BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Globalisasi “neoliberal” menyebabkan kondisi dimana 105 dari 149 negara
miskin dunia ketiga menjadi pengimpor pangan bersih, ini berarti negara-negara
tersebut tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk memproduksi
pangannya sendiri. Kebijakan-kebijakan neoliberal merusak kedaulatan pangan
karena lebih mementingkan perdagangan internasional daripada hak-hak rakyat
atas pangan. Kebijakan-kebijakan ini justru hanya meningkatkan ketergantungan
rakyat pada impor agricultural dan mengintensifkan peng-korporatisasian
pertanian (Malonzo, 2007).
Prinsip dan strategi neoliberal untuk mencapai tujuan ketahanan pangan
yang telah dijalankan oleh institusi-institusi multilateral seperti International
Monetary Fund (IMF), World Bank (WB), dan World Trade Organization (WTO)
menyebabkan semakin buruknya kondisi pangan di daerah-daerah pedesaan.
Institusi-institusi tersebut mengharuskan suatu negara untuk menerapkan
kebijakan perdagangan, makroekonomi, dan sektoral yang melemahkan daya
hidup petani-petani kecil. Rekonseptualisasi ketahanan pangan ini pada akhirnya
hanya menguntungkan negara-negara dan perusahaan-perusahaan paling kuat
yang terlibat dalam perdagangan dan investasi pangan juga agribisnis. Kebijakan
perdagangan neoliberal ini membanjiri pasar-pasar lokal dengan bahan-bahan
pangan impor murah karena adanya praktek dumping yang menyebabkan petani
lokal tidak mampu bersaing.
Pertanian kapitalis yang identik dengan industrialisasi sering menganggap
sumberdaya seperti tanah merupakan input produksi yang harus digunakan
sebesar mungkin untuk memperoleh keuntungan. Pertanian di bawah pengelolaan
diasumsikan berpotensi menghasilkan produksi yang maksimal sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan petani. Pada kenyataannya, pertanian seperti ini tidak
efektif untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sumberdaya seperti tanah justru
rusak karena tidak memperhatikan keberlanjutannya. Selain itu timbul masalah
seperti perebutan tanah dan pudarnya kearifan lokal. Berbeda dengan pertanian
2 yang dilakukan oleh masyarakat lokal yang secara tradisional memandang tanah
secara spiritualistik dan sakral. Bagi masyarakat lokal, tanah bukanlah sekedar
suatu sumberdaya produksi, suatu habitat, atau batas politik. Tanah memiliki
makna lebih dari itu. Tanah merupakan basis bagi organisasi sosial, sistem
ekonomi, dan identifikasi kultural masyarakat (Vicente; Carino dalam La via
Campesina, et.al, 2008).
Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduk
berorientasi pada pertanian, tanah merupakan sumberdaya yang sangat penting
(Tjondronegoro, 1999). Tanah merupakan faktor utama dalam kedaulatan pangan.
Sifat tanah relatif tidak bertambah, sementara kebutuhan tanah untuk keperluan
pangan semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut akan menimbulkan
kompetisi di masyarakat untuk menguasainya.
Penguasaan atas tanah mempengaruhi hubungan manusia dengan
ketersediaan pangan karena tanah merupakan sumberdaya yang berhubungan
dengan produksi. Ketimpangan dalam penguasaan tanah akan mempengaruhi
kemampuan produksi. Peningkatan produksi pertanian terutama pangan, sangat
diharapkan untuk mencapai kondisi yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
Praktek penguasaan tanah yang berkembang di masyarakat akan menunjukkan
bagaimana masyarakat akan membangun kedaulatan pangan. Penguasaan tanah
yang merata memberikan kesempatan masyarakat untuk memanfaatkan
sumberdaya guna mencapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Sebaliknya, penguasaan yang timpang akan membawa masyarakat pada kondisi
yang tidak mandiri pangan. Bahkan, akan menjadikan banyak konflik yang
meluas. Brazil merupakan contoh negara berkembang yang berhasil dalam
pertanian dengan mengorganisir masyarakat tak bertanah untuk memiliki tanah
yang kemudian mengolahnya dengan skala kecil. Secara total, usaha pertanian
keluarga menyumbang sekitar 40 persen dari total nilai produksi secara nasional,
meski hanya memiliki 30.5 persen lahan pertanian. Usaha-usaha pertanian
tersebut mempekerjakan 76.9 persen dari jumlah tenaga kerja di bidang pertanian,
meski hanya mendapatkan 25.3 persen dari total pertanian (Pengue dalam La Via
Campesina, 2008).
