PENERAPAN ASKEP TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI DI RS.JIWA KHUSUS SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU Nurhasanah STIKES Bhakti Husada Bengkulu Jl. Kinibalu 8 Kebun Tebeng Telp (0736) 23422 Email : [email protected] ABSTRACT Data WHO estimates that there are approximately 450 million people worldwide who experience mental illness, in Indonesia is estimated to reach 264 than 1000 inhabitants who experience mental illness. The application of appropriate nursing care hallucinations standards can help improve the ability to control hallucinations and reduce the intensity of the signs and symptoms of hallucinations. Results of a preliminary study in the RS. Specialty Mental Bengkulu Province in 2013 is known that the implementation of nursing interventions have been done but still not optimal. This study aims to determine the relationship of the application of the nursing care of the ability to control themselves clients hallucinations in Special Hospital Mental Bengkulu Province. This type of research is analytic survey with cross sectional approach. The sampling technique using "Proportional Random Sampling" as many as 72 people. The data used are primary data with questionnaires and observation instruments, secondary data from medical records. Univariate and bivariate analysis with statistikChi-Square test. Results of the study almost half of respondents (38.9%) do not apply nursing care and most of the clients hallucinations (38.9%) are not able to control themselves with ρ value = 0,037OR = 315.857 (p <0.05). Keywords: the application of nursing care, hallucinations PENDAHULUAN Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis,etik, fisis, atau kimiawi. Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang berhakikatkan penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejalagejala yang khas (Kuniawan, 2012). Salah satu gangguan jiwa psikosa fungsional yang terbanyak adalah skizofrenia. Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi Skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2% hingga 2,0 tergantung di daerah atau negara mana studi itu dilakukan. Di Indonesia sendiri, kasus pasien dengan Skizofrenia 25 23 tahun yang lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan diperkirakan dalam 25 tahun mendatang akan mencapai 3/1000 penduduk (Hawari, 2006). Data dari Schizophrenia Information & Treatment Introduction di Amerika penyakit Skizofrenia menimpa kurang lebih 1% dari jumlah penduduk.Separuh dari pasien gangguan jiwa yang dirawat di RS Jiwa adalah pasien dengan skizofrenia (Pitoyo, 2012). Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Dengan asumsi angka 1 % tersebut di atas maka jumlah penderita Skizofrenia di Indonesia pada tahun 2012 ini sekitar 2.377.600 orang. Angka yang fantastis dibanding jumlah daya tampung 32 rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia sebanyak 8.047 tempat tidur. Daya tampung tetap, pasien gangguan jiwa meningkat (Pitoyo, 2012). Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,31% dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di Rumah Sakit Jiwa adalah: penderita skizofrenia. Gejala-gejala skizofrenia mengalami penurunan fungsi/ ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terlambat produktifitasnya dengan orang lain (Arif, 2006). Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Skizofrenia. Dari seluruh pasien Skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren persepsi palsu (Praptoharsoyo, 2012). Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagipasien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tidak jarang ditemukan penderita yang melakukan tindak kekerasan karena halusinasinya (Yahya, 2009). Gangguan jiwa skizofrenia cenderung berlanjut menahun dan kronis, karena terapi obat psikofarma diberikan dalam jangka waktu relatif lama. Terapi kejiwaan pada penderita skizofrenia dapat diberikan apabila sudah mencapai tahapan dapat menilai realitas. Tindakan keperawatan untuk membantu pasien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya dengan pasien. Saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi pasien lebih lanjut. Pertama-tama pasien harus difasilitasi untuk memperoleh rasa aman dan nyaman untuk menceritakan pengalaman halusinasinya