usulan penelitian

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan
memiliki
tujuan
untuk
memaksimalkan
kesejahteraan
pemegang saham. Tujuan ini dapat dicapai dengan meningkatkan nilai
perusahaan. Nilai perusahaan akan tercermin dari harga saham, semakin tinggi
harga saham maka semakin tinggi nilai perusahaan. Mencapai tujuan tersebut,
para pemegang saham (prinsipal) menyerahkan tanggungjawab pengelolaan
perusahaannya kepada manajer (agen). Para manajer diberi kekuasaan oleh para
pemegang saham untuk membuat keputusan, dimana hal ini seringkali
menimbulkan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan
(agency theory).
Hubungan keagenan terjadi ketika salah satu atau lebih individu yang
disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut
sebagai agen untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan
untuk membuat keputusan kepada agen tersebut (Brigham dan Houston, 2006).
Hubungan keagenan yang utama dalam konteks manajemen keuangan terjadi
antara (1) pemegang saham dan manajer serta (2) manajer dan kreditor. Potensi
konflik keagenan adalah hal yang penting karena para manajer perusahaan besar
biasanya memiliki persentase yang kecil dari saham. Memaksimalkan kekayaan
pemegang saham dalam situasi ini berada di urutan kesekian dari sejumlah tujuantujuan manajerial lain yang menimbulkan konflik. Konflik antara kreditor dan
2
pemegang saham terjadi ketika kreditor memiliki klaim atas sebagian arus laba
perusahaan untuk pembayaran bunga dan pokok hutang. Kreditor juga memiliki
klaim atas aset perusahaan di waktu terjadi kebangkrutan. Penyatuan kepentingan
pemegang saham, debtholders, dan manajemen yang mempunyai kepentingan
terhadap tujuan perusahaan seringkali menimbulkan masalah keagenan (agency
problem).
Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa salah satu faktor utama dalam
mempertahankan perusahaan adalah kontrol dari agency problem. Agency
problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional). Keputusan dan aktivitas manajer yang memiliki saham
perusahaan tentu akan berbeda dengan manajer yang murni sebagai manajer
(Christiawan dan Tarigan, 2007). Manajer yang memiliki saham perusahaan
berarti manajer tersebut sekaligus adalah pemegang saham. Manajer yang
memiliki saham perusahaan tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan
kepentingannya sebagai pemegang saham, sementara manajer yang tidak
memiliki saham, ada kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri.
Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat
diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan
kepentingan-kepentingan tersebut. Pemegang saham harus mengeluarkan biaya
yang disebut agency cost untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguhsungguh. Agency cost adalah biaya yang timbul karena adanya mekanisme
pengawasan untuk menyeimbangkan antara kepentingan manajer dengan
pemegang saham. Jensen dan Meckling (1976) memecah agency cost menjadi tiga
3
komponen yaitu: (1) biaya-biaya yang dikeluarkan prinsipal (monitoring cost), (2)
bonding expenditure dari agen, dan (3) residual loss. Pengeluaran pengawasan
dibayar oleh prinsipal untuk mengatur tingkah laku agen. Bonding expenditures
diciptakan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan mengambil tindakan
yang akan menghancurkan principal. The residual loss adalah nilai kerugian yang
dialami prinsipal akibat keputusan yang diambil oleh agen, yang menyimpang
dari keputusan yang dibuat oleh prinsipal jika ia memiliki informasi dan bakat
sebagaimana agen.
Penelitian Putri dan Nasir (2006) menyebutkan ada beberapa pendekatan
untuk mengurangi agency cost, diantaranya adalah pertama, meningkatkan
kepemilikan saham perusahaan dari dalam (insider ownership) atau kepemilikan
manajerial. Kedua, dengan menggunakan kebijakan hutang. Ketiga, melalui
peningkatan Dividend Payout Ratio (DPR) atau rasio dividen terhadap laba
bersih. Keempat, dengan cara mengaktifkan monitoring melalui investor-investor
institusional.
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham dimana pemegang
sahamnya berasal dari pihak manajemen perusahaan itu sendiri (insiders).
Proporsi kepemilikan saham yang dimiliki manajer dapat mempengaruhi
kebijakan-kebijakan perusahaan, selain itu kepemilikan manajerial mensejajarkan
kepentingan manajemen dan pemegang saham sehingga manajer akan merasakan
langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan
konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan saham oleh
manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja
4
perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan
meminimumkan biaya keagenan (Jensen dan Meckling, 1976).
Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan bahwa untuk mengurangi
agency cost dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan hutang dalam
pendanaan, karena hutang mewajibkan perusahaan untuk membayarnya kembali,
maka free cash flow yang tersedia untuk manajer untuk melakukan tindakantindakan yang tidak semestinya menjadi terbatas. Penggunaan hutang disamping
memunculkan keuntungan, juga memunculkan peluang yang hilang. Putri dan
Nasir (2006) menyatakan peningkatan hutang akan meningkatkan risiko financial
distress dan kebangkrutan sehingga kebijakan hutang berhubungan positif
terhadap risiko. Para manajer perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan
saham akan semakin berhati-hati dalam menentukan hutang perusahaan karena
kebangkrutan perusahaan bukan hanya menjadi tanggungan pemilik utama,
namun manajer juga ikut menanggungnya.
Free cash flows disamping dengan meningkatkan hutang juga dapat
dikurangi dengan meningkatkan dividen karena peningkatan dividen akan
meningkatkan kemungkinan perusahaan mengambil dana dari luar sehingga
perusahaan semakin sering dimonitor oleh investor baru (Sugiarto, 2009).
Pembayaran dividen merupakan informasi yang akan mempengaruhi permintaan
dan penawaran saham perusahaan di pasar modal, yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Pembayaran dividen akan
membuat pemegang saham mempunyai tambahan return selain dari capital gain.
5
Bird in the hand theory memandang bahwa dividen tinggi adalah yang
terbaik, karena investor lebih suka kepastian tentang return investasinya serta
mengantisipasi risiko ketidakpastian tentang kebangkrutan perusahaan. Signaling
theory menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan
kenaikan harga saham. Sebaliknya
penurunan dividen pada umumnya
menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti
bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains (Atmaja,
2008).
Chen dan Kao (2005) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial
memiliki hubungan dengan nilai perusahaan dan kinerja saham. Penelitian ini
menunjukkan bahwa peningkatan kepemilikan manajerial pada perusahaan IPO
mengurangi kinerja saham. Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan hasil
bahwa struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun mulalui keputusan
pendanaan. Penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) menunjukkan hasil bahwa
kepemilikan manajerial pengaruhnya tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
Penelitian yang dilakukan Mahadwarta (2002) menunjukkan bahwa
managerial ownership signifikan dalam menjelaskan leverage, dimana bila
perusahaan mempunyai managerial ownership program maka leverage akan
berkurang. Putri dan Nasir (2006) menunjukkan hasil bahwa
kepemilikan
manajerial secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan
hutang. Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan hutang menunjukkan
6
hubungan yang negatif namun tidak signifikan diungkapkan oleh Nurfauziah, dkk
(2007).
Penelitian Mahadwartha (2002) menunjukkan variabel kebijakan hutang
dan dividen memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kepemilikan
manajerial. Putri dan Nasir (2006) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Penelitian yang dilakukan
oleh Nurfauziah, dkk (2007) menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara
kepemilikan manajerial dengan dividen.
Penelitian yang dilakukan Taswan (2003) menunjukkan bahwa kebijakan
hutang berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Kebijakan
dividen berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan, disisi lain
kebijakan dividen juga akan dipengaruhi oleh risiko bisnis dan insider ownership.
Insider Ownsership berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hasil yang
berbeda ditemukan oleh Jiraporn dan Liu (2007) menunjukkan hasil bahwa nilai
perusahaan tidak terpengaruh oleh kebijakan perusahaan dalam menggunakan
leverage.
Hubungan yang tidak signifikan antara kebijakan dividen terhadap nilai
perusahaan diungkapkan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006). Hasil yang berbeda
ditunjukkan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang menemukan pengaruh
positif dan signifikan antara kebijakan dividen dengan nilai perusahaan. Saurabh
dan Arijit (2008) menemukan bahwa terdapat hubungan yang non-linier antara
leverage, profitabilitas dan probabilitas peningkatan nilai perusahaan di masa
7
yang akan datang. Profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan.
Penggunaan
leverage
ternyata
berdampak
negatif
terhadap
kesempatan peningkatan nilai perusahaan di masa yang akan datang sedangkan
kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan tidak signifikan pengaruhnya
terhadap probabilitas peningkatan nilai perusahaan di masa yang akan datang.
Penelitian ini bermaksud menguji kembali pengaruh kepemilikan
manajerial terhadap kebijakan dividen, kebijakan hutang, dan nilai perusahaan
pada perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menarik
untuk diuji kembali karena hasil penelitian sebelumnya masih menunjukkan
adanya kontradiksi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka, dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1) Apakah
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
signifikan
terhadap
kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia?
2) Apakah
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
signifikan
terhadap
kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia?
8
3) Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
4) Apakah
kebijakan
hutang
berpengaruh
signifikan
terhadap
nilai
perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
5) Apakah kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemilikan manajerial terhadap
kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang terdafatar di Bursa
Efek Indonesia
2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemilikan manajerial terhadap
kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang terdafatar di Bursa
Efek Indonesia
3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemilikan manajerial terhadap
nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia
9
4) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdafatar di Bursa Efek
Indonesia
5) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia
1.4 Manfaat Penelitian
1)
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris yang lebih
mendalam mengenai pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan
dividen, kebijakan hutang dan nilai perusahaan, serta sebagai referensi
bagi penelitian-penelitian yang serupa di masa yang akan datang.
2)
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para manajer
perusahaan dalam upaya memaksimalkan nilai perusahaan sebagai tujuan
utama perusahaan. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat bermanfaat
dalam menilai prospek perusahaan dan menjadi pertimbangan dalam
mengambil keputusan investasi pada perusahaan yang terdaftar di BEI.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk
dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan perusahaan (Husnan dan
Pudjiastuti, 2002). Sumber-sumber dana perusahaan dapat dibedakan menjadi dua
yaitu: (1) sumber dana menurut asalnya, dan (2) sumber dana menurut jangka
waktunya. Sumber dana ditinjau dari asalnya dapat dibedakan menjadi sumber
intern dan sumber ekstern.
Dana yang berasal dari sumber intern adalah dana atau modal yang
dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan seperti laba ditahan
11
(retained earning) dan penyusutan (depreciation). Sumber ekstern adalah sumber
yang berasal dari luar perusahaan. Dana yang berasal dari sumber ekstern adalah
dana dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian di dalam
perusahaan. Pada prinsipnya, sumber dana internal adalah sumber dana yang
berasal dari kegiatan operasi perusahaan, sedangkan sumber dana eksternal
merupakan sumber dana yang tidak diperoleh dari kegiatan operasi perusahaan
(Sugiarto,2009).
