Untitled - Repository UIN Syarif Hidayatullah

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TINGKAT UNDERPRICING HARGA SAHAM PADA
PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK
INDONESIA PERIODE 2010-2014
Skripsi
Disusun oleh
Ari Suryawan
1111081000056
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI
1. Nama
: Ari Suryawan
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Wonogiri, 17 April 1993
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Alamat
: Jl. Al-Baidho Gg. Makmur 1 No. 7 RT 12/RW
09, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan
Cipayung, Jakarta Timur. 13810
II.
5. Agama
: Islam
6. Kewarganegaraan
: Indonesia
7. Nama Ayah
: Suryadi
8. Nama Ibu
: Sukiyem
9. Anak ke dari
: 2 dari 2 bersaudara
10. No. Telp
: 08999108120
11. Email
: [email protected]
PENDIDIKAN
1. SDN 09 Lubang Buaya, Jakarta Timur
Tahun 1999-2005
2. SMPN 81 Lubang Buaya, Jakarta Timur
Tahun 2005-2008
3. SMAN 62 Kramat Jati, Jakarta Timur
Tahun 2008-2011
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2011-2015
vi
ABSTRACT
Underpricing has become a phenomenon at the time when companies do
an IPO. Underpricing is a phenomenon in which the offer of price in primary
market is lower than the closing price in secondary market. This study aims to
analyze the factors that influence the level of stock price underpricing of IPO
companies in Indonesia Stock Exchange within 2010-2014. This study uses 6
variables; company age, company size, CR, DER, ROE and EPS. The data
analysis use multiple regression method and the samples of this study use
purposive sampling method with the amount of samples are 38 companies
from 124 companies that do an IPO in Indonesia Stock Exchange within
2010-2014. The research results show that all of the independent variables;
company age, company size, CR, DER, ROE and EPS simultaneously have
value significant 0,000 influence toward underpricing. In the other hand,
partially, only company age with value significant 0,000 , company size with
value significant 0,000 and DER with value significant 0,050 as independent
variables have influence significantly while other independent variables such
as CR, ROE and EPS don’t have influence significantly toward underpricing.
Keyword : Company Age, Company Size, CR (Current Ratio), DER (Debt to
Equity Ratio), ROE (Return on Equity) and EPS (Earning per Share), IPO
(Initial Public Offering), Underpricing
vii
ABSTRAK
Underpricing telah menjadi fenomena tersendiri pada saat perusahaan
melakukan IPO. Underpricing adalah suatu fenomena dimana harga
penawaran di pasar perdana lebih rendah dibandingkan harga penutupan di
pasar sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat underpricing harga saham perusahaan IPO di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada periode 2010-2014. Penelitian ini menggunakan 6
variabel bebas yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER, ROE
dan EPS. Analisis data dilakukan menggunakan metode regresi berganda dan
penarikan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 38 dari 124 perusahaan yang IPO di BEI dari tahun
2010-2014. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan
seluruh variabel independen yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR,
DER, ROE dan EPS berpengaruh secara signifikan dengan nilai 0,000
terhadap underpricing. Sedangkan secara parsial hanya variabel independen
umur perusahaan dengan nilai signifikan 0,000, ukuran perusahaan dengan
nilai signifikan 0,000 dan DER dengan nilai signifikan 0,050 yang
berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing namun variabel
independen lainnya yaitu CR, ROE, dan EPS tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap underpricing.
Kata Kunci : Umur perusahaan, Ukuran perusahaan, Current Ratio (CR),
Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE) dan Earning per Share
(EPS). Initial Public Offering (IPO), Underpricing
viii
Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada
pemimpin umat Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat,
danpengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis
sangat
bersyukur
dapat
menyelesaikan
skripsi
ini,
sebab
dalampenyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat kesulitan. Akan tetapi
berkatbantuan, bimbingan, dukungan, serta doa yang penulis dapatkan dari berbagai
pihakakhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Ibunda Sukiyem dan Ayahanda
Suryadi, yang dengan tulus dan ikhlas memberikan rasa kasih sayang, dukungan,
perhatian, serta doa-doanya yang tiada henti kepada penulis.
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, LC., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Titi Dewi Warninda, M. SI selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Indo Yama Nasaruddin, SE., MAB selaku dosen pembimbing I yang
telah
bersedia
meluangkan
waktunya
untuk
memberikan
bimbingan,
arahan,dukungan, motivasi, serta doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih banyak karena bapak tidak pernah bosan mendengarkan
berbagai keluhan penulis dan selalu memberikan solusi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Faizul Mubarok, MM selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak atas semua saran dan
ix
masukan yang bapak berikan, karena saran dan masukan tersebut sangat
bermanfaat bagi penulis.
6. Seluruh dosen pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
7. Seluruh staf karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak
memberikan bantuan kepada penulis dalam hal administrasi dan lain-lain.
8. Teman-teman yang saya cintai Agesti Kusumandari dan seperjuangan, Abdul
Azis, Aditya Rian Pratama, Akbar Faizal Perwira, Yudho Wijoseno, Musyrifah
Ratnasari, Siti Syifa, Siti Asiah, Bingah Pangesti, Suci Romadona, Brian Nur
Pratama, Taufan Chaerul, Hilman Azmi, Galih Pangestu, dan teman-teman
lainnya dari manajemen 2011, manajemen B, manajemen keuangan, grup share
everything, yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang banyak memberikan
bantuan dan dukungan kepada penulis serta kegembiraan yang dapat
menghilangkan rasa penat dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Semua pihak yang terlibat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Semua ketidaksempurnaan yang timbul disebabkan oleh keterbatasan kemampuan
maupun pengetahuan yang dimiliki penulis. Maka dari itu, pada kesempatan ini
penulis berharap pembaca sekalian dapat memaklumi apabila banyak ditemukan
kesalahan, kekurangan, ataupun kelemahan yang ditemukan dalam skripsi ini. Penulis
juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk melakukan langkah
perbaikan. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis menyerahkan segala urusan
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian maupun bagi penulis.
Jakarta, 15 Desember 2015
Ari Suryawan
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................
Lembar Pengasahan Skripsi ...............................................................................
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ...........................................................
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi .....................................................................
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .......................................................
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................
Abstract ..............................................................................................................
Abstrak ...............................................................................................................
Kata Pengantar ...................................................................................................
Daftar Isi .............................................................................................................
Daftar Tabel .......................................................................................................
Daftar Gambar ....................................................................................................
Daftar Lampiran .................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
B. Perumusan Masalah ...................................................................
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
D. Manfaat Penelitian .....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
A. Kajian Pustaka ............................................................................
1. Pasar Modal ..........................................................................
2. Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering) ...........
3. Underpricing ........................................................................
4. Umur Perusahaan .................................................................
5. Ukuran Perusahaan ...............................................................
6. CR (Current Ratio) ..............................................................
7. DER (Debt to Equity Ratio) .................................................
8. ROE (Return on Equity) .......................................................
9. EPS (Earning per Share) .....................................................
B. Hubungan Antar Variabel ...........................................................
C. Penelitian Terdahulu ...................................................................
D. Kerangka Pemikiran ....................................................................
E. Hipotesis .....................................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................
A. Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................
xi
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xi
xiii
xiv
xv
1
1
15
16
17
18
18
18
19
22
25
26
27
28
29
30
31
37
43
44
45
45
B. Tehnik Penentuan Sampel ..........................................................
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................
D. Tehnik Analisis Data ..................................................................
E. Operasional Variabel Penelitian .................................................
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...........................................
1. Sejarah Singkat BEI .............................................................
2. Sekilas Tentang KSEI ..........................................................
3. Sekilas Tentang KPEI ..........................................................
4. Daftar 38 Perusahaan Sampel Penelitian .............................
B. Analisis Deskriptif .....................................................................
1. Umur Perusahaan .................................................................
2. Ukuran Perusahaan ...............................................................
3. CR (Current Ratio) ..............................................................
4. DER (Debt to Equity Ratio) .................................................
5. ROE (Return on Equity) .......................................................
6. EPS (Earning per Share) .....................................................
7. Underpricing ........................................................................
C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda .....................................
1. Hasil Uji Asumsi Klasik ......................................................
2. Pengaruh Variabel Independen Secara Simultan Terhadap
Variabel Dependen ...............................................................
3. Pengaruh Variabel Independen Secara Parsial Terhadap
Variabel Dependen ...............................................................
4. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ...................................
D. Interpretasi Hasil Penelitian .......................................................
BAB V
PENUTUP ........................................................................................
A. Kesimpulan ................................................................................
B. Implikasi .....................................................................................
C. Saran ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
LAMPIRAN .......................................................................................................
xii
45
49
50
60
65
65
65
67
68
69
70
70
71
73
75
77
79
81
83
83
90
91
95
96
102
102
103
104
105
108
DAFTAR TABEL
No.
1.1
2.1
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14
4.14
Keterangan
Halaman
Perkembangan IPO Tahun 2010 – Agustus 2015 ...................................
6
Penelitian Terdahulu ...............................................................................
37
Metode Pengambilan Sampel..................................................................
47
Daftar Sampel Penelitian.........................................................................
48
Pengambilan Keputusan Korelasi ..........................................................
53
38 Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ....................................
69
Nilai Ukuran Perusahaan ........................................................................
71
Nilai CR (Current Ratio) ........................................................................
73
Nilai DER (Debt to Equity Ratio) ..........................................................
75
Nilai ROE (Return on Equity) .................................................................
77
Nilai EPS (Earning per Share) ...............................................................
79
Nilai Underpricing ..................................................................................
81
Uji Kolmogorov-Smirnov ......................................................................
84
Uji Multikoliniaritas ................................................................................
85
Output Durbin-Watson ...........................................................................
86
Run Test...................................................................................................
87
Uji Park ...................................................................................................
89
Uji F .......................................................................................................
90
Uji t ........................................................................................................
91
Koefisien Determinasi .............................................................................
95
xiii
DAFTAR GAMBAR
No.
1.1
2.1
2.2
4.1
4.2
4.3
Keterangan
Halaman
Persentase Perusahaan yang Mengalami Underpricing 2010-2015........
7
Proses Emisi Efek ...................................................................................
21
Gambar Kerangka Pemikiran ..................................................................
43
Struktur Pasar Modal Indonesia .............................................................
66
Grafik Normal Probability Plot .............................................................
83
Scatterplot ...............................................................................................
88
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Keterangan
Halaman
Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ......................................... 108
Umur Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ............................... 109
Ukuran Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ............................ 110
Current Ratio Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian .................. 111
Debt to Equity Ratio Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ....... 112
Return on Equity Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian ............. 113
Earning per Share Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian........... 114
Underpricing Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian................... 115
Hasil Uji Asumsi Klasik ......................................................................... 116
Tabel Durbin Watson .............................................................................. 122
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di zaman globalisasi ini visi dan misi perusahaan tentunya akan terus mengalami
perkembangan guna mencapai keberhasilan perusahaan. Maka dari itu perusahaan
tentunya membutuhkan modal untuk pendanaan yang bisa membantu dalam tahap
pengembangan perusahaan tersebut. Yaitu salah satunya bersumber dari Pasar Modal.
Menurut Riyanto (2013:219) ada 3 sumber extern pendanaan yang utama bagi
perusahaan yaitu Suplier, Bank, Pasar Modal. Pasar Modal (Capital Market) adalah
suatu pengertian abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling
berhadapan tetapi yang kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pemodal
(investor) di satu pihak dan emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau
jangka panjang. Dimaksudkan dengan pemodal adalah perorangan atau lembaga yang
menanamkan dananya dalam efek, sedangkan emiten adalah perusahaan yang
menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat (go public).
Menurut Brigham dan Houston (2010:190) Pasar Modal adalah Pasar keuangan
untuk saham dan utang jangka panjang dan hutang jangka menengah atau jangka
panjang panjang satu tahun lebih. Sedangkan Going Public adalah kegiatan menjual
saham kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh perusahaan korporasi atau
pemegang saham utama di Pasar Perdana (Brigham dan Houston, 2010:206).
1
Siamat (2005:487) Pasar Modal dalam arti sempit adalah suatu tempat yang
terorganisasi di mana efek-efek diperdagangkan yang disebut Bursa Efek. Bursa efek
atau stock exchange adalah suatu system yang terorganisasi yang mempertemukan
penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara langsung maupun dengan
melalui wakil-wakilnya. Fungsi Bursa Efek ini antara lain adalah menjaga kontinuitas
pasar dan menciptakan harga efek yang wajar melalui mekanisme permintaan dan
penawaran.
Proses penawaran saham perdana kepada publik melalui pasar perdana dikenal
dengan istilah Initial Public Offering (IPO) selanjutnya saham dapat diperjual belikan
pada pasar sekunder dibursa efek. Harga saham pada pasar perdana ditentukan oleh
kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter (penjamin emisi saham)
yang telah ditunjuk oleh perusahaan emiten,sedangkan harga saham pada saham
sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar (permintaan dan penawaran) menurut
Risqi dan Harto (2013).
Pasar modal dalam bentuk konkrit berupa Bursa Efek (securities / stock
exchange). Bursa efek sebenarnya sama dengan pasar-pasar lainnya yaitu tempat
bertemunya penjual dan pembeli, hanya yang diperdagangkan adalah efek. Di
Indonesia terdapat Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock
Exchange
(IDX).
Demi
efektivitas
operasional
dan transaksi,
Pemerintah
memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan
Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan
ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.
2
Setiap perusahaan yang akan melakukan IPO harus melalui proses-proses
terlebih dahulu, dimana proses tersebut membutuhkan waktu yang panjang
(Manurung, 2013 : 32). Tahapan pertama yang harus ditempuh adanya kesepakatan
antara direksi perusahaan, dimana kesepakatan ini melalui sebuah rapat yang dikenal
dengan rapat direksi guna mendapatkan kesepakatan atau keputusan diantara direksi
guna mendapatkan kesepakatan ini melalui sebuah rapat yang dikenal dengan rapat
direksi dalam kerangka kekompakan dan dukungan semua pihak untuk terlaksananya
proses IPO yang direncanakan. Selanjutnya, setelah mendapatkan persetujuan pada
rapat Direksi dan Komisaris maka keinginan penawaran saham ke publik harus
mendapatkan persetujuan dari Rapat Pemegang Umum Saham (RUPS) karena RUPS
merupakan organ tertinggi didalam perusahaan.
Tahap ketiga membentuk IPO terlaksana dimana pihak yang harus ada dalam tim
tersebut yaitu akuntansi, hukum, corporate finance, dan bidang lain yang dianggap
perlu seperti pemasaran, produksi, dan logistic perusahaan. Tahap keempat yaitu
melakukan penunjukan kepada pihak-pihak yang berpartisipasi untuk IPO
perusahaan. Adapun pihak yang berpartisipasi dalam IPO yaitu perusahaan penjamin
emisi saham atau yang lebih dikenal dengan Sekuritas, Akuntan Publik, Konsultasi
Hukum, Penilaian, Biro Administrasi Efek, Notaris dan Konsultan Keuangan. Tahap
kelima yaitu melakukan penawaran saham ke publik dengan bantuan semua pihak
yang berpartisipasi pada penawaran saham ini.
3
Namun sebelumnya perusahaan harus melakukan pendaftaran ke BAPEPAM.
Perusahaan juga harus melakukan pendaftaran bursa untuk mendapatkan surat dari
Bursa
Efek
Indonesia
yang
menyatakan
bahwa
saham
perusahaan
bisa
diperdagangkan dibursa. Tahap keenam yaitu saham perusahaan diperdagangkan
sejak hari pertama saham dicatatkan dibursa.
Riyanto (2013 : 220) Adapun fungsi dari BAPEPAM tersebut dalam Keppres
No, 53. Tahun 1990 Tentang Pasar Modal yaitu :
1. Mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga efek dapat
ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar dan efisien serta
melindungi kepentingan pemodal dan masyrakat umum.
2. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga seperti
; Bursa Efek dan Lembaga Kliring Penyelesaian dan Penyimpanan, Reksa
Dana (Investmen Fund), Perusahaan Efek, Lembaga Penunjang Pasar
Modal, dan
3. Memberikan pendapat kepada Menteri Keuangan mengenai Pasar Modal
Setelah perusahaan melakukan proses-proses untuk melakukan IPO, perusahaan
juga harus mengetahui terlebih dahulu apa saja syarat yang harus dipenuhi oleh
perusahaan. Bursa Efek Indonesia mensyaratkan beberapa ukuran yang harus
dipenuhi agar saham perusahaan dapat ditransaksikan di bursa (Manurung, 2013 :
37). Adapun syarat tersebut yaitu perusahaan harus telah beroperasi sekurangkurangnya lima milyar rupiah, memiliki laporan keuangan yang diaudit, menjual
saham sekurang-kurangnya lima puluh juta saham atau 35% dari jumlah saham
4
Setelah semua tahapan dan syarat-syarat telah dipenuhi, berarti proses IPO siap
dilaksanakan. Harga saham yang akan dijual perusahaan dipasar perdana adalah hasil
kesepakatan antara emiten dan underwriter sedangkan harga dipasar sekunder adalah
hasil dari mekanisme pasar yaitu permintaan dan penawaran. Penentuan harga saham
pada saat IPO adalah hal yang penting bagi emiten maupun bagi underwriter , karena
hal ini berkaitan dengan dengan berapa banyak dana yang akan dihasilkan emiten
pada saat IPO.
Menurut Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) underpricing sebagai kondisi
dimana harga penawaran pada saat IPO dinilai lebih rendah secara signifikan
dibandingkan harga saham pada saat penutupan hari pertama di pasar sekunder.
Hipotesis yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena underpricing
adalah signaling hypothesis. Allen dan Faulhaber (1989), Grinblatt dan Hwang
(1989), Welch (1989) , Chemmanur (1993) dan Faugeron-Crouzet et al. (2003) dalam
Lestari, Hidayat dan Sulasmiyati (2015)
mengungkapkan bahwa emiten
menggunakan harga penawaran perdana sebagai sinyal yang diberikan atas situasi
asimetri informasi, dimana pihak pemilik pertama perusahaan lebih mengetahui
keadaan perusahaan dibandingkan dengan investor. Emiten sengaja menetapkan
harga perdana saham yang underpricing, agar sinyal positif dapat diberikan kepada
investor bahwa kebutuhan total modal emiten dapat terpenuhi meskipun dalam
kondisi underpricing.
5
Fenomena underpricing terjadi di pasar modal berbagai negara diantaranya
Amerika Serikat, Inggris, Australia, Afrika Selatan, China, Malaysia dan Indonesia.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dan situs
www.idx.com peneliti mendapatkan hasil perkembangan untuk perkembangan
underpricing Di Indonesia pada peridode 2010 – Agustus 2015.
