ANALISIS PROFITABILITAS DAN RASIO RISIKO BANK MUAMALAT INDONESIA(BMI) DAN BANK SYARIAH MANDIRI (BSM) Di susun oleh : DONNY AKBAR 104081002424 . JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M ANALISIS PROFITABILITAS DAN RASIO RISIKO BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) DAN BANK SYARIAH MANDIRI (BSM) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh Donny Akbar NIM: 104081002424 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr.Ahmad Rodoni NIP : 150 317 955 Arief Mufraini,Lc, Msi. NIP : 150 330 729 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M ABSTRACT This research aim to analyze Bank Muamalat Indonesia and Bank Syariah Mandiri profitbility and risk ratio based on financial ratio method for 2002-2007 periods. This research also analyze the effect of risk ratio to profitability in Bank Muamalat Indonesia and Bank Syariah Mandiri. Risk ratio which are used are asset risk ratio, deposit risk ratio, and credit risk ratio. While profitability ratio which is used is Return On Equity (ROE). The result shows : (1) with Granger Causality Test it is concluded that only credit risk ratio in BMI causes the profitability, (2) the effect of independen variables (credit risk ratio and deposit risk ratio) to dependen variable (ROE) are significant in alpha =5 percent, even in BMI or BSM. The result of this research also shows BMI’s profitability relatively better than BSM, but about keeping their risk BSM relatively better than BMI which BSM relatively better on 3 bank risk ratio, which are credit risk ratio, deposit risk ratio, and asset risk ratio. Keyword : Bank Risk Ratio, Profitability, and Granger Causality Test. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profitabilitas dan rasio risiko Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri dengan menggunakan metode rasio keuangan bank pada periode 2002-2007. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh Rasio Risiko terhadap Profitabilitas di Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri. Rasio risiko yang digunakan adalah rasio risiko asset, rasio risiko deposito, dan rasio risiko Credit. Sedangkan rasio profitabilitas yang digunakan adalah Return on Equity (ROE). Hasil penelitian menunjukan : (1) menggunakan uji kausalitas granger hanya rasio risiko credit di BMI yang menyebabkan profitabilitas, (2) pengaruh variabel bebas (rasio risiko credit dan rasio risiko deposito) terhadap variabel terikat ROE secara bersama-sama signifikan pada alpha = 5 persen, baik di BMI maupun BSM. Hasil penelitian juga menunjukan profitabilitas BMI relatif lebih baik dibandingkan BSM, Namun dalam hal pengelolaan risiko BSM relatif lebih baik dibandingkan BMI dimana BSM relatif lebih baik pada 3 rasio risiko bank, yaitu rasio risiko credit, rasio risiko deposito, dan rasio risiko asset. Kata kunci : Rasio Risiko Bank, Profitabilitas, dan Uji Kausalitas Granger. DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ iv ABTRAK ........................................................................................................ v ABSTRCT ....................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang Penelitian .............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 8 C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 8 D. Perumusan Masalah ........................................................................ 9 E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11 A. Pengertian Bank (Lembaga Intermediasi) ...................................... 11 B. Pengertian Bank Syariah ................................................................ 12 C. Tujuan Perbankan Syariah .............................................................. 13 D. Keuntungan dan Risiko Bank Syariah ........................................... 14 E. Analisis Rasio .................................................................................. 20 F. Risiko Bank ..................................................................................... 21 G. Rasio Profitabilitas ......................................................................... 23 H. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 25 K. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 26 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 29 A. Objek Penelitian ............................................................................. 29 B. Metode Penentuan Sampel ............................................................. 29 C. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 29 D. Metode Analisis ............................................................................. 30 E. Operasional Variabel Penelitian ..................................................... 38 BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN ........................................ 40 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................... 40 B. Penemuan dan Pembahasan ............................................................ 49 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ................................................... 83 A. Kesimpulan .................................................................................... 83 B. Implikasi ......................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 87 LAMPIRAN .................................................................................................... 90 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara umum bank memiliki peran yang cukup penting dalam aktivitas perekonomian. Peran strategis tersebut sebagai wahana yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien ke arah peningkatan taraf hidup rakyat (Mishkin, 1995). Bank merupakan lembaga perantara keuangan terbesar (financial intermediaries), di mana bank sebagai prasarana pendukung yang sangat vital dalam menunjang kelancaran perekonomian. Peran intermediasi perbankan ini berlaku juga pada bank yang berprinsip syariah. Namum dalam aktivitasnya ada perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah. Dalam perbankan syariah, hubungan antara bank dengan nasabah bukan hubungan debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan (partnership) antara penyandang dana (shohibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah tidak saja berpengaruh terhadap tingkat hasil untuk para pemegang saham tetapi juga berpengaruh terhadap hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpan. Hubungan kemitraan ini merupakan bagian yang khas dari proses berjalannya mekanisme perbankan syariah (Sudarsono, 2004). Berdirinya IDB (Islamic Development Bank) pada sidang menteri keuangan di Jeddah tahun 1975, menjadi titik awal gagasan pendirian bankbank syariah di berbagai negara. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki (Antonio, 2001:21). Pada tahun 1985, sistem perbankan syariah dalam lingkup internasional mampu memobilisasi dana sebesar US $ 5 milyar yang sampai tahun 1999 telah meningkat menjadi US $ 80 milyar. Beberapa institusi keuangan konvensional, seperti Citibank, JP morgan, Deutsche Bank, ABN Amro dan American Express telah mengenalkan produk tanpa bunga kepada konsumennya. Demikian pula perusahaan-perusahaan multinasional seperti General Motors, IBM, dan Daewoo Corporation yang telah memulai menggunakan jasa keuangan tanpa bunga ini (Haron dan Ahmad, 2000 :1) Baerdasrakan Sensus Penduduk 2000, berkembangnya bank syariah di kancah internasional, memberi pengaruh bagi pengembangan bank syariah di Indonesia. Mengingat Indonesia berpenduduk 88 persen muslim, maka pantaslah bila awal pendiriannya kental dengan peluang market yang dimiliki Indonesia. Awal tahun 1980-an, diskusi mengenai ekonomi Islam mulai dilakukan. Bahkan uji coba dalam relatif terbatas telah dilakukan. Diantaranya adalah Baitul Tamwil Salman Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta. Prakarsa lebih khusus bagi pendirian bank Islam baru dimulai tahun 1990. MUNAS IV MUI ( Majelis Ulama Indonesia ) pada agustus 1990 membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia (Antonio, 2001: 24). Pada tanggal 1 Mei 1992 berdirilah bank syariah pertama di Indonesia; Bank Muamalat Indonesia, dengan total komitmen modal disetor Rp 106.126.382.000,- Namun, perangkat hukum operasinya dalam UU No.7 tahun 1992 belum memuat sistem syariah yang memadai. Baru di era reformasi, UU No.10 tahun 1998 memuat secara rinci landasan operasi bank syariah dan memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah (Antonio, 2001: 25). Selama tahun 2006 industri perbankan syariah mengalami peningkatan volume usaha sebesar Rp5,8 triliun sehingga pada akhir periode laporan mencapai Rp26,7 triliun. Peningkatan tersebut memperbesar pangsa aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan nasional dari 1,4% pada akhir tahun 2005 menjadi 1,6% pada akhir 2006 (Direktori Perbankan Syariah Bank Indonesia). Di sisi penghimpunan dana, perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah pada tahun 2006 diwarnai kondisi persaingan penghimpunan dana yang semakin ketat pada industri perbankan secara umum, terlebih dengan semakin menariknya alternatif investasi melalui pasar modal. Pertumbuhan DPK perbankan syariah mengalami tekanan dalam kondisi suku bunga perbankan yang tinggi di awal 2006, namun seiring dengan penurunan suku bunga sejak semester kedua, DPK yang dihimpun perbankan syariah meningkat secara signifikan sehingga mampu mencapai pertumbuhan sebesar 32,7%, atau lebih tinggi dari laju pertumbuhan tahun 2005 sebesar 31,4%. Peningkatan tersebut menyebabkan share DPK perbankan syariah terhadap perbankan nasional meningkat dari 1,4% (2005) menjadi 1,6% (Direktori Perbankan Syariah Bank Indonesia). Kondisi peningkatan risiko pengalihan dana (displaced commercial risk) maupun risiko pembiayaan (credit risk) pada 2006 ternyata dapat diantisipasi dengan baik oleh perbankan syariah sehingga kecukupan permodalan dapat dipertahankan. Hal ini tercermin dari tingkat return on aset (ROA) yang tetap memadai yaitu sebesar 1,55% (tahun 2005 1,35%), meskipun laju pertumbuhan laba sedikit tertahan dengan semakin banyaknya porsi pendapatan operasional yang dialokasikan pada bagi hasil kepada deposan dalam upaya mempertahankan daya saing, serta semakin meningkatnya beban pembentukan cadangan dalam rangka mengantisipasi peningkatan risiko pembiayaan. Dalam upaya pengembangan sistem perbankan syariah yang sehat dan mampu menjawab tantangan masa mendatang, Bank Indonesia menyusun “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” (Biro Perbankan Syariah BI, 2002). Sasaran pengembangan perbankan syariah sampai tahun 2011 tersebut memuat : • Terpenuhi prinsip syariah dalam operasional. • Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah • Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien. • Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan masyarakat luas. Dalam upaya mewujudkan sasaran tersebut, Bank Indonesia mencanangkan langkah-langkah strategis yang pelaksanaanya dibagi dalam empat fokus area, yakni : mendorong kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah secara konsisten, menyempurnakan regulasi dan sistem pengawasan yang sesuai dengan karakteristik perbankan syariah, mendukung terciptanya efisiensi operasional dan daya saing bank syariah, serta meningkatkan kestabilan sistem, peran, dan kemanfaatan perbankan syariah bagi perekonomian secara umum. Prospek perbankan syariah di Indonesia pada masa yang akan datang akan semakin baik dan berpotensi menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Apalagi jika strategi dan usaha para pelaku perbankan syariah dilakukan secara terpadu maka akan memberikan produk dan pelayanan yang terbaik bagi nasabah dan pemilik modal sendiri. Peranan strategis bank harus didukung oleh kinerja perbankan yang sehat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat profitabilitas dan pengelolaan risiko oleh bank. Tingkat profitabilitas yang baik akan menunjukan tingkat keuntungan yang dihasilkan bank, sedangkan tingkat risiko yang rendah dapat menunjukan kemampuan bank dalam mengelola risiko. Perbankan syariah di Indonesia pada awalnya bersifat monopoli, dimana Bank Muamalat Indonesia adalah single player sejak 1991-1999. Sebagai konsekuensi dari sifat monopoli tersebut maka keuntungan yang diperoleh adalah keuntungan monopolis, dimana BMI tidak mempunyai pesaing-pesaing dalam perbankan syariah di Indonesia, sehingga BMI akan kesulitan untuk menekan risiko operasionalnya, karena itu pada penelitian ini akan dipilih objek perbandingannya yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM). Alasan BSM dijadikan objek perbandingan adalah terdapatnya persamaan system dan operasional berdasarkan prinsip syariah, metode yang digunakan juga sama dengan cara metode revenue sharing serta terdapat persamaan pada modal dasar yang dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM), yaitu masing-masing Rp 1 triliun sehingga penilaian profitabilitas & rasio risiko bank akan proporsional dan tidak memiliki ketimpangan yang signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profitabilitas & rasio risiko Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri dengan menggunakan metode rasio keuangan bank pada periode 2002-2007, dimana rasio risiko akan digunakan untuk mengukur risiko bank syariah dan rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur profitabilitas bank syariah. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk melihat pengaruh Rasio Risiko terhadap Profitabilitas di Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri. Penelitian ini didasarkan pada teori yang mengatakan bahwa keuntungan tinggi selalu berisiko tinggi. Penulis ingin membuktikan apakah teori tersebut juga berlaku pada perbankan syariah, karena dari pendekatan fiqih Terdapat dua aksioma berlandaskan pendekatan fiqih di dalam keuangan Islami, yaitu a) al kharaj bi ad-daman dan b) al-ghunm bi al-ghurm yang berbasis risiko. Yang pertama menyebutkan bahwa keuntungan secara moral dapat diterima hanya dengan mengambil risiko kerugiannya (gain accompanies lliability for lost). Dengan demikian, jika keuntungan diperoleh tanpa risiko (gaining return without responsible for any risk), maka dinilai tidak adil. Yang kedua mengandung rasionalisasi dan prinsip dari konsep bagi hasil dalam syariah, dimana keuntungan diperbolehkan hanya dengan berusaha atau berserikat dan berbagi risiko sehingga dapat berkontribusi terhadap ekonomi. Rasio risiko yang digunakan adalah rasio risiko asset, rasio risiko deposito, dan rasio risiko Credit,. Sedangkan rasio profitabilitas yang digunakan adalah Return on Equity (ROE). Penelitian yang dilakukan oleh (Gokhan Gunay:1998) tentang faktorfaktor risiko apa saja yang mempengaruhi profitabilitas pada bank-bank swasta di Turki selama tahun 1988-1997 memperoleh hasil bahwa risikorisiko yang mempengaruhi profitabilitas secara signifikan adalah risiko kredit, risiko modal, risiko tingkat suku bunga, dan risiko nilai tukar. Penelitian tentang pengaruh risiko likuiditas terhadap profitabilitas telah dilakukan oleh (Riki Antariksa:2005). Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah LTA, LAD, dan FDR, sedangkan variabel terikatnya ROA dan ROE. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan Uji Kausalitas Granger hanya variabel LTA yang menyebabkan Profitabilitas. Berdasarkan latar belakang inilah penulis mencoba menganalisis tentang “Analisis Profitabilitas dan Rasio Risiko Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM)”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan yang ada sebagai berikut : 1) Dengan melihat perkembangan Bank syariah saat ini maka perlu diketahui bagaimana Profitabilitas & Rasio risiko Bank Syariah di Indonesia ? 2) Untuk Bank Syariah, masalah yang perlu diketahui adalah apakah Rasio Risiko menyebabkan Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia ? 3) Berdasrkan pendekatan fiqih di dalam keuangan Islami, yaitu al kharaj bi ad-daman dan al-ghunm bi al-ghurm yang berbasis risiko, maka perlu diketahui apakah rasio risiko berpengaruh terhadap profitabilitas ? C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini ditetapkan pembatasan masalah sebagai berikut: 1) Rasio risiko yang digunakan adalah rasio risiko asset, rasio risiko deposito, dan rasio risiko Credit. 2) Rasio profitabilitas yang digunakan adalah ROE. 3) Data berasal dari Laporan Keuangan BMI dan BSM yang telah di audit pada periode tahun 2002-2007. 4) Variabel terikat yang digunakan untuk melihat pengaruh Rasio risiko terhadap Profitabilitas adalah ROE, variabel bebas yang digunakan adalah rasio risiko asset, rasio risiko deposito, dan rasio risiko credit. D. Rumusan Masalah Berdasarkan hal yang telah ditulis diatas, maka peneliti akan merumuskan masalahnya, yaitu : 1. Bagaimana deskripsi Rasio Profitabilitas & Rasio risiko BMI dan BSM ? 2. Apakah Rasio Risiko menyebabkan Profitabilitas BMI dan BSM pada periode tahun 2002-2007 ? 3. Apakah Rasio Risiko berpengaruh secara parsial ataupun simultan terhadap profitabilitas BMI dan BSM pada periode tahun 2002-2007 ? E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penulisan Secara umum tujuan penelitian ini tidak lain untuk turut serta memberikan kontribusi peneliti terhadap wacana, pemikiran, kajian, dan praktik perbankan syariah di Indonesia yang sedang berlangsung. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : a. Untuk menganalisis profitabilitas dan rasio risiko BMI dan BSM pada periode tahun 2002-2007. b. Untuk menganalisis apakah Rasio Risiko menyebabkan Profitabilitas BMI dan BSM pada periode tahun 2002-2007. c. Untuk menganalisis apakah Rasio Risiko berpengaruh terhadap profitabilitas BMI dan BSM pada periode tahun 2002-2007 2. Manfaat Penulisan Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbandingan profitabilitas dan rasio risiko BMI dan BSM akan diperoleh manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut : a. Bagi BMI dan BSM, dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan profitabilitas serta menjaga dan menekan risiko yang sudah bagus, sekaligus memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada. b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi Bank Indonesia khususnya Direktorat Perbankan Syariah dalam rangka mensosialisasikan bank syariah. c. Bagi perkembangan Ilmu Ekonomi Islam khususnya masalah perbankan syariah, studi kasus ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat. d. Bagi para akademisi/peneliti, dapat dijadikan referensi untuk membuat penelitian lebih lanjut. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Bank (Lembaga Intermediasi) Pengertian Bank menurut UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Menurut G.M. Veryn Stuart (1990), pengertian Bank adalah salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. Definisi Bank tersebut memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian dari segi penyaluran dananya, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Definisi tersebut merupakan komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia. B. Pengertian Bank Syariah Bank syariah atau selanjutnya disebut dengan Bank Islam adalah Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada AL-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Atau dengan kata lain, Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Antonio dan Perwaatmadja (1992: 1) membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. 1) Bank Islam adalah : a. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. b. Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuanketentuan Al-Qur’an dan Hadits. 2) Bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Menurut Syahdenini (1999), bank syariah adalah suatu lembaga yang mengerahkan dananya dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya dengan bank konvensional bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free) tetapi berdasarkan prinsip syariat. Dengan kata lain bank syariah dapat melaksanakan semua kegiatan yang biasa dilakukan oleh bank konvensional namun tidak boleh berdasarkan bunga. Menurut Yusuf Qardhawi (2001), bank syariah adalah suatu institusi keuangan (bank) yang bekerja dengan cara yang adil dan transparan dibawah pembinaan dan pengawasan moneter pemerintah (Dewan Syariah Nasional). Menurut Muhammad (2003), bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga, dimana kegiatan operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. C. Tujuan Perbankan Syariah Menurut M. Umer Chapra (1985), tujuan dari perbankan Islam ialah suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat diperkenalkan pada semua pembiayaan bank. Pembiayaan perbankan syariah harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Para ahli berpendapat tujuan dari perbankan syariah adalah sebagai berikut: Menurut Elias G. Kazarian (1993), tujuan dasar dari perbankan Islam adalah menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrumeninstrumen keuangan (financial instrumen) yang sesuai dengan ketentuanketentuan dan norma-norma syariah. Menurut Abdul Hakim Ismail (1993) selaku manager Bank Islam Malaysia mengemukakan bahwa sebagai seorang bisnis muslim yang patuh, tujuan saya sebagai manager dari Bank Islam Malaysia adalah mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan instrumen-instrumen keuangan yang berdasarkan bunga. Menurut Tim Pengembangan Perbankan Syariah, Institut Bankir Indonesia (2003), tujuan utama bank syariah seharusnya adalah mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan, finansial, komersial, investasi sesuai dengan prinsip Islam. Secara umum perbankan syariah mempunyai tujuan untuk mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan, finansial, komersial, investasi sehingga meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan syariah Islam. D. Keuntungan dan Risiko Bank Syariah Menurut Zainul Arifin (2006), Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan danadana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syariah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahibnul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpan dana. Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuannya menghasilkan laba. 1. Keuntungan Bank Menurut Zainul Arifin (2006) Tingkat keuntungan bersih (net income) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controlable factors) dan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrolable factors). Contorlable factors adalah faktorfaktor yang dapat dipengaruhi oleh manajemen seperti segmentasi bisnis, pengendalian pendapatan, dan pengendalian biaya-biaya. Uncontorlable factors atau faktor-faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja bank seperti kondisi ekonomi secara umum dan situasi persaingan di lingkungan wilayah operasinya. Ada dua rasio yang biasanya dipakai untuk mengukur kinerja bank, yaitu ROA dan ROE. ROA adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva (average assets). ROE didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan ratarata modal (average equity) atau investasi para pemilik bank. 2. Risiko-risiko Bank Menurut Bank Indonesia (2003), risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang telah dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanciptipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Terdapat delapan jenis risiko yang dihadapi bank (Zainul Arifin, 2006:225), yaitu : 1) Risiko Kredit (Credit Risk). Risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya. 2) Risiko Pasar (Market Risk). Risiko pasar adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel bebas ( adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. 3) Risiko Likuiditas (Liquidity Risk). Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mempu memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. 4) Risiko Operasional (Operasional Risk) Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan karena ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal kesalahan manusia, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. 5) Risiko Hukum (Legal Risk). Risiko hukum adalah risiko yang disebabkan adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundangan yang mendukung atau kelemahan perikatan. 6) Risiko Reputasi (Reputation Risk). Risiko reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepso negatif terhadap bank. 7) Risiko Strategis (Strategic Risk). Risiko strategis adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. 