1 PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap tahun jutaan orang di dunia menderita berbagai penyakit tulang yang diakibatkan oleh trauma, tumor, atau patah tulang (Murugan & Ramakrishna 2004). Di Indonesia, berbagai kasus penyakit seperti kanker tulang, penyakit periodontis, trauma, patah tulang, dan lain-lain terus meningkat dewasa ini (Darwis 2008). Salah satu tindakan terapi pada kasus penyakit tulang adalah dengan teknik implantasi untuk menggantikan jaringan tulang yang hilang atau rusak. Banyaknya kerusakan tulang yang substansial pada berbagai kasus di atas semakin meningkatkan kebutuhan akan bahan implan atau biomaterial yang mampu menggantikan fungsi dari jaringan tulang yang rusak (Bhat 2002). Biomaterial merupakan suatu material, baik bersifat alamiah maupun buatan, yang dapat berinteraksi dengan sistem tubuh dengan tujuan untuk memperbaiki, memulihkan, dan menggantikan jaringan yang rusak atau sebagai penghubung dengan lingkungan fisiologis tubuh (Darwis 2008). Biomaterial pengganti tulang yang ideal harus memiliki sifat antara lain: osteoinduktif, osteokonduktif, biokompatibel, bioaktif, stabil secara biomekanis, bebas dari agen penyakit, serta mengandung faktor antigen minimal (Kalfas 2001), bioresorbabel (Samsiah 2009) dan biodegradabel (Pane 2008). Sifat-sifat tersebut hadir dalam biomaterial alamiah yaitu autograft. Autograft adalah biomaterial yang berasal dari bagian lain tubuh pasien itu sendiri. Namun autograft memiliki keterbatasan karena membutuhkan sayatan tambahan, waktu operasi yang lebih lama, serta meningkatkan kehilangan darah bagi pasien. Sedangkan allograft, yaitu biomaterial yang berasal dari spesies yang sama, berpotensi menularkan berbagai penyakit dan menimbulkan reaksi penolakan jaringan bagi individu penerima donor (Kalfas 2001). Adapun jenis biomaterial pengganti tulang lainnya yaitu xenograft, yang berasal dari spesies berbeda misalnya sapi, memiliki keterbatasan dalam kemungkinan perbedaan karakter mineral tulangnya (Stavropoulos 2008). Oleh karena itu, salah satu solusinya adalah pengembangan biomaterial sintetik yang sesuai untuk mengatasi berbagai keterbatasan tersebut. 2 Biomaterial sintetik pengganti tulang (synthetic bone graft) harus memiliki struktur serta komposisi yang mendekati tulang asli. Komposisi tulang terdiri atas mineral tulang dan bahan organik (Samuelson 2007). Mineral tulang sebagian besar tersusun oleh mineral apatit yang komponen utamanya adalah kalsium fosfat yang memiliki berbagai fase. Hidroksiapatit (HA) merupakan fase paling stabil dibandingkan dengan yang lainnya (Saraswathy et al. 2001). HA dapat diperoleh secara sintetik dengan mereaksikan kalsium dengan fosfat (Nurlaela 2009). Sumber kalsium banyak dijumpai di alam, antara lain pada cangkang telur (Prabakaran et al. 2005), ganggang laut (Fernandes & Laranjeira 2000), dan batu koral (Sivakumar et al. 1996). Sedangkan komponen organik tulang terdiri atas molekul-molekul proteoglikan seperti glycosaminoglycan (Samuelson 2007). Kitosan (K) merupakan polimer dari D-glucosamine yang terdapat dalam jumlah melimpah di alam, yang dapat dimanfaatkan sebagai komponen organik pada pembuatan biomaterial sintetik pengganti tulang (Hua et al. 2005). Penggabungan HA dengan K (komposit HA-K) diharapkan dapat mendekati struktur asli tulang serta dapat meningkatkan sinergisme dari masingmasing bahan sehingga berpotensi sebagai biomaterial sintetik pengganti tulang yang ideal. Murugan dan Ramakrishna (2004) telah meneliti komposit HA-K secara in vitro dengan menggunakan cairan phosphate buffered saline dibawah kondisi fisiologis. Hasilnya menunjukkan bahwa komposit tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengganti tulang. Penelitian tersebut diperkuat oleh uji in vivo yang dilakukan oleh Shin et al. (2009) tentang efek penggunaan komposit HA-K pada regenerasi kerusakan tulang calvarial tikus menunjukkan hasil bahwa komposit ini dapat berfungsi sebagai biomaterial yang efektif untuk proses regenerasi tulang periodontal. Biomaterial sintetik yang ada di Indonesia sekarang ini merupakan produksi impor dengan harga yang relatif mahal (Darwis 2008). Oleh karena itu, tim peneliti dari Institut Pertanian Bogor terpacu untuk memanfaatkan bahan baku alami yang murah dan mudah didapatkan, yaitu cangkang telur sebagai sumber kalsium untuk pembuatan HA. Penelitian oleh Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB menunjukkan bahwa komposit HAK dari cangkang telur ayam berpeluang untuk dikembangkan sebagai biomaterial 3 substitusi tulang (Nurlaela 2009). Berdasarkan hasil tersebut maka dilakukan penelitian lanjutan secara in vivo untuk menguji potensi dari komposit HA-K tersebut sebagai bahan implan tulang sintetik. Material yang telah mengalami proses karakterisasi baik secara fisika, mekanik, dan kimia kemudian diimplankan pada tulang tibia dari tiga ekor domba lokal untuk kemudian dievaluasi tingkat serta kecepatan pertumbuhan tulang pada kasus persembuhan kerusakan segmental tulang. Hasil dari penelitian ini akan terus dikembangkan sehingga dapat memberikan kontribusi pada kesehatan manusia. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara morfologi proses persembuhan kerusakan segmental pada tulang domba yang diimplan dengan implan komposit HA-K berbasis cangkang telur ayam dan mengetahui potensi dari implan tersebut sebagai biomaterial sintetik pengganti tulang. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini dapat diperoleh informasi mengenai potensi implan komposit HA-K berbasis cangkang telur ayam sebagai biomaterial sintetik pengganti tulang. Informasi ini akan berguna sebagai informasi awal untuk penelitian-penelitian aplikatif selanjutnya sebagai upaya penyiapan biomaterial sintetik pengganti tulang untuk manusia dengan harga yang lebih terjangkau.