Sumber dana menurut jangka waktunya dapat dibedakan menjadi sumber
dana jangka pendek dan sumber dana jangka menengah/panjang. Sumber dana
jangka pendek merupakan sumber dana yang tertanam di dalam perusahaan
maksimum satu tahun. Ada beberapa jenis sumber dana jangka pendek yang
sering dipergunakan oleh perusahaan seperti: accrual account, hutang dagang,
hutang bank, commercial paper, anjak piutang dan lain-lainnya. Sumber dana
jangka menengah adalah merupakan sumber dana yang tertanam di dalam
perusahaan lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Sumber dana
jangka panjang adalah sumber dana yang tertanam dalam perusahaan lebih dari
sepuluh tahun. Terdapat berbagai jenis sumber dana jangka panjang yang tersedia
bagi perusahaan seperti misalnya hutang jangka panjang, saham preferen dan
saham biasa.
Penetapan sumber dana untuk membiayai operasi bisnis perusahaan
memperoleh perhatian serius karena pemilihan sumber dana dapat memunculkan
biaya. Besarnya masing-masing sumber dana tidak sama, demikian juga
persyaratan yang ditentukan para pemilik dana tersebut. Sebelum memutuskan
12
sumber dana mana yang akan dipergunakan, manajemen perusahaan melakukan
analisis perbandingan biaya serta pengorbanan yang ditanggung perusahaan
dengan manfaat yang diperoleh dari masing-masing sumber dana.
Horne dan Wachowicz (2005) menyatakan bahwa dalam keputusan
pendanaan, manajer berhubungan dengan perbaikan sisi kanan neraca. Beberapa
perusahaan memiliki hutang dalam jumlah yang relatif besar, sementara lainnya
bebas dari hutang. Kebijakan dividen perusahaan juga harus dipandang sebagai
bagian integral dari keputusan pendanaan perusahaan.
2.1.2
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah harga saham yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli apabila perusahaan tersebut dijual (Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Harga
saham mencerminkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan juga dipengaruhi oleh
besarnya tingkat pengembalian (return) yang diharapkan oleh investor baik
berupa dividen maupun capital gains. Semakin tinggi dividen yang dibagikan
maka semakin tinggi return yang diperoleh investor. Semakin tinggi return yang
akan diterima investor maka semakin tinggi harga saham yang bersedia dibayar
apabila saham dijual. Harga saham yang semakin tinggi mengindikasikan nilai
perusahaan yang tinggi juga.
Horne dan Wachowicz (2005) menyatakan bahwa harga pasar saham
perusahaan mencerminkan penilaian khusus dari semua pelaku pasar atas nilai
suatu perusahaan. Penilaian tersebut memperhitungkan EPS saat ini dan perkiraan
13
EPS di masa mendatang, waktu, periode, dan risiko dari laba ini, kebijakan
dividen perusahaan, serta berbagai faktor lainnya yang dapat berpengaruh pada
harga pasar saham. Harga pasar berfungsi sebagai barometer kinerja bisnis, harga
tersebut menunjukkan seberapa baiknya kinerja manajemen sejauh ini atas nama
para pemegang sahamnya. Pihak manajemen terus menerus berada di bawah
kajian. Para pemegang saham yang tidak puas dengan kinerja manajemen dapat
menjual saham mereka dan berinvestasi pada perusahaan lainnya. Tindakan ini,
jika dilakukan oleh para pemegang saham lainnya yang tidak puas, akan memberi
tekanan pada harga pasar per lembar saham.
Teori-teori keuangan di bidang keuangan perusahaan memiliki fokus
bagaimana memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau pemilik
perusahaan (wealth of the shareholders). Tujuan normatif ini dapat diwujudkan
dengan memaksimumkan nilai perusahaan (market value of the firm).
Memaksimumkan nilai pasar perusahaan sama dengan memaksimumkan harga
pasar saham. Hal ini dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut: nilai
perusahaan (V = value) adalah hutang (D = debt) ditambah modal sendiri (E =
equity). Jika hutang diasumsikan tetap, nilai perusahaan naik maka modal sendiri
akan naik. Naiknya modal sendiri akan meningkatkan harga per lembar saham
perusahaan.
Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat
dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan
sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa datang, sehingga
14
meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory).
Semakin tinggi nilai perusahaan, semakin besar kemakmuran yang diterima oleh
pemilik perusahaan, maka tujuan peningkatan nilai perusahaan dipergunakan
sebagai tujuan normatif.
Memaksimumkan nilai perusahaan tidak identik dengan memaksimumkan
laba per lembar saham karena (1) memaksimumkan EPS mungkin memusatkan
pada EPS saat ini, (2) memaksimumkan EPS mengabaikan nilai waktu uang, (3)
tidak memperhatikan faktor risiko. Nilai perusahaan juga tidak identik dengan
memaksimumkan laba, apabila laba diartikan sebagai laba akuntansi. Sebaliknya
memaksimumkan nilai perusahaan akan identik dengan memaksimumkan laba
dalam pengertian ekonomi.
Perlu diambil beberapa keputusan keuangan (financial decisions) yang
relevan dan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, yang pada akhirnya akan
memaksimumkan kemakmuran para pemegang saham. Keputusan keuangan
tersebut yaitu: (1) keputusan-keputusan investasi, (2) keputusan-keputusan
pendanaan, dan keputusan kebijakan dividen. Brigham dan Houston (2006),
Keputusan
Batasan
menyatakan ada beberapa faktor
yang mempengaruhi
harga saham, berikut
Kebijakanan
Strategis
Eksternal :
yang Dikendalikan
dijelaskan pada Gambar 2.1 berikut:
oleh Manajemen :
1.
Undangundang Antitrust
1. Jenis-jenis
2.
Peraturan
Produk dan Jasa
Lingkungan
yang Dihasilkan
3.
Peraturan
2. Metode-metode
Keamanan
Produksi yang
Produk dan
Tingkat
Kondisi
Digunakan
Tempat Kerja
Aktivitas
Bursa
3. Penggunaan
dan Pajak
4.
Peraturan
Saham
Pendanaan Melalui
Perusahaan
Praktik
Hutang secara
Ketenagakerjaan
Relatif
5.
Kebijakan
4. Kebijakan
Federal Reserve
Dividen
6.
Peraturan
Internasional
15
s
Arus Kas
Yang
Diharapkan
Harga
Saham
Kapan Arus
Kas Terjadi
Tingkat
Risiko Arus
Kas yang
Dapat
Diterima
Sumber : Brigham dan Houston, 2006
Gambar 2.1
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham
Gambar 2.1 menggambarkan, dalam pembuatan keputusan kebijakan
strategis jangka panjang perusahaan baik itu keputusan investasi, pendanaan
melalui hutang dan kebijakan dividen yang dirancang untuk memaksimalkan
harga saham perusahaan, manajemen dibatasi oleh sejumlah batasan eksternal,
tingkat aktivitas ekonomi dan pajak perusahaan serta kondisi bursa saham.
16
Nilai perusahaan tercermin dari nilai sahamnya. Investor dalam melakukan
keputusan investasi di pasar modal memerlukan informasi tentang penilaian
saham. Terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai
buku (book value), nilai pasar (market value), dan nilai intrinsik (intrinsic value).
Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten. Nilai pasar
merupakan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai
sebenarnya dari saham. Investor dalam mempertimbangkan pembuatan keputusan
membeli atau menjual saham dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai
intrinsik saham dengan nilai pasar saham bersangkutan. Pendekatan dalam
menentukan nilai intrinsik saham adalah price to book value.
Nilai perusahaan didefinisikan sebagai persepsi investor terhadap tingkat
keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang akan terlihat pada
harga sahamnya. Setiap perusahaan yang didirikan menginginkan harga saham
yang dijual memiliki potensi harga tinggi dan menarik minat investor untuk
membelinya. Semakin tinggi harga saham suatu perusahaan, maka akan semakin
tinggi nilai perusahaan tersebut. Nilai perusahaan yang diindikasikan dengan
price to book value (PBV) yang tinggi menjadi keiinginan para pemilik
perusahaan, sebab akan meningkatkan kemakmuran para pemegang saham
(Soliha dan Taswan, 2002).
2.1.3
Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) mengembangkan suatu teori tentang
bagaimana struktur kepemilikan mempengaruhi perilaku individu-individu dalam
17
perusahaan. Jesen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa perusahaan
merupakan rekanan legal yang berperan sebagai suatu hubungan kontrak di
antara individu-individu. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan
keagenan sebagai mekanisme kontrak antara penyedia modal (principal) dan para
agen. Hubungan keagenan merupakan kontrak, baik bersifat eksplisit maupun
implisit dimana satu orang atau lebih orang (disebut prinsipal) meminta orang
lain (yang disebut agen) untuk mengambil tindakan atas nama prinsipal.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan
terjadi apabila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari
100 persen sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan
dirinya dan tidak berdasarkan pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan
keputusan keuangan perusahaan. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari
pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.
Masalah keagenan muncul saat agen tidak selalu bertindak sesuai dengan
kepentingan prinsipal. Problem keagenan (agency problem) antara pemegang
saham dengan manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham
mayoritas perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajer bekerja
dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Manajer
perusahaan sebaliknya bisa saja bertindak tidak untuk memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham, tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka
sendiri (Atmaja, 2008). Sugiarto (2009) menyatakan masalah keagenan dapat
muncul dalam berbagai tipe. Tipe pertama adalah konflik antara manajer dengan
pemegang saham. Tipe kedua adalah konflik antara pemegang saham mayoritas
18
dengan pemegang saham minoritas. Tipe ketiga adalah konflik antara pemegang
saham atau menajer dengan pemberi pinjaman.
Permasalahan keagenan tipe pertama umum terjadi di negara-negara maju,
dimana banyak ditemukan perusahaan-perusahaan besar yang dikelola manajer
profesional dan pemiliknya adalah berstatus investor dengan kepemilikan relatif
kecil. Prinsipal adalah pemilik perusahaan (pemegang saham) dan agennya
adalah tim manajemen dalam konteks perusahaan. Tim manajemen diberi
kewenangan untuk mengambil keputusan yang terkait dengan operasi dan
strategi perusahaan dengan harapan keputusan-keputusan yang diambil akan
memaksimumkan nilai perusahaan. Harapan agar tim manajemen selalu
mengambil keputusan yang sejalan dengan peningkatan nilai perusahaan
seringkali
tidak
terwujud.
Banyak
keputusan
manajer
justru
lebih
menguntungkan manajer dan mengesampingkan kepentingan pemegang saham.
Permasalahan keagenan tipe kedua menyoroti konflik kepentingan antara
pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Pemegang
saham mayoritas yang biasanya juga menjadi manajer di perusahaan tersebut
atau paling tidak menunjuk manajer pilihannya, dapat mengambil keputusan
yang hanya menguntungkan pemegang saham mayoritas. Problem keagenan
antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan manajer potensial terjadi
bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas dalam perusahaan (Atmaja,
2008).
Permasalahan keagenan tipe ketiga menyoroti konflik antara pemegang
saham dengan pemberi pinjaman. Konflik tersebut disebabkan perbedaan risiko
19
antara dua pihak (Choi,1992) dalam Sugiarto (2009). Pemegang saham dapat
memberlakukan kebijakan yang memungkinkan terjadinya transfer kesejahteraan
dari pemberi pinjaman ke pemegang saham. Pemberi pinjaman selalu berharap
agar bisnis perusahaan berjalan aman sehingga uang yang dipinjamkan dapat
kembali, namun pemegang saham dapat saja memilih bisnis berisiko tinggi
dengan harapan memperoleh return yang lebih tinggi. Proyek berisiko tinggi
hanya akan menguntungkan pemegang saham tetapi merugikan pemberi
pinjaman.