8) Risiko Kepatuhan (Compliance Risk) Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan prundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Dari delapan risiko yang harus dikelola oleh perbankan, terdapat tiga risiko utama yang menjadi fokus perhatian perbankan saat ini, yaitu risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas. 3. Pandangan Fiqih Tentang Risiko dan Keuntungan. Vogel dan Hayes (1998) mengemukakan bahwa dalam wacana keuangan islami, risiko merupakan masalah penting. Terdapat dua aksioma berlandaskan pendekatan fiqih di dalam keuangan Islami, yaitu a) al kharaj bi ad-daman dan b) al-ghunm bi al-ghurm yang berbasis risiko. Yang pertama menyebutkan bahwa keuntungan secara moral dapat diterima hanya dengan mengambil risiko kerugiannya (gain accompanies lliability for lost). Dengan demikian, jika keuntungan diperoleh tanpa risiko (gaining return without responsible for any risk), maka dinilai tidak adil. Yang kedua mengandung rasionalisasi dan prinsip dari konsep bagi hasil dalam syariah, dimana keuntungan diperbolehkan hanya dengan berusaha atau berserikat dan berbagi risiko sehingga dapat berkontribusi terhadap ekonomi. Sebenaarnya hubungan keadaan risiko-keuntungan di dalam teori keuangan konvensional juga sudah dijelaskan dengan aksioma : return goes along with risk (Karim : 2003). Sehubungan dengan itu, Kahf dan Kahn (1989) mengemukakan justifikasi adanya keuntungan (profit return) atas pembiayaan (financing) di dalam fiqih Islam. Dalam ekonomi konvensional, keuntungan (profit), sewa (rent), upah (wage), dan bunga (interest) diperlakukan sebagai faktor-faktor produksi. Dalam hubungannya dengan waktu, seluruh faktor tersebut, kecuali keuntungan dinilai secara tetap (fixed). Keuntungan merupakan jumlah yang tidak pasti, sementara upah,sewa, dan suku bunga adalah tetap dan diketahui. Sedangkan literatur Islam telah membuang faktor bunga karena hal ini memang dilarang berdasarkan Al-Qur’an. Upah dan sewa diperlakukan sama, dan diistilahkan sebagai ujrah, yaitu memberi nilai (harga) terhadap sumber daya manusia per unit waktu (upah) dan pemakaian nilai guna suatu aset tetap (sewa). Dalam fiqih Islam, keuntungan didefinisikan sebagai penambahan nilai aset, baik aset tetap maupun bergerak, yang direalisasikan dalam pertukaran. Keuntungan dapat diperoleh sebagai hasil dari proses natural suatu pertumbuhan (tanpa melibatkan adanya usaha atau biaya dari pihak pemilik) misalnya bertambahnya jumlah air di sumur seseorang. Selain itu, keuntungan juga dapat diperoleh dari usaha manusia terhadap aset yang akan meningkatkan nilai tukarnya, dimana usaha tersebut telah mengubah nilai aset menjadi lebih tinggi, misalnya pada pabrik manufaktur yang mengubah besi baja menjadi mesin. Memperoleh laba atas dasar tanggung jawab telah menjelaskan betapa pentingnya ketidakpastian (uncertainty) dan risiko sebagai alasan adanya keuntungan. Oleh karenanya, pemikiran ekonomi syariah didasarkan pada diterimanya realitas bahwa di dalam pasar tidak ada yang pasti atau bebas risiko. E. Analisis Rasio Rasio-rasio keuangan pada dasarnya disusun dengan menggabungkan angka-angka di dalam atau antara laporan rugi laba dan neraca. Dengan cara rasio semacam ini diharapkan pengaruh perbedaan ukuran akan hilang. Penman (1992) membuktikan bahwa informasi laporan keuangan tahun ini dan tahun lalu berguna untuk memprediksi perubahan laba tahun depan. Garrison (1998) menyatakan bahwa tujuan pelaporan keuangan adalah membantu para pemakai potensial laporan keuangan untuk memprediksi masa depan melalui perbandingan, evaluasi, dan analisis. Analisis terhadap laporan keuangan perusahaan dilakukan melalui analisis rasio keuangan. Hart dan Block (1999 : 218-219), mengklasifikasikan rasio keuangan atas enam kelompok utama, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut: We devide significant ratios into six primary groupings : Profitability ratios, asset – utilization ratios, liquidity ratios, debt utilization ratios, price ratios, other ratios. F. Risiko Bank Investasi pada sektor perbankan, selain memberikan tingkat keuntungan dibalik itu juga terkandung tingkat risiko. Pengertian risiko pada umumnya sering dikaitkan dengan perolehan hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Van Horn (1998: 91), mendefinisikan risiko sebagai : “ Risk can be thought of as the possibility that actual from holding as security will devide from expected return” Sebagaimana Moyer (2001 : 173), Risiko didefinisikan sebagai : “Risk is the possibility that actual cash flow (return) will be different that forecasted cash flow (return)”. Berdasarkan pengertian diatas diketahui bahwa risiko dapat dinyatakan sebagai kemungkinan keuntungan yang menyimpang dari yang diharapkan. Risiko ini biasanya timbul akibat adanya ketidakpastian akan sesuatu yang diharapkan di masa yang akan datang. Untuk mensiasati kemungkinan berbagai risiko yang timbul pada suatu perusahaan (Bank) di masa yang akan datang, selanjutnya digunakan rasio-rasio risiko bank. Rasio bank pada dasarnya merupakan teknik untuk mengukur risiko yang terdapat pada bank, terutama yang berkaitan dengan kemungkinan timbulnya kerugian dalam bank yang bersangkutan dalam kegiatan usahanya. 1. Rasio Risiko Bank Rasio risiko bank yang biasa digunakan untuk mengukur besarnya tingkat risiko pada bank yang bersangkutan yaitu Credit Risk Ratio, Asset Risk Ratio, dan Deposit Risk Ratio. Rasio risiko bank yang digunakan untuk mengukur besarnya tingkat risiko pada bank yang bersangkutan, yaitu Teguh Muljono (1995 : 178). Credit risk ratio merupakan ukuran yang menunjukan risiko bank atas kredit yang tidak dapat dibayar kembali oleh para debiturnya. Rasio ini juga menggambarkan kemampuan bank dalam memenuhi likuiditasnya dengan jalan mengadakan pergeseran/penarikan kreditnya yang outstanding untuk memenuhi permintaan kredit lainnya. Semakin tinggi rasio ini akan menunjukan bahwa banyak kredit macet, dan bank akan mengalami kesulitan finansial, sehingga risiko kreditnya menjadi lebih besar. Menurut Teguh Muljono (1995 : 178). Asset risk ratio merupakan ukuran yang menggambarkan risiko bank atas penurunan yang terjadi pada assetnya. Rasio risiko asset digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana kemungkinan penurunan yang terjadi dalam total asset dan seberapa besar modal bank dapat menanggulangi penurunan asset tersebut. Rasio yang tinggi memperlihatkan kemampuan modal bank yang semakin besar dalam memenuhi penurunan assetnya, sehingga risiko asset menjadi lebih kecil. Menurut Teguh Muljono (1995 : 180). Deposit risk ratio merupakan indikator yang menggambarkan risiko atas kegagalan atau ketidak mampuan modal bank untuk membayar kembali simpanan yang ditanamkan oleh para deposannya. Rasio ini juga mengukur seberapa besar dana deposan yang harus dijamin pembayarannya oleh modal bank bersangkutan. Semakin besar deposit risk ratio akan memperlihatkan kemampuan permodalan bank yang semakin besar dalam menjamin data deposan, sehingga risiko simpananya menjadi lebih kecil. G. Rasio profitabilitas Menurut Riyanto (1997) rasio profitabilitas menunjukan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Pada umumnya perusahaan berpendapat bahwa masalah profitabilitas merupakan masalah yang lebih penting dibandingkan hanya dengan masalah laba, karena laba yang besar saja bukan merupakan ukuran bahwa perusahaanitu telah bekerja dengan efisien. Dengan demikian profit merupakan ukuran kemampuan perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalam untuk menghasilkan. Weshton dan Brigham (1998 : 304) berpendapat bahwa profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukan pengaruh gabungan dari likuiditas, pengelolaan aktiva, dan pengelolaan hutang terhadap hasil-hasil operasi. Rasio profitabilitas merupakan alat yang paling sederhana, mudah dimengerti dan mudah dipahami oleh masyarakat umum dalam menilai dan mengukur kineja keuangan suatu perusahaan dan merupakan rasio kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau profitabilitas. Sebagaimana Moyer, McGuigan, dan Kretlow (2001 : 84), bahwa : “profitability ratios measure how effectively a firm’s management is generating profits on sales, total assets, and most importantly, stockholder’s investment. There are profit margin ratio, and the return on stockholder’s equity ratio”. Rasio profitabilitas selain bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba dalam periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. 1. Rasio Profitabilitas (ROE) Menurut Harahap (1998 : 310) Return on equity capital merupakan indikator untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan keuntungan bersih. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profitabilitas. Jadi, informasi retrurn on equity ratio yang mengidentifikasikan tingkat kemampuan perusahaan menggunakan modalnya untuk memperoleh pendapatan bersih, akan di respon oleh investor, baik secara positif maupun negatif. H. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh risiko likuiditas terhadap profitabilitas telah dilakukan oleh Riki Antariksa (2005) Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah LTA, LAD, dan FDR, sedangkan variabel terikatnya ROA dan ROE. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan Uji Kausalitas Granger hanya variabel LTA yang menyebabkan Profitabilitas. Penelitian yang berkaitan dengan pengukuran risiko dan profitabilitas bank Islam juga telah dilakukan oleh Abdel Hameed M. Bashir (1999). Dalam penelitiannya ia membandingkan dua bank islam di Sudan yaitu Faisal Islamic Bank Sudan (FIBS) dan Tadamon Islamic Bank Sudan (TIBS). Penelitian ini menganalisis implikasi dari skala bank pada profitabilitas dan risiko pada periode tahun 1979-1993. Hasil dari penelitian ini menunjukan secara konsisten, tingkat rate of return kedua bank menunjukan sifat tidak stabil. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Gokhan Gunay (1998) tentang faktor-faktor risiko apa saja yang mempengaruhi profitabilitas pada bank-bank swasta di Turki selama tahun 1988-1997 memperoleh hasil bahwa risiko-risiko yang mempengaruhi profitabilitas secara signifikan adalah risiko kredit, risiko modal, risiko tingkat suku bunga, dan risiko nilai tukar. Dengan menggunakan model regresi linier, pada model pertama terdapat risiko llikuiditas sebagai salah satu variabel, namun karena terdapat masalah multikolinearitas di antara variabel, maka diajukan model kedua dengan menghilangkan variabel risiko likuiditas. Dengan kata lain, pada penelitian Gunay, risiko likuiditas walaupun berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas, namun tidak merupakan faktor yang dihitung dalam permodelannya. I. Kerangka Pemikiran Sejarah perbankan syariah awalnya adalah BMI yaitu bank syariah pertama di Indonesia yang murni syariah, melihat monopoli tersebut menyebabkan BMI tidak mempunyai pesaing-pesaing dalam perbankan syariah di Indonesia. Kemudian pada tahun 1999 BSM lahir sebagai pesaing utama bagi industri perbankan syariah di Indonesia, dengan kesamaan sistem dan konsep dalam operasional yang berdasarkan syariah. Dengan berjalannya waktu perbankan syariah membuktikan mempunyai prospek dan potensi yang sangat besar mengingat pangsa pasar di Indonesia adalah mayoritas Islam. Kemudian peneliti juga ingin mengetahui apakah pandangan fiqih yang berbasis risiko dimana keuntungan diperbolehkan hanya dengan berusaha atau berserikat dan berbagi risiko sehingga dapat berkontribusi terhadap ekonomi juga diterapkan pada Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri. Dalam penelitian ini, untuk menghitung semua rasio keuangan tersebut akan dihitung dengan menggunakan software Microsoft Excel 2003 dengan memasukan rumus masing-masing, setelah itu data-data berformat Excel tersebut akan dikonversi ke SPSS untuk selanjutnya dilakukan pengujian persyaratan analisis yaitu uji asumsi klasik. Pengujian Profitabilitas & rasio risiko kedua Bank Syariah dianalisa dengan menggunakan Comparing Means. Sehingga dari hasil perhitungan tersebut akan diketahui Profitabilitas & rasio risiko kedua Bank Syariah tersebut. Kemudian untuk melihat hubungan kausal antara Rasio risiko dan Profitabilitas bank syariah, peneliti menggunakan Uji Kausalitas Granger yang menggunakan software E-Views 5. Untuk Uji Kausalitas Granger, ROE dipilih sebegai variabel dependen yang mewakili rasio profitabilitas bank, dari ukuran para pemilik, ROE adalah ukuran yang lebih penting karena merefleksikan kepentingan kepemilikan mereka. (Zainul Arifin, 2006 : 60). Penggunaan ROE sebagai variabel dependen lebih dikarenakan sampai saat ini Bank syariah menggunakn ROE untuk menentukan tingkat bagi hasil pada masa yang akan datang. Latar Belakang : Perkembangan Bank Syariah kesamaan sistem & konsep operasional Profitabilitas & Risiko kedua Bank tersebut PROFITABILITAS & RISIKO BANK SYARIAH BANK MUAMALAT INDONESIA CREDIT RISK DEPOSIT RISK ASSET RISK BANK SYARIAH MANDIRI ROE COMPARING MEANS UJI PERSYARATAN ANALISIS : STATIONERITAS DATA UJI ASUMSI KLASIK INTERPRETASI & ANALISA HASIL UJI STATISTIK UJI KAUSALITAS GRANGER ANALISIS REGRESI INTERPRETASI & ANALISA HASIL UJI STATISTIK INTERPRETASI & ANALISA HASIL UJI STATISTIK Gambaar 2.1 Kerangka Pemikiran BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM), dalam hal ini kedua bank tersebut adalah bank syariah yang beroperasi di Indonesia. B. Metode Penentuan Sampel Menurut Indriartono Supomo, (2002 : 130) Skripsi ini disusun dengan melakukan pemilihan sampel menggunakan metode non probabilitas (secara tidak acak). Metode yang diambil adalah pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling) yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan mempergunakan pertimbangan tertentu (yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian atau skripsi). C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Library Research Data yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, majalah, jurnal, koran, internet dan lain-lain yang berhubungan dengan aspek penelitian. 