1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan memiliki tujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Tujuan ini dapat dicapai dengan meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan akan tercermin dari harga saham, semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi nilai perusahaan. Mencapai tujuan tersebut, para pemegang saham (prinsipal) menyerahkan tanggungjawab pengelolaan perusahaannya kepada manajer (agen). Para manajer diberi kekuasaan oleh para pemegang saham untuk membuat keputusan, dimana hal ini seringkali menimbulkan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory). Hubungan keagenan terjadi ketika salah satu atau lebih individu yang disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut (Brigham dan Houston, 2006). Hubungan keagenan yang utama dalam konteks manajemen keuangan terjadi antara (1) pemegang saham dan manajer serta (2) manajer dan kreditor. Potensi konflik keagenan adalah hal yang penting karena para manajer perusahaan besar biasanya memiliki persentase yang kecil dari saham. Memaksimalkan kekayaan pemegang saham dalam situasi ini berada di urutan kesekian dari sejumlah tujuantujuan manajerial lain yang menimbulkan konflik. Konflik antara kreditor dan 2 pemegang saham terjadi ketika kreditor memiliki klaim atas sebagian arus laba perusahaan untuk pembayaran bunga dan pokok hutang. Kreditor juga memiliki klaim atas aset perusahaan di waktu terjadi kebangkrutan. Penyatuan kepentingan pemegang saham, debtholders, dan manajemen yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan perusahaan seringkali menimbulkan masalah keagenan (agency problem). Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa salah satu faktor utama dalam mempertahankan perusahaan adalah kontrol dari agency problem. Agency problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional). Keputusan dan aktivitas manajer yang memiliki saham perusahaan tentu akan berbeda dengan manajer yang murni sebagai manajer (Christiawan dan Tarigan, 2007). Manajer yang memiliki saham perusahaan berarti manajer tersebut sekaligus adalah pemegang saham. Manajer yang memiliki saham perusahaan tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham, sementara manajer yang tidak memiliki saham, ada kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut. Pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguhsungguh. Agency cost adalah biaya yang timbul karena adanya mekanisme pengawasan untuk menyeimbangkan antara kepentingan manajer dengan pemegang saham. Jensen dan Meckling (1976) memecah agency cost menjadi tiga 3 komponen yaitu: (1) biaya-biaya yang dikeluarkan prinsipal (monitoring cost), (2) bonding expenditure dari agen, dan (3) residual loss. Pengeluaran pengawasan dibayar oleh prinsipal untuk mengatur tingkah laku agen. Bonding expenditures diciptakan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan mengambil tindakan yang akan menghancurkan principal. The residual loss adalah nilai kerugian yang dialami prinsipal akibat keputusan yang diambil oleh agen, yang menyimpang dari keputusan yang dibuat oleh prinsipal jika ia memiliki informasi dan bakat sebagaimana agen. Penelitian Putri dan Nasir (2006) menyebutkan ada beberapa pendekatan untuk mengurangi agency cost, diantaranya adalah pertama, meningkatkan kepemilikan saham perusahaan dari dalam (insider ownership) atau kepemilikan manajerial. Kedua, dengan menggunakan kebijakan hutang. Ketiga, melalui peningkatan Dividend Payout Ratio (DPR) atau rasio dividen terhadap laba bersih. Keempat, dengan cara mengaktifkan monitoring melalui investor-investor institusional. Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham dimana pemegang sahamnya berasal dari pihak manajemen perusahaan itu sendiri (insiders). Proporsi kepemilikan saham yang dimiliki manajer dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan perusahaan, selain itu kepemilikan manajerial mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja 4 perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan (Jensen dan Meckling, 1976). Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan bahwa untuk mengurangi agency cost dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan hutang dalam pendanaan, karena hutang mewajibkan perusahaan untuk membayarnya kembali, maka free cash flow yang tersedia untuk manajer untuk melakukan tindakantindakan yang tidak semestinya menjadi terbatas. Penggunaan hutang disamping memunculkan keuntungan, juga memunculkan peluang yang hilang. Putri dan Nasir (2006) menyatakan peningkatan hutang akan meningkatkan risiko financial distress dan kebangkrutan sehingga kebijakan hutang berhubungan positif terhadap risiko. Para manajer perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan saham akan semakin berhati-hati dalam menentukan hutang perusahaan karena kebangkrutan perusahaan bukan hanya menjadi tanggungan pemilik utama, namun manajer juga ikut menanggungnya. Free cash flows disamping dengan meningkatkan hutang juga dapat dikurangi dengan meningkatkan dividen karena peningkatan dividen akan meningkatkan kemungkinan perusahaan mengambil dana dari luar sehingga perusahaan semakin sering dimonitor oleh investor baru (Sugiarto, 2009). Pembayaran dividen merupakan informasi yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran saham perusahaan di pasar modal, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Pembayaran dividen akan membuat pemegang saham mempunyai tambahan return selain dari capital gain. 5 Bird in the hand theory memandang bahwa dividen tinggi adalah yang terbaik, karena investor lebih suka kepastian tentang return investasinya serta mengantisipasi risiko ketidakpastian tentang kebangkrutan perusahaan. Signaling theory menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains (Atmaja, 2008). Chen dan Kao (2005) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memiliki hubungan dengan nilai perusahaan dan kinerja saham. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kepemilikan manajerial pada perusahaan IPO mengurangi kinerja saham. Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan hasil bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun mulalui keputusan pendanaan. Penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) menunjukkan hasil bahwa kepemilikan manajerial pengaruhnya tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan Mahadwarta (2002) menunjukkan bahwa managerial ownership signifikan dalam menjelaskan leverage, dimana bila perusahaan mempunyai managerial ownership program maka leverage akan berkurang. Putri dan Nasir (2006) menunjukkan hasil bahwa kepemilikan manajerial secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan hutang menunjukkan 6 hubungan yang negatif namun tidak signifikan diungkapkan oleh Nurfauziah, dkk (2007). Penelitian Mahadwartha (2002) menunjukkan variabel kebijakan hutang dan dividen memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kepemilikan manajerial. Putri dan Nasir (2006) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Penelitian yang dilakukan oleh Nurfauziah, dkk (2007) menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara kepemilikan manajerial dengan dividen. Penelitian yang dilakukan Taswan (2003) menunjukkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan, disisi lain kebijakan dividen juga akan dipengaruhi oleh risiko bisnis dan insider ownership. Insider Ownsership berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Jiraporn dan Liu (2007) menunjukkan hasil bahwa nilai perusahaan tidak terpengaruh oleh kebijakan perusahaan dalam menggunakan leverage. Hubungan yang tidak signifikan antara kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan diungkapkan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang menemukan pengaruh positif dan signifikan antara kebijakan dividen dengan nilai perusahaan. Saurabh dan Arijit (2008) menemukan bahwa terdapat hubungan yang non-linier antara leverage, profitabilitas dan probabilitas peningkatan nilai perusahaan di masa 7 yang akan datang. Profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Penggunaan leverage ternyata berdampak negatif terhadap kesempatan peningkatan nilai perusahaan di masa yang akan datang sedangkan kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan tidak signifikan pengaruhnya terhadap probabilitas peningkatan nilai perusahaan di masa yang akan datang. Penelitian ini bermaksud menguji kembali pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen, kebijakan hutang, dan nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menarik untuk diuji kembali karena hasil penelitian sebelumnya masih menunjukkan adanya kontradiksi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1) Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2) Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 8 3) Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 4) Apakah kebijakan hutang berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 5) Apakah kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang terdafatar di Bursa Efek Indonesia 2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang terdafatar di Bursa Efek Indonesia 3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 9 4) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdafatar di Bursa Efek Indonesia 5) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris yang lebih mendalam mengenai pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen, kebijakan hutang dan nilai perusahaan, serta sebagai referensi bagi penelitian-penelitian yang serupa di masa yang akan datang. 2) Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para manajer perusahaan dalam upaya memaksimalkan nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam menilai prospek perusahaan dan menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi pada perusahaan yang terdaftar di BEI. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan perusahaan (Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Sumber-sumber dana perusahaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) sumber dana menurut asalnya, dan (2) sumber dana menurut jangka waktunya. Sumber dana ditinjau dari asalnya dapat dibedakan menjadi sumber intern dan sumber ekstern. Dana yang berasal dari sumber intern adalah dana atau modal yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan seperti laba ditahan 11 (retained earning) dan penyusutan (depreciation). Sumber ekstern adalah sumber yang berasal dari luar perusahaan. Dana yang berasal dari sumber ekstern adalah dana dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan. Pada prinsipnya, sumber dana internal adalah sumber dana yang berasal dari kegiatan operasi perusahaan, sedangkan sumber dana eksternal merupakan sumber dana yang tidak diperoleh dari kegiatan operasi perusahaan (Sugiarto,2009). Sumber dana menurut jangka waktunya dapat dibedakan menjadi sumber dana jangka pendek dan sumber dana jangka menengah/panjang. Sumber dana jangka pendek merupakan sumber dana yang tertanam di dalam perusahaan maksimum satu tahun. Ada beberapa jenis sumber dana jangka pendek yang sering dipergunakan oleh perusahaan seperti: accrual account, hutang dagang, hutang bank, commercial paper, anjak piutang dan lain-lainnya. Sumber dana jangka menengah adalah merupakan sumber dana yang tertanam di dalam perusahaan lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Sumber dana jangka panjang adalah sumber dana yang tertanam dalam perusahaan lebih dari sepuluh tahun. Terdapat berbagai jenis sumber dana jangka panjang yang tersedia bagi perusahaan seperti misalnya hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Penetapan sumber dana untuk membiayai operasi bisnis perusahaan memperoleh perhatian serius karena pemilihan sumber dana dapat memunculkan biaya. Besarnya masing-masing sumber dana tidak sama, demikian juga persyaratan yang ditentukan para pemilik dana tersebut. Sebelum memutuskan 12 sumber dana mana yang akan dipergunakan, manajemen perusahaan melakukan analisis perbandingan biaya serta pengorbanan yang ditanggung perusahaan dengan manfaat yang diperoleh dari masing-masing sumber dana. Horne dan Wachowicz (2005) menyatakan bahwa dalam keputusan pendanaan, manajer berhubungan dengan perbaikan sisi kanan neraca. Beberapa perusahaan memiliki hutang dalam jumlah yang relatif besar, sementara lainnya bebas dari hutang. Kebijakan dividen perusahaan juga harus dipandang sebagai bagian integral dari keputusan pendanaan perusahaan. 2.1.2 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan adalah harga saham yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual (Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Harga saham mencerminkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan juga dipengaruhi oleh besarnya tingkat pengembalian (return) yang diharapkan oleh investor baik berupa dividen maupun capital gains. Semakin tinggi dividen yang dibagikan maka semakin tinggi return yang diperoleh investor. Semakin tinggi return yang akan diterima investor maka semakin tinggi harga saham yang bersedia dibayar apabila saham dijual. Harga saham yang semakin tinggi mengindikasikan nilai perusahaan yang tinggi juga. Horne dan Wachowicz (2005) menyatakan bahwa harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian khusus dari semua pelaku pasar atas nilai suatu perusahaan. Penilaian tersebut memperhitungkan EPS saat ini dan perkiraan 13 EPS di masa mendatang, waktu, periode, dan risiko dari laba ini, kebijakan dividen perusahaan, serta berbagai faktor lainnya yang dapat berpengaruh pada harga pasar saham. Harga pasar berfungsi sebagai barometer kinerja bisnis, harga tersebut menunjukkan seberapa baiknya kinerja manajemen sejauh ini atas nama para pemegang sahamnya. Pihak manajemen terus menerus berada di bawah kajian. Para pemegang saham yang tidak puas dengan kinerja manajemen dapat menjual saham mereka dan berinvestasi pada perusahaan lainnya. Tindakan ini, jika dilakukan oleh para pemegang saham lainnya yang tidak puas, akan memberi tekanan pada harga pasar per lembar saham. Teori-teori keuangan di bidang keuangan perusahaan memiliki fokus bagaimana memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau pemilik perusahaan (wealth of the shareholders). Tujuan normatif ini dapat diwujudkan dengan memaksimumkan nilai perusahaan (market value of the firm). Memaksimumkan nilai pasar perusahaan sama dengan memaksimumkan harga pasar saham. Hal ini dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut: nilai perusahaan (V = value) adalah hutang (D = debt) ditambah modal sendiri (E = equity). Jika hutang diasumsikan tetap, nilai perusahaan naik maka modal sendiri akan naik. Naiknya modal sendiri akan meningkatkan harga per lembar saham perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa datang, sehingga 14 meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory). Semakin tinggi nilai perusahaan, semakin besar kemakmuran yang diterima oleh pemilik perusahaan, maka tujuan peningkatan nilai perusahaan dipergunakan sebagai tujuan normatif. Memaksimumkan nilai perusahaan tidak identik dengan memaksimumkan laba per lembar saham karena (1) memaksimumkan EPS mungkin memusatkan pada EPS saat ini, (2) memaksimumkan EPS mengabaikan nilai waktu uang, (3) tidak memperhatikan faktor risiko. Nilai perusahaan juga tidak identik dengan memaksimumkan laba, apabila laba diartikan sebagai laba akuntansi. Sebaliknya memaksimumkan nilai perusahaan akan identik dengan memaksimumkan laba dalam pengertian ekonomi. Perlu diambil beberapa keputusan keuangan (financial decisions) yang relevan dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, yang pada akhirnya akan memaksimumkan kemakmuran para pemegang saham. Keputusan keuangan tersebut yaitu: (1) keputusan-keputusan investasi, (2) keputusan-keputusan pendanaan, dan keputusan kebijakan dividen. Brigham dan Houston (2006), Keputusan Batasan menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham, berikut Kebijakanan Strategis Eksternal : yang Dikendalikan dijelaskan pada Gambar 2.1 berikut: oleh Manajemen : 1. Undangundang Antitrust 1. Jenis-jenis 2. Peraturan Produk dan Jasa Lingkungan yang Dihasilkan 3. Peraturan 2. Metode-metode Keamanan Produksi yang Produk dan Tingkat Kondisi Digunakan Tempat Kerja Aktivitas Bursa 3. Penggunaan dan Pajak 4. Peraturan Saham Pendanaan Melalui Perusahaan Praktik Hutang secara Ketenagakerjaan Relatif 5. Kebijakan 4. Kebijakan Federal Reserve Dividen 6. Peraturan Internasional 15 s Arus Kas Yang Diharapkan Harga Saham Kapan Arus Kas Terjadi Tingkat Risiko Arus Kas yang Dapat Diterima Sumber : Brigham dan Houston, 2006 Gambar 2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham Gambar 2.1 menggambarkan, dalam pembuatan keputusan kebijakan strategis jangka panjang perusahaan baik itu keputusan investasi, pendanaan melalui hutang dan kebijakan dividen yang dirancang untuk memaksimalkan harga saham perusahaan, manajemen dibatasi oleh sejumlah batasan eksternal, tingkat aktivitas ekonomi dan pajak perusahaan serta kondisi bursa saham. 16 Nilai perusahaan tercermin dari nilai sahamnya. Investor dalam melakukan keputusan investasi di pasar modal memerlukan informasi tentang penilaian saham. Terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value), dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai pasar merupakan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham. Investor dalam mempertimbangkan pembuatan keputusan membeli atau menjual saham dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai intrinsik saham dengan nilai pasar saham bersangkutan. Pendekatan dalam menentukan nilai intrinsik saham adalah price to book value. Nilai perusahaan didefinisikan sebagai persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang akan terlihat pada harga sahamnya. Setiap perusahaan yang didirikan menginginkan harga saham yang dijual memiliki potensi harga tinggi dan menarik minat investor untuk membelinya. Semakin tinggi harga saham suatu perusahaan, maka akan semakin tinggi nilai perusahaan tersebut. Nilai perusahaan yang diindikasikan dengan price to book value (PBV) yang tinggi menjadi keiinginan para pemilik perusahaan, sebab akan meningkatkan kemakmuran para pemegang saham (Soliha dan Taswan, 2002). 2.1.3 Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) mengembangkan suatu teori tentang bagaimana struktur kepemilikan mempengaruhi perilaku individu-individu dalam 17 perusahaan. Jesen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa perusahaan merupakan rekanan legal yang berperan sebagai suatu hubungan kontrak di antara individu-individu. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai mekanisme kontrak antara penyedia modal (principal) dan para agen. Hubungan keagenan merupakan kontrak, baik bersifat eksplisit maupun implisit dimana satu orang atau lebih orang (disebut prinsipal) meminta orang lain (yang disebut agen) untuk mengambil tindakan atas nama prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan terjadi apabila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100 persen sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan tidak berdasarkan pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan keuangan perusahaan. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Masalah keagenan muncul saat agen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Problem keagenan (agency problem) antara pemegang saham dengan manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Manajer perusahaan sebaliknya bisa saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri (Atmaja, 2008). Sugiarto (2009) menyatakan masalah keagenan dapat muncul dalam berbagai tipe. Tipe pertama adalah konflik antara manajer dengan pemegang saham. Tipe kedua adalah konflik antara pemegang saham mayoritas 18 dengan pemegang saham minoritas. Tipe ketiga adalah konflik antara pemegang saham atau menajer dengan pemberi pinjaman. Permasalahan keagenan tipe pertama umum terjadi di negara-negara maju, dimana banyak ditemukan perusahaan-perusahaan besar yang dikelola manajer profesional dan pemiliknya adalah berstatus investor dengan kepemilikan relatif kecil. Prinsipal adalah pemilik perusahaan (pemegang saham) dan agennya adalah tim manajemen dalam konteks perusahaan. Tim manajemen diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang terkait dengan operasi dan strategi perusahaan dengan harapan keputusan-keputusan yang diambil akan memaksimumkan nilai perusahaan. Harapan agar tim manajemen selalu mengambil keputusan yang sejalan dengan peningkatan nilai perusahaan seringkali tidak terwujud. Banyak keputusan manajer justru lebih menguntungkan manajer dan mengesampingkan kepentingan pemegang saham. Permasalahan keagenan tipe kedua menyoroti konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Pemegang saham mayoritas yang biasanya juga menjadi manajer di perusahaan tersebut atau paling tidak menunjuk manajer pilihannya, dapat mengambil keputusan yang hanya menguntungkan pemegang saham mayoritas. Problem keagenan antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas dalam perusahaan (Atmaja, 2008). Permasalahan keagenan tipe ketiga menyoroti konflik antara pemegang saham dengan pemberi pinjaman. Konflik tersebut disebabkan perbedaan risiko 19 antara dua pihak (Choi,1992) dalam Sugiarto (2009). Pemegang saham dapat memberlakukan kebijakan yang memungkinkan terjadinya transfer kesejahteraan dari pemberi pinjaman ke pemegang saham. Pemberi pinjaman selalu berharap agar bisnis perusahaan berjalan aman sehingga uang yang dipinjamkan dapat kembali, namun pemegang saham dapat saja memilih bisnis berisiko tinggi dengan harapan memperoleh return yang lebih tinggi. Proyek berisiko tinggi hanya akan menguntungkan pemegang saham tetapi merugikan pemberi pinjaman. Manajer perusahaan sebagai pengelola tentu akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham, pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost yang meliputi antara lain: pengeluaran untuk memonitor kegiatan manajer, pengeluaran untuk membuat suatu struktur oraganisasi yang meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, serta opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham (Atmaja, 2008). Jensen dan Meckling (1976) memecah agency cost menjadi tiga komponen yaitu: 1) Monitoring cost yaitu pengeluaran pengawasan dibayar oleh prinsipal untuk mengatur tingkah laku agen. 20 2) Bonding expenditure yang diciptakan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan mengambil tindakan yang akan menghancurkan prinsipal. 