Manajer perusahaan sebagai pengelola tentu akan lebih banyak
mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Meyakinkan bahwa manajer bekerja
sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham, pemegang saham harus
mengeluarkan biaya yang disebut agency cost yang meliputi antara lain:
pengeluaran untuk memonitor kegiatan manajer, pengeluaran untuk membuat
suatu struktur oraganisasi yang meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang
tidak diinginkan, serta opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana
manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang
saham (Atmaja, 2008). Jensen dan Meckling (1976) memecah agency cost
menjadi tiga komponen yaitu:
1)
Monitoring cost yaitu pengeluaran pengawasan dibayar
oleh prinsipal untuk mengatur tingkah laku agen.
20
2)
Bonding expenditure yang diciptakan oleh agen untuk
menjamin bahwa agen tidak akan mengambil tindakan yang akan
menghancurkan prinsipal.
3)
Residual loss yaitu nilai kerugian yang dialami prinsipal
akibat keputusan yang diambil oleh agen, yang menyimpang dari
keputusan yang dibuat oleh prinsipal.
2.1.4
Struktur Modal dan Maksimisasi Kemakmuran Pemilik
Ada tiga jenis dana yang dapat digunakan untuk membiayai operasi
perusahaan, yakni: (1) penerbitan saham (equity finacing), (2) penerbitan obligasi
(debt financing), (3) laba ditahan. Baik penerbitan obligasi maupun saham, sering
disebut sebagai pendanaan dari luar (external financing). Penggunaan laba ditahan
(retained earning) sering disebut pendanaan dari dalam perusahaan (internal
finacing). Keputusan pendanaan ini akan ditentukan perimbangan yang optimal
dari berbagai sumber dana yang akan digunakan. Keputusan pendanaan ini akan
menyangkut dua macam keputusan, yakni: (1) penentuan struktur modal yang
optimal yang digambarkan melalui rasio antara hutang dengan modal sendiri
(Debt-Equity Ratio), dan (2) penentuan kebijakan dividen yang digambarkan
melalui Dividend Payout Ratio.
Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek
yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa
(Sartono, 2001). Kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu pertukaran
antara risiko dan pengembalian: (1) Penggunaan lebih banyak hutang akan
21
meningkatkan risiko yang ditanggung oleh para pemegang saham, dan (2)
Penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan terjadinya
ekspektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi. Risiko yang lebih
tinggi cenderung akan menurunkan harga saham, tetapi ekspektasi tingkat
pengembalian yang lebih tinggi akan menaikkannya. Struktur modal yang optimal
harus mencapai suatu keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga
dapat memaksimalkan harga saham perusahaan (Brigham dan Houston, 2006).
Brigham dan Houston (2006) menyatakan ada empat faktor utama yang
mempengaruhi keputusan struktur modal yaitu:
1)
Risiko bisnis, atau risiko yang inheren dengan operasi
risiko jika perusahaan tidak mempergunakan hutang. Semakin tinggi
risiko bisnis perusahaan, maka semakin rendah rasio hutang
optimalnya.
2)
Posisi perpajakan perusahaan. Salah satu alasan utama
menggunakan hutang adalah bunganya yang dapat menjadi pengurang
pajak, yang selanjutnya akan mengurangi biaya efektif hutang. Jika
sebagian besar laba perusahaan telah dilindungi dari pajak karena
perlindungan penyusutan pajak, bunga dari hutang yang masih beredar
saat ini, atau karena kerugian pajak yang dibawa ke tahun berikutnya,
maka tarif pajaknya akan rendah, sehingga tambahan hutang mungkin
tidak akan begitu menguntungkan lagi dibandingkan jika perusahaan
memiliki tarif pajak efektif yang lebih tinggi.
22
3)
Fleksibilitas
keuangan,
atau
kemampuan
untuk
memperoleh modal dengan persyaratan yang wajar dalam kondisi yang
buruk.
4)
Konservatisme atau keagresifan manajemen. Beberapa
manajer lebih agresif dari yang lainnya, sehingga beberapa perusahaan
cenderung menggunakan hutang sebagai usaha untuk mendorong
keuntungan.
Terdapat tiga teori yang utama dalam konteks tujuan memaksimumkan
kemakmuran para pemilik atau pemegang saham atau memaksimumkan nilai
perusahaan. Pertama adalah teori tradisional atau teori klasik yang dikembangkan
oleh Ezra Salomon yang menyatakan bahwa ada struktur modal yang optimal,
yang dapat memaksimumkan nilai pasar perusahaan dengan cara meminimumkan
biaya modal rata-rata (average cost of capital). Teori kedua dikembangkan oleh
Modigliani dan Miller (MM) dengan mengasumsikan bahwa pasar modal itu
sempurna dan tidak ada pajak. MM dalam teori ini menyatakan bahwa nilai
perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham tidak dipengaruhi oleh
struktur modal. Teori yang ketiga, yang juga dikembangkan oleh MM yang
memperhatikan
pajak,
mengatakan
bahwa
penggunaan
hutang
masih
memungkinkan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan posisi pemegang
saham.
23
2.1.5
Struktur Kepemilikan
Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa
variabel-variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh
jumlah hutang dan equity tetapi juga oleh persentase kepemilikan oleh manajer
dan institusional (Jensen dan Meckling, 1976). Struktur kepemilikan dapat
mempengaruhi keputusan sumber dana apakah melalui hutang atau right issue.
Pendanaan yang diperoleh melalui hutang berarti rasio hutang terhadap ekuitas
akan meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko. Struktur
kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan
(agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric
information).
Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai sebuah
instrumen atau alat untuk mengurangi konflik kepentingan antara pemegang
klaim. Pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information)
memadang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi
ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan
informasi di pasar modal. Struktur kepemilikan adalah distribusi saham-saham
perusahaan diantara kelas-kelas para investor (Amiruddin Umar, 2005). Istilah
struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang
penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan
ekuitas, tetapi ditentukan juga oleh presentase kepemilikan manajerial dan
institusional.
24
Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai suatu alat
untuk mengurangi konflik kepentingan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi
adalah
pendekatan
yang
terjadi
antara
insider
dan
outsiders
melalui
pengungkapan informasi dari dalam pasar modal. Manajer dalam kegiatan
operasional perusahaan akan mengambil keputusan untuk kegiatan operasional
perusahaan dan nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada direksi dan para
pemegang saham perusahaan sebagai pemilik modal. Pemegang saham sebagai
pemilik modal dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1)
Managerial ownership atau internal ownership
Adalah pemegang saham yang merupakan pihak insiders perusahaan
yang ikut aktif dalam kegiatan perusahaan seperti dewan direksi dan
manajer.
2)
External ownership
Adalah pemegang saham perorangan yang pasif dalam kegiatan
operasional perusahaan diluar pihak insiders perusahaan.
3)
Institution ownership
Adalah pemegang saham yang berbentuk institusi (perusahaan) yang
pasif dalam kegiatan operasional perusahaan.
2.1.6
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham yang merupakan pihak
insiders perusahaan yang ikut aktif dalam kegiatan perusahaan seperti dewan
direksi dan manajer. Kepemilikan saham oleh manajer (insider ownership)
ditentukan oleh beberapa hal yaitu: risiko bisnis, ukuran perusahaan dan jumlah
25
divisi dalam perusahaan. Kepemilikan saham insider umumnya berbeda antara
satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Keuntungan dari kepemilikan saham
insider adalah berhubungan dengan keuntungan pengawasan yang dilakukan
manajer yang kepemilikan sahamnya besar dalam perusahaan. Biaya dari
kepemilikan insiders berasal dari insider yang harus mengalokasikan sebagian
kesejahteraannya untuk perusahaan dan jika perlu harus memiliki portofolio yang
terdiversikasi dengan baik.
2.1.7
Kebijakan Hutang
Ketika sebuah perusahaan berekspansi, perusahaan akan membutuhkan
modal, dan modal tersebut dapat berasal dari hutang maupun ekuitas. Hutang
memiliki dua keunggulan penting. Pertama, bunga yang dibayarkan dapat menjadi
pengurang pajak, yang selanjutnya akan menurunkan biaya efektif hutang
tersebut. Kedua, kreditor akan mendapatkan pengembalian dalam jumlah tetap,
sehingga pemegang saham tidak harus membagi keuntungannya jika bisnis
berjalan dengan sangat baik.
Hutang juga memiliki kelemahan. Pertama, semakin tinggi rasio hutang,
maka perusahaan tersebut akan semakin berisiko, sehingga semakin tinggi pula
biaya baik dari hutang maupun ekuitasnya. Kedua, jika sebuah perusahaan
mengalami masa-masa sulit dan laba operasi tidak cukup untuk menutupi beban
bunga, para pemegang sahamnya akan harus menutupi kekurangan tersebut, dan
jika mereka tidak dapat melakukannya, maka akan terjadi kebangkrutan. Masamasa yang lebih baik mungkin sudah menanti, tetapi hutang yang terlalu banyak
26
dapat menunda perusahaan untuk mencapai masa tersebut (Brigham dan Houston,
2006).
Kebijakan perusahaan dalam menentukan sumber pendanaan merupakan
suatu hal yang sangat sulit. Banyak perusahaan yang cenderung lebih suka
menggunakan hutang dalam menjalankan usahanya, karena beranggapan bahwa
hutang akan lebih menguntungkan dibandingkan apabila menggunakan modal
sendiri, sehingga akan meningkatkan pengembalian bagi pemegang saham.
Hutang merupakan sumber pendanaan yang penting bagi perusahaan karena
dengan hutang nilai perusahaan akan meningkat. Hutang juga menimbulkan
permasalahan, karena hutang banyak mengandung risiko jika tidak dikelola
dengan baik, yaitu mengakibatkan kebangkrutan usaha. Sumber pendanaan dari
hutang dapat terdiri dari hutang jangka panjang dan hutang jangka pendek.
Struktur kepemilikan secara teoritis mempunyai hubungan dengan
leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan yang
dilakukan pemilik terhadap manajemen akan semakin efektif. Manajemen akan
semakin berhati-hati dalam memperoleh pinjaman, sebab jumlah hutang yang
semakin meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial
distress akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan
sehingga mengurangi kemakmuran pemilik. Perusahaan-perusahaan dengan
keuntungan dan arus kas operasi yang tidak stabil kemudian membatasi
penggunaan hutangnya. Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang lebih kecil
dan arus kas operasi yang lebih stabil di lain pihak dapat menanggung lebih
banyak hutang.
27
2.1.8
Kebijakan Dividen
Agus Sartono (2001) menyatakan kebijakan dividen adalah keputusan
apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen atau akan ditahan sebagai laba ditahan guna pembiayaan investasi
di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai
dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi
total sumber dana intern atau internal financing. Jika perusahaan memilih untuk
menahan laba yang diperoleh, maka pembentukan dana intern akan semakin
besar. Kebijakan dividen tetap mempunyai pengaruh terhadap naik turunnya harga
saham, karena kebijakan dividen dapat digunakan sebagai salah satu informasi
mengenai
keadaan
perusahaan.
Kestabilan
pembagian
dividen
dapat
mencerminkan keadaan perusahaan yang stabil, sehingga dapat lebih menarik
minat investor, karena pada umumnya investor menyukai kepastian.