Tabel 1.1
Perkembangan IPO Tahun 2010 – Agustus 2015 di Indonesia
Tahun
Perusahaan IPO
2010
2011
2012
2013
2014
Agustus 2015
Total
Underpricing
23
25
22
30
23
11
134
22
17
20
21
21
11
112
Sumber www.idx.co.id data diolah
Dari (Tabel 1.1) tercatat 134 perusahaan melakukan IPO pada tahun 2010
sampai dengan Agustus 2015, dari data 134 yang kami peroleh, sebanyak 134
perusahaan yang melakukan IPO pada kurun waktu tersebut, 112 saham perusahaan
diantaranya mengalami underpricing dan 22 saham perusahaan lainnya mengalami
fair ataupun overpricing, atau dapat dikatakan masih banyak perusahaan go public
sejak tahun 2010 hingga Agustus 2015 yang mengalami underpricing, sehingga
underpricing merupakan kategori fenomena yang sering masih sering terjadi setiap
tahunya berdasarkan tabel 1.1 diatas, pada saat perusahaan melakukan IPO (Initial
Public Offering) adapun grafik jumlah perusahaan yang mengalami underpricing
dapat dilihat pada (Gambar 1.1) dibawah ini.
6
Gambar 1.1
Persentase Perusahaan yang Mengalami Underpricing
2010-2015
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber www.idx.co.id data diolah
Dari (Gambar 1.1) tercatat grafik perusahaan yang mengalami underpricing dari
tahun 2010 - Agustus 2015 yang tercatat di www.idx.co.id, dimana tahun tersebut
hampir seluruh perusahaan yang melakukan IPO mengalami underpricing. Pada
tahun 2010 sekitar 95,65% perusahaan mengalami underpricing dimana pada tahun
tersebut terdapat total 23 perusahaan yang melakukan IPO, pada tahun 2011 sekitar
68% perusahaan mengalami underpricing dengan total perusahaan yang melakukan
IPO yaitu 25 perusahaan, pada tahun 2012 sekitar 90,91% perusahaan mengalami
underpricing dari total seluruh perusahaan yang melakukan IPO yaitu 22 perusahaan,
pada tahun 2013 sekitar 70% perusahaan mengalami underpricing dari total seluruh
perusahaan yang melakukan IPO yaitu 30 perusahaan, pada tahun 2014 sekitar
91,30% perusahaan mengalami underpricing dari total seluruh perusahaan yang
melakukan IPO yaitu 23 perusahaan, kemudian pada Agustus 2015 sekitar 100%
mengalami underpricing dari total seluruh perusahaan yang melakukan IPO yaitu 11
perusahaan.
7
Dari grafik tersebut dapat dikatakan bahwa sekitar 83.58% perusahaan yang go
public (IPO) sejak tahun 2010 hingga Agustus 2015 mengalami underpricing,
Banyaknya fenomena underpricing yang terjadi menunjukkan bahwa harga saham
pada saat penawaran perdana di Indonesia pada periode tersebut secara rata-rata dapat
dikatakan murah..
Polemik kasus mengenai underpricing IPO yang terjadi pada tahun 2010, yaitu
tentang IPO PT Krakatau Steel TBK, soal penetapan harga IPO. Menurut Romli
(2010) Proses IPO BUMN tak jarang hanya menciptakan gaung besar dalam wacana
publik yang sesungguhnya tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Setelah
melalui berbagai proses IPO, KS akhirnya resmi melantai di bursa dan tercatat
sebagai emiten ke-413 dengan ticker KRAS pada 10 November 2010.
Pada Tahun 2010 IPO KS masih meninggalkan polemik. Salah satu yang
dipersoalkan adalah penetapan harga saham perdana KS sebesar Rp850 yang
dianggap terlalu murah dan ditengarai berbau kepentingan politis.Terlebih, setelah
harga saham KS melonjak tajam di awal perdagangannya dan menciptakan gain besar
bagi investor asing.
Dalam proses IPO, salah satu tahapan yang paling sulit adalah penetapan harga
saham perdana (offering price) yang sesuai harga pasarnya. Ini terbukti dari kenaikan
harganya secara tajam setelah melantai di bursa. Hasil riset Jay Ritter, seorang
Profesor Finance di Universitas Florida, menunjukkan dari 7.921 kasus IPO di AS
dalam kurun waktu 1975 hingga 2007 ditemukan rata-rata harga sahamnya naik 17,2
persen di hari pertama masuk bursa.
8
Di Indonesia,dari 321 kasus IPO sepanjang 1989-2007, rata-rata harga sahamnya
naik 21,1 persen pada hari pertama perdagangannya. Untuk saham KS,pada hari
pertama perdagangan ditutup pada level Rp1.270 per lembarnya atau melonjak tajam
49,4 persen. Ini artinya, kenaikan harga saham KS jauh lebih tinggi ketimbang ratarata hasil riset di atas dan menjadi indikator bahwa harga saham perdana KS memang
terlalu murah. Lantaran KS adalah BUMN, tentu ini menciptakan potential loss bagi
KS itu sendiri dan keuangan negara. Satu pembelajaran berharga dari kasus IPO KS
adalah bargaining power pemerintah dalam penetapan harga saham perdana KS
tampak masih lemah dan terkesan lebih mengutamakan kepentingan investor
ketimbang kepentingan KS sebagai korporasi yang membutuhkan dana.
Dalam proses bookbuilding IPO KS,pembentukan harga berada pada kisaran
Rp850-1.150, namun mengapa harga yang diambil adalah harga terendah meski
penjualan KS saat ini sangat didukung sejumlah faktor positif baik berupa kekuatan
(strength) maupun peluang (opportunity) yaitu: Pertama, KS dijual dalam performa
terbaiknya. Sejak 2007 hingga 2010, kinerja finansial KS terus membaik secara
signifikan. Hingga semester I-2010 saja KS sudah membukukan laba Rp997,75 miliar
atau naik fantastis 190,70 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang masih merugi Rp1,1 triliun. Hingga akhir 2010 diperkirakan laba
bersih KS mencapai Rp1,5-2 triliun. Sementara pada 2014, korporasi menargetkan
EBITDA akan tumbuh hingga 21,12 persen. Dari pendekatan manajemen strategik,
kondisi korporasi saat ini boleh dibilang berada pada fase growth and expansion
strategy.
9
Pada fase ini,nilai saham korporasi seharusnya dijual pada level lebih tinggi
ketimbang fase normalnya; Kedua, hasil rilis World Steel Association di Brussel,
Belgia menyebutkan, pada 2010 permintaan baja dunia meningkat 13,1 persen
dibandingkan 2009. Untuk 2011, permintaan baja di berbagai negara diperkirakan
akan meningkat tinggi. Harga baja dunia juga akan terus melambung dan pada
gilirannya akan meningkatkan laba KS sebagai salah satu produsen baja berorientasi
ekspor. Ketiga, dari sisi makro, boleh dibilang kondisi fundamental Indonesia saat ini
juga berada pada momentum terbaiknya.
Berbagai indikator ekonomi seperti laju PDB, inflasi, suku bunga, nilai tukar
rupiah, neraca pembayaran, hingga cadangan devisa relatif stabil dan cenderung terus
menguat. Selain itu, peringkat investasi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir juga
terus mengalami upgrading menuju investment grade. Hal ini telah meningkatkan
kepercayaan investor asing sebagaimana tercermin dari derasnya net foreign buying
di pasar saham dalam beberapa waktu terakhir. Ini semestinya bisa meningkatkan
bargaining power pemerintah dalam menjual saham KS, khususnya di mata investor
asing yang dijatah 35 persen;
Keempat, dalam proses IPO KS, ditunjuk tiga penjamin emisi yaitu Danareksa
Sekuritas, Mandiri Sekuritas, dan Bahana Sekuritas. Terbentuknya underwriting
groups ini menandakan biaya emisi yang ditanggung KS selaku emiten juga semakin
tinggi dan sebaliknya risiko yang ditanggung penjamin emisi semakin rendah. Dalam
kondisi demikian, pemerintah semestinya menentukan harga saham perdana KS
sebesar Rp1.150 atau titik tertinggi selama proses book building.
10
Kelima, dari 3,15 miliar saham yang ditawarkan ke publik, jumlah permintaan
investor mencapai 30 miliar atau sekitar 9,5 kali lipatnya. Ini maknanya, terjadi
oversubscribe yang sangat tinggi dan semestinya bisa dijadikan power untuk
menekan investor dan yang keenam, pembelajaran penting lainnya adalah jangan
terlalu percaya kepada investor khususnya asing yang berjanji akan memegang saham
perdana dalam jangka panjang sebagaimana terjadi pada proses IPO KS beberapa
waktu lalu. Pasalnya, karakter berinvestasi saham adalah investasi jangka pendek dan
berorientasi margin, berbeda dengan investasi langsung di infrastruktur yang bersifat
jangka panjang. Ketika capital gain di depan, investor dengan sigap akan segera
melepas sahamnya dan ini terjadi pada perdagangan saham KS pada waktu lalu.
(sumber:http://economy.okezone.com)
Dilihat dari kasus di atas pentingnya studi mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi underpricing pada saat IPO. Seperti yang kita tahu fenomena
underpricing masih banyak terlihat sampai tahun ini di Indonesia. Underpricing
harga saham IPO terjadi bukan karena adanya kesalahan waktu melakukan evaluasi
harga IPO, tetapi underpricing tersebut merupakan kesengajaan dan adanya asimetris
informasi yang dimiliki oleh penerbit saham dan underwriter (penjamin emisi).
Asimetris informasi ini memberikan harga lebih rendah dari harga intrinsik (harga
wajar), sementara tak satu pihak pun yang tahu harga intrinsik tersebut (Manurung,
2013:2).
11
Hasil penelitian dari Wahyusari (2013) menunjukan bukti empiris bahwa umur
perusahaan berpengaruh terhadap underpricing. Wahyusari (2013) kaitanya umur
perusahaan dengan underpricing dimana lama perusahaan berdiri biasanya
mempengarui minat investor untuk menanamkan modalnya, Umur perusahaan
dihitung dengan mengurangkan antara tahun listing dan tahun berdiri
Hasil penelitian dari Putra dan Damayanti (2013), Kristianti (2013), Retnowati
(2013), Hapsari dan Mahfud (2012) dan Sari (2011) menunjukan bukti empiris bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap underpricing. Menurut Hapsari dan Mahfud
(2012) tingkat ketidakpastian perusahaan berskala besar pada umumnya rendah
karena dengan skala yang tinggi perusahaan cenderung tidak dipengaruhi pasar,
sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan.
Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investai perusahaan
berskala besar dalam jangka panjang. Berdasar pada teori signaling menurut Kim
(1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) yakni untuk mengatasi masalah penilaian
yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat
memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
memiliki kualitas yang baik.
Hasil penelitian dari Sari (2011) menunjukan bukti empiris bahwa current ratio
berpengaruh terhadap underpricing. Menurut Hapsari dan Mahfud (2012) Current
ratio merupakan rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar, yang menunjukkan
likuiditas suatu perusahaan. Current ratio mengindikasikan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban lancarnya dari aktiva lancar yang dimiliki.
12
Berdasarkan pada teori signaling (Kim, 1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012)
yakni untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka
perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi
Current Ratio suatu perusahaaan berarti semakin kecil risiko kegagalan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Hasil penelitian dari Wahyusari (2013) menunjukan bukti empiris bahwa DER
berpengaruh terhadap underpricing. Menurut Retnowati (2013) dan Wahyusari
(2013) DER adalah kemampuan membayar hutang dengan ekuitas yang dimiliki
perusahaan.
Hasil penelitian dari Hapsari dan Mahfud (2012) menunjukan bukti empiris
bahwa return on assets (ROE) berpengaruh terhadap underpricing. Berdasar pada
teori signaling (Kim, 1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012)
yakni untuk
mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan
yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi ROE artinya
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa mendatang juga lebih
tinggi. Tingginya minat investor akan meningkatkan harga saham sehingga
perubahan harga diantara transaksi yang terjadi semakin kecil. Dengan demikian ada
hubungan negatif antara tingkat profitabilitas (ROE) dengan tingkat underpricing
(Kusumawati dan Sudento, 2005) dalam Hapsari dan Mahfud (2012).
13
Hasil penelitian dari Retnowati (2013) dan Wirawan (2014) menunjukan bukti
empiris bahwa earning per share (EPS) berpengaruh terhadap underpricing. Menurut
Ang (1997) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) Earning Per Share (EPS) merupakan
perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah
saham yang diterbitkan (Outstanding Shares). Berdasar pada teori signaling (Kim,
1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) yakni untuk mengatasi masalah penilaian
yang rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat
memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
memiliki kualitas yang baik. Semakin tinggi EPS tentu saja menyebabkan semakin
besar laba dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang
saham. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang ingin
membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi.
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penilitian sebelumnya dimana tahun
penelitian yang lebih up to date yaitu 2010-2014 dengan 6 variabel independen,
Variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian ini terdiri dari Umur Perusahaan,
Ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt Equity Ratio (DER), Return on Equity
(ROE), dan Earning Per Share (EPS) dengan judul “ Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Underpricing Harga Saham pada Perusahaan yang
melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia ( Periode 2010-2014 )”.
14
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
dapat dirumuskan:
1. Apakah variabel Umur Perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap
underpricing.
2. Apakah variabel Ukuran Perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap
underpricing.
3. Apakah variabel Current Ratio (CR) berpengaruh secara parsial terhadap
underpricing.
4. Apakah variabel Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
5. Apakah variabel Return on Equity (ROE) berpengaruh secara parsial terhadap
underpricing.
6. Apakah variabel Earning per Share (EPS) berpengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
7. Apakah variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR),
Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share
(EPS) berpengaruh secara simultan terhadap underpricing.
15
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Untuk menganalisis variabel Umur Perusahaan secara parsial terhadap
underpricing.
2. Untuk menganalisis variabel Ukuran Perusahaan secara parsial terhadap
underpricing.
3. Untuk menganalisis variabel Current Ratio (CR) secara parsial terhadap
underpricing.
4. Untuk menganalisis variabel Debt to Equity Ratio (DER) secara parsial
terhadap underpricing.
5. Untuk menganalisis variabel Return on Equity (ROE secara parsial terhadap
underpricing.
6. Untuk menganalisis variabel Earning per Share (EPS) secara parsial terhadap
underpricing.
7. Untuk menganalisis variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current
Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan
Earning per Share (EPS) secara simultan terhadap underpricing.
16
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi investor/calon investor, dengan hasil penelitian ini bagi para calon
investor dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
investasi pada saat penawaran saham perdana.
2. Bagi perusahaan/emiten, hasil penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing sehingga perusahaan
dapat meminimalisir terjadinya underpricing pada saat IPO.
3. Bagi bidang akademik, penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing pada saat IPO dan
referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Pasar Modal
Menurut Brigham dan Houston (2010:190) Pasar Modal adalah Pasar
keuangan untuk saham dan utang jangka panjang dan hutang jangka menengah
atau jangka panjang panjang satu tahun lebih. Sedangkan Menurut Riyanto
(2013:219) Pasar Modal. Pasar Modal (Capital Market) adalah suatu pengertian
abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi yang
kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pemodal (investor) di satu pihak dan
emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang.
Dimaksudkan dengan
pemodal
adalah perorangan atau lembaga
yang
menanamkan dananya dalam efek, sedangkan emiten adalah perusahaan yang
menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat (go public).
Menurut Siamat (2005:487) Pasar Modal dalam arti sempit adalah suatu
tempat yang terorganisasi di mana efek-efek diperdagangkan yang disebut Bursa
Efek. Bursa efek atau stock exchange adalah suatu system yang terorganisasi yang
mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara langsung
maupun dengan melalui wakil-wakilnya. Fungsi Bursa Efek ini antara lain adalah
menjaga kontinuitas pasar dan menciptakan harga efek yang wajar melalui
mekanisme permintaan dan penawaran.
18
Menurut Keown et al. (2008:12) terdapat dua jenis pasar modal yaitu, Pasar
Primer adalah suatu pasar yang memperdagangkan surat berharga yang baru,
sedangkan Pasar Sekunder
adalah pasar dimana saham yang sebelumnya
diterbitkan perusahaan, diperdagangkan.
Menurut Horne dan Wachowics (2005:39) Pasar Primer adalah pasar dimana
sekuritas baru diambil dan dijual untuk pertama kalinya, sedangkan pasar
sekunder adalah pasar untuk sekuritas yang sudah ada. Menurut Riyanto
(2013:219) Pasar Primer adalah pasar bagi efek yang pertama kali diterbitkan dan
ditawarkan dalam pasar modal, sedangkan Pasar Sekunder adalah pasar bagi efek
yang sudah ada dan sudah diperdagangkan dalam bursa efek.
2. Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)
Menurut Brigham dan Houston (2010:206) Pasar Penawaran Saham Perdana
(IPO) adalah pasar untuk saham-saham perusahaan yang dalam proses untuk
masuk bursa (go public), sedangkan Going Public adalah kegiatan menjual saham
kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh perusahaan korporasi atau pemegang
saham utama. Menurut Keown et al (2008:13) Initial Public Offering (IPO)
adalah pertama kali saham perusahaan djual kepada khalayak ramai.
Menurut Siamat (2005:500) Emisi efek atau sering disebut penawaran umum
(go public) merupakan suatu proses yang melihatkan lembaga penunjang pasar
modal dalam ranka penjualan efek (saham dan obligasi) suatu perusahaan kepada
masyarakat umum. Proses emisi efek tersebut dapat dilakukan dengan mekanisme
bursa efek atau bursa pararel.
19
Menurut Siamat (2005:500) Adapun tahan proses emisi efek yang berlaku
untuk saat ini adalah sebagai berikut (Gambar 2.1) :
a. Perusahaan
yang
akan
menerbitkan
efek
(emiten
atau
issuer)
menyampaikan penyataan maksud (letter on intent) kepada Bapepam.
b. Emiten menghubungi dan menunjuk penjamin emisi (underwriter) serta
lembaga penunjang emisi lainnya.
c. Emiten dan underwriter mempersiapkan dokumen pernyataan pendaftaran
emisi efek berikut lampiran dan dokumen emisi lainya.
d. Emiten melalui underwriter menyampaikan pernyataan pendaftaran emisi
efek kepada Bapepam.
e. Bapepam melakukan penelaahan kesesuaian dokumen emisi dngan
ketentuan yang berlaku.
f. Izin emisi diberikan oleh Bapepam bilama semua dokumen emisis telah
lengkap dan memenuhi ketentuan.
g. Pengumuman dan pendistribusian prospektus.
h. Emiten dan underwriter melakukan penawaran efek melalui pasar
perdana.
i. Penjatahan saham
j. Pengembalian uang kepada pemesan (refund)
k. Penyerahan sertifikat efek
l. Pencatatan saham di bursa
20
Gambar 2.1
Proses Emisi Efek
Persiapan
- RUPS
- Konsultasi
- Bapepam
Letter of intens
Penunjukan :
- Underwrite
- Konsultan
Hukum
- Akuntan
- Trustee
- Guarantor
Pernyataan
Pendaftaran
Lampiran :
- Draft
Prospektus
- Laporan
keuangan
- Anggaran
Dasar
Evaluasi
Bapepam
Dokumen :
- Perjanjian
Lembaga
Penunjang
- Pernyataan
Pendapat dari
segi hokum
- Pernyataan
Manajemen
dibidang
akuntasi,dsb.
