dengan ekuitas yang dimiliki perusahaan. Hasil penelitian dari Hapsari dan Mahfud (2012) menunjukan bukti empiris bahwa return on assets (ROE) berpengaruh terhadap underpricing. Berdasar pada teori signaling (Kim, 1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) yakni untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi ROE artinya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa mendatang juga lebih tinggi. Tingginya minat investor akan meningkatkan harga saham sehingga perubahan harga diantara transaksi yang terjadi semakin kecil. Dengan demikian ada hubungan negatif antara tingkat profitabilitas (ROE) dengan tingkat underpricing (Kusumawati dan Sudento, 2005) dalam Hapsari dan Mahfud (2012). 13 Hasil penelitian dari Retnowati (2013) dan Wirawan (2014) menunjukan bukti empiris bahwa earning per share (EPS) berpengaruh terhadap underpricing. Menurut Ang (1997) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) Earning Per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan (Outstanding Shares). Berdasar pada teori signaling (Kim, 1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) yakni untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi EPS tentu saja menyebabkan semakin besar laba dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang ingin membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penilitian sebelumnya dimana tahun penelitian yang lebih up to date yaitu 2010-2014 dengan 6 variabel independen, Variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian ini terdiri dari Umur Perusahaan, Ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning Per Share (EPS) dengan judul “ Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Harga Saham pada Perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia ( Periode 2010-2014 )”. 14 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan: 1. Apakah variabel Umur Perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap underpricing. 2. Apakah variabel Ukuran Perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap underpricing. 3. Apakah variabel Current Ratio (CR) berpengaruh secara parsial terhadap underpricing. 4. Apakah variabel Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh secara parsial terhadap underpricing. 5. Apakah variabel Return on Equity (ROE) berpengaruh secara parsial terhadap underpricing. 6. Apakah variabel Earning per Share (EPS) berpengaruh secara parsial terhadap underpricing. 7. Apakah variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) berpengaruh secara simultan terhadap underpricing. 15 C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Untuk menganalisis variabel Umur Perusahaan secara parsial terhadap underpricing. 2. Untuk menganalisis variabel Ukuran Perusahaan secara parsial terhadap underpricing. 3. Untuk menganalisis variabel Current Ratio (CR) secara parsial terhadap underpricing. 4. Untuk menganalisis variabel Debt to Equity Ratio (DER) secara parsial terhadap underpricing. 5. Untuk menganalisis variabel Return on Equity (ROE secara parsial terhadap underpricing. 6. Untuk menganalisis variabel Earning per Share (EPS) secara parsial terhadap underpricing. 7. Untuk menganalisis variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) secara simultan terhadap underpricing. 16 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi investor/calon investor, dengan hasil penelitian ini bagi para calon investor dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pada saat penawaran saham perdana. 2. Bagi perusahaan/emiten, hasil penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing sehingga perusahaan dapat meminimalisir terjadinya underpricing pada saat IPO. 3. Bagi bidang akademik, penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing pada saat IPO dan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya. 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Pasar Modal Menurut Brigham dan Houston (2010:190) Pasar Modal adalah Pasar keuangan untuk saham dan utang jangka panjang dan hutang jangka menengah atau jangka panjang panjang satu tahun lebih. Sedangkan Menurut Riyanto (2013:219) Pasar Modal. Pasar Modal (Capital Market) adalah suatu pengertian abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi yang kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pemodal (investor) di satu pihak dan emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang. Dimaksudkan dengan pemodal adalah perorangan atau lembaga yang menanamkan dananya dalam efek, sedangkan emiten adalah perusahaan yang menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat (go public). Menurut Siamat (2005:487) Pasar Modal dalam arti sempit adalah suatu tempat yang terorganisasi di mana efek-efek diperdagangkan yang disebut Bursa Efek. Bursa efek atau stock exchange adalah suatu system yang terorganisasi yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara langsung maupun dengan melalui wakil-wakilnya. Fungsi Bursa Efek ini antara lain adalah menjaga kontinuitas pasar dan menciptakan harga efek yang wajar melalui mekanisme permintaan dan penawaran. 18 Menurut Keown et al. (2008:12) terdapat dua jenis pasar modal yaitu, Pasar Primer adalah suatu pasar yang memperdagangkan surat berharga yang baru, sedangkan Pasar Sekunder adalah pasar dimana saham yang sebelumnya diterbitkan perusahaan, diperdagangkan. Menurut Horne dan Wachowics (2005:39) Pasar Primer adalah pasar dimana sekuritas baru diambil dan dijual untuk pertama kalinya, sedangkan pasar sekunder adalah pasar untuk sekuritas yang sudah ada. Menurut Riyanto (2013:219) Pasar Primer adalah pasar bagi efek yang pertama kali diterbitkan dan ditawarkan dalam pasar modal, sedangkan Pasar Sekunder adalah pasar bagi efek yang sudah ada dan sudah diperdagangkan dalam bursa efek. 2. Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering) Menurut Brigham dan Houston (2010:206) Pasar Penawaran Saham Perdana (IPO) adalah pasar untuk saham-saham perusahaan yang dalam proses untuk masuk bursa (go public), sedangkan Going Public adalah kegiatan menjual saham kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh perusahaan korporasi atau pemegang saham utama. Menurut Keown et al (2008:13) Initial Public Offering (IPO) adalah pertama kali saham perusahaan djual kepada khalayak ramai. Menurut Siamat (2005:500) Emisi efek atau sering disebut penawaran umum (go public) merupakan suatu proses yang melihatkan lembaga penunjang pasar modal dalam ranka penjualan efek (saham dan obligasi) suatu perusahaan kepada masyarakat umum. Proses emisi efek tersebut dapat dilakukan dengan mekanisme bursa efek atau bursa pararel. 19 Menurut Siamat (2005:500) Adapun tahan proses emisi efek yang berlaku untuk saat ini adalah sebagai berikut (Gambar 2.1) : a. Perusahaan yang akan menerbitkan efek (emiten atau issuer) menyampaikan penyataan maksud (letter on intent) kepada Bapepam. b. Emiten menghubungi dan menunjuk penjamin emisi (underwriter) serta lembaga penunjang emisi lainnya. c. Emiten dan underwriter mempersiapkan dokumen pernyataan pendaftaran emisi efek berikut lampiran dan dokumen emisi lainya. d. Emiten melalui underwriter menyampaikan pernyataan pendaftaran emisi efek kepada Bapepam. e. Bapepam melakukan penelaahan kesesuaian dokumen emisi dngan ketentuan yang berlaku. f. Izin emisi diberikan oleh Bapepam bilama semua dokumen emisis telah lengkap dan memenuhi ketentuan. g. Pengumuman dan pendistribusian prospektus. h. Emiten dan underwriter melakukan penawaran efek melalui pasar perdana. i. Penjatahan saham j. Pengembalian uang kepada pemesan (refund) k. Penyerahan sertifikat efek l. Pencatatan saham di bursa 20 Gambar 2.1 Proses Emisi Efek Persiapan - RUPS - Konsultasi - Bapepam Letter of intens Penunjukan : - Underwrite - Konsultan Hukum - Akuntan - Trustee - Guarantor Pernyataan Pendaftaran Lampiran : - Draft Prospektus - Laporan keuangan - Anggaran Dasar Evaluasi Bapepam Dokumen : - Perjanjian Lembaga Penunjang - Pernyataan Pendapat dari segi hokum - Pernyataan Manajemen dibidang akuntasi,dsb. Izin Bapepam Penyerahan Sertifikat Refund Penjatahan PASAR PERDANA Pencatatan di Bursa PASAR SEKUNDER 21 3. Underpricing Apabila harga saham pada saat IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga saham di pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi fenomena yang disebut underpricing. Underpricing merupakan fenomena yang menarik karena dialami oleh sebagian besar pasar modal di dunia dan seringkali dijumpai di pasar perdana (Ritter, 1991) dalam Rizqi dan Harto (2013). Sedangkan menurut Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) underpricing sebagai kondisi dimana harga penawaran pada saat IPO dinilai lebih rendah secara signifikan dibandingkan harga saham pada saat penutupan hari pertama di pasar sekunder. Penelitian yang dilakukan oleh Aggrawal, et al. (1994) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) menyimpulkan bahwa fenomena underpricing sering terjadi pada saat IPO. Hipotesis yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena underpricing adalah signaling hypothesis. Allen dan Faulhaber (1989), Grinblatt dan Hwang (1989), Welch (1989) dan Chemmanur (1993), Faugeron-Crouzet et al. (2003) dalam Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) mengungkapkan bahwa emiten menggunakan harga penawaran perdana sebagai sinyal yang diberikan atas situasi asimetri informasi, dimana pihak pemilik pertama perusahaan lebih mengetahui keadaan perusahaan dibandingkan dengan investor. Emiten sengaja menetapkan harga perdana saham yang underpriced, agar sinyal positif dapat diberikan kepada investor bahwa kebutuhan total modal emiten dapat terpenuhi meskipun dalam kondisi underpricing. 22 Indikasi bahwa emiten memiliki kualitas baik juga dapat terlihat dalam kondisi underpricing, dimana emiten dianggap mentransfer sebagian kekayaan pemilik awal perusahaan kepada investor baru sebagai kompensasi harga perdana yang underpriced. Biaya mahal yang perlu dikeluarkan emiten dalam kondisi underpricing inilah yang dapat mengindikasikan emiten sebagai perusahaan dengan kondisi keuangan yang sehat. Perusahaan dengan kualitas lebih rendah tidak mampu mengikuti cara perusahaan yang berkualitas baik, karena kualitas rendahnya dapat terungkap sebelum penawaran perdana. Perusahaan berkualitas lebih rendah akan lebih memilih menawarkan harga saham perdana dengan harga dan kebutuhan modal sesuai dengan yang sebenarnya menurut Hipotesis selanjutnya yang dapat menjelaskan underpricing adalah market feedback hypothesis seperti yang diungkapkan oleh Jegadeesh, Weinstein dan Welch (1993), Faugeron-Crouzet et al. (2003) dalam Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) Para peneliti ini mengungkapkan pelaku pasar lebih mengetahui nilai emiten yang sebenarnya daripada pemilik saham awal. Informasi ini akan terungkap kepada mereka melalui perubahan harga setelah IPO. Perusahaan yang akan go public harus memenuhi persyaratan bahwa laporan keuangan dua tahun terakhir adalah unqualified opinion. Audit tersebut diperlukan agar publik memperoleh suatu keyakinan bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji yang material, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai informasi yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan oleh calon investor. 23 Hipotesis lain yang dapat menjelaskan underpricing menurut Baron (1982) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) adalah asimetri informasi yang menjelaskan perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak – pihak yang terlibat dalam penawaran perdana, yaitu emiten, penjamin emisi, dan masyarakat pemodal. Penjamin emisi (underwriter) memiliki informasi tentang pasar yang lebih lengkap daripada emiten, sedangkan terhadap calon investor, penjamin emisi memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Besarnya underpricing diukur dengan initial return yakni selisih harga saham atau keuntungan yang didapat pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana dengan harga jual saham yang bersangkutan di pasar sekunder hari pertama Triani, (2006) dalam Aini (2013), sedangkan menurut Ardiansyah, (2004) dalam Retnowati (2013) tingkat underpricing ini di proxy dengan penghitungan initial return dari perusahaan – perusahaan yang melakukan Initial Public Offering, yaitu selisih antara penutupan harga saham pada hari pertama di pasar sekunder dengan harga saham penawaran perdana dibagi dengan harga saham penawaran perdana. Persamaan yang digunakan untuk menghitung Underpricing mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015), Putra dan Damayanthi (2013), Risqi dan Harto (2013), Retnowati (2013), Aini (2013), Wahyusari (2013), Hapsari dan Mahfud (2012) dan Prastica (2012) yaitu sebagai berikut: 𝐼𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 = Harga Closing di Pasar Sekunder − Harga IPO × 100% Harga IPO 24 4. Umur Perusahaan Menurut Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam bertahan hidup menjalankan usahanya, sehingga berpengaruh pada tingkat pengalaman yang dimilikinya dalam menghadapi persaingan. Lamanya umur suatu perusahaan akan mengindikasikan semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki perusahaan untuk tetap bertahan hidup menjalankan usahanya dan menghadapi hambatannya, maka hal tersebut juga akan berpengaruh pada semakin rendahnya tingkat ketidakpastian perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Wahyusari (2013) Lama perusahaan berdiri biasanya mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya. Umur perusahaan dihitung dengan mengurangkan antara tahun listing dengan tahun berdiri sedangkan, menurut Nurhidayati, 1998 dalam Aini (2013). Umur perusahaan menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu bertahan dan menjadi bukti perusahaan mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Perusahaan yang beroperasi lebih lama mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menyediakan informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada yang baru saja berdiri. Informasi ini akan bermanfaat bagi investor dalam mengurangi tingkat ketidakpastian perusahaan. Variabel umur perusahaan diukur dengan lamanya perusahaan beroperasi yaitu sejak perusahaan itu didirikan (established date) berdasarkan akta pendirian sampai dengan saat perusahaan melakukan IPO (listing date) (Amelia, 2007) dalam Aini (2013). 