Tinjauan Yuridis Kedudukan Hukum Polis Asuransi Jiwa Berbasis Investasi (Unit Link) Erika Saraswati, Myra R. B. Setiawan, dan Wenny Setiawati Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 16424 [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas mengenai kedudukan hukum polis asuransi jiwa berbasis investasi (unit link). Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai landasan hukum penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link di Indonesia. Kedua, pembahasan kesesuaian polis asuransi jiwa unit link dengan peraturan perundang-undangan bidang asuransi dan pasar modal. Dan ketiga, pembahasan mengenai upaya pengawasan terhadap produk asuransi jiwa unit link oleh Pemerintah Indonesia. Ketiga pembahasan tersebut dilakukan berdasarkan objek penelitian berupa polis asuransi milik PT. AXA Mandiri Financial Services. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, dan pendekatan studi praktek. Penelitian ini menyimpulkan bahwa produk asuransi jiwa unit link memiliki landasan hukum dalam penyelenggaraannya, yaitu Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-104/BL/2006. Selain itu, polis asuransi jiwa unit link PT. AXA Mandiri Financial Services telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Berdasarkan peraturan pasar modal yaitu UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan pelaksanaannya, risiko kinerja Manajer Investasi bukan merupakan tanggung jawab Tertanggung, melainkan tanggung jawab Manajer Investasi. Upaya pengawasan oleh Pemerintah dilakukan lewat Peraturan Bapepam yang mengatur mengenai kewajiban-kewajiban berupa pemisahan laporan keuangan oleh Perusahaan Asuransi, laporan kegiatan bulanan Manajer Investasi, dan laporan perkembangan dana kepada Tertanggung/Pemegang Polis. Kata kunci: polis asuransi, asuransi jiwa unit link. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 Legal Analysis of the Legal Status of Investment-Based Life Insurance (Unit-Linked) Agreement Abstract This thesis discusses the legal status of investment-based life insurance (unit-linked) agreement. This thesis will discuss three things. First, a discussion of the legal basis of unitlinked life insurance products in Indonesia. Second, the discussion of the suitability of unitlinked life insurance policies with the current legislation regarding insurance and capital markets. And third, a discussion of the Indonesian Government oversight towards the unitlinked insurance. All of those studies conducted by a research object through insurance policy owned by PT. AXA Mandiri Financial Services. This research is a normative-juridical studies through legislation approach, comparative approach, and the study of practice approach. This study concluded that the unit-linked life insurance products have a legal basis in its implementation, based on the Rules of the Chairman of the Capital Market Supervisory Agency and Financial Institution No. KEP-104/BL/2006. In addition, PT. AXA Mandiri Financial Services’ the unit-linked insurance policy has met the elements in Article 246 of the Book of the Commercial Law and Article 1 paragraph (1) of Law no. 2 of 1992 on Insurance Business. Based on the capital market regulation, Law. 8 of 1995 regarding Capital Markets and its implementing regulations, the risk of Investment Manager performance is not the responsibility of the Insured, but the responsibility of the Investment Manager. Surveillance efforts by the Government through Bapepam Regulation governing the obligations of separation of financial statements by the Insurance Company, the monthly activity report by Investment Manager, and funds development report to the Insured / Policy Holder. Keywords: insurance policy, unit-linked insurance Pendahuluan Asuransi telah menjadi suatu kegiatan usaha yang berkembang dengan pesat karena dirasakan banyak memberikan manfaat bagi dunia usaha dan masyarakat. Manfaat yang paling utama adalah berupa rasa nyaman karena aset yang dianggap berharga telah ditanggung atau dijamin kerugiannya jika suatu risiko1 menimpanya. Selain itu, asuransi telah menjadi suatu kebutuhan hidup yang penting, seiring dengan makin berkembangnya kebutuhan tersebut, lembaga asuransi juga turut berkembang dengan makin beragamnya produk asuransi yang ditawarkan. Keberagaman produk asuransi yang ditawarkan oleh suatu perusahaan asuransi antara lain asuransi kesehatan, asuransi jiwa, serta produk unit link yang marak dalam kehidupan masyarakat. 1 Risiko adalah suatu ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian. Dikutip dari Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, cet. 4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hal. 62. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 Produk unit link sedang marak ditawarkan kepada masyarakat oleh beberapa perusahaan asuransi. Produk ini menawarkan program proteksi bagi pemegangnya serta alternatif investasi yang beragam, bukan hanya di perbankan akan tetapi bisa juga di pasar modal melalui Manajer Investasi. Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portfolio (kumpulan efek yang dimiliki oleh orang perorangan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi) untuk para investor, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka, dengan kata lain pada produk unit link terdapat 2 (dua) manfaat yang diberikan kepada konsumen yaitu manfaat proteksi jiwa dan hasil investasi. Asuransi merupakan lembaga keuangan non-bank yang mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian negara Indonesia. Asuransi jiwa bukan hanya menguntungkan pihak-pihak yang saling mengadakan perjanjian asuransi saja, tetapi dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi, dapat pula menguntungkan kepentingan nasional, terutama dalam hubungannya dengan penarikan dana yang berasal dari premi asuransi, yang amat diperlukan dalam pembangunan yang sedang giat dilaksanakan oleh pemerintah pada waktu ini, demi kemajuan Negara dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya. 2 Asuransi dalam terminologi hukum merupakan suatu perjanjian. Perjanjian asuransi melibatkan 2 (dua) pihak yaitu Penanggung dan Tertanggung. Tertanggung dapat mengasuransikan dirinya sendiri atau mengasuransikan orang lain tersebut; misalnya orang tua dapat mengasuransikan anaknya. Tertanggung yang wajib membayar premi berhak mengajukan klaim adalah Tertanggung yang di dalam Polis disebut sebagai Pemegang Polis (Policy Holder).3 Dalam produk Unit link, pihak-pihak yang terlibat dalam produk asuransi ini adalah pihak perusahaan asuransi, tertanggung, pihak Manajer Investasi yang ditunjuk oleh para pihaknya. Ketiga pihak ini mempunyai hubungan hukum berdasarkan perjanjian yang mengikat para pihaknya. Perjanjian asuransi tersebut melibatkan perusahaan asuransi sebagai penanggung dan tertanggungnya, serta perjanjian investasi antara perusahaan asuransi dengan Manajer Investasi atas dana tertanggung. Setiap perjanjian termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai ketentuan dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu kesepakatan, kecakapan, 2 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2004), hal. 275. Kornelius Simanjuntak, Myra R. B. Setiawan, dan Brian Amy Prastyo, Hukum Asuransi (Depok: Djokosoetono Research Center, 2011), hal. 13. 3 Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 adanya hal tertentu yang diperjanjikan dan adanya sebab yang halal. 4 Hal tersebut merupakan syarat umum dalam suatu perjanjian asuransi. Selain itu, penting untuk diingat bahwa ada beberapa aturan dalan berkontrak yang tidak diterapkan untuk semua perjanjian, melainkan hanya untuk Perjanjian Asuransi. Sedemikian pentingnya aturan-aturan tersebut, sehingga jika tidak terpenuhi dapat mengakibatkan suatu Perjanjian asuransi menjadi batal demi hukum. Oleh karena kesignifikasiannya tersebutlah, maka aturan-aturan tersebut ditetapkan disini sebagai syarat khusu dari suatu perjanjian asuransi. Syarat khusus tersebut adalah adanya kepentingan finansial atas obyek yang dipertanggungkan (insurable interest) dan adanya itikad paling baik (utmost good faith).5 Hukum asuransi di Indonesia berpedoman kepada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 mengenai usaha perasuransian. Apabila meninjau ketentuan UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU 2/1992”) hanya mengenal istilah asuransi kerugian, asuransi jiwa, reasuransi, dan tidak ditemukan istilah asuransi dengan unit link. Hal ini terdapat dalam pasal 1 angka 4 UU No. 2 Tahun 1992 yang berbunyi: Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Aktuaria. Maka berdasarkan bunyi pasal tersebut, tidak ditemukan adanya istilah asuransi unit link sebagai produk asuransi jiwa. Sementara itu semua kegiatan usaha perasuransian di Indonesia mengacu kepada ketentuan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Peraturan Pelaksanaan lainnya dan pada saat UU No. 2 Tahun 1992 diundangkan, produk asuransi jiwa unit link belum berkembang di Indonesia. Faktanya, orientasi pelaksanaan investasi unit link memiliki perbedaan dengan orientasi kebutuhan perlindungan asuransi. Investasi menghendaki keuntungan, sedangkan asuransi menghendaki perlindungan. Dua hal ini agak sulit dilakukan secara bersamaan karena secara teoritis keduanya memiliki konsep yang sama sekali berbeda satu sama lain, bahkan bertentangan. Selain itu, dalam asuransi unit link dinyatakan bahwa risiko investasi ditanggung oleh tertanggung dan bukan oleh penanggung layaknya konsep dasar asuransi. 4 5 Ibid., hal. 19. Kornelius Simanjuntak, Myra R. B. Setiawan, dan Brian Amy Prastyo, Op. Cit., hal. 23. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 Pelaksanaan produk asuransi unit link melibatkan adanya perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung. Melihat adanya unsur investasi dalam asuransi unit link, maka ketentuan dalam polis asuransi unit link harus memberikan informasi yang jelas terhadap calon tertanggung. Polis produk asuransi jiwa unit link adalah polis individu yang memberikan proteksi asuransi jiwa dimana setiap saat nilainya bervariasi sesuai dengan nilai aset investasi tersebut.6 Pada satu sisi, produk asuransi jiwa unit link dikeluarkan oleh perusahaan asuransi jiwa yakni adanya penggunaan dana sebagai premi untuk perlindungan pertanggungan atas risiko kematian atau cacat tubuh bagi tertanggung dan sebagian preminya sebagai dana untuk tujuan investasi. Tetapi di sisi lain, produk ini juga menghimpun dana dari investasi masyarakat. Hal mendasar yang membedakan produk asuransi konvensional lainnya yaitu risiko investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab tertanggung atau pemegang polis dan penanggung dibebaskan dari penggantian kerugian