( Obat Antitusif, Obat Ekspektoransia dan Obat Bronkodilator ) Disusun oleh : 1. Chilie Andini Putri 2. Erita Retorini 3. Irdiah 4. Pratiwi Kusuma Wardani 5. Surtina Mata Kuliah : Kimia Farmasi II Dosen Pembimbing : Libertus Tintus S.Farm Apt JURUSAN FARMASI POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG 2012 / 2013 DAFTAR ISI Kata Pengantar……………………………………………………………………………… Daftar Isi……………………………………………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN I.1. Teori Singkat Saluran Pernafasan............................................................................. 1 Pengertian...................................................................................................................... 1 Jenis Obat yang Bekerja pada Saluran Pernafasan.......................................................... 1 Batuk................................................................................................................................ 2 Mekanisme Terjadinya Batuk.................................................................................. 2 Penyebab Batuk........................................................................................................ 4 Pengobatan Batuk..................................................................................................... 5 Asma................................................................................................................................ 5 Pengobatan Asma..................................................................................................... 6 BAB II ISI II.1. Obat Saluran Nafas......................................................................................................... 7 Antitusif........................................................................................................................... 7 Ekspektoransia................................................................................................................. 15 Bronkodilator................................................................................................................... 18 BAB III PENUTUP................................................................................................................ 26 Kesimpulan…………………………………………………………………………………. 26 Daftar Pustaka………………………………………………………………………………. 27 2 Kata Pengantar Segala puji hanya untuk Allah SWT, Tuhan seluruh umat manusia, karena hanya atas Rahmat, Hidayah serta karunia-Nya lah penyusun dapat menyalesaikan tugas mata kuliah ”Kimia Farmasi II” ini tepat pada waktunya. Didalam penyusunan makalah ini, banyak sekali sumber-sumber informasi yang telah penyusun gunakan, seperti internet, buku serta sumber-sumber lain yang mendukung. Selain itu, banyak sekali pihak-pihak yang telah terlibat didalam penyusunan makalah ini, untuk itu penyusun mengucapkan terimakasih atas kerjasamanya kepada pihak-pihak yang telah terlibat, semoga Allah SWT membalas kebaikannya dengan hal yang setimpal. Penyusun menyadari bahwa tidak ada suatu hal yang sempurna. Sama halnya dengan hasil penyusunan makalah ini, oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penyusun harapkan guna peningkatan kualitas dalam penyusunan tugas selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, khususnya mahasiswa dan mahasiswi di Poltekkes Pangkalpinang. Pangkalpinang, Maret 2013 Penyusun 3 BAB I PENDAHULUAN I.1. Teori Singkat Saluran Pernafasan Pengertian Saluran pernapasan dibagi dalam 2 golongan utama: 1. Saluran pernapasan atas, terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, faring, laring. 2. Saluran pernafasan bawah terdiri dari trachea, bronchi, bronchioles, alveoli dan membran alveoulerv – kapiler. Ventilasi dan respirasi adalah dua istilah yang berbeda dan tidak boleh ditukar pemakaiannya. Ventilasi adalah pergerakan udara dari atmosfer melalui saluran pernapasan atas dan bawah menuju alveoli. Respirasi adalah proses dimana terjadi pertukaran gas pada membrane alveolar kapiler. Infeksi saluran pernafasan adalah infeksi yang mengenai bagian manapun saluran pernafasan, mulai dari hidung, telinga tengah, faring, laring (bronkus bronkeolus) dan paru-paru. Saluran pernafasan terdiri dari 2 bagian utama : 1. Saluran pernafasan atas, jenis infeksinya : batuk pilek, faringitis, sinusitis, dan toksilitis. 2. Saluran pernafasan bawah, jenis infeksinya : asma, bronchitis kronik, emfizema, bronkioklialis. Sistem pernapasan merupakan organ yang rentan dan bermasalah bila terserang infeksi, kuman, debu, polusi udara, paparan asap rokok, dan virus. Dampak dari serangan berbagai agen pembawa penyakit tersebut dapat menimbulkan ciri khas patologi pada sistem pernapasan yaitu khususnya batuk. Beberapa contoh penyakit pada saluran pernafasan : Jenis Obat yang Bekerja pada Saluran Pernafasan 1. Obat Batuk Antitusif 4 Ekspektoran Mukolitika 2. Obat Asma Rhinitis Bronkhodilator 1. Batuk Batuk bukanlah merupakan penyakit, mekanisme batuk timbul oleh karena paru-paru mendapatkan agen pembawa penyakit masuk ke dalamnya sehingga menimbulkan batuk untuk mengeluarkan agen tersebut. Batuk dapat juga menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia inguinalis, patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan : 1. Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas. 2. Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas. Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang merupakan gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan penyakit melalui udara ( air borne infection ). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit saluran nafas disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk merupakan masalah yang dihadapi para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat beragam dan pengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan penanggulangan penderita batuk. Mekanisme Terjadinya Batuk Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar 5 reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma. Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma. Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut afferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi. Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu : 1. Fase iritasi Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang. 2. Fase inspirasi Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial. 3. Fase kompresi Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka. 6 4. Fase ekspirasi/ ekspulsi Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara. Penyebab Batuk Batuk secara garis besarnya dapat disebabkan oleh rangsang sebagai berikut: Rangsang inflamasi seperti edema mukosa dengan sekret trakeobronkial yang banyak. Rangsang mekanik seperti benda asing pada saluran nafas seperti benda asing dalam saluran nafas, post nasal drip, retensi sekret bronkopulmoner.Rangsang suhu seperti asap rokok ( merupakan oksidan ), udara panas/ dingin, inhalasi gas. Beberapa penyebab batuk : Iritan - Rokok, asap, SO2, Gas di tempat kerja. Mekanik - Retensi sekret bronkopulmoner, Benda asing dalam saluran nafas, Post nasal drip, Aspirasi Penyakit Paru Obstruktif - Bronkitis kronis - Asma - Emfisema - Firbrosis kistik - Bronkiektasis Penyakit Paru Restriktif - Pneumokoniosis - Penyakit kolagen - Penyakit granulomatosa Infeksi - Laringitis akut - Brokitis akut - Pneumonia - Pleuritis 7 - Perikarditis Tumor - Tumor laring - Tumor paru Psikogenik Pengobatan Batuk 1. Antitusif Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat batuk serta meningkatkan ambang rangsang sehingga akan mengurangi iritasi. Secara umum berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang bekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan nonnarkotik. Contoh : Kodein, DMP, Noskapin dan Uap Menthol. 2. Ekspektoran Obat ini digunakan untuk meningkatkan sekresi mukus di saluran napas sehingga bermanfaat untuk mengurangi iritasi dan batuknya akan berkurang dengan sendirinya. Contoh : Amonium klorida, potasium sitrat, guaifenesin dan gliseril guaiakolat. 3. Mukolitika Infeksi pernapasan menyebabkan munculnya mukus yg bersifat purulen atau menyebabkan infeksi, oleh karena itu harus segera dikeluarkan secara alamiah. Obat golongan ini berkhasiat melarutkan dan mengencerkan dahak yg kental sehingga lebih mudah dikeluarkan melalui batuk dan sering digunakan pada penderita Bronkhitis. Contoh : Asetilsistein , Bromheksin. 2. Asma Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara. Asma menyebabkan episode berulang mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk pada malam atau dini; episode ini juga dikenal sebagai eksaserbasi atau serangan. Tingkat keparahan eksaserbasi dapat berkisar dari ringan sampai mengancam nyawa. Seseorang bisa diduga terserang penyakit asma jika mengeluarkan tanda atau gejala seperti di bawah ini. 1. Ketika sedang bernafas sering mengeluarkan bunyi lenguhan. Namun perlu digaris bawahi bahwa tidak semua penderita asma nafasnya selalu bersuara. 2. Nafas sering menjadi sesak karena organ pernafasan menjadi sempit. 8 3. Batuk yang tiada henti terutama di waktu malam atau ketika cuaca sedang dingin. 