PENERAPAN ASKEP TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL

advertisement
PENERAPAN ASKEP TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL
HALUSINASI DI RS.JIWA KHUSUS SOEPRAPTO
PROVINSI BENGKULU
Nurhasanah
STIKES Bhakti Husada Bengkulu
Jl. Kinibalu 8 Kebun Tebeng Telp (0736) 23422
Email : [email protected]
ABSTRACT
Data WHO estimates that there are approximately 450 million people worldwide
who experience mental illness, in Indonesia is estimated to reach 264 than 1000
inhabitants who experience mental illness. The application of appropriate nursing
care hallucinations standards can help improve the ability to control
hallucinations and reduce the intensity of the signs and symptoms of
hallucinations. Results of a preliminary study in the RS. Specialty Mental
Bengkulu Province in 2013 is known that the implementation of nursing
interventions have been done but still not optimal. This study aims to determine
the relationship of the application of the nursing care of the ability to control
themselves clients hallucinations in Special Hospital Mental Bengkulu Province.
This type of research is analytic survey with cross sectional approach. The
sampling technique using "Proportional Random Sampling" as many as 72
people. The data used are primary data with questionnaires and observation
instruments, secondary data from medical records. Univariate and bivariate
analysis with statistikChi-Square test. Results of the study almost half of
respondents (38.9%) do not apply nursing care and most of the clients
hallucinations (38.9%) are not able to control themselves with ρ value = 0,037OR
= 315.857 (p <0.05).
Keywords: the application of nursing care, hallucinations
PENDAHULUAN
Gangguan jiwa adalah suatu
ketidakberesan kesehatan dengan
manifestasi-manifestasi psikologis
atau
perilaku
terkait
dengan
penderitaan yang nyata dan kinerja
yang buruk, dan disebabkan oleh
gangguan
biologis,
sosial,
psikologis,etik, fisis, atau kimiawi.
Gangguan jiwa mewakili suatu
keadaan
tidak
beres
yang
berhakikatkan penyimpangan dari
suatu konsep normatif. Setiap jenis
ketidakberesan
kesehatan
itu
memiliki tanda-tanda dan gejalagejala yang khas (Kuniawan, 2012).
Salah satu gangguan jiwa
psikosa fungsional yang terbanyak
adalah
skizofrenia.
Studi
epidemiologi menyebutkan bahwa
perkiraan
angka
prevalensi
Skizofrenia secara umum berkisar
antara 0,2% hingga 2,0 tergantung di
daerah atau negara mana studi itu
dilakukan. Di Indonesia sendiri,
kasus pasien dengan Skizofrenia 25
23
tahun yang lalu diperkirakan 1/1000
penduduk dan diperkirakan dalam 25
tahun mendatang akan mencapai
3/1000 penduduk (Hawari, 2006).
Data dari Schizophrenia Information
& Treatment Introduction di
Amerika
penyakit
Skizofrenia
menimpa kurang lebih 1% dari
jumlah
penduduk.Separuh
dari
pasien gangguan jiwa yang dirawat
di RS Jiwa adalah pasien dengan
skizofrenia (Pitoyo, 2012).
Jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 2010 adalah 237,6 juta
jiwa. Dengan asumsi angka 1 %
tersebut di atas maka jumlah
penderita Skizofrenia di Indonesia
pada tahun 2012 ini sekitar
2.377.600 orang. Angka yang
fantastis dibanding jumlah daya
tampung 32 rumah sakit jiwa di
seluruh Indonesia sebanyak 8.047
tempat tidur. Daya tampung tetap,
pasien gangguan jiwa meningkat
(Pitoyo, 2012).
Prevalensi
penderita
skizofrenia di Indonesia adalah 0,31% dan bisa timbul pada usia sekitar
18-45 tahun, namun ada juga yang
baru berusia 11-12 tahun sudah
menderita
skizofrenia.
