13 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,
DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Sistem Informasi Akuntansi
2.1.1.1 Definisi Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi merupakan sistem informasi yang fungsional
yang mendasari sistem fungsional lainnya seperti sistem informasi keuangan,
sistem informasi pemasaran, sistem informasi produksi, dan sistem informasi
sumber daya manusia. Sistem informasi lain membutuhkan data keuangan dari
sistem informasi akuntansi.
Pengertian sistem informasi akuntansi (SIA) menurut Wing Wahyu
Winarno (2006:1.3), yaitu:
Sistem informasi akuntansi merupakan suatu sistem. Suatu sistem
memiliki banyak komponen yang saling berkerja sama untuk mencapai
tujuan tertentu. Sistem informasi akuntansi (SIA) juga memiliki banyak
komponen dengan fungsi yang berbeda-beda, tetapi memiliki tujuan yang
sama.
Menurut Azhar Susanto sistem informasi akuntansi dapat didefinisikan
(2013:72), sebagai berikut:
Kumpulan (integrasi) dari sub-sub sistem/komponen baik fisik maupun
non fisik yang saling berhubungan dan bekerja sama satu sama lain secara
harmonis untuk mengolah data transaksi yang berkaitan dengan masalah
keuagan menjadi informasi keuangan.
13
14
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi
dibuat untuk memberikan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen
sebuah perusahaan guna memudahkan pengelolaan perusahaan.
2.1.1.2 Fungsi Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi yang baik dalan pelaksanaannya diharapkan
akan memberikan atau menghasilkan informasi-informasi yang berkualitas serta
bermanfaat bagi pihak manajemen khususnya, serta pemakai-pemakai informasi
lainnya dalam pengambilan keputusan. Sistem informasi akuntansi yang baik
dirancang dengan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhui fungsinya, yaitu
menghasilkan informasi akuntansi yang tepat waktu, relevan dan dapat dipercaya.
Selain itu dalam suatu sistem informasi akuntunsi terdapat unsur fungsi
pengendalian sehingga mengurangi terjadinya ketidak relevanan atau ketidak
pastian penyajian informasi. Oleh karena itu, baik buruknya suatu sistem
informasi dapat mempengaruhi fungsi manajemen dalam melakukan pengendalian
internal.
Karena
informasi
yang dihasilkan
dapat
dipergunakan
untuk
pengambilan keputusan.
Fungsi sistem informasi akuntansi menurut Azhar Susanto (2013:8) adalah:
1. Mendukung aktivitas sehari-hari perusahaan.
2. Mendukung proses pengambilan keputusan
3. Membantu dalam memenuhi tanggung jawab pengelolaan perusahaan.
Sedangkan menurut Romney dan Steinbart (2009:29) fungsi sistem informasi
akuntansi adalah:
15
1. Collect and store data about organizational activities, resources and
personal.
2. Transform data into information that is useful for making decisions so
management can plan, execute, control and evaluate activities, resources
and personal.
3. Provide adequate controls to safeguard the organization’s assets,
including its data, to ensure that the assets and data are available when
needed and the data are accurate and reliable.
Pernyataan Romney dan Steinbart menyatakan bahwa fungsi sistem informasi
akuntansi adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dan menyimpan data tentang aktivitas-aktivitas yang
dilaksanakan oleh organisasi, sumber daya yang dipengaruhi oleh
aktivitas-aktivitas tersebut, dan para pelaku yang terlibat dalam berbagai
aktivitas tersebut.
2. Mengubah data menjadi informasi yang berguna bagi pihak manajemen
untuk membuat keputusan dalam aktivitas perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi.
3. Menyediakan pengendalian yang memadai untuk menjaga aset-aset
organisasi, termasuk data organisasi, untuk memastikan bahwa data
tersebut saat dibutuhkan akurat dan andal.
2.1.1.3 Komponen Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi terdiri dari unsur-unsur atau komponen yang
saling berinteraksi satu dengan lainnya dan membentuk satu kesatuan dalam suatu
struktur sistem informasi untuk mencapai sasarannya. Komponen sistem
informasi akuntansi menurut Wing Wahyu Winarno (2006:2.3), sebagai berikut:
16
1. Basis data, baik basis data internal (berada dibawah kendali perusahaan
sepenuhnya) dan basis data eksternal (tidak dapat dikendalikan oleh
perusahaan.
2. Perangkat keras komputer dan berbagai perangkat pendukungnya, yang
semuanya berfungsi untuk mencatat data, mengolah data, dan menyajikan
informasi, baik secara bardcopy (tercetak) maupun softcopy (tidak
tercetak).
3. Perangkat lunak komputer, yang berfungsi untuk menjalankan komputer
beserta perangkat pendukungnya.
4. Jaringan komunikasi, baik dengan kabel, gelombang radio, maupun
sarana lain, yang berfungsi untuk menghantarkan data dan informasi dari
satu tempat ketempat lain.
5. Dokumen dan laporan (baik bersifat bardcopy maupun softcopy), yaitu
media untuk mencatat data atau menyajikan laporan.
6. Prosedur, atau kumpulan langkah-langkah baku untuk menangani suatu
peristiwa (atau transaksi) yang setiap hari terjadi di dalam perusahaan.
7. Pengendalian, yang berfungsi untuk menjamin agar setiap komponen
sistem dapat berfungsi dengan baik.
Menurut Azhar Susanto (2013:58) komponen sistem informasi dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perangkat keras (Hardware)
Perangkat lunak (Software)
Manusia (Brainware)
Prosedur (Procedure)
Basis data (Data Base)
Jaringan komunikasi (Communication Network).
Penjelasan dari keenam komponen sistem informasi akuntansi diatas dapat di
jelaskan berikut ini:
1. Hardware (Perangkat Keras)
Hardware merupakan peralatan fisik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan,
memasukan, memproses, menyimpan, dan mengeluarkan hasil pengolahan data
dalam bentuk informasi. Hardware terdiri dari beberapa bagian diantaranya:
17
a. Bagian input (Input Device)merupakan alat-alat yang dapat digunakan untuk
memasukan data ke dalam komputer. Jenis perangkat masukan komputer
adalah keyboard, mouse, joystick, scanner, kamera, touch screen.
b. Bagian pengolah utama dan memori, terdiri dari prosesor, memori, BUS,
cache memory, motherboard, driver card.
c. Bagian Output (output device) merupakan peralatan-peralatan yang
digunakan untuk mengeluarkan informasi hasil pengolahan data. Peralatan
output yang biasa digunakan yaitu printer, layar monitor, Head Mount
Display (HMD), LCD (Liquid Cristal Display Projector) dan speaker.
d. Bagian
komunikasi
adalah
peralatan
yang
digunakan
untuk
mengkomunikasikan data dari satu lokasi ke lokasi.
2.
Software (Perangkat Lunak)
Software adalah kumpulan dari program-program yang digunakan untuk
menjalankan aplikasi tertentu pada komputer, sedangkan program merupakan
kumpulan dari perintah-perintah komputer yang tersusun secara sistematis.
Software dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu perangkat lunak sistem
(system software) dan perangkat lunak aplikasi ( application software).
a. System software
Perangkat lunak sistem merupakan kumpulan dari perangkat lunak yang
digunakan untuk mengendalikan sistem komputer yang meliputi sistem
operasi (operating system), interpreter dan compiller (kompiler).
18
b. Application software
Perangkat lunak aplikasi atau sering disebut “paket aplikasi” merupakan
software jadi yang siap untuk digunakan. Software ini dibuat oleh
perusahaan perangkat lunak tertentu (Software House) baik dari dalam
maupun luar negeri yang umumnya berada di Amerika.
3.
Brainware (Manusia)
Brainware atau sumberdaya manusia (SDM) merupakan bagian terpenting dari
komponen Sistem informasi (SI) dalam dunia bisnis yang dikenal sebagai
sistem informasi akuntansi. Komponen SDM ini merupakan bagian yang tak
terpisahkan dengan komponen lainnya didalam suatu SI sebagai hasil dari
perencanaan, analisis, perancangan, dan strategi implementasi yang didasarkan
kepada komunikasi diantara sumberdaya manusia yang terlibat dalam suatu
organisasi. Beberapa kelompok SDM suatu organisasi yang terlibat dalam
beberapa aktivitas diatas secara garis besar dapat dikelompokan kedalam
pemilik dan pemakai sistem informasi.
a. Pemilik
sistem
informasi
merupakan
sponsor
terhadap
dikembangkannyasistem informasi. Pemilik sistem informasi cenderung
berfikir sangat general, tidak detail.
b. Pemakai sistem informasi merupakan orang-orang yang akan menggunakan
sistem informasi yang telah dikembangkan. Para pemakai akhir sistem
informasi tersebut menentukan:
 Masalah yang harus dipecahkan
 Kesempatan yang harus diambil
19
 Kebutuhan yang harus dipeuhi, dan
 Batasan-batasan bisnis yang harus termuat dalam sistem informasi.
Mereka juga cukup memperhatikan tayangan aplikasi di komputer baik
dalam bentuk form input maupun outputnya.
4. Prosedur
Prosedur adalah rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan cara yang sama. Prosedur penting dimiliki bagi suatu
organisasi agar segala sesuatu dapat dilakukan secara seragam. Pada akhirnya
prosedur akan menjadi pedoman bagi suatu organisasi dalam menentukan
aktivitas apa saja yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu fungsi
tertentu.
5. Database (Basis Data)
Basis data merupakan bagian dari manajemen sumber daya informasi yang
membantu perusahaan agar sumber daya informasi yang dimilikinya
mencerminkan secara akurat sistem fisik yang diwakilinya.
6 Comunication Network (Jaringan Komunikasi)
Telekomunikasi atau komunikasi data dapat didefinisikan sebagai pengguna
media elektronik atau cahaya yang memindahkan data atau informasi dari
suatu lokasi ke suatu atau beberapa lokasi lainnya yang berbeda.
2.1.1.4 Dimensi Sistem Informasi Akuntansi
Dlihat dari kualitasnya maka secara umum informasi akuntansi memiliki
empat dimesi kualitas informasi akuntansi menurut Azhar Susanto (2013:13),
yaitu:
20
1. Akurat – dapat diartikan bahwa informasi akuntansi tersebut benar-benar
mencerminkan situasi dan kondisi yang ada
2. Relevan – dapat diartikan bahwa informasi akuntansi yang dihasilkan,
benar-benar sesuai dengan kebuthan.
3. Tepat waktu – dapat diartikanbahwa informasi akuntansi tersedia pada
saat informasi tersebut diperlukan.
4. Lengkap – dapat diartikan bahwa informasi akuntansi yang dihasilkan
tersebut telah selengkap yang diinginkan dan dibutuhkan”
Dimensi tersebut dapat diperluas menjadi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Efektif
Efisiensi
Confidensial
Integritas
Ketersediaan
Kepatuhan
Kebenaran informasi
Adapun penjelasan mengenai dimensi sistem informasi akuntansi sebagai berikut:
1. Efektif – berkaitan dengan relevansi suatu informasi dalam mendukung
suatu proses bisnis, termasuk didalamnya harus disajikan dalam waktu
yang tepat, akurat,konsisten, dapat digunakan dan lengkap.
2. Efisiensi – berkaitan dengan penyajian informasi melalui penggunaan
sumber daya yang optimal (produktif dan ekonomis)
3. Confidensial – berkaitan dengan proteksi yang diberikan terhadap
informasi yang sensitif
4. Integritas – berkaitan dengan akurasi, kelengkapan informasi dan
validitasnya berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5. Ketersediaan – berkaitan dengan informasi yang selalu harus tersedia saat
diperlukan oleh pemakai
6. Kepatuhan – berkaitan dengan terhadap undang-undang, peraturan
pemerintah serta tanggung jawab terhadap pihak eksternal.
21
7. Kebenaran informasi – berkaitan dengan sistem informasi yang
menyajikan informasi yang mencerminkan keadaan sesungguhnya.
2.1.1.5 Definisi Kualitas Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi orientasinya ke informasi akuntansi yang
berkualitas maka yang diintegrasikan bukan hanya hardware saja melalui
penggunaan jaringan (network) seperti yang dilakukan pada konsep database
bersama bank data, serta kumpulan sumber daya untuk merancang data keuangan
dalam bentuk informasi.
Menurut George H. Bodnar dan Hopwod yang dialihbahasakan oleh Amir
Abdi Yusuf (2006:6) mengenai kualitas sitem informasi akuntansi adalah sebagai
berikut:
Kualitas sistem informasi akuntansi merupakan kumpulan sumber daya,
seperti manusia dan peralatan, yang dirancang untuk mengubah data
keuangan dan data lainnya yang berkualitas ke dalam informasi, yang
nantinya informasi tersebut dikomunikasikan kepada para pembuat
keputusan.
Sedangkan menurut DeLone dan McLean 1992 yang dialihbahasakan
oleh Istianingsih dan Utami (2009) adalah sebagai berikut:
Kualitas sistem informasi akuntansi berarti fokus pada performa sistem
informasi akuntansi yang terdiri dari perangakat keras, perangkat lunak,
kebijakan prosedur yang dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan
oleh pengguna yang terdiri dari kemudahan untuk digunakan (ease to use)
kemudahan untuk diakses (flexibelity), keandalan sistem (reliability).
Dalam konsep sistem akuntansi yang harus diintegrasikan adalah semua
unsur dan subunsur yang terkait dalam membentuk suatu sisten informasi
akuntansi untuk menghasilkan informasi akuntansi yang berkualitas.