4. Dada terasa sesak dan menjadi sempit, terutama pada bagian paru-paru. 5. Karena nafas terganggu, maka ketika sedang berbicara tidak bisa lancar dan tidak bisa mengatur jalannya pernafasan dengan baik. Orang yang menderita asma memiliki jalur penafasan yang sangat sensitif. Penyakit ini termasuk penyakit yang kompleks dan belum dapat dimengerti. Tanda-tanda asma yang terlihat adalah hasil dari jalan pernafasan yang terhambat. Penyebab penyakit asma yang paling umum adalah alergi. Namun selain itu ada juga pemicu lainnya seperti : Alergi : Bulu hewan, kutu busuk, sepura, serbuk sari tumbuhan Infeksi virus. Olah raga. Stres dan emosi. Obat-obatan. Asap rokok. Polusi udara. Bahan kimia pada alat rumah tangga dan industri. Hormon. Kondisi cuaca. Pengobatan Asma 1. Bronkodilator Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut (asma) .Jalan napas di saluran pernapasan yang mentransfer udara ke paru-paru disebut “bronchi” (bronki). Bronki kemudian terbagi lagi menjadi cabang kecil yang disebut „bronchioles (bronkiolus)‟. Bronkodilator adalah obat yang mempunyai efek antibronkokonstriksi. Bronkodilator dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan bernafas yang disebabkan oleh asma,bronchitis, bronchiolitis, pneumonia dan emfisema. Ada tiga golongan bronkodilator yang biasa digunakan, yaitu : a) Adrenergik b) Antikolinergik c) Xantin 9 BAB II ISI II.1. Obat Saluran Nafas A. ANTITUSIF Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat batuk serta meningkatkan ambang rangsang sehinggaakan mengurangi iritasi. Secara umum berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang bekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan nonnarkotik. a) Antitusif yang Bekerja di Perifer Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran nafas, yaitu pa da reseptor iritan perifer dengan cara anestesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran napas. Obat-obat anestesi Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol, dan garam fenol digunakan dalam pembuatan lozenges. Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan saluran napas bawah. Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemakaian obat anestesi topikal yaitu : 1. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat. 2. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi. 3. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi. 4. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang terutama pada penderita penyakit hati dan jantung. Lidokain Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi. 10 Demulcent Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat ini dipakai sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara obyektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subyektif obat ini banyak dipakai. b) Antitusif yang Bekerja Sentral Obat ini bekerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsang yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk. Dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik. Golongan narkotik Antitusif yang mempunyai potensi untuk mendatangkan adiksi/ ketergantungan, dan mempunyai potensi untuk disalahgunakan.Opiat dan derivatnya mempunyai beberapa macam efek farmakologik, sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak karena gagal jantung kiri dan antidiare. Di antara alkaloid ini, morfin dan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat napas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya bronkospasme karena penglepasan histamin, tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapeutik untuk antitusif. Di samping itu narkotik juga dapat mengurangi efek pembersihan mukosilier dengan menghambat sekresi kelenjar mukosa bronkus dan aktivitas silia. Terapi kodein kurang mempunyai efek tersebut. 11 a. Kodein 7,8 Didehidro- 4,5α-epoksi-3metoksi-17-metilmorfinan 6 α-ol monohidrat [6059-47-8] C₁₈H₂₁NO₃H₂O Anhidrat Kodein atau Metilmorfin masih merupakan antitusif dengan uji klinik terkontrol dalam batuk eksperimen dan batuk patologik akut dan kronis. Dalam dosis antitusif biasa, kodein memiliki efek analgesic ringan dan sedative. Efek Analgetik Kodein ini dapat dimanfaatkan untuk batuk yang disertai dengan nyeri dan ansietas. Dan untuk dapat menimbulkan ketergantungan fisik, Kodein harus diberikan dalam dosis tinggi dalam beberapa jam dengan jangka waktu satu bulan/lebih (lama). Kodein diserap baik pada pemberian oral dan puncak efeknya ditemukan 1-2 jam, dan berlangsung selama 4-6 jam. Metabolisme terutama di hepar, dan diekskresi ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah, diekskresi komplit setelah 24 jam. Dalam jumlah kecil ditemukan dalam air susu Ibu. Sediaan terdapat dalam bentuk tablet Kodein Sulfat atau Kodein fosfat berisi 10, 15, dan 20 mg. Dosis biasa dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis yang lebih besar tidak lagi menambah besar efek secara proporsional. Dosis anak: 1-1,5 mg/kg BB/ hari dalam dosis terbagi. Kodein dalam dosis kecil (10-30mg) sering digunakan sebagai obat batuk, jarang ditemukan efek samping, dan kalau ada tidak lebih tinggi dari placebo. Efek samping dapat berupa mual, pusing, sedasi, anoreksia, dan sakit kepala. Dosis lebih tinggi (60-80mg) dapat menimbulkan kegelisahan, hipotensi ortostatik, vertigo, dan midriasis. Dosis lebih besar lagi (100-500mg) dapat menimbulkan nyeri abdomen atau konstipasi. Jarang-jarang timbul reaksi alergi seperti: dermatitis, hepatitis, trombopenia, dan anafilaksis. Depresi pernafasan dapat terlihat pada dosis 60 mg dan depresi yang nyata terdapat pada dosis 120 mg setiap beberapa jam. Karena itu dosis tinggi berbahaya pada penderita dengan kelemahan pernafasan, khususnya pada penderita retensi CO2. 