ARITMIA

advertisement
REFERAT
ARITMIA
Disusun oleh:
JESSIE WIDYASARI
2005730037
Dokter Pembimbing:
dr. Abdul Wahid Usman, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
BAGIAN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RSUD CIANJUR
2009
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua. Tak lupa salawat serta salam kepada junjungan besar
Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan
judul aritmia.
Referat ini di susun berdasarkan kepustakaan dan dari berbagai buku ajar dan internet
sehingga kami bisa mengetahui lebih lanjut mengenai kelainan irama jantung yang abnormal.
Selain itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing, dr. Wahid
Usman, Sp.PD, dr. Toton Suryotono, Sp.PD, dan dr. Hudaya, Sp.PD, yang telah banyak
membantu dalam penyusunan laporan referat ini.
Tak ada gading yang tak retak, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi
perbaikannya laporan referat ini. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Desember 2009
Penyusun
I.
Pendahuluan
Bila yang dimaksud dengan irama jantung normal adalah irama yang berasal dari
nodus SA, yang datang secara teratur dengan frekuensi antara 60-100/menit dan
dengan hantaran tak ngalami hambatan pada tingkat manapun, maka irama jantung
lainnya dapat dikatakan sebagai aritmia.
Jadi yang dapat didefinisikan sebagai aritmia adalah:
- Irama yang berasal bukan dari nodus SA
- Irama yang tidak teratur, sekalipun dari nodus SA, misalnya sinus aritmia
- Frekuensi kurang dari 60/menit (sinus bradikardia) atau lebih dari 100/menit
-
(sinus takikardia)
Terdapatnya hambatan impuls supra atau intra ventricular
Jelaslah bahwa untuk membaca irama jantung, disamping frekuensi dan teratur
tidaknya, harus dilihat juga tempat asal (focus) irama tersebut. Nodus SA merupakan
focus irama jantung yang paling dominan, sehingga pada umumnya irama jantung
adalah irama sinus. Bila nodus SA tidak dapat lagi mendominasi focus lainnya, maka
irama jantung akan ditentukan oleh focus lainnya itu. Fokus irama jantung ini
menjadi dasar dan klasifikasi aritmia.
Klasifikasi aritmia masih bisa ditentukan pula oleh kecepatan hantaran impuls melalui
berkas penghantar seperti berkas His dan percabangannya (bundle branch) yang bisa
mendapat berbagai bentuk hambatan dari parsial sampai total (komplit).
II.
Mekanisme Terjadinya Aritmia
Dalam jantung terdapat sel-sel yang mempunyai automatisitas, artinya dapat dengan
sendirinya secara teratur melepaskan rangsang (impuls). Sel-sel ini setelah
reporalisasi fase 1, 2, dan 3, akan masuk ke fase 4 yang secara spontan perlahan-lahan
akan mengalami deporalisasi, dan apabila telah melewati ambang batasnya akan
timbulah impuls. Impuls ini kemudian akan merangsang sel-sel sekitarnya,
selanjutnya disebarkan ke seluruh jantung sehingga menghasilkan denyut jantung
spontan.
Kelompok-kelompok sel yang mempunyai autoatisitas, misalnya terdapat pada nodus
SA, kelompok sel-sel yang terdapat di atrium dan ventrikel, AV junction, sepanjang
berkas (bundle) His dan lain-lain. Pada keadaan normal yang palin. Bila ia mengalami
depresi dan tak dapat mengeluarkan impuls pada waktunya, maka focus yang berada
di tempat lainakan mengambil alih pembentukan impuls sehingga terjadilah irama
jantung yang baru yang kita katakana sebagai aritmia. Kadang-kadang focus lainnya
secara aktif mengambil alih dominasi nodus SA dan menentukan irama jantung
tersebut, dengan frekuensi yang lebih cepat, misalnya pada ventricular atau
supraventrikular takikardia. Selain dari itu, sudah diutarakan di atas, bahwa kecepatan
perjalanan impuls menuju keseluruh jantung juga dapat menimbulkan aritmia.
Maka dapat disimpulkan bahwa aritmia bisa timbul melalui mekanisme berikut:
• Pengaruh persarafan auatonom (simpatis dan parasimpatis) yang mempengaruhi
•
•
•
HR
Nodus SA mengalami depresi sehingga fokus irama jantung diambil alih yang lain
Fokus yang lain lebih aktif dari nodus SA dan mengontrol irama jantung
Nodus SA membentuk impuls, akan tetapi tidak dapat keluar (sinus arrest) atau
•
mengalami hambatan dalam perjalanannya keluar nodus SA (SA block)
Terjadi hambatan perjalanan impuls sesudah keluar nodus SA, misalnya di daerah
atrium, berkas His, ventrikel, dll.
