Nabi Muhammad SAW menyebut “carikanlah anak-anakmu pendidikan (tempat belajar) yang baik”. Sabda ini mengajarkan, bahwa keluarga atau orang tua berkewajiban mencarikan sekolah terbaik. Berpijak dari sabda ini, bisakah RSBI dikategorikan sebagai sekolah atau institusi edukasi terbaik? Selama proyek edukasi bernama RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) ini diproduksi oleh pemerintah, tidak sedikit kalangan peneliti dan pemerhati masalah pendidikan yang menolak atau mengkritisnya. Kelompok kritis umumnya menilai kalau RSBI tidak lebih dari sekolah-sekolah yang diorientasikan menjembatani kelompok berduit dan bukan warga miskin. (Misranto, 2012) Stigma internasional lebih mengarah pada upaya penggiringan masyarakat kelas ekonomi mapan supaya mengirimkan anaknya memasuki dan menjadi penikmati proyek istimewa RSBI. RSBI ditudingnya hanya menghabiskan biaya besar, dan kualitasnya rendah. Mereka ini secara pengetahuan) Islam. RSBI membutuhkan waktu untuk diterima atau diadaptasi sebagai bagian dari sistem pendidikan yang bisa antarkan peserta didik dan bangsa ini menuju pencerahan. Namanya juga sistem yang belum lama diproduksi atau baru dieksperimentasikan, tentulah logis jika masih membutuhkan pembenahan disana-sini. Perlu diketahui, bahwa salah satu bagian dari sistem pendidikan yang dipertahankan adalah RSBI. RSBI dinilainya masih jadi sistem yang tepat untuk memacu dan meningkatkan kualitas peserta didik supaya di kemudian hari bisa terbentuk jadi manusia istimewa yang mampu mengikuti dan menerjemahkan persaingan di era global. (Ilham, 2011). Jagat pendidikan sudah lama menjadi jagat yang digugat, baik di level local, nasional hingga internasional (RSBI)). Namun eksaminasi RSBI Seperti halnya pada tahun 2010, IPM Indonesia tercatat 0,613 poin, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 0,617 poin. Harus diakui, kenaikan IPM Indonesia terus mengalami peningkatan, namun negara-negara lain peningkatannya jauh lebih cepat. Indonesia yang selama ini terkesan gegap gempita dalam pembangunan, namun harus diakui bahwa pembangunan yang dilaksanakan ternyata masih kurang fokus dan kurang memperhatikan unsur manusia (Prawiro, 2011). Itu semua tak lepas dari kekurang cekatan dan cerdasan penyelenggara pendidikan. Akibat kelemahan pengelola atau ketidaksiapan penyelenggra institusi, RSBI jadinya gagal atau lambat dalam memenuhi kebutuhan RSBI. Berdasar data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Kependidikan (Dirjen PMPTK) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendikbud) menjelaskan, dari 600 kepala sekolah (Kasek) RSBI se Indonesia yang ikut tes TOIEC ternyata 80 persennya ber- dan Internasionalisasi Pendidikan Islam tidak langsung menempatkan RSBI sebagai proyek yang gagal, merugikan masyarakat, dan tidak membawa kemajuan. Benarkah demikian? Sepatutnya, RSBI tidak boleh tergesa-gesa divonis sebagai “proyek yang gagal” atau akan membawa institusi pendidikan dan peserta didik menjadi ahistoris, karena RSBI selain mengemban amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, juga idealisme edukasinya bermaksud membentuk sumberdaya manusia menjadi SDM yang punya kemampuan untuk membaca dan bersaing di level global (Misranto, 2012). Idealisme demikian sejatinya juga sejalan dengan dogma pendidikan Islam, seperti yang digariskan Nabi “carilah Ilmu, meskipun ke negeri China”, yang sebenarnya perintah ini menuntut setiap pembelajar supaya tidak anti terhadap ilmu pengetahuan lintas negara, atau berusaha jadi pembelajar dan pilar-pilar transformasi dalam mewujudkan internasionalisasi pendidikan (ilmu 38 Oleh: Moh. Sulthon *) edukasi ini dinilai sebagai kepatutan atau keharusan di tengah keinginan bersama menata dan memajukan pendidikan. Keberadaan RSBI pun demikian, ia telah menjadi sasaran kritik keras pegiat pendidikan yang menempatkan dunia pendidikan sebagai sektor strategis yang punya andil besar dalam mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Dari segi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), berdasarkan data terakhir UNDP, Indonesia menempati ranking ke 124 dari 187 negara, tahun sebelumnya Indonesia menempati ranking ke 108. Kalau kita melihat dari ranking IPM tersebut, sebagian orang berpendapat IPM kita merosot sangat tajam. Dari ranking 108 menjadi ranking 124, namun kalau kita perhatikan IPM Indonesia dari tahun ke tahun tetap mengalami kenaikan, walaupun kenaikan itu tidak terlalu mencolok. status novice (tidak cakap) dalam berbahasa Inggris. Bahkan, berdasar