22
Selanjutnya menurut Istianingsih (2009) terdapat tahap-tahap dari proses
terbentuknya kualitas sistem informasi akuntansi adalah sebagai berikut:
1. Kualitas pelayanan
2. Kualitas sistem
3. Kualitas informasi
Kualitas sistem informasi akuntansi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kualitas pelayanan
a. Tangibles (bukti langsung) yaitu fasilitas fisik, kelengkapan dan
peralatan, serta sarana komunikasi.
b. Reability
(kehandalan)
yaitu
kemampuan
perusahaan
dalam
memberikan pelayanan dengan segera, dan memberikan pelayanan
sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
c. Responsiveness (daya tanggap) yaitu sesuai kemampuan untuk
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan dengan
penyampaian informasi yang jelas.
d. Assurance (jaminan) yaitu pengentahuan yang luas, kesopanan dari
karyawan, dan untuk mendapat kepercayaan dan keyakinan.
e. Empathy (empati) yaitu suatu perusahaan diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan, yang spesifik serta memiliki waktu yang nyman bagi
pelanggan.
23
2. Kualitas sistem
a. System flexibility (kemudahan untuk diakses) yaitu untuk memberikan
kemudahan dalam menampilkan kembali data-data yang diperlukan dan
menampilkannya dalam format yang berbeda.
b. Response time (kecepatan akses) yaitu kecepatan pemrosesan, dan
waktu respon.
c. Security (keamanan) yaitu keamanan sistem dapat dilihat melalui data
pengguna yang aman disimpan oleh suatu sistem informasi.
3. Kualitas informasi
a. Content (isi) yaitu kemampuan sistem dalam menyediakan laporan
yang informatif sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja,
menghasilkan laporan yang tepat, dan menghasilkan laporan yang
sesuai dengan yang dibutuhkan.
b. Accuracy (keakuratan) yaitu kemampuan sistem informasi akuntansi
yang dihasilkan dalam kekurangan informasi.
c. Format (format) yaitu sisi tampilan sistem informasi akuntansi mudah
ketika digunakan.
d. Ease of use (kemudahan pemakai) yaitu suatu sistem informasi
akuntansi dapat dikatakan berkualitas jika sistem tersebut dirancang
untuk memberikan kemudahan dalam menggunakan sistem informasi
akuntansi tersebut.
e. Timeliness (ketepatan waktu) yaitu informasi yang dihasilkan dari
sistem informasi akuntansi memiliki ketepatan waktu.
24
2.1.1.6 Penilaian Kualitas Sistem Informasi Akuntansi
Komponen yang penting dalam menciptakan suatu sistem informasi
akuntansi yang berkualitas, mengarah kepada semua bentuk keputusan yang
membutuhkan informasi dari hasil penelitian yang telah dipertimbangkan secara
rasional dan logis serta objektif.
Menurut Tata Sutabri (2005:50) terdapat tiga strategis penilaian dalam
sistem informasi akuntansi yaitu:
1. Strategi penilaian masukan, yang bertujuan menilai perencanaan
informasi yang disusun berdasarkan kebutuhan informasi yang nyata.
2. Strategi penilaian proses, yang bertujuan menilai pelaksanaan
transformasi informasi, mulai dari pengumpulan data, pengolahan,
analisis dan penilaian, penyajian, dan penyebarluasan, dokumentasi,
dan komunikasi yang secara keseluruhan merupakan suatu proses yang
berkesinambungan.
3. Strategi penilaian sistem, yang bertujuan menilai sistem-sistem yang
dihasilkan dari sistem informasi akuntansi.
Dengan demikian, penilaian menjadi satu bagian yang penting dalam
pengolahan sistem informasi akuntansi, tidak disamakan dengan pemeberian
angka terhadap hasil kegiatan di bidang informasi. Penilaian mengandung makna
yang sangat luas dan sangat penting dalam menciptakan kualitas sistem informasi
akuntansi.
25
2.1.2
Pengendalian Internal Berbasis COSO
Pengendalian intern merupakan bagian yang sangat penting agar tujuan
perusahaan dapat tercapai. Tanpa adanya pengendalian intern, tujuan perusahaan
tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien. Semakin besar perusahaan semakin
penting pula arti dari pengendalian intern dalam perusahaan tersebut.guna
memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai pengendalian internal, maka
penulis secara beruturan akan mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan
pengendalian internal tersebut.
2.1.2.1 Definisi Pengendalian Internal Berbasis COSO
Secara umum pengendalian merupakan bagian dari masing-masing sistem
yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional perusahaan atau
organisasi tertentu. Perusahaan pada umumnya menggunakan pengendalian
internal untuk mengarahkan operasi perusahaan dan mencegah terjadinya
penyalahgunaan sistem. COSO ( The Committee of Sponsoring Organizations of
Treadway Commission) sebagai suatu inisiatif dari sektor swasta yang dibentuk
pada tahun 1985. Pada tahun 1992, COSO yang didirikan dengan tujuan utama
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penggelapan laporan
keuangan dan membuat rekomendasi untuk mengurangi kejadian tersebut telah
menerbitkan Internal Control Freamework yang didalamnya disusun definisi
umum untuk pengendalian internal, standar, dan kriteria pengendalian internal
yang dapat digunakan perusahaan menilai sistem pengendalian mereka.
Pada tanggal 14 mei 2013, COSO menerbitkan internal Control
Intergrated Framework (ICIF) sebagai revisi dai versi tahun 1992. Revisi
26
kerangka kerja pengendalian internal ini di setiap organisasi, walaupun
penyesuaian lebih lanjut diperlukan untuk menyelaraskan pengendalian internal di
seluruh dunia dan untuk membantu organisasi mengelola risiko secara lebih baik
dan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Pada edisi terbaru ini, COSO (2013:3) mendefinisikan pengendalian
internal sebagai berikut:
Internal control is a process, effected by an entity’s boar of directors,
manage-ment,and other personnel, designed to provide reasonable
assurance regarding the achievement of objectives relating to operations,
reporting, and compliance.
Memperhatikan pengertian pengendalian internal menurut COSO tersebut,
dapat dipahami bahwa pengendalian internal adalah proses, karena hal tersebut
menembus kegiatan operasional organisasi dan merupakan bagian internal dari
kegiatan manajemen dasar. Pengendalian internal hanya dapat menyediakan
keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak. Hal ini menegaskan bahwa sebaik
apapun pengendalian internal dirancang dan dioperasikan, hanya dapat
menyediakan keyakinan yang memadai, tidak dapat sepenuhnya efektif dalam
mencapa tujuan pengendalian internal meskipun telah dirancang dan disusun
sedemikian rupa dengan sebaik-baiknya. Bahkan bagaimanapun baiknya
pengendalian internal yang ideal dirancang, namun keberhasilan tergantung pada
kompetisi dan kendala dari pada pelaksanaannya yang tidak terlepas dari berbagai
keterbatasan.
Sedangkan pengendalian inter menurut The American Institute of Certified
Public Accountans (AICPA) yang dialih bahasakan oleh Wing Wahyu Winarno
(2006:11.4), yaitu:
27
Rencana organisasi dan semua ukuran dan metode terkoordinasi yang
diterapkan dalam suatu perusahaan untuk melindungi aktiva menjaga
keakurasian dan keterpercayaan data akuntansi, meningkatkan efisiensi,
dan meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan manajemen.
Menurut Azhar Susanto (2013:95) menyatakan bahwa pengendalian intern
adalah sebagai berikut:
Pengendalian intern dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan karyawan yang
dirancang untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan
organisasi akan dapat dicapai melalui efisiensi dan efektivitas operasi,
penyajian laporan keuangan yang dapat dipercaya, dan ketaatan terhadap
undang-undang dan peraturan yangberlaku.
Dari beberapa pengertian pengendalian internal tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa, pengendalian internal bukan merupakan suatu tujuan,
melainkan suatu proses untuk pencapaian tujuan, yang saling berkaitan dengan
pelaporan keuangan, ketaatan, efektivitas, dan efisiensi operasi entitas.
Pengendalian internal merupakan suatu rangkaian tindakan yang menjadi bagian
tidak
terpisahkan,
bukan
hanya
sebagai
tambahan
dari
infrastrukrur
entitas.Pengendalian internal dapat diharapkan untuk mampu memberikan
keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak bagi manajemen dan dewan
komisaris entitas. Keterbatasan yang melekat dalam dari pengorbanan dalam
pencapaian tujuan pengendalian menyebabkan pengendalian internal tidak dapat
memberikan keyakinan mutlak.
2.1.2.2 Tujuan Pengendalian Internal
COSO (2013:3) dalam framework terbarunya menyatakan mengenai tujuantujuan pengendalian internl sebagai berikut:
The Framework provides for three categories of objectived, which allow
organizations to focus on differing aspects of internal control:
28
1. Operations objectives—These pertain to effectiveness and effciency of the
entity’s operations, including operational and financial performance
goals, and safeguarding assets againt loss.
2. Reporting Objectives—These pertain to internal and external financial
and non-financial reporting and may encompass reliability, timeliness,
transparency, or other terms as set forth by regulators, recognized
standard setters, or the entity’s policies.
3. Compliance Objective—These pertain to adherence to laws and
regulations to which the entity is subject.
Berdasarkan konsep COSO, bahwa pengendalian internal ditujukan untuk
mencapai tiga kategori tujuan yang memungkinkan organisasi untuk fokus pada
aspek pengendalian internal yang berbeda, yang mencakup tujuan-tujuan operasi,
tujuan-tujuan pelaporan, dan tujuan-tujuan ketaatan.
Tujuan-tujuan operasi berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi operasi
entitas, termasuk tujuan kinerja operasional den keuangan, dan untuk menjaga
aset dari kerugian. Tujuan-tujuan pelaporan berkaitan dengan kepentingan
pelaporan keuangan baik untuk kalangan internal maupun eksternal yang
memenuhi kriteria andal, tepat waktu, transparan dan persyaratan-persyaratan lain
yang ditetapkan oleh pemerintah, pembuatan-pembuatan standar yang diakui,
ataupun kebijakan-kebijakan entitas. Sementara itu, tujuan-tujuan ketaataan
berkaitan dengan ketaatan terhadap hukum dan peraturan dengan nama entitas
merupakan subjeknya.
Tujuan-tujuan pengendalian internal dalam versi ICIF COSO tahun 2013 ini
pada dasarnya relatif sama dengan yang dikemukanan pada tahun 1992, namun
tujuan-tujuan tersebut mengalami perluasan, misalnya pada tujuan-tujuan operasi
yang tidak hanya mencakup kinerja keuangan dan pengamanan aset saja, tetapi
juga operasi perusahaan atau entitas secara keseluruhan.
29
Sebagai perbandingan, tujuan-tujuan pengendalian internal yang dirumuskan
oleh Arens, Elder,dan Beasley dalam Hermawan (2008:370) tujuan pengendalian
internal yaitu sebagai berikut:
1. Realibilitas pelaporan keuangan.
2. Efisiensi dan efektifitas operasi.
3. Ketaatan pada hukum dan peraturan.
Bedasarkan pendapat diatas menjelaskan bahwa tujuan pengendalian internal
yang mencakup 3(tiga) hal pokok yang dapat diururaikan sebagai berikut:
1. Tujuan-tujuan operasi yang berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi
operasi,
bahwa
pengendalian
internal
dimaksudkan
untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari semua operasi perusahaan
sehingga dapat mengendalikan biaya yang bertujuan untuk mencapai
tujuan organisasi.
2.
Tujuan-tujuan pelaporan, bahwa pengendalian internal dimaksudkan
untuk meningkatkan keandalan data serta catan-catatan akuntansi
dalam bentuk laporan keuangan dan laporan manajemen sehingga
tidak menyesatkan pemakai laporan tersebut dan dapat diuji
kebenarannya.
3. Tujuan-tujuan ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,
bahwa pengendalian internal dimaksudkan untuk meningkatkan
ketaatan entitas terhdap hukum-hukum dan peraturam yang telah
ditetapkan pemerintah, pembuat aturuan terkat, maupun kebikankebijakan entitas itu sendiri.
30
Ketiga tujuan pengendalian internal tersebut merupakan hasil (output) dari
suatu pengendalian intenal yang baik, yang dapat dicapai dengan memperhatikan
unsur-unsur pengendalian internal yang merupakan proses untuk menghasilkan
pengendalian yang baik. Oleh karena itu, agar tujuan pengendalian intern tercapai,
maka perusahaan harus mempertimbangkan unsur-unsur pengendalian internal.
2.1.2.3 Unsur-Unsur Pengendalian Internal
Menurut COSO (2013:4) dalam Internal Control-Intergrated Framework
(ICIF) komponen pengendalian intern sebagai berikut :
Internal control consists of five integrated components:
1.
2.
3.
4.
5.
Control Environmet
Risk Assesment
Control Activities
Information and Communication
Monitoring Activites.
Adapun hubungan di antara kelima tujuan dan komponen-komponen
pengendalian internal tersebut digambarkan oleh COSO (2013:5) dalam bentuk
kubus sebagai berikut:
31
Gambar 2.1 Relationship of Objectives and Components of Internal
Control
Sumber: COSO(2013:5)
Berdasarkan gambar tersebut menjelaskan bahwa ada suatu hubungan
langsung antara tujuan-tujuan sebagai apa yang hendak dicapai entitas dengan
komponen-komponen pengendalian internal yang mewakili apa yang diperlukan
untuk mencapai tujuan-tujuan itu, serta struktur organisasi entitas pada setiap
tingkatan (divisi, unit operasi, fungsi, dan lainnya). Ketiga kategori tujuan tersebut
(operasi, pelaporan, dan ketaatan) diwakili oleh kolom, kemudian kelima
komponen pengendalian internal diwakili oleh baris, sedangkan struktur
organisasi enitas direpsentasikan oleh ketiga dimensinya.Agar lebih jelas, berikut
ini akan dijelaskan kelima komponen pengendalian internal tersebut:
1.