Apabila
penduduk Indonesia sekitar 200 juta
jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta
skizofrenia, dimana sekitar 99%
pasien di Rumah Sakit Jiwa adalah:
penderita skizofrenia. Gejala-gejala
skizofrenia mengalami penurunan
fungsi/ ketidakmampuan dalam
menjalani hidupnya, sangat terlambat
produktifitasnya dengan orang lain
(Arif, 2006).
Halusinasi merupakan salah
satu gejala yang sering ditemukan
pada pasien dengan gangguan jiwa,
Halusinasi
sering
diidentikkan
dengan Skizofrenia. Dari seluruh
pasien Skizofrenia 70% diantaranya
mengalami halusinasi. Gangguan
jiwa lain yang juga disertai dengan
gejala halusinasi adalah gangguan
manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan
persepsi
dimana
pasien
mempersepsikan
sesuatu
yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan
dari
luar.
Suatu
penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren persepsi palsu
(Praptoharsoyo, 2012).
Penderita halusinasi jika tidak
ditangani dengan baik akan berakibat
buruk bagipasien sendiri, keluarga,
orang lain dan lingkungan. Tidak
jarang ditemukan penderita yang
melakukan tindak kekerasan karena
halusinasinya (Yahya, 2009).
Gangguan jiwa skizofrenia
cenderung berlanjut menahun dan
kronis, karena terapi obat psikofarma
diberikan dalam jangka waktu relatif
lama. Terapi kejiwaan pada penderita
skizofrenia dapat diberikan apabila
sudah mencapai tahapan dapat
menilai
realitas.
Tindakan
keperawatan untuk membantu pasien
mengatasi halusinasinya dimulai
dengan membina hubungan saling
percaya dengan pasien. Saling
percaya sangat penting dijalin
sebelum mengintervensi pasien lebih
lanjut. Pertama-tama pasien harus
difasilitasi untuk memperoleh rasa
aman
dan
nyaman
untuk
menceritakan
pengalaman
halusinasinya sehingga informasi
tentang
halusinasinya
dapat
komprehensif. Untuk itu perawat
harus memulai memperkenalkan diri,
menjelaskan
tujuan
interaksi,
membuat
kontrak
asuhan
2
keperawatan, memperlihatkan sikap
sabar, penerimaan yang tulus dan
aktif
mendengar.
Hindari
menyalahkan atau respon tertawa
saat
pasien
menceritakan
pengalaman aneh yang menggelikan
(Yosep, 2009).
Berdasarkan penelitian Castro
(2010),
Pengaruh
Pelaksanaan
Standar
Asuhan
Keperawatan
Halusinasi Terhadap Kemampuan
Kognitif dan Psikomotor Pasien
Halusinasi
Dalam
Mengontrol
Halusinasi di Ruang Pusuk Buhit
Rumah Sakit Jiwa Daerah Sumatera
Utara Medan bahwa ada perbedaan
cara mengontrol halusinasi antara
sebelum dan sesudah dilakukan
standar
asuhan
keperawatan
halusinasi.
Penelitian (Sulastri 2010),
Pengaruh
Penerapan
Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Halusinasi
Terhadap
Kemampuan
Pasien
Mengontrol Halusinasi Di RSKD.
Dadi
Makassar
menyatakan
penerapan
asuhan
keperawatan
memberikan hasil yang bermakna
terhadap peningkatan kemampuan
pasien mengontrol halusinasi.
Penelitian Arum (2004) yang
menunjukkan
bahwa
adanya
perbedaan antara kelompok kontrol
dan kelompok intervensi. Pada
kelompok intervensi menunjukkan
kemampuan komunikasi yang lebih
baik daripada kelompok kontrol.
Penelitian Ledy (2010) tentang
pengaruh terapi aktivitas kelompok
stimulasi
persepsi
terhadap
kemampuan pasien mengontrol
halusinasi yang menyatakan bahwa
terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi memiliki pengaruh yang
signifikan
dalam
mengontrol
halusinasi pasien.