investasi dalam bentuk apapun. Sedangkan untuk proteksi jiwa atau kesehatan tetap ditanggung oleh perusahaan asuransi jiwa tersebut. Setiap polis asuransi harus sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003. Ketentuan dalam Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 harus dipenuhi oleh polis asuransi jiwa unit link. Selain itu, polis asuransi unit link harus sesuai dengan prinsip pertanggungan risiko dalam pedoman hukum usaha perasuransian di Indonesia, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Pengaturan mengenai asuransi terdapat dalam definisi asuransi berdasarkan Pasal 246 KUHD yang berbunyi sebagai berikut:7 Suatu perjanjian dimana seorang Penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang Tertanggung, dengan cara Tertanggung memberikan premi kepada seorang Penanggung dan Penanggung memberikan penggantian kerugian yang diderita oleh Tertanggung akibat peristiwa tak tentu. Pasal 246 KUHD merupakan pasal yang memberikan definisi mengenai perjanjian asuransi. Menurut pasal tersebut, asuransi adalah suatu perjanjian dimana penganggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti. Dari pasal tersebut dapat kita 6 Ketut Sendra, Konsep dan Penerapan Asuransi Jiwa Unit link Proteksi sekaligus Investasi, (Jakarta: Penerbit PPM, 2004), hal. 22. 7 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007. Pasal 246. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 lihat pengertian lebih lanjut dari asuransi, khususnya mengenai unsur-unsur atau sifatsifatnya, walaupun diakui bahwa di antara sifat-sifat itu ada yang tidak dapat diterapkan pada asuransi jiwa atau asuransi jumlah. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 1992 menyatakan mengenai pengertian asuransi sebagai berikut:8 Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian berkenaan dengan syarat produk asuransi jiwa unit link dalam bisnis asuransi jiwa ditinjau dari peraturan perundang-undangan tentang usaha perasuransian yang berlaku di Indonesia. Maka, diperlukan adanya penelitian mengenai landasan hukum penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link di Indonesia dan kesesuaian polis asuransi unit link terhadap peraturan perundang-undangan dalam bidang usaha perasuransian di Indonesia. Dengan maraknya produk asuransi baru yang ditawarkan oleh masyarakat, maka diperlukan pula upaya pemerintah dalam memberikan pengawasan terhadap usaha perasuransian terutama terhadap penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pokok permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Apakah pelaksanaan asuransi unit link di Indonesia memiliki landasan hukum dan polis asuransi unit link sudah sesuai dengan ketentuan hukum mengenai usaha perasuransian di Indonesia? 2. Bagaimanakah upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap praktek asuransi unit link di Indonesia? Tinjauan Teoritis Penting untuk menyamakan pemahaman akan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut antara lain: 8 Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun 1992. LN No. 13 Tahun 1992. TLN No. 3467. Pasal 1 angka 1 Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 1. Perjanjian Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan dirinya kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusaka atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita pihak tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan9 2. Penanggung adalah perusahaan asuransi yang beroperasi berdasarkan izin usaha dari Pemerintah atau dibentuk oleh suatu Peraturan Perundang-undangan.10 3. Tertanggung adalah pribadi kodrati atau pribadi hukum.11 4. Obyek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya12 5. Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Aktuaria13 Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, serta dilakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan14. Metode yang digunakan dalam penelitian dan pembahasan pokok permasalahan daam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode yuridis normatif. Bentuk penelitian yang 9 Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun 1992. LN No. 13 Tahun 1992. TLN No. 3467. Pasal 1 angka 1 10 Kornelius Simanjuntak, Myra R. B. Setiawan, dan Brian Amy Prastyo, Hukum Asuransi, (Depok: Djokosoetono Research Center, 2011), hal. 13. 11 Ibid., hal. 15 12 Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun 1992. LN No. 13 Tahun 1992. TLN No. 3467. Pasal 1 angka 2 13 Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun 1992. LN No. 13 Tahun 1992. TLN No. 3467. Pasal 1 angka 4 14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, cet.14, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2012), hal. 43. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang mana bertujuan untuk memperluas pengetahuan peneliti mengenai teori-teori dasar yang berhubungan dengan penelitian.15 Dengan metode ini diharapkan dapat mengungkapkan terutama mengenai permasalahan-permasalahan secara deskriptif analitis tentang permasalahan-permasalahan hukum yang terdapat dalam polis asuransi produk unit link terkait landasan hukum pelaksanaan produk unit link di Indonesia dan kesesuaian polis asuransi unit link dengan ketentuan hukum dalam bidang usaha perasuransian. Tipologi Penelitian, penelitian yang dilakukan adalah mengenai tinjauan yuridis pelaksanaan produk asuransi jiwa unit link di Indonesia, peneliti ingin menjelaskan dasar hukum pelaksanaan produk unit link di Indonesia dan kesesuaian polis asuransi unit link dengan ketentuan hukum dalam bidang usaha perasuransian. Oleh karena itu, tipe penelitian yang digunakan pada permasalahan ini adalah deskriptif-analitis. 