Lingkungan pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu
organisasi
dan
mempengaruhi
kesadaran
personal
organisasi
tentang
32
pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua
komponen pengendalian intern yang membentuk displin dan struktur.
COSO (2013:4) menjelaskan mengenai komponen lingkungan pengendalian
(Control Environment) sebagai berikut:
The control environment is the set of standards, processes, and structures that
provide the basis for carrying out internal across the organization. The board
of direcetors and senior management establish the tone at the top regarding
the imporatance of internal control including expected standards of conduct.
Management reinforces expectations at the various levels of the organization.
The control environment comprises the integrity and ethical values of the
organization: the parameters enabling the board of directors to carry out its
governance oversight responsibility; the process for attracting, developing,
and retaining competent individuals; and the rigor around performance
measures, incentives, and rewards to drive accountability for permonce. The
resulting control environment has a pervasive impact on the overall syatem of
internal control.
Berdasarkan rumusan COSO di atas, bahwa lingkungan pengendalian
didefinisikan sebagi seperangkat standar, proses, dan struktur yang memberikan
dasar untuk melaksanakan pengendalian internal di seluruh organisasi.
Lingkungan pengendalian terdiri dari:
1. Integritas dan nilai etika organisasi;
2. Parameter-parameter pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi dalam
mengelola organisasinya;
3. Struktur organisasi, tugas, wewenang dan tanggung jawab;
4. Proses untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan individu
yang kompeten; dan
5. Ketegasan mengenai tolak ukur kinerja, insetif, dan penghargaan untuk
mendorong akuntabilitas kinerja.
33
Lingkungan pengendalian yang dihasilakan memiliki dampak yang luas pada
sistem secara keseluruhan pengendalian internal. Selanjutnya, COSO (2013:7)
menyatakan, bahwa terdapat 5(lima) prinsip yang harus ditegakkan atau
dijalankan dalam organisasi untuk mendukung lingkungan pengendalian, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
The organization1demonstrates a commitment to integrity and ethical
values.
The boards of directors demonstrates independence from management and
of exercises oversight the development and performance of internal
control.
Management establishes, with board oversight, structures, reporting lines,
and appropriate authorites and responsibilites in the pursuit of objectives.
The organization demonstrates a commitment toattract, develop, an retain
competent individuals in alignment with objectives.
The organization holds individuals accountable for their internal control
responsibilities in the pursuit of objectives.
Memperhatikan rumusan COSO di atas, maka lingkungan pengendalian dapat
terwujud dengan baik apabila diterapkan 5(lima) prinsip dalam pelaksanaan
pengendalian internal, yaitu :
1. Organisasi yang terdiri dari dewan direksi, manajemen, dan personil
lainnya menunjukan komitmen terhadap integritas dan nilai-nilai etika.
2. Dewan direksi menunjukan independensi dari manajemen dan dalam
mengawasi pengembangan dan kinerja pengendalian internal.
3. Manajemen dengan pengawasan dewan direksi menetapkan struktur, jalurjalur pelaporan, wewenang-wewenang dan tanggung jawab dalam
mangejar tujuan.
1
For purpose of the Framework, the term “organization” is used to collectively capture
the board, management, and other personnel, as reflected in the definition of internal
control.
34
4. Organisasi menunjukan komitmen untuk menarik, mengembangkan dan
mempertahankan individu yang kompeten sejalan dengan tujuan.
5. Organisasi meyakinkan individu bertanggung jawab atas tugas dan
tanggung jawab pengendalian internal mereka dalam mangejar tujuan.
Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu
entitas organisasi menurut Arens dan Loebbecke sebagaimana diterjemahkan oleh
Jusuf (2003:261-263) terdiri dari tujuh faktor sebagai berikut:
1. Integritas dan nilai-nilai etika adalah produk dari standar etika dan perilaku
entitas dan bagaimana standar tersebut dikomunikasikan dan dijalankan
dalam praktek. Ini meliputi tindakan manajemen untuk menghilangkan
atau mengurangi intensif dan godaan yang menyebabkan pegawai
bertindak tidak jujur, melanggar hukum atau tidak etis.
2. Komitmen terhadap kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas, meliputi: pertimbangan
manajemen terhadap tingkat kompetensi dari pekerjaan tertentu dan
bagaimana tingkatan tersebut berubah menjadi keterampilan dan
pengetahuan yang diisyaratkan.
3. Falsafah manajemen dan gaya operasi merupakan sifat dari suatu
manajemen, apakah bersifat pengambilan risiko atau penghindar risiko,
yang membuat auditor dapat merasakan sikap mereka terhadap
pengendalian.
4. Struktur organisasi suatu satuan usaha membatasi garis tanggungjawab dan
wewenang yang ada. Ini biasanya juga menghubungkan garis arus
komunikasi.
5. Dewan komisaris dan komite audit yang efektif adalah yang independen
dari manajemen dan anggota-anggota aktif dan menilai aktivitas
manajemen.
6. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, merupakan suatu metode
komunikasi formal yang mungkin mencakup cara-cara seperti memo dari
manajemen tentang pentingnya pengendalian dan masalah yang berkaitan
dengan pengendalian, organisasi formal dan rencana operasi, deskripsi
tugas pegawai, dan dokumen kebijakan yang menggambarkan perilaku
pegawai seperti perbedaan kepentingan dan kode etik perilaku formal.
7. Kebijakan dan prosedur kepegawaian yang menyangkut sistem
pengelolaan kepegawaian untuk menciptakan pegawai yang memiliki
kompetensi dan dapat dipercaya dalam menyediakan pengendalian yang
efektif, metode bagaimana mereka direkrut, dievaluasi dan digaji.
35
2.
Penilain Risiko (Risk Assessment)
COSO (2013:4) menjelaskan mengenai komponen penilaian risiko (risk
assesment) sebagai berikut:
Risk is defined as the possibility that event will occur and adversely affect the
achievement of objectives. Risk assesment involves a dynamic and iterative
process for identifying and assessing risk to the achievement of objectives,
risks to the achievement of these objectives from acrouss the entity are
considered relative to established risk tolerances. Thus, risk assessment from
the basis for determining how risks will be managed. A precondition to risk
assessment is the establishment of objectives, linked at different levels of the
entity. Management specifies objectives within categories relating to
operations, reporting, and compliance with sufficient clarity to be able to
identify and analyze risks to those objectives. Management also considers the
suitability of the objectives for the entity. Risk assessment also requires
management to consider the impact of possible changes in the external
environment and within its own business model that may render internal
control ineffective.
Berdasrkan rumusan COSO , bahwa penilaian risiko melibatkan proses yang
dinamis dan interaktif untuk mengindetifikasi dan menilai risiko terhadap
pencapaia tujuan. Risiko itu sendiri dipahami sebagai suatu kemungkinan bahwa
suatu peristiwa akan terjadi dan mempengaruhi pencapaian tujuan entitas, dan
risiko terhadap pencapaian seluruh tujuan dari entitas di anggap relatif terhadap
toleransi risko yang ditetepkan. Oleh karena itu, penilaian resiko harus dikelola
oleh organisasi.
Arens dan Randal yang diterjemahkan oleh Hermawan (2008:379)
menyatakan bahwa penilaian risko adalah tindakan yang dilakukan manajemen
untuk mengindentifikasi dan menganalisis risiko-risiko yang relevan dengan
penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan GAAP.
Selanjutnya, COSO (2013:7) menjelaskan mengenai prinsip-prinsip yang
mendukung penilaian risiko sebagai berikut:
36
1. The organization specifies objectives with sufficient clarity to enable
the identification and assessment of risk relating to objectives.
2. The organization identifies risk to the achievement of its objectives
across the entity and analyzes risk as a basis for determining how the
risks should be managed.
3. The organization considers the potential for fraud in assessing risks to
the achievement of objectives.
4. The organization identifies and assesses changesthat could
significantly impact the system of internal control.
Berdasarkan rumusan COSO diatas,bahwa ada 4 (empat) prinsip yang
mendukung penilaian resiko dalam organisasi yaitu:
1. Organisasi menentukan tujuan dengan kejelasan yang cukup untuk
memungkinkan identifikasi dan penilaian risiko yang berkaitan dengan
tujuan.
2. Organisasi mengidentifikasi risiko terhadap pencapaian tujuan di seluruh
entitas dan analisis risiko sebagai dasar untuk menentukan bagaimana
risiko harus dikelola
3. Organisasi mempertimbangkan potensi penipuan dalam menilai risiko
terhadap pencapaian tujuan.
4. Organisasi mengindetifikasi dan menilai peubahan yang signifikan dapat
mempengaruhi sistem pengendalian internal.
Selanjutnya, Amin Widjaja (2013:18)menyebutkan bahwa penilaian risiko
manajemen harus mencakup pertimbangan khusus terhadap risiko yang dapat
timbul dari perubahan keadaan, seperti:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perubahan dalam lingkungan operasi.
Personil yang baru.
Sistem informasi yang baru atau berubah.
Pertumbuhan yang cepat.
Teknologi baru.
Lini,produk, atau aktivitas yang baru.
37
7. Restrukturisasi korporat.
8. Operasi luar negeri.
9. Pengumuman/pernyataan akuntansi.
Mengadopsi prinsip-prinsip akuntansi yang baru atau prinsip-prinsip
akuntansi yang berubah dapat mempengaruhi risiko yang tersangkut dalam
penyiapan laporan keuangan.
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
COSO (2013:5) menjelaskan mengenai aktivitas pengendalian (control
activities) sebagai berikut :
Control activities are the actions established through policies and procedures
that help ensure that management’s directives to mitigate risks to the
achievement of objectives are carried out. Control activities are performed at
all levels of the entity, at various stages within business processes, and over
the technology environment. They may be preventive or detective in nature
and may encompass a range of manual and automated activities such as
authorizations and approvals, verifications, reconciliations, and business
performance reviews. Segregation of duties is typically built into the selection
and development of control activities. Where segregation of duties is not
practical, management selects and develops alternative control activities.
Berdasarkan rumusan COSO, bahwa aktivitas pengendalian adalah tindakantindakan yang ditetapkan melalui kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen untuk mengurangi risiko
terhadap pencapaian tujuan dilakukan. Aktivitas pengendalian dilakukan pada
semua tingkat entitas, pada berbagai tahap dalam proses bisnis, dan atas
lingkungan teknologi.
Arens, Elder, dan Beasley yang dialih bahasakan oleh Hermawan (2008:380)
menyebutkan sebagai berikut:
38
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur, selain yang sudah
termasuk dalam empat komponen lainnya,yang membantu memastikan
bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil untuk menangani risiko guna
mencapai tujuan entitas.
Aktivitas pengendalian memiliki berbagai macam tujuan dan diterapkan
dalam berbagai tindakan dan fungsi organisasi. Aktivitas pengendalian meliputi
kegiatan yang berbeda seperti otoritas, verifikasi, rekonsilasi, analisis, presentasi
kerja, menjaga keamanan harta perusahaan dan pemisahan fungsi. COSO (2013:7)
menegaskan mengenai prinsip-prinsip dalam organisasi yang mendukung aktivitas
pengendalian, yaitu sebagai berikut:
1. The organization selects and develops control activities that contribute to
the mitigation of risks to the achievement of objectives to acceptable
levels.
2. The organization selects and develops general control activities over
technology to support the achievement of objectives.
3. The organization deploys control activities through policies that establish
what is expected and procedures that put policies into action.
Berdasarkan rumusan COSO di atas, bahwa ada 3(tiga) prinsip yang
mendukung aktivitas pengendalian dalam organisasi yaitu:
1. Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian yang
berkontribusi terhadap mitigasi risiko pencapaian sasaran pada tingkat
yang dapat diterima.
2. Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian umum
atas teknologi untuk mendukung tercapainya tujuan.
3. Organisasi menyebarkan aktivitas pengendalian melalui kebijakankebijakan yang menetapkan apa yang diharapkan, dan prosedur-prosedur
yang menempatkan kebijakan-kebijakan ke dalam tindakan.
39
Menurut Azhar Susanto (2013:99) jenis pengendalian aktivitas diantaranya
yaitu:
1.
2.
3.
4.
Prosedur otorisasi
Mengamankan aset dan catatannya
Pemisahan fungsi
Catatan dan dokumentasi yang memadai.
Jenis pengendalian aktivitas diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Prosedur otorisasi
Prosedur ini dibuat untuk memberikan otorisasi (kewenangan) kepada
karyawan untuk melakukan aktivitas tertentu dalam suatu transaksi.Prosedur
otorasi sangat tergantung kepada otorisasi apa yang akan dilakukan. Ada
dua macam otorisasi yang diberikan oleh manajemen, yaitu:
 Otorisasi umum, berkaitan dengan transaksi secara keseluruhan.
Otorisasi umum menggambarkan kondisi dimana karyawan mengawali,
mencatat, memproses satu jenis transaksi. Ketika kondisi tertentu
terpenuhi karyawan diberi otorisasi (wewenang) untuk melakukan
transaksi tanpa terlebih dahulu harus berkonsultasi.
 Otorisasi khusus, diterapkan hanya kepada jenis transaksi tertentu.
Manajemen umumnya memerlukan otorisasi khusus untuk transaksi
yang jumlahnya besar atau transaksi yang berpotensi menimbulkan
penyelewengan. Sebelum karyawan mengawali transaksi tertentu yang
telah ditentukan, karyawan harus berkonsultasi dulu kepada manajemen
untuk memperoleh persetujuan melakukan transaksi.
40
2.
