1 pendahuluan - IPB Repository

advertisement
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan spesies yang hidup pada habitat
yang beraneka ragam seperti pantai dengan dasar pasir, pasir lumpur, dan juga di
laut terbuka (Nontji, 2005).
Hewan ini pada umumnya ditangkap dengan
menggunakan alat tangkap bubu (Iskandar dan Ramdani, 2009).
Bubu merupakan alat penangkap ikan yang tergolong kedalam kelompok
perangkap (traps). Alat ini bersifat pasif, yakni memerangkap ikan untuk masuk
ke dalamnya namun sulit untuk meloloskan diri. Bubu terbagi atas tiga jenis
berdasarkan cara pengoperasiannya, yaitu : bubu dasar (ground fishpots), bubu
apung (floating fishpots), dan bubu hanyut (drifting fishpots) (Subani dan Barus,
1989).
Cara pengoperasian bubu ini ditujukan untuk menangkap sasaran
tangkapan yang diinginkan. Adapun bubu yang digunakan untuk menangkap
rajungan termasuk ke dalam jenis bubu dasar.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan dengan
menggunakan bubu seperti; lama perendaman, tingkat kejenuhan perangkap (gear
saturation), habitat, desain bubu, dan umpan (Miller, 1990). Dari sekian banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan di atas, penggunaan umpan
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan operasi
penangkapan ikan dengan menggunakan bubu. Keberadaan umpan sangat penting
dalam memikat ikan-ikan di sekitar bubu agar masuk ke dalam bubu.
Ada beragam jenis umpan yang digunakan dalam aktifitas penangkapan
ikan, diantaranya adalah umpan alami dan buatan. Adapun pada alat tangkap
bubu yang dioperasikan untuk menangkap rajungan biasanya menggunakan
umpan alami berupa ikan rucah. Ikan rucah banyak dipakai karena harganya yang
murah, mudah diperoleh, dan masih memiliki kesegaran yang baik.
Rajungan di Subang ditangkap dengan menggunakan bubu lipat segi empat
dengan diberi umpan berupa ikan rucah. Namun penggunaan jumlah umpan
bervariasi pada setiap bubu yang digunakan. Nelayan menggunakan umpan pada
bubu yang dioperasikan sesuai dengan keinginan mereka.
Beberapa nelayan
berpikir bahwa penggunaan umpan yang lebih banyak akan meningkatkan hasil
1
tangkapan rajungan. Oleh karena itu beberapa nelayan ada yang menggunakan
umpan dengan jumlah yang cukup banyak untuk menarik rajungan agar memasuki
perangkap. Namun ada pula nelayan yang beranggapan bahwa jumlah umpan
tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil tangkapan rajungan, sehingga mereka
hanya menggunakan umpan seadanya.
Hingga saat ini masih jarang penelitian yang mengkaitkan antara jumlah
umpan dengan hasil tangkapan bubu. Padahal jumlah umpan yang digunakan
sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan (Sainte-Marie, 1994).
Adapun
Miller (1983) mengatakan bahwa penambahan bobot umpan pada bubu dapat
meningkatkan hasil tangkapan secara signifikan.
Penelitian tentang umpan di Indonesia hingga saat ini lebih memfokuskan
pada jenis umpan untuk meningkatkan hasil tangkapan. Iskandar dan Ramdani
(2009) menggunakan jenis umpan yang berbeda yaitu ikan pepetek segar, ikan
pepetek asin, pepetek segar dengan potongan rajungan, serta pepetek segar yang
diolesi minyak kedelai. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
rata-rata
jumlah
rajungan
secara
keseluruhan
yang
tertangkap
dengan
menggunakan umpan ikan segar campur minyak kedelai relatif lebih besar
dibandingkan dengan rajungan yang tertangkap dengan jenis umpan lainnya,
namun ditinjau dari segi ukuran rajungan yang tertangkap, bubu dengan umpan
ikan segar campur potongan rajungan menangkap rajungan dengan ukuran yang
lebih besar dibandingkan dengan jenis umpan lainnya.
Adapun Tiku (2004)
dalam penelitiannya mencoba untuk mengkaji jenis umpan yang paling disukai
kepiting bakau dengan menggunakan empat jenis umpan berbeda yaitu kulit
kambing, ikan remang, ikan rucah dan kelapa bakar.
Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa hasil tangkapan kepiting bakau dengan menggunakan umpan
berupa ikan remang menunjukkan nilai yang berbeda nyata dibandingkan ketiga
jenis umpan lainnya.
Saat sedang melakukan survey, penulis menemukan bahwa beberapa bubu
lipat yang digunakan sudah tidak memiliki pengait umpan. Hal ini berakibat
terjadinya perbedaan posisi umpan yang dipasang pada bubu. Beberapa nelayan
beranggapan bahwa posisi umpan tidak terlalu memberi pengaruh terhadap hasil
tangkapan. Namun ada juga nelayan yang beranggapan bahwa perbedaan posisi
2
umpan memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Miller
(1990) mengatakan bahwa jika jejak bau umpan tidak menarik kepiting menuju
mulut bubu, maka kepiting akan berusaha memasuki bubu melalui badan jaring
dimana aroma umpan yang paling kuat berasal. Untuk itulah posisi pemasangan
umpan yang baik yang dapat menuntun kepiting menuju mulut bubu merupakan
suatu hal yang penting untuk diketahui.
Penelitian tentang pengaruh posisi pemasangan serta bobot umpan terhadap
hasil tangkapan masih jarang dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh posisi maupun jumlah
umpan terhadap hasil tangkapan rajungan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan komposisi spesies yang tertangkap pada bubu yang menggunakan
bobot dan posisi umpan yang berbeda.
2. Menentukan bobot umpan yang paling efektif untuk menangkap rajungan
(Portunus pelagicus) dengan menggunakan bobot yang berbeda yaitu sebesar
50 gram, 100 gram, dan 150 gram.
3. Menentukan posisi umpan yang efektif untuk menangkap rajungan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.
Memberikan informasi mengenai bobot dan posisi umpan yang efektif untuk
menangkap rajungan (Portunus pelagicus) atau yang sejenisnya;
2.
Meningkatkan hasil tangkapan bubu lipat dengan pemberian jumlah umpan
dan posisi pemasangan yang tepat.
3
Download