3 Usaha mencapai kedaulatan pangan yang hakiki perlu memperhatikan
kelembagaan yang berkembang di masyarakat terutama yang berkaitan dengan
pengaturan pangan. Melalui kelembagaan inilah pihak-pihak yang terkait dapat
berinteraksi dan bersama-sama mencari solusi atas masalah yang muncul di
masyarakat.
Masyarakat Kampung Sinar Resmi merupakan masyarakat yang berada di
wilayah Desa Sinar Resmi. Masyarakat Kampung Sinar Resmi pada umumnya
merupakan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Kelembagaan lokal yang
berkembang di masyarakat mengarahkan masyarakat kepada pola-pola tertentu.
Masyarakat ini hampir seluruhnya bergantung pada pertanian. Pertanian yang
berkembang masih bersifat tradisional baik pengolahan maupun pengaturannya.
Dalam setahun masyarakat kasepuhan hanya mempunyai siklus panen sekali. Pola
pertanian demikian berangkat dari pandangan tradisional bahwa tanah
diasosiasikan sebagai ibu yang dihargai; yang hanya dapat melahirkan sekali
dalam setahun. Namun, pada masa paceklik masyarakat kasepuhan dapat bertahan
dari kondisi kekurangan pangan. Kemampuan bertahan dalam siklus panen
demikian menunjukkan bahwa terdapat mekanisme pengembangan sistem
kedaulatan pangan.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, diketahui Kampung Sinar Resmi mempunyai
siklus panen satu kali setahun. Namun masyarakat bisa mencukupi kebutuhan
pangan rumahtangga selama satu tahun. Hal tersebut tidak lepas dari peran
kondisi penguasaan tanah dan strategi masyarakat dalam membangun kedaulatan
pangan.
Penguasaan tanah masyarakat di Kampung Sinar Resmi rata-rata kurang
dari 0.25 hektar. Kondisi ini menyebabkan produksi pangan lokal sangat rentan
ketika musim paceklik. Penting untuk dilihat bagaimana keterkaitan struktur
penguasaan tanah dengan kemampuan komunitas membangun sistem kedaulatan
pangan. Secara khusus pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu:
1.
Bagaimana sistem penguasaan tanah yang kurang dari 0.25 hektar dapat
menghasilkan kedaulatan pangan.
4 2.
Bagaimana strategi masyarakat Sinar Resmi membangun kedaulatan
pangan.
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan penelitian yakni:
1.
Mendeskripsikan pengaruh struktur penguasaan tanah yang kecil dalam
membangun kedaulatan pangan.
2.
Menganalisis strategi masyarakat Sinar Resmi dalam membangun
kedaulatan pangan.
1.4
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk:
1.
Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji
secara ilmiah mengenai struktur penguasaan tanah dalam membangun
kedaulatan pangan
2.
Menambah literatur bagi kalangan akademisi dalam mengakaji hal-hal
yang berkaitan dengan kedaulatan pangan dan upaya untuk mencapainya
di masyarakat
3.
Acuan dalam pelaksanaan pembangunan bagi kalangan non akademisi,
seperti masyarakat, swasta, dan pemerintah dalam menentukan kebijakan
untuk meningkatkan kedaulatan pangan masyarakat.
Download