Penelitian Carolina (2008)
tentang pengaruh penerapan standar
asuhan
keperawatan
halusinasi
terhadap
kemampuan
pasien
mengontrol halusinasi di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
Jakarta
menunjukkan
bahwa
penerapan
asuhan
keperawatan
halusinasi yang sesuai standar dapat
membantu
meningkatkan
kemampuan kognitif dan psikomotor
pasien mengontrol halusinasi dan
menurunkan intensitas tanda dan
gejala halusinasi sehingga dapat
menurunkan efek lanjut dari
halusinasi yang dialami.
Berdasarkan data statistik
medical record (rekam medik)
Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto
Provinsi
Bengkulu,
terjadi
peningkatan pasien halusinasi yang
menjalani rawat inap, pada tahun
2011 jumlah keseluruhan pasien jiwa
adalah sebanyak 4313 pasien dan
413
pasien
yang
mengalami
halusinasi. Tahun 2012 jumlah
pasien ganggguan jiwa 4858 pasien,
yang mengalami halusinasi 667.
Pada tahun 2013 jumlah pasien jiwa
4885 pasien, yang mengalami
halusinasi 752 pasien. Berdasarkan
register ruangan murai A dan B
Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto
Bengkulu, total pasien halusinasi
ruangan A dan Bpada tahun 2011
sebanyak 337 orang. Tahun 2012,
pasien
gangguan
halusinas
diiruangan Murai A dan B sebanyak
479 orang. Pada tahun 2013, pasien
gangguan
halusinasi
diruangan
Murai A dan B sebanyak 256 orang
(RSJ. Soeprapto, Bengkulu).
Berdasarkan
hasil
studi
pendahuluan di Rumah Sakit Khusus
Jiwa Daerah Provinsi Bengkulu
tahun 2013 juga diketahui bahwa
3
pelaksanaan intervensi keperawatan
sudah dilakukan tetapi masih belum
optimal. Hal ini ditunjukkan oleh
masih adanya pasien yang belum
dapat mengendalikan halusinasi
dengan baik, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan
judul
“Penerapan
Asuhan
Keperawatan Terhadap Kemampuan
Mengontrol Diri Pada Pasien
Halusinasi.
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien penderita
skizofrenia
yang
mengalami
halusinasi yang dirawat ruang Murai
A dan B Rumah Sakit Khusus Jiwa
Soeprapto Provinsi Bengkulu selama
periode penelitian tahun 2013 adalah
256 orang. Data dianalisis secara
univariat dan bivariat dengan uji
statistik chi-square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
METODE PENELITIAN
HASIL
Metode penelitian ini adalah
deskripsi yang bersifat analitik serta
menggunakan
rancangan
cross
sectional. Rancangan cross sectional
adalah variabel independen dan
dependen di observasi atau di ukur
dalam waktu yang bersamaan.
Dimana pada penelitian ini variabel
independen
adalah
Asuhan
Keperawatan
dan
variabel
dependennya adalah kemampuan
kontrol
pasien
halusinasi
(Notoatmodjo, 2005).
Populasi
merupakan
keseluruhan sumber data yang
diperlukan dalam suatu penelitian
(Saryono, 2011).
Hasil
analisis
univariat
didaptkan dari 72 responden terdapat
sebanyak 28 responden tidak
diterapkan asuhan keperawatan dan
sebanyak 28 responden atau hampir
sebagian (38,9%) tidak mampu
mengontrol
halusinasi
ketika
halusinasi datang kembali
Analisis Bivariat bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen.
Variabel penelitian ini untuk
mengetahui hubungan penerapan
asuhan
keperawatan
halusinasi
dengan kemampuan mengontrol
halusinasi pada pasien halusinasi di
ruangan Murai A dan B RS. Khusus
Jiwa Soeprapto Bengkulu.