25 Persamaan untuk mencari umur perusahaan mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015), Wahyusari (2013), Retnowati (2013), Aini (2013), Safitri (2013), Kristianti (2013), dan Sari (2011) adalah sebagai berikut : Umur Perusahaan = Tahun 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔 IPO − Awal Berdirinya Perusahan 5. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan cerminan potensi perusahaan dalam menghasilkan arus kas dan kemampuan untuk mengakses informasi yang lebih besar. Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menentukan besar atau kecilnya perusahaan yang ditunjukkan dengan total aset yang dimiliknya. Penggukuran dengan menggunakan total aktiva dianggap lebih baik dari total penjualan karena total aktiva lebih stabil dari total penjualan serta lebih menunjukkan kekayaan perusahaan yang digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan yang berskala besar cenderung lebih dikenal masyarakat sehingga informasi mengenai prospek perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor daripada perusahaan berskala kecil. Variabel ukuran perusahaan diukur dengan menghitung log natural total aktiva tahun terakhir sebelum perusahaan tersebut listing (Suyatmin, 2006) dalam Aini (2013). Menurut Prisca (2012) Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aset perusahaan akan mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Suatu perusahaan dengan skala ekonomi yang lebih tinggi dan lebih besar dianggap mampu bertahan dalam 26 waktu yang lama. Untuk mengukur besarnya skala atau ukuran dari perusahaan adalah dengan melihat total aktiva dari laporan keuangan perusahaan tahun terakhir sebelum perusahaan tersebut melakukan IPO di Bursa (Nurhidayati dan Indriantoro 1998) dalam Retnowati (2013). Persamaan yang digunakan untuk Ukuran Perusahaan mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Putra dan Damayanthi (2013) , Retnowati (2013), Aini (2013), Safitri (2013), Hapsari dan Mahfud (2012), Prastica (2012), dan Sari (2011) adalah sebagai berikut : Ukuran Perusahaan = Ln(Total Aset) 6. CR (Current Ratio) Menurut Brigham dan Houston (2010:134) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) adalah rasio yang dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukan sampai sejauh apa kewajiban lancar ditutupi oleh aset yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam waktu dekat. Menurut Keown et al (2008:75) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) yaitu rasio yang menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan membandingan aktiva lancar terhadap hutang lancar (hutang lancar atau hutang jangka pendek). Menurut Riyanto (2013:332) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) yaitu kemampuan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar. Persamaan yang digunakan untuk mengukur current ratio (CR) mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Brigham dan Houston (2010:134) yaitu sebagai berikut : CR = Aktifa Lancar Hutang Lancar 27 7. DER (Debt to Equity Ratio) Menurut Brigham dan Houston (2010:143) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio total hutang terhadap total aset sedangkan menurut Keown et al (2008:83) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio yang menunjukan berapa banyak hutang yang digunakan membiayai aset-aset perusahaan. Horne dan Machowicz (2005:209) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang menunjukan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor (margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar sedangkan menurut Riyanto (2013:333) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) yaitu bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. Persamaan yang digunakan untuk mengukur Debt to Equity Ratio (DER) mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Brigham dan Houston (2010:143), Keown et al (2008:83), Horne dan Machowicz (2005:209), Wahyusari (2013) dan Retnowati (2013) sebagai berikut : DER = Total Hutang Jumlah Modal Sendiri 28 8. ROE (Return on Equity) Menurut Brigham dan Houston (2010:149) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) adalah Rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, untuk mengukur tingkat pengembalian investasi pemegang saham biasa sedangkan menurut Menurut Keown et al (2008:75) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) yaitu tingkat pengembalian saham biasa menunjukan rata-rata perhitungan pengembalian atas investasi pemegang saham yang diukur dengan membandingkan pendapatan bersih terhadap ekuitas saham biasa. Horne dan Machowicz (2005:225) Pengembalian atas ekuitas atau Return on Equity (ROE) adalah mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku pemegang saham dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di perusahaan. Dimana ROE yang tinggi akan mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif sedangkan menurut Menurut Riyanto (2013:336) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) yaitu kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan. Persamaan yang digunakan untuk mengukur Return on Equity (ROE) mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Brigham dan Houston (2010:149), Riyanto (2013:336), Risqi dan Harto (2013), Aini (2013), Hapsari dan Mahfud (2012) sebagai berikut : 𝑅𝑂𝐸 = Laba Bersih Ekuitas Pemegang Saham Biasa 29 9. EPS (Earning per Share) Menurut Brigham dan Houston (2010:93) Labar Per Saham atau Earning per Share (EPS) adalah jumlah labar bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar di perusahaan tersebut. Dalam laporan laba rugi EPS merupakan pos terpenting bagi pemegang saham. Jika suatu perusahaan memeliki opsi atau konvertibel beredar atau jika perusahaan menerbitkan saham biasa baru-baru ini, maka perhitungan EPS menjadi sedikit lebih rumit. Menurut Horne dan Wachowicz (2005:5) Labar Per Saham atau Earning per Share (EPS) adalah pendapatan setelah pajak (earning after tax) dibagi dengan jumlah saham biasa yang tersebar. Harga pasar saham perusahan mencerminkan penialaian khusus dari semua pelaku pasar atas nilai suatu perusahaan. Penilaian tersebut memperhitungkan EPS saat ini dan perkiraan EPS di masa mendatang. Menurut Siamat (2005:519) Labar Per Saham atau Earning per Share (EPS) adalah rasio yang menunjukan laba bersih yang berhasil diperoleh perusahaan untuk setiap unit saham selama periode. Persamaan yang digunakan untuk mengukur Earning per Share (EPS) mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Brigham dan Houston (2010:93), Horne dan Wachowicz (2005:5), Siamat (2005:519), Retnowati (2013), Hapsari dan Mahfud (2012), dan Sari (2011) sebagai berikut : EPS = Laba Bersih Setelah Pajak Jumlah Saham Beredar 30 B. Hubungan Antara Variabel 1. Hubungan antara Umur Perusahaan terhadap Tingkat Underpricing Umur perusahaan emiten menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu bertahan dan banyaknya informasi yang dapat diserap oleh publik. Perusahaan yang beroperasi lebih lama mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menyediakan informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada perusahaan yang baru saja berdiri. Dengan demikian akan mengurangi adanya asimetri informasi dan memperkecil ketidakpastian pasar dan pada akhirnya akan mempengaruhi underpricing (How et al., 1995) dalam Kristiantari (2013). Perusahaan yang telah lama berdiri bisa dipersepsikan sebagai perusahaan yang sudah tahan uji sehingga kadar resikonya rendah dan hal ini bisa menarik investor karena diyakini perusahaan yang sudah lama berdiri bisa dikatakan lebih berpengalaman dalam menghasilkan return bagi perusahaan yang pada baik akan lebih dipercaya oleh investor dibandingkan dengan yang tidak memiliki reputasi baik. Hal ini berarti auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian IPO serta mencerminkan resiko perusahaan IPO tersebut rendah, serta rendah pula tingkat underpricing tersebut Aini (2013). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa umur perusahaan memiliki pengaruh terhadap underpricing. 31 2. Hubungan antara Ukuran Perusahaan terhadap Tingkat Underpricing Perusahaan berukuran besar umumnya memiliki tingkat ketidakpastian yang rendah dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena dengan skala yang tinggi maka perusahaan besar cenderung tidak dipengaruhi oleh pasar, sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan. Kejelasan informasi tentang perusahaan akan meningkatkan penilaian akan perusahaan, mengurangi tingkat ketidakpastian dan meminimalkan tingkat resiko dan underpricing Sulistio (2005) dalam Aini (2013). Tingkat ketidakpastian perusahaan berskala besar pada umumnya rendah karena dengan skala yang tinggi perusahaan cenderung tidak dipengaruhi pasar, sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan. Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investai perusahaan berskala besar dalam jangka panjang. Sedangkan pada perusahaan berskala kecil tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang besar, sehingga tingkat resiko investasinya lebih besar dalam jangka panjang Nurhidayati dan Indriantoro, (1998) dalam Hapsari dan Mahfud (2012). Berdasar pada teori signaling yakni untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik Kim (1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan berperngaruh terhadap underpricing. 32 3. Hubungan antara Current Ratio terhadap Tingkat Underpricing Current ratio merupakan rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar, yang menunjukkan likuiditas suatu perusahaan. Current ratio mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya dari aktiva lancar yang dimiliki. Berdasar pada teori signaling Kim (1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) yakni untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi Current Ratio suatu perusahaaan berarti semakin kecil risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hal ini menjadikan risiko yang ditanggung pemegang saham juga semakin kecil. Jadi, semakin besar Current Ratio semakin kecil Initial Return. Semakin tinggi Current Ratio suatu perusahaan berarti semakin kecil risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga, risiko yang ditanggung pemegang saham juga semakin kecil. Jadi, semakin besar Current Ratio semakin kecil Initial returns atau semakin besar Current Ratio maka semakin besar Underpricing Suyatmin dan Sujadi (2006) dalam Hapsari dan Mahfud (2012). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Current Ratio berpengaruh terhadap underpricing. 33 4. Hubungan antara Debt to Equity Ratio terhadap Tingkat Underpricing Tingkat Debt to Equity Ratio menggambarkan risiko yang diukur dengan membandingkan total kewajiban perusahaan dengan total aset. Menurut penelitian yang dilakukan Kim et al., (1995) dalam Risqi dan Harto (2013) bahwa tingkat Debt to Equity Ratio berkorelasi positif dengan intial return. Dapat disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio tinggi menggambarkan risiko perusahaan yang tinggi pula sehingga investor dalam melakukan keputusan investasi akan menghindarkan penilaian harga saham perdana yang terlalu tinggi yang menyebabkan underpricing. DER merupakan salah satu informasi yang penting bagi investor untuk menilai resiko suatu nilai saham. Nilai DER yang tinggi menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas, sehingga menunjukan resiko financial atau resiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi yang nantinya akan mempengaruhi tingkat return yang akan diterima oleh investor dimasa yang akan datang. Semakin tinggi nilai DER berarti semakin tinggi resiko saham emiten tersebut, maka semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan oleh investor, yang berarti juga semakin tinggi tingkat underpricing tersebut Suyatmin (2006) dalam Aini (2013). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap underpricing. 34 5. Hubungan antara Return on Equity terhadap Tingkat Underpricing Return on Equity (ROE) merupakan ukuran profitabilitas dimana merupakan informasi yang diberikan kepada investor mengenai seberapa besar tingkat pengembalian modal investor dari perusahaan yang berasal dari kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Kim (1999) dalam Risqi dan Harto (2013) berdasarkan teori Signalling yaitu untuk mengatasi penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas baik dapat memberikan sinyal bagi investor untuk menunjukan bahwa perusahaan berkualitas baik. Semakin tinggi ROE maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang juga lebih tinggi. Nilai ROE yang semakin tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba dimasa yang akan datang dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya. Semakin besar nilai ROE maka mencerminkan resiko perusahaan IPO tersebut rendah, sehingga nilai ROE yang tinggi dapat mengurangi ketidakpastian saham dimasa mendatang serta menunjukkan tingkat keamanan investasi yang tinggi, yang berarti juga semakin rendah tingkat underpricing tersebut Kurniawan (2007) dalam Aini (2013). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa return of equity beperngaruh terhadap underpricing. 35 6. Hubungan antara Earning Per Share terhadap Tingkat Underpricing Menurut Ang (1997) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) Earning Per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan (Outstanding Shares). Berdasar pada teori signaling (Kim, 1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) yakni untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi EPS tentu saja menyebabkan semakin besar laba dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang ingin membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Earning Per Share berpengaruh terhadap underpricing. 