Dividen yang rendah dapat digunakan untuk menghindari pemotongan
dividen di masa mendatang sehingga pengalokasian sebagian keuntungan pada
laba ditahan dapat digunakan untuk investasi lebih lanjut. Menurut Sugiyarso dan
Winarni (2005) faktor-faktor yang memepengaruhi kebijakan dividen antara lain:
1)
Perjanjian hutang
Perjanjian hutang antara perusahaan dengan kreditur dapat membatasi
pembayaran dividen sebab seringkali dividen hanya dapat dibayarkan
jika kewajiban hutang kepada kreditur telah dipenuhi perusahaan.
Rasio-rasio keuangan yang menunjukkan perusahaan dalam kondisi
sehat juga merupakan faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen.
28
2)
Pembatasan dari saham preferen
Apabila dividen pemegang saham preferen belum dibayar maka
pembayaran dividen kepada pemegang saham biasa belum dapat
dilakukan
3)
Tersedianya kas
Cash dividend hanya dapat dibayarkan apabila tersedia uang tunai yang
cukup. Keadaan demikian dapat ditunjukkan dalam ratio likuiditas
perusahaan yang baik
4)
Pengendalian terhadap perusahaan
Faktor yang penting khususnya pada perusahaan-perusahaan yang
relatif kecil adalah apabila pihak manajemen ingin mempertahankan
kontrol terhadap perusahaan. Keadaan demikian menyebabkan ada
kecendrungan perusahaan segan menjual saham baru, dan lebih suka
manahan laba guna memenuhi kebutuhan pendanaan perusahaan.
Akibatnya dividen yang dibayarkan dalam bentuk kas menjadi kecil
5)
Kebutuhan dana untuk investasi
Perusahaan yang berkembang selalu membutuhkan dana baru untuk
diinvestasikan pada proyek-proyek yang meguntungkan. Dalam hal ini
manajemen cenderung lebih suka memanfaatkan laba ditahan karena
pemanfaatan laba ditahan tidak memerlukan flotation cost
6)
Fluktuasi laba
Apabila laba perusahaan berfluktuasi dividen yang dibayarkan kecil hal
ini dilakukan untuk menjaga kestabilan pembayaran dividen. Dengan
29
laba yang berfluktuasi perusahaan juga tidak banyak mempergunakan
hutang sebagai sumber pendanaan hal ini dilakukan untuk mengurangi
risiko kebangkrutan. Dengan keadaan demikian laba ditahan akan
menjadi besar dan dividen yang dibayarkan semakin mengecil.
Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa kebijakan dividen
optimal (optimal dividend policy) sebuah perusahaan harus mencapai suatu
keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa depan sehingga
dapat memaksimalkan harga saham. Tiga teori tentang preferensi investor
mengenai kebijakan dividen yaitu : (1) teori irelevansi dividen, (2) teori ”burung
ditangan” (bird in the hand theory), dan (3) teori preferensi pajak.
Teori irelevansi dividen menyatakan bahwa kebijakan dividen sebuah
perusahaan tidak memiliki pengaruh pada harga saham maupun biaya modalnya.
Pendukung utama dari teori irelevansi dividen (dividend irrelevance theory) ini
adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM), yang berpendapat bahwa
nilai dari sebuah perusahaan akan tergantung pada laba yang diproduksi oleh
aktiva-aktivanya, bukan pada bagaimana laba tersebut akan dibagi menjadi
dividen dan saldo ditahan. Bird in the hand theory menyatakan bahwa nilai
sebuah perusahaan akan dapat dimaksimalkan dengan menetapkan rasio
pembayaran dividen yang tinggi. Gordon dan Lintner mengatakan, secara tidak
langsung investor menilai dolar dari dividen yang diharapkan lebih tinggi
daripada dolar dari keuntungan modal yang diharapkan.
Teori preferensi pajak atau perbedaan pajak (tax differential theory)
diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy, yang menyatakan bahwa karena
30
adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih
menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak (Atmaja, 2008).
Teori preferensi pajak menyatakan tiga alasan yang berhubungan dengan pajak
untuk beranggapan bahwa investor akan lebih menyukai pembayaran dividen
yang rendah daripada pembayaran dividen yang tinggi, yaitu : (1) keuntungan
modal jangka panjang akan dikenakan pajak yang lebih rendah dibandingkan
pendapatan dividen, (2) pajak atas keuntungan tidak akan dibayarkan sampai
saham tersebut dijual, karena adanya pengaruh nilai waktu, dan (3) Apabila
selembar saham yang dimiliki oleh sesorang sampai ia meninggal, sama sekali
tidak ada pajak keuntungan yang terhutang (Brigham dan Houston, 2006).
2.1.9 Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Hutang
Kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi keputusan pencarian dana
apakah melalui hutang atau right issue. Perimbangan kepemilikan dapat
menciptakan
kehati-hatian
para
insider
dalam
mengelola
perusahaan.
Kebangkrutan perusahaan bukan hanya menjadi tangggungan pemilik utama,
namun para insider juga ikut menanggungnya. Konsekuensinya para insider akan
bertindak hati-hati termasuk dalam menentukan hutang perusahaan.
Putri dan Nasir (2006) menyatakan tingginya kepemilikan manajerial
semakin memungkinkan tindakan oportunis manajer sehingga meresahkan
shareholders. Penggunaan hutang dapat menjadi solusi atas permasalahan ini.
Penggunaan hutang akan meningkatkan monitoring dari bondholders dan
membuat shareholders lebih tenang karena pembiayaan investasi tidak
menggunakan dananya sehingga mengurangi risiko dari shareholders.
31
Hutang adalah instrumen yang sangat sensitif terhadap perubahan nilai
perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh struktur modal. Semakin tinggi
proporsinya maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu
peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang
diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil dari biaya yang ditimbulkannya.
Para pemilik lebih suka perusahaan menciptakan hutang pada tingkat tertentu
untuk menaikkan nilai perusahaan. Perilaku manajer dan komisaris harus dapat
dikendalikan melalui keikutsertaan dalam kepemilikan saham perusahaan agar
harapan pemilik dapat dicapai.
2.2 Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Dividen
Rozeff (1982) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi
menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang saham rendah. Penetapan
dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di masa yang
datang yang dibiayai dari sumber internal. Jika pemegang saham lebih menyukai
dividen yang tinggi, maka menimbulkan perbedaan kepentingan, sehingga
diperlukan peningkatan dividen. Signaling theory menyatakan bahwa jika ada
kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham, sebaliknya
penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun (Atmaja,
2008).
Makin tinggi konflik antara manajemen dan pemegang saham mengenai
kebijakan dividen, maka perusahaan akan makin konservartif karena manajemen
perusahaan untuk memaksimalkan kepentingannya melalui konsirvatisme
32
akuntansi, agar jumlah dividen yang dibagikan semakin kecil. Makin kecil jumlah
dividen makin besar jumlah dana yang dikendalikan manajemen.
2.2.1
Kepemilikan Manajerial dan Nilai Perusahaan
Proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat
mempengaruhi
kebijakan
perusahaan.
mensejajarkan
kepentingan
manajemen
Kepemilikan
dan
pemegang
manajerial
akan
saham (outsider
ownership), sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang
diambil serta menanggung kerugian dari pengambilan keputusan yang salah.
Teori yang dikembangkan oleh Modigliani dan Miler yang memperhatikan
pajak, mengatakan bahwa penggunaan hutang masih memungkinkan untuk
memaksimumkan nilai perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham.
Adanya pajak penghasilan perusahaan, hutang dapat menghemat pajak yang
dibayar karena hutang menimbulkan pembayaran bunga yang mengurangi jumlah
penghasilan terkena pajak sehingga nilai perusahaan bertambah. Hubungan
jumlah hutang dengan nilai perusahaan adalah positif: semakin besar hutang,
semakin tinggi nilai perusahaan (Atmaja : 2008).
Model Modigliani dan Miler dengan pajak melupakan satu hal: semakin
besar hutang, semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan
keuangan (financial distress). Model perbaikan ini disebut tax savings-financial
costs trade-off theory karena hutang menghasilkan penghematan pajak namun
juga menimbulkan biaya kesulitan keuangan. Secara umum model MM yang
dimodifikasi ini mengajarkan: (1) berhutang sejumlah tertentu itu baik, (2)
33
berhutang terlalu banyak tidak baik, dan (3) ada jumlah hutang yang optimal
untuk setiap perusahaan (Atmaja: 2008).
Ada dua aliran yang berbeda dalam maksimisasi kemakmuran pemegang
saham. Aliran yang pertama dipimpin oleh Modigliani dan Miller yang
menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak akan mempengaruhi harga saham,
sebab para investor tidak membedakan (indefferent) antara cash dividend dan
retained earnings dalam pasar modal sempurna. Dengan demikian tidak ada
dividend payout ratio yang optimal yang akan memaksimumkan nilai perusahaan.
Aliran kedua yakni dipimpin oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa
kebijakan dividen itu memang mempengaruhi nilai perusahaan, sebab para
investor akan menilai tinggi harapan dividen Rp 1,00 daripada harapan capital
gain Rp 1,00 yang berasal dari penginvestasian kembali laba ditahan. Menurut
aliran ini memang ada dividend payout ratio yang dapat memaksimumkan nilai
perusahaan.
2.2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini berkaitan dengan penelitian-penelitian terdahulu yang
dilakukan antara lain oleh:
1) Penelitian yang dilakukan Chen dan Kao (2005) yang berjudul The
Conflict Between Agency Theory and Corporate Control on Managerial
Ownership : The Evidence from Taiwan IPO Performance. Penelitian ini
menguji masalah keagenan yang potensial dan kendali perusahaan dengan
struktur kepemilikan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis
regresi. Penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manjerial
34
memiliki hubungan dengan nilai perusahaan dan kinerja saham. Penelitian
ini menunjukkan bahwa peningkatan kepemilikan manajerial pada
perusahaan IPO mengurangi kinerja saham.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Truong (2006) yang berjudul Corporate
Boards, Ownership and Agency Cost: Evidence from Australia. Penelitian
ini menjabarkan pengaruh karakteristik pengurus dan kepemilikan
perusahaan pada konflik keagenan antara manajer dengan pemilik saham,
menggunakan sampel dari 500 perusahaan teratas yang terdaftar di
Australia. Teknik analisis yang digunakan adalah 2-stage least squares
(2SLS). Hasil penelitian ini menemukan sebuah hubungan yang positif dan
secara statistik signifikan antara kepemilikan manajerial dan pemanfaatan
aset. Menariknya terdapat sedikit bukti keterkaitan antara karakteristik
pengurus inti (ukuran, komposisi, kepemimpinan) dan biaya agency.
3) Penelitian yang dilakukan Jiraporn dan Liu (2007) dengan judul penelitin
Capital Structure, Staggered Boards, and Firm Value. Penelitian ini
didasarkan pada agency theory. Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis regresi. Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah
perusahaan dengan stagered boards akan mempengaruhi perusahaan untuk
menggunakan leverage yang rendah dibandingkan perusahaan-perusahaan
yang dewan direksinya didasarkan pada unitary boards. Temuan lainnya
bahwa nilai perusahaan tidak terpengaruh oleh kebijakan perusahaan
dalam menggunakan leverage.
35
4) Penelitian yang dilakukan Saurabh dan Arijit (2008) dengan judul Do
Leverage, Dividend Policy, and Profitability Influence The Future Value
of Firm? Evidence from India. Penelitian tersebut menguji pengaruh dari
kebijakan dividen masa lalu, leverage masa lalu dan profitabilitas terhadap
probabilitas peningkatan nilai perusahaan di masa depan (ukuran nilai
perusahaan menggunakan rasio harga pasar saham dibagi dengan nilai
buku saham) pada perusahaan yang terdaftar di Indian Stock Market.