Mengamankan aset dan catatannya
Pengamanan aset dan catatannya ini meliputi keamanan fisik dan kepastian
tanggung jawab.
 Keamanan fisik
Menerapkan prosedur tertentu untuk memberikan keamanan secara fisik
pada persediaan, uang tunai, tanah, gedung-gedung, peralatan, dan
catatan yang berkaitan dengan aset.
 Kepastian tanggung jawab
Manajemen memberi tanggung jawab untuk melindungi aset dan data
tertentu kepada karyawan. Jika terjadi suatu penyimpangan manajemen
akan meminta karyawan tersebut untuk bertanggung jawab.
3.
Pemisahan fungsi
Manajemen
dalam
memberikan
wewenang
dan
tanggung
jawab
kepadakaryawan harus menunjukkan adanya pemisahan yang jelas antara
wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada seseorang dan
kepada orang lain. Pemisahan ini akan mengurangi kesempatan kepada
karyawan untuk melakukan hal-hal yang merugikan perusahaan selama
melaksanakan tugasnya. Tugas yang diberikan kepada karyawan dalam
bentuk otorisasi melakukan transaksi, mencatat transaksi, dan memelihara
posisi asset.
41
4.
Catatan dan dokumentasi yang memadai
Manajemen harus mengharuskan penggunaan dokumen dan catatan
akuntansi untuk menjamin setiap peristiwa atau transaksi akuntansi yang
terjadi telah dicatat dengan tepat.
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
COSO (2013:5) menjelaskan mengenai komponen informasi dan komunikasi
(Information and Communication) dalam pengendalian internal sebagai berikut:
Information is necessary for the entity to carry out internal control
responsibilities to support the achievement of its objectives. Management
obtains or generates and uses relevant and quality information from both
internal and external sources to support the functioning of other components
of internal control. Communication is the countinual, interative process of
providing, sharing, and obtainingnecessary information. Internal
communication is the means by which information is disseminated throughout
the organization, flowing up, down, and across the entity. It enables
personnel to receive a clear message from senior management that control
responsibilities must be taken seriously. External communication is twofold:
it enables inbound communication of relevant external information, and it
provides information to external parties in response to requirements and
expectations.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh COSO di atas, bahwa informasi sangat
penting bagi setiap entitas untuk melaksanakan tangung jawab pengendalian
internal
guna
mendukung pencapaian tujuan-tujuannya. Informasi
yang
diperlukan manajemen adalah informasi yang relevan dan berkualitas baik yang
berasal dari sumber internal maupun eksternal dan informasi digunakan untuk
mendukung fungsi komponen-komponen lain dari pengendalian internal.
Informasi diperoleh ataupun dihasilkan melalui proses komunikasi antar pihak
internal maupun eksternal yang dilakukan secara terus-menerus, berulang, dan
42
berbagi. Kebanyakan organisasi membangun suatu sistem informasi untuk
memenuhi kebutuhan informasi yang andal, relevan, dan tepat waktu.
COSO (2013:7) selanjutnya menegaskan mengenai prinsip-prinsip dalam
organisasi yang mendukung komponen informasi dan komunikasi yaitu sebagai
berikut:
1. The organization obtains or generates and uses relevant, quality
information to support the functioning of internal control.
2. The organization internally communicates information, including
objectives and responsibilities for internal control, necessary to support
the functioning of internal control.
3. The organization communicates with external parties regarding matters
affecting the functioning of internal control.
Berdasarkan rumusan COSO di atas, bahwa ada 3(tiga) prinsip yang
mendukung komponen informasi dan komunikasi dalam pengendalian internal,
yaitu:
1. Organisasi memperoleh atau menghasilkan dan menggunakan informasi
yang berkualitas dan yang relevan untukmendukung fungsi pengendalian
internal.
2. Organisasi secara internal mengkomunikasikan informasi, termasuk tujuan
dan tanggung jawab untuk pengendalian internal dalam rangka mendukung
fungsi pengendalian internal.
3. Organisasi berkomunikasi dengan pihak eksternal mengenai hal-hal yang
mempengaruhi fungsi pengendalian internal.
Khusus berkenaan dengan informasi akuntansi, menurut arens dan loebbecke
yang diadaptasi oleh jususf (2003:127), indikator-indikator dari informasi dan
komunikasi terdiri dari:
43
1. Eksistensi, yang menunjukan apakah angka-angka yang dimasukan dalam
laporan keuangan memang seharusnya dimasukkan.
2. Kelengkapan, merupakan angka-angka transaksi yang seharusnya
dimasukkan dann diikut sertakan secara lengkap serta mempertimbangkan
materialitas dan biaya.
3. Akurasi, yakni mengacu kepada jumlah yang dimasukkan dengan jumlah
yang benar.
4. Klasifikasi, bahwa transaksi yang dicantumkan dalam jurna telah
diklasifikasikan dengan tepat.
5. Tepat waktu, dimana pencatatan transaksi dicatat pada tanggal yang tepat.
6. Posting, pengikhtisaran, di mana transaksi yang tercatat secara tepat
dimasukkan dalam berkas induk dan diikhtisarkan dengan benar.
5.Aktivitas Pemantauan (Monitoring Activities)
COSO (2013:5) menjelaskan mengenai aktivitas pemanatauan (monitoring
activities) dalam pengendalian internal sebagai berikut:
Ongoing evaluations, separate evaluations, or same combination of the two
are used to ascertain whether each of the five components of internal control,
including controls to effect the principles within each components, is present
and fuctioning. Ongoing evaluations, built into business processes at different
levels of the entity, provide timely information. Separate evaluations,
conducted periodically, will vary in scope and fre- quency depending on
assessment of risks, effectiveness of ongoing evaluations, and other
management considerations. Findings are evaluated against criteria
established by regulators, recognized standars-setting bodies or
management and the board of directoras as appropriate.
Memperhatikan rumusan yang dikemukakan oleh COSO di atas, bahwa
aktivitas pemantauan merupakan kegiatan evaluasi dengan beberapa bentuk
apakah yang sifatnya berkelanjutan, terpisah ataupun kombinasi keduanya yang
digunakan untuk memastikan apakah masing-masing
dari lima komponen
pengendalian internal mempengaruhi prinsip-prinsip dalam setiap komponen, ada
dan berfungsi. Evaluasi terpisah dilakukan secara periodik, akan bervariasi dalam
lingkup dan frekuensi tergantung pada penilaian risiko, efektivitas evaluasi yang
sedang berlangsung, dan pertimbangan manajemen lainnya. Temuan-temuan
44
dievaluasi terhadap kriteria yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan, lembagalembaga pembuat standar yang diakui atau manajemen dan dewan direksi, dan
kekurangan-kekurangan yang dikomunikasikan kepada manajemen dan dewan
direksi.
Kegiatan pemantauan meliputi proses penilaian kualitas kinerja pengendalian
intern sepanjang waktu, dan memastikan apakah semuanya dijalankan seperti
yang diinginkan serta apakah telah disesuaikan dengan perubahan keadaan.
Pemantauan seharusnya dilaksanakan oleh personal yang semestinya melakukan
pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian
pada waktu yang tepat, guna menentukan apakah pengendalian intern beroperasi
sebagaimana yang diharapkan dan untuk menentukan apakah pengendalian intern
tersebut telah disesuaikan dengan perubahan keadaan yang selalu dinamis.
Menurut Arens dan Loebbecke sebagaimana diadaptasi oleh jusuf (2003:54)
menyebutkan bahwa, aktivitas pemantauan berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut :
1. Frekuensi penilaian aktivitas, merupakan tingkat keseringan dari
kegiatan penilaian aktivitas.
2. Fungsi internal audit, yakni efektif atau tidaknya fungsi dari internal
audit yang ditandai dengan adanya dukungan kompetensi, integritas dan
objektivitas.
3. Saran dari akuntan, dimana tanggung jawab untuk menentukan
kebijakan akuntansi yang sehat dan terlaksananya struktur pengendalian
intern dengan baik serta tersajinya laporan keuangan yang wajar terletak
pada manajemen bukunnya auditor. Namun demikian, auditor
berkewajiban memberikan saran-sarannya.
4. Rekonsilasi laporan, merupakan rekonsiliasi secara periodik antara fisik
aktiva dengan catatan-catatan atau perkiraan-perkiraan buku besar.
5. Stock opname, merupakan pemeriksaan secata tiba-tiba dengan maksud
untuk melindungi atau mengamankan aktiva dan catatan.
45
6. Rancangan struktur pengendalian intern , merupakan penelaahan yang
hati-hati dan berkesinambungan atas keempat prosedur yang lain, yaitu:
pemisahan tugas yang cukuo otorisasi yang pantas atas transaksi dan
aktivitas, dokumen dan catatan yang memadai, serta pengendalian fisik
atas aktiva dan catatan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pemantauan dilakukan untuk
memberikan keyakinan apakah pengendalian intern telah dilakukan secara
memeadai atau tidak. Dari hasil pemantauan tersebut dapat ditemukan kelemahan
dan kekurangan pengendalian sehingga dapat diusulkan pengendalian yang lebik
baik lagi.
2.1.2.4 Keterbatasan Pegendalian Internal
Pelaksanaan struktur pengendalian intern yang efisien dan efektif haruslah
mencerminkan keadaan yang ideal. Namun dalam kenyataannya hal ini sulit untuk
dicapai, karena dalam pelaksanaannya struktur pengendalian intern mempunyai
keterbatasan-keterbatasan.
COSO
(2013:9)
menjelaskan
mengenai
keterbatasan-keterbatasan
pengendalian internal sebagaimana yang dirumuskan dalam Internal Control
Integrated Framework sebagai berikut:
The Framework recognizes that while internal control provides reasonable
assurance of achieving the entity’s objectivws, limitations do exist. Internal
control cannot prevent bad judgment or decisions, or external events that can
cause an organization to fail to achieve its operational goals. In other words,
even an effective system of internal control can experience a failure.
Limitations may result from the:
1. Suitability of objectives established as a precondition to internal control.
2. Reality that human judgment in decision making can be faulty and subject
to bias.
3. Breakdowns that can occur because of human failures such as simple
errors.
4. Ability of management to override internal control.
5. Ability of management, other personnel, and/or third parties to circumvet
controls thourgh collusion
46
6. External events beyond the organization’s control.
Berdasarkan uraian COSO, bahwa pengendalian internal tidak bisa mencegah
penilaian buruk atau keputusan, atau kejadian eksternal yang dapat menyebabkan
sebuah organisasi gagal untuk mencapai tujuan operasionalnya. Dengan kata lain,
bahkan sistem pengendalian intern yang efektif dapat mengalami kegagalan.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa keterbatasan-keterbataan yang ada mungkin
terjadi sebagai hasil dari penetapan tujuan-tujuan yang menjadi prasyarat untuk
pengendalian internal tidak tepat, penilaian manusia dalam pengambilan
keputusan yang dapat salah dan bias, faktor kesalahan/kegagalan manusia sebagai
pelaksana, kemampuan manajemen untuk mengesampingkan pengendalaian
internal, kemampuan manajemen, personel lainnya, ataupun pihak ketiga untuk
menghindari kolusi, dan juga peristiwa-peristiwa eksternal yang berada di luar
kendali organisasi.
Keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian intern
sebagaimana dikemukakan oleh Amin Widjaja (2013:26) yaitu:
1. Manajemen mengesampingkan pengendalianintern, pengendalian
suatu entitas mungkin dikesampingkan oleh manajemen.
2. Kesalahan yang tidak disengaja oleh personil, sistem pengendalian
intern hanya efektif apabila personil yang menerapkan dan melaksanakan
pengendalian jga efektif.
3. Kolusi, efektivitas pemisahan fungsi terletak pada pelaksanaan individual
sendiri atas tugas-tugas yang diberikan kepada mereka atau pelaksanaan
pekerjaan seseorang diperiksa oleh orang lan. Sering terdapat suatu resiko
bahwa kolusi antara individual akan merusak efektivitas pemisahaan
tugas.
Selanjutnya menurut Azhar Susanto (2013:110), ada beberapa keterbatasan
dari pengendalian internal, yaitu:
47
1. Kesalahaan (Error),kesalahan muncul ketika karyawan melakukan
pertimbangan yang salah atau perhatianya selama bekerja terpecah.
2. Kolusi (collusion), kolusi terjadi dua atau lebih karyawan berkonspirasi
untuk melakukan pencurian (korupsi)ditempat mereka bekerja.
3. Penyimpangan manajemen, karena manajer suatu organisasi memiliki
lebih banyak otoritas dibandingkan karyawan biasa, proses pengendalian
efektif pada tingkat manajemen bawah dan tidak efektif pada tingkat atas.
4. Manfaat dan biaya, berhubungan dengan konsep jaminan yang
meyakinkan atau masuk akal mengandung arti bahwa biaya pengendalian
intern tidak melebihi manfaat yang dihasilkan. Pengendalian yang masuk
akal adalah pengendalian yang memberikan manfaat lebih tinggi dari
biaya yang dikeluarkannya untuk melakukan pengendalian tersebut.
Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa adanya keterbatasan-keterbatasan
tersebut dapat menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan sistem pengendalian
yang direncakan. Namun demikian, dalam penerapan sistem pengendalian internal
diharapkan semua kemungkinan akan terjadinya kesalahan atau penyelewengan
dapat dikurangi atau dicegah dan apabila terjadi, maka dengan segera diketahui
penyebabnya dan segera pula di atasi.
Berdasrkan uraian diatas jelas bahwa pengendalian intern memiliki
keterbatasan yang dapat menghabat tercapainya pengendalian. Oleh karena itu
pengendalian internal terutama bukanlah untuk mencari kesalahan yang ada,
melaikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan dan kesalahan
sehingga dapat diketahui dan diatasai dengan cepat.