Izin Bapepam
Penyerahan
Sertifikat
Refund
Penjatahan
PASAR
PERDANA
Pencatatan di
Bursa
PASAR
SEKUNDER
21
3. Underpricing
Apabila harga saham pada saat IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga
saham di pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi fenomena yang
disebut underpricing. Underpricing merupakan fenomena yang menarik karena
dialami oleh sebagian besar pasar modal di dunia dan seringkali dijumpai di
pasar perdana (Ritter, 1991) dalam Rizqi dan Harto (2013).
Sedangkan menurut Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015)
underpricing
sebagai kondisi dimana harga penawaran pada saat IPO dinilai lebih rendah
secara signifikan dibandingkan harga saham pada saat penutupan hari pertama di
pasar sekunder. Penelitian yang dilakukan oleh Aggrawal, et al. (1994) dalam
Hapsari dan Mahfud (2012) menyimpulkan bahwa fenomena underpricing sering
terjadi pada saat IPO.
Hipotesis yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena underpricing
adalah signaling hypothesis. Allen dan Faulhaber (1989), Grinblatt dan Hwang
(1989), Welch (1989) dan Chemmanur (1993), Faugeron-Crouzet et al. (2003)
dalam Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) mengungkapkan bahwa emiten
menggunakan harga penawaran perdana sebagai sinyal yang diberikan atas situasi
asimetri informasi, dimana pihak pemilik pertama perusahaan lebih mengetahui
keadaan perusahaan dibandingkan dengan investor. Emiten sengaja menetapkan
harga perdana saham yang underpriced, agar sinyal positif dapat diberikan kepada
investor bahwa kebutuhan total modal emiten dapat terpenuhi meskipun dalam
kondisi underpricing.
22
Indikasi bahwa emiten memiliki kualitas baik juga dapat terlihat dalam
kondisi underpricing, dimana emiten dianggap mentransfer sebagian kekayaan
pemilik awal perusahaan kepada investor baru sebagai kompensasi harga perdana
yang underpriced. Biaya mahal yang perlu dikeluarkan emiten dalam kondisi
underpricing inilah yang dapat mengindikasikan emiten sebagai perusahaan
dengan kondisi keuangan yang sehat. Perusahaan dengan kualitas lebih rendah
tidak mampu mengikuti cara perusahaan yang berkualitas baik, karena kualitas
rendahnya dapat terungkap sebelum penawaran perdana. Perusahaan berkualitas
lebih rendah akan lebih memilih menawarkan harga saham perdana dengan harga
dan kebutuhan modal sesuai dengan yang sebenarnya menurut
Hipotesis selanjutnya yang dapat menjelaskan underpricing adalah market
feedback hypothesis seperti yang diungkapkan oleh Jegadeesh, Weinstein dan
Welch (1993), Faugeron-Crouzet et al. (2003) dalam Lestari, Hidayat, dan
Sulasmiyati (2015) Para peneliti ini mengungkapkan pelaku pasar lebih mengetahui
nilai emiten yang sebenarnya daripada pemilik saham awal. Informasi ini akan
terungkap kepada mereka melalui perubahan harga setelah IPO. Perusahaan yang
akan go public harus memenuhi persyaratan bahwa laporan keuangan dua tahun
terakhir adalah unqualified opinion. Audit tersebut diperlukan agar publik
memperoleh suatu keyakinan bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari salah
saji yang material, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai informasi yang
diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan oleh calon investor.
23
Hipotesis lain yang dapat menjelaskan underpricing menurut Baron (1982)
dalam Hapsari dan Mahfud (2012) adalah asimetri informasi yang menjelaskan
perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak – pihak yang terlibat dalam
penawaran perdana, yaitu emiten, penjamin emisi, dan masyarakat pemodal.
Penjamin emisi (underwriter) memiliki informasi tentang pasar yang lebih
lengkap daripada emiten, sedangkan terhadap calon investor, penjamin emisi
memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten.
Besarnya underpricing diukur dengan initial return yakni selisih harga saham
atau keuntungan yang didapat pemegang saham karena perbedaan harga saham
yang dibeli di pasar perdana dengan harga jual saham yang bersangkutan di pasar
sekunder hari pertama Triani, (2006) dalam Aini (2013), sedangkan menurut
Ardiansyah, (2004) dalam Retnowati (2013) tingkat underpricing ini di proxy
dengan penghitungan initial return dari perusahaan – perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering, yaitu selisih antara penutupan harga saham pada hari
pertama di pasar sekunder dengan harga saham penawaran perdana dibagi dengan
harga saham penawaran perdana.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung Underpricing mengikuti
pengukuran yang dilakukan oleh Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015), Putra dan
Damayanthi (2013), Risqi dan Harto (2013), Retnowati (2013), Aini (2013), Wahyusari
(2013), Hapsari dan Mahfud (2012) dan Prastica (2012) yaitu sebagai berikut:
πΌπ‘›π‘–π‘‘π‘–π‘Žπ‘™ π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘› =
Harga Closing di Pasar Sekunder − Harga IPO
× 100%
Harga IPO
24
4. Umur Perusahaan
Menurut
Lestari,
Hidayat,
dan
Sulasmiyati
(2015)
Umur
perusahaan
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam bertahan hidup menjalankan
usahanya, sehingga berpengaruh pada tingkat pengalaman yang dimilikinya
dalam menghadapi persaingan. Lamanya umur suatu perusahaan akan
mengindikasikan semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki perusahaan
untuk tetap bertahan hidup menjalankan usahanya dan menghadapi hambatannya,
maka hal tersebut juga akan berpengaruh pada semakin rendahnya tingkat
ketidakpastian perusahaan di masa yang akan datang.
Menurut Wahyusari (2013) Lama perusahaan berdiri biasanya mempengaruhi
minat investor untuk menanamkan modalnya. Umur perusahaan dihitung dengan
mengurangkan antara tahun listing dengan tahun berdiri sedangkan, menurut
Nurhidayati, 1998 dalam Aini (2013). Umur perusahaan menunjukkan seberapa
lama perusahaan mampu bertahan dan menjadi bukti perusahaan mampu bersaing
dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian.
Perusahaan yang beroperasi lebih lama mempunyai kemampuan yang lebih besar
untuk menyediakan informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada
yang baru saja berdiri. Informasi ini akan bermanfaat bagi investor dalam
mengurangi tingkat ketidakpastian perusahaan. Variabel umur perusahaan diukur
dengan lamanya perusahaan beroperasi yaitu sejak perusahaan itu didirikan
(established date) berdasarkan akta pendirian sampai dengan saat perusahaan
melakukan IPO (listing date) (Amelia, 2007) dalam Aini (2013).
25
Persamaan untuk mencari umur perusahaan mengikuti pengukuran yang
dilakukan oleh
Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015), Wahyusari (2013),
Retnowati (2013), Aini (2013), Safitri (2013), Kristianti (2013), dan Sari (2011) adalah
sebagai berikut :
Umur Perusahaan = Tahun 𝐿𝑖𝑠𝑑𝑖𝑛𝑔 IPO − Awal Berdirinya Perusahan
5. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan
merupakan cerminan potensi
perusahaan dalam
menghasilkan arus kas dan kemampuan untuk mengakses informasi yang lebih
besar. Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menentukan besar atau kecilnya
perusahaan yang ditunjukkan dengan total aset yang dimiliknya. Penggukuran
dengan menggunakan total aktiva dianggap lebih baik dari total penjualan karena
total aktiva lebih stabil dari total penjualan serta lebih menunjukkan kekayaan
perusahaan yang digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan yang
berskala besar cenderung lebih dikenal masyarakat sehingga informasi mengenai
prospek perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor daripada
perusahaan berskala kecil. Variabel ukuran perusahaan diukur dengan
menghitung log natural total aktiva tahun terakhir sebelum perusahaan tersebut
listing (Suyatmin, 2006) dalam Aini (2013).
Menurut Prisca (2012) Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aset
yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aset perusahaan akan mengindikasikan
semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Suatu perusahaan dengan skala
ekonomi yang lebih tinggi dan lebih besar dianggap mampu bertahan dalam
26
waktu yang lama. Untuk mengukur besarnya skala atau ukuran dari perusahaan
adalah dengan melihat total aktiva dari laporan keuangan perusahaan tahun
terakhir sebelum perusahaan tersebut melakukan IPO di Bursa (Nurhidayati dan
Indriantoro 1998) dalam Retnowati (2013). Persamaan yang digunakan untuk
Ukuran Perusahaan mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Putra dan
Damayanthi (2013) , Retnowati (2013), Aini (2013), Safitri (2013), Hapsari dan
Mahfud (2012), Prastica (2012), dan Sari (2011) adalah sebagai berikut :
Ukuran Perusahaan = Ln(Total Aset)
6. CR (Current Ratio)
Menurut Brigham dan Houston (2010:134) Rasio Lancar atau Current Ratio
(CR) adalah rasio yang dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban
lancar. Rasio ini menunjukan sampai sejauh apa kewajiban lancar ditutupi oleh
aset yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam waktu dekat. Menurut
Keown et al (2008:75) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) yaitu rasio yang
menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan membandingan aktiva
lancar terhadap hutang lancar (hutang lancar atau hutang jangka pendek).
Menurut Riyanto (2013:332) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) yaitu
kemampuan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva
lancar. Persamaan yang digunakan untuk mengukur current ratio (CR) mengikuti
pengukuran yang dilakukan oleh Brigham dan Houston (2010:134) yaitu sebagai
berikut :
CR =
Aktifa Lancar
Hutang Lancar
27
7.
DER (Debt to Equity Ratio)
Menurut Brigham dan Houston (2010:143) Rasio hutang atau Debt to Equity
Ratio (DER) adalah rasio total hutang terhadap total aset sedangkan menurut
Keown et al (2008:83) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio
yang menunjukan berapa banyak hutang yang digunakan membiayai aset-aset
perusahaan.
Horne dan Machowicz (2005:209) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio
(DER) adalah rasio yang menunjukan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh
hutang. Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan
yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi
kreditor (margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian
besar sedangkan menurut Riyanto (2013:333) Rasio hutang atau Debt to Equity
Ratio (DER) yaitu bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan
untuk keseluruhan utang.
Persamaan yang digunakan untuk mengukur Debt to Equity Ratio (DER)
mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Brigham dan Houston (2010:143),
Keown et al (2008:83), Horne dan Machowicz (2005:209), Wahyusari (2013) dan
Retnowati (2013) sebagai berikut :
DER =
Total Hutang
Jumlah Modal Sendiri
28
8. ROE (Return on Equity)
Menurut Brigham dan Houston (2010:149) Pengembalian Ekuitas Biasa atau
Return on Equity (ROE) adalah Rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, untuk
mengukur tingkat pengembalian investasi pemegang saham biasa sedangkan
menurut Menurut Keown et al (2008:75) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return
on Equity (ROE) yaitu tingkat pengembalian saham biasa menunjukan rata-rata
perhitungan pengembalian atas investasi pemegang saham yang diukur dengan
membandingkan pendapatan bersih terhadap ekuitas saham biasa.
Horne dan Machowicz (2005:225) Pengembalian atas ekuitas atau Return on
Equity (ROE) adalah mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi
nilai buku pemegang saham dengan membandingkan laba bersih setelah pajak
dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di perusahaan. Dimana
ROE yang tinggi akan mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang
investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif sedangkan menurut
Menurut Riyanto (2013:336) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity
(ROE) yaitu kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan.
Persamaan yang digunakan untuk mengukur Return on Equity (ROE)
mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Brigham dan Houston (2010:149),
Riyanto (2013:336), Risqi dan Harto (2013), Aini (2013), Hapsari dan Mahfud
(2012) sebagai berikut :
𝑅𝑂𝐸 =
Laba Bersih
Ekuitas Pemegang Saham Biasa
29
9. EPS (Earning per Share)
Menurut Brigham dan Houston (2010:93) Labar Per Saham atau Earning per
Share (EPS)
adalah jumlah labar bersih dibagi dengan jumlah saham yang
beredar di perusahaan tersebut. Dalam laporan laba rugi EPS merupakan pos
terpenting bagi pemegang saham. Jika suatu perusahaan memeliki opsi atau
konvertibel beredar atau jika perusahaan menerbitkan saham biasa baru-baru ini,
maka perhitungan EPS menjadi sedikit lebih rumit.
Menurut Horne dan Wachowicz (2005:5) Labar Per Saham atau Earning per
Share (EPS) adalah pendapatan setelah pajak (earning after tax) dibagi dengan
jumlah saham biasa yang tersebar. Harga pasar saham perusahan mencerminkan
penialaian khusus dari semua pelaku pasar atas nilai suatu perusahaan. Penilaian
tersebut memperhitungkan EPS saat ini dan perkiraan EPS di masa mendatang.
Menurut Siamat (2005:519) Labar Per Saham atau Earning per Share (EPS)
adalah rasio yang menunjukan laba bersih yang berhasil diperoleh perusahaan
untuk setiap unit saham selama periode.
Persamaan yang digunakan untuk mengukur Earning per Share (EPS)
mengikuti pengukuran yang dilakukan oleh Brigham dan Houston (2010:93),
Horne dan Wachowicz (2005:5), Siamat (2005:519), Retnowati (2013), Hapsari
dan Mahfud (2012), dan Sari (2011) sebagai berikut :
EPS =
Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Saham Beredar
30
B. Hubungan Antara Variabel
1. Hubungan antara Umur Perusahaan terhadap Tingkat Underpricing
Umur perusahaan emiten menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu
bertahan dan banyaknya informasi yang dapat diserap oleh publik. Perusahaan
yang beroperasi lebih lama mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk
menyediakan informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada
perusahaan yang baru saja berdiri. Dengan demikian akan mengurangi adanya
asimetri informasi dan memperkecil ketidakpastian pasar dan pada akhirnya akan
mempengaruhi underpricing (How et al., 1995) dalam Kristiantari (2013).
Perusahaan yang telah lama berdiri bisa dipersepsikan sebagai perusahaan
yang sudah tahan uji sehingga kadar resikonya rendah dan hal ini bisa menarik
investor karena diyakini perusahaan yang sudah lama berdiri bisa dikatakan lebih
berpengalaman dalam menghasilkan return bagi perusahaan yang pada baik akan
lebih dipercaya oleh investor dibandingkan dengan yang tidak memiliki reputasi
baik. Hal ini berarti auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi
ketidakpastian IPO serta mencerminkan resiko perusahaan IPO tersebut rendah,
serta rendah pula tingkat underpricing tersebut Aini (2013). Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa umur perusahaan memiliki pengaruh terhadap
underpricing.
31
2. Hubungan antara Ukuran Perusahaan terhadap Tingkat Underpricing
Perusahaan berukuran besar umumnya memiliki tingkat ketidakpastian yang
rendah dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena dengan skala yang tinggi
maka perusahaan besar cenderung tidak dipengaruhi oleh pasar, sebaliknya dapat
mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan. Kejelasan
informasi tentang perusahaan akan meningkatkan penilaian akan perusahaan,
mengurangi tingkat ketidakpastian dan meminimalkan tingkat resiko dan
underpricing Sulistio (2005) dalam Aini (2013).
Tingkat ketidakpastian perusahaan berskala besar pada umumnya rendah
karena dengan skala yang tinggi perusahaan cenderung tidak dipengaruhi pasar,
sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan.
Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investai perusahaan
berskala besar dalam jangka panjang. Sedangkan pada perusahaan berskala kecil
tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang besar, sehingga tingkat resiko
investasinya lebih besar dalam jangka panjang Nurhidayati dan Indriantoro,
(1998) dalam Hapsari dan Mahfud (2012). Berdasar pada teori signaling yakni
untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka
perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik Kim (1999)
dalam Hapsari dan Mahfud (2012). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa ukuran perusahaan berperngaruh terhadap underpricing.
32
3. Hubungan antara Current Ratio terhadap Tingkat Underpricing
Current ratio merupakan rasio aktiva lancar terhadap hutang lancar, yang
menunjukkan likuiditas suatu perusahaan. Current ratio mengindikasikan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya dari aktiva lancar
yang dimiliki. Berdasar pada teori signaling Kim (1999) dalam Hapsari dan
Mahfud (2012) yakni untuk mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap
harga saham, maka perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi
investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang
baik. Semakin tinggi Current Ratio suatu perusahaaan berarti semakin kecil risiko
kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Hal ini menjadikan risiko yang ditanggung pemegang saham juga semakin
kecil. Jadi, semakin besar Current Ratio semakin kecil Initial Return. Semakin
tinggi Current Ratio suatu perusahaan berarti semakin kecil risiko kegagalan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga, risiko yang
ditanggung pemegang saham juga semakin kecil. Jadi, semakin besar Current
Ratio semakin kecil Initial returns atau semakin besar Current Ratio maka
semakin besar Underpricing Suyatmin dan Sujadi (2006) dalam Hapsari dan
Mahfud (2012). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Current Ratio
berpengaruh terhadap underpricing.
33
4. Hubungan antara Debt to Equity Ratio terhadap Tingkat Underpricing
Tingkat Debt to Equity Ratio menggambarkan risiko yang diukur dengan
membandingkan
total kewajiban perusahaan dengan total aset. Menurut
penelitian yang dilakukan Kim et al., (1995) dalam Risqi dan Harto (2013) bahwa
tingkat Debt to Equity Ratio berkorelasi positif dengan intial return. Dapat
disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio tinggi menggambarkan risiko
perusahaan yang tinggi pula sehingga investor dalam melakukan keputusan
investasi akan menghindarkan penilaian harga saham perdana yang terlalu tinggi
yang menyebabkan underpricing.
DER merupakan salah satu informasi yang penting bagi investor untuk
menilai resiko suatu nilai saham. Nilai DER yang tinggi menandakan struktur
permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap
ekuitas, sehingga menunjukan resiko financial atau resiko kegagalan perusahaan
untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi yang nantinya akan
mempengaruhi tingkat return yang akan diterima oleh investor dimasa yang akan
datang. Semakin tinggi nilai DER berarti semakin tinggi resiko saham emiten
tersebut, maka semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan oleh investor,
yang berarti juga semakin tinggi tingkat underpricing tersebut Suyatmin (2006)
dalam Aini (2013). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Debt to
Equity Ratio berpengaruh terhadap underpricing.
34
5. Hubungan antara Return on Equity terhadap Tingkat Underpricing
Return on Equity (ROE) merupakan ukuran profitabilitas dimana merupakan
informasi yang diberikan kepada investor mengenai seberapa besar tingkat
pengembalian modal investor dari perusahaan yang berasal dari kinerja
perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Kim (1999) dalam Risqi dan
Harto (2013) berdasarkan teori Signalling yaitu untuk mengatasi penilaian yang
rendah terhadap harga saham, maka perusahaan yang berkualitas baik dapat
memberikan sinyal bagi investor untuk menunjukan bahwa perusahaan
berkualitas baik. Semakin tinggi ROE maka kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba pada masa yang akan datang juga lebih tinggi.
Nilai ROE yang semakin tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu
menghasilkan laba dimasa yang akan datang dan laba merupakan informasi
penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya.