36 C. Penelitian Terdahulu Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 No Judul Penelitian 1 Dwijayanti dan Wirakusuma (2015) “Pengaruh Informasi Keuangan dan Non Keuangan pada Return Awal Perusahaan yang melakukan IPO di BEI periode 20082012” Underpricing Variabel Ukuran perusahaan dan DER Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Penawaran Umum Perdana di BEI Periode 2012-2014” (Perusahaan yang Melaksanakan IPO di BEI Periode 20122014) Underpricing Variabel Umur perusahaan 2 Variabel Dependen Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian Variabel Reputasi underwriter, Reputasi auditor, dan PER Variabel reputasi auditor dan PER memiliki pengaruh terhadap underpricing sedangkan ukuran perusahaan, reputasi underwriter, dan DER tidak memiliki pengaruh terhadap underpricing. Regresi linier berganda Periode Perusahaan 2008-2012 Variabel Variabel reputasi Reputasi auditor yang underwriter, memiliki pengaruh Reputasi signifikan dan Regresi linier auditor, negatif terhadap berganda Persentase underpricing penawaran Reputasi saham, dan underwriter, umur Jenis perusahaan, dan jenis industri industri berpengaruh tidak signifikan dan Periode negatif terhadap Perusahaan underpricing, 2012-2014 sedangkan persentase penawaran saham juga tidak berpengaruh terhadap underpricing 37 No Judul Penelitian 3 Rosyidah (2014) “Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Reputasi Underwriter dan Reputasi auditor terhadap tingkat Underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di BEI periode 20092013” Wirawan (2014) “Analisis 4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada Perusahaan yang Go Public di BEI periode 20082012 5 Putra dan Damayanthi (2013) “Pengaruh Size, Return on Assets dan Financial Leverage pada Tingkat Underpricing Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 2008-2011” Variabel Dependen Persamaan Perbedaan Underpricing Variabel Umur perusahaan Ukuran perusahaan dan ROE Variabel Reputasi underwriter, Reputasi auditor, Alokasi dana IPO, Jenis Regresi linier industri berganda Periode Perusahaan 2009-2013 Underpricing Variabel Umur perusahaan, Ukuran perusahaan, CR, dan EPS Variabel ROA, dan Leverage Periode Perusahaan 2008-2012 Regresi linier berganda Underpricing Variabel Ukuran perusahaan Variabel Return on Assets (ROA), dan Regresi linier Financial berganda Leverage Periode Perusahaan 2008-2011 Hasil Penelitian Variabel reputasi auditor memiliki pengaruh terhadap underpricing, sedangka reputasi underwriter, umur, ukuran perusahaan, alokasi dana IPO, jenis industri, dan ROE tidak memiliki pengaruh terhadap underpricing. Variabel EPS, ROA, dan Leverage memiliki pengaruh terhadap underpricing, sedangkan Umur, Ukuran, dan CR tidak memiliki pengaruh terhadap underpricing. Variabel ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing, sedangkan Return on Assets dan Financial Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. 38 No Judul Penelitian Variabel Dependen Persamaan Perbedaan 6 Risqi dan Harto (2013) “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Ketika Intial Public Offering (IPO) di BEI Periode 2007 2011” Underpricing Variabel Variabel Return on Reputasi Equity (ROE) underwriter, Reputasi Regresi linier auditor, berganda Financial Leverage 7 Aini (2013) “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Perusahaan IPO di BEI Periode 2007 -2011” Underpricing Variabel Umur perusahaan, Ukuran perusahaan, dan Return on Equity (ROE) 8 Wahyusari (2013) “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham saat IPO di BEI Periode 2007-2011” Underpricing Variabel DER, dan Umur perusahaan Periode Perusahaan 2007-2011 Variabel Reputasi underwriter, Reputasi auditor, Penggunaan Dana IPO, dan Financial Regresi linier Leverage berganda Periode Perusahaan 2007-2011 Hasil Penelitian Variabel reputasi underwriter berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing. Sedangkan variabel reputasi auditor, return on equity, dan tingkat leverage tidak menunjukkan pengaruh terhadap underpricing. Variabel reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap underpricing, sedangkan variabel DER, ROE,ukuran perusahaan, umur peusahaan, reputasi underwriter dan penggunaan dana IPO untuk investasi tidak berpengaruh terhadap underpricing. Variabel Variabel solvabilitas, Solvabilitas, DER, dan umur Reputasi perusahaan underwriter, berpengaruh dan ROA signifikan terhadap Regresi linier underpricing, berganda Periode sedangkan ROA, dan Perusahaan reputasi underwriter 2007-2011 tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. 39 No Judul Penelitian 9 Retnowati (2013) “Penyebab Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di Indonesia Periode 20082011” 10 Safitri (2013) “ Asimetri Informasi dan Underpricing” Periode 20052010 Variabel Dependen Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian Underpricing Variabel DER, EPS, Umur perusahaan, dan Ukuran perusahaan Regresi linier berganda Variabel ROA, dan prosentase penawaran saham Variabel EPS, Ukuran Perusahaan, Prosentase Penawarn Saham, berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing, sedangkan DER, ROA, dan Umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap underpricing. Periode Perusahaan 2008-2011 Underpricing Variabel Ukuran perusahaan dan Umur perusahaan Variabel Reputasi underwriter, Reputasi auditor, dan Proporsi saham yang Regresi linier ditawarkan berganda ke masyarakat Periode Perusahaan 2005-2010 11 Kristianti (2013) “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode Underpricing Variabel Ukuran perusahaan Umur perusahaan Variabel Reputasi underwriter, Reputasi auditor, ROA, Regresi linier Financial berganda Laverage dan Jenis Industri Tujuan penggunaan Variabel reputasi underwriter dan reputasi auditor berpengaruh terhadap underpricing, sedangkan ukuran perusahaan, umur perusahaan, proporsi saham yang ditawarkan ke masyarakat tidak berpengaruh terhadap underpricing. Variabel reputasi underwriter, ukuran perusahaan dan tujuan penggunaan dana untuk investasi secara signifikan berpengaruh pada underpricing dengan arah koefisien negatif untuk ketiga variabel. Sedangkan variabel reputasi 40 No Judul Penelitian Variabel Dependen Persamaan 1997-2010” Perbedaan Hasil Penelitian dana untuk investasi auditor, umur perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage, dan jenis industri terbukti tidak memiliki pengaruh signifikan pada terjadinya underpricing. Periode Perusahaan 1997-2010 12 Hapsari dan Mahfud (2012) “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 2008-2010” 13 Prastica (2012) “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 2007-2010” Underpricing Variabel CR, EPS, ROE dan, Ukuran perusahaan Variabel Reputasi underwriter dan Reputasi Regresi linier auditor berganda Periode Perusahaan 2008-2010 Variabel reputasi underwriter, reputasi auditor, return on equity (ROE), dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap uderpricing, sedangkan current ratio (CR), dan earning per share (EPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Underpricing Variabel Ukuran perusahaan dan ROA Variabel ROA berpengaruh terhadap underpricing, sedangkan reputasi underwriter , reputasi auditor dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap underpricing. Variabel Reputasi underwriter dan Reputasi Regresi linier auditor berganda Periode Perusahaan 2007-2010 41 No Judul Penelitian 14 Sari (2011) “Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana di BEI Periode 2006-2010” Variabel Dependen Persamaan Underpricing Variabel Umur perusahaan, Ukuran perusahaan, CR, dan EPS Regresi linier berganda Perbedaan Variabel ROI Periode Perusahaan 2006-2010 Hasil Penelitian Variabel Ukuran perusahaan, Return On Investment (ROI), dan Current Ratio (CR) berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing, sedangkan umur perusahaan, dan EPS tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing. 42 D. Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran Gambar 2.2 Perusahaan go public yang terdaftar di BEI dan mengalami Underpricing Variabel Independen : Variabel Dependen : 1. Umur Perusahaan 2. Ukuran Perusahaan 3. Current Ratio Underpricing 4. Debt to Equity Ratio 5. Return on Equity 6. Earning per Share Uji Asumsi Klasik : - Normalitas - Heteroskedastisitas - Multikolinearitas - Autokorelasi Uji Regresi Linier Berganda Uji Hipotesis - Uji t Uji F Uji R2 Interpretasi Kesimpulan dan Saran 43 E. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dan perumusan masalah, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian adalah sebagai berikut : Ha1 :Variabel Umur Perusahaan memiliki pengaruh terhadap underpricing. Ha2 :Variabel Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh terhadap underpricing. Ha3 :Variabel Current Ratio (CR) memiliki pengaruh terhadap underpricing. Ha4 :Variabel Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh terhadap underpricing. Ha5 :Variabel Return on Equity (ROE) memiliki pengaruh terhadap underpricing. Ha6 :Variabel Earning per Share (EPS) memiliki pengaruh terhadap underpricing. Ha7 :Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap underpricing. 44 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mengkaji pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) terhadap underpricing. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berasal dari website resmi Bursa Efek Indonesia dan website resmi perusahaan yang menjadi sampel dalam penilitian ini, yaitu berupa laporan keuangan tahunan periode 2010-2014. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dimana perusahaan tersebut, mengalami underpricing pada saat penawaran saham perdananya (IPO) periode 20102014. B. Teknik Penentuan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya menurut Sugiyono (2010:115). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dimana perusahaan tersebut, mengalami underpricing pada saat penawaran saham perdananya (IPO) periode 2010-2014 . 45 Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut menurut Sugiyono (2010:116). Penentuan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling. Menurut Sugiyono (2010:122) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Beberapa kriteria yang ditentukan dalam penentuan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Perusahaan go public yang melakukan Initial Public Offering (IPO) selama periode 2010-2014, serta mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang tercantum dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) secara rutin dalam mata uang Negara Indonesia (rupiah) selama lima tahun sesuai dengan periode penelitian. b. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memiliki tanggal listing , harga penawaran perdana (offer price), dan juga memiliki data harga pembukuan serta penutupan (closing price) periode 2010-2014. c. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mempublikasikan datanya secara lengkap, sehingga sesuai dengan informasi yang dibutuhkan untuk menetukan Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS). d. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mengalami underpricing pada saat melakukan penawaran perdana atau Initial Public Offering (IPO) periode 2010-2014. 46 Berdasarkan kriteria penentuan sampel di atas, maka didapatkan hasil berikut: Tabel 3.1 Metode Pengambilan Sampel No 1. Keterangan Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang melakukan IPO pada periode 20102014. 2. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang melakukan IPO pada periode 20102014 yang mengalami Underpricing. 3. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang melakukan IPO pada periode 20102014, dan memiliki laporan keuangan sesuai periode penelitian yaitu berturut-turut selama periode 2010-2014. 4. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang melakukan IPO pada periode 20102014, yang berturut-turut mempublikasikan laporan keuangan selama periode 2010-2014 per 31 Desember secara lengkap, akan tetapi : Mempublikasikan laporan keuangan tahunan dengan mata uang Negara Indonesia (Rupiah) Memiliki rasio data keuangan yang dibutuhkan Total Sampel Akhir Sumber Data Sekunder (data diolah) Jumlah 124 102 79 67 38 38 Perusahaan yang melakukan IPO pada periode 2010-2014 berjumlah 124 Perusahaan, 22 perusahaan tidak mengalami underpricing (overpriced) sehingga jumlah sampel menjadi 102 perusahaan. Dari 102 perusahaan tersebut 23 perusahaan tidak memiliki laporan keuangan sesuai periode penelitian, sehingga jumlah sampel menjadi 79 perusahaan. Dari 79 perusahaan tersebut 12 perusahaan mempublikasikan laporan keuangannya dengan dollar, sehingga jumlah sampel menjadi 67 perusahaan. Dari 67 perusahaan terdapat 29 perusahaan tidak memiliki nilai rasio yang dibutuhkan dalam penelitian, sehingga sampel akhir yang didapat berjumlah 38. 47 Tabel 3.2 dibawah ini memberikan informasi tentang daftar perusahaan yang akan digunakan sebagai sampel penelitian. Perusahaan tersebut sudah mengalami tahap seleksi sehingga didapat 38 perusahaan yang terdaftar di BEI periode 20102014 sebagai berikut : Tabel 3.2 Daftar Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. 48 No 35 36 37 38 Kode TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. Sumber : www.idx.co.id (data diolah) C. Metode Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder mengacu pada informasi yang dikumpulkan oleh seseorang, dan bukan peneliti yang melakukan studi mutakhir. Data tersebut bisa merupakan internal atau eksternal organisasi dan diakses melalui internet, penelusuran dokumen, atau publikasi informasi menurut Sekaran (2006:65). Data perusahaan seperti umur perusahaan dan ukuran perusahan, serta rasio keuangan perusahaan yaitu CR, DER, ROE dan EPS dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan perusahaan go public yang melakukan IPO dan tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI) www.idx.co.id, dan website perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Sedangkan data mengenai underpricing diperoleh dengan mengolah data daftar harga saham perdana (Offer Price) dan harga saham penutupan (Closing Price) pada saat perusahaan melakukan IPO dari setiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2010-2014 yang diperoleh www.idx.co.id. Kemudian data juga diperoleh melalui Indonesian Capital Market Directory (ICMD), IDX Fact Book, dan sumber kepustakaan dengan membaca dan mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, skripsi, dan literatur-literatur yang erat hubungannya dengan penelitian ini. 49 D. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk menguji pengaruh dari variabel independen, yaitu Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) terhadap variabel dependen underpricing. Akan tetapi, sebelumnya akan dilakukan analisis deskriptif untuk memberikan deskripsi mengenai data variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini. 1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan data variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu Underpricing sebagai variabel dependen. Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) sebagai variabel independen. 2. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh model regresi yang baik atau dapat memprediksi tanpa bias. Uji asumsi klasik dilakukan dengan beberapa pengujian, yaitu di antaranya adalah uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Pengujian tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang digunakan variabel pengganggu atau residual memiliki 50 distribusi normal. Model regresi yang baik adalah model regresi yang variabel pengganggu atau residualnya memiliki distribusi normal. Menurut Ghozali (2011: 160) ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan analisis statistik. a) Analisis Grafik Cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun apabila hanya dengan melihat histogram, maka dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode lainnya yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Suatu distribusi normal membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonalnya. Jika distribusi data beresidual normal, maka data akan menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. b) Analisis Statistik Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan apabila tidak berhati-hati secara visual terlihat normal, namun secara statistik bisa sebaliknya. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametik KolmogorovSmirnov (K-S). Uji K-S dalam SPSS dilakukan dengan cara memilih menu Analyze, lalu pilih Non-parametric Test, kemudian pilih submenu 1 51 Sample K-S dan isikan unstandardized residual pada kotak test variable list, dengan hipotesis (Ghozali, 2011: 164), yaitu: H0 : Data residual berdistribusi normal Ha : Data residual tidak berdistribusi normal Apabila probabilitas < 0,05 maka Ha diterima dan H0 ditolak, sedangkan probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak dan H0 diterima. b. Uji Multikolinearitas Menurut Ghozali (2011:105) uji multikolinearitas bertujuanuntuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebasnya. Jika variabel bebasnya saling berkorelasi, maka variabelvariabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antara sesama variabel sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas didalam sebuah model regresi dapat dilakukan antara lain dengan melihat nilai tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah data yang mempunyai nilai VIF (Variance Inflation Factor) ≤ 10 dan mempunyai nilai TOLERANCE ≥ 0,1. c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang digunakan terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). 52 Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Menurut Ghozali (2011:111) salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model regresi yang digunakan maka dapat dideteksi dengan uji Durbin-Waston (DW Test). Menurut Yamin dan Kurniawan (2014:91) uji autokorelasi dilakukan dengan membandingkan nilai Durbin-Watson output dengan nilai DurbinWatson tabel, apabila hasil yang diperoleh berada di antara nilai du dan 4-du maka dapat dikatakan tidak terdapat autokorelasi positif atau negatif. Hipotesis yang akan diuji adalah: H0 : Tidak ada autokorelasi (r = 0) Ha : Ada autokorelasi (r ≠ 0) Tabel 3.3 Pengambil Keputusan Autokorelasi Hipotesis Nol Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ du ≤ dl Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4 Tidak ada autokorelasi negatif No decision 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif Tidak ditolak du < dl < 4 – du Sumber : Ghozali (2011:111) Apabila hasil pengujian berada pada area no decision, maka dapat digunakan pengujian nonparametrik, yaitu run test (Yamin dan Kurniawan, 2014: 91). Menurut Ghozali (2011: 120) run test sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar residual 53 terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. H0: residual (res_1) random (acak) Ha: residual (res_1) tidak random Pengambilan keputusannya adalah tolak H0 apabila probabilitas signifikansi < 0,05 (Ghozali, 2011: 121). d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang digunakan terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamantan ke pengamatan yang lain. Apabila varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain terdapat kesamaan, maka disebut homoskedastisitas dan apabila terdapat ketidaksamaan disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas. Menurut Ghozali (2011: 139) salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisisnya: a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 54 3. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen menurut Ghozali (2011:96). Analisis regresi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) terhadap underpricing. Bentuk persamaannya adalah: 𝒀 = 𝒂 + 𝒃𝟏 𝑿𝟏 + 𝒃𝟐 𝑿𝟐 + 𝒃𝟑 𝑿𝟑 + 𝒃𝟒 𝑿𝟒 + 𝒃𝟓 𝑿𝟓 + 𝒃𝟔 𝑿𝟔 + 𝒆 Dimana : Y : Underpricing 𝑎 : Konstanta b1-b6 : Koefisien Regresi X1 : Umur Perusahaan X2 : Ukuran Perusahaan X3 : Current Ratio (CR) X4 : Debt to Equity Ratio (DER), X5 : Return on Equity (ROE) X6 : Earning per Share (EPS) e : Kesalahan residual Sebuah model regresi akan dapat dipakai untuk prediksi jika memenuhi sejumlah asumsi, yang disebut dengan asumsi klasik. Dalam praktik, sebuah model regresi akan sulit untuk memenuhi semua asumsi yang ada, walaupun 55 demikian, pelanggaran yang signifikan terhadap asumsi yang ada akan mengakibatkan prediksi menjadi bias menurut Santoso (2014: 183). 4. Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011: 98). Uji statistik t dalam penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan apakah umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) secara parsial memiliki pengaruh terhadap underpricing. Penelitian ini juga dilakukan untuk mencari pengaruh paling besar di antara variabel independen terhadap variabel dependen. Menurut Santoso (2014: 156-157) variabel independen yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen dapat dilihat dari tabel Coefficients, pada kolom Standardized Coefficients dengan angka tertinggi. Tingkat signifikansi dari uji ini yaitu pada level of significance (α) yang ditetapkan dalam penelitian ini sebesar 5% atau 0,05. Dasar pengambilan keputusannya adalah (Ghozali, 2011: 102) : 1. Apabila probabilitas signifikansi < tingkat signifikansi yang ditentukan (α = 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima. 2. Apabila probabilitas signifikansi > tingkat signifikansi yang ditentukan (α = 0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak. 56 Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatifnya (Ha) yang hendak diuji adalah sebagai berikut : H0 : b1 = 0 : Umur Perusahaan tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. Ha : b1 ≠ 0 : Umur Perusahaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. H0 : b2 = 0 : Ukuran Perusahaan tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. Ha : b2 ≠ 0 : Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. H0 : b3 = 0 : Current Ratio (CR) tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. Ha : b3 ≠ 0 : Current Ratio (CR) memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. H0 : b4 = 0 : Debt to Equity Ratio (DER) tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. Ha : b4 ≠ 0 : Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. H0 : b5 = 0 : Return on Equity (ROE) tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. Ha : b5 ≠ 0 : Return on Equity (ROE) memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. 57 H0 : b6 = 0 : Earning per Share (EPS) tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. Ha : b6 ≠ 0 : Earning per Share (EPS) memiliki pengaruh secara parsial terhadap underpricing. 5. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011: 98). Uji statistik t dalam penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan apakah umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) secara simultan memiliki pengaruh terhadap underpricing. Penelitian ini juga dilakukan untuk mencari pengaruh paling besar di antara variabel independen terhadap variabel dependen. Menurut Santoso (2014: 156157) variabel independen yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen dapat dilihat dari tabel Coefficients, pada kolom Standardized Coefficients dengan angka tertinggi. Tingkat signifikansi dari uji ini yaitu pada level of significance (α) yang ditetapkan dalam penelitian ini sebesar 5% atau 0,05. Dasar pengambilan keputusannya adalah (Ghozali, 2011: 102) 1. Apabila probabilitas signifikansi < tingkat signifikansi yang ditentukan (α = 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima. 2. Apabila probabilitas signifikansi > tingkat signifikansi yang ditentukan (α = 0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak. 58 Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatifnya (Ha) yang hendak diuji adalah sebagai berikut : H0 : b1,2,3,4,5,6 = 0 : Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) tidak memiliki pengaruh secara simultan terhadap underpricing. Ha : b1,2,3,4,5,6 ≠ 0 : Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) memiliki pengaruh secara simultan terhadap underpricing. 6. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011: 97). Nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara nol sampai dengan satu. Nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil (biasanya ≤ 0,5) menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Sedangkan nilai koefisien determinasi (R2) )yang mendekati satu menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel independen, maka nilai R2 akan meningkat tanpa mempertimbangkan apakah variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berbeda halnya dengan Adjusted R2, yang nilainya 59 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan Adjusted R2 nilai Adjusted R2 dapat bernilai negatif, walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Gujarati (2003) dalam Ghozali (2011: 97) jika dalam uji empiris didapat nilai Adjusted R2 negatif, maka nilai Adjusted R2 dianggap bernilai nol. E. Operasional Variabel Penelitian Operasional variabel merupakan definisi dari serangkaian variabel yang digunakan dalam penulisan (Hamid, 2013:20). Pengertian operasional variabel adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang dapat diamati (diobservasi) dari definisi operasional tersebut dapat ditentukan alat pengambilan data yang cocok dipergunakan. Definisi dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah underpricing merupakan variabel terikat (Y) atau dependen. Dalam penelitian ini besarnya underpricing diukur dengan initial return yakni selisih harga saham atau keuntungan yang didapat pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana dengan harga jual saham yang bersangkutan di pasar sekunder hari pertama Triani, (2006) dalam Aini (2013). 60 Persamaan yang digunakan untuk menghitung Underpricing mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015), Putra dan Damayanthi (2013), Risqi dan Harto (2013), Retnowati (2013), Nur Aini (2013), Wahyusari (2013), Hapsari dan Mahfud (2012) dan Prastica (2012) yaitu sebagai berikut: 𝐼𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 = Harga Closing di Pasar Sekunder − Harga IPO × 100% Harga IPO 2. Variabel Independen a. Umur Perusahaan (X1) Menurut Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam bertahan hidup menjalankan usahanya, sehingga berpengaruh pada tingkat pengalaman yang dimilikinya dalam menghadapi persaingan. Lamanya umur suatu perusahaan akan mengindikasikan semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki perusahaan untuk tetap bertahan hidup menjalankan usahanya dan menghadapi hambatannya, maka hal tersebut juga akan berpengaruh pada semakin rendahnya tingkat ketidakpastian perusahaan di masa yang akan datang. Variabel umur perusahaan diukur dengan lamanya perusahaan beroperasi yaitu sejak perusahaan itu didirikan (established date) berdasarkan akta pendirian sampai dengan saat perusahaan melakukan IPO (listing date) (Amelia, 2007) dalam Aini (2013). Umur Perusahaan = Tahun 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔 IPO − Awal Berdirinya Perusahan 61 b. Ukuran Perusahaan (X2) Menurut Prisca (2012) Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aset perusahaan akan mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Suatu perusahaan dengan skala ekonomi yang lebih tinggi dan lebih besar dianggap mampu bertahan dalam waktu yang lama. Untuk mengukur besarnya skala atau ukuran dari perusahaan adalah dengan melihat total aktiva dari laporan keuangan perusahaan tahun terakhir sebelum perusahaan tersebut melakukan IPO di Bursa (Nurhidayati dan Indriantoro 1998) dalam Retnowati (2013). Persamaan yang digunakan untuk Ukuran Perusahaan mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Putra dan Damayanthi (2013) , Retnowati (2013), Aini (2013), Safitri (2013), Hapsari dan Mahfud (2012), Prastica (2012), dan Sari (2011) adalah sebagai berikut : Ukuran Perusahaan = Ln(Total Aset) c. CR (Current Ratio) (X3) Menurut Brigham dan Houston (2010:134) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) adalah rasio yang dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukan sampai sejauh apa kewajiban lancar ditutupi oleh aset yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam waktu dekat. Menurut Keown et al (2008:75) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) yaitu rasio yang menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan 62 membandingan aktiva lancar terhadap hutang lancar (hutang lancar atau hutang jangka pendek). CR = Aktifa Lancar Hutang Lancar d. DER (Debt to Equity Ratio) (X4) Menurut Brigham dan Houston (2010:143) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio total hutang terhadap total aset sedangkan menurut Keown et al (2008:83) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio yang menunjukan berapa banyak hutang yang digunakan membiayai aset-aset perusahaan. Menurut Riyanto (2013:333) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) yaitu bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. DER = Total Hutang Jumlah Modal Sendiri e. ROE (Return on Equity) Menurut Brigham dan Houston (2010:149) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) adalah Rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, untuk mengukur tingkat pengembalian investasi pemegang saham biasa sedangkan menurut Menurut Keown et al (2008:75) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) yaitu tingkat pengembalian saham biasa menunjukan rata-rata perhitungan pengembalian atas investasi pemegang 63 saham yang diukur dengan membandingkan pendapatan bersih terhadap ekuitas saham biasa. 