Tabel 1
Penerapan Asuhan Keperawatan Terhadap Kemampuan Mengontrol Diri
Pasien Halusinasi Di RS. Khusus Jiwa Bengkulu
Asuhan
Kemampuan
Kontrol
Keperawatan
Total
Ρ
Halusinasi
Halusinasi
Tidak Mampu
Mampu
Tidak Diterapkan
N
21
%
75
N
7
%
25
28
%
100
Diterapkan
7
15,9
37
84,1
44
100
Total
28
38,9
44
61,1
72
100
4
N
0,000
Hasil perhitungan statistik uji
Chi-square didapatkan nilai ρ value
= 0,000 (ρ value < 0,05) dapat
diartikan bahwa ada hubungan antara
penerapan asuhan ke keperawatan
halusinasi
dengan
kemampuan
kontrol halusinasi
jawab perawat sehingga tugas pokok
perawat sering terabaikan.
Selain itu 72 responden
terdapat responden atau sebagian
besar (61,1%) diterapkan asuhan
keperawatan
halusinasi,
diterapkannya asuhan keperawatan
karena perawat ruangan memiliki
tanggung jawab yang tinggi terhadap
tugas yang diberikan, sebagian
mereka berasumsi bahwa sebagai
perawat harus bertanggung jawab
dalam merawat pasien baik pasien
umum maupun pasien dengan
gangguan jiwa.
Diketahuinya
penerapan
asuhan keperawatan berdasarkan
hasil observasi dan kuesioner yang
peneliti lakukan. Peneliti melihat
kegiatan atau tindakan yang telah
diberikan oleh perawat kepada
pasien
halusinasi.
Tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk
mengontrol
halusinasi
adalah
kegiatan terapi aktivitas kelompok.
Terapi aktivitas kelompok yang
diberikan pada pasien halusinasi
adalah, cara mengenali jenis
halusinasi,
menghardik,
dan
bersosialisasi sehingga responden
tidak menyendiri yang dapat
menimbulkan halusinasi.
Asuhan
keperawatan
merupakan suatu tindakan kegiatan
atau
proses
dalam
praktek
keperawatan yang diberikan secara
langsung kepada pasien (pasien),
sehingga dapat mengatasi masalah
yang sedang dihadapinya. Kinerja
perawat dapat diukur dari diterapkan
atau tidaknya asuhan keperawatan
kepada pasien. Penerapan asuhan
keperawatan harus dilakukan secara
tepat dan benar yang didukung oleh
pengetahuan,
kemampuan
dan
keterampilan yang mengacu pada
PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel
di atas
menunjukkan bahwa dari 72
responden terdapat sebanyak 28
responden tidak diterapkan asuhan
keperawatan
halusinasi.
Tidak
diterapkannya asuhan keperawatan
disebabkan
karena
kurangnya
motivasi dari perawat ruangan dalam
menerapkan Asuhan Keperawatan
Kurangnya motivasi disebabkan
karena beberapa hal yaitu kurangnya
penghargaan dari atasan.
Selain motivasi faktor lain
yang
mempengaruhi
tidak
diterapkannya asuhan keperawatan
karena
kurangnya
pengetahuan
perawat,
beban
kerja
yang
menumpuk dan pemberian tugas
yang tidak seimbang. Selain itu 28
responden yang tidak diterapkan
asuhan keperawatan halusinasi,
sebagian besar lagi (61,1%) atau 44
responden
diterapkan
asuhan
keperawatan
halusinasi.
Tidak
diterapkan asuhan keperawatan
halusinasi
dapat
terjadi
dan
dipengaruhi oleh banyak faktor.
Berdasarkan pengamatan peneliti,
penyebab tidak diterapkannya asuhan
keperawatan
halusinasi
adalah
kurangnya pengetahuan beberapa
perawat mengenai askep halusinasi,
perawat
banyak
melakukan
pekerjaan yang diluar tanggung
5
standar
asuhan
keperawatan.
Penerapan
asuhan
keperawatan
merupakan salah satu tanggung
jawab seorang perawat atas tindakan
dan mutu pelayanan perawat dalam
proses penyembuhan pasiennya.
Dari hasil penelitian ini, kita
peroleh bahwasanya seperti halnya
asuhan keperawatan lainnya asuhan
keperawatan halusinasi terdiri dari
beberapa tahapan dan setiap tahapan
tersebut harus dilakukan secara utuh
agar pasien dapat sembuh dan
memiliki
kemampuan
dalam
mengontrol halusinasi bila datang
kembali.