3) Residual loss yaitu nilai kerugian yang dialami prinsipal akibat keputusan yang diambil oleh agen, yang menyimpang dari keputusan yang dibuat oleh prinsipal. 2.1.4 Struktur Modal dan Maksimisasi Kemakmuran Pemilik Ada tiga jenis dana yang dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan, yakni: (1) penerbitan saham (equity finacing), (2) penerbitan obligasi (debt financing), (3) laba ditahan. Baik penerbitan obligasi maupun saham, sering disebut sebagai pendanaan dari luar (external financing). Penggunaan laba ditahan (retained earning) sering disebut pendanaan dari dalam perusahaan (internal finacing). Keputusan pendanaan ini akan ditentukan perimbangan yang optimal dari berbagai sumber dana yang akan digunakan. Keputusan pendanaan ini akan menyangkut dua macam keputusan, yakni: (1) penentuan struktur modal yang optimal yang digambarkan melalui rasio antara hutang dengan modal sendiri (Debt-Equity Ratio), dan (2) penentuan kebijakan dividen yang digambarkan melalui Dividend Payout Ratio. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa (Sartono, 2001). Kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu pertukaran antara risiko dan pengembalian: (1) Penggunaan lebih banyak hutang akan 21 meningkatkan risiko yang ditanggung oleh para pemegang saham, dan (2) Penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan terjadinya ekspektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi. Risiko yang lebih tinggi cenderung akan menurunkan harga saham, tetapi ekspektasi tingkat pengembalian yang lebih tinggi akan menaikkannya. Struktur modal yang optimal harus mencapai suatu keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga dapat memaksimalkan harga saham perusahaan (Brigham dan Houston, 2006). Brigham dan Houston (2006) menyatakan ada empat faktor utama yang mempengaruhi keputusan struktur modal yaitu: 1) Risiko bisnis, atau risiko yang inheren dengan operasi risiko jika perusahaan tidak mempergunakan hutang. Semakin tinggi risiko bisnis perusahaan, maka semakin rendah rasio hutang optimalnya. 2) Posisi perpajakan perusahaan. Salah satu alasan utama menggunakan hutang adalah bunganya yang dapat menjadi pengurang pajak, yang selanjutnya akan mengurangi biaya efektif hutang. Jika sebagian besar laba perusahaan telah dilindungi dari pajak karena perlindungan penyusutan pajak, bunga dari hutang yang masih beredar saat ini, atau karena kerugian pajak yang dibawa ke tahun berikutnya, maka tarif pajaknya akan rendah, sehingga tambahan hutang mungkin tidak akan begitu menguntungkan lagi dibandingkan jika perusahaan memiliki tarif pajak efektif yang lebih tinggi. 22 3) Fleksibilitas keuangan, atau kemampuan untuk memperoleh modal dengan persyaratan yang wajar dalam kondisi yang buruk. 4) Konservatisme atau keagresifan manajemen. Beberapa manajer lebih agresif dari yang lainnya, sehingga beberapa perusahaan cenderung menggunakan hutang sebagai usaha untuk mendorong keuntungan. Terdapat tiga teori yang utama dalam konteks tujuan memaksimumkan kemakmuran para pemilik atau pemegang saham atau memaksimumkan nilai perusahaan. Pertama adalah teori tradisional atau teori klasik yang dikembangkan oleh Ezra Salomon yang menyatakan bahwa ada struktur modal yang optimal, yang dapat memaksimumkan nilai pasar perusahaan dengan cara meminimumkan biaya modal rata-rata (average cost of capital). Teori kedua dikembangkan oleh Modigliani dan Miller (MM) dengan mengasumsikan bahwa pasar modal itu sempurna dan tidak ada pajak. MM dalam teori ini menyatakan bahwa nilai perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham tidak dipengaruhi oleh struktur modal. Teori yang ketiga, yang juga dikembangkan oleh MM yang memperhatikan pajak, mengatakan bahwa penggunaan hutang masih memungkinkan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan posisi pemegang saham. 23 2.1.5 Struktur Kepemilikan Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan equity tetapi juga oleh persentase kepemilikan oleh manajer dan institusional (Jensen dan Meckling, 1976). Struktur kepemilikan dapat mempengaruhi keputusan sumber dana apakah melalui hutang atau right issue. Pendanaan yang diperoleh melalui hutang berarti rasio hutang terhadap ekuitas akan meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko. Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information). Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik kepentingan antara pemegang klaim. Pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information) memadang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di pasar modal. Struktur kepemilikan adalah distribusi saham-saham perusahaan diantara kelas-kelas para investor (Amiruddin Umar, 2005). Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan ekuitas, tetapi ditentukan juga oleh presentase kepemilikan manajerial dan institusional. 24 Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai suatu alat untuk mengurangi konflik kepentingan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi adalah pendekatan yang terjadi antara insider dan outsiders melalui pengungkapan informasi dari dalam pasar modal. Manajer dalam kegiatan operasional perusahaan akan mengambil keputusan untuk kegiatan operasional perusahaan dan nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada direksi dan para pemegang saham perusahaan sebagai pemilik modal. Pemegang saham sebagai pemilik modal dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) Managerial ownership atau internal ownership Adalah pemegang saham yang merupakan pihak insiders perusahaan yang ikut aktif dalam kegiatan perusahaan seperti dewan direksi dan manajer. 2) External ownership Adalah pemegang saham perorangan yang pasif dalam kegiatan operasional perusahaan diluar pihak insiders perusahaan. 3) Institution ownership Adalah pemegang saham yang berbentuk institusi (perusahaan) yang pasif dalam kegiatan operasional perusahaan. 2.1.6 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham yang merupakan pihak insiders perusahaan yang ikut aktif dalam kegiatan perusahaan seperti dewan direksi dan manajer. Kepemilikan saham oleh manajer (insider ownership) ditentukan oleh beberapa hal yaitu: risiko bisnis, ukuran perusahaan dan jumlah 25 divisi dalam perusahaan. Kepemilikan saham insider umumnya berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Keuntungan dari kepemilikan saham insider adalah berhubungan dengan keuntungan pengawasan yang dilakukan manajer yang kepemilikan sahamnya besar dalam perusahaan. Biaya dari kepemilikan insiders berasal dari insider yang harus mengalokasikan sebagian kesejahteraannya untuk perusahaan dan jika perlu harus memiliki portofolio yang terdiversikasi dengan baik. 2.1.7 Kebijakan Hutang Ketika sebuah perusahaan berekspansi, perusahaan akan membutuhkan modal, dan modal tersebut dapat berasal dari hutang maupun ekuitas. Hutang memiliki dua keunggulan penting. Pertama, bunga yang dibayarkan dapat menjadi pengurang pajak, yang selanjutnya akan menurunkan biaya efektif hutang tersebut. Kedua, kreditor akan mendapatkan pengembalian dalam jumlah tetap, sehingga pemegang saham tidak harus membagi keuntungannya jika bisnis berjalan dengan sangat baik. Hutang juga memiliki kelemahan. Pertama, semakin tinggi rasio hutang, maka perusahaan tersebut akan semakin berisiko, sehingga semakin tinggi pula biaya baik dari hutang maupun ekuitasnya. Kedua, jika sebuah perusahaan mengalami masa-masa sulit dan laba operasi tidak cukup untuk menutupi beban bunga, para pemegang sahamnya akan harus menutupi kekurangan tersebut, dan jika mereka tidak dapat melakukannya, maka akan terjadi kebangkrutan. Masamasa yang lebih baik mungkin sudah menanti, tetapi hutang yang terlalu banyak 26 dapat menunda perusahaan untuk mencapai masa tersebut (Brigham dan Houston, 2006). Kebijakan perusahaan dalam menentukan sumber pendanaan merupakan suatu hal yang sangat sulit. Banyak perusahaan yang cenderung lebih suka menggunakan hutang dalam menjalankan usahanya, karena beranggapan bahwa hutang akan lebih menguntungkan dibandingkan apabila menggunakan modal sendiri, sehingga akan meningkatkan pengembalian bagi pemegang saham. Hutang merupakan sumber pendanaan yang penting bagi perusahaan karena dengan hutang nilai perusahaan akan meningkat. Hutang juga menimbulkan permasalahan, karena hutang banyak mengandung risiko jika tidak dikelola dengan baik, yaitu mengakibatkan kebangkrutan usaha. Sumber pendanaan dari hutang dapat terdiri dari hutang jangka panjang dan hutang jangka pendek. Struktur kepemilikan secara teoritis mempunyai hubungan dengan leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan yang dilakukan pemilik terhadap manajemen akan semakin efektif. Manajemen akan semakin berhati-hati dalam memperoleh pinjaman, sebab jumlah hutang yang semakin meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial distress akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan sehingga mengurangi kemakmuran pemilik. Perusahaan-perusahaan dengan keuntungan dan arus kas operasi yang tidak stabil kemudian membatasi penggunaan hutangnya. Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang lebih kecil dan arus kas operasi yang lebih stabil di lain pihak dapat menanggung lebih banyak hutang. 27 2.1.8 Kebijakan Dividen Agus Sartono (2001) menyatakan kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan sebagai laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka pembentukan dana intern akan semakin besar. Kebijakan dividen tetap mempunyai pengaruh terhadap naik turunnya harga saham, karena kebijakan dividen dapat digunakan sebagai salah satu informasi mengenai keadaan perusahaan. Kestabilan pembagian dividen dapat mencerminkan keadaan perusahaan yang stabil, sehingga dapat lebih menarik minat investor, karena pada umumnya investor menyukai kepastian. Dividen yang rendah dapat digunakan untuk menghindari pemotongan dividen di masa mendatang sehingga pengalokasian sebagian keuntungan pada laba ditahan dapat digunakan untuk investasi lebih lanjut. Menurut Sugiyarso dan Winarni (2005) faktor-faktor yang memepengaruhi kebijakan dividen antara lain: 1) Perjanjian hutang Perjanjian hutang antara perusahaan dengan kreditur dapat membatasi pembayaran dividen sebab seringkali dividen hanya dapat dibayarkan jika kewajiban hutang kepada kreditur telah dipenuhi perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang menunjukkan perusahaan dalam kondisi sehat juga merupakan faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. 