Semakin besar nilai ROE maka mencerminkan resiko perusahaan IPO tersebut
rendah, sehingga nilai ROE yang tinggi dapat mengurangi ketidakpastian saham
dimasa mendatang serta menunjukkan tingkat keamanan investasi yang tinggi,
yang berarti juga semakin rendah tingkat underpricing tersebut Kurniawan (2007)
dalam Aini (2013). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa return of
equity beperngaruh terhadap underpricing.
35
6.
Hubungan antara Earning Per Share terhadap Tingkat Underpricing
Menurut Ang (1997) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) Earning Per Share
(EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu tahun
buku dengan jumlah saham yang diterbitkan (Outstanding Shares). Berdasar pada
teori signaling (Kim, 1999) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) yakni untuk
mengatasi masalah penilaian yang rendah terhadap harga saham, maka
perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Semakin
tinggi EPS tentu saja menyebabkan semakin besar laba dan kemungkinan
peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham. Apabila EPS
perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang ingin membeli saham
tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi. Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa Earning Per Share berpengaruh terhadap underpricing.
36
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
No
Judul
Penelitian
1
Dwijayanti dan
Wirakusuma
(2015)
“Pengaruh
Informasi
Keuangan dan
Non Keuangan
pada Return
Awal
Perusahaan
yang melakukan
IPO di BEI
periode 20082012”
Underpricing Variabel
Ukuran
perusahaan
dan
DER
Lestari,
Hidayat, dan
Sulasmiyati
(2015)
“Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
Saham pada
Penawaran
Umum Perdana
di BEI Periode
2012-2014”
(Perusahaan
yang
Melaksanakan
IPO di BEI
Periode 20122014)
Underpricing Variabel
Umur
perusahaan
2
Variabel
Dependen
Persamaan
Perbedaan
Hasil Penelitian
Variabel
Reputasi
underwriter,
Reputasi
auditor, dan
PER
Variabel reputasi
auditor dan PER
memiliki pengaruh
terhadap
underpricing
sedangkan ukuran
perusahaan, reputasi
underwriter, dan
DER tidak memiliki
pengaruh terhadap
underpricing.
Regresi linier
berganda
Periode
Perusahaan
2008-2012
Variabel
Variabel reputasi
Reputasi
auditor yang
underwriter, memiliki pengaruh
Reputasi
signifikan dan
Regresi linier auditor,
negatif terhadap
berganda
Persentase
underpricing
penawaran
Reputasi
saham, dan
underwriter, umur
Jenis
perusahaan, dan jenis
industri
industri berpengaruh
tidak signifikan dan
Periode
negatif terhadap
Perusahaan
underpricing,
2012-2014
sedangkan
persentase
penawaran saham
juga tidak
berpengaruh
terhadap
underpricing
37
No
Judul
Penelitian
3
Rosyidah
(2014)
“Pengaruh
Karakteristik
Perusahaan,
Reputasi
Underwriter
dan Reputasi
auditor terhadap
tingkat
Underpricing
pada perusahaan
yang melakukan
IPO di BEI
periode 20092013”
Wirawan (2014)
“Analisis
4
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Tingkat
Underpricing
Saham pada
Perusahaan
yang Go
Public di BEI
periode 20082012
5
Putra dan
Damayanthi
(2013)
“Pengaruh Size,
Return on
Assets dan
Financial
Leverage pada
Tingkat
Underpricing
Penawaran
Saham Perdana
di BEI Periode
2008-2011”
Variabel
Dependen
Persamaan
Perbedaan
Underpricing Variabel
Umur
perusahaan
Ukuran
perusahaan
dan
ROE
Variabel
Reputasi
underwriter,
Reputasi
auditor,
Alokasi
dana IPO,
Jenis
Regresi linier industri
berganda
Periode
Perusahaan
2009-2013
Underpricing Variabel
Umur
perusahaan,
Ukuran
perusahaan,
CR, dan EPS
Variabel
ROA, dan
Leverage
Periode
Perusahaan
2008-2012
Regresi linier
berganda
Underpricing Variabel
Ukuran
perusahaan
Variabel
Return on
Assets
(ROA), dan
Regresi linier Financial
berganda
Leverage
Periode
Perusahaan
2008-2011
Hasil Penelitian
Variabel reputasi
auditor memiliki
pengaruh terhadap
underpricing,
sedangka reputasi
underwriter, umur,
ukuran perusahaan,
alokasi dana IPO,
jenis industri, dan
ROE tidak memiliki
pengaruh terhadap
underpricing.
Variabel EPS, ROA,
dan Leverage
memiliki pengaruh
terhadap
underpricing,
sedangkan Umur,
Ukuran, dan CR
tidak memiliki
pengaruh terhadap
underpricing.
Variabel ukuran
perusahaan
berpengaruh
signifikan negatif
terhadap
underpricing,
sedangkan Return on
Assets dan Financial
Leverage tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
underpricing.
38
No
Judul
Penelitian
Variabel
Dependen
Persamaan
Perbedaan
6
Risqi dan Harto
(2013)
“Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
Ketika Intial
Public Offering
(IPO) di BEI
Periode 2007 2011”
Underpricing Variabel
Variabel
Return
on Reputasi
Equity (ROE) underwriter,
Reputasi
Regresi linier auditor,
berganda
Financial
Leverage
7
Aini (2013)
“Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
saham pada
Perusahaan IPO
di BEI Periode
2007 -2011”
Underpricing Variabel
Umur
perusahaan,
Ukuran
perusahaan,
dan
Return
on
Equity (ROE)
8
Wahyusari
(2013)
“Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
Saham saat IPO
di BEI Periode
2007-2011”
Underpricing Variabel
DER,
dan
Umur
perusahaan
Periode
Perusahaan
2007-2011
Variabel
Reputasi
underwriter,
Reputasi
auditor,
Penggunaan
Dana IPO,
dan
Financial
Regresi linier Leverage
berganda
Periode
Perusahaan
2007-2011
Hasil Penelitian
Variabel reputasi
underwriter
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
underpricing.
Sedangkan variabel
reputasi auditor,
return on equity, dan
tingkat leverage
tidak menunjukkan
pengaruh terhadap
underpricing.
Variabel reputasi
auditor berpengaruh
negatif terhadap
underpricing,
sedangkan variabel
DER, ROE,ukuran
perusahaan, umur
peusahaan, reputasi
underwriter dan
penggunaan dana
IPO untuk investasi
tidak berpengaruh
terhadap
underpricing.
Variabel
Variabel solvabilitas,
Solvabilitas,
DER, dan umur
Reputasi
perusahaan
underwriter,
berpengaruh
dan ROA
signifikan terhadap
Regresi linier
underpricing,
berganda
Periode
sedangkan ROA, dan
Perusahaan
reputasi underwriter
2007-2011
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
underpricing.
39
No
Judul
Penelitian
9
Retnowati
(2013)
“Penyebab
Underpricing
pada Penawaran
Saham Perdana
di Indonesia
Periode 20082011”
10
Safitri (2013)
“ Asimetri
Informasi dan
Underpricing”
Periode 20052010
Variabel
Dependen
Persamaan
Perbedaan
Hasil Penelitian
Underpricing Variabel
DER, EPS,
Umur
perusahaan,
dan
Ukuran
perusahaan
Regresi linier
berganda
Variabel
ROA, dan
prosentase
penawaran
saham
Variabel EPS,
Ukuran Perusahaan,
Prosentase Penawarn
Saham, berpengaruh
secara signifikan
terhadap
underpricing,
sedangkan DER,
ROA, dan Umur
perusahaan tidak
berpengaruh
terhadap
underpricing.
Periode
Perusahaan
2008-2011
Underpricing Variabel
Ukuran
perusahaan
dan
Umur
perusahaan
Variabel
Reputasi
underwriter,
Reputasi
auditor, dan
Proporsi
saham yang
Regresi linier ditawarkan
berganda
ke
masyarakat
Periode
Perusahaan
2005-2010
11
Kristianti
(2013)
“Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
saham pada
Penawaran
Saham Perdana
di BEI Periode
Underpricing Variabel
Ukuran
perusahaan
Umur
perusahaan
Variabel
Reputasi
underwriter,
Reputasi
auditor,
ROA,
Regresi linier Financial
berganda
Laverage
dan
Jenis
Industri
Tujuan
penggunaan
Variabel reputasi
underwriter dan
reputasi auditor
berpengaruh
terhadap
underpricing,
sedangkan ukuran
perusahaan, umur
perusahaan, proporsi
saham yang
ditawarkan ke
masyarakat tidak
berpengaruh
terhadap
underpricing.
Variabel reputasi
underwriter, ukuran
perusahaan dan
tujuan penggunaan
dana untuk investasi
secara signifikan
berpengaruh pada
underpricing dengan
arah koefisien
negatif untuk ketiga
variabel. Sedangkan
variabel reputasi
40
No
Judul
Penelitian
Variabel
Dependen
Persamaan
1997-2010”
Perbedaan
Hasil Penelitian
dana untuk
investasi
auditor, umur
perusahaan,
profitabilitas
perusahaan (ROA),
financial leverage,
dan jenis industri
terbukti tidak
memiliki pengaruh
signifikan pada
terjadinya
underpricing.
Periode
Perusahaan
1997-2010
12
Hapsari dan
Mahfud (2012)
“Analisis
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
saham pada
Penawaran
Saham Perdana
di BEI Periode
2008-2010”
13
Prastica (2012)
“Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
saham pada
Penawaran
Saham Perdana
di BEI Periode
2007-2010”
Underpricing Variabel CR,
EPS,
ROE
dan, Ukuran
perusahaan
Variabel
Reputasi
underwriter
dan
Reputasi
Regresi linier auditor
berganda
Periode
Perusahaan
2008-2010
Variabel reputasi
underwriter, reputasi
auditor, return on
equity (ROE), dan
ukuran perusahaan
berpengaruh
signifikan terhadap
uderpricing,
sedangkan current
ratio (CR), dan
earning per share
(EPS) tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
underpricing.
Underpricing Variabel
Ukuran
perusahaan
dan ROA
Variabel ROA
berpengaruh
terhadap
underpricing,
sedangkan reputasi
underwriter ,
reputasi auditor dan
ukuran perusahaan
tidak berpengaruh
terhadap
underpricing.
Variabel
Reputasi
underwriter
dan
Reputasi
Regresi linier auditor
berganda
Periode
Perusahaan
2007-2010
41
No
Judul
Penelitian
14
Sari (2011)
“Analisis
faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Underpricing
pada Penawaran
Umum Perdana
di BEI Periode
2006-2010”
Variabel
Dependen
Persamaan
Underpricing Variabel
Umur
perusahaan,
Ukuran
perusahaan,
CR, dan EPS
Regresi linier
berganda
Perbedaan
Variabel
ROI
Periode
Perusahaan
2006-2010
Hasil Penelitian
Variabel Ukuran
perusahaan, Return
On Investment
(ROI), dan Current
Ratio (CR)
berpengaruh secara
signifikan terhadap
underpricing,
sedangkan umur
perusahaan, dan EPS
tidak berpengaruh
secara signifikan
terhadap
underpricing.
42
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2
Perusahaan go public yang terdaftar di
BEI dan mengalami Underpricing
Variabel Independen :
Variabel Dependen :
1. Umur Perusahaan
2. Ukuran Perusahaan
ο‚·
3. Current Ratio
Underpricing
4. Debt to Equity Ratio
5. Return on Equity
6. Earning per Share
Uji Asumsi Klasik :
-
Normalitas
-
Heteroskedastisitas
-
Multikolinearitas
-
Autokorelasi
Uji Regresi Linier Berganda
Uji Hipotesis
-
Uji t
Uji F
Uji R2
Interpretasi
Kesimpulan dan Saran
43
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dan perumusan masalah, maka hipotesis
yang dirumuskan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Ha1 :Variabel Umur Perusahaan memiliki pengaruh terhadap underpricing.
Ha2 :Variabel Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh terhadap underpricing.
Ha3 :Variabel Current Ratio (CR) memiliki pengaruh terhadap underpricing.
Ha4 :Variabel Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh terhadap underpricing.
Ha5 :Variabel Return on Equity (ROE) memiliki pengaruh terhadap underpricing.
Ha6 :Variabel Earning per Share (EPS) memiliki pengaruh terhadap underpricing.
Ha7 :Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity
Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap underpricing.
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mengkaji pengaruh umur perusahaan, ukuran
perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity
(ROE), dan Earning per Share (EPS) terhadap underpricing. Data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini berasal dari website resmi Bursa Efek Indonesia dan website
resmi perusahaan yang menjadi sampel dalam penilitian ini, yaitu berupa laporan
keuangan tahunan periode 2010-2014. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dimana perusahaan tersebut,
mengalami underpricing pada saat penawaran saham perdananya (IPO) periode 20102014.
B. Teknik Penentuan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya menurut Sugiyono (2010:115).
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) dimana perusahaan tersebut, mengalami underpricing pada saat
penawaran saham perdananya (IPO) periode 2010-2014 .
45
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut menurut Sugiyono (2010:116). Penentuan sampel pada penelitian ini
dilakukan dengan metode purposive sampling. Menurut Sugiyono (2010:122)
purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Beberapa kriteria yang ditentukan dalam penentuan sampel penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Perusahaan go public yang melakukan Initial Public Offering (IPO) selama
periode 2010-2014, serta mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang
tercantum dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) secara rutin
dalam mata uang Negara Indonesia (rupiah) selama lima tahun sesuai dengan
periode penelitian.
b. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memiliki
tanggal listing , harga penawaran perdana (offer price), dan juga memiliki
data harga pembukuan serta penutupan (closing price) periode 2010-2014.
c. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang
mempublikasikan datanya secara lengkap, sehingga sesuai dengan informasi
yang dibutuhkan untuk menetukan Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio
(DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS).
d. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
mengalami underpricing pada saat melakukan penawaran perdana atau Initial
Public Offering (IPO) periode 2010-2014.
46
Berdasarkan kriteria penentuan sampel di atas, maka didapatkan hasil berikut:
Tabel 3.1
Metode Pengambilan Sampel
No
1.
Keterangan
Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) yang melakukan IPO pada periode 20102014.
2.
Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) yang melakukan IPO pada periode 20102014 yang mengalami Underpricing.
3.
Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) yang melakukan IPO pada periode 20102014, dan memiliki laporan keuangan sesuai periode
penelitian yaitu berturut-turut selama periode 2010-2014.
4.
Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) yang melakukan IPO pada periode 20102014, yang berturut-turut mempublikasikan laporan
keuangan selama periode 2010-2014 per 31 Desember
secara lengkap, akan tetapi :
ο‚· Mempublikasikan laporan keuangan tahunan
dengan mata uang Negara Indonesia (Rupiah)
ο‚· Memiliki rasio data keuangan yang dibutuhkan
Total Sampel Akhir
Sumber Data Sekunder (data diolah)
Jumlah
124
102
79
67
38
38
Perusahaan yang melakukan IPO pada periode 2010-2014 berjumlah 124
Perusahaan, 22 perusahaan tidak mengalami underpricing (overpriced) sehingga
jumlah sampel menjadi 102 perusahaan. Dari 102 perusahaan tersebut 23 perusahaan
tidak memiliki laporan keuangan sesuai periode penelitian, sehingga jumlah sampel
menjadi 79 perusahaan. Dari 79 perusahaan tersebut 12 perusahaan mempublikasikan
laporan keuangannya dengan dollar, sehingga jumlah sampel menjadi 67 perusahaan.
Dari 67 perusahaan terdapat 29 perusahaan tidak memiliki nilai rasio yang
dibutuhkan dalam penelitian, sehingga sampel akhir yang didapat berjumlah 38.
47
Tabel 3.2 dibawah ini memberikan informasi tentang daftar perusahaan yang
akan digunakan sebagai sampel penelitian. Perusahaan tersebut sudah mengalami
tahap seleksi sehingga didapat 38 perusahaan yang terdaftar di BEI periode 20102014 sebagai berikut :
Tabel 3.2
Daftar Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
48
No
35
36
37
38
Kode
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
Sumber : www.idx.co.id (data diolah)
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
mengacu pada informasi yang dikumpulkan oleh seseorang, dan bukan peneliti yang
melakukan studi mutakhir. Data tersebut bisa merupakan internal atau eksternal
organisasi dan diakses melalui internet, penelusuran dokumen, atau publikasi
informasi menurut Sekaran (2006:65). Data perusahaan seperti umur perusahaan dan
ukuran perusahan, serta rasio keuangan perusahaan yaitu CR, DER, ROE dan EPS
dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan perusahaan go public yang
melakukan IPO dan tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 yang
diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI) www.idx.co.id, dan website
perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Sedangkan data
mengenai underpricing diperoleh dengan mengolah data daftar harga saham perdana
(Offer Price) dan harga saham penutupan (Closing Price) pada saat perusahaan
melakukan IPO dari setiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode tahun 2010-2014 yang diperoleh www.idx.co.id. Kemudian data juga
diperoleh melalui Indonesian Capital Market Directory (ICMD), IDX Fact Book, dan
sumber kepustakaan dengan membaca dan mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal
ilmiah, skripsi, dan literatur-literatur yang erat hubungannya dengan penelitian ini.
49
D. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Analisis ini
digunakan untuk menguji pengaruh dari variabel independen, yaitu Umur Perusahaan,
Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on
Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) terhadap variabel dependen
underpricing. Akan tetapi, sebelumnya akan dilakukan analisis deskriptif untuk
memberikan deskripsi mengenai data variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini.
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan
data variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu
Underpricing sebagai variabel dependen. Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan,
Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan
Earning per Share (EPS) sebagai variabel independen.
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh model
regresi yang baik atau dapat memprediksi tanpa bias. Uji asumsi klasik dilakukan
dengan beberapa pengujian, yaitu di antaranya adalah uji normalitas, uji
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Pengujian tersebut
diuraikan sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi yang digunakan variabel pengganggu atau residual memiliki
50
distribusi normal. Model regresi yang baik adalah model regresi yang variabel
pengganggu atau residualnya memiliki distribusi normal. Menurut Ghozali
(2011: 160) ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi
normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan analisis statistik.
a) Analisis Grafik
Cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan
melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi
dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun apabila hanya
dengan melihat histogram, maka dapat menyesatkan khususnya untuk
jumlah sampel yang kecil. Metode lainnya yang lebih handal adalah
dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi
kumulatif dari distribusi normal. Suatu distribusi normal membentuk satu
garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan
garis diagonalnya. Jika distribusi data beresidual normal, maka data akan
menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
b) Analisis Statistik
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan apabila tidak
berhati-hati secara visual terlihat normal, namun secara statistik bisa
sebaliknya. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji
normalitas residual adalah uji statistik non-parametik KolmogorovSmirnov (K-S). Uji K-S dalam SPSS dilakukan dengan cara memilih
menu Analyze, lalu pilih Non-parametric Test, kemudian pilih submenu 1
51
Sample K-S dan isikan unstandardized residual pada kotak test variable
list, dengan hipotesis (Ghozali, 2011: 164), yaitu:
H0
: Data residual berdistribusi normal
Ha
: Data residual tidak berdistribusi normal
Apabila probabilitas < 0,05 maka Ha diterima dan H0 ditolak,
sedangkan probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak dan H0 diterima.
b. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2011:105) uji multikolinearitas bertujuanuntuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara
variabel bebasnya. Jika variabel bebasnya saling berkorelasi, maka variabelvariabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang
nilai korelasi antara sesama variabel sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada
atau tidaknya multikolinearitas didalam sebuah model regresi dapat dilakukan
antara lain dengan melihat nilai tolerance dan lawannya Variance Inflation
Factor (VIF). Suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah data
yang mempunyai nilai VIF (Variance Inflation Factor) ≤ 10 dan mempunyai
nilai TOLERANCE ≥ 0,1.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi yang digunakan terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).