Dan
kemampuan
melakukan setiap tahapan asuhan
keperawatan
dengan
benar
dipengaruhi oleh kemampuan dan
tingkat pengetahuan perawat.
Hasil perhitungan statistik uji
Chi-square didapatkan nilai ρ value
= 0,000 (ρ value < 0,05) dapat
diartikan bahwa ada hubungan antara
penerapan
asuhan
keperawatan
halusinasi
dengan
kemampuan
kontrol halusinasi.
Halusinasi
merupakan
gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan
sesuatu
yang
sebenarnya
tidak
terjadi
(Praptoharsoyo, 2012). Penderita
halusinasi jika tidak ditangani
dengan baik akan berakibat buruk
bagipasien sendiri, keluarga, orang
lain dan lingkungan. Tidak jarang
ditemukan penderita yang melakukan
tindak
kekerasan
karena
halusinasinya (Yahya, 2009). Oleh
karena itu penderita halusinasi perlu
mendapatkan perawatan halusinasi
sehingga
penderita
memiliki
kemampuan
untuk
mengontrol
halusinasi jika datang menyerang.
Dengan
diterapkannya
asuhan
keperawatan halusinasi, kemampuan
pasien untuk mengenal halusinasi
dan mengenal cara mengontrol
halusinasi dapat dipahami oleh
pasien. Kemampuan mengontrol
halusinasi
diawali
dengan
pengenalan terhadap halusinasi yang
dialami
dan
kemampuan
menyebutkan
cara
mengontrol
halusinasi.
Dari hasil pengamatan peneliti,
kemampuan
mengontrol
diri
terhadap halusinasi pada pasien yang
tidak diterapkan asuhan keperawatan
dipengaruhi oleh tingkat keparahan
halusinasi yang diderita pasien dan
karakteristik pasien itu sendiri,
dimana pasien memiliki keinginan
kuat untuk sembuh dan mendapat
dukungan moral dari keluarga.
Sedangkan
ketidakmampuan
mengontrol diri terhadap halusinasi
pada pasien yang diterapkan asuhan
keperawatan
dengan
baik
dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya adalah tingkat keparahan
dan frekuensi masuk rumah sakit
dimana seperti yang diketahui
halusinasi menyebabkan gangguan
kekacauan proses pikir sehingga
pasien akan mengalami kesulitan
untuk mengingat sesuatu yang
dipelajarinya
atau
gangguan
perhatian saat sedang berinteraksi
atau melakukan sesuatu. Terapi obat
dalam jangka waktu lama juga
mempengaruhi ke
mampuan kontrol halusinasi
pada pasien halusinasi meskipun
telah diterapkan asuhan keperawatan.
Hal ini senada dengan pendapat
Yosep (2009) yang menyatakan
bahwa gangguan jiwa skizofrenia
atau halusinasi cenderung berlanjut
menahun dan kronis, karena terapi
obat psikofarma diberikan dalam
jangka waktu relatif lama.
6
Tindakan
yang
dilakukan
perawat dalam mengontrol halusinasi
adalah membantu Pasien Mengenali
Halusinasi. Untuk membantu pasien
mengenali halusinasi, perawat dapat
melakukannya
cara
berdiskusi
dengan pasien tentang ini halusinasi
(apa yang didengar atau dilihat),
waktu
terjadinya
halusinasi,
frekuensi
terjadinya
halusinasi,
situasi yang menyebabkan halusinasi
muncul dan perasaan pasien saat
halusinasi muncul.
Menghardik halusinasi adalah
upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak
terhadap halusinasi yang muncul
atau
tidak
memerdulikan
halusinasinya. Kalau ini bisa
dilakukan, pasien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada namun
dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang
ada dalam halusinasinya.