28 2) Pembatasan dari saham preferen Apabila dividen pemegang saham preferen belum dibayar maka pembayaran dividen kepada pemegang saham biasa belum dapat dilakukan 3) Tersedianya kas Cash dividend hanya dapat dibayarkan apabila tersedia uang tunai yang cukup. Keadaan demikian dapat ditunjukkan dalam ratio likuiditas perusahaan yang baik 4) Pengendalian terhadap perusahaan Faktor yang penting khususnya pada perusahaan-perusahaan yang relatif kecil adalah apabila pihak manajemen ingin mempertahankan kontrol terhadap perusahaan. Keadaan demikian menyebabkan ada kecendrungan perusahaan segan menjual saham baru, dan lebih suka manahan laba guna memenuhi kebutuhan pendanaan perusahaan. Akibatnya dividen yang dibayarkan dalam bentuk kas menjadi kecil 5) Kebutuhan dana untuk investasi Perusahaan yang berkembang selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek-proyek yang meguntungkan. Dalam hal ini manajemen cenderung lebih suka memanfaatkan laba ditahan karena pemanfaatan laba ditahan tidak memerlukan flotation cost 6) Fluktuasi laba Apabila laba perusahaan berfluktuasi dividen yang dibayarkan kecil hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan pembayaran dividen. Dengan 29 laba yang berfluktuasi perusahaan juga tidak banyak mempergunakan hutang sebagai sumber pendanaan hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko kebangkrutan. Dengan keadaan demikian laba ditahan akan menjadi besar dan dividen yang dibayarkan semakin mengecil. Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa kebijakan dividen optimal (optimal dividend policy) sebuah perusahaan harus mencapai suatu keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa depan sehingga dapat memaksimalkan harga saham. Tiga teori tentang preferensi investor mengenai kebijakan dividen yaitu : (1) teori irelevansi dividen, (2) teori ”burung ditangan” (bird in the hand theory), dan (3) teori preferensi pajak. Teori irelevansi dividen menyatakan bahwa kebijakan dividen sebuah perusahaan tidak memiliki pengaruh pada harga saham maupun biaya modalnya. Pendukung utama dari teori irelevansi dividen (dividend irrelevance theory) ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM), yang berpendapat bahwa nilai dari sebuah perusahaan akan tergantung pada laba yang diproduksi oleh aktiva-aktivanya, bukan pada bagaimana laba tersebut akan dibagi menjadi dividen dan saldo ditahan. Bird in the hand theory menyatakan bahwa nilai sebuah perusahaan akan dapat dimaksimalkan dengan menetapkan rasio pembayaran dividen yang tinggi. Gordon dan Lintner mengatakan, secara tidak langsung investor menilai dolar dari dividen yang diharapkan lebih tinggi daripada dolar dari keuntungan modal yang diharapkan. Teori preferensi pajak atau perbedaan pajak (tax differential theory) diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy, yang menyatakan bahwa karena 30 adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak (Atmaja, 2008). Teori preferensi pajak menyatakan tiga alasan yang berhubungan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor akan lebih menyukai pembayaran dividen yang rendah daripada pembayaran dividen yang tinggi, yaitu : (1) keuntungan modal jangka panjang akan dikenakan pajak yang lebih rendah dibandingkan pendapatan dividen, (2) pajak atas keuntungan tidak akan dibayarkan sampai saham tersebut dijual, karena adanya pengaruh nilai waktu, dan (3) Apabila selembar saham yang dimiliki oleh sesorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan yang terhutang (Brigham dan Houston, 2006). 2.1.9 Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Hutang Kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi keputusan pencarian dana apakah melalui hutang atau right issue. Perimbangan kepemilikan dapat menciptakan kehati-hatian para insider dalam mengelola perusahaan. Kebangkrutan perusahaan bukan hanya menjadi tangggungan pemilik utama, namun para insider juga ikut menanggungnya. Konsekuensinya para insider akan bertindak hati-hati termasuk dalam menentukan hutang perusahaan. Putri dan Nasir (2006) menyatakan tingginya kepemilikan manajerial semakin memungkinkan tindakan oportunis manajer sehingga meresahkan shareholders. Penggunaan hutang dapat menjadi solusi atas permasalahan ini. Penggunaan hutang akan meningkatkan monitoring dari bondholders dan membuat shareholders lebih tenang karena pembiayaan investasi tidak menggunakan dananya sehingga mengurangi risiko dari shareholders. 31 Hutang adalah instrumen yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh struktur modal. Semakin tinggi proporsinya maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil dari biaya yang ditimbulkannya. Para pemilik lebih suka perusahaan menciptakan hutang pada tingkat tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan. Perilaku manajer dan komisaris harus dapat dikendalikan melalui keikutsertaan dalam kepemilikan saham perusahaan agar harapan pemilik dapat dicapai. 2.2 Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Dividen Rozeff (1982) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang saham rendah. Penetapan dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di masa yang datang yang dibiayai dari sumber internal. Jika pemegang saham lebih menyukai dividen yang tinggi, maka menimbulkan perbedaan kepentingan, sehingga diperlukan peningkatan dividen. Signaling theory menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham, sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun (Atmaja, 2008). Makin tinggi konflik antara manajemen dan pemegang saham mengenai kebijakan dividen, maka perusahaan akan makin konservartif karena manajemen perusahaan untuk memaksimalkan kepentingannya melalui konsirvatisme 32 akuntansi, agar jumlah dividen yang dibagikan semakin kecil. Makin kecil jumlah dividen makin besar jumlah dana yang dikendalikan manajemen. 2.2.1 Kepemilikan Manajerial dan Nilai Perusahaan Proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. mensejajarkan kepentingan manajemen Kepemilikan dan pemegang manajerial akan saham (outsider ownership), sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang diambil serta menanggung kerugian dari pengambilan keputusan yang salah. Teori yang dikembangkan oleh Modigliani dan Miler yang memperhatikan pajak, mengatakan bahwa penggunaan hutang masih memungkinkan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham. Adanya pajak penghasilan perusahaan, hutang dapat menghemat pajak yang dibayar karena hutang menimbulkan pembayaran bunga yang mengurangi jumlah penghasilan terkena pajak sehingga nilai perusahaan bertambah. Hubungan jumlah hutang dengan nilai perusahaan adalah positif: semakin besar hutang, semakin tinggi nilai perusahaan (Atmaja : 2008). Model Modigliani dan Miler dengan pajak melupakan satu hal: semakin besar hutang, semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Model perbaikan ini disebut tax savings-financial costs trade-off theory karena hutang menghasilkan penghematan pajak namun juga menimbulkan biaya kesulitan keuangan. Secara umum model MM yang dimodifikasi ini mengajarkan: (1) berhutang sejumlah tertentu itu baik, (2) 33 berhutang terlalu banyak tidak baik, dan (3) ada jumlah hutang yang optimal untuk setiap perusahaan (Atmaja: 2008). Ada dua aliran yang berbeda dalam maksimisasi kemakmuran pemegang saham. Aliran yang pertama dipimpin oleh Modigliani dan Miller yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak akan mempengaruhi harga saham, sebab para investor tidak membedakan (indefferent) antara cash dividend dan retained earnings dalam pasar modal sempurna. Dengan demikian tidak ada dividend payout ratio yang optimal yang akan memaksimumkan nilai perusahaan. Aliran kedua yakni dipimpin oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa kebijakan dividen itu memang mempengaruhi nilai perusahaan, sebab para investor akan menilai tinggi harapan dividen Rp 1,00 daripada harapan capital gain Rp 1,00 yang berasal dari penginvestasian kembali laba ditahan. Menurut aliran ini memang ada dividend payout ratio yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan. 2.2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya Penelitian ini berkaitan dengan penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan antara lain oleh: 1) Penelitian yang dilakukan Chen dan Kao (2005) yang berjudul The Conflict Between Agency Theory and Corporate Control on Managerial Ownership : The Evidence from Taiwan IPO Performance. Penelitian ini menguji masalah keagenan yang potensial dan kendali perusahaan dengan struktur kepemilikan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi. Penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manjerial 34 memiliki hubungan dengan nilai perusahaan dan kinerja saham. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kepemilikan manajerial pada perusahaan IPO mengurangi kinerja saham. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Truong (2006) yang berjudul Corporate Boards, Ownership and Agency Cost: Evidence from Australia. Penelitian ini menjabarkan pengaruh karakteristik pengurus dan kepemilikan perusahaan pada konflik keagenan antara manajer dengan pemilik saham, menggunakan sampel dari 500 perusahaan teratas yang terdaftar di Australia. Teknik analisis yang digunakan adalah 2-stage least squares (2SLS). Hasil penelitian ini menemukan sebuah hubungan yang positif dan secara statistik signifikan antara kepemilikan manajerial dan pemanfaatan aset. Menariknya terdapat sedikit bukti keterkaitan antara karakteristik pengurus inti (ukuran, komposisi, kepemimpinan) dan biaya agency. 3) Penelitian yang dilakukan Jiraporn dan Liu (2007) dengan judul penelitin Capital Structure, Staggered Boards, and Firm Value. Penelitian ini didasarkan pada agency theory. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi. Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah perusahaan dengan stagered boards akan mempengaruhi perusahaan untuk menggunakan leverage yang rendah dibandingkan perusahaan-perusahaan yang dewan direksinya didasarkan pada unitary boards. Temuan lainnya bahwa nilai perusahaan tidak terpengaruh oleh kebijakan perusahaan dalam menggunakan leverage. 35 4) Penelitian yang dilakukan Saurabh dan Arijit (2008) dengan judul Do Leverage, Dividend Policy, and Profitability Influence The Future Value of Firm? Evidence from India. Penelitian tersebut menguji pengaruh dari kebijakan dividen masa lalu, leverage masa lalu dan profitabilitas terhadap probabilitas peningkatan nilai perusahaan di masa depan (ukuran nilai perusahaan menggunakan rasio harga pasar saham dibagi dengan nilai buku saham) pada perusahaan yang terdaftar di Indian Stock Market. Penelitian ini menggunakan regresi model logit dalam menganalisis datanya. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan yang nonlinier antara leverage, profitabilitas dan probabilitas peningkatan nilai perusahaan di masa yang akan datang. Profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Penggunaan leverage ternyata berdampak negatif terhadap kesempatan peningkatan nilai perusahaan di masa yang akan datang sedangkan kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan tidak signifikan pengaruhnya terhadap probabilitas peningkatan nilai perusahaan di masa yang akan datang. 5) Penelitian yang dilakukan Mahadwartha (2002) yang berjudul The Association of Managerial Ownership With Dividend Policy and Leverage Policy: Indonesian Firm. Penelitian ini mencoba meneliti hubungan antara kepemilikan manajerial dengan kebijakan hutang dan dividen tanpa hubungan interdepensi antara kedua kebijakan itu. Logit Model dipergunakan dalam penelitian ini karena kepemilikan manajerial di proksikan dengan variabel dummy. Penelitian ini secara signifikan 36 mendukung dua penelitian terakhir (Mahadwartha 2002, Mahadwartha dan Hartono,2002) bahwa kepemilikan manajerial mengendalikan masalah keagenan di Indonesia. Variabel kebijakan hutang dan dividen memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kepemilikan manajerial. 6) Penelitian yang dilakukan Taswan (2003) yang berjudul Analisis Strategis di LIK dan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara insider ownership, kebijakan hutang dan dividen terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Taswan ini juga berupaya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap insider ownership, kebijakan hutang dan Dividen. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah SEM. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. Insider Ownsership berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 7) Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) yang berjudul, Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan institusional) terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan keputusan keuangan (keputusan investasi, kebijakan hutang dan kebijakan dividen). Teknik analisis yang dipergunakan adalah path 37 analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan: Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap keputusan investasi dan keputusan pendanaan tetapi tidak pada kebijakan dividen. Keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi keputusan investasi dan kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun melalui keputusan pendanaan. 8) Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Nasir (2006) yang berjudul ”Analisis Persamaan Simultan Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen Dalam Perspektif Teori Keagenan”. Penelitian ini bermaksud untuk menguji hubungan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko, kebijakan hutang dan kebijakan dividen dengan basis agency theory. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan model persamaan two stage least square karena kondisi identifikasi menunjukkan over dan exactly identified. Uji Hausman dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah variabel-variabel endogen dalam persamaan ini saling berkorelasi secara dua arah Dari hasil penelitian ini menunjukkan kebijakan hutang memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kepemilikan manajerial. Kebijakan dividen secara statistik berpengaruh positif terhadap kepemilikan manajerial. Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Kebijakan hutang tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. 38 9) Penelitian yang dilakukan Almilia dan Silvy yang berjudul Analisis Kebijakan Dividen dan Kebijakan Leverage Terhadap Prediksi Kepemilikan Manajerial Dengan Tehnik Analisis Multinomial Logit (2006). Penelitian ini berusaha menguji apakah kebijakan dividen, kebijakan leverage, size, kesempatan investasi, profitabilitas, nilai perusahaan dan nilai pasar ekuitas dapat dipergunakan untuk memprediksi kepemilikan manajerial dalam perspektif teori keagenan. Model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik analisis multinomial logit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel hutang (DEBT), Investment Opportunity (INVS_OPR), Nilai pasar ekuitas (LNVAL), ROA dan TOBINS adalah merupakan variabel yang dapat digunakan untuk memprediksikan perusahaan yang tidak memiliki kepemilikan manajerial dan yang memiliki kepemilikan manajerial. Variabel LNVAL dan INVS_OPR adalah variabel yang dapat digunakan untuk memprediksi perusahaan yang memiliki prosentase kepemilikan manajerial kecil dengan perusahaan yang memiliki prosentase kepemilikan manajerial besar. 10) Penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang berjudul Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern, dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan, leverage, faktor ekstern, dan faktor intern terhadap nilai perusahaan di Bursa Efek Jakarta. Teknik analisis yang dipergunakan adalah SEM. Hasil yang diperoleh 39 dalam penelitian tersebut adalah variabel kepemilikan manajerial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap leverage dan nilai perusahaan.Variabel pembayaran dividen mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Leverage mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 11) Penelitian yang dilakukan oleh Nurfauziah, dkk (2007) berjudul Analisis Hubungan Simultan Antara Kepemilikan Manajerial, Risiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen dalam Masalah Agensi. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara kepemilikan manajerial dengan dividen. Penelitian ini menggunakan model persamaan Two Stage Least Square (2SLS). Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan hutang menunjukkan hubungan yang negatif namun tidak signifikan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya arah hubungan negatif namun tidak signifikan antara dividen dengan hutang. 12) Penelitian yang dilakukan Gunadi (2008) yang berjudul Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, Profitabilitas, Kebijakan Dividen, dan Set Kesempatan Investasi pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, profitabilitas, kebijakan dividen dan set kesempatan investasi pada industri manufaktur di BEI. Untuk memecahkan masalah ini digunakan teknik analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian ini tidak mendukung teori keagenan yang menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial, 40 maka jumlah hutang perusahaan akan mengalami penurunan. Secara statistik kepemilikan manajerial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang. Kepemilkan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen pada industri manufaktur di BEI selama periode 2002-2006. 41 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Berdasarkan kajian pustaka dan mengacu pada beberapa hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya yang berkaitan dengan pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan, maka kerangka konseptual yang mendasari penelitian ini adalah bahwa nilai perusahaan merupakan tujuan utama yang ingin dicapai bagi manajemen perusahaan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Berdasarkan beberapa studi empirik terdapat pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan, kemudian disusun kerangka konseptual untuk melihat hubungan-hubungan antara variabel penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.1 berikut: H1 Kepemilikan Manajerial H2 Kebijakan Hutang H3 Kebijakan Dividen Gambar 3.1 Kerangka Konseptual H4 Nilai Perusahaan H5 42 Gambar 3.1 tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini dilakukan untuk menguji hubungan antara kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan serta bagaimana pola hubungan antara variabel tersebut. Pada penelitian ini terdapat suatu hubungan kausalitas berjenjang maka pengujian akan dilakukan dengan menggunakan analisis jalur (path analysis). 3.2 Hipotesis Pada dasarnya hipotesis ini dibuat untuk menetapkan kesimpulan sementara terhadap proses penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kajian teori dan kajian empiris serta konsep penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini. Rumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: H1. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. H2. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. H3. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. H4.Kebijakan hutang berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 43 H5. Kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 44 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif dimana terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini akan dapat membangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala (Sugiyono, 2009). 4.1.2 Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder, data yang pengumpulannya dan pengolahannya dilakukan oleh pihak lain yang diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory) dan website : www.idx.co.id. Penelitian dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. 4.2 Variabel Penelitian 4.2.1 Indentifikasi Variabel Variabel-variabel yang diidentifikasikan sebagai berikut: dianalisis dalam penelitian ini dapat 45 1) Variabel eksogen Variabel eksogen merupakan variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain di dalam model. Variabel eksogen dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial. 2) Variabel endogen Variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi dan mempengaruhi variabel lain dalam model.Varibel endogen ini meliputi varibel endogen dependen dan variabel endogen intervening. Variabel endogen dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan dan variabel endogen intervening adalah kebijakan hutang dan kebijakan dividen. 4.2.2 Definisi Operasional Variabel Berikut dijelaskan definisi operasional variabel dari masing-masing variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menghindari kesalahan dalam mengartikan variabel yang dianalisis. 1) Nilai Perusahaan Nilai perusahaan diukur dengan melihat rasio Price to Book Value (PBV), rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan perusahaan-perushaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2008, yang dinyatakan sebagai berikut ( dalam satuan rasio ) : PBV= Nilai pasar ekuitas……………………………………….........(4.1) Nilai buku ekuitas 46 2) Kepemilikan manajerial Struktur kepemilikan disini adalah komposisi kepemilkan saham pada perusahaan oleh insider (manajer, direktur, dan komisaris). Kepemilikan manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial yang diukur dengan menggunakan rasio insider. Rasio ini diukur dengan menggunakan total persentase kepemilikan oleh manajer, direktur, dan komisaris minimal 0,01 persen saham perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2008. Kepemilikan manajerial = Kepemilikan saham manajer, direktur, komisaris x 100%...(4.2) Jumlah total lembar saham 3) Kebijakan Hutang Kebijakan hutang diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini menunjukkan perbandingan antara pembiayaan dan pendanaan melalui hutang dengan pendanaan melalui ekuitas (Brigham dan Houston, 2006). Rasio ini dinyatakan dalam satuan rasio. DER = Total Hutang ...