12 Dosis fatal kodein ialah 800-1000 mg. Kelebihan dosis paling sering terjadi pada anak-anak, dan terutama harus diperhatikan pada neonatus dengan perkembangan hepar dan ginjal yang belum sempurna atau dengan diuresis yang berkurang sehingga dapat terjadi efek kumulatif yang memperdalam koma atau mempercepat kematian. Antagonis Opioid seperti nalokson dapat bermanfaat untuk terapi kelebihan dosis. Morfin Dihidromorfinon, Dihidrokodeinon Morfolinil-etilmorfin (Pholcodine) Puried Opium Alkaloid (Pantopon) Meperidin Levorfanol Keefektifan antitusif narkotik ini sebagai obat batuk, sedangkan secara klinis yang digunakan sebagai antitusif yang hanyalah kodein. Narkotik lain diatas tidak lebih baik dari Kodein dam efektifitas dan keamanannya sebagai penekan batuk. Kebanyakan obat-obat yang mendepresi SSP dapat mempengaruhi pusat batuk di Medulla Oblongata. Antitusif yang bekerja sentral juga dapat bekerja melalui serabut saraf di Cortex serebri dan subcortex, seperti Opioid-opioid dan sedative pada umumnya. b. Antitusif Narkotik Lain Dihidrokodein ( paracodin ), cara kerja dan efek samping hamper sama dengan kodein.Folkodin, penggunaan utama ialah sebagai antitusif. Efek analgetik dan efek efori hampir tidak ada ( kalau ada kecil sekali ), dan gejala putus obat jauh lebih ringan dari kodein. Hidrokodon Merupakan derivat sintetik morfin dan kodein, mempunyai efek antitusif yang serupa dengan kodein. Efek samping utama adalah sedasi, penglepasan histamin, konstipasi dan kekeringan mukosa. Obat ini tidak lebih unggul dari kodein. Golongan non-narkotik Antitusif non – narkotik ialah antitusif yang tidak mendatangkan adiksi dan potensinya untuk di salah gunakan kecil sekali. Termasuk dekstrometorfan, noskapin dan lain – lain antitusif yang bekerja perifer. 13 a. Dekstrometorfan Dekstrometorfan adalah derifat morfinan sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang reflek bentuk sama seperti kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein dan 1 – metorfan, dekstrometorfan tidak memiliki efek analgesik, efek sedasi, efek pada saluran cerna dan tidak mendatangkan adiksi atau ketergantungan. Dekstrometorfan efektif untuk mengontrol batuk eksperimen maupun batuk patologik akut maupun kronis. Dekstrometorfan di laporkan juga memiliki efek pengurangan sekret dan efek antiinflamasi ringan. Kadang – kadang dilaporkan adanya stimulasi ringan pernafasan pada penggunaanya dalam batas – batas dosis antitusif biasa. Efek samping dan toksisitas : efek penekanan aktifitas silia bronkhus hanya terjadi pada dosis tinggi. Toksisitas rendah sekali. Dosis berlebihan menimbulkan pusing, diplopia, sakit kepala, mual, dan muntah. Dalam dosis sangat besar di temukan depresi pernafasan yang dapat menimbulkan kematian. Dosis Umum Dosis rata - rata Dekstrometorfan 15 – 30 mg Noskapin 10 – 30 mg Karbetapentan 15 – 30 mg Karamifen 10 – 20 mg Levopropoksifen 50 – 100 mg Benzonatat 50 – 100 mg Dimetoksanat 25 mg Klorfedianol 25 mg Pipazetat 20 – 40 mg Difenhidramin ( benadryl 25 – 50 mg ) Prometazin 5 – 60 mg 14 Dekstrometorfan tersedia dalam bentuk tablet, sirup berisi 10 – 20 mg / 5 ml. Dosis dewasa 10 – 20 mg setiap 4 – 6 jam, maksimum 120 mg / hari, Meninggikan dosis tidak akan menambah kuat efek, tapi dapat memperpanjang kerjanya sampai 10 – 12 jam, dan ini dapat bermanfaatkan untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak – anak 1 mg/ kg BB/ hari dalam dosis terbagi 3 – 4 kali sehari. b. Noskapin Noskapin merupakan derivat benzilisokinolin yang di peroleh dari alkaloid opium, tidak mempunyai efek analgesik. Kecuali efek antitusif, noskapin dalam dosis terapi tidak memiliki efek terhadap SSP, dan tidak memiliki efek adiksi dan ketergantungan; potensi antitusif nya lebih kurang sama dengan kodein ( dalam berat yang sama ). Cara kerja sama dengan kodein. Efek samping yang menonjol adalah gangguan saluran cerna ( terutama konstipasi ringan ), terlihat sampai 30 % dari pasien yang di teliti. Efek depresi pernafasan baru terjadi bila di berikan dosis lebih dari 90 mg. Kelebihan dosis juga menimbulkan depresi otot jantung dan otot polos lain. Noskapin tersedia dalam bentuk tablet etau sirup. Dosis dewasa 3 kali sehari 15 – 30 mg. c. Levopropoksifen Levopropoksifen adalah senyawa non – narkotik sintetik, isomer dari propoksifen yang tidak memiliki efek analgesik. Beberapa uji klinik pada pasien dengan batuk patologik menunjukkan efikasinya dapat menyamai dekstrometorfan. Dosis