𝑅𝑂𝐸 = Laba Bersih Ekuitas Pemegang Saham Biasa f. EPS (Earning Per Share) (X6) Menurut Brigham dan Houston (2010:93) Labar per Saham atau Earning per Share (EPS) adalah jumlah labar bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar di perusahaan tersebut. Dalam laporan laba rugi EPS merupakan pos terpenting bagi pemegang saham. Jika suatu perusahaan memiliki opsi atau konvertibel beredar atau jika perusahaan menerbitkan saham biasa baru-baru ini, maka perhitungan EPS menjadi sedikit lebih rumit sedangkan menurut Siamat (2005:519) Labar Per Saham atau Earning per Share (EPS) adalah rasio yang menunjukan laba bersih yang berhasil diperoleh perusahaan untuk setiap unit saham selama periode. EPS = Laba Bersih Setelah Pajak Jumlah Saham Beredar 64 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat BEI Historis pasar modal Indonesia telah lahir sebelum Indonesia merdeka. Pada tahun 1912 di Batavia, pasar modal atau bursa efek hadir ketika jaman kolonial Belanda. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial dan juga perdagangan. Sejak tahun 1912 pasar modal telah hadir akan tetapi perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pada tahun 1977 Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan .Banyak perubahan yang telah terjadi pada pasar modal di Indonesia dimana struktur perubahan pasar modal Indonesia yang memiliki lembaga yang menangani permasalahan dalam pasar modal serta menunjang pasar modal seperti, BEI, KPEI dan KSEI yang memiliki peranan penting dalam pasar modal. 65 Gambar 4.1 Struktur Pasar Modal Indonesia Sumber : www.idx.co.id 66 2. Sekilas Tentang KSEI PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) merupakan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) di pasar modal Indonesia, yang didirikan di Jakarta, pada tanggal 23 Desember 1997 dan memperoleh izin operasional pada tanggal 11 November 1998. Dalam kelembagaan pasar modal Indonesia, KSEI merupakan salah satu dari Self Regulatory Organization (SRO), selain Bursa Efek Indonesia (BEI) serta Lembaga Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, KSEI menjalankan fungsinya sebagai LPP di pasar modal Indonesia dengan menyediakan jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi Efek yang teratur, wajar, dan efisien. KSEI mulai menjalankan kegiatan operasional pada tanggal 9 Januari 1998, yaitu kegiatan penyelesaian transaksi Efek dengan warkat dengan mengambil alih fungsi sejenis dari PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI) yang sebelumnya merupakan Lembaga Kliring Penyimpanan dan Penyelesaian (LKPP). Selanjutnya sejak 17 Juli 2000, KSEI bersama BEI (sebelumnya Bursa Efek Jakarta) dan KPEI mengimplementasikan perdagangan dan penyelesaian saham tanpa warkat (scripless trading) di pasar modal Indonesia. Saham KSEI dimiliki oleh para pemakai jasanya, yaitu: SRO (BEI dan KPEI), Bank Kustodian, Perusahaan Efek, dan Biro Administrasi Efek (BAE). 67 3. Sekilas Tentang KPEI PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan berdasarkan Undang - Undang Pasar Modal Indonesia tahun 1995 untuk menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien. KPEI didirikan sebagai perseroan terbatas berdasarkan akte pendirian No. 8 tanggal 5 Agustus 1996 di Jakarta oleh PT Bursa Efek Indonesia dengan kepemilikan 100% dari total saham pendiri senilai Rp 15 miliar. KPEI memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal 24 September 1996 dengan pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 1 Juni 1998, Perseroan mendapat izin usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan berdasarkan Surat Keputusan Bapepam No. Kep-26/PM/1998. PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) merupakan Self Regulatory Organization (SRO) yang turut berperan menentukan arah perkembangan pasar modal Indonesia. Sebagai Central Counterparty (CCP), KPEI menyediakan layanan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa. Kehadiran KPEI sebagai CCP diperlukan untuk lebih meningkatkan efisiensi dan kepastian dalam penyelesaian transaksi di Bursa Efek Indonesia. Proses kliring yang dilakukan KPEI dimaksudkan agar setiap Anggota Kliring (AK) mengetahui hak dan kewajiban baik berupa efek maupun dana yang harus diselesaikan pada tanggal penyelesaian. Sebagai CCP, KPEI menjadi satu-satunya penjual untuk setiap pembeli dan satu-satunya pembeli untuk setiap penjual dalam setiap penyelesaian transaksi atas instrumen investasi yang diperdagangkan di bursa. 68 4. Daftar 38 Perusahaan Sampel Penelitian Pada tabel 4.1 dibawah ini menyajikan informasi tentang tanggal berdirinya perusahaan yang menjadi sampel penelitian, kemudian tanggal melakukan IPO dan umur perusahaan yang terhitung sejak didirikan perusahaan tersebut sampai melakukai IPO, berikut ini informasi dari 38 perusahaan yang menjadi sampel penelitian yaitu : Tabel 4.1 38 Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian Periode 2010-2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Didirikan 3 Agustus 1983 15 Maret 1971 2 Juni 2008 8 Maret 1995 8 November 1995 12 Oktober 1995 2 September 2009 8 November 2004 30 Juli 2004 15 Maret 2006 28 Juni 2007 6 Agustus 2003 20 September 1972 28 Mei 1998 13 Januari 1993 19 Mei 2008 25 Juli 2006 13 Maret 1997 16 September 2006 4 Oktober 1993 25 Juni 2008 28 Mei 1997 8 Agustus 1988 3 Juni 1997 28 April 2006 5 Februari 1977 Tanggal IPO 12 Januari 2010 9 Februari 2010 8 Maret 2010 28 Juni 2010 7 Juli 2010 6 Oktober 2010 7 Oktober 2010 26 Oktober 2010 11 November 2010 26 November 2010 30 November 2010 9 Desember 2010 10 Mei 2011 7 Juli 2011 12 Juli 2011 13 Juli 2011 11 Oktober 2011 17 November 2011 21 November 2011 21 Desember 2011 12 Januari 2012 7 Juni 2012 9 Juli 2012 10 Juli 2012 31 Agustus 2012 11 Oktober 2012 Kode Perusahaan EMTK PTPP TOWR ROTI GOLD HRUM ICBP TBIG APLN BORN MIDI BRMS HDFA PADI SDMU STAR SUPR GEMS VIVA BAJA TELE RANC MSKY ALTO IBST NELY Umur 27 39 2 5 5 5 1 6 6 4 3 7 39 13 8 3 5 14 5 18 4 15 24 15 6 35 69 No 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Didirikan 11 Juni 1981 17 Desember 1999 28 September 1980 22 Mei 1978 10 Januari 1995 28 Desember 2001 3 Agustus 1996 18 Agustus 1990 22 November 1995 6 Juli 2006 20 Maret 1979 29 Maret 2001 Tanggal IPO 2 November 2012 12 November 2012 14 Juni 2013 17 Juni 2013 24 Juni 2013 8 Juli 2013 12 September 2013 8 November 2013 12 Desember 2013 13 Maret 2014 27 Juni 2014 5 November 2014 Kode Perusahaan TAXI ASSA DSNG SRIL ACST MLPT SILO KRAH SSMS BALI CINT BIRD Umur 31 13 33 35 18 12 7 13 8 8 35 13 Sumber : data diolah Penelitian ini menggunakan 38 sampel perusahaan, 38 perusahaan ini melewati tahap seleksi. Dimana awalnya terdapat 124 perusahaan yang melakukan IPO pada Periode 2010-2014, namun dari perusahaan tersebut yang tidak mengalami underpricing (overpriced) dan tidak memiliki data lengkap yang dibutuhkan untuk dilakukanya penelitian. Sehingga dari 124 perusahaan tersebut akhirnya digunakan 38 sampel perusahaan pada tabel 4.1 untuk menjadi sampel penelitian. B. Analisis Deskriptif 1. Umur Perusahaan Umur perusahaan dihitung berdasarkan tahun melakukan IPO dikurangi tahun berdirinya perusahaan tersebut. Pada tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk memiliki umur terendah yaitu 1 tahun, sedangkan PT. HD Finance Tbk dan PT. PP (Persero) Tbk memiliki umur tertinggi yaitu 39 tahun. 70 2. Ukuran Perusahaan Pada tabel 4.2 dibawah ini, disajikan informasi mengenai ukuran perusahaan yang diambil dari nilai total aktiva perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Total aktiva tersebut diambil pada saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini nilai total aktiva dari 38 perusahaan yang menjadi sampel pada tabel 4.2 yaitu: Tabel 4.2 Ukuran Perusahaan Periode 2010-2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC ROTI SDMU Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. Aktiva (dalam juta Rp) 1.298.358 891.413 7.755.988 2.108.998 673.613 808.768 7.171.511 8.523.960 16.438.850 365.092 5.921.055 4.314.285 3.320.302 70.005 1.241.206 3.470.174 2.155.203 13.361.313 329.230 1.114.803 1.246.488 4.939.425 431.872 413.917 5.444.074 570.082 568.265 197.860 71 No 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. Aktiva (dalam juta Rp) 2.600.775 5.590.982 3.701.917 718.569 2.844.558 1.782.788 5.176.442 1.358.617 7.411.393 2.417.561 Sumber : data diolah Ukuran perusahaan dihitung berdasarkan hasil Log Natural dari nilai total aktiva. Ukuran perusahaan merupakan cerminan potensi perusahaan dalam menghasilkan arus kas dan kemampuan untuk mengakses informasi yang lebih besar. Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menentukan besar atau kecilnya perusahaan yang ditunjukkan dengan total aset yang dimiliknya. Penggukuran dengan menggunakan total aktiva dianggap lebih baik dari total penjualan karena total aktiva lebih stabil dari total penjualan serta lebih menunjukkan kekayaan perusahaan yang digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan (Suyatmin, 2006) dalam Aini (2013). Menurut Prisca (2012) Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aktiva perusahaan akan mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa PT. Golden Retailindo Tbk memiliki nilai total aset terendah yaitu Rp 70,005,000,000 sedangkan PT. Bumi Resources Mineral Tbk memiliki nilai total aset tertinggi yaitu Rp 16,438,850,000,000. 72 3. Current Ratio (CR) Pada tabel 4.3 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Current Ratio yang diambil dari nilai aset lancar dibagi dengan hutang lancar perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Nilai Current Ratio tersebut diambil pada saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini nilai CR dari 38 perusahaan yang menjadi sampel pada tabel 4.3 yaitu: Tabel 4.3 Nilai CR Periode 2010-2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. CR (x) 1,48 1,51 3,00 1,10 1,11 0,33 0,85 2,51 7,13 3,08 0,83 4,42 5,42 5,24 1,24 2,09 0,52 2,60 1,74 0,93 1,29 1,20 3,07 6,72 1,40 2,22 73 No 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. CR (x) 2,30 4,26 3,07 1,05 2,81 1,70 2,43 1,46 3,36 5,56 0,85 1,71 Sumber : data diolah Menurut Brigham dan Houston (2010:134) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) adalah rasio yang dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukan sampai sejauh apa kewajiban lancar ditutupi oleh aset yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam waktu dekat. Menurut Keown et al (2008:75) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) yaitu rasio yang menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan membandingan aktiva lancar terhadap hutang lancar (hutang lancar atau hutang jangka pendek). Semakin tinggi Current Ratio suatu perusahaaan berarti semakin kecil risiko kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pada tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai Current Ratio (CR) terendah yaitu PT. Bali Towerindo Sentra Tbk dengan nilai 0,33x sedangkan, PT. Bumi Resources Mineral Tbk memiliki nilai Current Ratio (CR) tertinggi yaitu 7,13x. 74 4. Debt to Equity Ratio (DER) Pada tabel 4.4 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Debt to Equity Ratio (DER) yang diambil dari total liabilitas dibagi dengan total ekuitas pada perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Nilai DER tersebut diambil pada saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini nilai DER dari 38 perusahaan yang menjadi sampel pada tabel 4.4 yaitu : Tabel 4.4 Nilai DER Periode 2010-2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. DER (%) 131,67 163,72 83,97 187,74 186,60 119,55 99,04 29,59 21,81 25,18 252,75 38,12 16,90 22,50 416,48 36,36 72,67 42,72 112,49 196,47 181,00 118,47 36,39 15,61 331,44 58,66 75 No 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. DER (%) 24,77 13,70 58,68 141,04 59,82 47,15 215,72 159,57 123,26 22,65 504,97 51,54 Sumber : data diolah Menurut Brigham dan Houston (2010:143) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio total hutang terhadap total aset sedangkan menurut Keown et al (2008:83) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio yang menunjukan berapa banyak hutang yang digunakan membiayai aset-aset perusahaan. Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor (margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar Pada tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa nilai Debt to Equity Ratio (DER) terendah yaitu PT. Sidomulyo Selaras Tbk dengan nilai 13,70% sedangkan, PT. Sarana Menara Nusantara Tbk memiliki Debt to Equity Ratio (DER) tertinggi yaitu 504,97% yang berarti bahwa perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang yang cukup besar. 76 5. Return on Equity (ROE) Pada tabel 4.5 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Return on Equity (ROE) yang diambil dari laba bersih dibagi dengan total ekuitas pada perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Nilai ROE tersebut diambil pada saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini nilai ROE dari 38 perusahaan yang menjadi sampel pada tabel 4.5 yaitu : Tabel 4.5 Nilai ROE Periode 2010-2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. ROE (%) 17,90 4,82 5,72 4,02 7,07 24,18 20,53 5,30 8,51 8,70 12,85 16,13 10,62 10,48 8,76 38,56 45,99 19,62 20,50 2,71 11,92 3,62 18,91 6,24 15,98 10,15 77 No 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. ROE (%) 21,91 3,43 3,06 13,35 27,27 0,53 10,69 11,55 14,09 18,38 8,16 1,65 Sumber : data diolah Menurut Brigham dan Houston (2010:149) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) adalah Rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, untuk mengukur tingkat pengembalian investasi pemegang saham biasa sedangkan menurut Menurut Keown et al (2008:75) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) yaitu tingkat pengembalian saham biasa menunjukan rata-rata perhitungan pengembalian atas investasi pemegang saham yang diukur dengan membandingkan pendapatan bersih terhadap ekuitas saham biasa. Nilai ROE yang tinggi akan mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif. Pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa nilai Return on Equity (ROE) terendah yaitu PT. Star Petrcohem Tbk dengan nilai 0,53% sedangkan PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk memiliki nilai Return on Equity (ROE) tertinggi yaitu 45,99%. 