BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Keinginan Berprestasi 2.1.1

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Keinginan Berprestasi
2.1.1 Pengertian Keinginan Berprestasi
Schultz (2005) mendefinisikan keinginan berprestasi sebagai suatu dorongan
atau kebutuhan dalam diri individu untuk meraih hasil atau prestasi tertentu. Pengertian
ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Robbins (2002) yang menyatakan
bahwa kebutuhan berprestasi adalah dorongan dalam diri individu untuk mencapai
keberhasilan dalam mengerjakan tugas-tugas yang penuh tantangan, dengan suatu ukuran
keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standar tertentu.
Selanjutnya Kerlinger (2000) menambahkan bahwa dorongan untuk beprestasi ini
tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada standar keunggulan (standard
of
excellence), bertanggung jawab, dan terbuka terhadap umpan balik guna memperbaiki
prestasi.
Beberapa pengertian diatas dapat memberi pemahaman bahwa keinginan
berprestasi dalam kaitannya dengan dunia kerja adalah dorongan dalam diri individu
untuk melakukan pekerjaannya dengan sebaik mungkin dan mencapai prestasi kerja yang
lebih baik dari orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Ciri-Ciri Orang Yang Terdorong Untuk Berprestasi
Robbins (2002), menjelaskan ada tiga ciri orang yang mempunyai dorongan
berprestasi yang tinggi, yaitu:
a. Bertanggung jawab
Individu lebih menyukai situasi yang memungkinkannya bertanggung jawab
secara pribadi atas tindakan yang diambil dalam rangka mencapai tujuan. Ditunjukkan
dengan memilih tantangan yang memiliki resiko sedang sehingga individu benar-benar
akan melaksanakan suatu tugas tanpa beban, karena ia memilih resiko yang sebanding
dengan kemampuannya. Individu juga lebih percaya pada kemampuannya dan biasanya
tidak suka terlibat pada situasi-situasi yang menentukan apa yang harus dilakukannya.
b. Memerlukan dan menyukai adanya umpan balik (feedback)
Lebih menyukai umpan balik tentang bagaimana tindakannya, dan sangat
responsif terhadap umpan balik yang nyata. Individu yang mempunyai keinginan tinggi
sangat mengharapkan adanya umpan balik mengenai bagaimana mereka bekerja (bukan
affiliatif feedback atau umpan balik yang berkaitan dengan hubungan atau relasi dalam
pekerjaan), sebagai upaya untuk memacu prestasinya. Individu melihat imbalan hanya
sebagai simbol keberhasilannya, bukan sebagai patokan yang menentukan tujuan
akhirnya.
c. Inovatif dan berinisiatif
Individu dengan keinginan berprestasi tinggi melakukan pekerjaannya dengan
suatu dorongan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dari sebelumnya. Melakukan
sesuatu dengan lebih baik identik dengan usaha melakukan hal tersebut dengan cara yang
berbeda dari sebelumnya. Individu yang memiliki keinginan tinggi akan terus bergerak
Universitas Sumatera Utara
untuk mencapai hal baru dan tidak terlalu banyak istirahat serta menghindari rutinitas
(Mc Cleland, 2002). Berinisiatif meneliti lingkungannya, banyak melakukan perjalanan,
mencoba hal-hal yang baru atau lebih bersifat inovatif.
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keinginan Berprestasi
Robbins (2002), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan
berprestasi adalah sebagai berikut:
a. Faktor internal
Yaitu keinginan dalam diri individu untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik
demi mencapai kepuasan internal. Individu dengan keinginan berprestasi tinggi sangat
besar dipengaruhi oleh keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik. Individu
dengan keinginan berprestasi tinggi melakukannya untuk kepentingan individu itu
sendiri, yang dalam hal ini adalah untuk memperoleh kepuasan internal karena telah
melakukan sesuatu atau pekerjaannya dengan lebih baik. Robbins (dalam Schultz, 2000)
menyatakan bahwa jenis kelamin juga merupakan faktor internal yang dapat
mempengaruhi keinginan berprestasi seseorang. Walaupun dalam perkembangan
selanjutnya terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli mengenai hal ini. Dessler
(2004)menyatakan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan
keinginan berprestasi, yang berbeda hanya tingkah laku berprestasi dan cara untuk meraih
prestasi yang ditunjukkan. Schultz (2000) juga menambahkan bahwa usia seseorang juga
merupakan faktor internal yang mempengaruhi keinginan berprestasi seseorang.
Keinginan berprestasi tertinggi dijumpai pada usia 20-30 tahun dan mengalami
penurunan setelah usia dewasa madia.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor eksternal
(1). Tingkat kesulitan dan resiko tugas yang menengah
Individu dengan keinginan berprestasi tinggi menganggap tugas dengan tingkat kesulitan
dan resiko yang terlalu mudah atau terlalu sulit tidak akan memberi pengaruh pada
keinginan individu tersebut untuk berprestasi. Tugas yang terlalu mudah tidak dapat
menunjukkan seberapa baik usaha yang telah dilakukan individu tersebut, karena setiap
orang pasti bisa mengerjakan tugas yang mudah tersebut. Demikian pula halnya dengan
tugas yang terlalu sulit, individu dengan keinginan berprestasi tinggi tetap tidak dapat
melihat sebaik apa usaha yang telah dilakukan karena telah gagal dalam mengerjakan
tugas yang terlalu sulit. Berbeda dengan tugas dengan tingkat kesulitan dan resiko yang
menengah. Tipe tugas ini dapat secara diagnostik menunjukkan bagaimana usaha individu
dengan keinginan berprestasi tinggi dalam melakukan tugas tersebut.
(2). Ekstrinsik Incentives
Merupakan hal-hal diluar diri individu yang dapat memberikan kepuasan pada diri
individu dalam melakukan sesuatu, misal: reward, feedback, sistem manajemen
perusahaan, dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan penjelasan yang dikemukakan oleh
Dessler (2004) yang menyatakan bahwa keinginan berprestasi dapat dipengaruhi oleh
adanya kesempatan pengambangan karir dan penyesuaian kompensasi.
Teori Keinginan Berprestasi mengemukakan bahwa, manusia pada hakikatnya
mempunyai kemampuan untuk berprestasi diatas kemampuan orang lain. Teori ini
memiliki sebuah pandangan (asumsi) bahwa kebutuhan untuk breprestasi itu adalah suatu
yang berbeda dan dapat dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan yang lainnya.
2.1.4 Latar Belakang Keinginan Berprestasi
Universitas Sumatera Utara
Ada tiga jenis kebutuhan manusia menurut Robbins, yaitu kebutuhan untuk
berprestasi, kebutuhan untuk kekuasaan, dan kebutuhan untuk berafiliasi.
1. Kebutuhan akan Prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi
sehubungan dengan seperangkat standar bergulat untuk sukses.
Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan
dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi
antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan
umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab
pemecahan masalah.
n-ACH adalah keinginan untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha
mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi
menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari
lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
2. Kebutuhan akan Kekuasaan (n-POW)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku
demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan
akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Robbins menyatakan bahwa kebutuhan
akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi
kepemimpinan.
Universitas Sumatera Utara
n-pow adalah keinginan terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki keinginan untuk
berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan
memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga keinginan untuk peningkatan status dan
prestise pribadi.
3. Kebutuhan untuk Berafiliasi atau Bersahabat (n-AFI)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang
ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang
erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang
mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang
memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
Robbins mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik
tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola
organisasi. Karakteristik dan sikap keinginan prestasi ala Robbins antara lain :
1. Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
2. Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih
besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
3. Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan
balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).
Terdapat beberapa karakteristik dari orang yang menurut Robbins sebagai berprestasi
tinggi, antara lain;
1.
Suka mengambil resiko yang moderat (moderate risk). Pada umumnya, nampak
pada permukaan usaha, bahwa orang berprestasi tinggi mempunyai resiko yang
besar. Tetapi penemuan Robbins, sebagai ilustrasi, Robbins melakukan
Universitas Sumatera Utara
percobaan laboratorium, beberapa partisipan diminta olehnya melempar
lingkaran-lingkaran kawat pada pasak-pasak yang telah dipasang, pada umumnya
orang-orang tersebut melempar secara acak. Kadang-kadang agak jauh, kadangkadang dekat dengan pasak. Orang-orang uang mempunyai kebutuhan untuk
berprestasi lebih tinggi cara melemparnya, akan jauh berbeda dengan kebanyakan
orang tersebut. Orang ini akan lebih berhati-hati mengukur jarak. Dia tidak akan
terlalu dekat agar semua kawat bisa masuk ke pasak dengan mudah, dan juga
tidak terlalu jauh sehingga kemungkinan meleset itu besar sekali. Dia ukur jarat
sedemikian rupa, sehingga kemungkinan masuknya kawat, lebih banyak
kemungkinan masuknya, dibandingkan dengan melesetnya. Orang semacam ini
mau berprestasi dengan suatu resiko yang moderat, tidak terlalu besar resikonya,
dan juga tidak terlampau rendah.
2.
Memerlukan umpan balik yang segera. Ciri ini amat dekat dengan karakteristik di
atas. Seseorang yang mempunyai kebutuhan prestasi tinggi, pada umumnya lebih
mengenangi akan semua informasi akan hasil-hasil yang dikerjakannya.
Informasi yang merupakan umpan balik yang bisa memperbaiki prestasinya
dikemudian hari sangat dibutuhkan oleh orang tersebut. Informasi itu akan
memberikan kepadanya penjelasan bagaimana ia berusaha memperoleh hasil.
Sehingga ia tahu kekurangannya, yang nantinya bisa diperbaiki untuk
peningkatan prestasi berikutnya.
3.
Memperhitungkan keberhasilan. Seseorang yang berprestasi tinggi, pada uumnya
hanya memperhitungkan keberhasilan prestasinya saja dan tidak memperdulikan
penghargaan-penghargan materi. Ia lebih tertarik pada materi intrinsik dari tugas
yang dibebankan kepadanya sehingga menimbulkan prestasi dan sama sekali
tidak mengharapkan hadiah-hadiah materi dan penghargaan lainnya atas
Universitas Sumatera Utara
prestasinya tersebut. Kalau dalam berprestasi kemudian mendapatkan pujian,
penghargaan dan hadiah-hadiah yang melimpah, hal tersebut bukanlah karena ia
mengharapkan tetapi karena orang lain atau lingkungannya yang akan
menghargainya.
4.
Menyatu dengan tugas. Sekali orang yang berprestasi tinggi memilih suatu tujuan
untuk dicapai, maka ia cenderung untuk menyatu dengan tugas pekerjaannya
sampai ia benar-benar berhasil secara gemilang. Hal ini berarti bahwa ia bertekad
akan mencapai tujuan yang telah dipilihnya dengan ketekatan hati yang bulat. Dia
tidak bisa meninggalkan tugas yang selesai baru separuh perjalanan, dan dia tidak
akan puas sebelum pekerjaan itu selesai seluruhnya. Tipe komitmen pada
dedikasi ini memancar dari kepribadian yang teguh. Orang lain merasakan bahwa
orang berprestasi tinggi seringkali tidak bersahabat (loner). Dia cenderung
realistik mengenai kemampuannya dan tidak menyenangi orang lain bersamasama dalam satu jalan dalam pencapaian suatu tujuan.
2.2 Kompetensi Kerja
2.2.1 Pengertian Kompetensi Kerja
Dessler (2009: 713) dalam Robbins, menyatakan bahwa kompetensi kerja
adalah mengacu pada pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan
kepribadian (attitude) individu yang secara langsung mempengaruhi kinerja
mereka.
Sedarmayanti (2009) mengemukakan bahwa
kompetensi kerja
adalah
kemampuan yang dimiliki seorang karyawan dalam melakukan tindakan yang
berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab agar dapat mencapai tujuan
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian yang diuraikan disimpulkan kompetensi kerja mengacu
kepada atribut dan karakteristik seseorang yang akan membuatnya berhasil dalam
pekerjaannya.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompetensi Karyawan
Dessler (2009: 715) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kompetensi karyawan adalah:
1. Pengetahuan akan bisnis
Sumber daya manusia menambah nilai bagi organisasi jika mereka
memahami bagaimana bisnis berjalan. Karena dengan pemahaman tersebut
memungkinkan mereka untuk mengadaptasi aktifitas sumber daya manusia
dan organisasi untuk mengubah kondisi bisnis. Dengan mengetahui
kemampuan finansial, strategis, teknologi dan organisasi maka anda dapat
menjalankan peran dalam diskusi strategis.
Sumber daya manusia yang
mengusai hubungan industrial akan sangat kompeten.
2. Manajemen perubahan
Kompetensi ini meningkatkan peran sumber daya manusia
sebagai
partner bisnis. Tantangan yang sering dihadapi adalah mereka harus fokus
kepada respons organisasi mengenai strategis baru. Sumber daya manusia
merupakan posisi yang paling tepat untuk menggerakkan perubahan tersebut.
Kemampuan yang harus dimiliki sumber daya manusia untuk melaksanakan
perubahan tersebut adalah kemampuan mendiagnosis masalah, membangun
hubungan klien, mengartikulasi visi, kepemimpinan, pemecahan masalah dan
menetapkan sasaran. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan (akan proses
Universitas Sumatera Utara
perubaahan), skill (sebagai agen perubahan) dan ability (melaksanakan
perubahan).
3. Menguasai praktik sumber daya manusia
Seperti karyawan lainnya, sumber daya manusia haruslah mahir dalam
bidangnya. Mereka harus memahami teori ilmu sumber daya manusia dan
harus dapat menggunakan teori tersebut dalam praktiknya.
4. Manajemen budaya
Perusahaan yang memiliki budaya yang kuat cenderung mencapai kinerja
yang lebih tinggi. Pada akhirnya perilaku karyawan yang dihasilkan dari
sistem-sistem di dalam perusahaan tersebut yang kemudian menjadi budaya
perusahaan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa strategi sumber daya manusia
yang berkinerja tinggi merupakan indikator utama budaya kerja. Atasan perlu
memahami bahwa mereka adalah “orang-orang yang harus mempertahankan
budaya perusahaan”.
5. Kredibilitas personal
Kredibilitas sumber daya manusia terdiri dari tiga dimensi. Dimensi
pertama yaitu sumber daya manusia harus menghidupkan nilai (value)
perusahaan.
Nilai organisasi yang harus diperhatikan oleh sumber daya
manusia adalah terbuka, jujur, kemampuan untuk menjadi team player, mampu
menghormati karyawan lain, dan menanamkan kinerja tinggi antar sesama
karyawan. Dimensi kedua yaitu sumber daya manusia membangun kredibilitas
mereka saat adanya hubungan saling percaya dengan koleganya. Hubungan
saling percaya muncul saat sumber daya manusia berperan sebagai partner
Universitas Sumatera Utara
dalam tim manajemen dan dapat bekerja sama dan mempengaruhi manajemen
tanpa perlu otoritas. Dimensi ketiga yaitu sumber daya manusia akan mendapat
respek dari kolega saat mereka bertindak “dengan sikap yang seharusnya (with
an attitude)”.
Yang dimaksud dengan “with an attitude” disini adalah sumber daya manusia
harus memahami bagaimana bisnis dapat berjalan, memberikan pendapat
dengan bukti-bukti, memberikan solusi yang inovatif.
2.2.3
Pentingnya Kompetensi Kerja
Dessler
(2009: 715) menyatakan pentingnya kompetensi karyawan
sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui cara berpikir sebab-akibat yang kritis
Hubungan strategis antara sumber daya manusia dan kinerja perusahaan
adalah peta strategis yang menjelaskan proses implementasi strategis
perusahaan. Dan ingatlah bahwa peta strategis ini merupakan kumpulan
hipotesis
mengenai hal apa yang menciptakan nilai (value) dalam
perusahaan.
b.
Memahami prinsip pengukuran yang baik
Pondasi dasar kompetansi manajemen manapun sangat bergantung pada
pengukuran yang baik. Khususnya, pengukuran harus menjelaskan dengan
benar konstruksi tersebut.
c. Memastikan hubungan sebab-akibat (causal)
Universitas Sumatera Utara
Berpikir secara kausal dan memahami prinsip pengukuran membantu
dalam memperkirakan hubungan kausal antara sumber daya manusia dan
kinerja perusahaan. Dalam praktiknya, estimasi tersebut dapat berkisar dari
asumsi judgemental hingga kuantitatif. Tugas yang paling penting adalah
untuk merealisasikan bahwa estimasi tersebut adalah mungkin dan
mengkalkulasikannya sebagai suatu kesempatan yang muncul.
d.
Mengkomunikasikan hasil kerja strategis sumber daya manusia pada atasan
Untuk mengatur kinerja strategis sumber daya manusia, harus mampu
mengkomunikasikan pemahaman mengenai dampak strategis sumber daya
manusia pada atasan.
Khususnya, perlu memahami bahwa mereka akan
memberikan pertanyaan dan bagaimana hasil sistem pengukuran sumber daya
manusia akan menilai jawaban bagi pertanyaan mereka.
2.2.4 Peran Kompetensi pada Organisasi
Menurut Serdamayanti, (2009) menyatakan konsep dasar kompetensi
berawal dari konsep individu yang berindividu agar dapat bekerja dengan prestasi
yang luar biasa. Individu merupakan komponen utama yang menjadi pelaku
dalam organisasi. Oleh karena itu, kemampuan organisasi tergantung dari
kemampuan individu-individu yang bekerja dalam organisasi, tujuan untuk
mengindentifikasi,
memperoleh
dan
mengembangkan
kemampuan.
Perusahaan dapat berprestasi unggul apabila orang-orang yang bekerja
dalam perusahaan dapat memberikan kontribusi optimal kepada perusahaan sesuai
dengan tugas dan kemampuannya. Atau dalam kata lain, orang-orang tersebut
mampu bekerja dengan prestasi yang terbaik artinya mampu berprestasi pada saat
Universitas Sumatera Utara
ini dan pada masa yang akan datang, baik pada situasi yang stabil maupun pada
situasi yang berubah-ubah, tanpa mengganggu pekerjaan orang lain.
Dengan demikian, ukuran prestasi organisasi mencakup dimensi waktu,
situasi dan kontribusi serta dampaknya pada pekerjaan orang lain atau perusahaan.
Kompetensi yang tepat merupakan faktor yang menentukan keunggulan prestasi,
dapat dimiliki oleh organisasi apabila organisasi tersebut memiliki fondasi yang
kuat, yang tercermin pada seluruh proses yang terjadi didalamnya.
Kompetensi yang kuat, solid serta sesuai dengan bisnis perusahaan akan
mampu meningkatkan keunggulan kompetitif (competitive advantage) perusahaan
serta menciptakan daya kreasi, inovasi dan adaptasi perusahaan terhadap
lingkungan. Tentunya hal ini harus didukung oleh pemilikan kompetensi individu
yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan individu tersebut sehingga dapat
berinteraksi dalam situasi lingkungan yang sering berubah tersebut.
Menurut Sunarto (2005 : 65) menyatakan bahwa Kompetensi lebih
berkaitan dengan efek, bukan
pada upaya. Lebih berkaitan dengan output
daripada input. Beberapa orang mengadopsi suatu model yang disebut sebagai
model output yang didasarkan konsep bahwa suatu kompeten dapat lebih berarti
jika bisa diterapkan secara efektif. Yang
penting bukan kepemilikan suatu
kompetensi atau kompeten, tetapi efek penggunaan kompetensi tersebut untuk
mencapai tujuan yang baik.
Konsep kompeten lebih berarti ketika digunakan dalam praktik daripada
kompetensi, karena hal tersebut mengenai apa yang harus dilakukan oleh
karyawan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Artinya kita tidak perlu tahu
Universitas Sumatera Utara
bagaimana mereka melakukan atau tidak akan menghasilkan kinerja yang
diharapkan melainkan cenderung untuk menghasilkan sederetan karakteristik
kepribadian seperti: kompetensi persuasif, keasertifan dan keinginan berprestasi.
2.2.5
Metode Penilaian Kompetensi
Judisseno (2008:56) mengatakan bahwa secara umum setiap perusahaan
perlu memiliki metode penilaian kompetensi yang terdiri dari lima metode
penilaian kompetensi, yaitu :
a.
Behavioural Event Interview (BEI)
Tujuan utama diselenggarakannya behavior event interview adalah
mengetahui keunggulan utama yang dimiliki seseorang. Jika sebagai instrument
psychometric untuk menilai kompetensi individual. Hal ini dilakukan dengan cara
mewawancarai,
menanyakan
dan
meminta
kesediaan
seseorang
untuk
menceritakan secara detail bagaimana cara dia menghadapi situasi yang kritis
dalam pekerjaan maupun hidupnya. Dengan cara ini hasilnya dapat dibandingkan
dengan individu lainnya berdasarkan ranking penilaian, sehingga pada akhirnya
dapat menemukan orang yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. Orang tersebut dapat dinyatakan sebagai orang
yang mempunyai karakter sebagai superior performers.
b. Test
Ada dua model tes yang dapat digunakan dan hasilnya dapat saling
melengkapi, yaitu: operant test dan respondent test. Model operant test
menghendaki para peserta tes melakukan suatu perbuatan. Sedangkan model
Universitas Sumatera Utara
respondent test menghendaki para peserta tes menjawab berdasarkan pilihan yang
sudah tersedia.
c. Assessment centre
Fungsi assessment centre adalah menyediakan model simulasi kerja yang
sebenarnya agar setiap orang yang dinilai dapat diketahui model perilakunya.
d. Biodata
Fungsi utamanya untuk mengetahui riwayat hidup seseorang, baik latar belakang
pendidikan, keluarga, pengalaman kerja, hobi dan lain sebagainya.
d. Rating
Fungsi utamanya untuk mengetahui kompetensi seseorang melalui orang lain
disekitarnya atau biasa disebut 360 degree rating. Misalnya observasinya terhadap
”X” oleh atasannya, bawahannya, teman kerja, pelanggan, para pakar, dan bahkan
anggota keluarganya.
2.3 Efektifitas Kerja
2.3.1 Pengertian Efektifitas Kerja
Efektifitas kerja terdiri dari dua kata yaitu efektifitas dan kerja. Menurut Richard
M. Steers (2005 : 1), efektifitas yang berasal dari kata efektif, yaitu suatu pekerjaan
dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan satu unit keluaran (output).
Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada
waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Efektifitas menurut Bedjo Siswanto (2003:62) berarti menjalankan pekerjaan
yang benar. Menurut Sutarto (2005:95) Efektifitas kerja adalah suatu keadaan dimana
aktifitas jasmaniah dan rohaniah yang dilakukan oleh manusia dapat mencapai hasil
Universitas Sumatera Utara
akibat sesuai yang dikehendaki. Efektifitas kerja merupakan suatu ukuran tentang
pencapaian suatu tugas atau tujuan (Shermerhorn, 2005:5)
Menurut Handoko (2002:7), Efektifitas merupakan kemampuan untuk memilih
tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan.
Menurut Siagian (2002:152) efektifitas kerja berarti penyelesaian pekerjaan tepat pada
waktunya seperti yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Devung efektifitas
adalah tingkat kemampuan untuk mencapai tujuan dengan tepat dan baik Steers
(2005:25).
2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Kerja
Ada empat faktor yang mempengaruhi efektifitas kerja, seperti yang
dikemukakan oleh Richard M. Steers (2005:9), yaitu:
1. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi yang dapat
mempengaruhi segi-segi tertentu dari efektifitas dengan berbagai cara. Yang dimaksud
struktur adalah hubungan yang relatif tepat sifatnya, seperti dijumpai dalam organisasi,
sehubungan dengan susunan sumber daya manusia struktur meliputi bagaimana cara
organisasi menyusun orang-orangnya dalam menyelesaikan pekerjaan, sedangkan yang
dimaksud teknologi adalah mekanisme suatu organisasi umtuk mengubah masukan
mentah menjadi keluaran.
2. Karakteristik Lingkungan
Lingkungan luar dan lingkungan dalam juga telah dinyatakan berpengaruh atas
efektifitas, keberhasilan hubungan organisasi lingkungan tampaknya amat tergantung
pada tingkat variabel kunci yaitu tingkat keterdugaan keadaan lingkungan, ketepatan
Universitas Sumatera Utara
persepsi atas keadaan lingkungan,tingkat rasionalisme organisasi. Ketiga faktor ini
mempengaruhi ketepatan tanggapan organisasi terhadap perubahan lingkungan.
3. Karakteristik Pekerja
Pada kenyataannya para anggota organisasi merupakan faktor pengaruh yang
paling penting karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memperlancar
atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Pekerja merupakan sumber daya yang
langsung berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam
organisasi, oleh sebab itu perilaku pekerja sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
organisasi.
Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi yang akan berpengaruh
besar terhadap efektifitas, karena walaupun tehnologi yang digunakan merupakan
tehnologi yang canggih dan didukung oleh adanya struktur yang baik, namun tanpa
adanya pekerja maka semua itu tidak ada gunanya.
4. Karakteristik Kebijaksanaan dan Praktek Manajemen
Dengan makin rumitnya proses teknologi dan berkembangannya lingkungan
maka peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses demi keberhasilan
organisasi semakin sulit.
2.3.3 Alat Ukur Efektifitas Kerja :
Menurut Richard dan M. Steers (2005:192) alat ukur efektifitas kerja meliputi
unsur kemampuan menyesuaikan diri / prestasi kerja dan kepuasan kerja :
1. Kemampuan menyesuaikan diri
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan
keterbatasannya
itu
manusia
terbatas
menyebabkan
dalam
manusia
sagala
tidak
hal,
dapat
sehingga
mencapai
dengan
pemenuhan
kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai pendapat Ricard
M. Steers yang menyatakan bahwa kunci keberhasilan organisasi adalah kerjasama dalam
pencapaian tujuan. Setiap organisasi yang masuk dalam organisasi dituntut untuk dapat
menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja didalamnya maupun dengan pekerjaan
dalam organisasi tersebut. Jika kemampuan menyesuaikan diri tersebut dapat berjalan
maka tujuan organisasi dapat tercapai.
2. Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, kesungguhan dan waktu (Hasibuan, 2003:94). Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan
bahwa dengan kecakapan, pengalaman, kesungguhan waktu yang dimiliki oleh pegawai
maka tugas yang diberikan dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya.
3. Kepuasan kerja.
Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya
dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang
setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat mereka
berada.
Efektifitas kerja karyawan merupakan awal mula dari keberhasilan organisasi
karena efektifitas individu akan mengahasilkan efektifitas tingkat kelompok, efektifitas
Universitas Sumatera Utara
kelompok ini bergerak dalam suatu organisasi yang mempunyai suatu tujuan bersama
atau bisa dikatakan tingkat efektifitas organisasi.
Adapun syarat-syarat eksplisit mengenai efektifitas kerja menurut Richard M.Steers
(2005:135) adalah :
a.
Setiap organisasi harus mampu membina dan mempertahankan suatu jumlah
pekerja terampil
b.
Organisasi harus mampu memiliki prestasi, peranan yang dapat diandalkan dari
pada karyawannya.
c.
Organisasi yang efektif juga menuntut agar para karyawannya mengusahakan
bentuk tingkah laku yang spontan dan inisiatif.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa untuk mencapai sasaran organisasi secara efektif
diperlukan pula penanganan pekerjaan yang efektif. Prinsip kerja efektif tersebut menurut
Saigian (2002):
a.
Rencana
Merencanakan sesuatu dengan tepat, berarti anda harus menyelesaikan
1.
Pekerjaan apakah yang diselesaikan?
2.
Bagaimanakah melaksanakannya?
3.
Kapankah anda selesaikan?
4.
Dimana anda selesaikan?
Universitas Sumatera Utara
5.
Berapakah kecepatan melaksanakannya?
b.
Jadwal
Pekerjaan haruslah anda jadwalkan. Suatu jadwal yang efektif haruslah
1.
Pasti
2.
Selaras dengan jadwal-jadwal lainnya
3.
Sulit tercapai namun mungkin tercapai
4.
Anda pegang dan teguh
c.
Pelaksanaan
Kemudian rencana itu anda selesaikan dengan
1.
Terampil
2.
Teliti
3.
Cepat
4.
Tanpa usaha yang tidak perlu
5.
Tanpa penundaan yang tidak perlu
Universitas Sumatera Utara
d.
Pengukuran
Pekerjaan yang anda laksanakan haruslah diukur
1.
Berdasarkan potensi anda
2.
Berdasarkan laporan anda yang telah lalu
3.
Berdasarkan laporan orang lain yang telah lalu
4.
Berdasarkan kuantitas
5.
Berdasarkan kualitas
e.
Kontraprestasi
Andai kata tugas anda selesai dengan efektif anda selayaknya mendapat balas jasa
berupa:
1.
Syarat kerja yang baik
2.
Kesehatan yang baik
3.
Kebahagiaan
4.
Pengembangan diri
5.
Uang
Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan faktor yang berpengaruh
dalam efektifitas kerja suatu organisasi adalah faktor manusia sebagai para pekerjanya.
Universitas Sumatera Utara
Keterkaitan manusia pada organisasi yang dibentuknya tidak lain untuk memberi tatanan
fasilitas internal dan iklim organisasi untuk mendapat mencapai sasaran yang
dikehendaki. Bila masing-masing individu dalam organisasi memiliki komitmen yang
tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan maka kondisi ini akan membantu peningkatan
efektifitas yang pada akhirnya memberikan kontribusi kepada pencapaian efektifitas
kelompok dan efektifitas organisasi secara keseluruhan.
2.3.4 Kriteria-kriteria Efektifitas Kerja
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa pembahasan
efektifitas kerja tidak terlepas dari aktifitas-aktifitas karyawan secara individu maupun
kelompok dalam melaksanakan tugas dengan berbagai kemampuan serta tingkat
keberhasilan yang dicapai.
Dengan demikian maka untuk mencapai tingkat efektifitas kerja yang tinggi,
tentunya harus memperhatikan kriteria-kriteria efektifitas kerja baik yang berasal dari
para karyawan itu sendiri dengan berbagai kemampuan dan kelemahannya maupun dari
lingkungan mereka bekerja baik dengan teman sejawat ataupun dengan pimpinannya.
Richard M.Steers (2005:206) mengemukakan lima kriteria yang harus
diperhatikan dalam pencapaian efektifitas kerja karyawan yaitu, “Efektifitas kerja dalam
suatu organisasi memiliki beberapa kriteria yang harus diperhatikan yaitu kemampuan
menyesuaikan diri, Produktifitas, Kepuasan kerja, Kemampuan berlaba, Pencarian
sumber daya”.
Agar dapat lebih dipahami, penulis akan kemukakan aspek-aspek pengukuran
efektifitas kerja secara terperinci.
Universitas Sumatera Utara
Faktor pertama yaitu kemampuan menyesuaikan diri yaitu suatu kemampuan dan
kesanggupan yang dimiliki oleh setiap karyawan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan, yang meliputi:
a.
Hubungan sesama karyawan termasuk sikap terhadap pimpinan.
b.
Kemampuan untuk menerima dan memahami pekerjaan yang dilimpahkan dengan
cepat.
c.
Kemampuan untuk mempergunakan mesin-mesin atau teknologi yang digunakan
dalam lingkungan organisasi
Kemampuan untuk menyesuaikan diri yang dimiliki setiap karyawan ini dapat
menentukan tingkat pencapaian efektifitas kerja
Faktor kedua yang harus diperhatikan adalah produktifitas kerja. Richard M.
Steers (2005:192) mengemukakan bahwa “Produktifitas kerja adalah bagaimana
pemanfaatan yang dilakukan oleh karyawan atas sumber-sumber yang ada dalam
organisasi secara keseluruhan adalah apa yang disebut man, money, material, machine,
method and market. Apabila karyawan dapat memanfaatkan dan memadukan sumbersumber tersebut yang pada akhirnya tercapai tujuan organisasi, ini berarti efektifitas kerja
tercapai.
Faktor
ketiga adalah
kepuasan
kerja.
Richard
M.
Steers (2005:192)
mengemukakan bahwa “Kepuasan tinggi dapat menyenangkan para pekerja, sehingga
para pekerja cenderung bekerja dalam kondisi yang positif yang diinginkan bersama”.
Dengan kondisi kerja yang positif, berarti para karyawan bekerja sesuai dengan prosedur,
mereka tidak menyepelekan pekerjaannya, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi
sehingga akhirnya akan mencapai efektifitas yang tinggi pula.
Universitas Sumatera Utara
Faktor keempat kemampuan berlaba sebenarnya merupakan kondisi sejauh mana
faktor pertama yaitu kemampuan menyesuaikan diri, faktor kedua yaitu produktifitas
kerja, dan faktor ketiga yaitu kepuasan kerja telah dimiliki oleh para karyawan sehingga
terlihat hasil kerja mereka. Kemampuan berlaba yang tinggi akan memperlihatkan tingkat
efektifitas kerja yang tinggi pula, sehingga pada akhirnya menjadi ciri tercapainya tujuan
organisasi.
Faktor terakhir yang harus diperhatikan dalam pencapaian efektifitas kerja adalah
pencarian sumber daya. Richard M. Steers (2005:192) mengemukakan bahwa pencarian
sumber daya mencakup tiga bidang yang saling berhubungan yaitu:
1.
Kemampuan
mengintegrasikan
berbagi
sub
sistem
sehingga
mampu
mengkoordinasikan dengan tepat dan mengarah pada tujuan organisasi dengan efektif.
2.
Penetapan dan pemeliharaan pedoman-pedoman kebijakan yang mendukung
peningkatan efektifitas kerja mereka.
3.
Penelaahan organisasi itu sendiri dengan mengadakan umpan balik dan
pengendalian.
Ketiga bidang tersebut tidak dapat terpisah satu sama lain, tetapi harus dilakukan ketigatiganya dengan seiring dan sejalan ketiganya merupakan usaha pemanfaatan sumber daya
sehingga pada akhirnya akan mencapai efektifitas kerja yang diharapkan.
2.3.5
Aspek-aspek Efektifitas Kerja
Untuk mendapatkan tingkatan-tingkatan efektifitas kerja, diperlukan pengukuran
terhadap aspek-aspek dasar yang mengakibatkan dihasilkannya efektifitas kerja. Aspekaspek yang bisa dipergunakan dalam pengukuran efektifitas kerja itu bisa dari beberapa
hal, misalnya dari perencanaan, dari pelaksanaan atau dari hasil evaluasi seluruh kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
Efektifitas kerja karyawan dapat diukur dari beberapa hal yaitu: kejelasan tujuan
yang hendak dicapai, kejelasan strategi pencapaian tujuan, proses analisa dan perumusan
kebijaksanaan yang mantap, perencanaan yang matang, penyusunan program yang tepat,
tersedianya sarana dan prasarana kerja, pelaksanaan yang efektif dan efisien, sistem
pengawasan dan pengendalian yang mendidik.
Untuk memahami aspek-aspek dari pengukuran efektifitas kerja di atas, penulis
menguraikan sebagai berikut:
a.
Proses pencapaian tujuan organisasi; akan lebih lancar, tertib, dan efektif apabila
dalam pribadi anggota organisasi, telah tertanam kesadaran dan keyakinan yang
mendalam bahwa tercapainya tujuan organisasi pada dasarnya berarti tercapainya pula
tujuan mereka secara pribadi.
b.
Strategi pencapaian tujuan; merupakan langkah kedua dari pimpinan dalam
mengelola organisasi secara efektif dan efisien. Pencapaian tujuan secara efektif dan
efisien tentunya sangat ditentukan oleh efektifitas kerja karyawan. Sedangkan efektifitas
kerja karyawan itu sendiri sangat mengharapkan kejelasan strategi pencapaian tujuan,
sehingga hal itu menjadi salah satu aspek dasar pengukuran efektifitas kerja.
c.
Proses analisa dan perumusan kebijakan yang mantap; untuk mencapai efektifitas
kerja memerlukan job deskripsi yang tegas dengan job analisa yang jelas, sehingga proses
memanage karyawan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat.
d.
Perencanaan yang matang merupakan acuan kerja setiap organisasi bila
perencanaannya matang, maka pelaksanaan yang dilakukan memungkinkan lancarnya
proses kerja yang efektif dan efisien. Karena perencanaan menjadi acuan untuk kerja,
Universitas Sumatera Utara
dimana dalam perencanaan tersebut tertuang berbagai tujuan dan target, maka rencana
dapat dijadikan aspek dasar sebagai acuan pula untuk mengevaluasi hasil kerja
e.
Penyusunan program yang tepat; pada hakekatnya adalah merumuskan sekarang
apa yang dikerjakan oleh orang dimasa depan. Jelaslah bahwa salah satu aspek efktivitas
kerja adalah sampai sejauh mana : 1.memperkirakan keadaan yang dicapai, 2.mengambil
keputusan dalam menghadapi masa depan, 3.meningkatkan orientasi masa depan, 4.
mengambil resiko yang telah diperhitungkan, 5.memperhitungkan faktor-faktor pembatas
yang diduga akan menghadapi dalam berbagai segi kehidupan organisasi, 6.
memperhitungkan situasi lingkungan yang akan timbul baik yang bersifat politik,
ekonomi, nilai-nilai sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi.
f.
Tersedianya sarana dan prasarana kerja; bila sarana kerja ternyata tidak lengkap,
maka perkataan yang tepat adalah bagaimana mencapai efektifitas kerja yang tinggi
dengan sarana dan prasarana yang ada. Pelaksanaan yang efektif dan akan tetapi tentunya
jauh berbeda hasil yang akan dicapai, bila perkataan itu diungkapkan oleh seorang
pemimpin dalam suatu organisasi yang sarana dan prasarananya lengkap.
g.
Pelaksanaan yang efektif dan efisien; kejelasan tujuan, tepatnya strategi, efektifitas
proses perumusan kebijakan, matangnya rencana, kelengkapan sarana memadai, semua
itu akan sangat kurang berarti bila pelaksanaan kerja secara operasional tidak efektif dan
tidak efisien. Karena dengan pelaksanaan itulah yang akan mendekatkan suatu rencana
atau harapan pada tujuan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan
yang efektif dan efisien dapat dikatakan sebagai salah satu kunci yang akan menentukan
efektifitas kerja karyawan dalam pencapaian tujuan yang tinggi.
h.
Sistem pengawasan dan pengendalian yang mendidik; merupakan aspek terakhir
yang mudah diucapkan tetapi sukar dilaksanakan oleh seorang pimpinan. Banyak faktor
Universitas Sumatera Utara
yang dapat membentuk pimpinan menjadi seorang pengawas dan pengendali yang
mendidik, misalnya dengan mendalami ilmu manajemen, pengalaman kerja, sifat bawaan,
tingkat IQ yang tinggi dan lain-lain. Semua faktor itu dapat menjamin terbentuknya
pengawas dan pengendali yang mendidik bila hanya berdiri sendiri, biasanya kelemahan
yang lain akan mudah terlihat atau terasa oleh para karyawan.
2.4 Penelitian Terdahulu
Rofai (2006) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Efektifitas Organisasi Pada Badan Kesatuan Bangsa Dan Perlindungan
Masyarakat Provinsi Jawa Tengah, berdasar hasil penelitian, dapat di simpulkan bahwa
masing-masing variabel independen yakni kepemimpinan, keinginan untuk berprestasi
dan kemampuan personal memiliki andil yang cukup besar terhadap terciptanya
efektifitas kerja pada Badan Kesatuan Bangsa Dan Perliondungan Masyarakat Provinsi
Jawa Tengah yakni 65% untuk kepemimpinan, 66,7% untuk keinginan berprestasi dan
50% untuk kemampuan personal.
Nurul (2012) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh ompetensi Terhadap
Efektifitas Kerja Karyawan
Pada PT. Bank Muamalat,, Tbk Cabang Medan, pada
penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yang terdiri dari knowledge
(pengetahuan), Skill (keterampilan), dan attitude (sikap) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap efektifitas kerja pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang
Medan.
Apriani (2009) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kompetensi, Motivasi
dan Kepemimpinan Terhadap Efektifitas Kerja Dosen Pada Universitas Mulawarman,
Kalimantan Timur, dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi,
Universitas Sumatera Utara
motivasi dan kepemimpinan berpangaruh kuat terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan
ajar mengajar pada Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur.
Widiana (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kompetensi Sumber
Daya Manusia Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Kantor Bank Indonesia Medan,
dari penelitian dapat disimpulkan bahwa kompetensi sumber daya manusia yang terditi
dari knowlegde (pengetahuan), skill (keterampilan) dan attitude (sikap) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap penciptaan efektifitas kerja pegawai pada kantor Bank
Indonesia Medan.
Mei (2010) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kompetensi Sumber daya
Manusia Terhadap Efektifitas Kerja Pegawai Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)
Marihat, Pematang Siantar, dari penelitian dapat disimpulkan bahwa kompetensi SDm
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pencapaian efektifitas kerja pegawai
pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar
2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka berpikir merupakan penjelasan secara teoritis pertautan antara
variabel yang akan diteliti (Sugiono, 2008:47). Pada umumnya perusahaan akan
berusaha meningkatkan efektifitas kerja
karyawan dalam perusahaannya.
Menurut Richard M. Steers (2005 : 1), efektivitas yang berasal dari kata efektif,
yaitu suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan
satu unit keluaran (output). Suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan
dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.. Ada banyak faktor yang dapat meningkatkan efektifitas tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Diantaranya dapat melalui kompetensi kerja dan keinginan berprestasi. Apabila
kompetensi karyawan buruk dan keinginan untuk berprestasi kecil maka
effektifitas kerja yang dihasilkan karyawan akan menjadi buruk dan begitu juga
sebaliknya. Kompetensi karyawan dan keinginan berprestasi adalah merupakan
faktor yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkah laku para
karyawan. Sedarmayanti (2009: 53) mengemukakan bahwa kompetensi kerja
adalah kemampuan yang dimiliki seorang karyawan atau pegawai di dalam
melakukan tindakan yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab agar
dapat mencapai tujuan perusahaan
Robbins (2002) yang menyatakan bahwa keinginan berprestasi adalah dorongan
dalam diri individu untuk mencapai keberhasilan dalam mengerjakan tugas-tugas yang
penuh tantangan, dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi
orang lain atau standard tertentu. Jika kompetensi karyawan dan keinginan berprestasi
tidak dapat tercapai maka kinerja karyawan juga tidak dapat terlaksana semaksimal
mungkin, oleh karena itu kompetensi karyawan dan keinginan berprestasi harus seiring
dengan tujuan organisasi sehingga setiap karyawan didalam melakukan pekerjaan akan
tercapai secara maksimal sehingga efektifitas kerja karyawan dapat tercapai dengan baik.
Secara skematis, kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Universitas Sumatera Utara
Keinginan
(X1)
Efektifitas Kerja
Karyawan (Y)
Kompetensi
(X2)
Sumber : Steers (2005), Sedarmayanti (2009) , Robbins (2002).
Gambar 1.1 Kerangka konseptual
2.1 Hipotesis
Menurut Kerlinger (2000:30), hipotesis adalah pernyataan dugaan tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih dengan kata lain hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian berdasarkan teori yang
ada. Dengan demikian, berdasarkan kerangka konseptual diatas dapat disimpulkan
bahwa hipotesis didalam penelitian ini adalah “Keinginan Berprestasi dan
Kompetensi Kerja berpengaruh Secara Positif dan Signifikan Terhadap
Efektifitas Kerja Karyawan pada CV. Sentral Abadi Sentosa Medan”.
Universitas Sumatera Utara
Download