Peranan Paracetamol Infus dalam Tata Laksana Nyeri

advertisement
INFO PRODUK
Peranan Paracetamol Infus dalam
Tata Laksana Nyeri Pascaoperasi
PENDAHULUAN
Paracetamol merupakan sebuah golongan
obat analgesik non-opioid yang telah
digunakan sejak tahun 1950an, serta juga
digunakan sebagai obat antipiretik dan telah
menjadi terapi lini pertama untuk terapi
demam dan nyeri. Paracetamol, atau sering
juga dikenal dengan nama acetaminophen,
juga telah banyak digunakan sebagai salah
satu komponen produk untuk nyeri kepala,
demam, dan flu, dan juga sudah dijual secara
bebas (OTC – over the counter) di banyak
negara, termasuk Indonesia. Pada saat ini, telah
tersedia bentuk sediaan baru dari paracetamol
selain bentuk oral atau rektal yang telah
banyak digunakan, yaitu paracetamol infus.
Perbandingan karakteristik berbagai bentuk
sediaan tersebut dapat dilihat di tabel 1.
Paracetamol infus digunakan khususnya
sebagai analgesik untuk nyeri derajat ringan
hingga sedang, dan juga sebagai kombinasi
dan alternatif terapi dalam teknik multimodal
analgesia bersamaan dengan golongan
opioid, seperti morphine.
Tabel 1 Perbandingan Karakteristik Beberapa Sediaan Paracetamol
Parameter
Paracetamol IV
Paracetamol oral
Paracetamol rektal
Onset (min)
5-10
80
60-120
Bioavailabilitas (%)
100
63-89
24-98
Eliminasi
Hati
Hati
Hati
Waktu Paruh (jam)
1-4
1-4
1-4
Sediaan
10 mg/mL dalam larutan
100 mL
Tablet 500 mg, 650 mg,
1.000 mg
Sirup 125 mg/5 mL
Suppo 80 mg, 125 mg
MEKANISME KERJA
Sampai saat ini, mekanisme kerja paracetamol
sebagai obat analgesik belum dapat
dipastikan. Beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa paracetamol memiliki efek sensitivitas
terhadap COX-3 dan umumnya bekerja di
sistem saraf pusat (Gambar 1).
SEJARAH PARACETAMOL INFUS
Sediaan infus pertama kali tersedia pada
tahun 1985 di Perancis dalam bentuk
pro-drug, yaitu propacetamol; satu gram
propacetamol sebanding dengan 0,5 gram
paracetamol setelah dihidrolisis. Pada saat itu,
propacetamol tersedia dalam bentuk serbuk
yang perlu direkonstitusi sebelum digunakan.
Propacetamol memiliki kelarutan di dalam
air dan stabilitas di dalam larutan lebih baik
jika dibandingkan paracetamol, akan tetapi
kendala pemberian propacetamol adalah
adanya laporan kasus (jarang) dermatitis pada
tenaga profesional yang melakukan proses
rekonstitusi dan menangani produk yang
mengandung propacetamol.
872
Gambar 1 Skema Hipotesis Cara Kerja Beberapa Analgesik
Pada saat ini telah tersedia paracetamol
infus dengan sediaan 10 mg/mL dalam
vial berisi 100 mL. Oleh US FDA pada tahun
2010 telah disetujui digunakan untuk terapi
nyeri akut derajat ringan hingga sedang
dan terapi demam pada anak dan dewasa.
Sejak ditemukan, paracetamol infus telah
digunakan sebagai terapi alternatif pada
pasien seperti: pasien dengan gangguan
penyerapan paracetamol/NSAID oral lain,
pasien yang memerlukan terapi nyeri dan/atau
memerlukan penurunan suhu tubuh dengan
cepat, pasien yang tidak dapat mentoleransi
pemberian obat secara oral, dan pada pasien
yang memiliki reaksi sensitivitas terhadap
golongan obat analgesik lain, seperti NSAID.
EFEK SAMPING DAN OVERDOSIS
Secara umum paracetamol memiliki keamanan
yang relatif lebih baik jika dibandingkan
dengan golongan analgesik lain, seperti
NSAID dan opioid. Paracetamol memiliki
kategori kehamilan B menurut US FDA.
Efek samping seperti hepatotoksik umumnya
disebabkan karena penggunaan melebihi
dosis maksimal harian (4 gram pada dewasa
>50 kg berat badan). Sebuah penelitian yang
CDK-210/ vol. 40 no. 11, th. 2013
INFO PRODUK
Paracetamol (acetaminophen)
Propacetamol
Tabel 2 Dosis Paracetamol Infus
Berat Badan
Dosis
>50 kg
1 g, dosis maksimal 4 g/hari.
Interval minimum setiap pemberian 4 jam.
>33 – 50 kg
15 mg/kg, dosis maksimal 60 mg/kg/hari.
Interval minimum setiap pemberian 4 jam.
10 – 33 kg
15 mg/kg, dosis maksimal 60 mg/kg/hari.
Interval minimum setiap pemberian 6 jam.
<10 kg (atau <6 bulan)
7,5 mg/kg, dosis maksimal 30 mg/kg/hari.
Interval minimum setiap pemberian 6 jam.
membandingkan efek paracetamol infus dan
paracetamol oral terhadap efek antipiretik
menyebutkan bahwa paracetamol infus
memiliki keamanan yang sebanding dengan
paracetamol oral.