Hambatan yang terjadi dapat uni/bi direksional atau dapat pula parsial s/d komplit,
sehingga terjadi blok AV dari derajat 1, derajat 2 tipe 1 atau 2, derajat 3 atau komplit.
Namun dapat pula menjadi dasar terjadinya aritmia lain dapat mendominasi nodus SA
dan mengambil alih irama jantung selain karena nodus SA tertekan, juga dapat karena
focus lainnya itu lebih aktif dengan frekuensi yang lebih tinggi.
Terjadinya peningkatan frekuensi focus lainnya dapat timbul dengan berbagai cara:
- Pengaruh persarafan yang menekan nodus SA seperti telah dijelaskan di atas atau
-
mengaktifkan kelompok-kelompok sel automatisitas di dalam/di luar nodus SA
Timbulnya re-entry takikardia di salah satu tempat penghantar baik supra maupun
ventricular karena timbulnya hambatan parsial ataupun komplit, uni/bi
-
direksional, maupun hambatan masuknya impuls (entrance block) setempat
Selain reentry tachycardia dan berbagai derajat blok AV seperti telah disebutkan
pada 2 di atas, hambatan yang timbul pada penghantar dapat menjadi dasar
terjadinya berbagai aritmia, seperti bundle branch block (BBB), rate dependent
BBB/aberrant conduction, extra systole baik single, consequetive hingga
Salvo/run, bahkan prosismal takikardi, parasistol, fusion beat, dan lain-lain.
III.
Etiologi Aritmia
Seperti telah dijelaskan di atas, aritmia dapat terjadi karena hal-hal yang
mempengaruhi kelompok sel-sel yang mempunyai automatisitas dan system
penghantarannya:
– Persarafan autonom dan obat-obat
– Lingkungan sekitar : beratnya iskemia, pH dan berbagai elektrolit dalam serum,
–
obat-obatan
Kelainan jantung à fibrotis dan sikatriks, metabolit-metabolit dan jaringan-
jaringan abnormal/degeneratif dalam jantung (amilodosis, kalsifikasi, dll)
– Rangsangan dari luar jantung seperti pace maker
Berbagai etiologi ini dapat saling memberatkan, artinya bila telah ada hipertrofi otot
jantung misalnya, kemudian timbul pula iskemia dan gangguan balans elektrolit maka
aritmia akan lebih mudah timbul, sedangkan mengontrolnyapun lebih sulit pula.
Karena itu sebaiknya sudah ada data struktur jantung pasien waktu ia dirawat,
sehingga sudah dapat diantisipasi atau bahkan sudah dapat mulai diberikan
pencegahan timbulnya aritmia.
IV.
Klasifikasi Aritmia
Dari mekanisme terjadinya irama jantung dan aritmia maka dapatlah kita buat
klasifikasi irama jantung sebagai berikut:
- Irama berasal dari nodus SA
a. Irama sinus normal, yaitu irama jantung normal pada umumnya
b. Sinus aritmia, baik yang disebabkan pernafasan
c. Sinus takikardia, peningkatan aktivitas nodus SA 100x/m atau lebih
-
Aritmia atrial
a. Fibrilasi atrial dengan respon ventrikel cepat, normal atau lambat
b. Fluter atrial
c. Atrial takikardia, biasanya parosismal (PAT, Paroxysmal Atrial Tachicardia).
Ada juga yang disertai blok hantarannya disebut PAT dengan blok.
d. Ekstrasistol atrial yaitu bila denyut dari atrial tersebut hanya datang satu persatu, mungkin dari satu focus (unifokal) atau lebih (multifocal)
-
Aritmia AV Jungsional
Ada yang timbul pasif, yaitu karena nodus SA kurang aktif sehingga diambil alih:
a. Irama AV Jungsional, biasanya bradikardia; bisa tinggi, sedang atau rendah
b. AV Jungsional takikardia non paroksismal, yaitu irama ad 1 dengan HR yang
cepat (70-130/m). Tapi ada pula yang secara aktif mendominasi nodus SA dan
focus-fokus lainnya
c. AV Jungsional ekstrasistol (uni-multi-fokal)
d. AV Jungsional takikardia paroksismal, seperti PAT
-
Aritmia Supraventrikular (SV) lainnya
a. Aritmia SV multifocal/wandering pace maker
b. Multifocal SV takikardia
c. Multifocal SV takikardia dengan blok
d. SV ekstrasistol “non conducted”
-
Aritmia Ventrikuler
a. Irama Idio Ventrikular, biasanya non paroksismal, dan idio ventricular
takikardia/non paroksismal ventricular takikardia (non PVT)
b. Paroksismal ventricular takikardia (PVT)
c. Fluter ventrikel serta fibrilasi ventrikel
d. Parasistol ventricular
-
Gangguan hantaran pada berkas His dan percabangannya (Bundle Branch)
a. Blok AV derajat 1,2 (tipe Wenkebach serta tipe 2) dan 3 (total)
b. Bundle Branch Block (BBB), mungkin kanan (RBBB) atau kiri (LBBB), bisa
parsial (incomplete) atau total (complete) dan bisa juga tergantung pada HR
sehingga disebut sebagai “rate dependent Bundle Branch Block).