16 Untuk melengkapi hal tersebut, analisis terhadap pokok-pokok permasalahan dalam skripsi ini penulis menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dengan mengadakan studi kepustakaan. Penulis juga menggunakan data yang diperoleh langsung dari lapangan, yaitu melakukan wawancara narasumber. Kemudian untuk macam bahan hukum yang dipergunakan untuk menunjang penulisan penelitian ini adalah menggunakan bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan. Selain itu juga digunakan bahan hukum sekunder untuk melengkapi bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder adalah bahanbahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber primer serta implementasinya, yaitu berupa literatur dan karya tulis ilmiah. Untuk melengkapi bahan hukum sekunder juga digunakan bahan hukum tersier. Bahan hukum tersier adalah bahanbahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber primer dan sumber tersier. Bahan hukum tersier yang dipergunakan untuk penunjang penulisan penelitian ini adalah berupa kamus, artikel-artikel hukum yang diperoleh dari majalah, jurnal hukum, dan surat kabar harian ataupun yang diperoleh dari internet. 17. Pada penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data yang berbentuk studi kepustakaan18, terhadap bahan-bahan bacaan yang berhubungan dengan pelaksanaan usaha perasuransian, lebih khususnya mengenai pelaksanaan asuransi jiwa unit link di Indonesia. Di 15 Ibid., hal.14. Ibid., hal.10. 17 Ibid., hal.13 18 Ibid., hal.21 16 Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif, yakni usaha-usaha untuk memahami makna di balik tindakan atau kenyataan atau temuan-temuan yang ada mengenai permasalahan pelaksanaan produk unit link di Indonesia terkait landasan hukum dan kesesuaian polis asuransi jiwa unit link serta upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap produk asuransi unit link. Bentuk hasil penelitian laporan yang nanti akan dihasilkan berdasarkan penelitian tentang landasan hukum produk asuransi unit link di Indonesia dan kesesuaian hukum polis asuransi unit link terhadap ketentuan hukum dalam bidang usaha perasuransia serta upaya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap praktek asuransi unit link, sesuai dengan tipologi penelitiannya adalah laporan berbentuk deskriptif-analitis. Bahan penelitian yang sudah terkumpul kemudian dianalisis sesuai dengan teori-teori yang peneliti peroleh dari bahan penelitian serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian. Pembahasan Setiap jenis usaha perasuransian harus menganut asas indemnitas yang tercermin dalam Pasal 246 KUHD. Pasal tersebut menyatakan bahwa perjanjian asuransi bertujuan untuk memberikan ganti kerugian kepada Tertanggung atas sejumlah kerugian yang diderita, yang disebabkan oleh terjadinya risiko yang dijamin sebagaimana diatur dalam polis. Intinya, besar ganti kerugian harus sama dengan besarnya kerugian yang diderita oleh Tertanggung, tidak lebih kecil. Tetapi, hal ini berbeda dalam asuransi jiwa, dimana sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam asuransi jiwa tidak dapat dikatakan bahwa kematian seseorang itu dapat diganti rugi sejumlah uang, sehingga ganti rugi itu sama jumlahnya atau nilainya dengan kerugian yang diderita karena matinya seseorang. Dalam asuransi jiwa Tertanggung setelah memperoleh “ganti rugi” mungkin atau dapat saja menjadi berada dalam kedudukan finansial yang lebih baik dari kedudukan sebelumnya. Oleh karena itulah, dapat dikatakan bahwa asuransi jiwa atau asuransi jumlah terutama yang diadakan seseorang atas jiwanya sendiri dapat merupakan tabungan sekiranya pada akhir periode asuransi tersebut dia belum meninggal dunia. Asas-asas asuransi yang dimuat dalam KUHD harus diaplikasikan ke dalam peraturan perundang-undangan sebagai bentuk perwujudan penegakan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berbeda dengan KUHD yang lebih memfokuskan pada aspek-aspek Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 perjanjian asuransi, Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian lebih fokus terhadap pembahasan mengenai pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian. Jika menganalisis bunyi Pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, maka pasal tersebut memiliki unsur-unsur yang sama dengan bunyi Pasal 246 KUHD, yaitu: a. Adanya unsur penggantian atas kerugian, kerusakan ataupun kehilangan tersebut diakibatkan oleh peristiwa ataupun kejadian yang belum pasti yang mana penggantian kerugian tersebut merupakan tanggung jawab dari pihak Penanggung. b. Adanya kewajiban dari pihak Tertanggung untuk membayar premi kepada pihak Penanggung. Dari kedua unsur tersebut, penggantian kerugian merupakan unsur yang paling esensial dan mutlak harus ada dalam setiap perjanjian asuransi. Unsur ini pulalah yang membuat bisnis asuransi dapat berkembang dengan pesat. Dengan adanya unsur penggantian kerugian ini, konsumen merasa telah memperoleh kepastian dan ketenangan apabila telah membeli produk asuransi. Dalam bidang asuransi jiwa, istilah penggantian