2.1.3
Kecurangan
2.1.3.1 Definisi Kecurangan
Pada kenyataanya kecurangan (fraud) hampir terdapat di setiap lini pada
organisasi, mulai dari jajaran manajemen samapai kepada jajaran pelaksana
bahkan bisa sampai ke pesuruh (office boy). Kecurangan dapat dilakukan oleh
siapa saja, bahkan oleh pegawai yang tampaknya terlihat jujur sekalipun.
48
Pengertian fraud menurut Standar the Institute of Intrnal Auditor 2013
dalam Diaz (2013:4), sebagai berikut:
Any illegal act characterized by deceit, concealment, or violation of trust.
These acts are not dependent upon the threat of violence or physical force.
Frauds are perpetrated by parties and organizations to obtain : money,
property, or services; to avoid payment or loss of services; or to secure
personal or business advantage.
Yang dapat diartikan sebagai segala perbuatan yang dicirikan dengan
pengelabuan atau pelanggaran kepercayaan untuk mendapatkan uang, aset, jasa
atau
mencegah
pembayaran
atau
kerugian
atau
untuk
menjamin
keuntungan/manfaat pribadi dan bisnis. Perbuatan ini tidak tergantung pada
ancaman kekerasaan oleh pelaku terhadap orang lain.
Pengertian kecurangan menurut Amin Widjaja (2009:1) adalah sebagai
berikut:
“Penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberikan manfaat keuangan
pada si penipu.”
Sedangkan fraud menurut Alvin Arens (2008:430) kecurangan klasik
McKesson-Robbins mengilustrasikan bahwa kecurangan:
Kecurangan laporan keuangan bukanlah hal yang baru. Sebagai buntut dari
skandal itu profesi auditing menanggapi dengan menetapkan standar-standar
formal yang pertama untuk prosedur audit. Standar-standar tersebut
mengharuskan dilakukannya konfirmasi piutang dan observasi atas
persediaan fisik, yang sekarang merupakan prosedur standar, ditambah
pedoman mengenai tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan.
Menurut Sawyer’s yang diterjemahkan oleh Ali Akbar (2006:554)
menjelaskan bahwa kecuragan adalah, sebagai berikut:
“Fraud adalah suatu tindakan pelanggaran hukum yang dicirikan dengan
penipuan, menyembunyikan, atau melanggar kepercayaan”.
49
Secara garis besar maka fraud dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan
yang disengaja dengan melakukan penipuan, penggelapan, ataupun pelanggaran
kepercayaan, membuat pernyataan yang salah dengan tujuan untuk mendapatkan
keuntungan keuangan lainnya atau meniadakan suatu kewajiban.
2.1.3.2 Unsur-Unsur Kecurangan
Unsur-unsur pembentuk fraud haruslah lebih dipahami terlebih dahulu
unsur-unsur seperti ini harus ada di dalam fraud sebab jika tidak ada, maka kasus
fraud tidak lah bisa dibilang sebagai kasus fraud melainkan baru memasuski tahap
error, negligence (kelalaian), pelanggaran etika, atau pelanggaran komitmen
pelayanan. Jika tidak terdapat unsur-unsur dari kecurangaan, maka di anggap
kecurangaan tidak terjadi. Adapun unsur-unsur fraud menurut Diaz Priantara
(2013:6) sebagai berikut:
1. Terdapat pernyataan yang dibuat salah atau menyesatkan
(misrepresentation) yang dapat berupa suatu laporan, data atau informasi,
ataupun bukti transaksi.
2. Bukan hanya pembuat pernyataan yang salah, tetapi fraud adalah
perbuataan melanggar peraturan, standar, ketentuan dan dalam situasi
tertentu melanggar hukum.
3. Terdapat penyalahgunaan aset atau pemanfaatan kedudukan, pekerjaan,
dan jabatan untuk kepentingan dan keuntungan pribadinya.
4. Meliputi masa lampau atau sekarang karena perhitungan kerugian yang
diderita korban umumnya dihubungkan dengan perbuatan yang sudah dan
sedang terjadi.
5. Didukung fakta bersifat material ( material fact), artinya mesti didukung
oleh bukti objektif dan sesuai dengan hukum.
6. Kesengajaan perbuataan atau ceroboh yang disengaja (make-knowingly or
recklessly), apabila kesengajaan itu dilakukan terhadap suatu data atau
informasi atau laporan atau bukti transaksi, hal itu dengan maksud (intet )
untuk menyebabkan suatu pihak beraksi atau terpengaruh atau salah atau
tertipu dalam membaca dan memahami data.
7. Pihak yang dirugikan mengandalkan dan tertipu oleh pernyataan yang
dibuat salah (misrepresentation) yang merugikan (detriment). Artinya ada
pihak yang menderita kerugian, dan sebaliknya ada pihak yang mendapat
50
manfaat atau keuntungan secara tidak sah baik dalam bentuk uang atau
harta maupun keuntungan ekonomis lainnya.
Sedangkan menurut Jack Bologna, Robert J. Lindquist dan Josep T. Wells
yang dikutip oleh Amin Widjaja (2005:25) kecurangan memiliki beberapa unsur
diantaranya:
1. Tersembunyi.
2. Penyimpangan dari kewajiban pelakunya dengan mengorbankan
organisasi.
3. Dilakukan dengan tujuan baik langsung maupun tidak langsung demi
keuntungan secara financial.
4. Menjadikan kerugian bagi asset, pendapatan maupun cadangan bagi
organisasi. Dimana kecurangan memiliki bentuk yang disebut segitiga
kecurangan atau sering disebutthe fraud triangle diantaranya:
a. Perceived Pressure
Situasi dimana seseorang menyakini bahwa mereka melakukan
kecurangan karena kebutuhan, merasa perlu untuk melakukan kecurangan.
b. Perceived Opportunity
Situasi dimana seseorang menyakini bahwa adanya kesempatan atau
kondisi yang menjanjikan keuntungan jika melakukan kecurangan dan
tidak terdeteksi.
c. Rationalization
Suatu bentuk pemikiran yang menjadikan seseorang akan melakukan
kecurangan merasa bahwa sikap curang tersebut dapat diterima.
Sawyer’s yang diterjemahkan oleh Ali Akbar (2006:340) menjelaskan
bahwa unsur-unsur kecurangan legal, ataupun penipuan seperti yang dikenal
menurut hukum secara umum adalah:
1. Representasi yang salah atas fakta yang material, ataupun opini dalam
beberapa kasus tertentu
2. Dibuat dengan pengetahuan akan kepalsuannya atau tanpa memiliki
cukup pengetahuan atas subjek untuk dapat memberikan sebuah
representasi (sering dikenal sebagai scienter)
3. Seseorang yang bertindak atas representasi tersebut
4. Sehingga menimbulkan kerugian baginya.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fraud terjadi
apabila memenuhi syarat-syarat terjadinya fraud. Artinya fraud tidak akan terjadi
51
apabila tidak adanya unsur-unsur yang mendukungnyayaitu suatu representasi
yang salah atas fakta material yang dilakukan dengan sengaja atas dasar
pengetahuan sehingga menyebabkan orang lain mengalami kerugian material
yang sangat besar. Suatukejadian fraud harus mencakup salah pernyataan dari
suatu fakta yang bersifat material, yang mana kejadian tersebut adalah kejadian
yang disengaja. Apabila perbuatan tersebut bukan perbuatan yang disengaja, maka
dalam hal ini tidak dapat diakatakan sebagai suatu tindakan fraud.
2.1.3.3 Faktor-Faktor Terjadinya Kecurangan
Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan
penyelewengan atau dorogan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan
adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Faktor
terjadinya fraud boleh diartikan sebagai pola pemanfaatan “kesempatan/peluang”
untuk mengambil keuntungan melalui cara-cara yang merugikan.
Faktor-faktor terjadinya kecurangan menurut Arens (2008:432) faktor
terjadinya kecurangan terbagi menjadi 3(tiga)bagian, sebagai berikut;
1. Insentif / Tekanan – Manajemen atau pegawai lain mmerasakan
insetif atau tekanan untuk melakukan kecurangan.
2. Opportunity / Kesempatan – Situasi yang membuka kesempatan bagi
manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan.
3. Rasionalisasi / Sikap – Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilainilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk
melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam
lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka
merasionalisasi tindakan tidak jujur.
52
Insentif
Opportunity
Rasionalisasi
Gambar 2.2 Segitiga Kecurangan / Fraud Triangle
Sumber Auditing and jasa assurance (2008:433)
Maksud dari gambar diatas dapat lebih dijelaskan sebagai berikut;
1.
Insentif /Tekanan
Insentif yang umum bagi perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangan
adalah menurunkan prospek keuangan perusahaan. Sebagai contoh, penurunan
laba mungkin mengancam kemampuan perusahaan untuk memperoleh dana
pembiayaan. Perusahaan juga mungkin memanipulasi laba untuk memenuhi
prakiraan atau tolak ukur para analis seperti laba tahun sebelumnya, untuk
memenuhi batas akad utang, atau untuk secara umum menaikkan harga saham.
Dalam beberapa kasus manajemen hanya akan memanipulasi laba hanya demi
menjaga reputasi mereka.
2. Opportunity / Kesempatan
Meskipun laporan keuangan semua perusahaan mungkin saja menjadi sasaran
malipulasi, risiko bagi perusahaan yang berkecimpung dalam industri yang
melibatkan pertimbangan dan estimasi yang signifikan jauh lebih besar. Sebagai
contoh, penilaian persediaan mengandung risiko salah saji yang lebih besar bagi
53
perusahaan yang persediaannya tersebar di banyak lokasi. Risiko salah saji
persediaan ini semakin meningkat jika persediaan itu menjadi usang.
Perputaran personil akuntansi atau kelemahan lain dalam proses akuntansi
dan informasi dapat menciptakan kesempatan terjadinya salah saji. Banyak kasus
pelaporan keuangan yang curang disebabkan oleh tidak efektifnya pengawasan
komite audit dan dewan dewan direktur atau pelaporan keuangan.
3.
Rasionalisasi / Sikap
Sikap manajemen puncak terhadap pelaporan keuangan merupakan faktor
risiko yang sangat penting dalam meniai kemungkinan laporan keuangan yang
curang. Jika CEO atau manajer puncak lainnya sangat tidak peduli pada proses
pelaporan keuangan, seperti terus mengeluarkan prakiraan yang terlalu optimistik,
atau terlalu cemas mengenai pencapaian prakiraan laba yang dibuat analis,
pelaporan keuangan yang curang lebih mungkin terjad. Karakter manajemen atau
serangkaian nila-nilai etis juga mungkin mempermudahkan analis merasionalisasi
tindakan yang curang.
Sedangkan menurut Sawyer’s yang diterjemahkan oleh Ali Akbar
(2006:357)bahwa terdapat tiga kondisi yang ada bagi terjadinya fraud, yaitu:
1. Situasi akan kebutuhan.
2. Lingkungan yang mengundang terjadinya penggelapan.
3. Karakteristik perilaku seseorang.
Maksud dari situasi disini adalah dimana situasi ini dapat disebabkan oleh
intensif atau tekanan dengan alasan keuangan karena pengeluaran atau kerugian
uang lainnya yang dapat ditutupi oleh sumber daya keuangan yang normal dari
54
individu tersebut. Artinya kebutuhan ini bersifat psikologis, karena adanya
keinginan untuk hidup berlebih. Kemudian, yang menjadi faktor penyebab fraud
yang kedua adalah lingkungan yang mengundang terjadimya pemggelapan. Hal
ini biasanya merupakan situasi dimana tidak terdapat kontrol atau dimana kontrol
internnya lemah, atau keadaan dimana terdapat kontrol namun tidak berfungsi.
Faktor penyebab fraud yang ketiga adalah karakteristik perilaku seseorang.
Kondisi ini dapat terjadi karena adanya kedua kondisi di atas, dimana kasus-kasus
ekstrem dan faktor pertama di atas kemudian ditambah dengan situasi kontrol
yang lemah dari unsur yang kedua, jelas dapat menguasai moral dasar seseorang
untuk melakukan penyelewengan.
2.1.3.4 Jenis-Jenis Kecurangan
Menurut Association of Certitied Fraud Examination (ACFE) dalam Diaz
(2013:68), kecurangan terbagi menjadi tiga bagian;
1. Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation)
2. Pernyataan atau pelaporan yang menipu atau dibuat salah (Fraudulent
Statment)
3. Korupsi (Corruption)
Jenis-jenis kecurangan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation)
Asset
Misappropriation
meliputi
penyalahgunaan, penggelapan, atau
pencurian aset atau harta perusahaan oleh pihak didalam dan/ atau pihak diluar
perusahaan. Fraud jenis ini merupakan bentuk fraud yang klasikal dan
seharusnya paling mudah dideteksi karena sifatya yang berwujud (tagible) atau
55
dapat
diukur
dan
dihitung
(defined
value).
Pengungkapan
Asset
Misappropriation dilakukan dengan mengkombinasikan teknik auditing dengan
teknik investigasi. Kedua teknik tersebut memiliki porsi yang seimbang dalam
penanganan kasus Asset Misappropriation. Asset Misappropriation seringkali
diidentitikkan sebagai employee fraud atau fraud yang dilakukan oleh pegawai
sebab mayoritas pelaku Asset Misappropriation memang berada pada tingkat
atau kedudukan sebagai pegawai.