yang di gunakan untuk mengontrol batuk adalah 50 – 100 mg. d. Difenhidramin Antihistamin H1 dengan efek sedasi dan efek antikolinergik dapat menekan batuk, misalnya difenhidramin. Sebagai antitusif harus di berikan dalam dosis yang juga menyebabkan sedasi, dan obat ini sering di berikan dalam bentuk kombinasi dangan obat lain. 15 Lain – lain Antitusif non – Narkotik a. KLOFEDANOL ( Pectolitan ) di peroleh dengan mengganti gugusan COC2H5 pada normectadon dengan gugus OH, hampir tidak menunjukkan efek analgetik lagi, dan tidak mendatangkan adiksi. b. KLOBUTINOL ( Silomat 0 dan ISOAMINIL ( Peracon ) mempunyai struktur kimia mirip dengan klofedanol. Isoaminil dapat menimbulkan gejala psikotomimetik dan telah banyak di laporkan bahwa obat ini banyak di salahgunakan. c. PENTOKSIVERIN ( Sedotusin ), Butamirat sitrat ( Sinecod ), OKSELADIN, oksolamin ( Bredon ) dan PIPIZETAT ( Selvigon ) merupakan ester basa yang tidak memiliki efek samping depresi yang pernafasan. 1. Sifat obat Dekstrometorfan Hablur hampir putih atau serbuk hablur Bau lemah Melebur pada suhu lebih kurang 1260 disertai peruraian. Agak sukar larut dalam air Mudah larut dalam etanol dan kloroform Tidak larut dalam eter. Codein Hidrocloridum Kodein HCl mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 100,5% C18H22ClNO3 dihitung dari zat yang telah di keringkan . Pemerian Hablur kecil tidak berwarna atau serbuk hablur berwarna putih . Kelarutan Larut dalam air,sukar larut dalam etanol,praktis tidak larut dalam kloriform dan dalam eter . Difenhidramine HCl Difenhidramin HCl mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C17H21NO.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan . Berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau. Jika kena cahaya, perlahan-lahan warnanya menjadi gelap. Larutannya praktis netral terhadap kertas lakmus P. 16 Mudah larut dalam air, dalam etanol dan dalam kloroform;agak sukar larut dalam aseton ,sangat sukar larut dalam benzena dan dalam eter . Lidocaine HCl Lidokain HCL mengandung tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102,5% C14H22N2O.HCl dihitung terhadap zat anhidrat . Berupa serbuk hablur putih,tudak berbau,rasa sedikit pahit . Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam kloroform; tidak larut dalam eter . Noskapin Noskapin mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C22H23NO7 dihitung terhadap zat anhidrat . Berupa serbuk hablur halus,putih atau praktis putih . Mudah larut dalam kloroform; larut dalam aseton; sukar larut dalam etanol dan dalam eter; praktis tidak larut dalam air . 2. Pengaruh lingkungan Codein HCl harus disimpan dalam wadah tertutup rapat . Difenhidramine HCl disimpan dalam wadah tertutup rapat,tidak tembus cahaya . Lidokain HCl disimpan dalam wadah tertutup baik . Noskapin disimpan dalam wadah tertutup baik . 3. Cara pembuatan Sirup Dekstrometorfan Sediaan 1 0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air lalu diaduk hingga homogen. Kemudian ditambahkan 25 mL sirupus simpleks, diaduk hingga homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest. Sediaan 2 Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g, lalu dilarutkan dalam 12 mL air, diaduk hingga homogen. Ditambahkan 75 mL air dan diaduk hingga homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest. 17 Sediaan 3 0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air, lalu diaduk hingga homogen. Kemudian 0,18 g metil paraben dan 0,02 g propil paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol secara terpisah satu sama lain. Setelah larut, masing-masing larutan tersebut dimasukan ke dalam botol. Lalu ditambahkan 25 mL sirupus simpleks. Setelah itu aquadest dimasukan add 100 mL. Sediaan 4 Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g dan dilarutkan dalam 12 mL air. 0,2 g metil paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol. 25 mL sirupus simpleks dicampurkan dan diaduk hingga homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest. Sediaan 5 0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air. Ditambahkan 25 mL sirupus simpleks dan diaduk hingga homogen. 15 g sorbitol dilarutkan dalam air. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest. B. EKSPEKTORANSIA Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas (ekspetorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara reflex merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N.vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini, ialah : a. Ammonium klorida Biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif. Ammonium klorida dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru. Dosis ammonium klorida sebagai ekspektoran padaorang dewasa ialah 300 mg (5 mL) tiap 2-4 jam. b. Gliseril guaiakolat Penggunaan obat ini hanya didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif pasien dan dokter. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah. Obat ini tersedia dalam bentuk sirop 100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2-4 kali 200-400 mg sehari. 18 1. Struktur Kimia Bromheksin Guaifenisin Asetilsistein Karbosistein 2. Pengaruh lingkungan Ammonium Klorida harus disimpan didalam wadah tertutup rapat. Asetil sistein harus disimpan didalam wadah tertutup rapat. Guaifenesin harus disimpan didalam wadah tertutup rapat. 3. Sifat obat Amonium Klorida Berbentuk Kristal putih Tidak berbau Merupakan garam dari ammonia yang larut dalam air. Bila dilarutkan dalam air, sedikit asam, karena garam ini berasal dari asam kuat (HCl) dan basa lemah. Rumus kimia NH4Cl. Berat molekul: 53.491 Titik didih 338 °C. Kelarutan dalam air 297 g/L (0 °C), 372 g/L (20 °C), dan 773 g/L (100 °C); sedangkan dalam alkohol 6 g/L (19 °C). Tidak larut dalam diethyl ether, acetone serta hampir tidak larut dalam etil asetat. Asetil sistein (acetylsteinum) Kelarutan mudah larut dalm air, dalam etanol: praktis tidak larut dalam ester dan klorofom. 19 Guaifenesin (gusifenesium, gliserin guaiakolat) Kelarutan, larut dalam air, dalam etanol, klorofom dan dalam propilen ; agak sukar larut dalam gliserin. Ekspektoransia yang bekerja sekretolitik merangsang mukosa lambung, sehingga sekresi bronkhus ditingkatkan, melalui stimulasi vagus. Hal ini mengakibatkan pembentukan sekret yang encer. a. Kalium iodida tergolong sekretolitik yang paling kuat, penggunaan luas. b. Asetilsistein, karbosistein dan bromheksin mengurangi viskositas sekret bronkhus, asetilsistein bekerja berdasarkan reaksi kimia langsung dengan glikoprotein yang terdapat di dalam lendir. Asetilsistein berdasarkan gugus merkapto nya yang bebas dapat memecahkan jembatan disulfida glikoprotein. Reaksi yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut (R-SH = asetilsistein) 4. Cara pembuatan Salah satu contoh Untuk pembuatan asetilsistein dimulai dari sistin yang diperoleh dari keratin. Setelah asetilasi dengan asetan hidrida dengan NaOH, senyawa N,N”-diasetilsistin yang terbentuk direduksi dengan seng dalam larutan asam. C. BRONKODILATOR Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut (asma) .Jalan napas di saluran pernapasan yang mentransfer udara ke paru-paru disebut “bronchi” (bronki). Bronki kemudian terbagi lagi menjadi cabang kecil yang disebut „bronchioles (bronkiolus)‟. Bronkodilator adalah obat yang mempunyai efek anti bronkokonstriksi. Bronkodilator dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan bernafas yang disebabkan oleh asma, bronchitis, bronchiolitis, pneumonia dan emfisema. Penggolongan Bronkodilator 1. Berdasarkan waktu kerja obat Ada dua jenis bronkodilator berdasarkan waktu kerja obatnya, yaitu short-acting dan longacting. Short-acting merupakan bronkodilator kerja cepat yang dapat meredakan gejala asma. Bronkodilator jenis ini digunakan sebagai obat penyelamat dalam kasus serangan 20 asma. Sedangkan long-acting merupakan bronkodilator kerja lama yang digunakan setiap hari untuk mengontrol asma. 2. Berdasarkan tipe utama bronkodilator Ada tiga jenis bronkodilator berdasarkan tipe utamanya yaitu agonis β-adrenergik, antikolinergik dan derivat xanthin. Agonis β-adrenergik Beberapa senyawa adrenergik yang mengaktifkan β-reseptor, mempunyai kekhasan tinggi terhadap β2-reseptor dan dapat menyebabkan relaksasi otot polos bronki sehingga digunakan sebagai bronkodilator. Oleh karena dapat menyebabkan relaksasi otot polos bronkiola, bronkodilator digunakan sebagai penunjang pada pengobatan asma, bronkitis, emfisema dan lain-lain gangguan pada paru. Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Hal ini dikarenakan β-reseptor berhubungan erat dengan adenil siklase, yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi. Contoh : 1. Salbutamol sulfat Bekerja secara dominan sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki sehingga digunakan sebagai bronkodilator yang khas, dengan efek terhadap reseptor pada jantung sangat kecil. Salbutamol digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema. 2. Terbutalin sulfat Bekerja secara dominan sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki sehingga digunakan sebagai bronkodilator yang khas, dengan efek terhadap reseptor pada jantung sangat kecil. Terbutalin digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema. 3. Klenbuterol Bekerja secara dominan sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki sehingga digunakan sebagai bronkodilator yang khas, dengan efek terhadap reseptor pada jantung sangat kecil. Klenbuterol digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema. 4. Metaproterenol sulfat Bekerja sebagai perangsang reseptor β-adrenergik yang kuat. Reseptor pada otot bronki lebih sensitif terhadap obat ini dibandingkan pada jantung dan pembuluh darah sehingga digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema. 21 5. Fenoterol HBr Digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema. Dapat untuk profilaksis karena efek anti alerginya. 