………........................................................(4.3) Total Ekuitas 4) Kebijakan Dividen Kebijakan dividen diukur dengan menggunakan Dividend Payout Ratio (DPR) yang merupakan perbandingan antara Dividen Per Share (DPS) dengan 47 Earning Per Share (EPS) pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2008 dalam (%). DPR = DPS x 100%............................…………………………........(4.4) EPS Keterangan : DPR = Dividend Payout Ratio DPS = Dividend Per Share EPS = Earning Per Share 4.3 Prosedur Pengumpulan Data Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 sampai dengan 2008 yang memiliki laporan mengenai kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan yaitu sebanyak 41 perusahaan. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penentuan sampel non probability sampling dalam hal ini adalah purposive sampling, yaitu metode penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Dengan metode purposive sampling, sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang ditentukan. Kriteria penentuan sampel adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan aktif terus-menerus dari tahun 2004 sampai dengan 2008. 48 2) Perusahaan yang memiliki hutang jangka panjang (leverage) secara terus menerus selama periode penelitian. 3) Perusahaan yang membagikan dividen secara terus menerus selama periode penelitian. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dilakukan seleksi sampel. Dari 41 perusahaan setelah melalui proses seleksi berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, terpilih 19 perusahaan sebagai sampel dalam penelitian ini. 4.4 Metode Analisis Data 4.4.1 Analisis Jalur (Path Analysis) Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis jalur/path analysis. Agus Widarjono (2010) menyatakan analisis jalur adalah sebuah metode untuk mempelajari efek langsung (direct effect) maupun efek tidak langsung (indirect effect) dari variabel. Analisis jalur ini bukan merupakan metode untuk menentukan hubungan penyebab satu variabel terhadap variabel lain, tetapi hanya menguji hubungan teoritis antar variabel. Selain itu, semua variabel dalam analisis jalur baik dependen maupun independen merupakan variabel yang bisa diukur langsung (observable). Riduwan dan Kuncoro (2008,) menyatakan bahwa path analysis merupakan model analisis yang digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). 49 4.4.2 Asumsi-asumsi Dalam Path Analysis Berikut ini beberapa asumsi yang mendasari path analysis (Riduwan dan Kuncoro, 2008): 1) Pada model path analysis, hubungan antara variabel adalah bersifat linier, adaptif dan bersifat normal 2) Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas berbalik 3) Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval dan ratio 4) Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan reliable) artinya variabel yang diteliti dapat diobservasi secara langsung 5) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan artinya model teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti. 4.4.3 Tahap-tahap Dalam Path Analysis Agus Widarjono (2010) menyatakan ada beberapa tahap yang harus dilalui di dalam analisis jalur. Pertama, membuat spesifikasi model analisis jalur. Di dalam membuat model analisis jalur hubungan satu variabel dengan variabel lain seharusnya dilakukan berdasarkan landasan teori yang ada. Spesisikasi model 50 merupakan dasar dalam menentukan hubungan antar variabel di dalam analisis jalur. Kedua, setelah membuat spesifikasi model maka langkah selanjutnya adalah melakukan estimasi untuk mendapatkan koefisien analisis jalur. Ketiga, melakukan uji signifikansi analisis jalur. Gambar diagram jalur untuk penelitian Kebijakan Hutang (X2) b1 Kepemilikan Manajerial (X1) e 1 ini ditunjukkan pada Gambar 4.1 sebagai berikut: b4 b2 b3 e 2 Kebijakan Dividen (X3) Nilai Perusahaan (Y) b5 e 3 Gambar 4.1 Diagram Jalur Mengenai Hubungan Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang , Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan Gambar 4.1 dapat ditulis bentuk persamaan sebagai berikut : (1) Hubungan antara X1 terhadap X2 X2 = α + b1X1 + e1 (2) Hubungan antara X1 terhadapX3 X3 = α + b3X1 + e2 51 (3) Hubungan antara X1, X2, dan X3 terhadap Y Y = α + b4X2 + b2X1 + b5X3 + e3 Keterangan : X1 adalah kepemilikan manajerial X2 adalah kebijakan hutang X3 adalah kebijakan dividen Y adalah nilai perusahaan b1 adalah koefisien jalur X1 dengan X2 b2 adalah koefisien jalur X1 dengan Y b3 adalah koefisien jalur X1 dengan X3 b4 adalah koefisien jalur X2 dengan Y b5 adalah koefisien jalur X3 dengan Y e1, e2 dan e3 adalah error 4.4.4 Uji Kebaikan Model Kelayakan model analisis jalur dapat diuji dengan menggunakan beberapa uji statistika. Metode untuk melihat kebaikan model secara menyeluruh yaitu: (1) Uji Statistika Chi Squares, (2) Root Mean Squares Error of Approximiation (RMSEA), (3) Goodnes of Fit Index (GFI), (4) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI), (5) Root Mean Squares Residual (RMSR). Dari beberapa uji kelayakan model tersebut, model dikatakan layak jika paling tidak salah satu metode uji kelayakan model terpenuhi. Dalam penelitian ini, uji kelayakan model yang dipergunakan adalah: 1) Uji Statistika Chi Squares Uji statistika Chi Squares (λ²) digunakan untuk menguji kelayakan model analisis faktor konfirmatori. Jika nilai Chi Squares lebih besar dari Chi Squares kritis maka kita menolak hipotesis nol dan sebaliknya jika nilai Chi Squares lebih kecil dari Chi Squares kritisnya maka kita 52 menerima hipotesis nol, atau kita bisa menerima atau menolak hipotesis nol dengan membandingkan antara p-value dengan besarnya α yaitu derajat kepercayaan yang kita pilih. Jika nilai p-value lebih kecil dari α maka kita menolak hipotesis nol dan sebaliknya jika pvalue lebih besar dari α maka kita menerima hiputesis nol. Jika kita menerima hipotesis nol atau menolak hipotesis alternatif maka model yang kita pilih adalah layak. 2) Root Mean Squares Error of Approximiation (RMSEA) Kelemahan uji Chi Squares adalah sensitif terhadap jumlah sampel, sehingga digunakan alternatif lain seperti RMSEA. Sebagai rule of tumb melihat kelayakan model, cut off value adalah bila RMSEA ≤ 0,08. Jika nilai RMSEA besarnya 0,08 atau lebih kecil maka model dianggap layak. 3) Goodnessn of Fit Index (GFI) Uji kelayakan GFI ini seperti nilai koefisien determinasi (R²) di dalam uji kalayakan atau kebaikan hasil regresi, nilainya 0≤GFI≤1. Semakin tinggi nilai GFI atau mendekati 1 maka semakin layak model. Sebagai rule of thumb biasanya model dianggap layak bila nilai GFI≥0,90 sebagai cut off value-nya. 4) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Uji kelayakan Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) merupakan uji kelayakan GFI yang disesuaikan. Nilainya terletak antara 0≤GFI≤1. Sebagaimana uji kelayakan GFI, semakin nilainya mendekati 1 maka 53 semakin baik model dan sebaliknya semakin baik model dan sebaliknya semakin mendekati angka 0 maka semakin tidak layak model. Sebagai rule of tumb, cut off value adalah bila AGFI≥0,80 sebagai model yang layak (goodness of fit). 5) Root Mean Squares Residual (RMSR) RMSR ini merupakan akar dari rata-rata pangkat residual. Semakin kecil nilai RMSR model semakin sesuai (FIT) atau layak karena ada keseuaian antara model dan data dan sebaliknya semakin besar nilai RMSR model semakin tidak sesuai atau kurang layak. Jika nilai RMSR sama atau kurang dari 0,05 maka model adalah baik (fit) sedangkan kalau nilainya lebih dari 0,05 maka model kurang baik. 54 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 5.1.1 HASIL PENELITIAN Deskripsi Variabel Variabel yang dioperasikan dalam penelitian ini terdiri dari variabel eksogen,varibel endogen dependen dan variabel endogen intervening. Variabel nilai perusahaan diproksikan dengan PBV (Price to Book Value) dioperasikan sebagai variabel endogen dependen. Variabel kebijakan hutang dengan DER (Debt to Equity Ratio) dan variabel kebijakan dividen diproksikan dengan DPR (Dividend Payout Ratio) dioperasikan sebagai variabel endogen intervening. Variabel kepemilikan manajerial (insider ownership) dioperasikan sebagai variabel eksogen. Tabel 5.1 Statistik Deskriptif Variabel Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan (dalam %) Minimum Kepemilikan Manajerial 0,06 Kebijakan Hutang 0,05 Kebijakan Dividen 0,10 Nilai Perusahaan 0,09 Sumber: Statistik Deskriptif (lampiran 6) Maksimum Mean Std.Deviation 51,92 5,23 67,36 3,32 4,96 1,12 26,30 1,13 8,30 1,01 15,38 0,77 55 Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dirumuskan bahwa variabel kepemilikan manajerial memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 4,96 artinya rata-rata kepemilikan manajerial (insider ownership) selama periode 2004-2008 adalah sebesar 4,96 persen per tahun. Standar deviasi (simpangan baku) variabel kepemilikan manajerial adalah 8,30 artinya selama 5 tahun pengamatan, variasi nilai kepemilikan manajerial pada perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 8,30 persen. Kepemilikan manajerial terendah (minimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2004 sampai dengan 2008 pada PT. Berlian Laju Tanker Tbk yaitu 0,06 persen. Kepemilikan manajerial tertinggi (maksimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2004 pada PT. Kresna Graha Sekurindo Tbk yaitu 51,92 persen. Variabel kebijakan hutang yang diproksikan DER (Debt to Equity Ratio) memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 1,12 artinya rata-rata kebijakan hutang selama periode 2004-2008 adalah sebesar 1,12 persen per tahun. Standar deviasi (simpangan baku) variabel kebijakan hutang adalah 1,01 artinya selama 5 tahun pengamatan, variasi kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 1,01 persen. Kebijakan hutang terendah (minimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2007 pada PT. Centrin Online Tbk yaitu 0,05 persen. Kebijakan hutang tertinggi (maksimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2007 pada PT Berlian Laju Tanker Tbk yaitu 5,23 persen. 56 Variabel kebijakan dividen yang diproksikan DPR (Dividend Payout Ratio) memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 26,30 artinya rata-rata kebijakan dividen selama periode 2004-2008 adalah sebesar 26,30 persen per tahun. Standar deviasi (simpangan baku) variabel kebijakan dividen adalah 15,38 artinya selama 5 tahun pengamatan, variasi kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 15,38 persen. Kebijakan dividen terendah (minimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2006 pada PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk yaitu 0,10 persen. Kebijakan dividen tertinggi (maksimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2004 pada PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk yaitu 67,36 persen. Variabel nilai perusahaan yang diproksikan dengan Price to Book Value (PBV) memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 1,13 artinya rata-rata nilai perusahaan selama periode 2004-2008 adalah sebesar 1,13 persen per tahun. Standar deviasi (simpangan baku) variabel nilai perusahaan adalah 0,77 artinya selama 5 tahun pengamatan, variasi nilai perusahaan (PBV) pada perusahaanperusahaan di Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 0,77 persen. Nilai perusahaan terendah (minimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2008 pada PT Jaya Pari Steel Tbk yaitu 0,09 persen. Nilai perusahaan tertinggi (maksimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2007 pada PT Berlian Laju Tanker Tbk yaitu 3,32 persen. 