2. Pernyataan atau pelaporan yang menipu atau dibuat salah (Fraudulent
Statement)
Fraudulent Statement seringkali diidentikkan sebagai management fraud atau
fraud yang dilakukan oleh manajemen sebab mayoritas pelaku memang berada
pada tingkat atau kedudukan di lini manajerial (pejabat atau eksekutif manajer
senior).Fraudulent Statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau
eksekutif dan manajer senior suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk
menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa
keuangan (financial engineering) atau mempercantik penyajian laporan
keuangan guna memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi mereka terkait
dengan kedudukan dan tanggung jawabnya. Fraudulent Statement mungkin
dapat dianolgikan dengan istilah window dressing, financial shehanigans
(permainan gila finansial,)accounting gimmicks (tipu muslihat akuntansi),
cooking the books (memasak pembukuan), illegal earning management
(manajemen laba yang tidak sah), income smoothing (perataan laba).
Pengungkapan dan pendeteksian fraudulent statement sangat membutuhkan
56
kecakapan auditing dan akuntansi.Mesikipun tipologi kedua ini paling banyak
berkaitan dengan pelaporan keuangan yang dibuat salah atau menipu, namun
sebenarnya
ACFE
menekankan
bahwa
pelaporan
kinerja
operasional,
permohonan kredit, prospektus atau pernyataan publik (press release) yang
dibuat untuk mengelabui orang lain guna memperoleh keuntungan atau manfaat
pribadi termasuk fraudulent statement.
3. Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain atau kolusi, fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi
karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis
mutualisma). Termasuk didalam jenis korupsi adalah penyalahgunaan wewenang
atau konflik kepentingan (confilct of interest), penyuapan (bribery), penerimaan
yang tidak sah/legal (illegal gratuities) yang lebih dikenal sebagai hadiah dan
gratifikasi yang terkait dengan hubungan kerja dan jabatan, dan pemerasan secara
ekonomi (economic extortion) atau dikenal sebagai pungutan liar atau upeti untuk
mengungkap korupsi, auditor seharusnya memiliki keterampilan dan pengalaman
melakukan investigasi sebab porsi teknik investigasi dalam mengungkap korupsi
lebih dominan ketimbang audit.
Confict of interest terjadi saat suatu pihak memiliki kepentingan ekonomis
pribadi atau memiliki relasi kepentingan dengan pihak yang lain yang
bertentangan dengan kepentingan organisasi yang memberikan kerja. Contohnya
adalah penunjukan langsung pelaksana proyek oleh panitia lelang kepada orang
yang dekat dengan panitia lelang tanpa memperhatikan keadilan dalam proses
57
pemenuhan kualifikasi, memasukkan vendor atau kontraktor “tertentu” menurut
kepentingan pribadi pemilik kewenangan ke dalam daftar rekanan, pembuatan
kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu yang memiliki afiliasi dengan
pemilik kewenangan.
2.1.3.5 Tanda-Tanda Kecurangan
Kecurangan atau fraud dapat di ketahui melalui sinyal atau tanda-tanda yang
diberikan bahwa telah terjadi tindak kecurangan dalam perusahaa. Tanda-tanda
fraud yang disebutkan oleh Amin Widjaja (2005:61) antara lain adalah:
1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan
tahun-tahun sebelumnya.
2. Tidak ada pembagian tugas dan tanggug jawab yang jelas.
3. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan.
4. Pengendalian operasi yang tidak baik.
5. Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan.
Pernyataan itu memberikan penjelasan bahwa fraud dapat didetekesi dari
perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dari tahun-tahun sebelumya.
Ini disebabkan karena laporan keuangan yang dimanipulasi untuk menutupi fraud
sehingga timbul perbedaan angka. Tidak adanya pembagian tugas dan tanggung
jawab yang jelas juga dapat menimbulkan fraud karena karyawan dapat bertindak
semena-mena tanpa memperdulikan tanggung jawabnya.
Karyawan harus dirotasi karena semakin lama karyawan ditempatkan di
bagian tertentu, mereka akan mengetahui banyak rahasia atau hal-hal penting yang
berkaitan dengan pekerjaannya. Selain itu, pengendalian operasi harus berjalan
dengan baik agar sumber daya efisiensi dan efektif.
58
Fraud biasanya muncul bersamaan dengan red flag. Red flag dapat
diidefinisikan sebagai suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan
normal.
2.1.3.6 Pendeteksian Kecurangan
Pada dasarnya tindak fraud dapat diketahui oleh sistem pengendalian internal
karena adanya indikasi awal serta perencanaan yang baik untuk menyingkap
segala sesuatu mengenai tindak fraud yang mungkin terjadi, bagian pengendalian
internal harus memiliki intuisi yang tajam dalam melihat berbagai aspek internal
perusahaan yang rawan terjadi fraud.
Pendeteksian kecurangan menurut Valery G Kumaat (2011:156) sebagai
berikut:
Mendeteksi kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang
cukup mengenai tindakan kecurangan, sekaligus mempersempit ruang gerak
para pelaku keurangan (yaitu ketika pelaku menyadari prakteknya telah
diketahui, maka sudah terlambat untuk berkelit).
Dari definisi di atas sudah jelas bahwa pendeteksian fraud merupakan suatu
deteksi awal yang harus dilakukan agar tindak fraud dapat dicegah untuk tidak
dilakukan, dan untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukan pengujian.
Upaya pendeteksian ini bisa berlangsung dalam waktu yang relatif cepat,
tetapi harus membutuhkan kesabaran hingga berbulan-bulan. Menurut Valer G
Kumaat (2011:156) menyimpulkan bahwa cepat atau lambatnya pendeteksian
kecurangan bergantung pada:
1.
Fakto di pihak pelaku, yaitu kemampuan menyiasati sistem atau menutup
celah dari praktek fraudnya, sehingga menentukan tingkat kerumitan suatu
tindakan fraud.
59
2.
Faktor yang ditentukan oleh kapasitas audit sendiri yaitu kemampuannya
mengembangkan audit berbasis resiko (risk based audit) dan membangun
jaringan informasi (audit intelligent) dengan tetap bersikap hati-hati.
2.1.3.7 Pencegahan Kecurangan
Kasus kecuranganyang semakin marak terjadi membuat kerugian yang
cukup besar bagi perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan,
maka akan berakibat fatal bagi perusahaan. Untuk itu, manajemen perusahaan
harus mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya
kecurangan.
Menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:13), pencegahan fraud merupakan
upaya terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud.
Pusdiklatwas BPKP (2008:38) menyatakan beberapa metode pencegahan yang
lazim ditetapkan oleh manajemen mencakup beberapa langkah berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Penetapan kebijakan anti fraud
Prosedur pencegahan baku
Organisasi
Teknik pengendalian
Kepekaan terhadap fraud.
Adapun penjelasan dari langkah-langkah metode pencegahan kecurangan
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Penetapan kebijakan anti fraud
Kebijakan unit organisasi harus memat a high ethical tone dan harus dapat
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk mencegah tindakantindakan fraud dan kejahataan ekonomi lainnya. Seluruh jajaran
manajemen dan karyawan harus mempunyai komitmen yang sama untuk
60
menjalankannya sehingga kebijaksanaan yang ada akan dilaksanakan
dengan baik.
2.
Prosedur pencegahan baku
Pada dasarnya komitemen manajemen dan kebijakan suatu perusahaan
merupakan kunci utama dalam mencegah dan mengatasi fraud. Namun
demikian, harus pula dilengkapi dengan prosedur pencegahan secara
tertulis dan ditetapkan secara baku sebagai media pendukung. Secara
umum prosedur pencegahan harus memuat:
a. Pengendalian intern, diantaranya adalah pemisahaan fungsi sehingga
tercipta kondisi saling cek antar fungsi.
b. Sistem review dan operasi yang memadai bagi sistem komputer,
sehingga memungkinkan komputer tersebut untuk mendeteksi fraud
secara otomatis. Hal-hal yang menunjang terjadinya sistem tersebut
adalah:
 Desain sistem harus mencakup fungsi pengendalian yang memadai.
 Harus ada prinsip-prinsip pemisahaan fungsi.
 Ada screening (penelitian khusus) terhadap komputer dan
karyawan pada saat rekrutmen dan pelatihan.
 Adanya pengendalian atas akses dalam komputer maupun data.
c. Adanya prosedur mendeteksi fraud secara otomatis (built in) dalam
sistem, mencakup:
 Prosedur yang memadai untuk melaporkan fraud yang ditemukan.
61
 Prosedur yang memadai untuk mendeposisikan setiap individu
yang terlibat fraud.
Memproses dan menindak setiap individu yang terlibat fraud secara cepat
dan konsisten, akan menjadi faktor penangkal (deterence) yang efektif
bagi individu lainnya. Sebaliknya, jika terhadap individu yang
bersangkutan tidak dikenaakan saksi/hukuman sesuai dengan peraturan
yang berlaku, maka akan mendorong individu lain untuk melakukan fraud.
3. Organisasi
a. Adanya audit committe yang indeoenden menjadi nilai plus.
b. Unit audit internal mempunyai tanggung jawab untuk melakukan
evaluasi
secara
berkala
atas
aktivitas
organisasi
secara
berkesinambungan. Bagian ini juga berfungsi untuk menganalisis
pengendalain intern dan tetap waspada tehadap fraud pada saat
melaksanakan audit.
c. Unit audit internal harus mempunyai akes ke audit committe maupun
manajemen puncak. Walaupun pimpinan auditor internal tidak
melapor ke senior manajemen puncak, akan tetapi untuk hal-hal yang
sifatnya khusus, ia harus dapat langsung akses ke pimpinan yang lebih
tinggi.
d. Auditor internal harus mempunyai tanggung jawab yang setera dengan
jajaran eksekutif, paling tidak memiliki akses yang independen
terhadap unit rawan fraud.
62
4.
Teknik pengendalian
Sistem yang dirancang dan dilaksanakan secara kurang baik akan menjadi
sumber atau peluang terjadinya fraud, yang pada gilirannya menimbulkan
kerugian finansial bagi organisasi. Berikut ini disajikan teknik-teknik
pengendalian dan audit yang efektif untuk mengurangi kemungkinan
fraud.
a. Pembagian tugas yang jelas, sehingga tidak ada satu orang pun
menguasai seluruh aspek dari suatu transaksi.
b. Pengawasan memadai
c. Kontrol yang memadai terhadap akses ke terminal komputer, terhadap
data yang ditolak dalam pemrosesan, maupun terhadap programprogam serta media pendukung lainnya.
d. Adanya manual pengendalian terhadap file-file yang dipergunakan
dalam pemrosesan komputer ataupun pembuangan file (disposal) yang
sudah tidak terpakai.
5.
Kepekaan terhadap fraud
Kerugiaan dapat dicegah apabila perusahaan mempunyai staf yang
berpengalaman dan mempunyai “SILA” (Suspicious, Inquisitive, Logikal,
and Analytical Mind), sehingga mereka peka terhadap sinyal-sinyal fraud.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menumbuh-kembangkan “SILA”
adalah:
63
a. Kualifikasi calon pegawai harus mendapat perhatian khusus, bila
dimungkinkan menggunakan referensi dari pihak-pihak yang pernah
berkerja sama dengan mereka.
b. Implementasi prosedur curah pendapat yang efektif, sehingga para
pegawai yang tidak puas mempunyai jalur untuk mengajurkan
protesnya. Dengan demikian, para karyawan merasa diperhatikan dan
mengurangi kecenderungan mereka untuk berkonfrontasi dengan
orgnisasi.
c. Setiap pegawai selalu diingatkan dan didorong untuk melaporkan
segala transaksi atau kerugian pegawai lainnya yang mencurigakan.
Rasa curiga yang beralasan dan dapat dipertanggung jawabkan harus
ditimbulkan. Untuk itu perlu dijaga kerahasian sumber-sumber/orang
yang melaporkan. Dari pengalaman yang ada terlihat bahwa fraud
biasanya diketahui berdasarkan laporan informal dan kecurigaan dari
sesama kolega.
d. Para karyawan hendaknya tidak diperkenankan untuk lembur secara
rutin
tanpapengawasan
yang memadai.
Bahkan
di
beberapa
perusahaan Amerika Serikat, lembur dianggap sebagai indikasi
ketidakefisienan
kerja
sebanyak
mungkin
harus
dikurangi/dihindarkan. Dengan penjadwalan dan pembagian kerja
yang baik, semua pekerjaan dapat diselasaikan pada jam-jam kerja.
e. Karyawan diwajibkan cuti tahunan setiap tahun. Biasanya pelaku
fraud memanipulasi sistem tertentu untuk menutupi perbuatannya. Hal
64
ini dapat terungkap pada saat yang bersangkutan mengambil cuti
tahunannya, dan tugas-tugasnya diambil alih oleh karyawan lain. Bila
mungkin, lakukan rotasi pegawai periodik untuk tujuan yang sama.
Menurut Pusdiklatwas BPKP(2008:37), pencegahan fraud merupakan upaya
terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud
triangle),yaitu:
1. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat
kecurangan.
2. Menurunkan tekanan kepada pegawai agar ia mampu memenuhui
kebutuhannya.
3. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi
atas tindakan fraud yang dilakukan.
Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh perusahaan dapat
memperkecil peluang terjadinya fraud, karena setiap tindakan fraud dapat
terdeteksi secara cepat dan diantisipasi dengan baik oleh perusahaan. Setiap
karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap
tindakan fraud yang dapat merugikan banyak pihak.
2.1.3.8 Tujuan Pencegahan Kecurangan
Adanya penerapan Good Corporate Governance membuat sejumlah
perusahaan baik perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta mengeluarkan
kebijakan terkait dengan upaya pencegahan fraud. Salah satu cara tersebut adalah
dengan memberikan kesempatan kepada bagaian pengendalian intern untuk
mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud yang mungkin terjadi didalam
lingkungan perusahaan. Apabila teknik pencegahan fraud berjalan dengan baik
dan efektif akan membuat citra positif bagi perusahaan karena meningkatnya
kepercayaan publik terhadap perusahaan.