6. Heksoprenalin sulfat Digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema. 7. Prokaterol HCl Bekerja secara dominan sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki sehingga digunakan sebagai bronkodilator yang lebih khas dibandingkan dengan salbutamol. Prokaterol juga mempunyai efek anti alergi yang cukup kuat. Prokaterol digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema. 8. Efedrin HCl Mempunyai 4 bentuk optis aktif dan yamg paling aktif adalah bentuk isomer D (-). Efedrin merupakan senyawa simpatomimetik dengan efek langsung dan tak langsung terhadap α dan β-adrenoseptor. Karena sifat vasokonstriksinya, efedrin digunakan untuk bronkodilator, dekongestan hidung dan dekongestan mata. 9. Salmeterol xinafoat Bekerja sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki, dengan efek terhadap reseptor pada jantung sangat kecil. Salmeterol merupakan bronkodilator kuat yang dikembangkan untuk pemakaian inhalasi, mempunyai derajat kekhasan tinggi, dan dapat menghambat saraf vagus yang bertanggung jawab terhadap spasma bronkus. Digunakan secara inhalasi untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema. 10. Epinefrin Digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan akibat serangan asma bronki, untuk pengobatan glaukoma kronik, sebagai bahan tambahan pada anestesi setempat dan untuk mengurangi tekanan dalam mata. 11. Metoksifenamin HCl Adalah senyawa simpatomimetik dengan efek utama bronkodilator dan menghambat otot polos. Efek obat terhadap tekanan darah, jantung, dan sistem saraf pusat lebih rendah dibandingkan dengan efedrin atau adrenalin. Metoksifenamin digunakan untuk pengobatan asma, alergi rinitis, dan urtikaria. 22 Antikolinergik Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor β2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronkokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronki, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi. Contoh : 1. Ipratropium bromida Ipratropium bromida merupakan antikolinergik yang paling luas digunakan, dimana berfungsi sebagai bronkodilator yan dikembangkan untuk pemakaian inhalasi, mempunyai derajat kekhasan tinggi, dan dapat menghambat saraf vagus yang bertanggung jawab terhadap spasma bronkus. Ipratropium digunakan untuk pengobatan gangguan jalan udara yang berhubungan dengan bronkitis kronik. Derivat xanthin Senyawa-senyawa turunan xanthin diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologis, diantaranya sebagai bronkodilator. Meskipun penggunaannya sebagai obat anti asma telah cukup dikenal, tetapi turunan xanthin diketahui memiliki efek samping yang kurang menguntungkan yaitu penekanan pada jantung dan sistem saraf pusat. Beberapa penelitian mengenai modifikasi struktur xanthin telah dilakukan guna mendapatkan turunan yang lebih poten dan selektif. Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa substitusi pada atom N‟ xanthin dapat meningkatkan aktivitas dan selektivitasnya sebagai bronkodilator. Contoh : 1. Teofilin Bekerja sebagai bronkodilator dengan menghambat secara kompetitif enzim siklik nukleotida fosfodiesterase menghasilkan peningkatan kadar cAMP sehingga terjadi relaksasi langsung otot polos bronki. Seperti turunan xanthin yang lain, teofilin juga mempunyai efek vasodilator koroner, rangsangan jantung, rangsangan otot rangka, rangsangan sistem saraf pusat dan diuretik. 2. Aminofilin Adalah kompleks teofilin dan etilendiamin di-HCl yang mempunyai kelarutan dalam air lebih besar dibandingkan dengan teofilin. 23 1. Struktur Kimia Agonis β-adrenergik 24 Antikolinergik Derivat xanthin 1. Teofilin 25 2. Aminofilin 2. Pengaruh Lingkungan Terhadap Obat Obat harus disimpan sehingga terhindar dari pencemaran dan peruraian, terhindar dari pengaruh lingkungan seperti udara, kelembaban, panas dan cahaya. Penyimpanan obat berkaitan dengan wadah dan sumbat yang digunakan. Wadah dan sumbatnya dapat mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun fisika yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu maupun kemurniannya hingga tidak memenuhi syarat baku. 1. Salbutamol sulfat Salbutamol sulfat merupakan obat yang harus disimpan dalam wadah tertutup baik dan tidak tembus cahaya. Wadah tertutup baik merupakan wadah yang harus melindungi isinya terhadap pemasukan bahan padat dari luar dan mencegah kehilangan isi selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi. Salbutamol sulfat harus disimpan dalam wadah tidak tembus cahaya dikarenakan cahaya merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan khasiat, mutu dan kemurnian pada obat. 