57 5.1.2 Uji Kesesuaian Model Dari beberapa uji kelayakan model, model dikatakan layak jika paling tidak salah satu metode uji kelayakan model terpenuhi. Indeks kesesuaian (goodness of fit index) model persamaan struktural adalah seperti dalam Tabel 5.2. Tabel 5.2 Goodness of Fit Index Model Goodness of Fit Index X2-Chi-Square Probability (P) GFI CMIN/DF TLI CFI RMSEA AGFI Cut of Value diharapkan kecil ≥ 0,05 ≥ 0,90 ≤ 2,00 ≥ 0,95 ≥ 0,95 ≤ 0,08 ≥ 0,80 Hasil Model 1,875 0,171 0,990 1,875 0,290 0,882 0,096 0,902 Keterangan Layak Layak Layak Layak Layak tidak layak tidak layak Layak Sumber : Diagram Jalur (Lampiran 2) Hasil uji kesesuaian model persamaan struktural pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa hampir semua kriteria indeks goodness of fit dinyatakan layak yang ditunjukkan dengan nilai X2-Chi-Square sebesar 1,875 dan probability lebih besar dari 0,05 yaitu 0,171. Indeks GFI dengan nilai 0,990 dan indeks AGFI dengan nilai 0,902 berada dalam kreteria model yang dinyatakan layak. Selanjutnya indeks CMIN/DF dengan nilai 1,875 dan TLI dengan nilai 0,290 berada dalam kreteria model yang dinyatakan layak. CFI dengan nilai 0,882 dan RMSEA dengan nilai 0,096 berada dalam kriteria model yang tidak layak. Dari beberapa uji kelayakan model tersebut, model dalam penelitian ini dianggap layak dan memenuhi lebih dari satu kriteria kelayakan model. 58 5.1.3 Hasil Estimasi Regression Weight Hasil estimasi regressions weights persamaan struktural pengaruh kepemilikan manajerial, terhadap kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan disajikan pada Tabel 5.3 Tabel 5.3 Estimasi Regression Weight Model Persamaan Struktural Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan Hubungan Standardized Estimate Standar Error (S.E) C.R P. Value Keterangan X1 X2 -0,095 0,013 -0,928 0,354 Tidak signifikan X1 X3 -0,233 0,186 -2,321 0,020 Signifikan X1 Y -0,051 0,010 -0,490 0,624 Tidak signifikan X3 Y 0,207 0,005 1,997 0,046 Signifikan X2 Y 0,094 0,078 0,930 0,353 Tidak signifikan Sumber: Hasil Uji Analisis Jalur (lampiran 3) Keterangan : X1 = Kepemilikan Manajerial X2 = Kebijakan Hutang X3 = Kebijakan Dividen Y = Nilai Perusahaan α = 5% = 0,05 P. value ≤α = signifikan dan P.value>α = tidak signifikan C.R = Critical Ratio P. Value = Probability Value 59 Tabel 5.3 dapat dijelaskan bahwa dari lima jalur yang diobservasi dua jalur menunjukkan pengaruh signifikan yaitu kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Tiga jalur lainnya yaitu kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahan dan kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Hubungan antar variabel dapat ditunjukkan pada Gambar 5.1 sebagai berikut: e1 .01 Kebijakan Hutang (X2) e3 .094 -.095 Kepemilikan Manajerial (X1) .06 Nilai Perusahaan (Y) -.051 .207 -.233 .05 Kebijakan Deviden (X3) e2 Gambar 5.1 Model Persamaan Struktural Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan 60 Hasil analisis jalur yang ditunjukkan pada Gambar 5.1 memberikan informasi secara objektif sebagai berikut: 1) Besarnya kontribusi kepemilikan manajerial (X1) secara langsung mempengaruhi kebijakan hutang (X2) sebesar -0,095 2) Besarnya kontribusi kepemilikan manajerial (X1) secara langsung mempengaruhi kebijakan dividen (X3) sebesar -0,233 3) Besarnya kontribusi kepemilikan manajerial (X1) secara langsung mempengaruhi nilai perusahaan (Y) sebesar -0,051 4) Besarnya kontribusi kebijakan hutang (X2) secara langsung mempengaruhi nilai perusahaan (Y) sebesar 0,094 5) Besarnya kontribusi kebijakan dividen (X3) secara langsung mempengaruhi nilai perusahaan (Y) sebesar 0,207 5.1.4 Analisis Efek Langsung, Efek Tidak Langsung dan Efek Total Analisis efek langsung, efek tidak langsung dan efek total dari variabel yang diteliti ditujukan untuk mengetahui kekuatan pengaruh antar konstruk, baik pengaruh langsung, tidak langsung maupun pengaruh totalnya. Hasil komputasi program AMOS terhadap efek langsung, efek tidak langsung dan efek total dari masing-masing variabel yang diteliti adalah seperti dalam Tabel 5.4 61 Tabel 5.4 Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Pengaruh Total Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan Tipe Pengaruh Pengaruh langsung Standardized Estimates Konstruk Kepemilikan Manajerial (X1) Kebijakan Hutang (X2) Kepemilikan Manajerial (X1) Kebijakan Dividen (X3) Kebijakan Hutang (X2) Nilai Perusahaan (Y) Kebijakan Dividen (X3) Nilai Perusahaan (Y) Kepemilikan Manajerial(X1) Nilai Perusahaan (Y) -0,095 (b1) -0,233 (b3) 0.094 (b4) 0,207 (b5) -0,051 (b2) Pengaruh tidak Kepemilikan Manajerial (X1) Nilai Perusahaan (Y) langsung -0,057 Pengaruh total Kepemilikan Manajerial (X1) Nilai Perusahaan (Y) -0,108 Sumber:Pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total (lampiran 4) Dari Tabel 5.4 maka dapat diketahui pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan. Pengaruh langsung dari masing-masing variabel yaitu kepemilikan manajerial (X1) terhadap kebijakan hutang (X2) adalah sebesar -0,095, pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen (X3) adalah -0,233 yang menunjukkan pengaruh negatif. Pengaruh langsung variabel kebijakan hutang (X2) terhadap nilai perusahaan (Y) adalah sebesar 0,094, pengaruh kebijakan dividen (X3) terhadap nilai perusahaan (Y) adalah sebesar 0,207 yang menunjukkan pengaruh positif. Pengaruh langsung kepemilikan manajerial (X1) terhadap nilai perusahaan (Y) adalah sebesar -0,051. Pengaruh tidak langsung kepemilikan manajerial (X1) terhadap nilai perusahaan (Y) diperoleh dari (b1 x b4) + (b3 x 62 b5), yaitu (-0,095 x 0,094) + (-0,233 x 0,207) = -0,057. Sehingga pengaruh total dari kepemilikan manajerial (X1) terhadap nilai perusahaan (Y) adalah sebesar -0,051 + -0,057 = -0,108. 5.1.5 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis tentang pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan pada perusahaanperusahaan di Bursa Efek Indonesia dilakukan dengan mengamati nilai critical ratio (C.R.) yang identik dengan uji-t dalam regresi dan probability (P) hasil estimasi regression weights pada Tabel 5.3 maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1) Hipotesis 1 Hipotesis pertama menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate sebesar -0,095 dengan probability 0,354. Artinya kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang. 2) Hipotesis 2 Hipotesis kedua menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate 63 sebesar -0,233 dengan probability 0,020. Artinya kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen. 3) Hipotesis 3 Hipotesis ketiga menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate sebesar -0,051 dengan probability 0,624. Artinya kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. 4) Hipotesis 4 Hipotesis keempat menyatakan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate sebesar 0,094 dengan probability 0,353. Artinya kebijakan hutang berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. 5) Hipotesis 5 Hipotesis kelima menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate sebesar 0,207 dengan probability 0,046. Artinya kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. 5.2 PEMBAHASAN 5.2.1 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang 64 Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang adalah -0,095 dengan tingkat signifikansi 0,354. Artinya, kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan (insiders) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap penentuan kebijakan hutang perusahaan. Dengan demikian hipotesis pertama ditolak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nurfauziah dkk (2007) dimana kepemilikan manajerial dengan hutang menunjukkan hubungan yang negatif namun tidak signifikan. Kemungkinan bahwa hutang yang tinggi akan menyebabkan risiko kebangkrutan, yang pada akhirnya meningkatkan risiko yang tidak terdiversifikasi bagi para manajer sehingga melemahkan kepemilikan manajerial. Kebangkrutan perusahaan tidak hanya menjadi tanggungan pemilik utama, namun para insiders juga ikut menanggungnya. Dengan adanya risiko yang tinggi menyebabkan manajemen semakin berhati-hati dalam memperoleh pinjaman untuk mengurangi risiko financial distress dan kebangkrutan. Kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan (Jensen dan Meckling, 1976). Arah negatif dalam penelitian ini sesuai dengan penjelasan teori keagenan yang menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial, maka hutang akan mengalami penurunan dengan tujuan pengurangan kebangkrutan sehingga dapat digunakan untuk mengurangi biaya keagenan. risiko 65 Kepemilikan manajerial dalam penelitian ini memiliki rata-rata 4,96% dengan standar deviasi 8,30%, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata sampel kepemilikan manajerial yang relatif rendah. Proporsi kepemilikan manajerial yang rendah menyebabkan pengaruh kepemilkian manajerial terhadap kebijakan hutang perusahaan tidak signifikan. 5.2.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Dividen Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen adalah -0,233 dengan tingkat signifikansi 0,020. Artinya, kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan (insiders) berpengaruh negatif signifikan terhadap penentuan kebijakan dividen perusahaan. Dengan demikian hipotesis kedua diterima. Arah dari hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nurfauziah, dkk (2007) menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara kepemilikan manajerial dengan dividen. Dari 19 sampel diketahui bahwa variabel kebijakan dividen memiliki rata-rata 26,30% dengan standar deviasi 15,38%, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata sampel yang membagikan dividen tidak terlalu rendah. Kepemilikan manajerial memiliki rata-rata 4,96% dengan standar deviasi 8,30%, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata sampel dalam kepemilikan manajerial yang relatif rendah. Hasil penelitian ini mengindikasikan perilaku manajer dengan tingkat kepemilikan manajerial rendah cenderung akan melakukan pembayaran dividen besar, hal ini disebabkan jika perusahaan membayarkan dividen yang tinggi akan memberikan sinyal yang bagus tentang 66 earnings atau performance dimasa mendatang. Penelitian ini mendukung signaling theory menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham, sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun (Atmaja, 2008). Preferensi pemegang saham menyukai kenaikan dividen mengarah pada bird in the hand theory. Dividen tinggi adalah yang terbaik, karena investor lebih suka kepastian tentang return investasinya serta mengantisipasi risiko ketidakpastian tentang kebangkrutan perusahaan. Pembayaran dividen merupakan informasi yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran saham perusahaan di pasar modal, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Pembayaran dividen akan membuat pemegang saham mempunyai tambahan return selain dari capital gain. Kestabilan pembagian dividen dapat mencerminkan keadaan perusahaan yang stabil, sehingga dapat lebih menarik minat investor, karena pada umumnya investor menyukai kepastian. 