65
Fraud merupakan masalah yang ada didalam lingkungan perusahaan, dan
harus dicegah sedini mungkin. Pencegahan fraud yang efektif memiliki lima
tujuan, menurut Diaz (2013:183) adalah sebagai berikut:
1. Prevention– mencegah terjadinya fraud secara nyata pada semua lini
organisasi
2. Deterrence – menangkal pelaku potensial bahkan tindakan yang bersifat
coba-coba karena pelaku potensial melihat sistem pengendalian risiko
fraud efektif berjalan dan telah memberi sanksi tegas dan tuntas sehingga
membantu jera (takut) pelaku potensial.
3. Disruption – mempersulit gerak langkah pelaku farud sejauh mungkin
4. Identification – mengidentifikasi kegiatan berisiko tinggi dan kelemahan
pengendalian
5. Civil action prosecution – melakukan tuntutan dan penjatuhan sanksi
yang setimpal atau perbuatan curang kepada pelakunya.
Sedangkan pencegahan kecurangan menurut Amin Widjaja Tunggal
(2005:33), yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ciptakan iklim budaya jujur, keterbukaan, dan saling membantu
Proses rekrutmen yang jujur
Pelatihan fraud awarenss
Lingkup kerja yang positif
Kode etik yang jelas, mudah dimengerti, dan ditaati
Program bantuan kepada pegawai yang mendapat kesulitan
Tanamkan kesan bahwa setiap tindakan kecurangan akan mendapatkan
sanksi yang setimpal.
Adapun penjelasan dari tata keloloa pencegahan fraud tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Ciptakan iklim budaya jujur, keterbukaan, dan saling membantu
Riset menunjukan bahwa cara paling efektif untuk mencegah dan
menghalangi fraud adalah mengimplementasikan program serta pengendalian anti
fraud, yang didasarkan pada nilai-nilai yang dianut perusahaan. Nilai-nilai
semacam itu menciptakan lingkungan yang mendukung perilaku dan ekspektasi
yang dapat diterima, bahwa pegawai dapat menggunakan nilai itu untuk
66
mengarahkan tindakan mereka. Nilai-nilai itu membantu menciptakan budaya
jujur, keterbukaan, dan saling membantu antar sesama anggota organisasi atau
perusahaan.
Keterbukaan antar anggota organisasi merupakan hal yang sangat pokok yang
harus dimiliki setiap perusahaan dan penting yang berguna untuk perkembangan
serta perilaku SDM yang kompeten dan manajemen profesi yang adaktif, yaitu
merupakan sikap tanggap terhadap perusahaan yang terjadi yang diikuti dengan
perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan.
Disamping adanya kejujuran dan keterbukaan, keberhasilan perusahaan
dalam mencegah kecurangan tidaklah ditentukan oleh hasil kerja individu
melainkan atas keberhasilan tim (kerja sama). Suatu organisasi dibentuk sebagai
alat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan disepakati bersama oleh
sekelompok orang yang membentuk atau menjadi anggota dalam organisasi,
dalam kenyataan berfungsi sebagai mahluk sosial dan sekaligus sebagai mahluk
individu. Sebagai makhluk sosial orang-orang tersebut terkait dalam lingkungan
masyarakat dan berarti mereka saling berhubungan, saling mempengaruhi satu
sama lain, dan saling membantu sesuai dengan kemampuan yang ada pada
dirinya. Bayu Dwi (2002).
2. Proses Rekrutmen yang jujur
Dalam upaya membangun lingkungan pengendalian yang positif, penerimaan
pegawai merupakan awal dari masuknya orang-orang yang terpilih melaui seleksi
yang ketat dan efektif untuk mengurangi kemungkinan memperkerjakan dan
mempromosikan orang-orang yang tingkat kejujurannya rendah. Hanya orang-
67
orang yang dapat memenuhi syarat tertentu yang dapat diterima. Kebijakan
semacam itu mungkin mencakup pengecekan latar belakang orang-orang yang
dipertimbangkan akan diperkerjakan atau dipromosikan menduduki jabatan yang
bertanggung jawab. Pengecekan latar belakang memverifikasi pendidikan, riwayat
pekerjaan, serta referensi pribadi calon karayawan, termasuk referensi tentang
karakter dan integritas. Pelatihan secara rutin untuk seluruh pegawai mengenai
nilai-nilai perusahaan dan aturan perilaku, dalam review kinerja reguler termasuk
diantaranya evaluasi kontribusi pegawai/individu dalam mengembangkan
lingkungan kerja yang positif sesuai dengan nilai-nilai perusahaan, dan selalui
melakukan evaluasi obyektif atas kepatuhan terhadap nilai-nilai perusahaan dan
standar perilaku, dan setiap pelanggaran ditangani segera.
3. Pelatihan fraud awereness.
Semua pegawai harus dilatih tentang ekspektasi perusahaan menyangkut
perilaku etis pegawai. Pegawai harus diberi tahu tentang tugasnya untuk
menyampaikan fraud aktual atau yang dicurigai serta cara yang tepat untuk
menyamapaikannya. Selain itu pelatihan kewaspadaan terhadap kecurangan juga
harus disesuaikan dengan tanggung jawab pekerjaan khusus pegawai itu. Menurut
Amin Widjaja pelatihan fraud awereness (2008:83), sebagai berikut:
“Keahlian yang diberikan dalam organisasi untuk pelatihan keterampilan dan
pengembangan karir karyawannya, termasuk semua tingkatan karyawan, baik
sumber daya internal maupun eksternal.”
Pelatihan tersebut bermaksud untuk membantu meningkatkan pegawai dalam
melaksanakan tugas yang diberikan agar tidak terjadi banyak kesalahan yang
68
disengaja maupun yang tidak disengaja. Berikut merupakan serangkaian pelatihan
yang perlu diperhatikan dan diterapkan pada setiap karyawan di perusahaan secara
eksplisit agar dapat mengadopsi harapan-harapan yang baik untuk perusahaan,
diantaranya:
1. Kewajiban-kewajiban mengkomunikasikan masalah-masalah tertentu
yang dihadapi.
2. Membuat daftar jenis-jenis masalah
3. Bagaimana mengkomunikasikan masalah-masalah tersebut dan adanya
kepastian dari manajemen mengenai harapan tersebut.
4. Lingkup kerja yang positif.
Dari bebrapa riset yang telah dilakukan terlihat bahwa pelanggaran lebih
jarang terjadi bila karyawan mempunyai perasaan positif tentang atasan mereka
ketimbang bila merka merasa diperalat, diancam, atau diabaikan. Pengakuan dan
sistem penghargaan (reward) sesuai dengan sasaran
dan hasil kinerja,
kesempatan yang sama bagi semua pegawai, program kompensasi secara
profesional, pelatihan secara profesional dan prioritas organisasi dalam
pengembangan karir akan mencipatakn tempat kerja yang nyaman dan positif
Tempat kerja yang positif dapat mendongkrak semagat kerja pegawai, yang dapat
mengurangi kemungkinan pegawai melakukan tindakan curang terhadap
perusahaan.
5. Kode etik yang jelas, mudah dimengerti dan ditaati
Kode etik pada umumnya selalu sejalan dengan moral manusia dan
merupakan perluasan dari prinsip-prinsip moral tertentu untuk diterapkan dalam
69
suatu kegiatan. Membangun budaya jujur, keterbukaan dan memberikan program
bantuan tidak dapat diciptakan tanpa memberlakukan aturan perilaku dan kode
etik di lingkungan pegawai. Harus di buat kriteria apa saja yang dimaksud dengan
perilaku jujur dan tidak jujur, perbuatan yang diperbolehkan dan yang dilarang.
Semua ketentuan ini dibuat secara tertulis dan diinternalisasikan (disosialisasikan)
ke seluruh karyawan dan harus mereka setujui dengan membubuhkan tanda
tangannya. Pelanggaran atas aturan perilaku kode etik harus dikenakan sanksi.
6. Program bantuan kepada pegawai yang mendapat kesulitan.
Masalah ataupun kesulitan pasti akan dialami oleh setiap pegawai atau
karyawan pada setiap perusahaan, sehingga tidak sedikit dari mereka yang
melakukan berbagai macam kecurangan guna keluar dari masalah yang
dihadapinya dalam masalah keuangan akibat desakan ekonomi yang ada,
penyimpangan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Bentuk perhatian dan bantuan tersebut sebaiknya dapat diberikan kepada
pegawai guna mencegah adanya kecurangan serta penyelewengan terhadap
keuangan perusahaan, serta menjadi dukungan dan solusi dalam menghadapi
permasalahan dan desakan ekonomi yang dimiliki para pegawai sehingga dapat
meminimalisir kerugian perusahaan terhadap kecurangan.
7. Tanamkan kesan bahwa setiap tindakan kecurangan akan mendapatkan sanksi
setimpal.
Strategi pencegahan kecurangan yang terakhir yaitu dengan menanamkan
kesan bahwa setiap tindakan kecurangan akan mendapatkan sanksi. Pihak
perusahaan
khususnya
pihak
manajemen
perusahaan
harus
benar-benar
70
menanamkan sanksi, maksudnya membuat dan menjalankan suatu peraturan
terhadap setiap tindak kecurangan yang ada sehingga, perbuatan menyimpang
dalam perusahaan dapat diminimalisir, dan memberikan efek jera terhadap oknum
yag akan ataupun yang sudah melakukan tindakan curang.
Pencegahan kecurangan lebih baik dari pada mengatasi kecurangan, oleh
karena itu perlu kerjasama yang baik bersama-sama pada setiap anggota
organisasi perusahaan guna mensejahterakan suatu perusahaan, karena apabila
suatu perusahaan dapat berkembang dan maju kerah lebih baik, maka sejahtera
pula seluruh karyawan yang ada dalam perusahaan. Serta apabila seluruh bagian
karyawan dapat menjalankan tugasnya sebaik mungkin, maka dapat melatih pula
moral, etika, serta teladam yang baik pada jiwa setiap karyawan.
71
2.2.
Penelitian Terdahulu
Dalam penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada beberapa penelitian
terdahulu mengenai kualitas sistem informasi akuntasi berkaitan dengan
pengendalian internal dan pengendalian internal berkaitan dengan pencegahan
kecurangan.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
Penelitian
1 Meida Maryana
(2013)
2
Sajady (2008)
3
Lisa Amelia (2013)
4
I Made Darma
Prawira (2014)
Judul Penelitian
Pengaruh Budaya
Organisasi Terhadap Sistem
Informasi Akuntansi dan
Implikasinya pada
Pengendalian Internal
Hasil Penelitian
Sistem informasi akuntansi
berpengaruh signifikan terhadap
pengendalian internal. Artinya
dengan semakin baik penerapan
sistem informasi akuntansi akan
meningkatkan pengendalian intern
pada perusahaan.
Evaluation of the
Implementasi sistem informasi
Effectiveness of Accounting akuntansi pada perusahaan
Information
menyebabkan peningkatan para
manajer dalam pengambilan
keputusan, pengawasaan intern dan
mutu laporan keuangan yang
memudahkan proses transaksi
perusahaan.
Pengaruh Keadilan
Sistem pengendalian intern
Organisasi dan Sistem
mempunyai pengaruh signifikan
Pengendalian Internal
terhadap kecurangan. Semakin baik
terhadap Kecurangan
penerapan sistem pengendalian
intern maka semakin rendah
tindakan kecurangan pada
perusahaan tersebut.
Pengaruh Moralitas
Efektifitas pengendalian internal
Individu,Asimetri Informasi berpengaruh signifikan terhadap
dan Efektifitas Pengendalian kecenderungan kecurangan. Jika
Intern terhadap
efektifitas pengendalian internal
Kecenderungan Kecurangan semakin meningkat, bisa
menurunkan kecenderungan
kecurangan.
72
2.3
Kerangka Pemikiran
2.3.1
Pengaruh
Kualitas
Sistem
Informasi
Akuntansi
terhadap
Pengendalian Internal Berbasis COSO
Organisasi menggantungkan diri pada sistem informasi untuk dapat
berdaya saing. Produktivitas sebagai faktor yang penting untuk mempertahankan
daya saing perusahaan dapat ditingkatkan dengan sistem informasi yang baik.
Dengan adanya sistem informasi akuntansi yang benar maka manajemen dalam
organisasi perusahaan dapat mengevaluasi hasil dari suatu operasi atau suatu
kegiatan apakah berjalan dengan efektif dan efisien. Sistem informasi akuntansi
merupakan suatu sistem informasi dalam sebuah perusahaan yang bertanggung
jawab untuk menyiapkan informasi yang diperoleh dari pengumpulan dan
pengolahan data transaksi yang berguna bagi semua pengguna baik di dalam
(internal) maupun di luar (ekstenal) perusahaan. Sistem informasi akuntansi (SIA)
dapat juga digunakan sebagai pedoman dalam penugasan dan wewenang bagi
sumber daya manusia yang bekerja dalam organisasi atau perusahaan tersebut,
sehingga dapat berjalan sesuai prosedur.
Sistem informasi akuntansi itu sendiri menurut Azhar Susanto (2013:72)
didefinisikan sebagai kumpulan (integrasi) dari sub-sub sistem/ komponen baik
fisik maupun nonfisik yang saling berhubungan dan bekerja satu sama lain secara
harmonis untuk mengolah data transaksi yang berkaitan dengan masalah
keuangan menjadi informasi keuangan. Sistem informasi akuntansi juga susunan
berbagai dokumen, alat komunikasi, tenaga pelaksana, dan berbagai laporan yang
didesain untuk mentransformasi data keuangan menjadi informasi keuangan.