52
Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1 (sebelumnya). Menurut Ghozali (2011:111) salah satu cara
untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model regresi yang
digunakan maka dapat dideteksi dengan uji Durbin-Waston (DW Test).
Menurut Yamin dan Kurniawan (2014:91) uji autokorelasi dilakukan
dengan membandingkan nilai Durbin-Watson output dengan nilai DurbinWatson tabel, apabila hasil yang diperoleh berada di antara nilai du dan 4-du
maka dapat dikatakan tidak terdapat autokorelasi positif atau negatif.
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : Tidak ada autokorelasi (r = 0)
Ha : Ada autokorelasi (r ≠ 0)
Tabel 3.3
Pengambil Keputusan Autokorelasi
Hipotesis Nol
Keputusan
Jika
Tidak ada autokorelasi positif
Tolak
0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi positif
No decision
dl ≤ du ≤ dl
Tidak ada autokorelasi negatif
Tolak
4 – dl < d < 4
Tidak ada autokorelasi negatif
No decision 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl
Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif Tidak ditolak du < dl < 4 – du
Sumber : Ghozali (2011:111)
Apabila hasil pengujian berada pada area no decision, maka dapat
digunakan pengujian nonparametrik, yaitu run test (Yamin dan Kurniawan,
2014: 91). Menurut Ghozali (2011: 120) run test sebagai bagian dari statistik
non-parametrik dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar residual
53
terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan
korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random.
H0: residual (res_1) random (acak)
Ha: residual (res_1) tidak random
Pengambilan keputusannya adalah tolak H0 apabila probabilitas
signifikansi < 0,05 (Ghozali, 2011: 121).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi yang digunakan terdapat ketidaksamaan varians dari
residual satu pengamantan ke pengamatan yang lain. Apabila varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain terdapat kesamaan, maka
disebut homoskedastisitas dan apabila terdapat ketidaksamaan disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas.
Menurut Ghozali (2011: 139) salah satu cara untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai
prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya
SRESID. Dasar analisisnya:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
54
3. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi mengukur kekuatan
hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen menurut Ghozali (2011:96).
Analisis regresi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa kuat
pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to
Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS)
terhadap underpricing. Bentuk persamaannya adalah:
𝒀 = 𝒂 + π’ƒπŸ π‘ΏπŸ + π’ƒπŸ π‘ΏπŸ + π’ƒπŸ‘ π‘ΏπŸ‘ + π’ƒπŸ’ π‘ΏπŸ’ + π’ƒπŸ“ π‘ΏπŸ“ + π’ƒπŸ” π‘ΏπŸ” + 𝒆
Dimana :
Y
: Underpricing
π‘Ž
: Konstanta
b1-b6 : Koefisien Regresi
X1
: Umur Perusahaan
X2
: Ukuran Perusahaan
X3
: Current Ratio (CR)
X4
: Debt to Equity Ratio (DER),
X5
: Return on Equity (ROE)
X6
: Earning per Share (EPS)
e
: Kesalahan residual
Sebuah model regresi akan dapat dipakai untuk prediksi jika memenuhi
sejumlah asumsi, yang disebut dengan asumsi klasik. Dalam praktik, sebuah
model regresi akan sulit untuk memenuhi semua asumsi yang ada, walaupun
55
demikian, pelanggaran yang signifikan terhadap asumsi yang ada akan
mengakibatkan prediksi menjadi bias menurut Santoso (2014: 183).
4. Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen (Ghozali, 2011: 98). Uji statistik t dalam penelitian ini dilakukan untuk
menunjukkan apakah umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR),
Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share
(EPS) secara parsial memiliki pengaruh terhadap underpricing. Penelitian ini juga
dilakukan untuk mencari pengaruh paling besar di antara variabel independen
terhadap variabel dependen. Menurut Santoso (2014: 156-157) variabel
independen yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen dapat dilihat
dari tabel Coefficients, pada kolom Standardized Coefficients dengan angka
tertinggi. Tingkat signifikansi dari uji ini yaitu pada level of significance (α) yang
ditetapkan dalam penelitian ini sebesar 5% atau 0,05. Dasar pengambilan
keputusannya adalah (Ghozali, 2011: 102) :
1. Apabila probabilitas signifikansi < tingkat signifikansi yang ditentukan (α
= 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima.
2. Apabila probabilitas signifikansi > tingkat signifikansi yang ditentukan (α
= 0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak.
56
Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatifnya (Ha) yang hendak diuji
adalah sebagai berikut :
H0 : b1 = 0 : Umur Perusahaan tidak memiliki pengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
Ha : b1 ≠ 0 : Umur Perusahaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap
underpricing.
H0 : b2 = 0 : Ukuran Perusahaan tidak memiliki pengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
Ha : b2 ≠ 0 : Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
H0 : b3 = 0 : Current Ratio (CR) tidak memiliki pengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
Ha : b3 ≠ 0 : Current Ratio (CR) memiliki pengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
H0 : b4 = 0 : Debt to Equity Ratio (DER) tidak memiliki pengaruh secara
parsial terhadap underpricing.
Ha : b4 ≠ 0 : Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
H0 : b5 = 0 : Return on Equity (ROE) tidak memiliki pengaruh secara
parsial terhadap underpricing.
Ha : b5 ≠ 0 : Return on Equity (ROE) memiliki pengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
57
H0 : b6 = 0 : Earning per Share (EPS) tidak memiliki pengaruh secara
parsial terhadap underpricing.
Ha : b6 ≠ 0 : Earning per Share (EPS) memiliki pengaruh secara parsial
terhadap underpricing.
5. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen (Ghozali, 2011: 98). Uji statistik t dalam penelitian ini dilakukan untuk
menunjukkan apakah umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR),
Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share
(EPS) secara simultan memiliki pengaruh terhadap underpricing.
Penelitian ini juga dilakukan untuk mencari pengaruh paling besar di antara
variabel independen terhadap variabel dependen. Menurut Santoso (2014: 156157) variabel independen yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen
dapat dilihat dari tabel Coefficients, pada kolom Standardized Coefficients
dengan angka tertinggi. Tingkat signifikansi dari uji ini yaitu pada level of
significance (α) yang ditetapkan dalam penelitian ini sebesar 5% atau 0,05. Dasar
pengambilan keputusannya adalah (Ghozali, 2011: 102)
1. Apabila probabilitas signifikansi < tingkat signifikansi yang ditentukan (α
= 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima.
2. Apabila probabilitas signifikansi > tingkat signifikansi yang ditentukan (α
= 0,05), maka H0 diterima dan Ha ditolak.
58
Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatifnya (Ha) yang hendak diuji
adalah sebagai berikut :
H0 : b1,2,3,4,5,6 = 0 : Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio
(CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity
(ROE), dan Earning per Share (EPS) tidak memiliki
pengaruh secara simultan terhadap underpricing.
Ha : b1,2,3,4,5,6 ≠ 0 : Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio
(CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity
(ROE), dan Earning per Share (EPS) memiliki
pengaruh secara simultan terhadap underpricing.
6. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:
97). Nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara nol sampai dengan satu. Nilai
koefisien determinasi (R2) yang kecil (biasanya ≤ 0,5) menunjukkan kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Sedangkan nilai koefisien determinasi (R2) )yang mendekati satu
menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
Setiap tambahan satu variabel independen, maka nilai R2 akan meningkat
tanpa mempertimbangkan apakah variabel tersebut berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen. Berbeda halnya dengan Adjusted R2, yang nilainya
59
dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam
model. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan Adjusted R2 nilai Adjusted
R2 dapat bernilai negatif, walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif.
Menurut Gujarati (2003) dalam Ghozali (2011: 97) jika dalam uji empiris didapat
nilai Adjusted R2 negatif, maka nilai Adjusted R2 dianggap bernilai nol.
E. Operasional Variabel Penelitian
Operasional variabel merupakan definisi dari serangkaian variabel yang
digunakan dalam penulisan (Hamid, 2013:20). Pengertian operasional variabel adalah
definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang dapat diamati (diobservasi) dari definisi
operasional tersebut dapat ditentukan alat pengambilan data
yang cocok
dipergunakan. Definisi dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah underpricing
merupakan variabel terikat (Y) atau dependen. Dalam penelitian ini besarnya
underpricing diukur dengan initial return yakni selisih harga saham atau
keuntungan yang didapat pemegang saham karena perbedaan harga saham yang
dibeli di pasar perdana dengan harga jual saham yang bersangkutan di pasar
sekunder hari pertama Triani, (2006) dalam Aini (2013).
60
Persamaan yang digunakan untuk menghitung Underpricing mengikuti
pengukuran yang dilakukan oleh Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015), Putra dan
Damayanthi (2013), Risqi dan Harto (2013), Retnowati (2013), Nur Aini (2013),
Wahyusari (2013), Hapsari dan Mahfud (2012) dan Prastica (2012) yaitu sebagai berikut:
πΌπ‘›π‘–π‘‘π‘–π‘Žπ‘™ π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘› =
Harga Closing di Pasar Sekunder − Harga IPO
× 100%
Harga IPO
2. Variabel Independen
a. Umur Perusahaan (X1)
Menurut Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015) Umur perusahaan
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam bertahan hidup menjalankan
usahanya, sehingga berpengaruh pada tingkat pengalaman yang dimilikinya
dalam menghadapi persaingan. Lamanya umur suatu perusahaan akan
mengindikasikan semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki perusahaan
untuk tetap bertahan hidup menjalankan usahanya dan menghadapi
hambatannya, maka hal tersebut juga akan berpengaruh pada semakin
rendahnya tingkat ketidakpastian perusahaan di masa yang akan datang.
Variabel umur perusahaan diukur dengan lamanya perusahaan beroperasi
yaitu sejak perusahaan itu didirikan (established date) berdasarkan akta
pendirian sampai dengan saat perusahaan melakukan IPO (listing date)
(Amelia, 2007) dalam Aini (2013).
Umur Perusahaan = Tahun 𝐿𝑖𝑠𝑑𝑖𝑛𝑔 IPO − Awal Berdirinya Perusahan
61
b. Ukuran Perusahaan (X2)
Menurut Prisca (2012) Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total
aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aset perusahaan akan
mengindikasikan
semakin
besar
ukuran
perusahaan
tersebut.
Suatu
perusahaan dengan skala ekonomi yang lebih tinggi dan lebih besar dianggap
mampu bertahan dalam waktu yang lama. Untuk mengukur besarnya skala
atau ukuran dari perusahaan adalah dengan melihat total aktiva dari laporan
keuangan perusahaan tahun terakhir sebelum perusahaan tersebut melakukan
IPO di Bursa (Nurhidayati dan Indriantoro 1998) dalam Retnowati (2013).
Persamaan yang digunakan untuk Ukuran Perusahaan mengikuti
pengukuran yang dilakukan oleh Putra dan Damayanthi (2013) , Retnowati
(2013), Aini (2013), Safitri (2013), Hapsari dan Mahfud (2012), Prastica (2012),
dan Sari (2011) adalah sebagai berikut :
Ukuran Perusahaan = Ln(Total Aset)
c. CR (Current Ratio) (X3)
Menurut Brigham dan Houston (2010:134) Rasio Lancar atau Current
Ratio (CR) adalah rasio yang dihitung dengan membagi aset lancar dengan
kewajiban lancar. Rasio ini menunjukan sampai sejauh apa kewajiban lancar
ditutupi oleh aset yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam waktu
dekat. Menurut Keown et al (2008:75) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR)
yaitu rasio yang menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan
62
membandingan aktiva lancar terhadap hutang lancar (hutang lancar atau
hutang jangka pendek).
CR =
Aktifa Lancar
Hutang Lancar
d. DER (Debt to Equity Ratio) (X4)
Menurut Brigham dan Houston (2010:143) Rasio hutang atau Debt to
Equity Ratio (DER) adalah rasio total hutang terhadap total aset sedangkan
menurut Keown et al (2008:83) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio
(DER) yaitu rasio yang menunjukan berapa banyak hutang yang digunakan
membiayai aset-aset perusahaan. Menurut Riyanto (2013:333) Rasio hutang
atau Debt to Equity Ratio (DER) yaitu bagian dari setiap rupiah modal sendiri
yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang.
DER =
Total Hutang
Jumlah Modal Sendiri
e. ROE (Return on Equity)
Menurut Brigham dan Houston (2010:149) Pengembalian Ekuitas Biasa
atau Return on Equity (ROE) adalah Rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa,
untuk mengukur tingkat pengembalian investasi pemegang saham biasa
sedangkan menurut Menurut Keown et al (2008:75) Pengembalian Ekuitas
Biasa atau Return on Equity (ROE) yaitu tingkat pengembalian saham biasa
menunjukan rata-rata perhitungan pengembalian atas investasi pemegang
63
saham yang diukur dengan membandingkan pendapatan bersih terhadap
ekuitas saham biasa.
𝑅𝑂𝐸 =
Laba Bersih
Ekuitas Pemegang Saham Biasa
f. EPS (Earning Per Share) (X6)
Menurut Brigham dan Houston (2010:93) Labar per Saham atau
Earning per Share (EPS)
adalah jumlah labar bersih dibagi dengan
jumlah saham yang beredar di perusahaan tersebut. Dalam laporan laba
rugi EPS merupakan pos terpenting bagi pemegang saham. Jika suatu
perusahaan memiliki opsi atau konvertibel beredar atau jika perusahaan
menerbitkan saham biasa baru-baru ini, maka perhitungan EPS menjadi
sedikit lebih rumit sedangkan menurut Siamat (2005:519) Labar Per
Saham atau Earning per Share (EPS) adalah rasio yang menunjukan laba
bersih yang berhasil diperoleh perusahaan untuk setiap unit saham selama
periode.
EPS =
Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Saham Beredar
64
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat BEI
Historis pasar modal Indonesia telah lahir sebelum Indonesia merdeka. Pada
tahun 1912 di Batavia, pasar modal atau bursa efek hadir ketika jaman kolonial
Belanda. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk
kepentingan pemerintah kolonial dan juga perdagangan.
Sejak tahun 1912 pasar modal telah hadir akan tetapi perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagimana mestinya.
Pada tahun 1977 Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali
pasar modal dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
.Banyak perubahan yang telah terjadi pada pasar modal di Indonesia dimana
struktur perubahan pasar modal Indonesia yang memiliki lembaga yang
menangani permasalahan dalam pasar modal serta menunjang pasar modal
seperti, BEI, KPEI dan KSEI yang memiliki peranan penting dalam pasar modal.
65
Gambar 4.1
Struktur Pasar Modal Indonesia
Sumber : www.idx.co.id
66
2. Sekilas Tentang KSEI
PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) merupakan Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) di pasar modal Indonesia, yang didirikan di
Jakarta, pada tanggal 23 Desember 1997 dan memperoleh izin operasional pada
tanggal 11 November 1998. Dalam kelembagaan pasar modal Indonesia, KSEI
merupakan salah satu dari Self Regulatory Organization (SRO), selain Bursa Efek
Indonesia (BEI) serta Lembaga Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
Berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, KSEI menjalankan fungsinya sebagai LPP di pasar modal Indonesia
dengan menyediakan jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi Efek yang
teratur, wajar, dan efisien.
KSEI mulai menjalankan kegiatan operasional pada tanggal 9 Januari 1998,
yaitu kegiatan penyelesaian transaksi Efek dengan warkat dengan mengambil alih
fungsi sejenis dari PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI) yang sebelumnya
merupakan
Lembaga
Kliring
Penyimpanan
dan
Penyelesaian
(LKPP).
Selanjutnya sejak 17 Juli 2000, KSEI bersama BEI (sebelumnya Bursa Efek
Jakarta) dan KPEI mengimplementasikan perdagangan dan penyelesaian saham
tanpa warkat (scripless trading) di pasar modal Indonesia. Saham KSEI dimiliki
oleh para pemakai jasanya, yaitu: SRO (BEI dan KPEI), Bank Kustodian,
Perusahaan Efek, dan Biro Administrasi Efek (BAE).
67
3. Sekilas Tentang KPEI
PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan berdasarkan Undang
- Undang Pasar Modal Indonesia tahun 1995 untuk menyediakan jasa kliring dan
penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien. KPEI
didirikan sebagai perseroan terbatas berdasarkan akte pendirian No. 8 tanggal 5
Agustus 1996 di Jakarta oleh PT Bursa Efek Indonesia dengan kepemilikan 100%
dari total saham pendiri senilai Rp 15 miliar. KPEI memperoleh status sebagai
badan hukum pada tanggal 24 September 1996 dengan pengesahan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia. Dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 1 Juni
1998, Perseroan mendapat izin usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan
berdasarkan Surat Keputusan Bapepam No. Kep-26/PM/1998.
PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) merupakan Self Regulatory
Organization (SRO) yang turut berperan menentukan arah perkembangan pasar
modal Indonesia.
Sebagai Central Counterparty (CCP), KPEI menyediakan
layanan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa. Kehadiran
KPEI sebagai CCP diperlukan untuk lebih meningkatkan efisiensi dan kepastian
dalam penyelesaian transaksi di Bursa Efek Indonesia. Proses kliring yang
dilakukan KPEI dimaksudkan agar setiap Anggota Kliring (AK) mengetahui hak
dan kewajiban baik berupa efek maupun dana yang harus diselesaikan pada
tanggal penyelesaian. Sebagai CCP, KPEI menjadi satu-satunya penjual untuk
setiap pembeli dan satu-satunya pembeli untuk setiap penjual dalam setiap
penyelesaian transaksi atas instrumen investasi yang diperdagangkan di bursa.