78 6. Earning per Share (EPS) Pada tabel 4.6 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Earning per Share (EPS) yang diambil dari laba bersih dibagi dengan jumlah saham beredar pada perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Nilai EPS tersebut diambil pada saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini nilai EPS dari 38 perusahaan yang menjadi sampel pada tabel 4.6 yaitu : Tabel 4.6 Nilai EPS Periode 2010-2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. EPS (x) 222,02 10,52 19,45 14,04 21,42 147,53 338,07 61,01 89,47 29,44 108,10 98,23 51,28 25,61 13,68 385,05 255,10 370,61 61,96 4,10 31,43 12,36 35,81 17,25 42,40 25,51 79 No 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. EPS (x) 106,38 7,89 47,94 19,33 100,15 1,07 184,37 53,59 83,77 38,29 98,93 1,87 Sumber : data diolah Menurut Brigham dan Houston (2010:93) Labar Per Saham atau Earning Per Share (EPS) adalah jumlah labar bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar di perusahaan tersebut. Dalam laporan laba rugi EPS merupakan pos terpenting bagi pemegang saham. Jika suatu perusahaan memeliki opsi atau konvertibel beredar atau jika perusahaan menerbitkan saham biasa baru-baru ini, maka perhitungan EPS menjadi sedikit lebih rumit. Menurut Horne dan Wachowicz (2005:5) Labar Per Saham atau Earning Per Share (EPS) adalah pendapatan setelah pajak (earning after tax) dibagi dengan jumlah saham biasa yang tersebar. Harga pasar saham perusahan mencerminkan penialaian khusus dari semua pelaku pasar atas nilai suatu perusahaan. Penilaian tersebut memperhitungkan EPS saat ini dan perkiraan EPS di masa mendatang. Pada tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa nilai Earning Per Share (EPS) terendah yaitu PT. Star Petrcohem Tbk dengan nilai 1,07x sedangkang, PT. Harum Energy Tbk memiliki nilai Earning Per Share (EPS) tertinggi yaitu 385,05x. 80 7. Underpricing Pada tabel 4.7 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Underpricing yang diambil dari nilai Initial Return yaitu harga saham closing dikurang harga saham offer kemudian dibagi harga saham offer pada perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Nilai Underpricing tersebut diambil pada saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini nilai Underpricing dari 38 perusahaan yang menjadi sampel pada tabel 4.6 yaitu : Tabel 4.7 Nilai Underpricing Periode 2010-2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. Underpricing (%) 13,00 49,50 12,33 25,64 36,00 50,00 14,62 9,40 10,24 10,00 1,08 1,39 9,00 48,57 15,14 4,81 50,00 10,29 49,09 49,09 50,00 1,32 22,02 38,92 81 No 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode PTPP RANC ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. Underpricing (%) 3,57 34,00 16,86 6,67 7,22 4,17 7,46 35,29 7,34 5,36 18,52 4,84 49,52 50,00 Sumber : data diolah Apabila harga saham pada saat IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga saham di pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi fenomena yang disebut underpricing. Underpricing merupakan fenomena yang menarik karena dialami oleh sebagian besar pasar modal di dunia dan seringkali dijumpai di pasar perdana (Ritter, 1991) dalam Rizqi dan Harto (2013). Sedangkan menurut Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) underpricing sebagai kondisi dimana harga penawaran pada saat IPO dinilai lebih rendah secara signifikan dibandingkan harga saham pada saat penutupan hari pertama di pasar sekunder. Pada tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa nilai underpricing terendah yaitu PT. Darma Satya Nusantara Tbk dengan nilai 1,08% sedangkan PT. Bali Towerindo Sentra Tbk, PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk, PT. Multipolar Technology Tbk dan PT. Visi Media Asia Tbk yang sama-sama memiliki nilai underpricing tertinggi yaitu sebesar 50%. 82 C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda 1. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Model regresi yang baik adalah model regresi yang variabel pengganggu atau residualnya memiliki distribusi normal. Salah satu metode yang handal untuk uji normalitas adalah dengan melihat normal probability plot yang disajikan pada gambar 4.2 berikut : Gambar 4.2 Grafik Normal Probability Plot Sumber : data diolah dengan SPSS 22 83 Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Namun, uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan apabila tidak berhati-hati secara visual terlihat normal, namun secara statistik bisa sebaliknya. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S) yang disajikan dalam tabel 4.8 berikut: Tabel 4.8 Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 38 Normal Parameters Mean a,b Std. Deviation .0000000 .10538376 Most Extreme Absolute .120 Differences Positive .056 Negative -.120 Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) .120 .182 c Sumber : data diolah dengan SPSS 22 84 Berdasarkan tabel 4.8 di atas hasil uji kolmogorov-smirnov menunjukkan nilai probabilitas signifikansi 0,182 yang lebih besar dari 0,05. Maka dapat diambil keputusan H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti data terdistribusi normal. Sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini benar-benar memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang digunakan terdapat korelasi antar variabel independen. Multikolinearitas di dalam model regresi dapat dideteksi dengan melihat nilai Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai Tolerance > 0.10 dan nilai VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas. Nilai Tolerance dan VIF masing-masing variabel independen dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut: Tabel 4.9 Uji Multikolinearitas Coefficients Model 1 a Collinearity Statistics Tolerance VIF Umur .809 1.236 Size .732 1.367 CR .630 1.588 DER .576 1.738 ROE .421 2.374 EPS .354 2.824 Sumber : data diolah dengan SPSS 22 85 Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa semua variabel independen memiliki nilai Tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas dalam penelitian ini, sehingga model regresi layak untuk dipakai. c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang digunakan terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model regresi yang digunakan maka dapat dideteksi dengan uji Durbin-Watson (DW Test). Tabel 4.10 Output Durbin-Watson b Model 1 Model Summary R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson R .818 a .669 .604 .11513 2.252 Sumber : data diolah dengan SPSS 22 Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat diketahui nilai Durbin-Watson output sebesar 2,252. Sedangkan pada tabel Durbin-Watson dengan k = 6, n = 38, α = 5%, maka diperoleh nilai dl = 1,146; du = 1,864; maka nilai 4-du = 2,136 yang berarti nilai D-W > 4-du; 2,252 > 2,136 sehingga berada pada area no decision. 86 Apabila hasil pengujian berada pada area no decision, maka dapat digunakan pengujian nonparametrik, yaitu run test (Yamin dan Kurniawan, 2014: 91). Pengujian run test dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 4.11 berikut. Tabel 4.11 Run Test Runs Test Unstandardized Residual a Test Value .00325 Cases < Test Value 19 Cases >= Test Value 19 Total Cases 38 Number of Runs 21 Z .164 Asymp. Sig. (2-tailed) .869 Sumber : data diolah dengan SPSS 22 Berdasarkan tabel 4.11 di atas hasil run test menunjukkan nilai probabilitas signifikansi 0,869 yang lebih besar dari 0,05. Maka dapat diambil keputusan H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa residual tidak terdapat korelasi atau bersifat random. d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang digunakan terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamantan ke pengamatan yang lain. Apabila varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain terdapat kesamaan, maka 87 disebut homoskedastisitas dan apabila terdapat ketidaksamaan disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas. Pada penelitian ini untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan melihat scatterplot. Berikut ini pengujian heteroskedastisitas dengan scatterplot pada gambar 4.3. Gambar 4.3 Scatterplot Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa titik-titiknya menyebar di daerah positif dan negatif serta tidak membentuk pola, sehingga dapat dikatakan data homoskedastisitas dan tidak terdapat masalah dalam uji heteroskedastisitas. 88 Uji lain yang digunakan untuk melihat heteroskedastisitas yaitu menggunakan uji Park. Berikut ini pengujian heteroskedastisitas dengan menggunakan metode Park pada tabel 4.12. Tabel 4.12 Uji Park Coefficients a Standardized Unstandardized Coefficients Model 1 B Std. Error (Constant) 8.351 32.560 Umur -.792 .450 Size -3.324 Coefficients Beta t Sig. .256 .799 -.338 -1.760 .088 10.052 -.070 -.331 .743 .578 .745 .193 .776 .443 DER -.095 .569 -.044 -.167 .869 ROE .461 .861 .194 .536 .596 EPS -.112 .579 -.072 -.193 .848 CR Sumber : data diolah dengan SPSS 22 Berdasarkan tabel 4.12 dari hasil uji Park diatas dapat dilihat pada kolom signifikan, dimana nilai probabilitas signifikan semua variabel independen pada tabel diatas lebih dari 0,05 sehingga dapat dikatakan data homoskedastisitas dan tidak terdapat masalah dalam uji heteroskedastisitas. 89 2. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Equity, dan Earning per Share Secara Simultan terhadap Underpricing. Pengujian model secara simultan dengan Uji F digunakan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel independen terhadap variabel dependennya atau untuk menguji ketepatan model. Jika variabel independen memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit. Dari pengujian simultan diperoleh hasil output sebagai berikut : Tabel 4.13 Uji F a Model 1 Regression Residual ANOVA Sum of Squares df .829 6 Total .411 31 1.240 37 Mean Square .138 F 10.420 Sig. b .000 .013 Sumber : data diolah dengan SPSS 22 Uji F ini digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel independen yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER, ROE dan EPS mempunyai kemampuan dalam menjelaskan variabel dependen yaitu underpricing. Berdasarkan hasil output uji F pada tabel 4.12 dapat diketahui bahwa tingkat signifikansi sebesar 0,000 sehingga penelitian ini menolak H0 dan membuktikan bahwa variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER, ROE dan EPS berpengaruh terhadap variabel dependen underpricing secara 90 simultan. Karena tingkat probabilitas lebih kecil dari α = 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen underpricing. 3. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Equity, dan Earning per Share Secara Parsial terhadap Underpricing. Uji statistik t digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui apakah variabel independen Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS) memiliki pengaruh secara parsial terhadap dependen Underpricing Menurut Ghozali (2011: 98) uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hasil uji statistik t dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.13 Tabel 4.14 Uji t Coefficients Model 1 (Constant) a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig. 2.694 .496 5.431 .000 Umur -.011 .002 -.672 -5.841 .000 Size -.082 .018 -.555 -4.587 .000 CR -.027 .014 -.255 -1.953 .060 DER .045 .022 .278 2.039 .050 ROE .520 .298 .278 1.743 .091 EPS -.001 .000 -.343 -1.973 .057 Sumber : data diolah dengan SPSS 22 91 Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14, kemudian dapat dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah dibuat, yaitu diantaranya: a. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel Umur Perusahaan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa Umur Perusahaan memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Maka dapat diambil keputusan H0 ditolak dan Ha1 diterima. b. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel Ukuran Perusahaan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Maka dapat diambil keputusan H0 ditolak dan Ha2 diterima. c. Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel CR sebesar 0,060 yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa CR tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Maka dapat diambil keputusan H0 diterima dan Ha3 ditolak. 92 d. Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel DER sebesar 0,050 yang berarti sama dengan tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa DER memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Maka dapat diambil keputusan H0 ditolak dan Ha4 diterima. e. Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel ROE sebesar 0,091 yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa ROE tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Maka dapat diambil keputusan H0 diterima dan Ha5 ditolak. f. Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel EPS sebesar 0,057 yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa EPS tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Maka dapat diambil keputusan H0 diterima dan Ha6 ditolak. Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 juga dapat diketahui variable independen Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh paling besar terhadap variabel Underpricing. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai Standardized Coefficients Variabel Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 0,278 yang lebih besar dari nilai Standardize Coefficients variabel independen lainya. 93 Berdasarkan tabel 4.14 diatas, dapat diperoleh persamaan regresi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : Underpricing = 2,694 – 0,011 Umur – 0,082 Size – 0,045 DER + ε Interpretasinya adalah sebagai berikut : 1) Konstanta memiliki nilai sebesar 2,694% mengartikan bahwa Underpricing akan bernilai 2,694% apabila variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan DER bernilai 0. 