5.2.3 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan adalah sebesar -0,051 dengan tingkat signifikansi 0,624. Artinya, kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan (insiders) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian hipotesis ketiga ditolak. Hasil penelitian ini mengindikasikan dengan kepemilikan manajerial yang relatif rendah yaitu rata-rata 4,96% dengan standar deviasi 8,30%, variabel kepemilikan manajerial tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. 67 Hasil penelitian ini mendukung penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang menunjukkan hasil bahwa struktur kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Manajemen perusahaan tidak mempunyai kendali terhadap perusahaan. Manajemen lebih banyak dikendalikan pemilik mayoritas sehingga manajemen hanya sebagai kepanjangan tangan pemilik mayoritas. Hasil pengujian yang memiliki arah negatif menunjukkan bahwa peningkatan kepemilikan manajemen akan menurunkan nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan terjadi apabila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100 persen sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan tidak berdasarkan pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan keuangan perusahaan. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Penelitian ini menolak hasil penelitian yang dilakukan Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan hasil bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun mulalui keputusan pendanaan. Penelitian ini juga menolak penelitian yang dilakukan Taswan (2003) yang menunjukkan bahwa insider ownsership berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 5.2.4 Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan 68 Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan adalah sebesar 0,094 dengan tingkat signifikansi 0,353. Artinya, kebijakan hutang berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian hipotesis keempat ditolak. Hasil penelitian ini mendukung teori yang dikembangkan oleh Modigliani dan Miler yang memperhatikan pajak, yang menyatakan bahwa penggunaan hutang masih memungkinkan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham. Adanya pajak penghasilan perusahaan, hutang dapat menghemat pajak yang dibayar karena hutang menimbulkan pembayaran bunga yang mengurangi jumlah penghasilan terkena pajak sehingga nilai perusahaan bertambah. Hubungan jumlah hutang dengan nilai perusahaan adalah positif: semakin besar hutang, semakin tinggi nilai perusahaan. Hubungan yang tidak signifikan antara kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan disebabkan adanya variabel lain yang mempengaruhi peningkatan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham selain dipengaruhi oleh kebijakan hutang dan kebijakan dividen juga sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Hasil penelitian ini menolak penelitian yang dilakukan Taswan (2003) menunjukkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Hutang adalah suatu hal yang bermanfaat karena bunga merupakan pengurang pajak, tetapi hutang juga membawa serta biaya-biaya yang dikaitkan dengan kemungkinan atau kenyataan kebangkrutan. 69 5.2.5 Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan adalah sebesar 0,207 dengan tingkat signifikansi 0,046. Artinya, kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian hipotesis kelima diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang menemukan pengaruh positif dan signifikan antara kebijakan dividen dengan nilai perusahaan. Penelitian ini mendukung pernyataan yang dipimpin oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa kebijakan dividen itu memang mempengaruhi nilai perusahaan, sebab para investor akan menilai tinggi harapan dividen Rp 1,00 daripada harapan capital gain Rp 1,00 yang berasal dari penginvestasian kembali laba ditahan. Menurut aliran ini memang ada dividend payout ratio yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Penelitian ini mendukung bird in the hand theory yang memandang bahwa dividen tinggi adalah yang terbaik, karena investor lebih suka kepastian tentang return investasinya serta mengantisipasi risiko ketidakpastian tentang kebangkrutan perusahaan. Penelitian ini juga mendukung signaling theory menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor 70 lebih menyukai dividen daripada capital gains (Atmaja, 2008). Peningkatan dividen diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan. Pembayaran dividen yang semakin meningkat merupakan signal positif yang menyatakan prospek perusahaan semakin baik sehingga investor semakin tertarik untuk membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat. Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa dari lima jalur yang diobservasi dua jalur menunjukkan pengaruh signifikan yaitu kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen dan kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Artinya, kebijakan dividen merupakan pendekatan yang digunakan perusahaan untuk mengurangi agency cost. Peningkatan dividen dapat mengurangi agency cost karena peningkatan dividen akan meningkatkan kemungkinan perusahaan mengambil dana dari luar, sehingga perusahaan akan sering dimonitor oleh investor. Peningkatan dividen diharapkan dapat mendorong manajer agar berusaha memaksimumkan harga saham perusahaan daripada hanya bertindak untuk kepentingan pribadi. Mengurangi agency conflict dengan cara membayar dividen merupakan suatu metode bonding, suatu metode yang menunjukkan komitmen manajer untuk melakukan aktivitas memaksimumkan nilai perusahaan (Sugiarto,2009). 5.3 Implikasi Penelitian Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi manajer sekaligus pemegang saham untuk lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan keuangan 71 perusahaan. Penelitian ini memberikan informasi bahwa proporsi kepemilikan saham oleh manajer akan mempengaruhi perilaku individu-individu dalam perusahaan dan kebijakan yang diambil. Manajemen perusahaan dapat memperoleh manfaat dan informasi yang berkaitan dengan kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan dari hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini juga dapat dipergunakan sebagai bahan informasi bagi para investor dalam menilai prospek perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang memiliki kepemilikan manajerial. Implikasi bagi penelitian selanjutnya adalah bisa dilakukan penelitian serupa dengan mengambil sampel yang berbeda dan atau menggunakan analisis yang berbeda. 72 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen merupakan pendekatan yang digunakan perusahaan untuk mengurangi agency cost. Kesimpulan penelitian secara khusus dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang, hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak mempengaruhi kebijakan hutang yang diambil perusahaan. Dengan adanya risiko yang tinggi dalam penggunaan hutang menyebabkan manajemen akan semakin berhati-hati dalam memperoleh pinjaman untuk menghindari risiko finacial distress dan kebangkrutan. Hasil penelitian ini menolak hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI. 2) Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen perusahaan. Hasil penelitian ini mengindikasikan perilaku manajer dengan tingkat kepemilikan manajerial rendah 73 cenderung akan melakukan pembayaran dividen besar. Hal ini disebabkan jika perusahaan membayarkan dividen yang tinggi akan memberikan sinyal yang bagus tentang earnings atau performance dimasa mendatang. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen. 3) Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, hal ini menunjukkan manajemen perusahaan tidak mempunyai kendali terhadap perusahaan. Manajemen lebih banyak dikendalikan pemilik mayoritas sehingga manajemen hanya sebagai kepanjangan tangan pemilik mayoritas. Proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100 persen menyebabkan manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan tidak berdasarkan pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini menolak hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. 4) Kebijakan hutang berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, hal ini menunjukkan penggunaan hutang masih memungkinkan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham. Adanya pajak penghasilan perusahaan, hutang dapat menghemat pajak yang dibayar karena hutang menimbulkan pembayaran bunga yang mengurangi jumlah penghasilan 74 terkena pajak sehingga nilai perusahaan bertambah. Hubungan yang tidak signifikan antara kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan disebabkan adanya variabel lain yang mempengaruhi peningkatan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham selain dipengaruhi oleh kebijakan hutang dan kebijakan dividen juga sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Hasil penelitian ini menolak hipotesis keempat yang menyatakan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. 5) Kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan, hal ini menunjukkan kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham sehingga nilai perusahaan meningkat.. Pembayaran dividen yang semakin meningkat merupakan signal positif yang menyatakan prospek perusahaan semakin baik sehingga investor semakin tertarik untuk membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat. Hasil penelitian ini menerima hipotesis kelima yang menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. 6.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka terdapat beberapa saran yang ingin disampaikan, antara lain : 1) Bagi para investor yang ingin berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hendaknya memperhatikan 75 kebijakan-kebijakan keuangan yang diambil perusahaan dengan kepemilikan manajerial, terutama kebijakan hutang dan kebijakan dividen perusahaan. 2) Dalam penelitian ini persentase kepemilikan saham oleh insiders masih rendah dengan rata-rata kepemilikan manajerial adalah 4,96 persen, untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan persentase kepemilikan insiders yang lebih tinggi sehingga dapat memberikan gambaran yang berbeda tentang kepemilikan manajerial dan pengaruhnya terhadap keputusan keuangan. 3) Bagi para peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan struktur kepemilikan saham selain kepemilikan manajerial sebaiknya memasukkan kepemilikan institusional dan kepemilikan publik. 76