2. Field Research Data yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan terutama yang berkaitan dengan objek penelitian. D. Metode Analisis dan Hipotesis Teknik analisis yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah menggunakan analisis kuantitatif. Dimana analisis kuantitatif adalah studi yang bertujuan untuk mencari uraian secara menyeluruh, teliti, dan komprehensif berdasarkan data empiris. Suatu permasalahan yang diselesaikan dengan pendekatan kuantitatif, seorang analis akan berkonsentrasi pada fakta kuantitatif atau data yang berhubungan dengan masalah dan selanjutnya membuat model matematik yang menjelaskan tujuan, hambatan dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan, kemudian dengan satu atau beberapa metode lainnya, analis akan memberikan rekomendasi berdasarkan data kuantitatif tersebut (Anderson,1994). Langkah pertama untuk menilai profitabilitas dan risiko bank adalah menghitung variabel-variabel yang digunakan dalam perbandingan profitabilitas dan risiko bank, dihitung dengan rumus masing-masing rasio. Langkah selanjutnya adalah memasukan rasio-rasio tersebut ke dalam Software Microsoft Excel XP kemudian di konversi ke Software SPSS versi 14 untuk selanjutnya dianalisa menggunakan uji statistik. Secara terperinci langkah dalam pengujian statistik yaitu : 1. T – test ( Independent Samples T – Test ) Uji T-test digunakan untuk membandingkan rata-rata (means) dua populasi (Washam dan Parramore, 2000). Mekanisme t-test dapat dijelaskan dengan beberapa tahapan berikut (Ibnu Fallah, 2004) : a. Menghitung rata-rata (mean). −− X1 = ∑x −− 1 X2 = n1 ∑x 2 n2 b. Rumus t-value independent samples untuk menguji Ho __ __ ( X − X 2 ) − ( μ1 − μ 2 ) t= 1 Sx1 − Sx 2 Sx1 − Sx 2 = 2 2 n1 s1 + n2 s 2 ⎧ 1 1 ⎫ ⎨ + ⎬ (n1 + n2 − 2) ⎩ n1 n2 ⎠Dimana : X1 dan X2 : rata-rata sampel kelompok 1 dan 2 n1 dan n2 : ukuran sampel kelompok 1 dan 2 S12 dan S 22 : varian rata-rata / estimasi varian populasi σ 2 c. Derajat kebebasan (degree of freedom) df = (n1 + n 2 ) − 2 d. Menentukan Hipotesis. ¾ Ho : μ1 = μ 2 , tidak terdapat perbedaan antara Profitabilitas & rasio risiko BMI dan BSM. ¾ H1 : μ1 ≠ μ 2 , terdapat perbedaan antara Profitabilitas & rasio risiko BMI dan BSM. Pengambilan keputusan : ¾ Jika Sig / Probabilitas > 0,05 maka Ho diterima. ¾ Jika Sig / Probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak Atau ¾ Jika t hitumg < t tabel maka Ho diterima ¾ Jika t hitumg > t tabel maka Ho ditolak 2. Stationeritas Data Uji ini dilakukan untuk mendeteksi data apakah benar-benar bersifat stasioner, karena data tidak stasioner berarti terdapat ketidakstabilan model time series yang memungkinkan untuk dapat menimbulkan gangguan autokorelasi pada model ekonometrik. a. Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller (Gujarati,2003:814 817) Pengujian stasioner tidaknya data yang akan dianalisis, dilakukan dengan mengunakan pengujian unit root. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Misalnya model time series memiliki bentuk seperti : (1) Yt = b1 Yt-1 + e 1t (tanpa intercept) (2) Yt = a2 + b1 Yt-1 + e 1t (dengan intercept) (3) Yt = a3 + b1 Yt-1 + c3t + e 1t (dengan intercept dan trend waktu) Ho: b1= 0 (terdapat unit root, Variabel Y tidak stasioner) H1: b1 ≠ 0 (tidak terdapat unit root, Variabel Y stasioner) Dengan menggunakan tabel Dickey Fuller yang sesuai dengan model time series (2) , null hypothesis yang menyatakan adanya sifat stasioner dalam model (2) akan ditolak apabila nilai tstatistik yang diperoleh berkaitan dengan koefisien regresi model ini lebih kecil dari tabel dickey-fuller pada tingkat signifikansi tertentu. 3. Uji Kausalitas Granger Untuk mengetahui apakah variabel bebas benar-benar variabel yang menyebabkan variabel terikat, maka dilakukan uji kausalitas granger dengan bentuk model sebagai berikut : Unrestricted Regresion : m m t =1 t =1 ROE = ∑ α t ROEt −i + ∑ β t (CRR, ARR, DRR) t −i + ε t Restricted Regression : m ROE = ∑ α t ROEt −i + ε t t =1 Uji kausalitas Granger juga akan digunakan untuk menentukan jumlah lag yang signifikan mempengaruhi variabel terikat. Waktu t (bulan) akan dibatasi sebanyak 12 bulan ke belakang dengan alasan terutama adalah masa/periode operasional suatu perusahaan dari satu tahun ke tahun berikutnya. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, maka variabel bebas yang signifikan menyebakan profitabilitas (diukur dengan nilai F statistik yang signifikan) akan digunakan dalam analisis regresi dengan persamaan model sebagai berikut : m ROE = ∑ α t (CRR, ARR, DRR) t −i + ε t t =1 Dimana variabel terikat adalah ROE, sedangkan variabel bebas adalah CRR, ARR, atau DRR, tergantung hasil dari uji kausalitas. 4. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk mengkaji apakah dalam model regresi variabel dependen, varibel independen, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Menurut Singgih Santoso (2002:214), ada beberapa cara mendeteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas adalah: a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b) Jika data menyebar dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka diagonal regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. b. Uji Multikoleniaritas Istilah koleniaritas ganda (Multicoliniearity) diciptakan oleh Ranger Fish di dalam bukunya “Statistical Confluence Analysis by Means of Complete Regressions Systems” artinya istilah itu berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau eksak. (prefer or exact) di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Uji Multikoleniaritas digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan antar beberapa atau semua variabel independen dalam model regresi. Multikoleniaritas merupakan keadaan di mana satu atau lebih variabel independen dinyatakan sebagai sebagai kondisi linier dengan variabel lainnya. Artinya bahwa jika di antara pengubah-pengubah bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain maka bisa dikatakan tidak terjadi Multikolenieritas. Untuk meguji asumsi multikolenieritas dapat digunakan VIF (Variance Inflation factor) dan TOL (Tolerance), di mana Gujarati (2003) mengatakan bila nilai VIF lebih dari 8 berarti terdapat multikolenieritas sangat tinggi dan sebaliknya apabila nilai VIF lebih kecil dari 8 maka tidak terjadi multikolenieritas. Sedangkan bila nilai TOL mendekati 1, maka dikatakan bahwa model regresi bebas dari multikolenieritas. c. Uji Autokorelasi Salah satu asumsi dari model regresi linier klasik adalah bahwa tak ada autokorelasi atau korelasi serial (autocorrelation or serial correlation) antara kesalahn pengganggu (€i). Istilah autokorelasi (autocorrelation) menurut Maurice G. Kendall and William R. Buckland, A Dictionary of Statistical Term: “Correlation between member’s of series ordered in time (as in time-series data) or space (as in cross-sectional data)”. Jadi autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu (seperti data time-series) atau menurut urutan tempat atau ruang (seperti data cross-section), atau korelasi pada dirinya sendiri. Autokorelasi dapat didefinisikan pula terjadinya korelasi di antara data pengamatan sebelumnya, dengan kata lain bahwa munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika trerjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Singgih Santoso, 2000:216). Untuk mendeteksi terjadi autokorelasi atau tidak dapat dilihat melalui nilai Durbin Watson. Adapun panduan mengenai DW (Durbin Watson). Bila nilai DW terletak di antara du < d <4 – du maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negative, atau jika nilai d mencapai sekitar 2 di mana du adalah batas atas dan dL adalah batas bawah. Menurut DurbinWatson Statistik terdapat lima kondisi Autokorelasi. 1) 0 < d < dL : ada autokorelasi positif 2) dL < d < du : ragu-ragu ada autokorelasi positif (inconclusive) 3) du < d < 4-du : tidak terjadi autokorelasi positif maupun negative 4) 4-du < d < 4-dL : ragu-ragu ada autokorelasi negative 5) 4-dL < d < 4 : ada autokorelasi negative d. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan di mana varian dari kesalahan pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel bebas, (J.Supranto,1983). Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homoskedatisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model yang baik adalah Homoskedastisitas dan tidak terjadi Heteroskedastisitas. Menurut Singgih Santoso (2000:210) ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya Heteroskedastisitas, antara lain. 1) Melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya Heteroskedastisitas dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterlplot antara SRESID dan ZPRED di mana sumbu X dan Y yang telah diprediksi dan sumbu Y adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah distudentized. 2) Dasar analisis, jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka telah terjadi Heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas serta titiktitik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heteroskedastisitas. 5. Analisis Regresi Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga digunakan untuk mengukur ada tidaknya korelasi atau hubungan antar variabel. Istilah regresi yang berarti ramalan atau taksiran pertama kali diperkenalkan oleh Sir Francis Galton pada tahun 1877, sehubungan dengan penelitiannya terhadap tinggi manusia. Garis yang menunjukkan hubungan tersebut disebut garis regresi. Analisis regresi lebih akurat dalam melakukan analisis korelasi, karena pada analisis itu kesulitan dalam menunjukkan slope (tingkat perubahan suatu variabel terhadap variabel lainnya dapat ditentukan). Jadi, dengan analisis regresi, peramalan atau perkiraan nilai variabel terikat pada nilai variabel bebas lebih akurat pula (Iqbal Hasan, 1999:246). Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan regresi linier berganda, yaitu merupakan persamaan matematik yang menyatakan hubungan antara sebuah variabel tak bebas (variabel respon/independen) dengan beberapa variabel bebas (predictor/dependen). (Wijaya, 2001:80). Persamaan garis regresi adalah suatu model persamaan garis yang menunjukkan kepekaan variabel bebas akan mempengaruhi variabel terikatnya. Persamaan untuk regresi berganda di penelitian ini dapat dinyatakan dalam persamaan garis sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + €i Dimana: Y = tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu saham a = Intersept b1-b4 = Koefisien Regresi X1 = Credit Risk X2 = Deposit Risk X3 = Asset Risk €I = Error term E. Operasional Variabel. Operasional variabel penelitian merupakan spsifikasi kegiatan peneliti dalam menguikur suatu variabel. Spesifikasi tersebut menunjukan pada dimensi-dimensi dan indikator-indikator dari variabel penelitian yang diperoleh melalui pengamatan dan penelitian terdahulu. 1. Credit Risk Ratio. Credit Risk Ratio merupakan ukuran yang menunjukan risiko bank atas kredit yang tidak dapat dibayar kembali oleh para debiturnya. Rasio ini juga menggambarkan kemampuan bank dalam memenuhi likuiditasnya dengan jalan mengadakan pergeseran/penarikan outstanding untuk memenuhi permintaan kredit lainnya. 2. Asset Risk Ratio. kreditnya yang Asset risk ratio merupakan ukuran yang menggambarkan risiko bank atas penurunan yang terjadi pada assetnya. 