BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. Sepsis merupakan tantangan utama dalam dunia kedokteran, merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Sepsis merupakan hal yang sangat kompleks dimana berbagai kondisi klinis yang disebabkan oleh respon sistemik dari tubuh terhadap infeksi, dengan berubah cepat menjadi sepsis berat dimana dalam hal ini diperoleh adanya disfungsi / gangguan organ. 1 Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) adalah peradangan yang mempengaruhi seluruh tubuh, sebuah respon sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi,trauma, atau stres fisiologis. SIRS pertama kali dijelaskan oleh Dr Nelson, dari University of Toronto, dalam sirkulasi mikro nordic pertemuan di Geilo, Norwegia pada tahun 1983, disertai dengan adanya dua atau lebih kriteria diantaranya temperature tubuh yang > 38°C atau < 36°C, heart rate > 90 x/menit, tachipnoe dan nilai leukosit > 12.000/mm3 atau < 4.000 /mm3 atau adanya neutrofil > 10% . Banyak prognostik dan tingkat keparahan parameter sepsis telah diusulkan seperti halnya vital sign, C-Reactive Protein (CRP), plasma prokalsitonin, jumlah total sel darah putih, dan serum lactat.2,3,4 Respon imunologik yang menyebabkan sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang menyebabkan teraktivasinya jalur inflamasi dan koagulasi. Teraktivasinya jalur inflamasi pada sepsis diawali respon inflamasi yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Aspek koagulasi dari sepsis adalah terjadinya gangguan keseimbangan aktivasi koagulasi yaitu meningkatnya faktor prokoagulasi dan menurunnya faktor antikoagulasi .Secara umum respon pejamu dapat dikategorikan menjadi respon imun non spesifik dan respon imun spesifik.5 Pada tahun 1990, Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan bahwa ada 450.000 kasus sepsis per tahun di Amerika Serikat diikuti dengan 100.000 kematian. CDC menyebutkan bahwa insiden itu meningkat, seiring dengan populasi Universitas Sumatera Utara penduduk AS yang terkena adalah pada usia lanjut dan peningkatan prevalensi penderita dengan human immunodeficiency virus (HIV) maupun dengan infeksi lain sebagai faktor kontribusi. 6 Pada tahun 1992, American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) menyebutkan sepsis sebagai sindroma inflamasi sistemik yang merupakan respon terhadap infeksi, yang mana bila dengan adanya disfungsi organ secara akut ,maka digolongkan menjadi sepsis berat. Kriteria ini telah diadopsi secara luas baik dalam praktek sehari hari maupun dalam penelitian penelitian. Hal ini pada gilirannya, disertai dengan disfungsi organ tunggal atau beberapa atau kegagalan, yang mana sering menyebabkan kematian. 7 Pengelolaan sepsis terkait erat dengan ketersediaan peralatan, kemajuan peralatan dan index serologis, yang digunakan sebagai panduan untuk mengetahui pengobatan yang efektif. Data menunjukkan, pada tahun 2001 kejadian tahunan sepsis lebih 18 juta kasus di seluruh dunia. Sepsis dapat dengan mudah masuk ke kondisi yang berat sehingga berdampak pada kerusakan organ. Respon sepsis dapat dipicu oleh trauma jaringan, ischemia reperfusion injury,endotoksin dan eksotoksin. Pada keadaan sepsis terdapat mediator mediator inflamasi (sitokin) yang mana makrofag memgang peranan penting dalam patogenesis sepsis.8 Sepsis diidentifikasi di Unit Gawat Darurat untuk pertama kalinya dan diharapkan bentuk penanganan diperlakukan dengan cepat guna pencapaian early goal directed therapy (EGDT), sehingga diperoleh perbaikan pada kasus sepsis dan sepsis berat sehingga dengan demikian tingkat morbiditas dan mortalitas tidak besar di temui. Sejumlah penelitian telah menganalisis proses penerapan EGDT di IGD berdasarkan definisi sepsis diuraikan dalam American College of Chest Physicians (ACCP /SCCM). 