73
(Wijayanto dalam Mardi (2011:10). Selain itu, sistem informasi diharapkan
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pihak internal maupun pihak
eksternal perusahaan. Untuk itu, suatu sistem informasi akuntansi dalam
memenuhi fungsinya harus mempunyai tujuan-tujuan yang dapat memberikan
pedoman kepada manajemen dalam melakukan tugasnya sehingga dapat
menghasilkan informasi-informasi yang berguna, terutama dalam menunjang
perencanaan dan pengendalian.
Sistem informasi akuntansi memiliki peranan yang cukup penting dalam
perusahaan. Sistem informasi akuntansi dalam perkembangnya harus selalu
mendapatkan pengawasan dan pengendalian intern yang ketat, karena setiap
informasi yang dihasilkan akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
perusahaan. Untuk itu sistem informasi akuntansi mendapatkan pengawasan
dalam setiap kegiatan perusahaan, apakah sudah berjalan sesuai prosedur atau
tidak, maka diperlukan pengendalian intern yang baik dan memadai.
Pengendalian intern merupakan bagian dari manajemen resiko yang harus
dilaksanakan oleh setiap lembaga untuk mencapai tujuan lembaga. Demikian
perlunya pengendalian intern dalam sebuah lembaga sehingga hal ini harus
dilaksanakan secara konsisten untuk menjamin kesinambungan dan kepercayaan
pada pihak pemegang saham maupun masyarakat. COSO mempunyai tujuan
untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan melalui etika dan pengendalian
intern yang efektif. Pada edisi terbaru ini, COSO (2013:3) mendefinisikan
pengendalian internal “Internal control is a process, effected by an entity’s boar
of directors, manage-ment,and other personnel, designed to provide reasonable
74
assurance regarding the achievement of objectives relating to operations,
reporting, and compliance”. Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur
organisasi, metode dan ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen (Mulyadi (2001 :
163). Hal lain dikemukakan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
pengendalian internal didefinisikan sebagai suatu sistem pengendalian internal
meliputi organisasi serta semua metode dan ketentuan yang terkoordinasi yang
dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta miliknya, mencek
kecermatan dan keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha, dan
mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan.
Berdasarkan defnisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern
merupakan proses kebijaksanaan atau prosedur yang dijalankan dewan direksi,
manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas yang dirancang untuk
memberikan keyakinan memadai mengenai keandalan pelaporan keuangan,
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efisiensi
operasi serta untuk menjaga aktiva perusahaan.
Penelitian ini akan difokuskan untuk melihat sejauh mana kualitas sistem
informasi akuntansi berpengaruh terhadap pengendalian intern dalam pelaksanaan
kegiatan aktivitas operasi perusahaan. Hal tersebut dikarenakan keberadaan sistem
informasi akuntansi yang dirasa penting untuk memberikan informasi yang dapat
dipercaya, serta kegiatan aktivitas yang dapat dilaksanakan secara efektif, efisien
dan sesuai dengan tujuan manajemen, serta sejalan dengan peraturan yang telah
75
digariskan oleh pengendalian intern yang telah menentukan semua aturan yang
berlaku pada perusahaan.
Menurut Krismiaji (2010:4) menyatakan bahwa ada hubungan antara kualitas
sistem informasi akuntansi terhadap pengendalian intern sebagai berikut:
“Sistem informasi akuntansi adalah sebuah sistem yang memproses data
dan transaksi guna menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk
merencanakan, mengendalikan dan mengoperasikan bisnis.”
Tujuan sistem informasi akuntansi menurut Mulyadi (2008:19) adalah
sebagai berikut:
1. “Menyediakan informasi bagi pengelola kegiatan usaha baru.
2. Memperbaiki informasi yang dihasilkan oleh suatu sistem yang sudah
ada, baik mengenai suatu ketepatan penggajian maupun struktur
informasinya.
3. Memperbaiki pengendalian akuntansi dan pengecekan internal, yaitu
untuk memperbaiki tingkat keandalan (reliability) informasi akuntansi
dan juga untuk menyediakan catatan lengkap mengenai
pertanggungjawaban dan perlindungan terhadap kekayaan perusahaan.
4. Mengurangi biaya klerikal dalam pemeliharaan catatan akuntansi.”
Adapun fungsi utama sistem informasi akuntansi menurut La Midjan dan
Azhar Susanto (2001: 37) adalah sebagai berikut:
1. “Untuk meningkatkan kualitas informasi
Yaitu informasi yang tepat guna (relevance), lengkap dan terpercaya
(akurat). Dengan kata lain sistem akuntansi harus dengan cepat dan tepat
dapat memberikan informasi yang diperlukan secara lengkap.
2. Untuk meningkatkan kualitas internal cek atau sistem pengendalian
intern
Yaitu sistem pengendalian yang diperlukan untuk mengamankan
kekayaan perusahaan. ini berarti bahwa sistem akuntansi yang disusun
harus juga mengandung kegiatan sistem pengendalian intern (internal
cek).
3. Untuk dapat menekan biaya-biaya tata usaha
Ini berarti bahwa biaya tata usaha untuk sistem akuntansi harus seefisien
mungkin dan harus juga lebih murah dari manfaat yang akan diperoleh
dari penyusunan sistem akuntansi.”
76
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem
informasi akuntansi sangat berperan penting dalam pengendalian intern
perusahaan, segala bentuk informasi yang dikeluarkan oleh sistem informasi
akuntansi memiliki nilai yang sangat berati untuk keberlangsungan hidup
perusahaan, sistem informasi akuntansi memberikan informasi secara menyeluruh
kepada semua pihak yang memerlukan informasi tersebut.
2.3.2 Pengaruh Pengendalian
Pencegahan Kecurangan
Internal
Berbasis
COSO
terhadap
Dalam perusahaan yang semakin berkembang, pembentukan struktur
organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting. Struktur organisasi yang
baik harus mencerminkan adanya pemisahan fungsi antara departemen, sehingga
dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kesalahan atau penyimpangan, karena
walaupun pengendalian intern yang baik telah dirancang dan ditetapkan tetapi
bukan berarti pengendalian intern telah ditaati. Pengendalian intern merupakan
rencana organisasi dan semua ukuran dan metode terkoordinasi yang diterapkan
dalam suatu perusahaan untuk melindungi aktiva, menjaga keakurasian dan
keterpercayaan data akuntansi, meningkatkan efisiensi, dan meningkatkan
kepatuhan terhadap kebijakan manajemen Wing Wahyu Winarno(2006:11.4).
Pengendalian intern tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan
terjadi. Namun pengendalian intern diharapkan mampu mendeteksi indikasi
terjadinya kecurangan di dalam perusahaan dan dapat memberikan saran yang
bermanfaat bagi manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan dan dalam
pengambilan suatu keputusan. Melalui
pengendalian,
kecurangan dapat
dipecahkan dan dideteksi sedini mungkin oleh pihak manajemen. Pengendalian
77
intern yang baik akan dapat mencegah terjadinya kecurangan. Sebaliknya
pengendalian intern yang lemah akan memberikan peluang kepada pegawai
maupun manajemen untuk bertindak curang.
Pengendalian intern merupakan bagian terpenting bagi suatu organisasi
perusahaan. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan
meningkatkan efisiensi kerja. Untuk mencapai efisiensi kerja ini, salah satu alat
pengukurnya adalah mencegah dan mengatasi kecurangan. Dimana untuk
mencegah dan mengatasi kecurang itu di perlukan pengendalian intern.
Pengertian fraud adalah bahwa suatu item tidak dimasukan sehingga
menyebabkan informasi tidak benar, apabila suatu kesalahan adalah disengaja
maka kesalahan tersebut merupakan farud. Fraud sebagaimana yang umumnya
dimengerti dewasa ini, berarti ketidak jujuran dalam bentuk suatu penipuan yang
disengaja atau suatu kesalahan penyajian yang dikehendaki atas suatu fakta yang
material Amin Widjaja (2012:2).
Tindakan fraud dapat dicegah dengan cara menciptakan budaya kejujur dan
etika yang tinggi, tanggung jawab dari pihak manajemen, serta adanya
pengawasan oleh komite audit perusahaan. Pencegahan fraud menurut
Pusdiklatwas BPKP(2008:37) merupakan upaya terintegrasi yang dapat menekan
terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle), yaitu:
1. Memperkecil peluang terjadinya kesemptan untuk berbuat kecurangan.
2. Menurunkan tekanan kepada pegawai agar ia mampu memenuhi
kebutuhannya.
3. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenara atau rasionalisasi atas
tindakan fraud yang dilakukan.
78
Untuk menangani masalah kecurangan ini, diperlukan monitoring. Untuk
mendapatkan hasil monitoring yang baik diperlukan pengendalian intern yang
memadai. Pengendalian intern yang baik memungkinkan manajemen siap
menghadapi perubahan ekonomi yang cepat, dan persaingan.
Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh perusahaan dapat
memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap tindakan fraud dapat
terdeteksi dengan cepat dan diantisipasi dengan baik oleh perusahaan. Setiap
karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap
tindakan fraud yang dapat merugikan banyak pihak.
Penelitian ini akan difokuskan untuk melihat sejauh mana pengaruh
pengendalian intern dalam pelaksanaan kegiatan aktivitas operasi perusahaan
terhadap tindak pencegahan kecurangan. Hal tersebut dikarenakan keberadaan
pengendalian interen yang dirasa penting untuk
mengawasi, mengendalikan
aktivitas yang terjadi didalam perusahaan sehingga dapat meminimalkan resiko
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen atau pun karyawan.
Lisa Amelia (2013) melakukan pengujian untuk mengukur sejauh mana
pengendalian intern berpengaruh terhadap pencegahan kecurangan. Hasilnya
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kecurangan,
semakin baik penerapan sistem pengendalian intern yang diterapkan dalam
organisasi perusahaan maka akan semakin menekan rendah tingkat tindakan
kecurangan yang akan terjadi pada perusahaan tersebut.
I Made Darma Prawira (2014) melakukan pengujian untuk mengukur sejauh
mana pengendalian intern berpengaruh terhadap kecurangan.Hasil penelitian
79
menunjukan pengaruh keefektifan sistem pengendalian internal terhadap
kecenderungan kecurangan. Jika efektifitas pengendalian semakin tinggi maka
dapat menurunkan kecenderungan kecurangan,namun jika pengendalian intern
yang terapkan tidak efektif dan tidak sesuai dengan kondisi perusahaan makan
tingkat kecurangan akan semakin tinggi.
Menurut Wiratna Sujarweni (2015:70) menyatakan bahwa terdapat pengaruh
antara pengendalian intern terhadap kecurangan adalah:
Pengendalian interen diharapkan dapat melindungi kekayaan perusahaan yang
diakibatkan dari pencurian, penggelapan uang oleh karyawan, penyalah
gunaan, atau penempatan aktiva perusahaan di lokasi yang tidak tepat, dan
lain sebaginya.
Kemudian Azhar Susanto (2013:93) pun memberikan pendapat tentang
pandangannya terkait pengendalian intern terhadap kecurangan, yaitu:
Sistem pengendalian intern yang komprehensif, diterapkan secara
meneyeluruh dan memonitor secara reguler aktivitas suatu organisasi
merupakan langkah penting untuk menjaga dan mendeteksi resiko kerugian
yang diakibatkan oleh penyelewangan dibidang keuangan. Pengendalian
intern sangat penting dalam mendeteksi adanya penyelewengan keuangan
yang berisiko merugikan perusahaan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, semakin
baik sistem pengendalian intern yang diterapkan didalam perusahaan maka tindak
kecurangan dalam perusahaan dapat diminimalkan. Walaupun pengendalian intern
tidak dapat mencegah seluruh tindak kecurangan, namun pengendalian intern
mampu untuk menekan dan mendeteksi tindakan kecurangan yang terjadi di
perusahaan.
80
2.3.3
Bagan Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran dan keterkaitan antara variabel
kualitas sistem informasi akuntansi terhadap pengendalian internal berbasis
COSO dan dampakya pada pencegahan kecurangan, maka dapat dirumuskan
paradigma mengenai pengaruh kualitas sistem informasi akuntansi terhadap
pengendalian internal berbasis COSO dan dampakya pada pencegahan
kecurangan seperti berikut:
Kualitas Sistem
Informasi
Akuntansi
1.
2.
3.
Kualitas
Pelayanan
Kualitas Sistem
Kualitas
Informasi
Sumber: Istianingsih
((2009:10)
Pengendalian Internal
Berbasis COSO
1. Lingkungan
Pengendalian
2. Penilaian Resiko
3. Aktivitas
Pengendalian
4. Informasi dan
Komunikasi
5. Pemantauan
Sumber: COSO 2013
Pencegahan Kecurangan
1. Ciptakan kejujuran,
keterbukaan, dan saling
membantu
2. Proses rekrutmen yang
jujur
3. Fraud Awareness
4. Lingkungan kerja yang
positif
5. Kode etik yang jelas,
mudah dimengerti, dan
ditaati
6. Program bantuan
kepada kepada pegawai
yang mendapat
kesulitan
7. Adanya sanksi
terhadap segala bentuk
kecurangan
Sumber: Amin Widjaja
(2005:33)
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran
81
2.4
Hipotesis penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1:
H2:
Kualitas Sistem Informasi Akuntansi berpengaruh terhadap
Pengendalian Internal Berbasis COSO.
Pengendalian Internal Berbasis COSO berpengaruh terhadap
Pencegahan Kecurangan.
Download