sehingga informasi tentang halusinasinya dapat komprehensif. Untuk itu perawat harus memulai memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak asuhan 2 keperawatan, memperlihatkan sikap sabar, penerimaan yang tulus dan aktif mendengar. Hindari menyalahkan atau respon tertawa saat pasien menceritakan pengalaman aneh yang menggelikan (Yosep, 2009). Berdasarkan penelitian Castro (2010), Pengaruh Pelaksanaan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi Terhadap Kemampuan Kognitif dan Psikomotor Pasien Halusinasi Dalam Mengontrol Halusinasi di Ruang Pusuk Buhit Rumah Sakit Jiwa Daerah Sumatera Utara Medan bahwa ada perbedaan cara mengontrol halusinasi antara sebelum dan sesudah dilakukan standar asuhan keperawatan halusinasi. Penelitian (Sulastri 2010), Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi Di RSKD. Dadi Makassar menyatakan penerapan asuhan keperawatan memberikan hasil yang bermakna terhadap peningkatan kemampuan pasien mengontrol halusinasi. Penelitian Arum (2004) yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Pada kelompok intervensi menunjukkan kemampuan komunikasi yang lebih baik daripada kelompok kontrol. Penelitian Ledy (2010) tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi yang menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengontrol halusinasi pasien. Penelitian Carolina (2008) tentang pengaruh penerapan standar asuhan keperawatan halusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta menunjukkan bahwa penerapan asuhan keperawatan halusinasi yang sesuai standar dapat membantu meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien mengontrol halusinasi dan menurunkan intensitas tanda dan gejala halusinasi sehingga dapat menurunkan efek lanjut dari halusinasi yang dialami. Berdasarkan data statistik medical record (rekam medik) Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu, terjadi peningkatan pasien halusinasi yang menjalani rawat inap, pada tahun 2011 jumlah keseluruhan pasien jiwa adalah sebanyak 4313 pasien dan 413 pasien yang mengalami halusinasi. Tahun 2012 jumlah pasien ganggguan jiwa 4858 pasien, yang mengalami halusinasi 667. Pada tahun 2013 jumlah pasien jiwa 4885 pasien, yang mengalami halusinasi 752 pasien. Berdasarkan register ruangan murai A dan B Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu, total pasien halusinasi ruangan A dan Bpada tahun 2011 sebanyak 337 orang. Tahun 2012, pasien gangguan halusinas diiruangan Murai A dan B sebanyak 479 orang. Pada tahun 2013, pasien gangguan halusinasi diruangan Murai A dan B sebanyak 256 orang (RSJ. Soeprapto, Bengkulu). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Khusus Jiwa Daerah Provinsi Bengkulu tahun 2013 juga diketahui bahwa 3 pelaksanaan intervensi keperawatan sudah dilakukan tetapi masih belum optimal. Hal ini ditunjukkan oleh masih adanya pasien yang belum dapat mengendalikan halusinasi dengan baik, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Asuhan Keperawatan Terhadap Kemampuan Mengontrol Diri Pada Pasien Halusinasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien penderita skizofrenia yang mengalami halusinasi yang dirawat ruang Murai A dan B Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu selama periode penelitian tahun 2013 adalah 256 orang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji statistik chi-square. HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN HASIL Metode penelitian ini adalah deskripsi yang bersifat analitik serta menggunakan rancangan cross sectional. Rancangan cross sectional adalah variabel independen dan dependen di observasi atau di ukur dalam waktu yang bersamaan. Dimana pada penelitian ini variabel independen adalah Asuhan Keperawatan dan variabel dependennya adalah kemampuan kontrol pasien halusinasi (Notoatmodjo, 2005). Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Saryono, 2011). Hasil analisis univariat didaptkan dari 72 responden terdapat sebanyak 28 responden tidak diterapkan asuhan keperawatan dan sebanyak 28 responden atau hampir sebagian (38,9%) tidak mampu mengontrol halusinasi ketika halusinasi datang kembali Analisis Bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel penelitian ini untuk mengetahui hubungan penerapan asuhan keperawatan halusinasi dengan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi di ruangan Murai A dan B RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu. Tabel 1 Penerapan Asuhan Keperawatan Terhadap Kemampuan Mengontrol Diri Pasien Halusinasi Di RS. Khusus Jiwa Bengkulu Asuhan Kemampuan Kontrol Keperawatan Total Ρ Halusinasi Halusinasi Tidak Mampu Mampu Tidak Diterapkan N 21 % 75 N 7 % 25 28 % 100 Diterapkan 7 15,9 37 84,1 44 100 Total 28 38,9 44 61,1 72 100 4 N 0,000 Hasil perhitungan statistik uji Chi-square didapatkan nilai ρ value = 0,000 (ρ value < 0,05) dapat diartikan bahwa ada hubungan antara penerapan asuhan ke keperawatan halusinasi dengan kemampuan kontrol halusinasi jawab perawat sehingga tugas pokok perawat sering terabaikan. Selain itu 72 responden terdapat responden atau sebagian besar (61,1%) diterapkan asuhan keperawatan halusinasi, diterapkannya asuhan keperawatan karena perawat ruangan memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diberikan, sebagian mereka berasumsi bahwa sebagai perawat harus bertanggung jawab dalam merawat pasien baik pasien umum maupun pasien dengan gangguan jiwa. Diketahuinya penerapan asuhan keperawatan berdasarkan hasil observasi dan kuesioner yang peneliti lakukan. Peneliti melihat kegiatan atau tindakan yang telah diberikan oleh perawat kepada pasien halusinasi. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengontrol halusinasi adalah kegiatan terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok yang diberikan pada pasien halusinasi adalah, cara mengenali jenis halusinasi, menghardik, dan bersosialisasi sehingga responden tidak menyendiri yang dapat menimbulkan halusinasi. Asuhan keperawatan merupakan suatu tindakan kegiatan atau proses dalam praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien (pasien), sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Kinerja perawat dapat diukur dari diterapkan atau tidaknya asuhan keperawatan kepada pasien. Penerapan asuhan keperawatan harus dilakukan secara tepat dan benar yang didukung oleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang mengacu pada PEMBAHASAN Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 72 responden terdapat sebanyak 28 responden tidak diterapkan asuhan keperawatan halusinasi. Tidak diterapkannya asuhan keperawatan disebabkan karena kurangnya motivasi dari perawat ruangan dalam menerapkan Asuhan Keperawatan Kurangnya motivasi disebabkan karena beberapa hal yaitu kurangnya penghargaan dari atasan. Selain motivasi faktor lain yang mempengaruhi tidak diterapkannya asuhan keperawatan karena kurangnya pengetahuan perawat, beban kerja yang menumpuk dan pemberian tugas yang tidak seimbang. Selain itu 28 responden yang tidak diterapkan asuhan keperawatan halusinasi, sebagian besar lagi (61,1%) atau 44 responden diterapkan asuhan keperawatan halusinasi. Tidak diterapkan asuhan keperawatan halusinasi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan pengamatan peneliti, penyebab tidak diterapkannya asuhan keperawatan halusinasi adalah kurangnya pengetahuan beberapa perawat mengenai askep halusinasi, perawat banyak melakukan pekerjaan yang diluar tanggung 5 standar asuhan keperawatan. Penerapan asuhan keperawatan merupakan salah satu tanggung jawab seorang perawat atas tindakan dan mutu pelayanan perawat dalam proses penyembuhan pasiennya. Dari hasil penelitian ini, kita peroleh bahwasanya seperti halnya asuhan keperawatan lainnya asuhan keperawatan halusinasi terdiri dari beberapa tahapan dan setiap tahapan tersebut harus dilakukan secara utuh agar pasien dapat sembuh dan memiliki kemampuan dalam mengontrol halusinasi bila datang kembali. Dan kemampuan melakukan setiap tahapan asuhan keperawatan dengan benar dipengaruhi oleh kemampuan dan tingkat pengetahuan perawat. Hasil perhitungan statistik uji Chi-square didapatkan nilai ρ value = 0,000 (ρ value < 0,05) dapat diartikan bahwa ada hubungan antara penerapan asuhan keperawatan halusinasi dengan kemampuan kontrol halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Praptoharsoyo, 2012). Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagipasien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tidak jarang ditemukan penderita yang melakukan tindak kekerasan karena halusinasinya (Yahya, 2009). Oleh karena itu penderita halusinasi perlu mendapatkan perawatan halusinasi sehingga penderita memiliki kemampuan untuk mengontrol halusinasi jika datang menyerang. Dengan diterapkannya asuhan keperawatan halusinasi, kemampuan pasien untuk mengenal halusinasi dan mengenal cara mengontrol halusinasi dapat dipahami oleh pasien. Kemampuan mengontrol halusinasi diawali dengan pengenalan terhadap halusinasi yang dialami dan kemampuan menyebutkan cara mengontrol halusinasi. Dari hasil pengamatan peneliti, kemampuan mengontrol diri terhadap halusinasi pada pasien yang tidak diterapkan asuhan keperawatan dipengaruhi oleh tingkat keparahan halusinasi yang diderita pasien dan karakteristik pasien itu sendiri, dimana pasien memiliki keinginan kuat untuk sembuh dan mendapat dukungan moral dari keluarga. Sedangkan ketidakmampuan mengontrol diri terhadap halusinasi pada pasien yang diterapkan asuhan keperawatan dengan baik dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah tingkat keparahan dan frekuensi masuk rumah sakit dimana seperti yang diketahui halusinasi menyebabkan gangguan kekacauan proses pikir sehingga pasien akan mengalami kesulitan untuk mengingat sesuatu yang dipelajarinya atau gangguan perhatian saat sedang berinteraksi atau melakukan sesuatu. Terapi obat dalam jangka waktu lama juga mempengaruhi ke mampuan kontrol halusinasi pada pasien halusinasi meskipun telah diterapkan asuhan keperawatan. Hal ini senada dengan pendapat Yosep (2009) yang menyatakan bahwa gangguan jiwa skizofrenia atau halusinasi cenderung berlanjut menahun dan kronis, karena terapi obat psikofarma diberikan dalam jangka waktu relatif lama. 6 Tindakan yang dilakukan perawat dalam mengontrol halusinasi adalah membantu Pasien Mengenali Halusinasi. Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat melakukannya cara berdiskusi dengan pasien tentang ini halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul. Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memerdulikan halusinasinya. Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa membantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. Tahapan intervensi sebagai berikut : menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi, mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien, melatih pasien melakukan aktivitas, menyusun jadwal aktivitas seharihari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih, upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu, memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan terhadap perilaku pasien yang positif. Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Ada hubungan yang sangat bermakna antara penerapan asuhan keperawatan halusinasi dengan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi. SARAN Bagi RS. Khusus Jiwa Soeprapto Prov. BengkuluDalam menjalankan tugasnya sebagai perawat diharapkan perawat meningkatkan pengetahuan mengenai askep sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan bertujuan akhir untuk memberi pelayanan maksimal terhadap pasien. 7 DAFTAR PUSTAKA Pitoyo. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press Saryono. 2011. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Universitas Sumatera Utara Sulastri. 2010. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di RSKD Makasar. Journal Keperawatan. Yahya. 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Cetakan I. Jakarta: EGC Yosep. 2009. Keperawatan Jiwa. Cetakan I. Bandung: PT Refika Aditama Arif. 2006. Skizofrnia dan Penanganannya. Jakarta : EGC Arum. 2004. Perbedaan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Yang Diberikan Asuhan Keperawatan. Skripsi. Carolina. 2008. Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan. Diambil pada tanggal 28 Januari 2014, dari http:/www.digilib.ui.ac.id/opac /themes/libri2/detail.jsp?id=12 6477&lokai=local Castro. 2010 . Theory and Practise of Counselingand Psychotherapy, Terj. E. Koswara. Bandung: Refika Aditama. Hawari. 2006.Manajemen Stress, Cemas, Depresi. Jakarta, FKUI Kurniawan. 2012. Ilmu Keperawatan Jiwa Darurat. Widya Medika. Jakarta. Ledy. 2010. Psychiatric Nursing. Addison Wesley Publishing Company. California Notoatmojo. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Selemba Praptoharsayo. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP): Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika 8