9,10 Mengingat adanya tingkat mortalitas yang lebih besar pada penderita dengan sepsis berat, maka oleh Allgower dan Buri (tahun 1967) telah dilakukan study eksperimental sebagai suatu study yang sederhana dan efektif guna mengetahui tingkat keparahan penderita sepsis berat di Amerika yang disebut sebagai nilai Shock Index. Shock index (SI) adalah merupakan perbandingan denyut jatung terdahap tekanan darah sistole pada penderita dengan sepsis berat, dengan nilai normal Universitas Sumatera Utara kisaran 0,5 - 0,7 pada orang dewasa sehat. Dan studi eksperimental tersebut telah menunjukkan bahwa SI dapat menjadi prediktor untuk pengenalan dini dan evaluasi penderita dengan sepsis berat di unit gawat darurat sewaktu pertama kalinya, serta mengetahui perkembangan penanganan pada penderita dengan sepsis berat guna mengurangi tingginya mortalitas yang terjadi. Kelangsungan hidup penderita melibatkan pemantauan vital sign berupa tekanan darah, denyut jantung, frekwensi pernafasan,dan suhu. Nilai SI merupakan pemantauan hasil pembagian denyut jatung terhadap tekanan darah sistole pada penderita dengan sepsis berat yang dilakukan penilaiannya pada saat penderita tiba di Ruang Unit Gawat Darurat (Shock index 1),diikuti penilaian kedua kalinya setelah 2 jam diberikan resusitasi dan pemberian terapi di Unit Gawat Darurat (Shock index 2) serta dinilai penilaian untuk ketiga kalinya setelah 24 jam masa rawatan di rumah sakit (Shock index 3). Hal ini mudah dilakukan dan terjangkau dalam penanganan terhadap penderira sepsis dan sepsis berat. Shock index kembali dilakukan penelitiannya di Universitas Malaya-Kuala Lumpur (Tahun 2010), terhadap penderita sepsis dan sepsis berat dengan hasil spesifisitas-nya sebesar 80,8% dan spesifisitas-nya sebesar 79,2%. Tingkat mortalitas terhadap kasus sepsis menjadi masalah yang sangat komplex di Indonesia, untuk itu perlu diketahui tingkat perkembangan penanganan penderita sepsis dan sepsis berat. Berdasarkan hal tersebut, maka studi untuk menilai shock index terhadap penderita sepsis dan sepsis berat menjadi pertimbangan bagi saya untuk dilakukan penelitiannya, mengingat penelitian ini belum pernah dilakukan di Indonesia sebelumnya . 11,13 1.2. Perumusan Masalah Apakah shock index pada saat penderita masuk di Instalasi Gawat Darurat hingga penanganan resusitasi dapat dipakai sebagai prediktor untuk mengetahui mortalitas terhadap penderita sepsis dan sepsis berat ? 1.3.Hipotesa Penelitian Shock index dapat dipakai sebagai prediktor mortalitas yang dapat diandalkan terhadap penderita sepsis dan sepsis berat. Universitas Sumatera Utara 1.4.Tujuan penelitian 1.4.1.Tujuan Umum : Untuk mengetahui apakah nilai shock index dapat dipergunakan sebagai prediktor mortalitas terhadap penderita sepsis dan sepsis berat. 1.4.2.Tujuan Khusus : Untuk mengetahui apakah ada hubungan nilai shock index-1 terhadap mortalitas, nilai shock index-2 terhadap mortalitas, nilai shock index-3 terhadap mortalitas atau nilai rata rata shock index-1,shock index-2 dan shock index-3 terhadap mortalitas Penderita sepsis dan sepsis berat dari berbagai etiologi. 1. 5.Manfaat penelitian Dengan melakukan pemeriksaan shock index terhadap penderita sepsis dan sepsis berat yang masuk di Instalasi Gawat Darurat, maka kita dapat memprediksi tingkat mortalitas penderita sepsis dan sepsis berat tersebut serta dapat mengambil sikap dalam hal penatalaksanaannya. Universitas Sumatera Utara