3. Deposit Risk Ratio. Deposit risk ratio merupakan indikator yang menggambarkan risiko atas kegagalan atau ketidakmampuan modal bank untuk membayar kembali simpanan yang ditanamkan oleh para deposannya. 4. Return on Equity (ROE). ROE atau tingkat pengembalian modal berfungsi untuk mengukur berapa besar pengembalian yang diperoleh pemilik bisnis atas modal (ekuitas) yang disetorkan untuk bisnis tersebut atau rasio yang mengukur seberapa laba bersih yang dihasilkan atas seluruh modal yang digunakan. BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian. 1. Bank Syariah. Berdasarkan laporan perkembangan perbankan syariah Bank Indonesia tahun 2006, pertumbuhan perbankan syariah saat ini menunjukan besarnya permintaan masyarakat terhadap jasa perbankan syariah. Hal ini tercermin dari pertumbuhan jumlah bank yang signifikan dari jaringan kantor maupun kinerja keuangan perbankan syariah. Selama tahun 2006 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut berasal dari penambahan sebanyak 1 (satu) Unit Usaha Syariah (UUS) yaitu UUS BPD Kalimantan Timur serta 13 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) termasuk 4 BPRS konversi yaitu BPRS Lantabur, BPRS Haji Miskin, BPRS Artha Mas Abadi, BPRS Al Salaam Amal Salman, BPRS PNMBINAMA, BPRS Jabal Tsur, BPRS Dinar Ashri, BPRS Bumi Rinjani Kepanjen, BPRS Bumi Rinjani Probolinggo, BPRS Dana Hidayatullah, BPRS Kota Bekasi, BPRS Bumi Rinjani, dan BPRS Arta Leksana. Dengan demikian pada akhir tahun 2006 industri perbankan syariah terdiri dari 3 BUS, 20 UUS dan 105 BPRS. Sejalan dengan bertambahnya jumlah bank syariah yang beroperasi, jaringan kantor bank syariah juga mengalami peningkatan yang signifikan. Selama periode laporan, jumlah kantor bank syariah (termasuk kantor kas, kantor cabang pembantu dan Unit Pelayanan Syariah) bertambah 40 kantor dari 596 kantor pada akhir tahun 2005 (Tabel 4.1). Ditinjau dari penyebarannya, jaringan kantor perbankan syariah kini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 70 kabupaten/kodya di 31 propinsi. Jumlah tersebut belum termasuk jaringan kantor cabang bank konvensional penyedia layanan syariah (office channeling) sebanyak 456 kantor yang umumnya baru beroperasi pada semester kedua tahun 2006. Hal ini mengindikasikan para pemilik dana masih melihat potensi yang cukup tinggi untuk pengembangan perbankan syariah, khususnya ke wilayah-wilayah potensial di luar ibu kota propinsi. Tabel 4.1 Jaringan kantor perbankan syariah (unit) Kelompok bank 2002 2003 2004 2005 Bank Umum Syariah 2 2 3 3 Unit Usaha Syariah 6 8 15 19 BPRS 83 84 86 92 Jumlah Kantor BUS & UUS 127 299 401 504 Jumlah Layanan Syariah Sumber : Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia 2006 3 20 105 531 456 Selama tahun 2006 industri perbankan syariah mengalami peningkatan volume usaha sebesar Rp5,8 triliun sehingga pada akhir periode laporan mencapai Rp26,7 triliun. Peningkatan tersebut memperbesar pangsa aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan nasional dari 1,4% pada akhir tahun 2005 menjadi 1,6% pada akhir 2006. Pembiayaan merupakan kelompok aset perbankan syariah yang dominan. Pertumbuhan pembiayaan yang cukup signifikan dalam periode laporan memperbesar Pangsa pembiayaan dari 75% pada tahun 2005 menjadi 79%, sementara kelompok aset lainnya khususnya dalam bentuk penempatan pada bank lain mengalami penurunan. Berdasarkan kelompok bank, meskipun bank umum syariah tetap merupakan pelaku utama industri, namun pangsa aset UUS tercatat meningkat dari 18,2% pada 2005 menjadi 20,8% pada 2006. Dari sisi penghimpunan dana, perkembangan DPK perbankan syariah pada tahun 2006 diwarnai kondisi persaingan penghimpunan dana yang semakin ketat pada industri perbankan secara umum, terlebih dengan semakin menariknya alternatif investasi melalui pasar modal. Dalam kondisi suku bunga yang tinggi, daya tarik produk penghimpunan dana perbankan syariah mengalami penurunan secara relatif terhadap produk perbankan konvensional sehingga pertumbuhan DPK pada paruh pertama tahun 2006 mengalami tekanan hingga ke level 5,5%. Namun seiring dengan penurunan suku bunga sejak paruh kedua tahun 2006, DPK yang dihimpun perbankan syariah meningkat secara signifikan sehingga mampu mencapai pertumbuhan sebesar32,7% yang terutama didukung oleh pertumbuhan DPK UUS yang mencapai 80,8%. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari laju pertumbuhan tahun 2005 sebesar 31,4% , sehingga mendorong peningkatan share DPK perbankan syariah terhadap perbankan nasional dari 1,4% menjadi 1,6%. Struktur DPK perbankan syariah masih didominasi oleh dana investasi tidak terikat, namun menunjukkan kecenderungan bergeser ke arah giro dan tabungan (wadiah maupun mudharabah) yang memiliki maturitas relatif pendek. Hal ini mengindikasikan preferensi likuiditas nasabah perbankan syariah yang cenderung meningkat sepanjang tahun 2006. Tabel 4.2 Perkembangan Jenis-Jenis Pembiayaan Pertumbuhan Jenis Pembiayaan Jumlah (Miliar) (%) Musyarakah Mudharabah Piutang Murabahah Piutang Istishna Qard Ijarah Total 2005 1,898 3,124 9,487 282 125 316 15,232 2006 2,335 4,062 12,624 337 250 836 20,445 2005 49.4 51.5 24.2 -10 26.2 201.8 32.6 2006 23 30 33,1 19.6 100.6 164.7 34.2 Pangsa (%) 2005 12.5 20.5 62.3 1.8 0.8 2.1 100 2006 11.4 19.9 61.7 1.6 1.2 4.1 100 Sumber : Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Industri perbankan syariah diperkirakan akan kembali mengalami pertumbuhan yang signifikan. Perkiraan tersebut didukung adanya ekspektasi penguatan sisi permintaan yang berasal dari meningkatnya daya beli masyarakat maupun perbaikan ekonomi secara umum. Kebutuhan akan pembiayaan usaha dari perbankan akan turut meningkat sejalan dengan membaiknya kondisi permintaan dan menurunnya risiko usaha, yang akan berdampak pada terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi perbankan syariah untuk merealisasikan potensi pertumbuhannya. Disamping itu, keyakinan terhadap membaiknya prospek industri juga tercermin dari ditetapkannya target pertumbuhan yang sangat signifikan oleh beberapa bank syariah. 2. Bank Muamalat Indonesia. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim seIndonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar. Dengan Visi “Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional”, dan Misi “Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder”. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan. Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni. Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (iv) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya. Hingga akhir tahun 2004, Bank Muamalat tetap merupakan bank syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva sebesar Rp 5,2 triliun, modal pemegang saham sebesar Rp 269,7 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp 48,4 miliar pada tahun 2004. 3. Bank Syariah Mandiri Sejarah lahirnya BSM berbeda dengan BMI, dimana BSM berdiri setelah krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis poitik nasional telah membawa dampak besat dalam perekonomian nasional. Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami kesulitan yang sangat parah. Keadaan tersebut menyebabkan Pemerintah Indonesia terpaksa mengambil tindakan untuk merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang No.10 tahun 1998, tentang perubahan atas Undang-Undang No.7 tahun1992 tentang perbankan, pada bulan November 1998 telah memberi peluang yang sangat baik bagi BSM. Undang-Undang tersebut memungkinkan bank beroperasi sepenuhnya secara syariah atau dengan membuka cabang khusus syariah. Pembentukan BSM di Indonesia mempunyai kenangan tersendiri bagi perusahaan tersebut, diawali PT. Bank Susila Bakti yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang Negara dan PT. Mahkota Prestasi yang berupaya keluar dari krisis 1997-1999 dengan berbagai cara. Mulai dari langkah-langkah menuju merger sampai pada akhirnya memilih konversi menjadi bank syariah dengan suntikan modal dari pemilik. Dengan terjadinya merger empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) ke dalam PT. Bank Mandiri (Persero) pada tangal 31 Juli 1999, rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi bank syariah (dengan nama Bank Syariah Sakinah) akhirnya diambil alih oleh PT. Bank Mandiri (Persero). PT. Bank Mandiri (Persero) selaku pemilik baru mendukung sepenuhnya dan melanjutkan rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi bank syariah, sejalan dengan keinginan PT. Bank Mandiri (Persero) untuk membentuk unit syariah. Langkah awal dengan merubah Anggaran Dasar tentang nama PT. Bank Susila Bakti menjadi PT. Bank Syariah Sakinah, kemudian diubah lagi menjadi PT. Bank Syariah Mandiri. Pada tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Guberbur Bank Indonesia No.1/24/KEP. BI/99 telah memberikan ijin perubahan kegiatan usaha konvensional menjadi kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah kepada PT. Bank Susila Bakti. Selanjutnya dengan Surat Keputusan Deputi Guberbur Senior Bank Indonesia No.1/1/KEP.DGS/1999 tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia telah menyetujui perubahan nama PT. Bank Susila Bakti menjadi PT. Bank Syariah Mandiri. B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif a. ROE ROE 40.00% 30.00% BMI 20.00% BSM 10.00% 0.00% 2002 2003 2004 2005 2006 2007 BMI 15.52% 8.81% 15.49% 18.10% 16.57% 31.15% BSM 7.14% 3.61% 22.28% 14.56% 10.23% 20.04% Gambaar 4.1 Perbandingan ROE pada BMI dan BSM Sumber : Bank Indonesia, Laporan Bulanan 2002-2007 (data diolah) Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa BMI mempunyai rata-rata (mean) ROE sebesar 17,61% lebih besar jika dibandingkan mean BSM, yaitu sebesar 12,98%. Hal ini menunjukan selama tahun 2002–2007 ROE BMI mempunyai nilai yang relatif lebih baik dibandingkan dengan BSM, semakin tinggi ROE semakin bagus karena perolehan laba yang dihasilkan pada bank tersebut semakin besar. Begitu halnya jika mengacu pada ketentuan BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 yang menetapkan ROE berkisar antara 5% - 12,5%, ROE kedua bank syariah dalam kategori bank yang berkinerja baik/sehat karena nilainya diatas ketentuan BI, hanya saja nilai BSM mempunyai ROE yang lebih rendah kualitasnya dibandingkan BMI. b. Credit Risk Ratio CREDIT RISK RATIO 4.00% 3.00% BMI 2.00% BSM 1.00% 0.00% 2002 2003 2004 2005 2006 2007 BMI 1.43% 1.46% 1.17% 2.96% 2.41% 2.56% BSM 0.45% 1.28% 0.58% 0.51% 0.40% 0.39% Gambaar 4.2 Perbandingan Credit Risk Ratio pada BMI dan BSM Sumber : Bank Indonesia, Laporan Bulanan 2002-2007 (data diolah) Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa BMI mempunyai rata-rata (mean) Credit Risk Ratio sebesar 2,00% lebih besar jika dibandingkan mean BSM, yaitu sebesar 0,60%. Hal ini menunjukan selama tahun 2002 – 2007 Credit Risk Ratio BSM mempunyai nilai yang relatif lebih baik dibandingkan dengan BMI, semakin rendah Credit Risk Ratio semakin bagus karena, semakin tinggi rasio ini akan menunjukan bahwa banyak kredit macet, dan bank akan mengalami kesulitan finansial, sehingga risiko kreditnya menjadi lebih besar. c. Deposit Risk Ratio DEPOSIT RISK RATIO 80.00% 60.00% BMI 40.00% BSM 20.00% 0.00% 2002 2003 2004 2005 2006 2007 16.15% 19.44% 12.62% 18.62% 17.90% 19.19% BSM 68.60% 30.83% 17.05% 17.06% 20.14% 21.20% BMI Gambaar 4.3 Perbandingan Deposit Risk Ratio pada BMI dan BSM Sumber : Bank Indonesia, Laporan Bulanan 2002-2007 (data diolah) Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa BMI mempunyai rata-rata (mean) Deposit Risk Ratio sebesar 17,32% lebih kecil jika dibandingkan mean BSM, yaitu sebesar 29,15%. Hal ini menunjukan selama tahun 2002 – 2007 Deposit Risk Ratio BSM mempunyai nilai yang relatif lebih baik dibandingkan dengan BMI, semakin besar Deposit Risk Ratio semakin bagus, karena semakin besar Deposit Risk Ratio akan memperlihatkan kemampuan permodalan bank yang semakin besar dalam menjamin dana deposan, sehingga risiko simpananya menjadi lebih kecil. d. Asset Risk Ratio ASSET RISK RATIO 30.00% 25.00% 20.00% BMI 15.00% BSM 10.00% 5.00% 0.00% 2002 2003 2004 2005 2006 2007 8.26% 9.54% 6.64% 9.30% 7.94% 8.47% BSM 27.36% 13.49% 8.05% 8.35% 7.89% 7.58% BMI Gambaar 4.4 Perbandingan Asset Risk Ratio pada BMI dan BSM Sumber : Bank Indonesia, Laporan Bulanan 2002-2007 (data diolah) Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa BMI mempunyai rata-rata (mean) Asset Risk Ratio sebesar 8,36% lebih kecil jika dibandingkan mean BSM, yaitu sebesar 12,12%. Hal ini menunjukan selama tahun 2002 – 2007 Asset Risk Ratio BSM mempunyai nilai yang relatif lebih baik dibandingkan dengan BMI, semakin besar Asset Risk Ratio semakin bagus, karena semakin besar Asset Risk Ratio akan memperlihatkan kemampuan modal bank yang semakin besar dalam memenuhi penurunan assetnya, sehingga risiko asset menjadi lebih kecil. 