kerugian umumnya lebih dikenal dengan istilah uang pertanggungan. Dimana uang pertanggungan tersebut akan dibayarkan oleh pihak perusahaan asuransi selaku Penanggung kepada Tertanggung atau ahli warisnya apabila risiko yang telah diperjanjikan didalam perjanjian asuransi ternyata terjadi. Berdasarkan polis asuransi jiwa unit link milik AXA Mandiri Financial Services, maka dari segi penggantian kerugian telah terpenuhi seperti yang disyaratkan oleh pasal 246 KUHD maupun pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) butir 26 yaitu pada bagian interpretasi, istilah umum, dan definisi yang memuat bahwa uang pertanggungan adalah sejumlah nilai uang yang tercantum pada data polis. Sejumlah uang tersebut adalah hak Pemegang Polis atau penerima manfaat sesuai dengan yang diperjanjikan. Dari segi kewajiban Tertanggung membayar premi, dalam polis asuransi jiwa unit link terdapat pasal mengenai premi dalam pasal 5. Salah satunya adalah pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa premi harus dibayarkan oleh Pemegang Polis kepada Penanggung sebelum atau pada tanggal jatuh tempo pembayaran premi, dengan cara yang telah ditentukan oeh Penanggung. Pembayaran premi dianggap diterima apabila telah berhasil diuangkan Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 dalam rekening Penanggung. Berdasarkan bunyi pasal tersebut maka Tertanggung/Pemegang Polis memiliki kewajiban untuk membayar premi sesuai jumlah yang telah ditentukan. Sedangkan dari segi pertanggungan risiko, walaupun dinyatakan dalam polis bahwa terkait risiko investasi ditanggung sendiri oleh Tertanggung/Pemegang Polis, hal ini tidak menghilangkan kewajiban Penanggung untuk bertanggung jawab atas risiko proteksi bagi Tertanggung karena di dalam polis masih mencantumkan pasal-pasal mengenai kewajiban Penanggung kepada Tertanggung, hal ini tercermin dalam Pasal 8 yang mencantumkan mengenai pembayaran maslahat, pemberitahuan klaim, dan dokumentasi klaim sebagai salah satu tanggung jawab Penanggung. Sedangkan dalam Pasal 1 Keputusan Ketua BAPEPAM-LK No. KEP-104/BL/2006 Tahun 2006 dijelaskan mengenai pengertian produk unit link, yaitu: Produk unit link adalah produk asuransi jiwa yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Nilai manfaat yang dijanjikan ditentukan oleh kinerja subdana investasi yang dibentuk untuk unit link tersebut; b. Nilai manfaat yang diperoleh dari subdana investasi dinyatakan dalam unit; dan c. Mengandung pertanggungan risiko kematian alami. Berdasarkan hal tersebut, dari segi manfaat asuransi, maka unit link tidak berbeda dengan proteksi yang diberikan jenis asuransi jiwa konvensional, yakni manfaat meninggal dunia dan manfaat santunan kesehatan. Yang membedakan adalah bahwa dalam konteks produk asuransi hibrida, unit link memberikan manfaat hasil investasi premi yang ditempatkan pada dana investasi yang dinyatakan dalam unit, kinerja imbal hasilnya tergantung kepada kinerja subdana investasi yang unit link yang dipilih nasabah sesuai dengan kondisi pasar modal. Hal yang membedakan asuransi jiwa unit link dengan asuransi jiwa konvensional adalah bahwa karena produk asuransi unit link bersifat hibrida (terdapat unsur investasi), maka risiko investasi ditanggung oleh Tertanggung. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 3 ayat 4 Ketentuan Tambahan Polis Asuransi Jiwa dan Investasi “Mandiri Rencana Sejahtera dan Mandiri Investasi Sejahtera” milik AXA Mandiri Financial Services, sebagai berikut: Pemegang polis bertanggung jawab atas perubahan dalam nilai aset Dana Investasi dan Unit yang berhubungan dengan risiko berikut ini yang dimengerti dan diterima oleh Pemegang Polis: 1. Risiko Likuiditas; 2. Risiko Ekonomi dan Perubahan Politik; 3. Risiko kinerja Manajer Investasi. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 Sebelumnya perlu diketahui bahwa dana investasi asuransi jiwa unit link berada pada pasar modal. Pada investasi reksa dana, semua dana yang disetorkan investor akan dialokasikan ke dalam portfolio investasi sesuai dengan jenis investasi reksa dana. Reksa dana dikelola oleh Manajer Investasi yang melakukan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dengan bank kustodian. Maka, terhadap pengelolaannya harus berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-552/BL/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Hal yang patut dipertanyakan dalam keterangan yang dicantumkan dalam polis asuransi jiwa unit link milik AXA Mandiri Financial Services adalah mengenai risiko kinerja manajer investasi. Dalam polis tidak terdapat rincian lebih lanjut perihal jika terjadi suatu kerugian yang disebabkan oleh perilaku kinerja Manajer Investasi dan bagaimana pertanggungjawabannya. Hal ini dapat meresahkan Tertanggung/Pemegang Polis karena tidak dapat meminta pertanggungjawaban Manajer Investasi secara jelas mengenai pengelolaan terhadap dana investasi milik Tertanggung. Pernyataan dalam polis diatas tampak tidak sesuai dengan bunyi pasal-pasal berikut ini: 1. Pasal 27 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (1) Manajer Investasi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas sebaik mungkin semata-mata untuk kepentingan Reksa Dana. (2) Dalam hal Manajer Investasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Manajer Investasi tersebut wajib bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena tindakannya. 