68
4. Daftar 38 Perusahaan Sampel Penelitian
Pada tabel 4.1 dibawah ini menyajikan informasi tentang tanggal berdirinya
perusahaan yang menjadi sampel penelitian, kemudian tanggal melakukan IPO
dan umur perusahaan yang terhitung sejak didirikan perusahaan tersebut sampai
melakukai IPO, berikut ini informasi dari 38 perusahaan yang menjadi sampel
penelitian yaitu :
Tabel 4.1
38 Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
Periode 2010-2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Didirikan
3 Agustus 1983
15 Maret 1971
2 Juni 2008
8 Maret 1995
8 November 1995
12 Oktober 1995
2 September 2009
8 November 2004
30 Juli 2004
15 Maret 2006
28 Juni 2007
6 Agustus 2003
20 September 1972
28 Mei 1998
13 Januari 1993
19 Mei 2008
25 Juli 2006
13 Maret 1997
16 September 2006
4 Oktober 1993
25 Juni 2008
28 Mei 1997
8 Agustus 1988
3 Juni 1997
28 April 2006
5 Februari 1977
Tanggal IPO
12 Januari 2010
9 Februari 2010
8 Maret 2010
28 Juni 2010
7 Juli 2010
6 Oktober 2010
7 Oktober 2010
26 Oktober 2010
11 November 2010
26 November 2010
30 November 2010
9 Desember 2010
10 Mei 2011
7 Juli 2011
12 Juli 2011
13 Juli 2011
11 Oktober 2011
17 November 2011
21 November 2011
21 Desember 2011
12 Januari 2012
7 Juni 2012
9 Juli 2012
10 Juli 2012
31 Agustus 2012
11 Oktober 2012
Kode Perusahaan
EMTK
PTPP
TOWR
ROTI
GOLD
HRUM
ICBP
TBIG
APLN
BORN
MIDI
BRMS
HDFA
PADI
SDMU
STAR
SUPR
GEMS
VIVA
BAJA
TELE
RANC
MSKY
ALTO
IBST
NELY
Umur
27
39
2
5
5
5
1
6
6
4
3
7
39
13
8
3
5
14
5
18
4
15
24
15
6
35
69
No
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Didirikan
11 Juni 1981
17 Desember 1999
28 September 1980
22 Mei 1978
10 Januari 1995
28 Desember 2001
3 Agustus 1996
18 Agustus 1990
22 November 1995
6 Juli 2006
20 Maret 1979
29 Maret 2001
Tanggal IPO
2 November 2012
12 November 2012
14 Juni 2013
17 Juni 2013
24 Juni 2013
8 Juli 2013
12 September 2013
8 November 2013
12 Desember 2013
13 Maret 2014
27 Juni 2014
5 November 2014
Kode Perusahaan
TAXI
ASSA
DSNG
SRIL
ACST
MLPT
SILO
KRAH
SSMS
BALI
CINT
BIRD
Umur
31
13
33
35
18
12
7
13
8
8
35
13
Sumber : data diolah
Penelitian ini menggunakan 38 sampel perusahaan, 38 perusahaan ini
melewati tahap seleksi. Dimana awalnya terdapat 124 perusahaan yang
melakukan IPO pada Periode 2010-2014, namun dari perusahaan tersebut yang
tidak mengalami underpricing (overpriced) dan tidak memiliki data lengkap yang
dibutuhkan untuk dilakukanya penelitian. Sehingga dari 124 perusahaan tersebut
akhirnya digunakan 38 sampel perusahaan pada tabel 4.1 untuk menjadi sampel
penelitian.
B. Analisis Deskriptif
1. Umur Perusahaan
Umur perusahaan dihitung berdasarkan tahun melakukan IPO dikurangi
tahun berdirinya perusahaan tersebut. Pada tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk memiliki umur terendah yaitu 1 tahun,
sedangkan PT. HD Finance Tbk dan PT. PP (Persero) Tbk memiliki umur
tertinggi yaitu 39 tahun.
70
2. Ukuran Perusahaan
Pada tabel 4.2 dibawah ini, disajikan informasi mengenai ukuran perusahaan
yang diambil dari nilai total aktiva perusahaan yang dijadikan sampel penelitian.
Total aktiva tersebut diambil pada saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini
nilai total aktiva dari 38 perusahaan yang menjadi sampel pada tabel 4.2 yaitu:
Tabel 4.2
Ukuran Perusahaan
Periode 2010-2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
Aktiva (dalam juta Rp)
1.298.358
891.413
7.755.988
2.108.998
673.613
808.768
7.171.511
8.523.960
16.438.850
365.092
5.921.055
4.314.285
3.320.302
70.005
1.241.206
3.470.174
2.155.203
13.361.313
329.230
1.114.803
1.246.488
4.939.425
431.872
413.917
5.444.074
570.082
568.265
197.860
71
No
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
Aktiva (dalam juta Rp)
2.600.775
5.590.982
3.701.917
718.569
2.844.558
1.782.788
5.176.442
1.358.617
7.411.393
2.417.561
Sumber : data diolah
Ukuran perusahaan dihitung berdasarkan hasil Log Natural dari nilai total
aktiva. Ukuran perusahaan merupakan cerminan potensi perusahaan dalam
menghasilkan arus kas dan kemampuan untuk mengakses informasi yang lebih
besar. Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menentukan besar atau kecilnya
perusahaan yang ditunjukkan dengan total aset yang dimiliknya. Penggukuran
dengan menggunakan total aktiva dianggap lebih baik dari total penjualan karena
total aktiva lebih stabil dari total penjualan serta lebih menunjukkan kekayaan
perusahaan yang digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan (Suyatmin, 2006)
dalam Aini (2013).
Menurut Prisca (2012) Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aktiva
yang
dimiliki
perusahaan.
Semakin
besar
aktiva
perusahaan
akan
mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Pada tabel 4.2 diatas
dapat dilihat bahwa PT. Golden Retailindo Tbk memiliki nilai total aset terendah
yaitu Rp 70,005,000,000 sedangkan PT. Bumi Resources Mineral Tbk memiliki
nilai total aset tertinggi yaitu Rp 16,438,850,000,000.
72
3. Current Ratio (CR)
Pada tabel 4.3 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Current Ratio
yang diambil dari nilai aset lancar dibagi dengan hutang lancar perusahaan yang
dijadikan sampel penelitian. Nilai Current Ratio tersebut diambil pada saat
perusahaan melakukan IPO, berikut
ini nilai CR dari 38 perusahaan yang
menjadi sampel pada tabel 4.3 yaitu:
Tabel 4.3
Nilai CR
Periode 2010-2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
CR (x)
1,48
1,51
3,00
1,10
1,11
0,33
0,85
2,51
7,13
3,08
0,83
4,42
5,42
5,24
1,24
2,09
0,52
2,60
1,74
0,93
1,29
1,20
3,07
6,72
1,40
2,22
73
No
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
CR (x)
2,30
4,26
3,07
1,05
2,81
1,70
2,43
1,46
3,36
5,56
0,85
1,71
Sumber : data diolah
Menurut Brigham dan Houston (2010:134) Rasio Lancar atau Current Ratio
(CR) adalah rasio yang dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban
lancar. Rasio ini menunjukan sampai sejauh apa kewajiban lancar ditutupi oleh
aset yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam waktu dekat. Menurut
Keown et al (2008:75) Rasio Lancar atau Current Ratio (CR) yaitu rasio yang
menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan membandingan aktiva
lancar terhadap hutang lancar (hutang lancar atau hutang jangka pendek).
Semakin tinggi Current Ratio suatu perusahaaan berarti semakin kecil risiko
kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pada tabel
4.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai Current Ratio (CR) terendah yaitu PT. Bali
Towerindo Sentra Tbk dengan nilai 0,33x sedangkan, PT. Bumi Resources
Mineral Tbk memiliki nilai Current Ratio (CR) tertinggi yaitu 7,13x.
74
4. Debt to Equity Ratio (DER)
Pada tabel 4.4 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Debt to Equity
Ratio (DER) yang diambil dari total liabilitas dibagi dengan total ekuitas pada
perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Nilai DER tersebut diambil pada
saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini nilai DER dari 38 perusahaan yang
menjadi sampel pada tabel 4.4 yaitu :
Tabel 4.4
Nilai DER
Periode 2010-2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
DER (%)
131,67
163,72
83,97
187,74
186,60
119,55
99,04
29,59
21,81
25,18
252,75
38,12
16,90
22,50
416,48
36,36
72,67
42,72
112,49
196,47
181,00
118,47
36,39
15,61
331,44
58,66
75
No
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
DER (%)
24,77
13,70
58,68
141,04
59,82
47,15
215,72
159,57
123,26
22,65
504,97
51,54
Sumber : data diolah
Menurut Brigham dan Houston (2010:143) Rasio hutang atau Debt to Equity
Ratio (DER) adalah rasio total hutang terhadap total aset sedangkan menurut
Keown et al (2008:83) Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio
yang menunjukan berapa banyak hutang yang digunakan membiayai aset-aset
perusahaan.
Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang
disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor
(margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar
Pada tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa nilai Debt to Equity Ratio (DER)
terendah yaitu PT. Sidomulyo Selaras Tbk dengan nilai 13,70% sedangkan, PT.
Sarana Menara Nusantara Tbk memiliki Debt to Equity Ratio (DER) tertinggi
yaitu 504,97% yang berarti bahwa perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang yang
cukup besar.
76
5. Return on Equity (ROE)
Pada tabel 4.5 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Return on
Equity (ROE) yang diambil dari laba bersih dibagi dengan total ekuitas pada
perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Nilai ROE tersebut diambil pada
saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini nilai ROE dari 38 perusahaan yang
menjadi sampel pada tabel 4.5 yaitu :
Tabel 4.5
Nilai ROE
Periode 2010-2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
ROE (%)
17,90
4,82
5,72
4,02
7,07
24,18
20,53
5,30
8,51
8,70
12,85
16,13
10,62
10,48
8,76
38,56
45,99
19,62
20,50
2,71
11,92
3,62
18,91
6,24
15,98
10,15
77
No
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
ROE (%)
21,91
3,43
3,06
13,35
27,27
0,53
10,69
11,55
14,09
18,38
8,16
1,65
Sumber : data diolah
Menurut Brigham dan Houston (2010:149) Pengembalian Ekuitas Biasa atau
Return on Equity (ROE) adalah Rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, untuk
mengukur tingkat pengembalian investasi pemegang saham biasa sedangkan
menurut Menurut Keown et al (2008:75) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return
on Equity (ROE) yaitu tingkat pengembalian saham biasa menunjukan rata-rata
perhitungan pengembalian atas investasi pemegang saham yang diukur dengan
membandingkan pendapatan bersih terhadap ekuitas saham biasa.
Nilai ROE yang tinggi akan mencerminkan penerimaan perusahaan atas
peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif. Pada tabel 4.5
diatas dapat dilihat bahwa nilai Return on Equity (ROE) terendah yaitu PT. Star
Petrcohem Tbk dengan nilai 0,53% sedangkan PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk
memiliki nilai Return on Equity (ROE) tertinggi yaitu 45,99%.
78
6. Earning per Share (EPS)
Pada tabel 4.6 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Earning per
Share (EPS) yang diambil dari laba bersih dibagi dengan jumlah saham beredar
pada perusahaan yang dijadikan sampel penelitian. Nilai EPS tersebut diambil
pada saat perusahaan melakukan IPO, berikut ini nilai EPS dari 38 perusahaan
yang menjadi sampel pada tabel 4.6 yaitu :
Tabel 4.6
Nilai EPS
Periode 2010-2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
EPS (x)
222,02
10,52
19,45
14,04
21,42
147,53
338,07
61,01
89,47
29,44
108,10
98,23
51,28
25,61
13,68
385,05
255,10
370,61
61,96
4,10
31,43
12,36
35,81
17,25
42,40
25,51
79
No
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
EPS (x)
106,38
7,89
47,94
19,33
100,15
1,07
184,37
53,59
83,77
38,29
98,93
1,87
Sumber : data diolah
Menurut Brigham dan Houston (2010:93) Labar Per Saham atau Earning Per
Share (EPS)
adalah jumlah labar bersih dibagi dengan jumlah saham yang
beredar di perusahaan tersebut. Dalam laporan laba rugi EPS merupakan pos
terpenting bagi pemegang saham. Jika suatu perusahaan memeliki opsi atau
konvertibel beredar atau jika perusahaan menerbitkan saham biasa baru-baru ini,
maka perhitungan EPS menjadi sedikit lebih rumit.
Menurut Horne dan Wachowicz (2005:5) Labar Per Saham atau Earning Per
Share (EPS) adalah pendapatan setelah pajak (earning after tax) dibagi dengan
jumlah saham biasa yang tersebar. Harga pasar saham perusahan mencerminkan
penialaian khusus dari semua pelaku pasar atas nilai suatu perusahaan. Penilaian
tersebut memperhitungkan EPS saat ini dan perkiraan EPS di masa mendatang.
Pada tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa nilai Earning Per Share (EPS) terendah
yaitu PT. Star Petrcohem Tbk dengan nilai 1,07x sedangkang, PT. Harum Energy
Tbk memiliki nilai Earning Per Share (EPS) tertinggi yaitu 385,05x.
80
7. Underpricing
Pada tabel 4.7 dibawah ini, disajikan informasi mengenai nilai Underpricing
yang diambil dari nilai Initial Return yaitu harga saham closing dikurang harga
saham offer kemudian dibagi harga saham offer pada perusahaan yang dijadikan
sampel penelitian. Nilai Underpricing tersebut diambil pada saat perusahaan
melakukan IPO, berikut ini nilai Underpricing dari 38 perusahaan yang menjadi
sampel pada tabel 4.6 yaitu :
Tabel 4.7
Nilai Underpricing
Periode 2010-2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
Underpricing (%)
13,00
49,50
12,33
25,64
36,00
50,00
14,62
9,40
10,24
10,00
1,08
1,39
9,00
48,57
15,14
4,81
50,00
10,29
49,09
49,09
50,00
1,32
22,02
38,92
81
No
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
Underpricing (%)
3,57
34,00
16,86
6,67
7,22
4,17
7,46
35,29
7,34
5,36
18,52
4,84
49,52
50,00
Sumber : data diolah
Apabila harga saham pada saat IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga
saham di pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi fenomena yang
disebut underpricing. Underpricing merupakan fenomena yang menarik karena
dialami oleh sebagian besar pasar modal di dunia dan seringkali dijumpai di
pasar perdana (Ritter, 1991) dalam Rizqi dan Harto (2013).
Sedangkan menurut Lestari, Hidayat, dan Sulasmiyati (2015)
underpricing
sebagai kondisi dimana harga penawaran pada saat IPO dinilai lebih rendah
secara signifikan dibandingkan harga saham pada saat penutupan hari pertama di
pasar sekunder. Pada tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa nilai underpricing
terendah yaitu PT. Darma Satya Nusantara Tbk dengan nilai 1,08% sedangkan
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk, PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk, PT. Multipolar
Technology Tbk dan PT. Visi Media Asia Tbk yang sama-sama memiliki nilai
underpricing tertinggi yaitu sebesar 50%.
82
C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah model regresi yang variabel pengganggu
atau residualnya memiliki distribusi normal. Salah satu metode yang handal
untuk uji normalitas adalah dengan melihat normal probability plot yang
disajikan pada gambar 4.2 berikut :
Gambar 4.2
Grafik Normal Probability Plot
Sumber : data diolah dengan SPSS 22
83
Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar di sekitar garis
diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat
dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi
normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal.
Namun, uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan apabila tidak
berhati-hati secara visual terlihat normal, namun secara statistik bisa
sebaliknya. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas
residual adalah uji statistik non-parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S) yang
disajikan dalam tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8
Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N
38
Normal
Parameters
Mean
a,b
Std. Deviation
.0000000
.10538376
Most Extreme
Absolute
.120
Differences
Positive
.056
Negative
-.120
Test Statistic
Asymp. Sig. (2-tailed)
.120
.182
c
Sumber : data diolah dengan SPSS 22
84
Berdasarkan tabel 4.8 di atas hasil uji kolmogorov-smirnov menunjukkan
nilai probabilitas signifikansi 0,182 yang lebih besar dari 0,05. Maka dapat
diambil keputusan H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti data terdistribusi
normal. Sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini
benar-benar memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data
terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi yang digunakan terdapat korelasi antar variabel
independen. Multikolinearitas di dalam model regresi dapat dideteksi dengan
melihat nilai Tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF).
Apabila nilai Tolerance > 0.10 dan nilai VIF < 10 maka tidak terjadi
multikolinieritas.
Nilai
Tolerance
dan
VIF
masing-masing
variabel
independen dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9
Uji Multikolinearitas
Coefficients
Model
1
a
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
Umur
.809
1.236
Size
.732
1.367
CR
.630
1.588
DER
.576
1.738
ROE
.421
2.374
EPS
.354
2.824
Sumber : data diolah dengan SPSS 22
85
Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa semua variabel
independen memiliki nilai Tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas
dalam penelitian ini, sehingga model regresi layak untuk dipakai.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi yang digunakan terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).
Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1 (sebelumnya). Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya
gejala autokorelasi dalam model regresi yang digunakan maka dapat dideteksi
dengan uji Durbin-Watson (DW Test).
Tabel 4.10
Output Durbin-Watson
b
Model
1
Model Summary
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
R
.818
a
.669
.604
.11513
2.252
Sumber : data diolah dengan SPSS 22
Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat diketahui nilai Durbin-Watson
output sebesar 2,252. Sedangkan pada tabel Durbin-Watson dengan k = 6, n =
38, α = 5%, maka diperoleh nilai dl = 1,146; du = 1,864; maka nilai 4-du =
2,136 yang berarti nilai D-W > 4-du; 2,252 > 2,136 sehingga berada pada
area no decision.
86
Apabila hasil pengujian berada pada area no decision, maka dapat
digunakan pengujian nonparametrik, yaitu run test (Yamin dan Kurniawan,
2014: 91). Pengujian run test dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 4.11
berikut.
Tabel 4.11
Run Test
Runs Test
Unstandardized Residual
a
Test Value
.00325
Cases < Test Value
19
Cases >= Test Value
19
Total Cases
38
Number of Runs
21
Z
.164
Asymp. Sig. (2-tailed)
.869
Sumber : data diolah dengan SPSS 22
Berdasarkan tabel 4.11 di atas hasil run test menunjukkan nilai
probabilitas signifikansi 0,869 yang lebih besar dari 0,05. Maka dapat diambil
keputusan H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa residual tidak
terdapat korelasi atau bersifat random.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi yang digunakan terdapat ketidaksamaan varians dari
residual satu pengamantan ke pengamatan yang lain. Apabila varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain terdapat kesamaan, maka
87
disebut homoskedastisitas dan apabila terdapat ketidaksamaan disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas.
Pada penelitian ini untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan
melihat scatterplot. Berikut ini pengujian heteroskedastisitas dengan
scatterplot pada gambar 4.3.
Gambar 4.3
Scatterplot
Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa titik-titiknya menyebar di
daerah positif dan negatif serta tidak membentuk pola, sehingga dapat
dikatakan data homoskedastisitas dan tidak terdapat masalah dalam uji
heteroskedastisitas.
88
Uji lain yang digunakan untuk melihat heteroskedastisitas yaitu
menggunakan uji Park. Berikut ini pengujian heteroskedastisitas dengan
menggunakan metode Park pada tabel 4.12.
Tabel 4.12
Uji Park
Coefficients
a
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
8.351
32.560
Umur
-.792
.450
Size
-3.324
Coefficients
Beta
t
Sig.
.256
.799
-.338
-1.760
.088
10.052
-.070
-.331
.743
.578
.745
.193
.776
.443
DER
-.095
.569
-.044
-.167
.869
ROE
.461
.861
.194
.536
.596
EPS
-.112
.579
-.072
-.193
.848
CR
Sumber : data diolah dengan SPSS 22
Berdasarkan tabel 4.12 dari hasil uji Park diatas dapat dilihat pada
kolom signifikan, dimana nilai probabilitas signifikan semua variabel
independen pada tabel diatas lebih dari 0,05 sehingga dapat dikatakan data
homoskedastisitas dan tidak terdapat masalah dalam uji heteroskedastisitas.