Penelitian ini menggunakan regresi model logit dalam menganalisis
datanya. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan yang nonlinier antara leverage, profitabilitas dan probabilitas peningkatan nilai
perusahaan di masa yang akan datang. Profitabilitas perusahaan
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Penggunaan leverage
ternyata berdampak negatif terhadap kesempatan peningkatan nilai
perusahaan di masa yang akan datang sedangkan kebijakan dividen yang
dilakukan oleh perusahaan tidak signifikan pengaruhnya terhadap
probabilitas peningkatan nilai perusahaan di masa yang akan datang.
5) Penelitian yang dilakukan Mahadwartha (2002) yang berjudul The
Association of Managerial Ownership With Dividend Policy and Leverage
Policy: Indonesian Firm. Penelitian ini mencoba meneliti hubungan antara
kepemilikan manajerial dengan kebijakan hutang dan dividen tanpa
hubungan interdepensi antara kedua kebijakan itu. Logit Model
dipergunakan dalam penelitian ini karena kepemilikan manajerial di
proksikan dengan variabel dummy. Penelitian ini secara signifikan
36
mendukung dua penelitian terakhir (Mahadwartha 2002, Mahadwartha dan
Hartono,2002) bahwa kepemilikan manajerial
mengendalikan masalah
keagenan di Indonesia. Variabel kebijakan hutang dan dividen memiliki
hubungan negatif dan signifikan terhadap kepemilikan manajerial.
6) Penelitian yang dilakukan Taswan (2003) yang berjudul Analisis Strategis
di LIK dan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan serta Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh antara insider ownership, kebijakan hutang dan
dividen terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Taswan
ini juga berupaya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap insider ownership, kebijakan hutang dan Dividen.
Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah SEM. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
nilai
perusahaan.
Kebijakan
dividen
berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. Insider
Ownsership berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
7) Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) yang
berjudul, Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan:
Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh struktur kepemilikan (kepemilikan
manajerial
dan
institusional)
terhadap
nilai
perusahaan
dengan
menggunakan keputusan keuangan (keputusan investasi, kebijakan hutang
dan kebijakan dividen). Teknik analisis yang dipergunakan adalah path
37
analysis. Hasil penelitian ini menunjukkan: Struktur kepemilikan
manajerial berpengaruh terhadap keputusan investasi dan keputusan
pendanaan tetapi tidak pada kebijakan dividen. Keputusan pendanaan
berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi keputusan investasi dan
kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur
kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan baik
secara langsung maupun melalui keputusan pendanaan.
8)
Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Nasir (2006) yang berjudul
”Analisis Persamaan Simultan Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Risiko, Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen Dalam
Perspektif Teori Keagenan”. Penelitian ini bermaksud untuk menguji
hubungan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko,
kebijakan hutang dan kebijakan dividen dengan basis agency theory.
Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan model persamaan two stage
least square karena kondisi identifikasi menunjukkan over dan exactly
identified. Uji Hausman dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui
apakah variabel-variabel endogen dalam persamaan ini saling berkorelasi
secara dua arah Dari hasil penelitian ini menunjukkan kebijakan hutang
memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kepemilikan manajerial.
Kebijakan
dividen
secara
statistik
berpengaruh
positif
terhadap
kepemilikan manajerial. Kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen. Kebijakan hutang tidak berpengaruh
signifikan terhadap kebijakan dividen.
38
9) Penelitian yang dilakukan Almilia dan Silvy yang berjudul Analisis
Kebijakan
Dividen
dan
Kebijakan
Leverage
Terhadap
Prediksi
Kepemilikan Manajerial Dengan Tehnik Analisis Multinomial Logit
(2006). Penelitian ini berusaha menguji apakah kebijakan dividen,
kebijakan leverage, size, kesempatan investasi, profitabilitas, nilai
perusahaan dan nilai pasar ekuitas dapat dipergunakan untuk memprediksi
kepemilikan manajerial dalam perspektif teori keagenan. Model yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik analisis
multinomial logit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
hutang (DEBT), Investment Opportunity (INVS_OPR), Nilai pasar ekuitas
(LNVAL), ROA dan TOBINS adalah merupakan variabel yang dapat
digunakan untuk memprediksikan perusahaan yang tidak memiliki
kepemilikan manajerial dan yang memiliki kepemilikan manajerial.
Variabel LNVAL dan INVS_OPR adalah variabel yang dapat digunakan
untuk memprediksi perusahaan yang memiliki prosentase kepemilikan
manajerial kecil dengan perusahaan yang memiliki prosentase kepemilikan
manajerial besar.
10) Penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang
berjudul Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern,
dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan, leverage, faktor
ekstern, dan faktor intern terhadap nilai perusahaan di Bursa Efek Jakarta.
Teknik analisis yang dipergunakan adalah SEM. Hasil yang diperoleh
39
dalam penelitian tersebut adalah variabel kepemilikan manajerial tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap leverage dan nilai
perusahaan.Variabel pembayaran dividen mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan. Leverage mempunyai pengaruh
negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
11) Penelitian yang dilakukan oleh Nurfauziah, dkk (2007) berjudul Analisis
Hubungan Simultan Antara Kepemilikan Manajerial, Risiko, Kebijakan
Hutang dan Kebijakan Dividen dalam Masalah Agensi. Penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara kepemilikan
manajerial dengan dividen. Penelitian ini menggunakan model persamaan
Two Stage Least Square (2SLS). Hubungan antara kepemilikan manajerial
dengan hutang menunjukkan hubungan yang negatif namun tidak
signifikan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya arah hubungan
negatif namun tidak signifikan antara dividen dengan hutang.
12) Penelitian yang dilakukan Gunadi (2008) yang berjudul Pengaruh
Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, Profitabilitas,
Kebijakan Dividen, dan Set Kesempatan Investasi pada Industri
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang,
profitabilitas, kebijakan dividen dan set kesempatan investasi pada industri
manufaktur di BEI. Untuk memecahkan masalah ini digunakan teknik
analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian ini tidak mendukung teori
keagenan yang menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial,
40
maka jumlah hutang perusahaan akan mengalami penurunan. Secara
statistik kepemilikan manajerial berpengaruh positif tidak signifikan
terhadap kebijakan hutang. Kepemilkan manajerial berpengaruh negatif
signifikan terhadap kebijakan dividen pada industri manufaktur di BEI
selama periode 2002-2006.
41
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan kajian pustaka dan mengacu pada beberapa hasil penelitian
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya yang berkaitan dengan pengaruh
kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai
perusahaan, maka kerangka konseptual yang mendasari penelitian ini adalah
bahwa nilai perusahaan merupakan tujuan utama yang ingin dicapai bagi
manajemen perusahaan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
Berdasarkan beberapa studi empirik terdapat pengaruh kepemilikan manajerial
terhadap kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan, kemudian
disusun kerangka konseptual untuk melihat hubungan-hubungan antara variabel
penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.1 berikut:
H1
Kepemilikan
Manajerial
H2
Kebijakan
Hutang
H3
Kebijakan
Dividen
Gambar 3.1
Kerangka Konseptual
H4
Nilai
Perusahaan
H5
42
Gambar 3.1 tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini dilakukan untuk
menguji hubungan antara kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, kebijakan
dividen dan nilai perusahaan serta bagaimana pola hubungan antara variabel
tersebut. Pada penelitian ini terdapat suatu hubungan kausalitas berjenjang maka
pengujian akan dilakukan dengan menggunakan analisis jalur (path analysis).
3.2 Hipotesis
Pada dasarnya hipotesis ini dibuat untuk menetapkan kesimpulan
sementara terhadap proses penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kajian
teori dan kajian empiris serta konsep penelitian yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini. Rumusan hipotesis penelitian
ini adalah sebagai berikut:
H1. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap
kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
H2. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap
kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
H3.
Kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
H4.Kebijakan hutang berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan
pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
43
H5.
Kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
44
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian
4.1.1
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif dimana terdapat hubungan
antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini akan dapat membangun suatu teori
yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu
gejala (Sugiyono, 2009).
4.1.2
Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder, data yang pengumpulannya
dan pengolahannya dilakukan oleh pihak lain yang diperoleh dari ICMD
(Indonesian Capital Market Directory) dan website : www.idx.co.id. Penelitian
dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
4.2 Variabel Penelitian
4.2.1 Indentifikasi Variabel
Variabel-variabel
yang
diidentifikasikan sebagai berikut:
dianalisis
dalam
penelitian
ini
dapat
45
1) Variabel eksogen
Variabel eksogen merupakan variabel yang tidak dipengaruhi oleh
variabel lain di dalam model. Variabel eksogen dalam penelitian ini
adalah kepemilikan manajerial.
2) Variabel endogen
Variabel endogen merupakan
variabel yang
dipengaruhi dan
mempengaruhi variabel lain dalam model.Varibel endogen ini meliputi
varibel endogen dependen dan variabel endogen intervening. Variabel
endogen dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan dan
variabel endogen intervening adalah kebijakan hutang dan kebijakan
dividen.
4.2.2 Definisi Operasional Variabel
Berikut dijelaskan definisi operasional variabel dari masing-masing
variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menghindari
kesalahan dalam mengartikan variabel yang dianalisis.
1) Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan diukur dengan melihat rasio Price to Book Value (PBV),
rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan
perusahaan-perushaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2008,
yang dinyatakan sebagai berikut ( dalam satuan rasio ) :
PBV= Nilai pasar ekuitas……………………………………….........(4.1)
Nilai buku ekuitas
46
2) Kepemilikan manajerial
Struktur kepemilikan disini adalah komposisi kepemilkan saham pada
perusahaan oleh insider (manajer, direktur, dan komisaris). Kepemilikan
manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial
yang diukur dengan menggunakan rasio insider. Rasio ini diukur dengan
menggunakan total persentase kepemilikan oleh manajer, direktur, dan komisaris
minimal 0,01 persen saham perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2004-2008.
Kepemilikan manajerial = Kepemilikan saham manajer, direktur, komisaris x 100%...(4.2)
Jumlah total lembar saham
3) Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini
menunjukkan perbandingan antara pembiayaan dan pendanaan melalui hutang
dengan pendanaan melalui ekuitas (Brigham dan Houston, 2006). Rasio ini
dinyatakan dalam satuan rasio.
DER = Total Hutang ...………........................................................(4.3)
Total Ekuitas
4) Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen diukur dengan menggunakan Dividend Payout Ratio
(DPR) yang merupakan perbandingan antara Dividen Per Share (DPS) dengan
47
Earning Per Share (EPS) pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2004-2008 dalam (%).
DPR = DPS x 100%............................…………………………........(4.4)
EPS
Keterangan :
DPR = Dividend Payout Ratio
DPS = Dividend Per Share
EPS = Earning Per Share
4.3 Prosedur Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2004 sampai dengan 2008 yang memiliki laporan
mengenai kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai
perusahaan yaitu sebanyak 41 perusahaan. Metode penentuan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penentuan sampel non probability
sampling dalam hal ini adalah purposive sampling, yaitu metode penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Dengan metode
purposive sampling, sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel
dengan kriteria pemilihan sampel yang ditentukan. Kriteria penentuan sampel
adalah sebagai berikut:
1)
Perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dan aktif terus-menerus dari tahun 2004 sampai dengan 2008.