Dosis toksik paracetamol terjadi jika kadar
di dalam plasma mencapai 150 mg/L
atau kurang lebih sekitar 7,5-10 gram
paracetamol dalam sekali pemberian,
sedangkan dosis minimum untuk efek
analgesia dan antipiretik adalah 10-20
mg/L. Infus paracetamol dengan dosis 15
mg/kg berat badan akan menghasilkan
konsentrasi 7 mg/L dalam 5 menit di dalam
plasma dan untuk infus paracetamol 1 gram
akan menghasilkan konsentrasi 14,4 mg/L
dalam 20 menit di dalam plasma.
Jika terjadi overdosis paracetamol, gejala yang
timbul dalam 24 jam dapat meliputi mual,
muntah, anoreksia, pucat, dan nyeri abdomen.
Tata laksana overdosis adalah segera bawa ke
instalasi darurat, lakukan pengecekan kadar
plasma paracetamol, dan berikan antidotum
N-acetylcysteine/NAC.
Efek samping paracetamol lain yang tidak
berhubungan dengan overdosis yang
umumnya timbul antara lain malaise,
hipotensi, kenaikan kadar transaminase (SGPT/
SGOT), dan reaksi hipersensitivitas, seperti
ruam kulit.
TATA LAKSANA NYERI PASCAOPERASI
DENGAN PARACETAMOL INFUS
Paracetamol diberikan dengan dosis berdasarkan berat badan sesuai tabel berikut
(Tabel 2).
Pada pasien remaja dan dewasa dengan
gangguan ginjal, tidak perlu penyesuaian
dosis, hanya intervalnya saja diperpanjang
dari 4 jam menjadi 6 jam.
Paracetamol infus diberikan dengan cara
infus intravena selama 15 menit pada
30 menit sebelum akhir pembedahan.
Paracetamol infus dapat diberikan setiap
4-6 jam sesuai kebutuhan. Dalam beberapa
studi, pemberian paracetamol infus dapat
menurunkan kebutuhan analgesik golongan
opioid, sehingga dapat menurunkan
kejadian efek samping golongan analgesik
opioid, seperti mual, muntah, depresi, dan
efek sedatif. Pada sebuah penelitian atas
pasien yang menjalani operasi ortopedik,
penggunaan paracetamol menurunkan
jumlah kebutuhan morphine sebesar 30%
jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Pada studi lain atas pasien yang menjalani
pembedahan bola mata (strabismus),
pemberian paracetamol dapat menurunkan
secara bermakna kejadian mual dan muntah
pascaoperasi dalam 24 jam pertama
pascaoperasi jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
SIMPULAN
Paracetamol infus merupakan golongan
obat analgesik non-opioid yang memiliki
onset analgesik dan antipiretik yang cepat.
Paracetamol infus memiliki keamanan yang
sebanding, tetapi dengan onset lebih cepat
dan bioavailabitas lebih baik jika dibandingkan
dengan paracetamol oral. Dalam beberapa
penelitian paracetamol infus telah dibuktikan
memiliki efektivitas yang baik dan sebanding
sebagai obat untuk tata laksana nyeri
pascaoperasi derajat ringan hingga sedang,
serta dapat menurunkan kebutuhan morphine
secara bermakna. Paracetamol infus dapat
dijadikan salah satu dan juga alternatif dalam
prosedur multimodal analgesia. (AGN)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Peacock WF, Breitmeyer JB, Pan C, Smith WB, Royal MA. A randomized study of the efficacy and safety of intravenous acetaminophen compared to oral acetaminophen for the treatement
of fever. Acad Emerg Med. 2011;18(4):360-6.
2.
3.
The Medicine Management Group. Paracetamol iv to oral switch protocol. East Cheshire: East Cheshire NHS Trust (UK); 2010.
Sinatra RS, Jahr JS, Reynolds LW, Viscusi ER, Groudine SB, Payen-Champenois C. Efficacy and safety of single and repeated administration of 1 gram intravenous acetaminophen injection
(paracetamol) for pain management after major orthopedic surgery. Anesthesiology 2005;102:822-31.
4.
Oscier C, Bosley N, Milner Q. Paracetamol a review of three routes of administration. Update in Anaesthesia [Internet]. 2007 [cited 2012 Feb 15];23:112-4. Available from: http://update.
anaesthesiologists.org/2008/12/01/ paracetamol-a-review-of-three-routes-of-administration/.
5.
Remy C, Marret E, Bonnet F. Effects of acetaminophen on morphine side-effects and consumption after major surgery: Meta-analysis of randomized controlled trials. Br J Anaesth.
2005;94(4):505-13.
6.
Cattabriga I, Pacini D, Lamazza G, Talarico F, Di Bartolomeo R, Grillone G, et al. Intravenous paracetamol as adjunctive treatment for postoperative pain after cardiac surgery: A double blind
randomized controlled trial. Eur J Cardiothorac Surg. 2007;32:527-31.
7.
Cok OY, Eker HE, Pelit A, et al. The effect of paracetamol on postoperative nausea and vomiting during the first 24 h after strabismus surgery: a prospective, randomised, double-blind
study. Eur J Anaesthesiol. 2011;28(12):836–41.
8.
Australia. New South Wales Therapeutic Advisory Group Inc. IV paracetamol – where does it sit in hospital practice?. New South Wales: NSW Therapeutic Advisory Group; 2005.
9.
Fang C. Acetaminophen IV injection. Clinical review. Maryland: US Food and Drug Administration; 2009.
CDK-210/ vol. 40 no. 11, th. 2013
873
Download