2. Pengujian Hipotesis a. Independent Sample T-test. Rasio Tabel 4.3 Independen Sample T-test Levene's Test for Equality of Variances F Equal ROE variances assumed Equal variances not assumed Equal Assetrisk variances assumed Equal variances not assumed Equal depositrisk variances assumed Equal variances not assumed Equal creditrisk variances assumed Equal variances not assumed Sumber : Hasil SPSS 14 Sig. 3,101 ,081 121,135 ,000 77,933 ,000 35,798 ,000 Pada tabel 4.3 terlihat bahwa F hitung untuk ROE dengan Equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) adalah 3,101 dengan probabilitas 0.081. Oleh karena probabilitas > 0.05, maka H0 ditrima atau dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari rasio ROE maka profitabilitas BMI dan BSM tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Pada tabel 4.3 terlihat bahwa F hitung untuk Asset risk ratio dengan Equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) adalah 121,135 dengan probabilitas 0.000. Oleh karena probabilitas <0.05, maka H0 ditolak atau dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari rasio risiko asset maka di BMI dan BSM terdapat perbedaan yang signifikan. Pada tabel 4.3 terlihat bahwa F hitung untuk Deposit risk ratio dengan Equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) adalah 77,933 dengan probabilitas 0.000. Oleh karena probabilitas <0.05, maka H0 ditolak atau dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari rasio risiko deposito maka di BMI dan BSM terdapat perbedaan yang signifikan. Pada tabel 4.3 terlihat bahwa F hitung untuk Credit risk ratio dengan Equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) adalah 35,798 dengan probabilitas 0.000. Oleh karena probabilitas < 0.05, maka H 0 ditolak atau dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari rasio risiko deposito maka di BMI dan BSM terdapat perbedaan yang signifikan. b. Persyaratan Analisis 1). Stationeritas Data Tabel 4.4 Stationeritas Data BMI Null Hypothesis: D(ASSETRISK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -7.327449 -3.542097 -2.910019 -2.592645 0.0000 Null Hypothesis: D(CREDITRISK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -8.268770 -3.542097 -2.910019 -2.592645 0.0000 Null Hypothesis: D(DEPOSITRISK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -7.684289 -3.542097 -2.910019 -2.592645 0.0000 Null Hypothesis: ROE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level Sumber : Hasil EVIEWS 5 t-Statistic Prob.* -5.055074 -3.540198 -2.909206 -2.592215 0.0001 Uji Akar Unit dengan menggunakan uji ADF test untuk mengidentifikasi data yang telah stasioner dan yang belum stasioner. Berdasarkan hasil pengujian pada rasio BMI ditemukan bahwa hanya variabel dependen ROE yang stasioner tanpa intercept, sedangkan semua variabel bebas stasioner pada diferens pertama. Tabel 4.5 Stationeritas Data BSM Null Hypothesis: ASSETRISK has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -6.179564 -3.540198 -2.909206 -2.592215 0.0000 Null Hypothesis: D(CREDITRISK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -9.233164 -3.542097 -2.910019 -2.592645 0.0000 Null Hypothesis: DEPOSITRISK has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -4.860583 -3.540198 -2.909206 -2.592215 0.0002 Null Hypothesis: D(ROE) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -5.287760 -3.548208 -2.912631 -2.594027 0.0000 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Sedangkan pengujian pada rasio BSM ditemukan variabel independen assetrisk dan depositrisk stasioner tanpa intercept, variabel independen creditrisk dan variabel dependen ROE srasioner pada diferens pertama. b. Uji Kausallitas Granger 1). BMI Tabel 4.6 Hasil Uji Kausalitas Granger BMI dengan Variabel ROE dan Credit Risk Pairwise Granger Causality Tests Sample: 2002:01 2007:03 Lags: 1 Null Hypothesis: Obs D(CREDITRISK) does not Granger Cause 61 ROE ROE does not Granger Cause D(CREDITRISK) F-Statistic Probability 4.94631 0.03005 5.96301 0.01768 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Pengujian Pertama ♦ Ho: Credit Risk tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) ROE H1: Credit Risk mempengaruhi (menyebabkan) ROE ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F > F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60 ♦ F stat = 4.94, karena F stat lebih besar dari F kritis atau 4.94 >2.60 maka Ho ditolak. Pengujian Kedua ♦ Ho: ROE tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) Credit Risk H1: ROE mempengaruhi (menyebabkan) Credit Risk ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F> F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60. ♦ F stat = 5.96, karena F stat lebih besar dari F kritis atau 7.55>2.21 maka Ho ditolak. Dari kedua pengujian diatas dapat disampaikan, dengan tingkat keyakinan 95% maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Credit Risk menyebabkan (granger cause) ROE. Untuk melakukan pengujian hipotesis dapat juga digunakan konsep P-Value. Konsep ini membandingkan α dengan nilai P-Value. Jika nilai P-Value kurang dari α maka Ho akan ditolak. Pada kasus diatas dengan tingkat keyakinan 95%, maka pada pengujian pertama dengan variabel bebas Credit risk yang memiliki nilai P-Value kurang dari α yaitu = 0.03005 Sehingga pada pengujian ini Ho ditolak . Pada pengujian kedua dengan variabel terikat Credit risk yang memiliki nilai P-Value kurang dari α yaitu = 0,01768 Sehingga pada pengujian ini Ho juga ditolak. Berdasarkan pengujian pertama dan kedua diperoleh variabel Credit risk dan ROE memiliki hubungan kausalitas, dimana pada pengujian pertama Ho ditolak sehingga Credit risk menyebabkan ROE dan pada pengujian kedua Ho juga ditolak sehingga ROE menyebabkan Credit risk. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa pada kasus di BMI profitabilitas yang dihasilkan masih dipengaruhi Credit risk, dengan profitabilitas yang tinggi dan Credit risk yang besar, BMI memiliki kecenderungan menerapkan pola pembiayaan berbasis margin daripada berbasis mudharabah. Sektor pembiayaan terutama skim Murabahah yang berbasis margin memiliki Credit risk yang kecil dimana Jaminan dalam Murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya dan Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 04/DSN- MUI/IV/2000. Sedangkan pembiayaan dengan skim Mudharabah yang berbasis bagi hasil masih belum sepenuhnya bisa diterapkan karena Credit risk mempengaruhi profitabilitas Bank Muamalat Indonesia. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 07/DSN-MUI/IV/2000. Tabel 4.7 Hasil Uji Kausalitas Granger BMI dengan Variabel ROE dan Asset Risk Pairwise Granger Causality Tests Sample: 2002:01 2007:03 Lags: 1 Null Hypothesis: Obs D(ASSETRISK) does not Granger Cause 61 ROE ROE does not Granger Cause D(ASSETRISK) F-Statistic Probability 0.02318 0.87951 0.03184 0.85899 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Pengujian Pertama ♦ Ho: Asset Risk tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) ROE H1: Asset Risk mempengaruhi (menyebabkan) ROE ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F > F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60 ♦ F stat = 0.02, karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.02 < 2.60 maka Ho diterima. Pengujian Kedua ♦ Ho: ROE tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) Asset Risk H1: ROE mempengaruhi (menyebabkan) Asset Risk. ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F> F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60. ♦ F stat = 0.03, karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.03<2.60 maka Ho diterima. Dari kedua pengujian diatas dapat ditarik kesimpulan, dengan tingkat keyakinan 95% maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Asset Risk mempengaruhi ROE. tidak Untuk melakukan pengujian hipotesis dapat juga digunakan konsep P-Value. Konsep ini membandingkan α dengan nilai P-Value. Jika nilai P-Value kurang dari α maka Ho akan ditolak. Pada kasus diatas dengan tingkat keyakinan 95%, maka pada pengujian pertama dengan variabel bebas Asset risk yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.87951 Sehingga pada pengujian ini Ho diterima . Pada pengujian kedua dengan variabel terikat Asset risk yang memiliki nilai P-Value kurang dari α yaitu = 0.85899 Sehingga pada pengujian ini Ho juga diterima. Berdasarkan pengujian pertama dan kedua diperoleh variabel Asset risk dan ROE tidak memiliki hubungan kausalitas, dimana pada pengujian pertama Ho diterima sehingga Asset risk tidak menyebabkan ROE dan pada pengujian kedua Ho juga diterima sehingga ROE tidak menyebabkan Asset risk. Hal ini cukup memberi indikasi dimana keputusan pemberian pembiayaan di BMI tidak perlu mengacu kepada besaran asset, ini sudah menunjukan karakteristik BMI sebagai bank Islam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Zainul Arifin (2006 : 132) berbeda dengan bank konvensional, bank Islam hanya menjamin pembayaran kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan (wadi’ah), tetapi tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito (investment deposit / mudharabah deposit). Bank Islam juga tidak menjamin keuntungan atas deposito. Tabel 4.8 Hasil Uji Kausalitas Granger BMI dengan Variabel ROE dan Deposit Risk Pairwise Granger Causality Tests Sample: 2002:01 2007:03 Lags: 1 Null Hypothesis: Obs D(DEPOSITRISK) does not Granger Cause 61 ROE ROE does not Granger Cause D(DEPOSITRISK) F-Statistic Probability 0.03687 0.84839 0.01281 0.91027 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Pengujian Pertama ♦ Ho: Deposit Risk tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) ROE H1: Deposit Risk mempengaruhi (menyebabkan) ROE ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F > F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60 ♦ F stat = 0.03, karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.03 < 2.60 maka Ho diterima. Pengujian Kedua ♦ Ho: ROE tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) Deposit Risk H1: ROE mempengaruhi (menyebabkan) Deposit Risk ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F> F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60. ♦ F stat = 0.01, karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.01<2.60 maka Ho diterima. Dari kedua pengujian diatas dapat ditarik kesimpulan, dengan tingkat keyakinan 95% maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Deposit Risk mempengaruhi ROE. tidak Untuk melakukan pengujian hipotesis dapat juga digunakan konsep P-Value. Konsep ini membandingkan α dengan nilai P-Value. Jika nilai P-Value kurang dari α maka Ho akan ditolak. Pada kasus diatas dengan tingkat keyakinan 95%, maka pada pengujian pertama dengan variabel bebas Deposit risk yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.84839 Sehingga pada pengujian ini Ho diterima . Pada pengujian kedua dengan variabel terikat Asset risk yang memiliki nilai P-Value kurang dari α yaitu = 0.91027 Sehingga pada pengujian ini Ho juga diterima. Berdasarkan pengujian pertama dan kedua diperoleh variabel Deposit risk dan ROE tidak memiliki hubungan kausalitas, dimana pada pengujian pertama Ho diterima sehingga Deposit risk tidak menyebabkan ROE dan pada pengujian kedua Ho juga diterima sehingga ROE tidak menyebabkan Deposit risk. Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masuk ke BMI berupa wadi’ah dan mudharabah. Dari hasil analisis diatas dapat menjadi indikator waktu perubahan deposito pada BMI yang menggunakan skim mudharabah, sebelumnya masih menggunakan model revenue sharing di masa yang akan datang BMI akan mulai beralih ke model profit sharing. 