48
2)
Perusahaan yang memiliki hutang jangka panjang (leverage)
secara terus menerus selama periode penelitian.
3)
Perusahaan yang membagikan dividen secara terus menerus
selama periode penelitian.
Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dilakukan seleksi sampel. Dari
41 perusahaan setelah melalui proses seleksi berdasarkan kriteria-kriteria yang
telah ditentukan, terpilih 19 perusahaan sebagai sampel dalam penelitian ini.
4.4 Metode Analisis Data
4.4.1 Analisis Jalur (Path Analysis)
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan analisis jalur/path analysis. Agus Widarjono (2010) menyatakan analisis
jalur adalah sebuah metode untuk mempelajari efek langsung (direct effect)
maupun efek tidak langsung (indirect effect) dari variabel. Analisis jalur ini bukan
merupakan metode untuk menentukan hubungan penyebab satu variabel terhadap
variabel lain, tetapi hanya menguji hubungan teoritis antar variabel. Selain itu,
semua variabel dalam analisis jalur baik dependen maupun independen
merupakan variabel yang bisa diukur langsung (observable). Riduwan dan
Kuncoro (2008,) menyatakan bahwa path analysis merupakan model analisis yang
digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara variabel dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel
bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen).
49
4.4.2
Asumsi-asumsi Dalam Path Analysis
Berikut ini beberapa asumsi yang mendasari path analysis (Riduwan dan
Kuncoro, 2008):
1)
Pada model path analysis, hubungan antara variabel
adalah bersifat linier, adaptif dan bersifat normal
2)
Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada
arah kausalitas berbalik
3)
Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur
interval dan ratio
4)
Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen
pengukuran valid dan reliable) artinya variabel yang diteliti dapat
diobservasi secara langsung
5)
Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi)
dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan
artinya model teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan
kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan
kausalitas antar variabel yang diteliti.
4.4.3 Tahap-tahap Dalam Path Analysis
Agus Widarjono (2010) menyatakan ada beberapa tahap yang harus dilalui
di dalam analisis jalur. Pertama, membuat spesifikasi model analisis jalur. Di
dalam membuat model analisis jalur hubungan satu variabel dengan variabel lain
seharusnya dilakukan berdasarkan landasan teori yang ada. Spesisikasi model
50
merupakan dasar dalam menentukan hubungan antar variabel di dalam analisis
jalur. Kedua, setelah membuat spesifikasi model maka langkah selanjutnya adalah
melakukan estimasi untuk mendapatkan koefisien analisis jalur. Ketiga,
melakukan uji signifikansi analisis jalur. Gambar diagram jalur untuk penelitian
Kebijakan
Hutang (X2)
b1
Kepemilikan
Manajerial
(X1)
e
1
ini ditunjukkan pada Gambar 4.1 sebagai berikut:
b4
b2
b3
e
2
Kebijakan
Dividen (X3)
Nilai
Perusahaan (Y)
b5
e
3
Gambar 4.1
Diagram Jalur Mengenai Hubungan Kepemilikan Manajerial,
Kebijakan Hutang , Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan
Gambar 4.1 dapat ditulis bentuk persamaan sebagai berikut :
(1) Hubungan antara X1 terhadap X2
X2 = α + b1X1 + e1
(2) Hubungan antara X1 terhadapX3
X3 = α + b3X1 + e2
51
(3) Hubungan antara X1, X2, dan X3 terhadap Y
Y = α + b4X2 + b2X1 + b5X3 + e3
Keterangan :
X1 adalah kepemilikan manajerial
X2 adalah kebijakan hutang
X3 adalah kebijakan dividen
Y adalah nilai perusahaan
b1 adalah koefisien jalur X1 dengan X2
b2 adalah koefisien jalur X1 dengan Y
b3 adalah koefisien jalur X1 dengan X3
b4 adalah koefisien jalur X2 dengan Y
b5 adalah koefisien jalur X3 dengan Y
e1, e2 dan e3 adalah error
4.4.4
Uji Kebaikan Model
Kelayakan model analisis jalur dapat diuji dengan menggunakan beberapa
uji statistika. Metode untuk melihat kebaikan model secara menyeluruh yaitu: (1)
Uji Statistika Chi Squares, (2) Root Mean Squares Error of Approximiation
(RMSEA), (3) Goodnes of Fit Index (GFI), (4) Adjusted Goodness of Fit Index
(AGFI), (5) Root Mean Squares Residual (RMSR). Dari beberapa uji kelayakan
model tersebut, model dikatakan layak jika paling tidak salah satu metode uji
kelayakan model terpenuhi. Dalam penelitian ini, uji kelayakan model yang
dipergunakan adalah:
1) Uji Statistika Chi Squares
Uji statistika Chi Squares (λ²) digunakan untuk menguji kelayakan
model analisis faktor konfirmatori. Jika nilai Chi Squares lebih besar
dari Chi Squares kritis maka kita menolak hipotesis nol dan sebaliknya
jika nilai Chi Squares lebih kecil dari Chi Squares kritisnya maka kita
52
menerima hipotesis nol, atau kita bisa menerima atau menolak
hipotesis nol dengan membandingkan antara p-value dengan besarnya
α yaitu derajat kepercayaan yang kita pilih. Jika nilai p-value lebih
kecil dari α maka kita menolak hipotesis nol dan sebaliknya jika pvalue lebih besar dari α maka kita menerima hiputesis nol. Jika kita
menerima hipotesis nol atau menolak hipotesis alternatif maka model
yang kita pilih adalah layak.
2) Root Mean Squares Error of Approximiation (RMSEA)
Kelemahan uji Chi Squares adalah sensitif terhadap jumlah sampel,
sehingga digunakan alternatif lain seperti RMSEA. Sebagai rule of
tumb melihat kelayakan model, cut off value adalah bila RMSEA ≤
0,08. Jika nilai RMSEA besarnya 0,08 atau lebih kecil maka model
dianggap layak.
3) Goodnessn of Fit Index (GFI)
Uji kelayakan GFI ini seperti nilai koefisien determinasi (R²) di dalam
uji kalayakan atau kebaikan hasil regresi, nilainya 0≤GFI≤1. Semakin
tinggi nilai GFI atau mendekati 1 maka semakin layak model. Sebagai
rule of thumb biasanya model dianggap layak bila nilai GFI≥0,90
sebagai cut off value-nya.
4) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
Uji kelayakan Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) merupakan uji
kelayakan GFI yang disesuaikan. Nilainya terletak antara 0≤GFI≤1.
Sebagaimana uji kelayakan GFI, semakin nilainya mendekati 1 maka
53
semakin baik model dan sebaliknya semakin baik model dan
sebaliknya semakin mendekati angka 0 maka semakin tidak layak
model. Sebagai rule of tumb, cut off value adalah bila AGFI≥0,80
sebagai model yang layak (goodness of fit).
5) Root Mean Squares Residual (RMSR)
RMSR ini merupakan akar dari rata-rata pangkat residual. Semakin
kecil nilai RMSR model semakin sesuai (FIT) atau layak karena ada
keseuaian antara model dan data dan sebaliknya semakin besar nilai
RMSR model semakin tidak sesuai atau kurang layak. Jika nilai
RMSR sama atau kurang dari 0,05 maka model adalah baik (fit)
sedangkan kalau nilainya lebih dari 0,05 maka model kurang baik.
54
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1
5.1.1
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Variabel
Variabel yang dioperasikan dalam penelitian ini terdiri dari variabel
eksogen,varibel endogen dependen dan variabel endogen intervening. Variabel
nilai perusahaan diproksikan dengan PBV (Price to Book Value) dioperasikan
sebagai variabel endogen dependen. Variabel kebijakan hutang dengan DER
(Debt to Equity Ratio) dan variabel kebijakan dividen diproksikan dengan DPR
(Dividend Payout Ratio) dioperasikan sebagai variabel endogen intervening.
Variabel kepemilikan manajerial (insider ownership) dioperasikan sebagai
variabel eksogen.
Tabel 5.1
Statistik Deskriptif Variabel Kepemilikan Manajerial, Kebijakan
Hutang, Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan
(dalam %)
Minimum
Kepemilikan Manajerial
0,06
Kebijakan Hutang
0,05
Kebijakan Dividen
0,10
Nilai Perusahaan
0,09
Sumber: Statistik Deskriptif (lampiran 6)
Maksimum
Mean
Std.Deviation
51,92
5,23
67,36
3,32
4,96
1,12
26,30
1,13
8,30
1,01
15,38
0,77
55
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dirumuskan bahwa variabel kepemilikan
manajerial memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 4,96 artinya rata-rata
kepemilikan manajerial (insider ownership) selama periode 2004-2008 adalah
sebesar 4,96 persen per tahun. Standar deviasi (simpangan baku) variabel
kepemilikan manajerial adalah 8,30 artinya selama 5 tahun pengamatan, variasi
nilai kepemilikan manajerial pada perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Indonesia
menyimpang dari rata-ratanya sebesar 8,30 persen. Kepemilikan manajerial
terendah (minimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2004 sampai
dengan 2008 pada PT. Berlian Laju Tanker Tbk yaitu 0,06 persen. Kepemilikan
manajerial tertinggi (maksimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun
2004 pada PT. Kresna Graha Sekurindo Tbk yaitu 51,92 persen.
Variabel kebijakan hutang yang diproksikan DER (Debt to Equity Ratio)
memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 1,12 artinya rata-rata kebijakan hutang
selama periode 2004-2008 adalah sebesar 1,12 persen per tahun. Standar deviasi
(simpangan baku) variabel kebijakan hutang adalah 1,01 artinya selama 5 tahun
pengamatan, variasi kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan di Bursa Efek
Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 1,01 persen. Kebijakan hutang
terendah (minimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2007 pada
PT. Centrin Online Tbk yaitu 0,05 persen. Kebijakan hutang tertinggi
(maksimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2007 pada PT Berlian
Laju Tanker Tbk yaitu 5,23 persen.
56
Variabel kebijakan dividen yang diproksikan DPR (Dividend Payout
Ratio) memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 26,30 artinya rata-rata kebijakan
dividen selama periode 2004-2008 adalah sebesar 26,30 persen per tahun. Standar
deviasi (simpangan baku) variabel kebijakan dividen adalah 15,38 artinya selama
5 tahun pengamatan, variasi kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan di
Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 15,38 persen.
Kebijakan dividen terendah (minimum) selama periode pengamatan terjadi pada
tahun 2006 pada PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk yaitu 0,10 persen.
Kebijakan dividen tertinggi (maksimum) selama periode pengamatan terjadi pada
tahun 2004 pada PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk yaitu 67,36 persen.
Variabel nilai perusahaan yang diproksikan dengan Price to Book Value
(PBV) memiliki rata-rata hitung (mean) sebesar 1,13 artinya rata-rata nilai
perusahaan selama periode 2004-2008 adalah sebesar 1,13 persen per tahun.
Standar deviasi (simpangan baku) variabel nilai perusahaan adalah 0,77 artinya
selama 5 tahun pengamatan, variasi nilai perusahaan (PBV) pada perusahaanperusahaan di Bursa Efek Indonesia menyimpang dari rata-ratanya sebesar 0,77
persen. Nilai perusahaan terendah (minimum) selama periode pengamatan terjadi
pada tahun 2008 pada PT Jaya Pari Steel Tbk yaitu 0,09 persen. Nilai perusahaan
tertinggi (maksimum) selama periode pengamatan terjadi pada tahun 2007 pada
PT Berlian Laju Tanker Tbk yaitu 3,32 persen.