2) Variabel Umur Perusahaan memiliki koefisien regresi sebesar -1,1%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap kenaikan umur perusahaan sebesar 1% dengan asumsi variabel lain tetap, maka nilai Underpricing akan turun sebesar 1,1%. 3) Variabel Ukuran Perusahaan memiliki koefisien regresi sebesar -8,2%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiak kenaikan ukuran perusahaan sebesar 1% dengan asumsi variabel lain tetap, maka nilai Underpricing akan turun 8,2%. 4) Variabel DER memiliki koefisien regresi sebesar 4,5%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap kenaikan CR sebesar 1% dengan asumsi variabel lain tetap, maka nilai Underpricing akan naik sebesar 4,5%. 94 4. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) Untuk menentukan seberapa besar prediktor dapat menjelaskan variabel terikatnya dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari nilai adjusted R2. Hasil nilai adjusted R2 dari regresi digunakan untuk mengetahui besarnya variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel-variabel independennya. Berikut adalah hasil output SPSS : Tabel 4.14 Koefisien Determinasi Model Summary Model 1 R .818 R Square a Adjusted R Square .669 .604 Std. Error of the Estimate .11513 Sumber: data diolah dengan SPSS 22 Berdasarkan hasil output SPSS pada tabel 4.14 di atas dapat dilihat bahwa nilai adjusted R2 adalah 0,604, ini artinya variabel dependen yaitu underpricing dapat dijelaskan oleh keenam variabel yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER, ROE dan EPS sebesar 60,4% sedangkan sisanya 39,6% dijelaskan oleh variabel lain. 95 D. Interpretasi Hasil Penelitian 1. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel Umur Perusahaan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa Umur Perusahaan memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Koefisien regresi variabel umur perusahaan sebesar -0,011. Koefisien regresi negatif ini menunjukan bahwa semakin kecil umur perusahaan semakin besar tingkat underpricing perusahaan, dimana umur perusahaan merupakan sebuah tolak ukur untuk melihat bagaimana perusahaan dapat bertahan dan bersaing dengan perusahaan lain, dari hasil negatif ini berarti para investor tertarik pada perusahaan yang memiliki umur masih tergolong muda yaitu 1-7 tahun masa perusahaan tersebut, karena dianggap memiliki daya saing dan inovasi baru yang bernilai tinggi sehingga mempengaruhi tingkat underpricing, Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Wahyusari (2013) pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011 yang menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Akan tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015), Rosyidah (2014) dan Wirawan (2014) pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2012-2014 dimana umur perusahaan tidak memiliki pengaruh negatif terhadap underpricing. 96 2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel Ukuran Perusahaan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Dapat dikatakan Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Koefisien regresi variabel ukuran perusahaan sebesar -0,082. Koefisien regresi negatif ini menunjukan bahwa semakin kecil ukuran perusahaan semakin besar tingkat underpricing perusahaan, dimana ukuran perusahaan menunjukan besarnya sebuah perusahaan dalam melakukan aktivitas perusahaan sehingga mampu bersaing dengan baik dengan perusahaan lain, dari hasil negatif ini berarti para investor melihat perusahaan dengan ukuran perusahaan yang kecil tetapi dapat bersaing dengan perusahaan besar lainya, yang berarti tingkat produktivitas, jasa dan lainya pada perusahaan tersebut memiliki nilai yang bagus meski dengan ukuran perusahaan yang kecil sehingga mempengaruhi nilai underpricing perusahaan tersebut. Penilitian ini sejalan dengan Hasil penelitian dari Putra dan Damayanti (2013), Kristianti (2013), Retnowati (2013), Hapsari dan Mahfud (2012) dan Sari (2011) menunjukan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Akan tetapi tidak sejalan dengan penilitian Dwijayanti dan Wirakusuma (2015) , Wirawan (2014), Aini (2013) dan Safitri (2013) dimana ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap underpricing. 97 3. Pengaruh CR terhadap Underpricing Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel CR sebesar 0,060 yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa CR tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Hasil statistik t menunjukkan bahwa probabilitas signifikansi CR tidak signifikan. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan CR tidak berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. Semakin tinggi CR pada perusahaan berarti semakin kecil kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibanya. Akan tetapi pada penelitian ini CR yang dimiliki perusahaan tidak dijadikan penentu dalam menentukan besarnya tingkat underpricing karena bagi para investor faktor lain selain CR menurut investor lebih menentukan untuk meningkatkan nilai Underpricing. Penelitian ini sejalan dengan Wirawan (2014) serta Hapsari dan Mahfud (2012) pada perusahaan IPO yang terdaftar di BEI dimana CR tidak berpengaruh negatif terhadap Underpricing. Akan tetapi tidak sejalan dengan penilitian Sari (2011) pada perusahaan IPO yang terdaftar di BEI periode 2006-2010 dimana CR memiliki pengaruh positif terhadap Underpricing. 98 4. Pengaruh DER terhadap Underpricing Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel DER sebesar 0,050 yang berarti memiliki nilai yang sama dengan tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa DER memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Koefisien regresi variabel DER sebesar 0,045. Koefisien regresi positif ini menunjukan bahwa semakin tinggi nilai DER berarti semakin tinggi juga nilai Underpricing pada perusahaan tersebut yang berarti berbanding lurus. Semakin tinggi DER dalam suatu perusahaan berarti semakin tinggi juga perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang. Para investor melihat bahwa perusahaan tersebut berarti berani mengambil resiko dengan biaya tersebut tetapi bisa ditutupi dengan hasil yang bagus dari faktor perusahaan lainya seperti dari hasil produksi, jasa dan lainya sehingga perusahaan bisa terus berkembang dan bersaing dengan perusahaan lain. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyusari (2013) dimana DER berpengaruh positif terhadap Underpricing, akan tetapi penilitian ini tidak sejalan dengan penelitian Retnowati (2013) dimana DER tidak berpengaruh positif terhadap Underpricing. 99 5. Pengaruh ROE terhadap Underpricing Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel ROE sebesar 0,091 yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa ROE tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa probabilitas signifikansi ROE tidak signifikan. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan ROE tidak berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. ROE dalam suatu perusahaan merupakan imbal hasil yang diterima perusahaan tersebut, yang berarti semakin tinggi ROE semakin tinggi tingkat imbal hasil yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Akan tetapi para investor tidak melihat ROE perusahaan dalam investasi karena banyak pada sampel sebelum perusahaan melakukan IPO, banyak juga perusahaan yang mengalami kerugian. Penelitian ini sejalan dengan Risqi dan Harto (2013) dan Aini (2013) dimana ROE tidak memiliki pengaruh positif terhadap Underpricing. Akan tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan Hapsari dan mahfud (2012) dimana nilai ROE memiliki pengaruh negatif terhadap nilai Underpricing. 100 6. Pengaruh EPS terhadap Underpricing Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas signifikansi variabel EPS sebesar 0,057 yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa EPS tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa probabilitas signifikansi EPS tidak signifikan. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan EPS tidak berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. EPS dalam suatu perusahaan merupakan imbal hasil per saham yang diterima perusahaan tersebut, yang berarti semakin tinggi EPS perusahaan semakin tinggi juga tingkat imbal hasil per saham yang akan diterima oleh para investor. Akan tetapi pada penilitian ini jumlah nilai EPS yang lebih kecil pada perusahaan lebih banyak sehingga EPS tidak berpengaruh terhadap Underpricing. Penilitian ini sejalan dengan penelitian Hapsari dan Mahfud (2012) dimana nilai EPS tidak memiliki pengaruh negatif terhadap nilai Underpricing. Akan tetapi penilitian ini sejalan dengan penilitian Wirawan (2014) dan Retnowati (2013) dimana nilai EPS berpengaruh positif terhadap nilai Underpricing. 101 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS) terhadap Underpricing yang diproksikan oleh Initial Return pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014. Sampel sebanyak 38 perusahaan yang diperoleh melalui purposive sampling. Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) memiliki pengaruh secara simultan terhadap underpricing. 2. Variabel Umur Perusahaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap Underpricing, dengan pengaruh negatif. 3. Variabel Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap Underpricing, dengan pengaruh negatif. 4. Variabel Current Ratio tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap Underpricing, dengan pengaruh negatif. 5. Variabel DER memiliki pengaruh secara parsial terhadap Underpricing, dengan pengaruh positif. 6. Variabel Return on Equity tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap Underpricing, dengan pengaruh positif. 102 7. Variabel Earning Per Share memiliki pengaruh secara parsial terhadap Underpricing, dengan pengaruh negatif. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa variabel independen Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh paling besar terhadap Underpricing. Nilai Adjusted R2 dalam penelitian ini sebesar 0,604. Hal tersebut mengartikan bahwa kemampuan variabel independen umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER, ROE dan EPS untuk menjelaskan perubahan variabel dependen Underpricing adalah sebesar 60,4%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 39,6% dijelaskan faktorfaktor lain diluar penelitian ini. B. Implikasi Berdasarkan hasil analaisis dan pembahasan terhadap variabel yang diteliti, yaitu variabel independen umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), Earning per Share (EPS) dan variabel dependen underpricing, maka implikasi terhadap penilitian ini adalah sebagai berikut : Bagi investor/calon investor, dengan hasil penelitian ini bagi para calon investor dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pada saat penawaran saham perdana. 1. Bagi perusahaan/emiten, hasil penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing sehingga perusahaan dapat meminimalisir terjadinya underpricing pada saat IPO. 103 2. Bagi bidang akademik, penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing pada saat IPO dan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya. C. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka peneliti dapat sampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel independen lain agar mampu menjelaskan penyebab yang diperkirakan menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing supaya hasil bisa lebih akurat dan juga diharapkan dalam penelitian selanjutnya melakukan pengelompokkan jenis industri dalam penentuan sampel perusahaan agar hasil yang didapat bisa lebih baik. 2. Investor bisa melihat rasio Umur, Ukuran Perusahaan dan DER pada emiten yang akan melakukan IPO karena dengan melihat rasio tersebut investor bisa meramalkan apakah saham perusahaan yang ingin dijadikan investasi layak untuk dibeli atau tidak, karena sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa faktor yang berpengaruh terhadap underpricing adalah Umur, Ukuran Perusahaan dan DER. 3. Berdasarkan penelitian ini emiten juga bisa mengetahui bahwa CR, ROE, dan EPS tidak berpengaruh terhadap underpricing, sedangkan rasio Umur, Ukuran Perusahaan dan DER berpengaruh terhadap underpricing, sehingga emiten yang ingin melakukan IPO sebaiknya memperhatikan faktor-faktor tersebut. 104 DAFTAR PUSTAKA Aini, N Shoviyah. 2013. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Perusahaan IPO di BEI Periode 2007 -2011”. Universitas Negeri Surabaya Jurnal Ilmiah Manajemen Volume 1 Nomor 1 Januari 2013. Brigham, F Eugene, dan Houston, F Joel. 2010. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Edisi 11”, Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Dwijayanti, M Indira dan Wirakusuma, M Gede. 2015. ”Pengaruh Informasi Keuangan dan Non Keuangan pada Return Awal Perusahaan yang Melakukan IPO di BEI Periode 2008-2012”. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol. 13, No. 1, 2015 Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19”, Edisi 5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hamid, Abdul.”Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis”, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013 Hapsari, V Anitya dan Mahfud, M. Kholiq. 2012. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 2008-2010”. Dipenogoro Journal of Management Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-9. Horne, VC James, dan Wachowicz, M John. 2005. “Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan”, Edisi 8 Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Keown, Martin et al. 2008."Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan”, Edisi 10, Jilid 1. Klaten, Jawa Tengah : PT Macanan Jaya Cemerlang. Kristianti, I.D Ayu. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 1997-2010”. Universitas Pendidikan Ganesha Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika Volume 2 Nomor 2 Singaraja, Juni 2013. 105 Lestari, A Hayu, Hidayat, R Rustam, dan Sulasmiyati, Sri. 2015.“Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Penawaran Umum Perdana di BEI Periode 2012-2014”. Universitas Brawijaya Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 25 No. 1 Agustus 2015. Manurung, Adler. “Initial Public Offering (IPO): Konsep, Teori, dan Proses”. PT Adler Manurung Press, Jakarta, 2013. Prastica, Yurena. 2012. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 2007-2010”. Universitas Widya Mandala Surabaya Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi – Vol. 1, No. 2, Maret 2012. Putra, M.A Mahendra dan Damayanthi, I G.A Eka. 2013. “Pengaruh Size,Return on Assets dan Financial Leverage pada Tingkat Underpricing Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011”. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 4.1 (2013): 128-140. Retnowati, Eka. 2013. “Penyebab Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di Indonesia Periode 2008-2011” Universitas Negeri Semarang Accounting Analysis Journal 2 (2) (2013). Rosyidah, Lailatur. 2014. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Reputasi Underwriter dan Reputasi Auditor terhadap Tingkat Underpricing di BEI periode 2009-2013”. Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Ilmu Manajemen Vol. 2, No. 3 Juli 2014. Risqi, I Azisia dan Harto, Puji. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Ketika Intial Public Offering (IPO) di BEI Periode 2007 -2011”. Diponegoro Journal of Accounting Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-7. Riyanto, Bambang. 2013. “Dasar Dasar Pembelanjaan Perusahaan”, Edisi Keempat, Cetakan Ketiga belas. BPFE-Yogyakarta. Romli, Muhammad. (2010),” Pembelajaran dari IPO Krakatau Steel” http://economy.okezone.com/read/2010/11/15/279/393267/pembelajaran-dariipo-krakatau-steel (diakses tanggal 9 September 2015) 106 Safitri, T Anggita. 2013. “Asimetri Informasi dan Underpricing”. Universitas Negeri Semarang Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 1-9. Santoso, Singgih. 2014. “Statistik Parametrik – Konsep dan Aplikasi dengan SPSS”, Edisi Revisi. Jakarta: Elex Media Komputindo. Sari, A Yuma. 2011. “Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana di BEI Periode 2006-2010” Dipenogoro Journal of Accounting Volume 1 N. 1 Tahun 2011. Sekaran, Uma. 2006. “Metodologi Penelitian untuk Bisnis”, Buku 2 Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat. Siamat, Dahlan. 2005. “Manajemen Lembaga Keuangan”. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Bisnis”, Cetakan Ke-15. Bandung: Alfabeta. Wahyusari, Ayu. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham saat IPO di BEI Periode 2007-2011”. Universitas Negeri Semarang Accounting Analysis Journal 2 (4) (2013) Wiryawan, Y Fendi. 2014. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada Perusahaan yang Go Public di BEI periode 20082012”. Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Akuntansi UNESA Vol 2, No. 3 (2014) Yamin, Sofyan, dan Kurniawan, Heri. 2014. “SPSS Complete – Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS”, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba Infotek. __http://www.idx.co.id/id-id/beranda/tentangbei/strukturpasarmodalindonesia.aspx (diakses tanggal 21 Oktober 2015) __http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiperusahaan/prosesgopublic.aspx (diakses tanggal 21 Oktober 2015) __http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/pengantarpasarmodal. aspx (diakses tanggal 21 Oktober 2015) __http://www.idx.co.id/id-id/beranda/perusahaantercatat/laporankeuangandan tahunan.apx (diakses tanggal 21 Oktober 2015) __http://www.sahamok.com/emiten/ipo/ (diakses tanggal 9 September 2015) 107 LAMPIRAN Lampiran 1 Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. 108 Lampiran 2 Umur Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Didirikan 3 Agustus 1983 15 Maret 1971 2 Juni 2008 8 Maret 1995 8 November 1995 12 Oktober 1995 2 September 2009 8 November 2004 30 Juli 2004 15 Maret 2006 28 Juni 2007 6 Agustus 2003 20 September 1972 28 Mei 1998 13 Januari 1993 19 Mei 2008 25 Juli 2006 13 Maret 1997 16 September 2006 4 Oktober 1993 25 Juni 2008 28 Mei 1997 8 Agustus 1988 3 Juni 1997 28 April 2006 5 Februari 1977 11 Juni 1981 17 Desember 1999 28 September 1980 22 Mei 1978 10 Januari 1995 28 Desember 2001 3 Agustus 1996 18 Agustus 1990 22 November 1995 6 Juli 2006 20 Maret 1979 29 Maret 2001 Tanggal IPO 12 Januari 2010 9 Februari 2010 8 Maret 2010 28 Juni 2010 7 Juli 2010 6 Oktober 2010 7 Oktober 2010 26 Oktober 2010 11 November 2010 26 November 2010 30 November 2010 9 Desember 2010 10 Mei 2011 7 Juli 2011 12 Juli 2011 13 Juli 2011 11 Oktober 2011 17 November 2011 21 November 2011 21 Desember 2011 12 Januari 2012 7 Juni 2012 9 Juli 2012 10 Juli 2012 31 Agustus 2012 11 Oktober 2012 2 November 2012 12 November 2012 14 Juni 2013 17 Juni 2013 24 Juni 2013 8 Juli 2013 12 September 2013 8 November 2013 12 Desember 2013 13 Maret 2014 27 Juni 2014 5 November 2014 Kode Perusahaan EMTK PTPP TOWR ROTI GOLD HRUM ICBP TBIG APLN BORN MIDI BRMS HDFA PADI SDMU STAR SUPR GEMS VIVA BAJA TELE RANC MSKY ALTO IBST NELY TAXI ASSA DSNG SRIL ACST MLPT SILO KRAH SSMS BALI CINT BIRD Umur 27 39 2 5 5 5 1 6 6 4 3 7 39 13 8 3 5 14 5 18 4 15 24 15 6 35 31 13 33 35 18 12 7 13 8 8 35 13 109 Lampiran 3 Ukuran Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. Total Aktiva (dalam juta Rp) 1.298.358 891.413 7.755.988 2.108.998 673.613 808.768 7.171.511 8.523.960 16.438.850 365.092 5.921.055 4.314.285 3.320.302 70.005 1.241.206 3.470.174 2.155.203 13.361.313 329.230 1.114.803 1.246.488 4.939.425 431.872 413.917 5.444.074 570.082 568.265 197.860 2.600.775 5.590.982 3.701.917 718.569 2.844.558 1.782.788 5.176.442 1.358.617 7.411.393 2.417.561 110 Lampiran 4 Current Ratio Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. CR (x) 1,48 1,51 3,00 1,10 1,11 0,33 0,85 2,51 7,13 3,08 0,83 4,42 5,42 5,24 1,24 2,09 0,52 2,60 1,74 0,93 1,29 1,20 3,07 6,72 1,40 2,22 2,30 4,26 3,07 1,05 2,81 1,70 2,43 1,46 3,36 5,56 0,85 1,71 111 Lampiran 5 Debt to Equity Ratio Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. DER (%) 131,67 163,72 83,97 187,74 186,60 119,55 99,04 29,59 21,81 25,18 252,75 38,12 16,90 22,50 416,48 36,36 72,67 42,72 112,49 196,47 181,00 118,47 36,39 15,61 331,44 58,66 24,77 13,70 58,68 141,04 59,82 47,15 215,72 159,57 123,26 22,65 504,97 51,54 112 Lampiran 6 Return on Equity Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. ROE (%) 17,90 4,82 5,72 4,02 7,07 24,18 20,53 5,30 8,51 8,70 12,85 16,13 10,62 10,48 8,76 38,56 45,99 19,62 20,50 2,71 11,92 3,62 18,91 6,24 15,98 10,15 21,91 3,43 3,06 13,35 27,27 0,53 10,69 11,55 14,09 18,38 8,16 1,65 113 Lampiran 7 Earning per Share Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. EPS (x) 222,02 10,52 19,45 14,04 21,42 147,53 338,07 61,01 89,47 29,44 108,10 98,23 51,28 25,61 13,68 385,05 255,10 370,61 61,96 4,10 31,43 12,36 35,81 17,25 42,40 25,51 106,38 7,89 47,94 19,33 100,15 1,07 184,37 53,59 83,77 38,29 98,93 1,87 114 Lampiran 8 Underpricing Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Kode ACST ALTO APLN ASSA BAJA BALI BIRD BORN BRMS CINT DSNG EMTK GEMS GOLD HDFA HRUM IBST ICBP KRAH MIDI MLPT MSKY NELY PADI PTPP RANC ROTI SDMU SILO SRIL SSMS STAR SUPR TAXI TBIG TELE TOWR VIVA Nama Perusahaan PT. Acset Indonusa Tbk. PT. Alkindo Naratama Tbk. PT. Agung Podomoro Land Tbk. PT. Adi Sarana Armada Tbk. PT. Sarana Central Baja Tama Tbk. PT. Bali Towerindo Sentra Tbk. PT. Blue Bird Tbk. PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk. PT. Bumi Resources Mineral Tbk. PT. Chitose Internasional Tbk. PT. Darma Satya Nusantara Tbk. PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk. PT. Golden Energy Mines Tbk. PT. Golden Retailindo Tbk. PT. HD Finance Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Grand Kartech Tbk. PT. Midi Utama Indonesia Tbk. PT. Multipolar Technology Tbk. PT. MNC Sky Vision Tbk. PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk. PT. Minna Padi Investama Tbk. PT. PP (Persero) Tbk. PT. Supra Boga Lestari Tbk. PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. PT. Sidomulyo Selaras Tbk. PT. Siloam International Hospital Tbk. PT. Sri Rejeki Isman Tbk. PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk PT. Star Petrcohem Tbk. PT. Solusi Tunas Pratama Tbk. PT. Express Transindo Utama Tbk. PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk. PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk. PT. Sarana Menara Nusantara Tbk. PT. Visi Media Asia Tbk. Underpricing (%) 13,00 49,50 12,33 25,64 36,00 50,00 14,62 9,40 10,24 10,00 1,08 1,39 9,00 48,57 15,14 4,81 50,00 10,29 49,09 49,09 50,00 1,32 22,02 38,92 3,57 34,00 16,86 6,67 7,22 4,17 7,46 35,29 7,34 5,36 18,52 4,84 49,52 50,00 115 Lampiran 9 Hasil Ouput SPSS 22 Regression Variables Entered/Removed Variables Variables Entered Removed Model 1 a Method EPS, DER, Umur, Size, CR, . Enter b ROE a. Dependent Variable: Underpricing b. All requested variables entered. b Model Summary Model R 1 .818 R Square a Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .669 .604 Durbin-Watson .11513 2.252 a. Predictors: (Constant), EPS, DER, Umur, Size, CR, ROE b. Dependent Variable: Underpricing a ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression .829 6 .138 Residual .411 31 .013 1.240 37 Total F 10.420 Sig. .000 b a. Dependent Variable: Underpricing b. Predictors: (Constant), EPS, DER, Umur, Size, CR, ROE 116 Coefficients Model 1 a Unstandardized Standardized Collinearity Coefficients Coefficients Statistics B Std. Error Beta (Constant) 2.694 .496 Umur -.011 .002 Size -.082 CR t Sig. Tolerance VIF 5.431 .000 -.672 -5.841 .000 .809 1.236 .018 -.555 -4.587 .000 .732 1.367 -.027 .014 -.255 -1.953 .060 .630 1.588 DER .045 .022 .278 2.039 .050 .576 1.738 ROE .520 .298 .278 1.743 .091 .421 2.374 EPS -.001 .000 -.343 -1.973 .057 .354 2.824 a. Dependent Variable: Underpricing Coefficient Correlations Model 1 EPS Correlations Covariances DER a Umur Size CR ROE EPS 1.000 .091 .308 -.412 .137 -.721 DER .091 1.000 -.195 -.275 .571 .147 Umur .308 -.195 1.000 .081 .030 -.288 Size -.412 -.275 .081 1.000 -.098 .202 CR .137 .571 .030 -.098 1.000 .096 ROE -.721 .147 -.288 .202 .096 1.000 EPS 9.663E-8 6.280E-7 1.786E-7 -2.279E-6 5.883E-7 -6.693E-5 DER 6.280E-7 .000 -8.059E-6 .000 .000 .001 Umur 1.786E-7 -8.059E-6 3.476E-6 2.691E-6 7.836E-7 .000 Size -2.279E-6 .000 2.691E-6 .000 -2.407E-5 .001 CR 5.883E-7 .000 7.836E-7 -2.407E-5 .000 .000 -6.693E-5 .001 .000 .001 .000 .089 ROE a. Dependent Variable: Underpricing 117 Collinearity Diagnosticsa Variance Proportions Condition Model Dimension Eigenvalue Index (Constant) Umur Size CR DER ROE 1 1 5.138 1.000 .00 .01 .00 .00 .01 .00 .00 2 .789 2.552 .00 .04 .00 .00 .07 .03 .13 3 .622 2.875 .00 .00 .00 .17 .18 .00 .02 4 .275 4.326 .00 .56 .00 .06 .16 .06 .01 5 .103 7.075 .00 .36 .00 .02 .00 .72 .67 6 .073 8.365 .01 .02 .00 .74 .53 .13 .00 7 .001 85.507 .99 .01 .99 .00 .05 .05 .16 a. Dependent Variable: Underpricing Residuals Statistics Minimum Maximum a Mean Std. Deviation N Predicted Value -.0565 .4753 .2190 .14966 38 Std. Predicted Value -1.841 1.712 .000 1.000 38 .030 .081 .048 .013 38 -.1412 .4725 .2146 .15314 38 -.25675 .18959 .00000 .10538 38 Std. Residual -2.230 1.647 .000 .915 38 Stud. Residual -2.526 1.798 .016 1.020 38 -.32955 .24353 .00441 .13182 38 -2.789 1.869 .009 1.058 38 Mahal. Distance 1.527 17.559 5.842 3.851 38 Cook's Distance .000 .259 .038 .060 38 Centered Leverage Value .041 .475 .158 .104 38 Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual a. Dependent Variable: Underpricing 118 EPS NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 38 Normal Parameters a,b Mean .0000000 Std. Deviation Most Extreme Differences .10538376 Absolute .120 Positive .056 Negative -.120 Test Statistic .120 Asymp. Sig. (2-tailed) .182 c NPar Tests Runs Test Unstandardized Residual a Test Value .00325 Cases < Test Value 19 Cases >= Test Value 19 Total Cases 38 Number of Runs 21 Z .164 Asymp. Sig. (2-tailed) .869 a. Median 119 Charts 120 121 Lampiran 10 Tabel Durbin-Watson, α = 5% n 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 k=6 dL 0.2025 0.2681 0.3278 0.3890 0.4471 0.5022 0.5542 0.6030 0.6487 0.6915 0.7315 0.7690 0.8041 0.8371 0.8680 0.8972 0.9246 0.9505 0.9750 0.9982 1.0201 1.0409 1.0607 1.0794 1.0974 1.1144 1.1307 1.1463 1.1612 1.1754 1.1891 1.2022 1.2148 1.2269 1.2385 1.2497 1.2605 1.2709 1.2809 1.2906 dU 3.0045 2.8320 2.6920 2.5716 2.4715 2.3881 2.3176 2.2575 2.2061 2.1619 2.1236 2.0902 2.0609 2.0352 2.0125 1.9924 1.9745 1.9585 1.9442 1.9313 1.9198 1.9093 1.8999 1.8913 1.8835 1.8764 1.8700 1.8641 1.8587 1.8538 1.8493 1.8451 1.8413 1.8378 1.8346 1.8317 1.8290 1.8265 1.8242 1.8220 k=7 dL 0.1714 0.2305 0.2856 0.3429 0.3981 0.4511 0.5016 0.5494 0.5945 0.6371 0.6772 0.7149 0.7505 0.7840 0.8156 0.8455 0.8737 0.9004 0.9256 0.9496 0.9724 0.9940 1.0146 1.0342 1.0529 1.0708 1.0879 1.1042 1.1198 1.1348 1.1492 1.1630 1.1762 1.1890 1.2013 1.2131 1.2245 1.2355 1.2461 dU 3.1494 2.9851 2.8477 2.7270 2.6241 2.5366 2.4612 2.3960 2.3394 2.2899 2.2465 2.2082 2.1743 2.1441 2.1172 2.0931 2.0715 2.0520 2.0343 2.0183 2.0038 1.9906 1.9785 1.9674 1.9573 1.9480 1.9394 1.9315 1.9243 1.9175 1.9113 1.9055 1.9002 1.8952 1.8906 1.8863 1.8823 1.8785 1.8750 k=8 dL 0.1469 0.2001 0.2509 0.3043 0.3564 0.4070 0.4557 0.5022 0.5465 0.5884 0.6282 0.6659 0.7015 0.7353 0.7673 0.7975 0.8263 0.8535 0.8794 0.9040 0.9274 0.9497 0.9710 0.9913 1.0107 1.0292 1.0469 1.0639 1.0802 1.0958 1.1108 1.1252 1.1391 1.1524 1.1653 1.1776 1.1896 1.2011 dU 3.2658 3.1112 2.9787 2.8601 2.7569 2.6675 2.5894 2.5208 2.4605 2.4072 2.3599 2.3177 2.2801 2.2463 2.2159 2.1884 2.1636 2.1410 2.1205 2.1017 2.0846 2.0688 2.0544 2.0410 2.0288 2.0174 2.0069 1.9972 1.9881 1.9797 1.9719 1.9646 1.9578 1.9514 1.9455 1.9399 1.9346 1.9297 k=9 dL 0.1273 0.1753 0.2221 0.2718 0.3208 0.3689 0.4156 0.4606 0.5036 0.5448 0.5840 0.6213 0.6568 0.6906 0.7227 0.7532 0.7822 0.8098 0.8361 0.8612 0.8851 0.9079 0.9297 0.9505 0.9705 0.9895 1.0078 1.0254 1.0422 1.0584 1.0739 1.0889 1.1033 1.1171 1.1305 1.1434 1.1558 dU 3.3604 3.2160 3.0895 2.9746 2.8727 2.7831 2.7037 2.6332 2.5705 2.5145 2.4643 2.4192 2.3786 2.3419 2.3086 2.2784 2.2508 2.2256 2.2026 2.1814 2.1619 2.1440 2.1274 2.1120 2.0978 2.0846 2.0723 2.0609 2.0502 2.0403 2.0310 2.0222 2.0140 2.0064 1.9992 1.9924 1.9860 k=10 dL 0.1113 0.1548 0.1978 0.2441 0.2901 0.3357 0.3804 0.4236 0.4654 0.5055 0.5440 0.5808 0.6159 0.6495 0.6815 0.7120 0.7412 0.7690 0.7955 0.8209 0.8452 0.8684 0.8906 0.9118 0.9322 0.9517 0.9705 0.9885 1.0058 1.0225 1.0385 1.0539 1.0687 1.0831 1.0969 1.1102 122 dU 3.4382 3.3039 3.1840 3.0735 2.9740 2.8854 2.8059 2.7345 2.6704 2.6126 2.5604 2.5132 2.4703 2.4312 2.3956 2.3631 2.3332 2.3058 2.2806 2.2574 2.2359 2.2159 2.1975 2.1803 2.1644 2.1495 2.1356 2.1226 2.1105 2.0991 2.0884 2.0783 2.0689 2.0600 2.0516 2.0437