Dalamsuatu rekaman dari seorang pasien bisa ditemukan irama jantung sinus
dengan ekstrasistol ventrikel (VES) atau SVES unifokal atau multifocal,
multifocal SVES dengan abrantia, atau atrial atau ventricular, tergantung
kondisi dan factor etiologi yang ada. Tidak jarang kita mengalami kesukaran
dalam mengenali irama ventricular dan supraventrikuler yang umumnya
terapinya sangat berbeda. Kunci dari pembedahan ini adalah menentukan
posisi/hubungannya terhadap QRS. Irama ventrikuler tidak didahului P atau
tak ada hubungan P dan QRS.
V.
Bradikardia
a. Sinus Bradikardia
Sinus bradikardia (SB) biasanya disebabkan stimulasi vagal yang berlebihan dan
atau penurunan tonus simpatis. Penyebab tersering lainnya adalah pengaruh obatobatan. SB asimptomatik kerap dijumpai pada atlit terlatih. SB juga dapat terjadi
saat muntah atau sinkop vasovagal, operasi mata, peningkatan TIK, tumor
servikal dan hipoksia berat.
Gambaran EKG SB adalah bila laju nadi <60 x/m dengan bentuk P wave normal
di depan setiap kompleks QRS dan interval PR yang tetap.
Umumnya SB tidak berbahaya bahkan kadang-kadang bermanfaat untuk
memperpanjang waktu pengisian ventrikel. Pada IMA dapat terjadi SB dan bila
tidak disertai gangguan hemodinamik umumnya tidak memerlukan terapi khusus.
Yang terpenting adalah memastikan hubungan antara gejala dengan bradikardia.
Hal ini dapat dilakukan dengan pemantauan irama jantung 24 jam (holter
monitoring), event recorder (perekam irama jantung yang diaktifkan setiap ada
gejala), dan loop recorder (alat perekam irama jantung yang ditanam di bawah
kulit).
Tatalaksana SB tidak diperlukan bila tidak terdapat gejala dan gangguan
hemodinamik. Dalam keadaan IMA dan disertai gangguan hemodinamik dapat
diberikan sulfas atropine 0,5 mg IV dan dapat diulang seperlunya. Bila tidak
membaik atau SB cenderung berulang maka harus dipasang alat pacu jantung
sementara (temporary pacing).
b. Sick Sinus Syndrome
Gangguan atau penyakit pada nodus SA merupakan penyebab bradikardia
tersering. SSS adalah gangguan fungsi nodus SA yang disertai gejala SSS.
Gambaran EKG dapat berupa sinus bradikardi persisten tanpa pengaruh obat,
sinus arrest atau sinus exit block.
DEFINISI
Sick sinus syndrome termasuk ketidaknormalan yang bervariasi sekali dari fungsi
normal pacemaker.
Sindrom ini dapat menyebabkan detak jantung yang lambat secara permanen
(sinus bradikardi) atau suatu blokade penuh antara pacemaker dan atrium
(penahanan sinus dimana impuls dari pacemaker gagal untuk membuat atrium
berkontraksi). Bila ini terjadi pelepasan pacemaker rendah di dalam atrium atau
bahkan di dalam ventrium biasanya berubah. Satu jenis sick sinus syndrome yang
penting adalah sindrom bradikardi-takikardi, dimana ritme atrium cepat termasuk
fibrilasi atrium atau debar attrium, bergantian dengan waktu yang panjang atau
ritme jantung yang lambat. Semua jenis sindrom sakit sinus biasanya terjadi pada
orang tua.
GEJALA
Banyak jenis sick sinus syndrome tidak menimbulkan gejala tetapi kecepatan
jantung rendah yang menetap menyebabkan kelemahan dan keletihan. Pingsan
dapat terjadi jika kecepatan menjadi sangat lambat. Kecepatan jantung yang tinggi
sering dirasakan penderita sebagai palpitasi.