data 2009 lalu diketahui, 80 persen lulusan RSBI tidak pernah pergi ke luar negeri. Hal ini dibenarkan oleh Direktur Tenaga Kependidikan Dirjen PMPTK Kemendiknas Dr Surya Dharma PHD (2011) yang mengatakan, Seharusnya RSBI diarahkan pada pengembangan pemikiran yang kreatif, kritis, peningkatan kemampuan mencari solusi (problem solving), serta sikap entrepreneurship dan inovatif. Kondisi terebut tidak boleh dibiarkan oleh pembelajar Islam, karena dalam Islam sudah digariskan untuk tidak melahirkan (meninggalkan) anak-anak menjadi SDM yang lemah. QS. An Nisaa’ ayat 9 mengingatkan, “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” Keinginan mempertahankan RSBI, khsususnya bagi pengelo- MPA 306 / Maret 2012 02 LAYOUT B (MART 2012) - HAL 26 sd 43.pmd 38 2/28/2012, 7:52 PM lanya atau Kemendikbud adalah wajar, pasalnya selain mereka sedang menata atau berupaya keras meningkatkan proses penyelenggaraan pembelajarannya, seperti mengonstruksi model kurikulum yang seirama dengan sekolah-sekolah internasional di sejumlah negara, mereka juga sudah lama merindukan sekolah yang bisa berkompetisi dengan dengan lembaga-lembaga pendidikan di ranah global, yang jika ini dilakukan oleh pembelajar muslim di Indonesia, akhirnya bisa terjadilah proses internasionalisasi pendidikan Islam. Kalau ada beberapa aspek, termasuk sumberdaya manusianya RSBI, ternyata belum maksimal menyiapkan dirinya seperti soal bahasa Inggris, maka secara bertahap hal ini bisa diadaptasikannya. Di tengah transformasi sistem pembelajaran, tidak semua kondisi bisa dijadikan obyek revolusi. Meski demikian, setiap pengelola dituntut untuk melakukan iqra’ terhadap perkembangan penyelenggaraan pendidikan Islam di ranah global. Kualitas SDM yang rendah selayaknya menyadarkan kita, bahwa sudah sekian lama akar masalah yang membelit upaya peningkatan mutu SDM (peserta didik) kesulitan didekonstruksi. Jalan istimewa yang bisa diandalkan untuk memacu kualitas SDM adalah melalui proses pendidikan yang mengandung unsur kompetisi (persaingan ketat). Kelemahan mendasar di ranah SDM yang kemudian layak menjadikan RSBI sebagai solusi atau obatnya adalah kurang bergairahnya atmosfir pembelajaran yang bercorak kompetitif. Dalam proses pembelajaran yang konvensional selama ini, peserta didik kurang mendapatkan tempat berpacu, bersaing, dan saling “mengeksaminasi” antara yang satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang diingatkan dalam Islam, bahwa setiap anak didik wajib dibentuk menjadi SDM yang mampu menginternalisasi dan menginternasionalisasi doktrin keberagamaannya. Peserta didik kita secara psikologis membutuhkan “komunitas” didik yang bisa diajak bersaing, bukan semata-mata demi menghidupkan atau membangun tradisi mencintai ilmu pengetahuan dan berpacu memperebutkan prestasi, tetapi juga untuk merebut strata “elitisme” di bidang keilmuan di ranah global. Dalam soal tradisi keilmuan ini, Jurgen Habermas pernah mengingatkan, knowledge is power atau ilmu pengetahuan adalah kekuatan. Siapa saja yang punya ilmu pengetahuan, brarti punya kekuatan untuk melakukan perubahan dan memenangkan persaingan. Sudah demikian sering masyarakat atau bangsa ini menjadi obyek lecehan atau tertawaan masyarakat global akibat “kemiskinan” ilmu pengetahuan. Mereka menilai kalau lembaga-lembaga pendidikan di negeri ini belum memberikan out put yang layak jual di masyarakat global. Mereka menyebut kalau out put lembaga-lembaga pendidikan kita belum memenuhi standar sebagaimana yang diinginkan oleh pasar dunia. Dengan kondisi seperti itu, sudah seharusnya R S B I menjadi bagian dari opsi atau kebutuhan istimewa masyarakat, yang tentu saja bukan sebatas jadi mediasi edukasinya peserta didik dari kalangan berduit, tetapi juga masyarakat pada umumnya secara egaliter. (Misranto, 2012) RSBI selayaknya memang dikonstruksi secara manajerial inklusif dan humanistic supaya bisa mewujudkan misi “pendidikan untuk semua” (education for all) dan benar-benar didesain supaya menjadi “kawahcandradimuka” yang antarkan peserta didik menjadi SDM unggulan, yang ketika dipersaingkan di ranah global, mereka bukan distimatisasi sebagai bagian dari kumpulan “bangsa kuli” (nation coolies). Mengontsruksi institusi demikian, dapat menjadi jalan mempercepat dan memperkuat anak-anak Indonesia, khususnya dalam aspek moral-spiritualitas di tengah glonalisasi. *) Kepala SMAN 3 Kota Malang dan penulis buku Pendidikan Anak Humanistik MPA 306 / Maret 2012 02 LAYOUT B (MART 2012) - HAL 26 sd 43.pmd 39 2/28/2012, 7:52 PM 39