89
2. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio, Debt to
Equity Ratio, Return on Equity, dan Earning per Share Secara Simultan
terhadap Underpricing.
Pengujian model secara simultan dengan Uji F digunakan untuk menguji
pengaruh secara simultan variabel independen terhadap variabel dependennya
atau untuk menguji ketepatan model. Jika variabel independen memiliki pengaruh
secara simultan terhadap variabel dependen maka model persamaan regresi masuk
dalam kriteria cocok atau fit.
Dari pengujian simultan diperoleh hasil output sebagai berikut :
Tabel 4.13
Uji F
a
Model
1 Regression
Residual
ANOVA
Sum of Squares
df
.829
6
Total
.411
31
1.240
37
Mean Square
.138
F
10.420
Sig.
b
.000
.013
Sumber : data diolah dengan SPSS 22
Uji F ini digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel
independen yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER, ROE dan EPS
mempunyai
kemampuan
dalam
menjelaskan
variabel
dependen
yaitu
underpricing. Berdasarkan hasil output uji F pada tabel 4.12 dapat diketahui
bahwa tingkat signifikansi sebesar 0,000 sehingga penelitian ini menolak H0 dan
membuktikan bahwa variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER,
ROE dan EPS berpengaruh terhadap variabel dependen underpricing secara
90
simultan. Karena tingkat probabilitas lebih kecil dari α = 0,05 maka model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen underpricing.
3. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio, Debt to
Equity Ratio, Return on Equity, dan Earning per Share Secara Parsial
terhadap Underpricing.
Uji statistik t digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui apakah
variabel independen Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Current Ratio (CR),
Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE) dan Earning per Share
(EPS) memiliki pengaruh secara parsial terhadap dependen Underpricing
Menurut Ghozali (2011: 98) uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Hasil uji statistik t dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 4.13
Tabel 4.14
Uji t
Coefficients
Model
1 (Constant)
a
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
t
Sig.
2.694
.496
5.431 .000
Umur
-.011
.002
-.672 -5.841 .000
Size
-.082
.018
-.555 -4.587 .000
CR
-.027
.014
-.255 -1.953 .060
DER
.045
.022
.278
2.039 .050
ROE
.520
.298
.278
1.743 .091
EPS
-.001
.000
-.343 -1.973 .057
Sumber : data diolah dengan SPSS 22
91
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14, kemudian dapat
dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah dibuat, yaitu diantaranya:
a. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel Umur Perusahaan sebesar 0,000 yang
lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05).
Maka dapat dikatakan bahwa Umur Perusahaan memiliki pengaruh
terhadap Underpricing. Maka dapat diambil keputusan H0 ditolak dan Ha1
diterima.
b. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel Ukuran Perusahaan sebesar 0,000 yang
lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05).
Maka dapat dikatakan bahwa Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh
terhadap Underpricing. Maka dapat diambil keputusan H0 ditolak dan Ha2
diterima.
c. Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel CR sebesar 0,060 yang lebih besar dari
tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat
dikatakan bahwa CR tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing.
Maka dapat diambil keputusan H0 diterima dan Ha3 ditolak.
92
d. Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel DER sebesar 0,050 yang berarti sama
dengan tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka
dapat dikatakan bahwa DER memiliki pengaruh terhadap Underpricing.
Maka dapat diambil keputusan H0 ditolak dan Ha4 diterima.
e. Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel ROE sebesar 0,091 yang lebih besar dari
tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat
dikatakan bahwa ROE tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing.
Maka dapat diambil keputusan H0 diterima dan Ha5 ditolak.
f. Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel EPS sebesar 0,057 yang lebih besar dari
tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat
dikatakan bahwa EPS tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing.
Maka dapat diambil keputusan H0 diterima dan Ha6 ditolak.
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 juga dapat diketahui
variable independen Debt to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh
paling besar terhadap variabel Underpricing. Hal tersebut ditunjukan oleh
nilai Standardized Coefficients Variabel Debt to Equity Ratio (DER)
sebesar 0,278 yang lebih besar dari nilai Standardize Coefficients variabel
independen lainya.
93
Berdasarkan tabel 4.14 diatas, dapat diperoleh persamaan regresi dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Underpricing = 2,694 – 0,011 Umur – 0,082 Size – 0,045 DER + ε
Interpretasinya adalah sebagai berikut :
1) Konstanta
memiliki
nilai
sebesar
2,694%
mengartikan
bahwa
Underpricing akan bernilai 2,694% apabila variabel umur perusahaan,
ukuran perusahaan, dan DER bernilai 0.
2) Variabel Umur Perusahaan memiliki koefisien regresi sebesar -1,1%. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa setiap kenaikan umur perusahaan sebesar
1% dengan asumsi variabel lain tetap, maka nilai Underpricing akan turun
sebesar 1,1%.
3) Variabel Ukuran Perusahaan memiliki koefisien regresi sebesar -8,2%.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiak kenaikan ukuran perusahaan
sebesar 1% dengan asumsi variabel lain tetap, maka nilai Underpricing
akan turun 8,2%.
4) Variabel DER memiliki koefisien regresi sebesar 4,5%. Hal tersebut dapat
diartikan bahwa setiap kenaikan CR sebesar 1% dengan asumsi variabel
lain tetap, maka nilai Underpricing akan naik sebesar 4,5%.
94
4. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Untuk menentukan seberapa besar prediktor dapat menjelaskan variabel
terikatnya dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi yang diperoleh
dari nilai adjusted R2. Hasil nilai adjusted R2 dari regresi digunakan untuk
mengetahui besarnya variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel-variabel
independennya. Berikut adalah hasil output SPSS :
Tabel 4.14
Koefisien Determinasi
Model Summary
Model
1
R
.818
R Square
a
Adjusted R Square
.669
.604
Std. Error of the Estimate
.11513
Sumber: data diolah dengan SPSS 22
Berdasarkan hasil output SPSS pada tabel 4.14 di atas dapat dilihat bahwa
nilai adjusted R2 adalah 0,604, ini artinya variabel dependen yaitu underpricing
dapat dijelaskan oleh keenam variabel yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan,
CR, DER, ROE dan EPS sebesar 60,4% sedangkan sisanya 39,6% dijelaskan oleh
variabel lain.
95
D. Interpretasi Hasil Penelitian
1. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai probabilitas
signifikansi variabel Umur Perusahaan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tingkat
signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat dikatakan bahwa
Umur Perusahaan memiliki pengaruh terhadap Underpricing.
Koefisien regresi variabel umur perusahaan sebesar -0,011. Koefisien regresi
negatif ini menunjukan bahwa semakin kecil umur perusahaan semakin besar
tingkat underpricing perusahaan, dimana umur perusahaan merupakan sebuah
tolak ukur untuk melihat bagaimana perusahaan dapat bertahan dan bersaing
dengan perusahaan lain, dari hasil negatif ini berarti para investor tertarik pada
perusahaan yang memiliki umur masih tergolong muda yaitu 1-7 tahun masa
perusahaan tersebut, karena dianggap memiliki daya saing dan inovasi baru yang
bernilai tinggi sehingga mempengaruhi tingkat underpricing,
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Wahyusari (2013)
pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011 yang menyatakan
bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Akan tetapi
hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Lestari,
Hidayat, dan Sulasmiyati (2015), Rosyidah (2014) dan Wirawan (2014) pada
perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2012-2014 dimana umur perusahaan
tidak memiliki pengaruh negatif terhadap underpricing.
96
2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel Ukuran Perusahaan sebesar 0,000 yang lebih
kecil dari tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Dapat
dikatakan Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh terhadap Underpricing.
Koefisien regresi variabel ukuran perusahaan sebesar -0,082. Koefisien
regresi negatif ini menunjukan bahwa semakin kecil ukuran perusahaan
semakin besar tingkat underpricing perusahaan, dimana ukuran perusahaan
menunjukan besarnya sebuah perusahaan dalam melakukan aktivitas
perusahaan sehingga mampu bersaing dengan baik dengan perusahaan lain,
dari hasil negatif ini berarti para investor melihat perusahaan dengan ukuran
perusahaan yang kecil tetapi dapat bersaing dengan perusahaan besar lainya,
yang berarti tingkat produktivitas, jasa dan lainya pada perusahaan tersebut
memiliki nilai yang bagus meski dengan ukuran perusahaan yang kecil
sehingga mempengaruhi nilai underpricing perusahaan tersebut.
Penilitian ini sejalan dengan Hasil penelitian dari Putra dan Damayanti
(2013), Kristianti (2013), Retnowati (2013), Hapsari dan Mahfud (2012) dan
Sari (2011) menunjukan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
negatif terhadap underpricing. Akan tetapi tidak sejalan dengan penilitian
Dwijayanti dan Wirakusuma (2015) , Wirawan (2014), Aini (2013) dan Safitri
(2013) dimana ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap
underpricing.
97
3. Pengaruh CR terhadap Underpricing
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel CR sebesar 0,060 yang lebih besar dari
tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat
dikatakan bahwa CR tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing.
Hasil statistik t menunjukkan bahwa probabilitas signifikansi CR tidak
signifikan. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan CR tidak
berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. Semakin
tinggi CR pada perusahaan berarti semakin kecil kegagalan perusahaan dalam
memenuhi kewajibanya. Akan tetapi pada penelitian ini CR yang dimiliki
perusahaan tidak dijadikan penentu dalam menentukan besarnya tingkat
underpricing karena bagi para investor faktor lain selain CR menurut investor
lebih menentukan untuk meningkatkan nilai Underpricing.
Penelitian ini sejalan dengan Wirawan (2014) serta Hapsari dan Mahfud
(2012) pada perusahaan IPO yang terdaftar di BEI dimana CR tidak
berpengaruh negatif terhadap Underpricing. Akan tetapi tidak sejalan dengan
penilitian Sari (2011) pada perusahaan IPO yang terdaftar di BEI periode
2006-2010 dimana CR memiliki pengaruh positif terhadap Underpricing.
98
4. Pengaruh DER terhadap Underpricing
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel DER sebesar 0,050 yang berarti memiliki
nilai yang sama dengan tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α =
0,05). Maka dapat dikatakan bahwa DER memiliki pengaruh terhadap
Underpricing.
Koefisien regresi variabel DER sebesar 0,045. Koefisien regresi positif
ini menunjukan bahwa semakin tinggi nilai DER berarti semakin tinggi juga
nilai Underpricing pada perusahaan tersebut yang berarti berbanding lurus.
Semakin tinggi DER dalam suatu perusahaan berarti semakin tinggi juga
perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang. Para investor melihat bahwa
perusahaan tersebut berarti berani mengambil resiko dengan biaya tersebut
tetapi bisa ditutupi dengan hasil yang bagus dari faktor perusahaan lainya
seperti dari hasil produksi, jasa dan lainya sehingga perusahaan bisa terus
berkembang dan bersaing dengan perusahaan lain.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyusari (2013) dimana DER
berpengaruh positif terhadap Underpricing, akan tetapi penilitian ini tidak
sejalan dengan penelitian Retnowati (2013) dimana DER tidak berpengaruh
positif terhadap Underpricing.
99
5. Pengaruh ROE terhadap Underpricing
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel ROE sebesar 0,091 yang lebih besar dari
tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat
dikatakan bahwa ROE tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing.
Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa probabilitas signifikansi ROE
tidak signifikan. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan ROE tidak
berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. ROE dalam
suatu perusahaan merupakan imbal hasil yang diterima perusahaan tersebut,
yang berarti semakin tinggi ROE semakin tinggi tingkat imbal hasil yang
dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Akan tetapi para investor tidak melihat
ROE perusahaan dalam investasi karena banyak pada sampel sebelum
perusahaan melakukan IPO, banyak juga perusahaan yang mengalami
kerugian.
Penelitian ini sejalan dengan Risqi dan Harto (2013) dan Aini (2013)
dimana ROE tidak memiliki pengaruh positif terhadap Underpricing. Akan
tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan Hapsari dan mahfud (2012) dimana
nilai ROE memiliki pengaruh negatif terhadap nilai Underpricing.
100
6. Pengaruh EPS terhadap Underpricing
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.14 dapat dilihat nilai
probabilitas signifikansi variabel EPS sebesar 0,057 yang lebih besar dari
tingkat signifikansi yang ditentukan sebesar 5% (α = 0,05). Maka dapat
dikatakan bahwa EPS tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing.
Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa probabilitas signifikansi EPS
tidak signifikan. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan EPS tidak
berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. EPS dalam
suatu perusahaan merupakan imbal hasil per saham yang diterima perusahaan
tersebut, yang berarti semakin tinggi EPS perusahaan semakin tinggi juga
tingkat imbal hasil per saham yang akan diterima oleh para investor. Akan
tetapi pada penilitian ini jumlah nilai EPS yang lebih kecil pada perusahaan
lebih banyak sehingga EPS tidak berpengaruh terhadap Underpricing.
Penilitian ini sejalan dengan penelitian Hapsari dan Mahfud (2012)
dimana nilai EPS tidak memiliki pengaruh negatif terhadap nilai
Underpricing. Akan tetapi penilitian ini sejalan dengan penilitian Wirawan
(2014) dan Retnowati (2013) dimana nilai EPS berpengaruh positif terhadap
nilai Underpricing.
101
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran
Perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity
(ROE) dan Earning per Share (EPS) terhadap Underpricing yang diproksikan
oleh Initial Return pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia
periode 2010-2014. Sampel sebanyak 38 perusahaan yang diperoleh melalui
purposive sampling. Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio (CR), Debt to
Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS)
memiliki pengaruh secara simultan terhadap underpricing.
2. Variabel Umur Perusahaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap
Underpricing, dengan pengaruh negatif.
3. Variabel Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh secara parsial terhadap
Underpricing, dengan pengaruh negatif.
4. Variabel Current Ratio tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap
Underpricing, dengan pengaruh negatif.
5. Variabel DER memiliki pengaruh secara parsial terhadap Underpricing,
dengan pengaruh positif.
6. Variabel Return on Equity tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap
Underpricing, dengan pengaruh positif.
102
7. Variabel Earning Per Share memiliki pengaruh secara parsial terhadap
Underpricing, dengan pengaruh negatif.
Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa variabel independen Debt to
Equity Ratio memiliki pengaruh paling besar terhadap Underpricing. Nilai
Adjusted R2 dalam penelitian ini sebesar 0,604. Hal tersebut mengartikan bahwa
kemampuan variabel independen umur perusahaan, ukuran perusahaan, CR, DER,
ROE dan EPS untuk menjelaskan perubahan variabel dependen Underpricing
adalah sebesar 60,4%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 39,6% dijelaskan faktorfaktor lain diluar penelitian ini.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil analaisis dan pembahasan terhadap variabel yang diteliti,
yaitu variabel independen umur perusahaan, ukuran perusahaan, Current Ratio
(CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), Earning per Share
(EPS) dan variabel dependen underpricing, maka implikasi terhadap penilitian ini
adalah sebagai berikut :
Bagi investor/calon investor, dengan hasil penelitian ini bagi para calon investor
dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pada saat
penawaran saham perdana.
1. Bagi perusahaan/emiten, hasil penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing sehingga perusahaan
dapat meminimalisir terjadinya underpricing pada saat IPO.
103
2. Bagi bidang akademik, penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing pada saat IPO dan
referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka peneliti dapat
sampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel independen lain
agar mampu menjelaskan penyebab yang diperkirakan menjadi faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat underpricing supaya hasil bisa lebih akurat dan
juga diharapkan dalam penelitian selanjutnya melakukan pengelompokkan
jenis industri dalam penentuan sampel perusahaan agar hasil yang didapat bisa
lebih baik.
2. Investor bisa melihat rasio Umur, Ukuran Perusahaan dan DER pada emiten
yang akan melakukan IPO karena dengan melihat rasio tersebut investor bisa
meramalkan apakah saham perusahaan yang ingin dijadikan investasi layak
untuk dibeli atau tidak, karena sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa faktor
yang berpengaruh terhadap underpricing adalah Umur, Ukuran Perusahaan
dan DER.
3. Berdasarkan penelitian ini emiten juga bisa mengetahui bahwa CR, ROE, dan
EPS tidak berpengaruh terhadap underpricing, sedangkan rasio Umur, Ukuran
Perusahaan dan DER berpengaruh terhadap underpricing, sehingga emiten
yang ingin melakukan IPO sebaiknya memperhatikan faktor-faktor tersebut.
104
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N Shoviyah. 2013. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham
pada Perusahaan IPO di BEI Periode 2007 -2011”. Universitas Negeri
Surabaya Jurnal Ilmiah Manajemen Volume 1 Nomor 1 Januari 2013.
Brigham, F Eugene, dan Houston, F Joel. 2010. “Dasar-Dasar Manajemen
Keuangan, Edisi 11”, Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Dwijayanti, M Indira dan Wirakusuma, M Gede. 2015. ”Pengaruh Informasi
Keuangan dan Non Keuangan pada Return Awal Perusahaan yang Melakukan
IPO di BEI Periode 2008-2012”. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.
13, No. 1, 2015
Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
19”, Edisi 5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hamid, Abdul.”Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis”,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013
Hapsari, V Anitya dan Mahfud, M. Kholiq. 2012. “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI
Periode 2008-2010”. Dipenogoro Journal of Management Volume 1, Nomor
1, Tahun 2012, Halaman 1-9.
Horne, VC James, dan Wachowicz, M John. 2005. “Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan”, Edisi 8 Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Keown, Martin et al. 2008."Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan”, Edisi
10, Jilid 1. Klaten, Jawa Tengah : PT Macanan Jaya Cemerlang.
Kristianti, I.D Ayu. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing
saham pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 1997-2010”.
Universitas Pendidikan Ganesha Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika
Volume 2 Nomor 2 Singaraja, Juni 2013.
105
Lestari, A Hayu, Hidayat, R Rustam, dan Sulasmiyati, Sri. 2015.“Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Penawaran Umum
Perdana di BEI Periode 2012-2014”. Universitas Brawijaya Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 25 No. 1 Agustus 2015.
Manurung, Adler. “Initial Public Offering (IPO): Konsep, Teori, dan Proses”. PT
Adler Manurung Press, Jakarta, 2013.
Prastica, Yurena. 2012. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham
pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 2007-2010”. Universitas
Widya Mandala Surabaya Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi – Vol. 1, No. 2,
Maret 2012.
Putra, M.A Mahendra dan Damayanthi, I G.A Eka. 2013. “Pengaruh Size,Return on
Assets dan Financial Leverage pada Tingkat Underpricing Penawaran Saham
Perdana di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011”. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana 4.1 (2013): 128-140.
Retnowati, Eka. 2013. “Penyebab Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di
Indonesia Periode 2008-2011” Universitas Negeri Semarang Accounting
Analysis Journal 2 (2) (2013).
Rosyidah, Lailatur. 2014. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Reputasi
Underwriter dan Reputasi Auditor terhadap Tingkat Underpricing di BEI
periode 2009-2013”. Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Ilmu Manajemen
Vol. 2, No. 3 Juli 2014.