2). BSM Tabel 4.9 Hasil Uji Kausalitas Granger BSM dengan Variabel ROE dan Credit Risk Pairwise Granger Causality Tests Sample: 2002:01 2007:03 Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability D(CREDITRISK) does not Granger Cause 61 D(ROE) D(ROE) does not Granger Cause D(CREDITRISK) 0.08626 0.77003 0.02115 0.88487 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Pengujian Pertama ♦ Ho: Credit Risk tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) ROE H1: Credit Risk mempengaruhi (menyebabkan) ROE ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F > F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60 ♦ F stat = 0.08, karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.08 < 2.60 maka Ho diterima. Pengujian Kedua ♦ Ho: ROE tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) Credit Risk H1: ROE mempengaruhi (menyebabkan) Credit Risk ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F> F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60. ♦ F stat = 0.02, karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.02<2.60 maka Ho diterima. Dari kedua pengujian diatas dapat ditarik kesimpulan, dengan tingkat keyakinan 95% maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Credit Risk tidak mempengaruhi ROE. Untuk melakukan pengujian hipotesis dapat juga digunakan konsep P-Value. Konsep ini membandingkan α dengan nilai P-Value. Jika nilai P-Value kurang dari α maka Ho akan ditolak. Pada kasus diatas dengan tingkat keyakinan 95%, maka pada pengujian pertama dengan variabel bebas Credit risk yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.77003. Sehingga pada pengujian ini Ho diterima . Pada pengujian kedua dengan variabel terikat Credit risk yang memiliki nilai P-Value kurang dari α yaitu = 0.88487. Sehingga pada pengujian ini Ho juga diterima. Berbeda dengan BMI, berdasarkan pengujian pertama dan kedua diperoleh variabel Credit risk dan ROE tidak memiliki hubungan kausalitas, dimana pada pengujian pertama Ho diterima sehingga Creditt risk tidak menyebabkan ROE dan pada pengujian kedua Ho juga diterima sehingga ROE tidak menyebabkan Credit risk. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa pada kasus di BSM profitabilitas yang dihasilkan tidak dipengaruhi Credit risk, dengan Credit risk yang kecil, BSM memiliki kecenderungan menerapkan pola pembiayaan berbasis Profit and Loss Sharing (PLS). Tabel 4.10 Hasil Uji Kausalitas Granger BSM dengan Variabel ROE dan Asset Risk Pairwise Granger Causality Tests Sample: 2002:01 2007:03 Lags: 1 Null Hypothesis: Obs ASSETRISK does not Granger Cause 61 D(ROE) D(ROE) does not Granger Cause ASSETRISK F-Statistic Probability 9.3E-05 0.99235 0.06552 0.79889 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Pengujian Pertama ♦ Ho: Asset Risk tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) ROE H1: Asset Risk mempengaruhi (menyebabkan) ROE ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F > F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60 ♦ F stat = karena F stat lebih kecil dari F kritis atau maka Ho diterima. Pengujian Kedua ♦ Ho: ROE tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) Asset Risk H1: ROE mempengaruhi (menyebabkan) Asset Risk ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F> F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60. ♦ F stat = 0.06, karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.06<2.60 maka Ho diterima. Dari kedua pengujian diatas dapat ditarik kesimpulan, dengan tingkat keyakinan 95% maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Asset Risk mempengaruhi ROE. tidak Untuk melakukan pengujian hipotesis dapat juga digunakan konsep P-Value. Konsep ini membandingkan α dengan nilai P-Value. Jika nilai P-Value kurang dari α maka Ho akan ditolak. Pada kasus diatas dengan tingkat keyakinan 95%, maka pada pengujian pertama dengan variabel bebas Asset risk yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.99235 Sehingga pada pengujian ini Ho diterima . Pada pengujian kedua dengan variabel terikat Asset risk yang memiliki nilai P-Value kurang dari α yaitu = 0.79889 Sehingga pada pengujian ini Ho juga diterima. Berdasarkan pengujian pertama dan kedua diperoleh variabel Asset risk dan ROE tidak memiliki hubungan kausalitas, dimana pada pengujian pertama Ho diterima sehingga Asset risk tidak menyebabkan ROE dan pada pengujian kedua Ho juga diterima sehingga ROE tidak menyebabkan Asset risk. Sama halnya dengan BMI, ini cukup memberi indikasi dimana keputusan pemberian pembiayaan di BSM tidak perlu mengacu kepada besaran asset, ini sudah menunjukan karakteristik BSM sebagai bank Islam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Zainul Arifin (2006 : 132) berbeda dengan bank konvensional, bank Islam hanya menjamin pembayaran kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan (wadi’ah), tetapi tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito (investment deposit / mudharabah deposit). Bank Islam juga tidak menjamin keuntungan atas deposito. Tabel 4.11 Hasil Uji Kausalitas Granger BSM dengan Variabel ROE dan Deposit Risk Pairwise Granger Causality Tests Sample: 2002:01 2007:03 Lags: 1 Null Hypothesis: Obs DEPOSITRISK does not Granger Cause 61 D(ROE) D(ROE) does not Granger Cause DEPOSITRISK F-Statistic Probability 0.01592 0.90003 0.05120 0.82178 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Pengujian Pertama ♦ Ho: Deposit Risk tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) ROE H1: Deposit Risk mempengaruhi (menyebabkan) ROE ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F > F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60 ♦ F stat = 0.01, karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.01 < 2.60 maka Ho diterima. Pengujian Kedua ♦ Ho: ROE tidak mempengaruhi (tidak menyebabkan) Deposit Risk H1: ROE mempengaruhi (menyebabkan) Deposit Risk ♦ Jika α = 5% maka daerah kritis untuk menolak Ho adalah F> F α ;(q,(N-p)) atau F > 2.60. ♦ F stat = 0.05, karena F stat lebih kecil dari F kritis atau 0.05<2.60 maka Ho diterima. Dari kedua pengujian diatas dapat ditarik kesimpulan, dengan tingkat keyakinan 95% maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik data mendukung hipotesa yang menyatakan Deposit Risk tidak mempengaruhi ROE. Untuk melakukan pengujian hipotesis dapat juga digunakan konsep P-Value. Konsep ini membandingkan α dengan nilai P-Value. Jika nilai P-Value kurang dari α maka Ho akan ditolak. Pada kasus diatas dengan tingkat keyakinan 95%, maka pada pengujian pertama dengan variabel bebas Deposit risk yang memiliki nilai P-Value lebih dari α yaitu = 0.90003 Sehingga pada pengujian ini Ho diterima . Pada pengujian kedua dengan variabel terikat Asset risk yang memiliki nilai P-Value kurang dari α yaitu = 0.82178 Sehingga pada pengujian ini Ho juga diterima. Berdasarkan pengujian pertama dan kedua diperoleh variabel Deposit risk dan ROE tidak memiliki hubungan kausalitas, dimana pada pengujian pertama Ho diterima sehingga Deposit risk tidak menyebabkan ROE dan pada pengujian kedua Ho juga diterima sehingga ROE tidak menyebabkan Deposit risk. Sama halnya dengan BMI, DPK yang masuk ke BSM berupa wadi’ah dan mudharabah. Dari hasil analisis diatas dapat menjadi indikator waktu perubahan deposito pada BSM yang menggunakan skim mudharabah, sebelumnya masih menggunakan model revenue sharing di masa yang akan datang BSM akan mulai beralih ke model profit sharing. c. Uji Asumsi Klasik BMI a). Hasil Uji Multikolinieritas. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinieritas (Multikol) dimana model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk mengetahui adanya korelasi antar variabel independen atau tidak, dapat dilihat dalam tabel 4.12 Tabel 4.12 Hasil Uji Kolinieritas ASSETRISK CREDITRISK DEPOSITRISK ROE ASSETRISK CREDITRISK DEPOSITRISK ROE 1.000000 -0.050985 0.958410 -0.226593 -0.050985 1.000000 -0.002465 0.121268 0.958410 -0.002465 1.000000 -0.287782 -0.226593 0.121268 -0.287782 1.000000 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa terdapat kolinieritas antara variabel independen, yaitu variabel asset risk dan variabel deposit risk. Oleh karena itu penulis menghilangkan satu variabel independen yaitu variabel asset risk agar model regresi ini layak dipakai dalam pengujian. b). Hasil Uji Heterokedastisitas. Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi terjadi ketiaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dan residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk mengetahui apakah terjadi heterokedastisitas atau tidak, dapat dilihat pada gambar 4.5. Scatterplot Dependent Variable: ROE Regression Standardized Predicted Value 2 0 -2 -3 -2 -1 0 1 2 3 Regression Studentized Residual Gambar 4.5 Hasil Uji Heterokedastisitas Sumber : Hasil SPSS 14 Dari grafik scatterplot sebaran titik-titik chart berada disekitar titik nol(0), serta tidak tampak adanya suatu pola tertentu pada data tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala haterokedastisitas pada model regresi ini. c). Hasil Uji Autokorelasi Pada pengujian autokorelasi diperoleh nilai Durbin Watson pada tabel 4.12. sebesar 1.317030 hal ini menunjukan bahwa Durbin Watson -2<1,317030<2 memenuhi syarat -2<d<2, yang berarti Durbin Watson tidak terdapat autokorelasi dan dapat disimpulkan bahwa model regresi ini layak dipakai dalam pengujian. d). Hasil Uji Normalitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal. Untuk mengetahui model regresi variabel, variabel independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak, dapat dilihat pada gambar 4.6 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: ROE 1.0 Expected Cum Prob 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob Gambar 4.6 Hasil Uji Heterokedastisitas Sumber : Hasil SPSS 14 Dari grafik Normal P-P Plot tersebut bahwa sebaran data di chart menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal tersebut, ini menunjukan bahwa data berdistribusi normal. d. Analisis Regresi BMI Tabel 4.13 Hasil Analisis Regresi BMI dengan Variabel Dependen ROE Variable C CREDITRISK DEPOSITRISK Coefficient 0.225507 1.465293 -0.606907 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.097353 0.067265 0.072621 0.316425 77.36171 1.317030 Std. Error 0.057494 1.490757 0.258936 t-Statistic 3.922240 0.982918 -2.343852 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.0002 0.3296 0.0224 0.125929 0.075194 -2.360689 -2.258635 3.235583 0.046295 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Persamaan model penelitian untuk pengaruh rasio risiko bank terhadap profitabilitas sebagaimana tabel di atas dapat ditulis sebagai berikut : ROE=0,2255071507+1,465292647*CREDITRISK0,6069072395*DEPOSITRISK Berdasarkan tabel dan persamaan tersebut diatas, terlihat bahwa pada tingkat kepercayaan 95% ( α =0,05), secara parsial variabel deposit risk ternyata signifikan. Hal ini berarti bahwa jika nilai rasio deposit risk naik sebesar 1%, maka resiko perusahaan semakin rendah, karena memperlihatkan kemampuan permodalan bank yang semakin besar dalam menjamin dana deposan, sehingga risiko simpananya menjadi lebih kecil. Semakin sedikit dana yang dipakai untuk pembiayaan, dengan demikian profitabilitas BMI akan turun sebesar 0,6069072395. Jika nilai rasio credit risk meningkat sebesar 1%, maka resiko perusahaan semakin besar, profitabilitas BMI akan naik sebesar 1,465292647. Pengujian ini juga secara simultan signifikan, dimana nilai Fhitung>nilai F-tabel yaitu 3,24>2,6 dan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,097. hal ini berarti bahwa kemampuan rasio risiko bank secara bersama-sama dalam menerangkan variasi perubahan variabel terikat adalah sebesar 9,7% dan sisanya dipengaruhi variabel lain. Penemuan ini menunjukan bahwa apabila rasio deposit risk meningkat maka risiko perusahaan akan menurun, yang pada akhirnya dapat menurunkan profitabilitas pada BMI. Selain itu, jika rasio credit risk meningkat, maka risiko perusahaan akan meningkat, yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan profitabilitas pada BMI. e. Uji Asumsi Klasik BSM. a). Hasil Uji Multikolinieritas. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinieritas (Multikol) dimana model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk mengetahui adanya korelasi antar variabel independen atau tidak, dapat dilihat dalam tabel 4.14 Tabel 4.14 Hasil Uji Kolinieritas ASSETRISK CREDITRISK DEPOSITRISK ASSETRISK CREDITRISK DEPOSITRISK ROE 1.000000 0.051169 0.978294 -0.447983 0.051169 1.000000 0.019966 -0.266664 0.978294 0.019966 1.000000 -0.400905 ROE 1.000000 0.051169 0.978294 -0.447983 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa terdapat kolinieritas antara variabel independen, yaitu variabel asset risk dan variabel deposit risk. Oleh karena itu penulis menghilangkan satu variabel independen yaitu variabel assetrisk agar model regresi ini layak dipakai dalam pengujian. b). Hasil Uji heterokedastisitas. Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi terjadi ketiaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dan residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk mengetahui apakah terjadi heterokedastisitas atau tidak, dapat dilihat pada gambar 4.7. Scatterplot Dependent Variable: ROE Regression Standardized Predicted Value 2 1 0 -1 -2 -3 -4 -2.5 0.0 2.5 Regression Studentized Residual Gambar 4.7 Hasil Uji Heterokedastisitas Sumber : Hasil SPSS 14 Dari grafik scatterplot sebaran titik-titik chart berada disekitar titik nol (0), serta tidak tampak adanya suatu pola tertentu pada data tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala haterokedastisitas pada model regresi ini. c). Hasil Uji Autokorelasi Pada pengujian autokorelasi diperoleh nilai Durbin Watson pada tabel 4.15. sebesar 1.317030 hal ini menunjukan bahwa Durbin Watson -2<1,59490<2 memenuhi syarat -2<d<2, yang berarti Durbin Watson tidak terdapat autokorelasi dan dapat disimpulkan bahwa model regresi ini layak dipakai dalam pengujian. d). Hasil Uji Normalitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal. Untuk mengetahui model regresi variabel, variabel independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak, dapat dilihat pada gambar 4.8 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: ROE 1.0 Expected Cum Prob 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob Gambar 4.8 Hasil Uji Normalitas Sumber : Hasil SPSS 14 Dari grafik Normal P-P Plot tersebut bahwa sebaran data di chart menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal tersebut, ini menunjukan bahwa data berdistribusi normal. f. Analisis Regresi BSM Tabel 4.15 Hasil Analisis Regresi BMI dengan Variabel Dependen ROE Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C CREDITRISK DEPOSITRISK 0.139430 -6.234568 -0.060439 0.020140 2.734139 0.017331 6.922953 -2.280267 -3.487324 0.0000 0.0262 0.0009 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.227657 0.201912 0.057015 0.195041 92.60384 1.594909 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.073173 0.063821 -2.844566 -2.742512 8.842823 0.000431 Sumber : Hasil EVIEWS 5 Persamaan model penelitian untuk pengaruh rasio risiko bank terhadap profitabilitas sebagaimana tabel di atas dapat ditulis sebagai berikut : ROE = 0,1394296642 – 6,234567577*CREDITRISK – 0,0604390656*DEPOSITRISK Berdasarkan tabel dan persamaan tersebut diatas, terlihat bahwa pada tingkat kepercayaan 95% ( α =0,05), secara parsial variabel Deposit risk dan Credit risk ternyata signifikan. Hal ini berarti bahwa jika nilai rasio deposit risk naik sebesar 1%, maka resiko perusahaan semakin rendah, karena memperlihatkan kemampuan permodalan bank yang semakin besar dalam menjamin dana deposan, sehingga risiko simpananya menjadi lebih kecil. Semakin sedikit dana yang dipakai untuk pembiayaan, dengan demikian profitabilitas BSM akan turun sebesar 0,0604390656. Jika nilai rasio credit risk meningkat sebesar 1%, maka resiko perusahaan semakin besar, profitabilitas BMI akan turun sebesar 6,234567577. Pengujian ini juga secara simultan signifikan, dimana nilai Fhitung>nilai F-tabel yaitu 8,84>2,6 dan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,227. hal ini berarti bahwa kemampuan rasio risiko bank secara bersama-sama dalam menerangkan variasi perubahan variabel terikat adalah sebesar 22,7% dan sisanya dipengaruhi variabel lain. Sama dengan BMI, penemuan ini menunjukan bahwa apabila rasio deposit risk meningkat maka risiko perusahaan akan menurun, yang pada akhirnya dapat menurunkan profitabilitas pada BSM. Tetapi berbeda dengan BMI, jika rasio credit risk meningkat, justru dapat mendorong menurunnya profitabilitas pada BSM. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis pengujian data secara deskriptif dan statistik, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada rasio Profitabilitas (ROE), BMI mempunyai rata-rata (mean) ROE sebesar 17,61% lebih besar jika dibandingkan mean BSM, yaitu sebesar 12,98%. Hal ini menunjukan ROE BMI mempunyai nilai yang relatif lebih baik dibandingkan dengan BSM, semakin tinggi ROE semakin bagus karena perolehan laba yang dihasilkan pada bank tersebut semakin besar selama tahun 2002 – 2007. Pada rasio risiko credit, BMI mempunyai rata-rata (mean) Credit Risk Ratio sebesar 2,00% lebih besar jika dibandingkan mean BSM, yaitu sebesar 0,60%. Hal ini menunjukan Credit Risk Ratio BSM mempunyai nilai yang relatif lebih baik dibandingkan dengan BMI, semakin rendah Credit Risk Ratio semakin bagus karena, semakin tinggi rasio ini akan menunjukan bahwa banyak kredit macet, dan bank akan mengalami kesulitan finansial, sehingga risiko kreditnya menjadi lebih besar selama tahun 2002 – 2007. Pada rasio risiko deposito, BMI mempunyai rata-rata (mean) Deposit Risk Ratio sebesar 17,32% lebih kecil jika dibandingkan mean BSM, yaitu sebesar 29,15%. Hal ini menunjukan Deposit Risk Ratio BSM mempunyai nilai yang relatif lebih baik dibandingkan dengan BMI, semakin besar Deposit Risk Ratio semakin bagus, karena semakin besar Deposit Risk Ratio akan memperlihatkan kemampuan permodalan bank yang semakin besar dalam menjamin dana deposan, sehingga risiko simpananya menjadi lebih kecil selama tahun 2002 – 2007. Sedangkan pada rasio risiko asset, BMI mempunyai rata-rata (mean) Asset Risk Ratio sebesar 8,36% lebih kecil jika dibandingkan mean BSM, yaitu sebesar 12,12%. Hal ini menunjukan Asset Risk Ratio BSM mempunyai nilai yang relatif lebih baik dibandingkan dengan BMI, semakin besar Asset Risk Ratio semakin bagus, karena semakin besar Asset Risk Ratio akan memperlihatkan kemampuan modal bank yang semakin besar dalam memenuhi penurunan assetnya, sehingga risiko asset menjadi lebih kecil selama tahun 2002 – 2007. 2. Hasil uji kausalitas granger BMI menunjukan terdapatnya hubungan kausalitas hanya antara variabel ROE dengan variabel Credit Risk Ratio pada α =5%. Hasil uji kausalitas granger BSM menunjukan tidak terdapatnya hubungan kausalitas antar variabel rasio profitabilitas dan variabel rasio risiko. 3. Hasil analisis regresi pada BMI menunjukan pada tingkat kepercayaan 95%( α =0,05), secara parsial variabel deposit risk ternyata signifikan. Pengujian ini juga menghasilkan nilai F-hitung yang signifikan dan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,097. Hal ini berarti bahwa kemampuan rasio risiko bank secara bersama-sama dalam menerangkan variasi perubahan variabel terikat adalah sebesar 9,7% dan sisanya dipengaruhi variabel lain. Sedangkan hasil analisis regresi pada BSM menunjukan pada tingkat kepercayaan 95%( α =0,05), secara parsial variabel Deposit risk dan Credit risk ternyata signifikan. Pengujian ini juga menghasilkan nilai F-hitung yang signifikan dan nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,227. Hal ini berarti bahwa kemampuan rasio risiko bank secara bersama-sama dalam menerangkan variasi perubahan variabel terikat adalah sebesar 22,7% dan sisanya dipengaruhi variabel lain. B. Implikasi Berdasarkan dari kesimpulan diatas, penulis sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Perlunya untuk terus menggalakan upaya-upaya yang dapat mendorong kearah peningkatan pencapaian laba perusahaan. Untuk maksud tersebut, tentunya diperlukan berbagai kebijakan dan program perusahaan yang dapat merangsang keinginan investor untuk memiliki dan membeli sahamsaham perusahaan. 2. Perlunya perusahaan untuk terus memperhatikan rasio-rasio risiko. Bagaimanapun rasio-rasio tersebut menunjukan kinerja perusahaan, didalamnya mencerminkan tinggi atau rendahnya risiko perusahaan, dan menekan rasio-rasio yang dapat mendorong menurunnya risiko perusahaan. Oleh karena itu, rasio-rasio tersebut dapat mempengaruhi profitabilitas. 3. Perlunya perusahaan memperhatikan profitabilitasnya, karena 14/15 modal bank syariah merupakan dana pihak ketiga. Hal ini berpengaruh pada kepercayaan investor untuk berinvestasi di bank syariah. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur'an Al-Karim Achsien, Iggi H, Investasi Syariah Di Pasar Modal, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.,2003 Al-Qardhawi, Yusuf, Bunga Bank Haram, Jakarta, Penerbit Akbar Media Eka Sarana, 2001 Antonio, Muhammad Syfi’I, Bank Syariah, Wacana Ulama & Cendekia, Penerbit Bank Indonesia dan Tazkia Institute, Jakarta 1999 --------, Bank Syariah dari teori ke praktek, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 2001 Arifin Zainul, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan & Prospek, Penerbit Alvabet, Jakarta 1999 --------, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Penerbit Alvabet, Jakarta, 2006 Husnan, Suad, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, UPP YKPN, Yogyakarta, 2002 Harahap, Sofyan Safri, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Jakarta, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada,1998 Johar, Arifin, Analisis Laporan Keuangan Berbasis Komputer, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004. Karim Adiwarman, Perbankan Syariah Masa Depan, Jakarta, Senayan Abadi Publishing, 2003 Kashmir, Bank dan Lembaga Keuangan, Edisi Revisi, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta 2001 Keown Arthur.J at al. “Dasar-dasar Manajemen Keuangan” Buku I, Pearson Education Asia Pte, Penerbit Salemba 4, Jakarta Martono, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta, 2000 Mudrajat Kuncoro, Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi, Penerbit BPFE Yogyakarta, 2002 Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta UII Press,2000 --------, Manajemen Bank Syariah, UPP AMP YKPN, 2003 --------, Akuntansi Syariah, Edisi 2, Penerbit Salemba Empat, Yogyakarta, 2005 Mulyono, Teguh P, Analisis Laporan Keuangan Untuk Perbankan, Cetakan ke-5, Jakarta, Penerbit Djambatan, 1995 Nachrowi, Djalal Nachrowi, Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,2006. Perwaatmadja, Karnaen, dan H.M. Syafi’I Antonio,. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf,1992 Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,2001 Syahdenini, Sutan Remi, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam tata hukum perbankan Indonesia, Pustaka Utama Grafiti,1999 Susilo, Sri Y, Bank dan Lembaga Keuangan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta,2000 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia, Bank Syariah : Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional, Jakarta, Djambatan 2003 Umar, Husein, Metode Penelitian untuk skripsi dan tesis bisnis, Jakarta, Penerbit, PT.Raja Grafindo Persada, 2004 Weston, J.F dan Brigham, E.F.1983, Manajemen Keuangan (managerial Finance) Jilid 1. alih bahasa Robinson Tarigan, Penerbit Erlangga, Surabaya Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Penerbit Zikrul Hakim, Jakarta, 2003 Asnita Frida Sebayang, Dudung Abdurrahman, Ima Amaliah dan Nunung Nurhayati, Mengevaluasi Kinerja Perbankan Perbankan Syariah Studi Kasus : Peran Inrtermediasi Perbankan Syariah di Jawa Barat, Penelitian Fakultas Ekonomi Unisba,2005 Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian IPB,Penelitian Potensi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Sumatera Selatan. BI dan Lembaga Penelitian IPB.2004 Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian UIN,Penelitian Potensi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di WilayahDKI Jakarta dan Sekitarnya. BI dan Lembaga Penelitian UIN.2003 Budi Suryowati, Analisa Hubungan Kinerja dan Risiko Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Ekonomi Keuangan dan Perbankan Vol VII No.3 Oktober 2002 Michael Kalkbrener dan Jan Willing, Risk Management of non Maturiting Liabilities, Journal Of Banking & Finance 2004 Meti Yuliawati, Pengaruh Profitabilitas dan Rasio Risiko Bank Terhadap Kepercayaan Investor Pada Bank Syariah Mandiri, Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.2006 Nur Hidayah, Manajemen Risiko Pada Lembaga Perbankan, Jurnal Manajemen / Th.VIII/02/Juni/2004 Riki Antariksa, Analisis Pengaruh Risiko Likuiditas Terhadap Profitabilitas Bank Syariah, Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islami,2005 Yuda Septia Fitri, Analisa Perhitungan Risiko Pembiayaan Dengan Pendekatan Credit Risk+Portofolio (Studi kasus pembiayaan Murabahah Bai Bithaman Ajil Pada BMT Taqwa), Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islami, Vol 1 No.1, Januari 2005 Zulkarnain Muhammad Ali, Analisis Komparatif Kinerja Bank Syariah Menggunakan Metode Camel (Studi Empiris Pada BMI dan BSM Periode 2001-2005), Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.2005 www.bi.go.id www.syariahmandiri.co.id www.muamalat.co.id