Untuk mengurangi resiko
halusinasi muncul lagi adalah
dengan menyibukkan diri dengan
aktivitas yang teratur. Dengan
beraktivitas secara terjadwal, pasien
tidak akan mengalami banyak waktu
luang sendiri yang seringkali
mencetuskan halusinasi. Untuk itu
pasien yang mengalami halusinasi
bisa membantu untuk mengatasi
halusinasinya
dengan
cara
beraktivitas secara teratur dari
bangun pagi sampai tidur malam,
tujuh hari dalam seminggu. Tahapan
intervensi
sebagai
berikut
:
menjelaskan pentingnya aktivitas
yang teratur untuk mengatasi
halusinasi, mendiskusikan aktivitas
yang bisa dilakukan oleh pasien,
melatih pasien melakukan aktivitas,
menyusun jadwal aktivitas seharihari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih, upayakan pasien
mempunyai aktivitas dari bangun
pagi sampai tidur malam, tujuh hari
dalam
seminggu,
memantau
pelaksanaan
jadwal
kegiatan,
memberi
penguatan
terhadap
perilaku pasien yang positif.
Untuk mampu mengontrol
halusinasi pasien juga harus dilatih
untuk menggunakan obat secara
teratur sesuai dengan program.
Pasien gangguan jiwa yang dirawat
di rumah sakit seringkali mengalami
putus obat sehingga akibatnya pasien
mengalami
kekambuhan.
Bila
kekambuhan terjadi maka untuk
mencapai kondisi seperti semula
akan lebih sulit. Untuk itu pasien
perlu dilatih menggunakan obat
sesuai program dan berkelanjutan.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Ada hubungan yang sangat
bermakna antara penerapan asuhan
keperawatan
halusinasi
dengan
kemampuan mengontrol halusinasi
pada pasien halusinasi.
SARAN
Bagi RS. Khusus Jiwa Soeprapto
Prov. BengkuluDalam menjalankan
tugasnya sebagai perawat diharapkan
perawat meningkatkan pengetahuan
mengenai askep sehingga dapat
menjalankan tugasnya dengan baik
dan bertujuan akhir untuk memberi
pelayanan maksimal terhadap pasien.
7
DAFTAR PUSTAKA
Pitoyo.
2012. Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press
Saryono.
2011.
Konsep
dan
Penulisan Riset Keperawatan.
Yogyakarta:
Graha
Ilmu
Universitas Sumatera Utara
Sulastri. 2010. Pengaruh Penerapan
Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Halusinasi Terhadap
Kemampuan
Pasien
Mengontrol Halusinasi di
RSKD
Makasar.
Journal
Keperawatan.
Yahya.
2009.
Buku
Ajar
Keperawatan Jiwa. Cetakan I.
Jakarta: EGC
Yosep. 2009. Keperawatan Jiwa.
Cetakan I. Bandung: PT Refika
Aditama
Arif.
2006.
Skizofrnia
dan
Penanganannya. Jakarta : EGC
Arum. 2004. Perbedaan Mengontrol
Halusinasi Pada Pasien Yang
Diberikan
Asuhan
Keperawatan. Skripsi.
Carolina. 2008. Pengaruh Penerapan
Standar Asuhan Keperawatan
Halusinasi
terhadap
Kemampuan Klien Mengontrol
Halusinasi di RS Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan. Diambil
pada tanggal 28 Januari 2014,
dari
http:/www.digilib.ui.ac.id/opac
/themes/libri2/detail.jsp?id=12
6477&lokai=local
Castro. 2010 . Theory and Practise
of
Counselingand
Psychotherapy,
Terj.
E.
Koswara. Bandung: Refika
Aditama.
Hawari. 2006.Manajemen Stress,
Cemas, Depresi. Jakarta, FKUI
Kurniawan. 2012. Ilmu Keperawatan
Jiwa Darurat. Widya Medika.
Jakarta.
Ledy. 2010. Psychiatric Nursing.
Addison Wesley Publishing
Company. California
Notoatmojo.
2005.
Metode
Penelitian. Jakarta : Selemba
Praptoharsayo. 2012. Prinsip Dasar
dan
Aplikasi
Penulisan
Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP):
Untuk
7
Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi
Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
8
Download