DIAGNOSA
Nadi yang lambat khususnya yang tidak teratur atau nadi yang sangat bervariasi
tanpa perubahan aktivitas penderita menuntun dokter untuk mendiagnosa sick
sinus syndrome. Karakteristik elktrokardiogram (ECG) adalah abnorma
khususnya abnormal yang terekam lebih dari 24 jam dan mempertimbangkan
kumpulan gejala biasanya membantu dokter membuat diagnosa.
PENGOBATAN
Penderita dengan gejala biasanya diberikan pacemaker palsu secara permanen.
Pacemaker ini digunakan untuk mempercepat kecepatan jantung daripada
memperlambatnya. Pada penderita yang kadang-kadang mengalami irama yang
cepat obat juga diperlukan. Sehingga terapi terbaik adalah implantasi pacemaker
bersama dengan obat yang memperlambat irama seperti beta bloker atau
verapamil.
c. AV block
AV Blok terjadi bila jalur SA Node ke AV Node (yang membentuk interval PR
pada EKG) terhambat, maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan tol
macet, maka jarak tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV Blok dibagi
menjadi 3 derajat sesuai tengan tingkat keparahan.
AV Blok derajat I
a. Interval PR memanjang > dari 5 kotak kecil
b. Durasi Interval PR setiap beat adalah sama.
Pada contoh gambar diatas menunjukkan interval PR lebih panjang dari normal
yaitu 7 kk, dan setiap beat panjangnya sama.
AV Blok derajat 2 type mobitz I
a. Interval PR makin panjang dari 1 beat ke beat berikutnya.
b. Ada gelombang P yang tidak diikuti Kompleks QRS.
Pada contoh gambar diatas interval PR makin panjang yaitu 4kk, 9kk, 11kk,
kemudian kompleks QRSnya tidak ada/menghilang.
AV Blok derajat 2 type mobitz II
a. Interval PR bisa normal, bisa panjang, tetapi tidak seperti mobitz 2 yang makin
panjang
b. Ada gelombang P yang tidak diikuti Kompleks QRS.
Pada contoh gambar diatas interval PR normal, tetapi ada gelombang P yang tidak
diikuti kompleks QRS.
AV Blok derajat 3 / Total AV Blok (TAVB)
a. Gelombang P bisa 2 kali lebih banyak dari kompleks QRS.
b. Gelombang P dan kompleks QRS membentuk pola irama sendiri-sendiri.
Bundle Branch Block/Blok Cabang Berkas
Hambatan terjadi di jalur Cabang Berkas, karena cabang berkas terletak di area
Ventrikel maka terjadi perubahan pada Kompleks QRS.
Ciri-ciri Rigth Bundle Branch Block (RBBB):
1. Kompleks QRS melebar lebih dari 3 kk
2. Kompleks QRS menyerupai huruf M (M Shape) di lead V1 dan V2.
Pada contoh gambar diatas Kompleks QRS mempunyai dua R, r pertama lebih
kecil
dan
R
kedua
lebih
besar
yang
mirip
huruf
M.
Ciri-ciri Left Bundle Branch Block sama dengan RBBB yaitu Kompleks QRS
melebar dan membentuk seperti huruf M. Perbedaannya terletak pada kemunculan
M Shape yang pada LBBB terlihat di lead-lead kiri yaitu I, aVL, V5 dan V6.
VI.
Takikardia
a. Takikardia Atrial Paroksismal
Pengertian
Takikardia atrial paroksismal adalah takikardia yang terjadi karena perangsangan
yang berasal dari AV node dimana sebagian rangsangan antegrad ke ventrikel dan
sebagian lagi ke atrium.
Diagnosis
Gelombang P dapat negatif di depan kompleks QRS, terletak di belakang
kompleks QRS atau sama sekali tidak ada karena berada dalam kompleks QRS.
R-R interval teratur. Kompleks QRS langsing, kecuali pada rate ascendent
aberrant conduction.
Pemeriksaan Penunjang: EKG 12 sandapan, Rekaman EKG 24 jam, Pemeriksaan
elektrofisiologi, Ekokardiografi, Angiografi koroner, TEE (Transesofageal
Echocardiografi).
Terapi
1. Manipulasi saraf autonom dengan manuver valsava, eye ball pressure,
pemijatan sinus karotikus.
3. Pemberikan obat yang menyekat AV node
• Adenosin atau adenosin triphospate (ATP) iv diberikan secara cepat/flush.
• Verapamil iv, B-bloker, Digitalisasi.
• Pilihan utama adalah ATP iv dan Verapamil iv.
Bila sering berulang, dapat dilakukan ablasi dengan terlebih dahulu EPS untuk
menentukan lokasi bypass tract atau ICD (Intra Cardial Defibrillator).
Komplikasi : Emboli, kematian mendadak.
Prognosis : