13 RABU, 1 AGUSTUS 2012 KESEHATAN Bahaya Konsumsi Gula Berlebih pada Anak ANTARA/FIKRI ALI BUTUH DUKUNGAN: Pelajar melukis graffiti bertema Anti-HIV/AIDS di tembok tanggul bantaran Kali Madiun, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Remaja membutuhkan dukungan akses terhadap layanan pencegahan, pengobatan, dan perawatan untuk melindungi diri mereka dari risiko infeksi HIV. HIV bukan Aral paham hal itu. Fajar sendiri pernah merasakan dampak kepicikan orang-orang yang minim pengetahuan soal HIV/AIDS. Beberapa waktu lalu, anaknya sempat ditolak masuk sebuah sekolah dasar hanya gara-gara status HIV positif yang disandang Fajar. “Pemahaman tentang HIV/AIDS seharus terus dicanangkan agar semua orang tahu HIV itu penyakit, bukan masalah moral, iman, atau yang lainnya,” pungkasnya. Mengidap HIV tak ubahnya seperti mengidap diabetes. Penyakit itu tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan. Kalangan remaja untuk Hidup Normal ENI KARTINAH P ADA Jumat (27/7) lalu komunitas AIDS sedunia menutup Konferensi Internasional AIDS 2012 di Washington, AS, dengan keyakinan bahwa epidemi AIDS bisa dihentikan melalui komitmen yang berkelanjutan, baik dari sisi finansial, politik, maupun ilmiah. Keyakinan itu tidak berlebihan mengingat begitu banyak perkembangan positif dalam penanganan HIV/AIDS selama ini. Antara lain, adanya teknologi pengobatan antiretroviral (ARV) yang mampu menekan perkembangan HIV sehingga virus itu tidak lagi mematikan. Penyandangnya pun bisa hidup ‘normal’, tidak jauh berbeda dengan orang sehat. Setidaknya, hal itulah yang dirasakan Fajar Jasmin, 35. Ia dinyatakan positif HIV sejak 2008. Saat itu, sama seperti orang-orang yang didiagnosis penyakit tersebut, Fajar diliputi penyesalan, kekecewaan, dan kesedihan. Sesudahnya, kemalangan seperti tak habis-habis merundung Fajar. Termasuk, ketika ia harus melepas pekerjaan sumber penghidupannya karena kondisi tubuh yang tidak memungkinkan. Namun, masa-masa sulit itu berangsur berlalu. Keputusasaan yang pernah melingkupinya berganti dengan optimisme. Kepada Media Indonesia yang menemuinya baru-baru ini, ia bahkan berujar, “Kelak saya mau melihat anak saya wisuda. Saya mau berdansa dengan anak perempuan saya pada waktu dia menikah. Intinya saya mau hidup lama.” Semua itu berpangkal dari pemahaman mendalam Fajar akan HIV/ AIDS. “Saya berprinsip, oke saya mempunyai penyakit ini, yang penting sekarang bagaimana menanggulanginya,” ujarnya. Pada akhirnya, pola pikir itu membuat Fajar fokus pada usaha mengendalikan virus tersebut. Dalam benaknya tertanam bahwa mengidap HIV tidak jauh berbeda dengan mengidap diabetes. Penyakit itu tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan, yakni dengan rutin mengonsumsi ARV. Penularan HIV pun, lanjut Fajar, bisa dicegah. Karena itulah, ia bisa terus berdampingan dengan istri dan tiga anaknya tanpa ‘membahayakan’ mereka. “Kami membiasakan hidup sehat. Kepada anak-anak, saya berbagi pengetahuan tentang hal-hal yang bisa menularkan HIV,” jelasnya. Bagaimana dengan hubungan biologis suami istri? “Yang harus digarisbawahi adalah pemakaian kondom. Karena, jika digunakan dengan benar, kondom akan mencegah penularan HIV dengan efektivitas hampir 100%. Itulah yang kami jaga. Terbukti, anak dan istri saya negatif (tidak mengidap HIV),” imbuhnya. Kehidupan Fajar dan keluarganya menunjukkan bahwa HIV merupakan penyakit yang bisa dikendalikan. Tentu saja, selain Fajar, masih banyak penyandang HIV yang juga hidup ‘normal’. Mereka bekerja, berkeluarga, dan bermasyarakat. Sayangnya, belum semua orang Dalam kisahnya, Fajar menyebutnyebut penggunaan kondom sebagai langkah mencegah penularan HIV kepada istri tercinta. Ia mempraktikkan langkah itu dengan bekal pengetahuan yang cukup tentang efektivitas kondom mencegah penularan HIV. Pengetahuan itu sudah sejak lama disebarluaskan. Namun, hingga saat ini anjuran pemakaian kondom masih menjadi kontroversi, termasuk ketika Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencanangkan sosialisasi penggunaan kondom terhadap generasi muda berisiko baru-baru ini. Terkait dengan hal itu, Pejabat Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Kemal N Siregar menyajikan data-data, antara lain hasil survei dan penelitian HIV 2011 yang menyimpulkan bahwa hampir semua responden survei memulai perilaku berisiko di bawah usia 25 tahun. “Karenanya, KPAN meyakini bahwa remaja membutuhkan dukungan akses terhadap layanan pencegahan, pengobatan, dan perawatan untuk melindungi diri mereka dari risiko infeksi HIV,” ujar Kemal. (*/H-1) [email protected] Obat Generik, Murah tidak Berarti Murahan KETIKA masa paten sebuah obat paten (originator) habis, obat tersebut boleh ditiru dan dipasarkan produsen lain. Tiruan obat paten itu dipasarkan dalam bentuk obat bermerek (dipasarkan dengan nama mereknya) dan obat generik (dipasarkan dengan nama zat aktifnya). Keduanya menggunakan zat aktif yang sama dengan obat originatornya. Namun, harga obat generik jauh lebih murah daripada obat bermerek. Perbedaan harga itu justru kerap disalahartikan. Ada anggapan mutu obat generik lebih rendah daripada obat bermerek. Pada sebuah diskusi kesehatan di Jakarta beberapa waktu lalu, pihak Dexa Medica selaku salah satu produsen obat generik meluruskan anggapan keliru itu. “Obat generik bisa lebih murah daripada obat bermerek karena tiga hal. Pertama, harganya ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kedua, kemasannya sangat sederhana tidak berwarna-warni. Ketiga, diproduksi dalam jumlah besar sehingga harga bahan baku bisa dapat lebih murah karena pembelian bahan dan Makanan. Pembuatannya harus mengikuti standar cara pembuatan obat yang baik dan sebelum diedarkan harus mendapat nomor registrasi untuk menjamin mutu dan keamanannya. Pengendalian harga ANTARA/M AGUNG RAJASA SEDERHANA: Kemasan obat generik yang sederhana menjadi salah satu komponen yang membuat harganya lebih murah daripada obat bermerek. bakunya dalam jumlah banyak,” jelas Kepala Marketing dan Sales PT Dexa Medica Tarcisius T Randy. Selain itu, lanjut Tarcisius, biaya pemasaran obat generik sangat kecil karena dalam promosinya tidak dengan mensponsori simposium kedokteran maupun membayar fee untuk dokter yang meresepkan. Dengan demikian, harga obat generik bisa hanya sepertiga dari harga obat bermerek. “Contohnya obat simvastatin (penurun kolesterol), generiknya Rp466 per tablet, sedangkan obat bermereknya Rp1.500 per tablet.” Terkait jaminan mutu, lanjut Tarcisius, obat generik harus memenuhi persyaratan Badan Pengawas Obat Secara terpisah, Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes Maura Linda Sitanggang mengungkapkan pemerintah berupaya meningkatkan jumlah dan pengguna obat generik dengan mengedepankan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal mutu, khasiat, dan keamanan antara obat generik dan obat bermerek karena kandungan zat aktifnya sama. Pemerintah pun mendorong agar unit pelayanan kesehatan pemerintah menggunakan obat generik melalui Kepmenkes No.HK.02.02/ Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. “Hal itu membuat pasar obat diambil oleh obat generik dan itu akan memberi tekanan kepada harga obat bermerek,” ujar Linda. (*/H-3) KEKURANGAN nutrisi mengakibatkan rendahnya tingkat tumbuh kembang dan kualitas kecerdasan anak. Sebaliknya apabila kelebihan nutrisi, anak berisiko terkena penyakit obesitas, diabetes, dan jantung. Karena itu, dibutuhkan jumlah nutrisi yang seimbang agar anak dapat mencapai tumbuh kembang yang baik. Salah satu unsur nutrisi yang paling dibutuhkan anak dalam usia tumbuh kembang ialah karbohidrat. Dalam usia pertumbuhan, yakni usia nol hingga lima tahun, anak membutuhkan asupan karbohidrat sederhana seperti gula agar lebih cepat diserap menjadi energi. “Namun, konsumsinya harus diperhatikan. Jangan berlebihan,” kata dr Muliaman Mansyur, Medical Marketing Manager of PT Fonterra Brands Indonesia, dalam acara bertema Healthy food for healthy kids di RS Pantai Indah Kapuk, Sabtu (28/7). Gula, lanjut Muliaman, merupakan zat makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi. Jika asupannya berlebih, anak tidak akan dapat berkonsentrasi dengan baik, menderita karies gigi, mengalami kenaikan berat badan yang cepat, dan kerusakan pada pankreas yang menyebabkan terganggunya produksi insulin hingga berisiko menderita diabetes tipe 2 saat dewasa. Tak hanya itu, kelebihan asupan gula juga mengganggu kesehatan jiwa anak. “Pada anak usia prasekolah, kelebihan gula mungkin dapat menurunkan kualitas belajar, membuat anak terlalu aktif dan agresif. Menambahkan nutrisi yang seimbang dapat membantu meningkatk a n ke m a m p u a n belajar dan memperbaiki perilaku,” kata dokter spesiaANTARA/HADIYANTO lis kesehatan jiwa GULA TAMBAHAN: Beberapa jenis susu Tjhin Wiguna pada pertumbuhan mengandung gula tambahan kesempatan sama. berlebih. Hal itu perlu diwaspadai. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan asupan gula tambahan tidak melebihi 10% dari total energi yang dikonsumsi anak. Orangtua perlu memperhatikan jenis-jenis makanan yang dikonsumsi anak. Makanan seperti biskuit, cokelat, permen, dan susu pertumbuhan justru menggunakan gula tambahan berlebih. “Berdasarkan kategorinya, jenis gula tambahan itu antara lain sirup jagung padat, sukrosa, dan sirup glukosa padat,” katanya. Selain membatasi gula tambahan, Muliaman menyarankan agar orangtua memberi asupan makanan yang bervariasi setiap harinya untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan nutrisi anak, termasuk zat-zat mikronutrien seperti kalsium, zat besi, serat, folat serta vitamin A, B, C, D, dan E. (*/H-3) INFO SEHAT Operasi Prostat dengan Robot RS Bunda Jakarta berhasil melakukan operasi prostat dengan menggunakan teknologi bedah robotic (robotic surgery) baru-baru ini. RS tersebut menjadi RS pertama di Indonesia yang menerapkan teknik operasi itu. Dalam siaran persnya, RS Bunda menyatakan hasil operasi terhadap beberapa pasien itu memuaskan. Dijelaskan, dalam operasi itu digunakan alat bantu robot khusus yang dioperasikan dokter. Dengan kontrol dan artikulasi tangan dan jari dokter, tangan-tangan robot bergerak leluasa layaknya tangan dokter dalam rongga operasi. Dengan teknologi tiga dimensi, visualisasi yang dilihat ahli bedah terasa seperti sedang melakukan operasi langsung. Tingkat presisi yang tinggi memberikan informasi detail tentang jaringan operasi yang dibedah. Pengangkatan tumor pun lebih tepat dan perdarahan sangat sedikit. Bagi pasien, teknologi itu menguntungkan karena pemulihan pascaoperasi lebih singkat daripada metode bedah biasa. Itu karena sedikitnya manuver dokter terhadap jaringan sekitar area pembedahan dan sedikitnya perdarahan. Ekstensi tangan yang dilakukan mesin robot membantu dokter dalam menentukan jaringan yang perlu diobati dan jaringan yang sehat. (*/H-3) RSPAD Jalani Akreditasi JCI RUMAH Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, menjalani proses akreditasi tingkat internasional yang diselenggarakan Joint Commission International (JCI), sebuah badan akreditasi internasional yang rutin melakukan proses akreditasi di seluruh rumah sakit di dunia. “Tujuannya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit terhadap pasien sehingga pasien dapat terlayani dengan baik, tentunya dengan standar internasional,” ujar Kepala RSPAD Gatoto Subroto Brigjen dr Komaruddin B SpU dalam pameran implementasi akreditasi internasional JCI di rumah sakit tersebut, Senin (30/7). RSPAD yang memiliki 800 tempat tidur dan sekitar 3.000 karyawan ditunjuk Kemenkes sebagai salah satu dari delapan rumah sakit milik pemerintah yang diunggulkan untuk menjalani proses akreditasi internasional itu. “Syarat untuk lolos di antaranya harus melewati sekitar 1.300 jenis persyaratan. Rumah sakit ini baru memenuhi 50%. Kami menargetkan tahun depan bisa memenuhi 80% persyaratan agar dapat terakreditasi,” imbuhnya. (*/H-3)