2. Pasal 7 KEP-552/BL/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang menyatakan bahwa: Manajer Investasi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas sebaik mungkin semata-mata untuk kepentingan Reksa Dana. Dalam hal Manajer Investasi tidak melaksanakan kewajibannya, Manajer Investasi tersebut wajib bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena tindakannya. Berdasarkan pasal tersebut, seharusnya risiko investasi yang timbul karena disebabkan oleh kinerja Manajer Investasi bukan merupakan tanggung jawab Tertanggung/Pemegang Polis. Selanjutnya dinyatakan bahwa dengan adanya pencantuman dalam polis mengenai pengenyampingan risiko kinerja Manajer Investasi menyebabkan Manajer Investasi bebas dari segala tanggung jawabnya terhadap perilakunya dalam mengelola dana investasi unit Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 link. Terkait pelanggaran tersebut, diperlukan adanya sanksi yang dapat dikenakan kepada Manajer Investasi terkait. Jika memang terbukti kerugian atas risiko investasi terjadi karena tindakan Manajer Investasi, maka sebagai upaya penegakan hukum, terhadapnya berlaku sanksi administratif yang terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut: 1. Pasal 102 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (1) Bapepam mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran Undang undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya yang dilakukan oleh setiap Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a) peringatan tertulis; b) denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; c) pembatasan kegiatan usaha; d) pembekuan kegiatan usaha; e) pencabutan izin usaha; f) pembatalan persetujuan; dan g) pembatalan pendaftaran. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 2. Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang berbunyi: Dalam hal Manajer Investasi untuk Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, peraturan pelaksanaannya, dan atau kontrak investasi kolektif, Bapepam berwenang membekukan kegiatan usaha Reksa Dana, mengamankan kekayaan, dan menunjuk Manajer Investasi lain untuk mengelola kekayaan Reksa Dana, atau membubarkan Reksa Dana dimaksud. Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha perasuransian di Indonesia, hal ini sesuai dengan Pasal 10 UndangUndang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang menyebutkan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri. Maka, Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan, bertugas untuk mengawasi prduk dan pemasaran unit link di Indonesia, hal ini dipertegas melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.010/2010 dalam Pasal 2 yang menyatakan bahwa: Pemeriksaan terhadap Perusahaan Perasuransian merupakan kewenangan dan dilakukan oleh ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Untuk pemeriksaan diatas dilakukan secara berkala hal ini dipertegas melalu Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Pemeriksaan terhadap Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 Walaupun faktanya pada saat ini tanggung jawab pengawasan terhadap lembaga keuangan non-bank telah terdapat peralihan dari Bapepam-LK ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seluruh peraturan yang dikeluarkan Bapepam-LK masih berlaku secara efektif sampai sekarang, sampai adanya perubahan peraturan oleh OJK. Pemerintah lalu mewujudkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK.010/2010 lewat dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 11 PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang menyatakan bahwa Menteri (dalam hal ini Menteri Keuangan) memiliki wewenang untuk mengatur mengenai besarnya tingkat solvabilitas dan kekayaan Perusahaan Perasuransian terkait kesehatan keuangan Perusahaan Perasuransian. PMK No. 53/PMK.010/2012 tersebut mengatur secara spesifik mengenai adanya Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi dalam Bab IV, Pasal 29, yang berbunyi sebagai berikut: (1) Perusahaan Asuransi Jiwa yang memasarkan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi wajib memisahkan pencatatan dana investasi dan Liabilitas yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi dengan aset dan Liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa lainnya. (2) Aset yang bersumber dari Produk Asuransi yang Dikaitkan Dengan Investasi tidak diperhitungkan sebagai Aset Yang Diperkenankan. Pasal tersebut merupakan upaya pemerintah dalam melakukan tindakan pengawasan terhadap penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link. Ketentuan diatas merinci tentang bentuk dan susunan laporan pencatatan dana investasi dan liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa unit link dengan aset dan liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa lainnya. Selanjutnya, diperlukan adanya laporan kegiatan Manajer Investasi terhadap Bapepam. Terkait fungsi Manajer Investasi yang mengelola dana nasabah secara kolektif dan individual, Bapepam mengeluarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-283/BL/2012 tentang Laporan Kegiatan Bulanan Manajer Investasi sebagai bentuk pengawasan atas kegiatan Manajer Investasi. Peraturan tersebut mewajibkan setiap Manajer Investasi yang telah memperoleh izin Bapepam-LK untuk memberikan laporan kegiatan bulanan kepada Bapepam-LK. Hal ini merupakan upaya pengawasan dari Bapepam untuk menjamin pengelolaan dana nasabah yang bersifat kolektif dan bersifat individual sehingga diperlukan laporan kegiatan bulanan untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas kinerja Manajer Investasi. Selain itu, hal ini juga untuk meminimalisir terjadinya risiko investasi di masa depan. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 Selain pertanggungjawaban dalam bentuk laporan kepada Bapepam, diperlukan juga adanya bentuk laporan perkembangan dana terhadap Tertanggung/Pemegang Polis sebagai cerminan atas keterbukaan informasi pada dana investasi yang ditanamkan. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 8 Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-104/BL/2006 yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi jiwa wajib melaporkan perkembangan dana hak pemegang polis kepada pemegang polis yang bersangkutan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun dengan memuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut: 1. nilai dan harga unit subdana per tanggal valuasi untuk periode berjalan dan periode lalu; 2. nilai dan harga unit subdana yang dibeli dalam periode berjalan; 3. nilai dan harga unit subdana yang dijual dalam periode berjalan; 4. rincian seluruh biaya yang dibebankan kepada pemegang polis antara lain terdiri dari biaya akuisisi, biaya pengelolaan, biaya mortalita, dan biaya pertanggungan tambahan; 5. Besar uang pertanggungan kematian pada akhir periode berjalan; 6. Nilai tunai netto pada akhir periode berjalan; 7. Saldo pinjaman polis, bila ada, pada akhir periode berjalan; 8. Hasil investasi bersih untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terakhir, bila tersedia, untuk setiap subdana; dan 9. Rincian komposisi investasi untuk setiap subdana per tanggal laporan. Pengawasan Pemerintah yang berbentuk kewajiban pelaporan dapat menjadi upaya pengawasan yang efektif dalam mengawasi penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link di Indonesia. Tetapi pada dasarnya, jika diteliti terdapat beberapa kekurangan, terutama mengenai penundukan hukum terkait unsur investasi dalam unit link terhadap peraturan dalam bidang pasar modal. Artinya, tidak terdapat peraturan hukum yang menyatakan bahwa terhadap pengelolaan unit link dalam investasi reksa dana berlaku terhadapnya peraturan pengelolaaan reksa dana berdasarkan hukum pasar modal. Seharusnya, jika memang pengelolaan unit link dalam reksa dana sama dengan pengelolaan dalam reksa dana di pasar modal maka diharapkan adanya ketentuan tertulis sebagai pedoman hukum pengelolaan unit link dalam reksa dana sehingga unit link bisa memiliki ketentuan yang berkekuatan hukum tetap dan mendapatkan perlakuan hukum yang sama dengan ketentuan hukum pasar modal seperti, laporan kegiatan Manajer Investasi, sertifikasi dan izin untuk Manajer Investasi, sanksi administratif, dan sebagainya. Kesimpulan Berdasarkan penjabaran diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa : Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 1. Dari perspektif legalitas, landasan hukum penyelenggaraan asuransi jiwa unit link di Indonesia adalah Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-104/BL/2006 tentang Produk Unit Link. Dalam peraturan ini dimuat mengenai pengertian produk unit link, besarnya uang pertanggungan, nama dan strategi investasi produk unit link, nilai aset subdana, brosur pemasaran, ketentuan informasi bagi publik tentang harga unit subdana, polis asuransi unit link, pelaporan perkembangan dana, dan syarat menjadi agen pemasaran asuransi unit link. Sedangkan perihal legalitas Perusahaan Asuransi dalam melakukan kegiatan investasi diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi yang sebagaimana diubah lewat Peraturan Menteri Keuangan No. 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang di dalamnya diatur mengenai pembatasan penempatan dana investasi dalam produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi. Produk asuransi jiwa unit link merupakan produk asuransi hibrida karena terdapat unsur investasi sehingga produk asuransi jiwa unit link tidak diatur secara jelas dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Berdasarkan analisis polis asuransi jiwa unit link terhadap Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, polis asuransi jiwa unit link telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu a. unsur penggantian kerugian yang tercermin dalam pasal yang menyatakan mengenai uang pertanggungan bahwa sejumlah uang tersebut adalah hak Pemegang Polis atau penerima manfaat sesuai dengan yang diperjanjikan; b. unsur kewajiban Tertanggung untuk membayar premi yang tercermin dalam pasal yang menyatakan mengenai kewajiban Tertanggung untuk membayar premi kepada Penanggung sebelum atau pada tanggal jatuh tempo pembayaran premi, dengan cara yang telah ditentukan oleh Penanggung. Berdasarkan segi manfaat asuransi yang terdapat dalam Pasal 1 Keputusan Ketua BAPEPAM-LK No. KEP-104/BL/2006 Tahun 2006, maka asuransi jiwa unit link tidak berbeda dengan proteksi yang diberikan jenis asuransi jiwa konvensional, yakni manfaat meninggal dunia dan manfaat santunan kesehatan. Yang membedakan adalah bahwa dalam konteks produk asuransi hibrida, unit link memberikan manfaat hasil investasi premi yang ditempatkan pada dana investasi yang dinyatakan dalam unit, Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 kinerja imbal hasilnya tergantung kepada kinerja subdana investasi yang unit link yang dipilih nasabah sesuai dengan kondisi pasar modal. Terkait tanggung jawab Manajer Investasi, berdasarkan Pasal 27 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Pasal 7 Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP552/BL/2010, seharusnya risiko investasi yang timbul karena disebabkan oleh kinerja Manajer Investasi bukan merupakan tanggung jawab Tertanggung/Pemegang Polis. Maka, jika terdapat pelanggaran peraturan perundang-undangan oleh Manajer Investasi, terhadap Manajer Investasi dapat diberikan sanksi oleh Bapepam sesuai dengan Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. 2. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan produk asuransi jiwa unit link, maka Pemerintah mengeluarkan ketentuan hukum sebagai bentuk pengawasan lewat Peraturan Menteri Keuangan No. 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Dalam Pasal 29 PMK No. 53/PMK.010/2012 diatur mengenai bentuk dan susunan laporan pencatatan dana investasi dan liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa unit link dengan aset dan liabilitas yang bersumber dari produk asuransi jiwa lainnya. Selanjutnya, terkait fungsi Manajer Investasi yang mengelola dana nasabah secara kolektif dan individual, Bapepam mengeluarkan Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-283/BL/2012 tentang Laporan Kegiatan Bulanan Manajer Investasi sebagai bentuk pengawasan atas kegiatan Manajer Investasi. Selain pertanggungjawaban dalam bentuk laporan kepada Bapepam, diperlukan juga adanya bentuk laporan perkembangan dana terhadap Tertanggung/Pemegang Polis sebagai cerminan atas keterbukaan informasi pada dana investasi yang ditanamkan. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 8 Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-104/BL/2006 yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi jiwa wajib melaporkan perkembangan dana hak pemegang polis kepada pemegang polis yang bersangkutan sekurangkurangnya sekali dalam satu tahun. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Undang-undang No. 2 Tahun 1992 mengenai Usaha Perasuransian tidak mengenal produk asuransi jiwa yang berdimensi investasi yang dipasarkan oleh perusahaan jiwa seperti produk asuransi unit link sehingga diperlukan adanya pengaturan mengenai produk asuransi jiwa unit link dalam revisi UU Perasuransian yang sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini agar dapat menyesuaikan dengan hierarki peraturan perundang-undangan yang memiliki Undang-undang sebagai pedoman hukum terbentuknya peraturan yang bersifat sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-undang, contohnya peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan terkait produk asuransi jiwa unit link. 2. Dana investasi unit link dijadikan berupa unit penyertaan dalam reksa dana kontrak investasi kolektif, apabila sistem pengelolaan dana investasi unit link mendapatkan perilaku pengelolaan yang sama dengan dana investasi pasar modal lainnya, seharusnya terdapat ketentuan hukum yang secara khusus mengatur mengenai pedoman pengelolaan dana investasi yang berasal dari unit link dalam kegiatan pasar modal atau ketentuan hukum yang menyatakan penundukan hukum bahwa terhadap unit link berlaku ketentuan hukum dalam pasar modal. 3. Perusahaan asuransi harus memberikan informasi yang jelas dalam memasarkan produk asuransi jiwa unit link terkait dana investasi. Dalam hal risiko investasi, diperlukan adanya informasi yang jelas mengenai jenis risiko investasi apa saja yang menjadi tanggung jawab Tertanggung/Pemegang Polis sehingga apabila terdapat risiko yang terjadi karena kesalahan pihak ketiga, Tertanggung/Pemegang Polis tidak perlu bertanggung jawab atas hal tersebut. Hal ini agar terpenuhinya hak tertanggung/ pemegang polis sebagai konsumen sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Kepustakaan Buku: Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar Grafika, 2001. Prakoso, Djoko. Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta,2004. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014 Sendra, Ketut. Konsep dan Penerapan Asuransi Jiwa Unit link Proteksi sekaligus Investasi. Jakarta: Penerbit PPM, 2004. Simanjuntak, Kornelius, Myra R. B. Setiawan, dan Brian Amy Prastyo. Hukum Asuransi. Depok: Djokosoetono Research Center, 2011. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2012. Peraturan Perundang-undangan: Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun 1992. LN No. 13 Tahun 1992. TLN No. 3467. ________, Undang-undang Pasar Modal. UU No. 8 Tahun 1995. LN No. 64 Tahun 1995. TLN No. 3608. ________, Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. PP No. 45 Tahun 1995. LN No. 86 Tahun 1995. TLN No. 3617. Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, PMK No. 53/PMK.010/2012. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tentang Produk Unitlink, Kep. Ketua Bapepam No. KEP-104/BL/2006. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tentang Laporan Kegiatan Bulanan Manajer Investasi, Kep. Ketua Bapepam No. KEP-283/BL/2012 Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, Kep. Ketua Bapepam No. KEP-552/BL/2010. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007. Tinjauan yuridi..., Erika Saraswati, FH, 2014