57
5.1.2
Uji Kesesuaian Model
Dari beberapa uji kelayakan model, model dikatakan layak jika paling
tidak salah satu metode uji kelayakan model terpenuhi. Indeks kesesuaian
(goodness of fit index) model persamaan struktural adalah seperti dalam Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Goodness of Fit Index Model
Goodness of Fit Index
X2-Chi-Square
Probability (P)
GFI
CMIN/DF
TLI
CFI
RMSEA
AGFI
Cut of Value
diharapkan kecil
≥ 0,05
≥ 0,90
≤ 2,00
≥ 0,95
≥ 0,95
≤ 0,08
≥ 0,80
Hasil Model
1,875
0,171
0,990
1,875
0,290
0,882
0,096
0,902
Keterangan
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
tidak layak
tidak layak
Layak
Sumber : Diagram Jalur (Lampiran 2)
Hasil uji kesesuaian model persamaan struktural pada Tabel 5.2
menunjukkan bahwa hampir semua kriteria indeks goodness of fit dinyatakan
layak yang ditunjukkan dengan nilai X2-Chi-Square sebesar 1,875 dan probability
lebih besar dari 0,05 yaitu 0,171. Indeks GFI dengan nilai 0,990 dan indeks AGFI
dengan nilai 0,902 berada dalam kreteria model yang dinyatakan layak.
Selanjutnya indeks CMIN/DF dengan nilai 1,875 dan TLI dengan nilai 0,290
berada dalam kreteria model yang dinyatakan layak. CFI dengan nilai 0,882 dan
RMSEA dengan nilai 0,096 berada dalam kriteria model yang tidak layak. Dari
beberapa uji kelayakan model tersebut, model dalam penelitian ini dianggap
layak dan memenuhi lebih dari satu kriteria kelayakan model.
58
5.1.3
Hasil Estimasi Regression Weight
Hasil estimasi regressions weights persamaan struktural pengaruh
kepemilikan manajerial, terhadap kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai
perusahaan disajikan pada Tabel 5.3
Tabel 5.3
Estimasi Regression Weight Model Persamaan Struktural
Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan
Hutang, Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan
Hubungan
Standardized
Estimate
Standar
Error
(S.E)
C.R
P. Value
Keterangan
X1
X2
-0,095
0,013
-0,928
0,354
Tidak signifikan
X1
X3
-0,233
0,186
-2,321
0,020
Signifikan
X1
Y
-0,051
0,010
-0,490
0,624
Tidak signifikan
X3
Y
0,207
0,005
1,997
0,046
Signifikan
X2
Y
0,094
0,078
0,930
0,353
Tidak signifikan
Sumber: Hasil Uji Analisis Jalur (lampiran 3)
Keterangan : X1 = Kepemilikan Manajerial
X2 = Kebijakan Hutang
X3 = Kebijakan Dividen
Y = Nilai Perusahaan
α
= 5% = 0,05
P. value ≤α = signifikan dan P.value>α = tidak signifikan
C.R = Critical Ratio
P. Value = Probability Value
59
Tabel 5.3 dapat dijelaskan bahwa dari lima jalur yang diobservasi dua jalur
menunjukkan pengaruh signifikan yaitu kepemilikan manajerial terhadap
kebijakan dividen dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Tiga jalur
lainnya yaitu kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, kepemilikan
manajerial terhadap nilai perusahan dan kebijakan hutang terhadap nilai
perusahaan menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Hubungan antar
variabel dapat ditunjukkan pada Gambar 5.1 sebagai berikut:
e1
.01
Kebijakan
Hutang
(X2)
e3
.094
-.095
Kepemilikan
Manajerial
(X1)
.06
Nilai
Perusahaan
(Y)
-.051
.207
-.233
.05
Kebijakan
Deviden
(X3)
e2
Gambar 5.1
Model Persamaan Struktural Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap
Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan
60
Hasil analisis jalur yang ditunjukkan pada Gambar 5.1 memberikan
informasi secara objektif sebagai berikut:
1)
Besarnya kontribusi kepemilikan manajerial (X1) secara langsung
mempengaruhi kebijakan hutang (X2) sebesar -0,095
2)
Besarnya kontribusi kepemilikan manajerial (X1) secara langsung
mempengaruhi kebijakan dividen (X3) sebesar -0,233
3)
Besarnya kontribusi kepemilikan manajerial (X1) secara langsung
mempengaruhi nilai perusahaan (Y) sebesar -0,051
4)
Besarnya kontribusi kebijakan hutang (X2) secara langsung
mempengaruhi nilai perusahaan (Y) sebesar 0,094
5)
Besarnya kontribusi kebijakan dividen (X3) secara langsung
mempengaruhi nilai perusahaan (Y) sebesar 0,207
5.1.4
Analisis Efek Langsung, Efek Tidak Langsung dan Efek Total
Analisis efek langsung, efek tidak langsung dan efek total dari variabel
yang diteliti ditujukan untuk mengetahui kekuatan pengaruh antar konstruk, baik
pengaruh langsung, tidak langsung maupun pengaruh totalnya. Hasil komputasi
program AMOS terhadap efek langsung, efek tidak langsung dan efek total dari
masing-masing variabel yang diteliti adalah seperti dalam Tabel 5.4
61
Tabel 5.4
Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Pengaruh Total
Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen
dan Nilai Perusahaan
Tipe Pengaruh
Pengaruh
langsung
Standardized
Estimates
Konstruk
Kepemilikan Manajerial (X1)  Kebijakan Hutang (X2)
Kepemilikan Manajerial (X1)  Kebijakan Dividen (X3)
Kebijakan Hutang (X2)
 Nilai Perusahaan (Y)
Kebijakan Dividen (X3)
 Nilai Perusahaan (Y)
Kepemilikan Manajerial(X1)  Nilai Perusahaan (Y)
-0,095 (b1)
-0,233 (b3)
0.094 (b4)
0,207 (b5)
-0,051 (b2)
Pengaruh tidak Kepemilikan Manajerial (X1)  Nilai Perusahaan (Y)
langsung
-0,057
Pengaruh total Kepemilikan Manajerial (X1)  Nilai Perusahaan (Y)
-0,108
Sumber:Pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total (lampiran 4)
Dari Tabel 5.4 maka dapat diketahui pengaruh langsung, pengaruh tidak
langsung dan pengaruh total kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan.
Pengaruh langsung dari masing-masing variabel yaitu kepemilikan manajerial
(X1) terhadap kebijakan hutang (X2) adalah sebesar -0,095, pengaruh
kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen (X3) adalah -0,233 yang
menunjukkan pengaruh negatif. Pengaruh langsung variabel kebijakan hutang
(X2) terhadap nilai perusahaan (Y) adalah sebesar 0,094, pengaruh kebijakan
dividen (X3) terhadap nilai perusahaan (Y) adalah sebesar 0,207 yang
menunjukkan pengaruh positif.
Pengaruh
langsung
kepemilikan
manajerial
(X1)
terhadap
nilai
perusahaan (Y) adalah sebesar -0,051. Pengaruh tidak langsung kepemilikan
manajerial (X1) terhadap nilai perusahaan (Y) diperoleh dari (b1 x b4) + (b3 x
62
b5), yaitu (-0,095 x 0,094) + (-0,233 x 0,207) = -0,057. Sehingga pengaruh total
dari kepemilikan manajerial (X1) terhadap nilai perusahaan (Y) adalah sebesar
-0,051 + -0,057 = -0,108.
5.1.5
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis tentang pengaruh kepemilikan manajerial terhadap
kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan pada perusahaanperusahaan di Bursa Efek Indonesia dilakukan dengan mengamati nilai critical
ratio (C.R.) yang identik dengan uji-t dalam regresi dan probability (P) hasil
estimasi regression weights pada Tabel 5.3 maka dapat dilakukan pengujian
hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1)
Hipotesis 1
Hipotesis pertama menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate
sebesar -0,095 dengan probability 0,354. Artinya kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan hutang.
2)
Hipotesis 2
Hipotesis kedua menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate
63
sebesar -0,233 dengan probability 0,020. Artinya kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen.
3)
Hipotesis 3
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate
sebesar -0,051 dengan probability 0,624. Artinya kepemilikan manajerial
berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
4)
Hipotesis 4
Hipotesis keempat menyatakan bahwa kebijakan hutang berpengaruh
positif signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate
sebesar 0,094 dengan probability 0,353. Artinya kebijakan hutang berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
5)
Hipotesis 5
Hipotesis kelima menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hasil analisis menunjukkan nilai estimate sebesar 0,207
dengan probability 0,046. Artinya kebijakan dividen berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai perusahaan.
5.2 PEMBAHASAN
5.2.1
Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang
64
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya
pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang adalah -0,095 dengan
tingkat signifikansi 0,354. Artinya, kepemilikan saham oleh pihak manajemen
perusahaan (insiders) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap penentuan
kebijakan hutang perusahaan. Dengan demikian hipotesis pertama ditolak.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nurfauziah
dkk (2007) dimana kepemilikan manajerial dengan hutang menunjukkan
hubungan yang negatif namun tidak signifikan. Kemungkinan bahwa hutang yang
tinggi akan menyebabkan risiko kebangkrutan, yang pada akhirnya meningkatkan
risiko yang tidak terdiversifikasi bagi para manajer sehingga melemahkan
kepemilikan manajerial. Kebangkrutan perusahaan tidak hanya menjadi
tanggungan pemilik utama, namun para
insiders juga ikut menanggungnya.
Dengan adanya risiko yang tinggi menyebabkan manajemen semakin berhati-hati
dalam memperoleh pinjaman untuk mengurangi risiko financial distress dan
kebangkrutan.
Kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para
manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan
hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan (Jensen dan
Meckling, 1976). Arah negatif dalam penelitian ini sesuai dengan penjelasan teori
keagenan yang menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial, maka
hutang
akan mengalami
penurunan
dengan tujuan pengurangan
kebangkrutan sehingga dapat digunakan untuk mengurangi biaya keagenan.
risiko
65
Kepemilikan manajerial dalam penelitian ini memiliki rata-rata 4,96%
dengan standar deviasi 8,30%, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata sampel
kepemilikan manajerial yang relatif rendah. Proporsi kepemilikan manajerial yang
rendah menyebabkan pengaruh kepemilkian manajerial terhadap kebijakan hutang
perusahaan tidak signifikan.
5.2.2
Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Dividen
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya
pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen
adalah -0,233
dengan tingkat signifikansi 0,020. Artinya, kepemilikan saham oleh pihak
manajemen perusahaan (insiders) berpengaruh negatif signifikan terhadap
penentuan kebijakan dividen perusahaan. Dengan demikian hipotesis kedua
diterima.
Arah dari hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Nurfauziah, dkk (2007) menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara
kepemilikan manajerial dengan dividen. Dari 19 sampel diketahui bahwa variabel
kebijakan dividen memiliki rata-rata 26,30% dengan standar deviasi 15,38%, hal
ini menunjukkan bahwa rata-rata sampel yang membagikan dividen tidak terlalu
rendah. Kepemilikan manajerial memiliki rata-rata 4,96% dengan standar deviasi
8,30%, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata sampel dalam kepemilikan
manajerial yang relatif rendah. Hasil penelitian ini mengindikasikan perilaku
manajer dengan tingkat kepemilikan manajerial rendah cenderung akan
melakukan pembayaran dividen besar, hal ini disebabkan jika perusahaan
membayarkan dividen yang tinggi akan memberikan sinyal yang bagus tentang
66
earnings atau performance dimasa mendatang. Penelitian ini mendukung
signaling theory menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen sering diikuti
dengan kenaikan harga saham, sebaliknya penurunan dividen pada umumnya
menyebabkan harga saham turun (Atmaja, 2008).
Preferensi pemegang saham menyukai kenaikan dividen mengarah pada
bird in the hand theory. Dividen tinggi adalah yang terbaik, karena investor lebih
suka kepastian tentang return investasinya
serta mengantisipasi risiko
ketidakpastian tentang kebangkrutan perusahaan. Pembayaran dividen merupakan
informasi yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran saham perusahaan
di pasar modal, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap harga saham
perusahaan. Pembayaran dividen akan membuat pemegang saham mempunyai
tambahan return selain dari capital gain. Kestabilan pembagian dividen dapat
mencerminkan keadaan perusahaan yang stabil, sehingga dapat lebih menarik
minat investor, karena pada umumnya investor menyukai kepastian.
5.2.3
Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Nilai Perusahaan
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya
pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan adalah sebesar
-0,051 dengan tingkat signifikansi 0,624. Artinya, kepemilikan saham oleh pihak
manajemen perusahaan (insiders) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap
nilai perusahaan. Dengan demikian hipotesis ketiga ditolak.
Hasil penelitian ini mengindikasikan dengan kepemilikan manajerial yang
relatif rendah yaitu rata-rata 4,96% dengan standar deviasi 8,30%, variabel
kepemilikan manajerial tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.
67
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang
menunjukkan hasil bahwa struktur kepemilikan manajerial tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Manajemen perusahaan
tidak mempunyai kendali terhadap perusahaan. Manajemen lebih banyak
dikendalikan pemilik mayoritas sehingga manajemen hanya sebagai kepanjangan
tangan pemilik mayoritas.
Hasil pengujian yang memiliki arah negatif menunjukkan bahwa
peningkatan kepemilikan manajemen akan menurunkan nilai perusahaan. Jensen
dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan terjadi apabila
proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100 persen
sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan
tidak berdasarkan pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan
keuangan perusahaan. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari pemisahan
fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.
Penelitian ini menolak hasil penelitian yang dilakukan Wahyudi dan
Pawestri (2006) menemukan hasil bahwa struktur kepemilikan manajerial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan baik secara
langsung maupun mulalui keputusan pendanaan. Penelitian ini juga menolak
penelitian yang dilakukan Taswan (2003) yang menunjukkan bahwa insider
ownsership berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
5.2.4
Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan
68
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya
pengaruh kebijakan hutang
terhadap nilai perusahaan adalah sebesar 0,094
dengan tingkat signifikansi 0,353. Artinya, kebijakan hutang berpengaruh positif
tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian hipotesis keempat
ditolak.
Hasil penelitian ini mendukung teori yang dikembangkan oleh Modigliani
dan Miler yang memperhatikan pajak, yang menyatakan bahwa penggunaan
hutang masih memungkinkan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan posisi
kemakmuran pemegang saham. Adanya pajak penghasilan perusahaan, hutang
dapat menghemat pajak yang dibayar karena hutang menimbulkan pembayaran
bunga yang mengurangi jumlah penghasilan terkena pajak sehingga nilai
perusahaan bertambah. Hubungan jumlah hutang dengan nilai perusahaan adalah
positif: semakin besar hutang, semakin tinggi nilai perusahaan.
Hubungan yang tidak signifikan antara kebijakan hutang terhadap nilai
perusahaan disebabkan adanya variabel lain yang mempengaruhi peningkatan
nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar
saham selain dipengaruhi oleh kebijakan hutang dan kebijakan dividen juga
sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi.
Hasil penelitian ini menolak penelitian yang dilakukan Taswan (2003)
menunjukkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif signifikan terhadap
nilai perusahaan. Hutang adalah suatu hal yang bermanfaat karena bunga
merupakan pengurang pajak, tetapi hutang juga membawa serta biaya-biaya yang
dikaitkan dengan kemungkinan atau kenyataan kebangkrutan.
69
5.2.5
Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa besarnya
pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan adalah sebesar 0,207
dengan tingkat signifikansi 0,046. Artinya, kebijakan dividen berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian hipotesis kelima diterima.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sujoko dan
Soebiantoro (2007) yang menemukan pengaruh positif dan signifikan antara
kebijakan dividen dengan nilai perusahaan. Penelitian ini mendukung pernyataan
yang dipimpin oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa kebijakan
dividen itu memang mempengaruhi nilai perusahaan, sebab para investor akan
menilai tinggi harapan dividen Rp 1,00 daripada harapan capital gain Rp 1,00
yang berasal dari penginvestasian kembali laba ditahan. Menurut aliran ini
memang ada dividend payout ratio yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan.
Penelitian ini mendukung bird in the hand theory yang memandang bahwa
dividen tinggi adalah yang terbaik, karena investor lebih suka kepastian tentang
return
investasinya
serta
mengantisipasi
risiko
ketidakpastian
tentang
kebangkrutan perusahaan. Penelitian ini juga mendukung signaling theory
menyatakan bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan
harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga
saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor
70
lebih menyukai dividen daripada capital gains (Atmaja, 2008). Peningkatan
dividen diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan. Pembayaran dividen yang
semakin meningkat merupakan signal positif yang menyatakan prospek
perusahaan semakin baik sehingga investor semakin tertarik untuk membeli
saham dan nilai perusahaan akan meningkat.
Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa dari lima jalur yang
diobservasi dua jalur menunjukkan pengaruh signifikan yaitu kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen dan
kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Artinya, kebijakan dividen merupakan pendekatan yang digunakan perusahaan
untuk mengurangi agency cost. Peningkatan dividen dapat mengurangi agency
cost karena peningkatan dividen akan meningkatkan kemungkinan perusahaan
mengambil dana dari luar, sehingga perusahaan akan sering dimonitor oleh
investor. Peningkatan dividen diharapkan dapat mendorong manajer agar
berusaha memaksimumkan harga saham perusahaan daripada hanya bertindak
untuk kepentingan pribadi. Mengurangi agency conflict dengan cara membayar
dividen merupakan suatu metode bonding, suatu metode yang menunjukkan
komitmen manajer untuk melakukan aktivitas memaksimumkan nilai perusahaan
(Sugiarto,2009).
5.3 Implikasi Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi manajer sekaligus pemegang
saham untuk lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan keuangan
71
perusahaan. Penelitian ini memberikan informasi bahwa proporsi kepemilikan
saham oleh manajer akan mempengaruhi perilaku individu-individu dalam
perusahaan dan kebijakan yang diambil. Manajemen perusahaan dapat
memperoleh manfaat dan informasi yang berkaitan dengan kepemilikan
manajerial, kebijakan hutang, kebijakan dividen dan nilai perusahaan dari hasil
penelitian ini.
Hasil penelitian ini juga dapat dipergunakan sebagai bahan informasi bagi
para investor dalam menilai prospek perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia yang memiliki kepemilikan manajerial. Implikasi bagi penelitian
selanjutnya adalah bisa dilakukan penelitian serupa dengan mengambil sampel
yang berbeda dan atau menggunakan analisis yang berbeda.
72
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
secara umum dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen merupakan pendekatan
yang digunakan perusahaan untuk mengurangi agency cost. Kesimpulan
penelitian secara khusus dapat diuraikan sebagai berikut :
1)
Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap
kebijakan hutang, hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial
tidak mempengaruhi kebijakan hutang yang diambil perusahaan. Dengan
adanya risiko yang tinggi dalam penggunaan hutang menyebabkan
manajemen akan semakin berhati-hati dalam memperoleh pinjaman
untuk menghindari risiko finacial distress dan kebangkrutan. Hasil
penelitian ini menolak hipotesis pertama yang menyatakan bahwa
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
kebijakan hutang pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.
2)
Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap
kebijakan dividen perusahaan. Hasil penelitian ini mengindikasikan
perilaku manajer dengan tingkat kepemilikan manajerial rendah
73
cenderung akan melakukan pembayaran dividen besar. Hal ini
disebabkan jika perusahaan membayarkan dividen yang tinggi akan
memberikan sinyal yang bagus tentang earnings atau performance
dimasa mendatang. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis kedua yang
menyatakan
bahwa
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
negatif
signifikan terhadap kebijakan dividen.
3)
Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap
nilai perusahaan, hal ini menunjukkan manajemen perusahaan tidak
mempunyai kendali terhadap perusahaan. Manajemen lebih banyak
dikendalikan pemilik mayoritas sehingga manajemen hanya sebagai
kepanjangan tangan pemilik mayoritas. Proporsi kepemilikan manajer
atas saham perusahaan kurang dari 100 persen menyebabkan manajer
cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan tidak
berdasarkan pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan
keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini menolak hipotesis ketiga yang
menyatakan
bahwa
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
positif
signifikan terhadap nilai perusahaan.
4)
Kebijakan hutang berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai
perusahaan,
hal
ini
menunjukkan
penggunaan
hutang
masih
memungkinkan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan posisi
kemakmuran pemegang saham. Adanya pajak penghasilan perusahaan,
hutang
dapat
menghemat
pajak
yang
dibayar
karena
hutang
menimbulkan pembayaran bunga yang mengurangi jumlah penghasilan
74
terkena pajak sehingga nilai perusahaan bertambah. Hubungan yang
tidak signifikan antara kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan
disebabkan adanya variabel lain yang mempengaruhi peningkatan nilai
perusahaan. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar
saham selain dipengaruhi oleh kebijakan hutang dan kebijakan dividen
juga sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Hasil penelitian
ini menolak hipotesis keempat yang menyatakan bahwa kebijakan
hutang berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
5)
Kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan, hal ini menunjukkan kenaikan dividen, sering diikuti dengan
kenaikan
harga
saham
sehingga
nilai
perusahaan
meningkat..
Pembayaran dividen yang semakin meningkat merupakan signal positif
yang menyatakan prospek perusahaan semakin baik sehingga investor
semakin tertarik untuk membeli saham dan nilai perusahaan akan
meningkat. Hasil penelitian ini menerima hipotesis kelima yang
menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan
terhadap nilai perusahaan.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka terdapat beberapa saran
yang ingin disampaikan, antara lain :
1) Bagi para investor yang ingin berinvestasi pada perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hendaknya memperhatikan
75
kebijakan-kebijakan
keuangan
yang
diambil
perusahaan
dengan
kepemilikan manajerial, terutama kebijakan hutang dan kebijakan dividen
perusahaan.
2) Dalam penelitian ini persentase kepemilikan saham oleh insiders masih
rendah dengan rata-rata kepemilikan manajerial adalah 4,96 persen, untuk
penelitian
selanjutnya
disarankan
untuk
menggunakan
persentase
kepemilikan insiders yang lebih tinggi sehingga dapat memberikan
gambaran yang berbeda tentang kepemilikan manajerial dan pengaruhnya
terhadap keputusan keuangan.
3) Bagi para peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berkaitan
dengan struktur kepemilikan saham selain kepemilikan manajerial
sebaiknya memasukkan kepemilikan institusional dan kepemilikan publik.
76
Download