Risqi, I Azisia dan Harto, Puji. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Underpricing Ketika Intial Public Offering (IPO) di BEI Periode 2007 -2011”.
Diponegoro Journal of Accounting Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman
1-7.
Riyanto, Bambang. 2013. “Dasar Dasar Pembelanjaan Perusahaan”, Edisi
Keempat, Cetakan Ketiga belas. BPFE-Yogyakarta.
Romli, Muhammad. (2010),” Pembelajaran dari IPO Krakatau Steel”
http://economy.okezone.com/read/2010/11/15/279/393267/pembelajaran-dariipo-krakatau-steel (diakses tanggal 9 September 2015)
106
Safitri, T Anggita. 2013. “Asimetri Informasi dan Underpricing”. Universitas Negeri
Semarang Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 1-9.
Santoso, Singgih. 2014. “Statistik Parametrik – Konsep dan Aplikasi dengan SPSS”,
Edisi Revisi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sari, A Yuma. 2011. “Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada
Penawaran Umum Perdana di BEI Periode 2006-2010” Dipenogoro Journal
of Accounting Volume 1 N. 1 Tahun 2011.
Sekaran, Uma. 2006. “Metodologi Penelitian untuk Bisnis”, Buku 2 Edisi 4. Jakarta:
Salemba Empat.
Siamat, Dahlan. 2005. “Manajemen Lembaga Keuangan”. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Bisnis”, Cetakan Ke-15. Bandung: Alfabeta.
Wahyusari, Ayu. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing
Saham saat IPO di BEI Periode 2007-2011”. Universitas Negeri Semarang
Accounting Analysis Journal 2 (4) (2013)
Wiryawan, Y Fendi. 2014. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Underpricing Saham pada Perusahaan yang Go Public di BEI periode 20082012”. Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Akuntansi UNESA Vol 2, No. 3
(2014)
Yamin, Sofyan, dan Kurniawan, Heri. 2014. “SPSS Complete – Teknik Analisis
Statistik Terlengkap dengan Software SPSS”, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba
Infotek.
__http://www.idx.co.id/id-id/beranda/tentangbei/strukturpasarmodalindonesia.aspx
(diakses tanggal 21 Oktober 2015)
__http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiperusahaan/prosesgopublic.aspx
(diakses tanggal 21 Oktober 2015)
__http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/pengantarpasarmodal.
aspx (diakses tanggal 21 Oktober 2015)
__http://www.idx.co.id/id-id/beranda/perusahaantercatat/laporankeuangandan
tahunan.apx (diakses tanggal 21 Oktober 2015)
__http://www.sahamok.com/emiten/ipo/ (diakses tanggal 9 September 2015)
107
LAMPIRAN
Lampiran 1
Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
108
Lampiran 2
Umur Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Didirikan
3 Agustus 1983
15 Maret 1971
2 Juni 2008
8 Maret 1995
8 November 1995
12 Oktober 1995
2 September 2009
8 November 2004
30 Juli 2004
15 Maret 2006
28 Juni 2007
6 Agustus 2003
20 September 1972
28 Mei 1998
13 Januari 1993
19 Mei 2008
25 Juli 2006
13 Maret 1997
16 September 2006
4 Oktober 1993
25 Juni 2008
28 Mei 1997
8 Agustus 1988
3 Juni 1997
28 April 2006
5 Februari 1977
11 Juni 1981
17 Desember 1999
28 September 1980
22 Mei 1978
10 Januari 1995
28 Desember 2001
3 Agustus 1996
18 Agustus 1990
22 November 1995
6 Juli 2006
20 Maret 1979
29 Maret 2001
Tanggal IPO
12 Januari 2010
9 Februari 2010
8 Maret 2010
28 Juni 2010
7 Juli 2010
6 Oktober 2010
7 Oktober 2010
26 Oktober 2010
11 November 2010
26 November 2010
30 November 2010
9 Desember 2010
10 Mei 2011
7 Juli 2011
12 Juli 2011
13 Juli 2011
11 Oktober 2011
17 November 2011
21 November 2011
21 Desember 2011
12 Januari 2012
7 Juni 2012
9 Juli 2012
10 Juli 2012
31 Agustus 2012
11 Oktober 2012
2 November 2012
12 November 2012
14 Juni 2013
17 Juni 2013
24 Juni 2013
8 Juli 2013
12 September 2013
8 November 2013
12 Desember 2013
13 Maret 2014
27 Juni 2014
5 November 2014
Kode Perusahaan
EMTK
PTPP
TOWR
ROTI
GOLD
HRUM
ICBP
TBIG
APLN
BORN
MIDI
BRMS
HDFA
PADI
SDMU
STAR
SUPR
GEMS
VIVA
BAJA
TELE
RANC
MSKY
ALTO
IBST
NELY
TAXI
ASSA
DSNG
SRIL
ACST
MLPT
SILO
KRAH
SSMS
BALI
CINT
BIRD
Umur
27
39
2
5
5
5
1
6
6
4
3
7
39
13
8
3
5
14
5
18
4
15
24
15
6
35
31
13
33
35
18
12
7
13
8
8
35
13
109
Lampiran 3
Ukuran Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
Total Aktiva (dalam juta Rp)
1.298.358
891.413
7.755.988
2.108.998
673.613
808.768
7.171.511
8.523.960
16.438.850
365.092
5.921.055
4.314.285
3.320.302
70.005
1.241.206
3.470.174
2.155.203
13.361.313
329.230
1.114.803
1.246.488
4.939.425
431.872
413.917
5.444.074
570.082
568.265
197.860
2.600.775
5.590.982
3.701.917
718.569
2.844.558
1.782.788
5.176.442
1.358.617
7.411.393
2.417.561
110
Lampiran 4
Current Ratio Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
CR (x)
1,48
1,51
3,00
1,10
1,11
0,33
0,85
2,51
7,13
3,08
0,83
4,42
5,42
5,24
1,24
2,09
0,52
2,60
1,74
0,93
1,29
1,20
3,07
6,72
1,40
2,22
2,30
4,26
3,07
1,05
2,81
1,70
2,43
1,46
3,36
5,56
0,85
1,71
111
Lampiran 5
Debt to Equity Ratio Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
DER (%)
131,67
163,72
83,97
187,74
186,60
119,55
99,04
29,59
21,81
25,18
252,75
38,12
16,90
22,50
416,48
36,36
72,67
42,72
112,49
196,47
181,00
118,47
36,39
15,61
331,44
58,66
24,77
13,70
58,68
141,04
59,82
47,15
215,72
159,57
123,26
22,65
504,97
51,54
112
Lampiran 6
Return on Equity Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
ROE (%)
17,90
4,82
5,72
4,02
7,07
24,18
20,53
5,30
8,51
8,70
12,85
16,13
10,62
10,48
8,76
38,56
45,99
19,62
20,50
2,71
11,92
3,62
18,91
6,24
15,98
10,15
21,91
3,43
3,06
13,35
27,27
0,53
10,69
11,55
14,09
18,38
8,16
1,65
113
Lampiran 7
Earning per Share Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
EPS (x)
222,02
10,52
19,45
14,04
21,42
147,53
338,07
61,01
89,47
29,44
108,10
98,23
51,28
25,61
13,68
385,05
255,10
370,61
61,96
4,10
31,43
12,36
35,81
17,25
42,40
25,51
106,38
7,89
47,94
19,33
100,15
1,07
184,37
53,59
83,77
38,29
98,93
1,87
114
Lampiran 8
Underpricing Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Kode
ACST
ALTO
APLN
ASSA
BAJA
BALI
BIRD
BORN
BRMS
CINT
DSNG
EMTK
GEMS
GOLD
HDFA
HRUM
IBST
ICBP
KRAH
MIDI
MLPT
MSKY
NELY
PADI
PTPP
RANC
ROTI
SDMU
SILO
SRIL
SSMS
STAR
SUPR
TAXI
TBIG
TELE
TOWR
VIVA
Nama Perusahaan
PT. Acset Indonusa Tbk.
PT. Alkindo Naratama Tbk.
PT. Agung Podomoro Land Tbk.
PT. Adi Sarana Armada Tbk.
PT. Sarana Central Baja Tama Tbk.
PT. Bali Towerindo Sentra Tbk.
PT. Blue Bird Tbk.
PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk.
PT. Bumi Resources Mineral Tbk.
PT. Chitose Internasional Tbk.
PT. Darma Satya Nusantara Tbk.
PT. Elang Mahkota Teknologi Tbk.
PT. Golden Energy Mines Tbk.
PT. Golden Retailindo Tbk.
PT. HD Finance Tbk.
PT. Harum Energy Tbk.
PT. Inti Bangun Sejahtera Tbk.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
PT. Grand Kartech Tbk.
PT. Midi Utama Indonesia Tbk.
PT. Multipolar Technology Tbk.
PT. MNC Sky Vision Tbk.
PT. Nelly Dwi Putri Chemical Tbk.
PT. Minna Padi Investama Tbk.
PT. PP (Persero) Tbk.
PT. Supra Boga Lestari Tbk.
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
PT. Sidomulyo Selaras Tbk.
PT. Siloam International Hospital Tbk.
PT. Sri Rejeki Isman Tbk.
PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk
PT. Star Petrcohem Tbk.
PT. Solusi Tunas Pratama Tbk.
PT. Express Transindo Utama Tbk.
PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk.
PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
PT. Sarana Menara Nusantara Tbk.
PT. Visi Media Asia Tbk.
Underpricing (%)
13,00
49,50
12,33
25,64
36,00
50,00
14,62
9,40
10,24
10,00
1,08
1,39
9,00
48,57
15,14
4,81
50,00
10,29
49,09
49,09
50,00
1,32
22,02
38,92
3,57
34,00
16,86
6,67
7,22
4,17
7,46
35,29
7,34
5,36
18,52
4,84
49,52
50,00
115
Lampiran 9
Hasil Ouput SPSS 22
Regression
Variables Entered/Removed
Variables
Variables
Entered
Removed
Model
1
a
Method
EPS, DER,
Umur, Size, CR,
. Enter
b
ROE
a. Dependent Variable: Underpricing
b. All requested variables entered.
b
Model Summary
Model
R
1
.818
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.669
.604
Durbin-Watson
.11513
2.252
a. Predictors: (Constant), EPS, DER, Umur, Size, CR, ROE
b. Dependent Variable: Underpricing
a
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
.829
6
.138
Residual
.411
31
.013
1.240
37
Total
F
10.420
Sig.
.000
b
a. Dependent Variable: Underpricing
b. Predictors: (Constant), EPS, DER, Umur, Size, CR, ROE
116
Coefficients
Model
1
a
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std. Error
Beta
(Constant)
2.694
.496
Umur
-.011
.002
Size
-.082
CR
t
Sig.
Tolerance
VIF
5.431
.000
-.672
-5.841
.000
.809
1.236
.018
-.555
-4.587
.000
.732
1.367
-.027
.014
-.255
-1.953
.060
.630
1.588
DER
.045
.022
.278
2.039
.050
.576
1.738
ROE
.520
.298
.278
1.743
.091
.421
2.374
EPS
-.001
.000
-.343
-1.973
.057
.354
2.824
a. Dependent Variable: Underpricing
Coefficient Correlations
Model
1
EPS
Correlations
Covariances
DER
a
Umur
Size
CR
ROE
EPS
1.000
.091
.308
-.412
.137
-.721
DER
.091
1.000
-.195
-.275
.571
.147
Umur
.308
-.195
1.000
.081
.030
-.288
Size
-.412
-.275
.081
1.000
-.098
.202
CR
.137
.571
.030
-.098
1.000
.096
ROE
-.721
.147
-.288
.202
.096
1.000
EPS
9.663E-8
6.280E-7
1.786E-7
-2.279E-6
5.883E-7
-6.693E-5
DER
6.280E-7
.000
-8.059E-6
.000
.000
.001
Umur
1.786E-7
-8.059E-6
3.476E-6
2.691E-6
7.836E-7
.000
Size
-2.279E-6
.000
2.691E-6
.000
-2.407E-5
.001
CR
5.883E-7
.000
7.836E-7
-2.407E-5
.000
.000
-6.693E-5
.001
.000
.001
.000
.089
ROE
a. Dependent Variable: Underpricing
117
Collinearity Diagnosticsa
Variance Proportions
Condition
Model
Dimension
Eigenvalue
Index
(Constant)
Umur
Size
CR
DER
ROE
1
1
5.138
1.000
.00
.01
.00
.00
.01
.00
.00
2
.789
2.552
.00
.04
.00
.00
.07
.03
.13
3
.622
2.875
.00
.00
.00
.17
.18
.00
.02
4
.275
4.326
.00
.56
.00
.06
.16
.06
.01
5
.103
7.075
.00
.36
.00
.02
.00
.72
.67
6
.073
8.365
.01
.02
.00
.74
.53
.13
.00
7
.001
85.507
.99
.01
.99
.00
.05
.05
.16
a. Dependent Variable: Underpricing
Residuals Statistics
Minimum
Maximum
a
Mean
Std. Deviation
N
Predicted Value
-.0565
.4753
.2190
.14966
38
Std. Predicted Value
-1.841
1.712
.000
1.000
38
.030
.081
.048
.013
38
-.1412
.4725
.2146
.15314
38
-.25675
.18959
.00000
.10538
38
Std. Residual
-2.230
1.647
.000
.915
38
Stud. Residual
-2.526
1.798
.016
1.020
38
-.32955
.24353
.00441
.13182
38
-2.789
1.869
.009
1.058
38
Mahal. Distance
1.527
17.559
5.842
3.851
38
Cook's Distance
.000
.259
.038
.060
38
Centered Leverage Value
.041
.475
.158
.104
38
Standard Error of Predicted
Value
Adjusted Predicted Value
Residual
Deleted Residual
Stud. Deleted Residual
a. Dependent Variable: Underpricing
118
EPS
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
38
Normal Parameters
a,b
Mean
.0000000
Std. Deviation
Most Extreme Differences
.10538376
Absolute
.120
Positive
.056
Negative
-.120
Test Statistic
.120
Asymp. Sig. (2-tailed)
.182
c
NPar Tests
Runs Test
Unstandardized
Residual
a
Test Value
.00325
Cases < Test Value
19
Cases >= Test Value
19
Total Cases
38
Number of Runs
21
Z
.164
Asymp. Sig. (2-tailed)
.869
a. Median
119
Charts
120
121
Lampiran 10
Tabel Durbin-Watson, α = 5%
n
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
k=6
dL
0.2025
0.2681
0.3278
0.3890
0.4471
0.5022
0.5542
0.6030
0.6487
0.6915
0.7315
0.7690
0.8041
0.8371
0.8680
0.8972
0.9246
0.9505
0.9750
0.9982
1.0201
1.0409
1.0607
1.0794
1.0974
1.1144
1.1307
1.1463
1.1612
1.1754
1.1891
1.2022
1.2148
1.2269
1.2385
1.2497
1.2605
1.2709
1.2809
1.2906
dU
3.0045
2.8320
2.6920
2.5716
2.4715
2.3881
2.3176
2.2575
2.2061
2.1619
2.1236
2.0902
2.0609
2.0352
2.0125
1.9924
1.9745
1.9585
1.9442
1.9313
1.9198
1.9093
1.8999
1.8913
1.8835
1.8764
1.8700
1.8641
1.8587
1.8538
1.8493
1.8451
1.8413
1.8378
1.8346
1.8317
1.8290
1.8265
1.8242
1.8220
k=7
dL
0.1714
0.2305
0.2856
0.3429
0.3981
0.4511
0.5016
0.5494
0.5945
0.6371
0.6772
0.7149
0.7505
0.7840
0.8156
0.8455
0.8737
0.9004
0.9256
0.9496
0.9724
0.9940
1.0146
1.0342
1.0529
1.0708
1.0879
1.1042
1.1198
1.1348
1.1492
1.1630
1.1762
1.1890
1.2013
1.2131
1.2245
1.2355
1.2461
dU
3.1494
2.9851
2.8477
2.7270
2.6241
2.5366
2.4612
2.3960
2.3394
2.2899
2.2465
2.2082
2.1743
2.1441
2.1172
2.0931
2.0715
2.0520
2.0343
2.0183
2.0038
1.9906
1.9785
1.9674
1.9573
1.9480
1.9394
1.9315
1.9243
1.9175
1.9113
1.9055
1.9002
1.8952
1.8906
1.8863
1.8823
1.8785
1.8750
k=8
dL
0.1469
0.2001
0.2509
0.3043
0.3564
0.4070
0.4557
0.5022
0.5465
0.5884
0.6282
0.6659
0.7015
0.7353
0.7673
0.7975
0.8263
0.8535
0.8794
0.9040
0.9274
0.9497
0.9710
0.9913
1.0107
1.0292
1.0469
1.0639
1.0802
1.0958
1.1108
1.1252
1.1391
1.1524
1.1653
1.1776
1.1896
1.2011
dU
3.2658
3.1112
2.9787
2.8601
2.7569
2.6675
2.5894
2.5208
2.4605
2.4072
2.3599
2.3177
2.2801
2.2463
2.2159
2.1884
2.1636
2.1410
2.1205
2.1017
2.0846
2.0688
2.0544
2.0410
2.0288
2.0174
2.0069
1.9972
1.9881
1.9797
1.9719
1.9646
1.9578
1.9514
1.9455
1.9399
1.9346
1.9297
k=9
dL
0.1273
0.1753
0.2221
0.2718
0.3208
0.3689
0.4156
0.4606
0.5036
0.5448
0.5840
0.6213
0.6568
0.6906
0.7227
0.7532
0.7822
0.8098
0.8361
0.8612
0.8851
0.9079
0.9297
0.9505
0.9705
0.9895
1.0078
1.0254
1.0422
1.0584
1.0739
1.0889
1.1033
1.1171
1.1305
1.1434
1.1558
dU
3.3604
3.2160
3.0895
2.9746
2.8727
2.7831
2.7037
2.6332
2.5705
2.5145
2.4643
2.4192
2.3786
2.3419
2.3086
2.2784
2.2508
2.2256
2.2026
2.1814
2.1619
2.1440
2.1274
2.1120
2.0978
2.0846
2.0723
2.0609
2.0502
2.0403
2.0310
2.0222
2.0140
2.0064
1.9992
1.9924
1.9860
k=10
dL
0.1113
0.1548
0.1978
0.2441
0.2901
0.3357
0.3804
0.4236
0.4654
0.5055
0.5440
0.5808
0.6159
0.6495
0.6815
0.7120
0.7412
0.7690
0.7955
0.8209
0.8452
0.8684
0.8906
0.9118
0.9322
0.9517
0.9705
0.9885
1.0058
1.0225
1.0385
1.0539
1.0687
1.0831
1.0969
1.1102
122
dU
3.4382
3.3039
3.1840
3.0735
2.9740
2.8854
2.8059
2.7345
2.6704
2.6126
2.5604
2.5132
2.4703
2.4312
2.3956
2.3631
2.3332
2.3058
2.2806
2.2574
2.2359
2.2159
2.1975
2.1803
2.1644
2.1495
2.1356
2.1226
2.1105
2.0991
2.0884
2.0783
2.0689
2.0600
2.0516
2.0437
Download