26 2. Aminofilin Aminofilin merupakan obat yang harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya. Wadah tertutup rapat merupakan wadah yang harus melindungi isinya terhadap masuknya bahan padat, lengas dari luar dan mencegah kehilangan, pelapukan, pencairan dan penguapan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi. Aminofilin harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dikarenakan aminofilin merupakan obat yang mudah menguap atau terurai. Aminofilin harus disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya dikarenakan cahaya merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan khasiat, mutu dan kemurnian pada obat. 3. Sifat Obat 1. Salbutamol sulfat Merupakan serbuk putih atau hampir putih. Memiliki rumus molekul (C13H21NO3)2 . H2SO4 Memiliki berat molekul sebesar 576,70 Mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% (C13H21NO3)2 . H2SO4 dihitung terhadap zat anhidrat. Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter. Cepat diabsorpsi dalam saluran cerna. Memiliki waktu paruh plasma antara 2-7 jam tergantung pada cara pemberian. Pada pemberian secara parenteral waktu paruh obat pendek, pemberian secara oral waktu paruh obat sedang dan pemberian secara inhalasi aerosol waktu paruh obat lebih panjang. 2. Aminofilin Merupakan serbuk atau butir yang berwarna putih atau agak kekuningan Memiliki rumus molekul C16H24N10O4 Memiliki berat molekul sebesar 420,43 Mengandung tidak kurang dari 78,0% dan tidak lebih dari 83,5% teofilina (C7H8N4O2), tidak kurang dari 12,8% dan tidak lebih dari 14,1% etilendiamina (C2H8N2) masingmasing dihitung terhadap zat anhidrat. Memiliki bau yang lemah mirip amoniak 27 Memiliki rasa pahit Larut dalam lebih kurang 5 bagian air; praktis tidak larut dalam etanol 95% dan dalam eter. Memiliki kelarutan dalam air lebih besar dibandingkan dengan teofilin. 4. Cara Pembuatan Pembuatan mikrokapsul salbutamol sulfat Mikrokapsul salbutamol sulfat dibuat dengan matriks etil selulosa dengan menggunakan metode penguapan pelarut. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut : 1. Etil selulosa dilarutkan dengan 20 ml larutan aseton dalam erlenmeyer. 2. Kemudian salbutamol sulfat didispersikan ke dalamnya. 3. Selanjutnya campuran tersebut diemulsikan dalam 100 ml parafin cair yang mengandung 1,3 ml tween 80 dan diaduk dengan homogenizer pada kecepatan 700 rpm selama 3 jam pada suhu kamar. 4. Mikrokapsul yang terbentuk dikumpulkan melalui dekantasi dan dicuci dua kali dengan n-hexan masing-masing 100 ml untuk menghilangkan parafin cair yang melekat. 5. Setelah itu disaring dan dikeringkan dalam lemari pengering granul. 6. Setelah kering sejumlah mikrokapsul yang setara dengan 8 miligram salbutamol sulfat dimasukkan ke dalam cangkang kapsul untuk dilakukan uji disolusi. 28 BAB III KESIMPULAN 1. Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat batuk serta meningkatkan ambang rangsang sehinggaakan mengurangi iritasi. Adapun penyimpanan untuk obat-obat golongan ini misalnya : a) Codein HCl harus disimpan dalam wadah tertutup rapat . b) Difenhidramine HCl disimpan dalam wadah tertutup rapat,tidak tembus cahaya . c) Lidokain HCl disimpan dalam wadah tertutup baik . d) Noskapin disimpan dalam wadah tertutup baik . 2. Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas (ekspetorasi). Untuk obat-obat golongan ini, adapun penyimpanannya : a) Ammonium Klorida harus disimpan didalam wadah tertutup rapat. b) Asetil sistein harus disimpan didalam wadah tertutup rapat. c) Guaifenesin harus disimpan didalam wadah tertutup rapat. 3. Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut (asma), obat bronkodilator harus benar dan teknik pemberiannya, karena kegagalan seringkali akibat teknik yang keliru. Obat harus disimpan sehingga terhindar dari pencemaran dan peruraian, terhindar dari pengaruh lingkungan seperti udara, kelembaban, panas dan cahaya. Penyimpanan obat berkaitan dengan wadah dan sumbat yang digunakan. Wadah dan sumbatnya dapat mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun fisika yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu maupun kemurniannya hingga tidak memenuhi syarat baku. 29 Daftar Pustaka Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : Gadjah Mada University Press Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 298 Anonim, 2011, Peran Perawat dalam Pemberian Obat, http : //smart-fresh.blogspot.com, diakses tanggal 7 Maret 2013 Departemen Farmakologi FKUI. Farmakologi. Obat-Obat Simtomatik Saluran Napas. Slide kuliah modul respirasi tahun 2007. Setiabudy, Rianto. Golongan Kuinolon dan Fluorokuinolom Dalam: Farmakologi dan Terapi. Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo. Hal.638-639. Wahyuni, 2009, Obat-obat Bronkodilator, http : //ningrumwahyuni.wordpress.com, diakses tanggal 7 Maret 2013 30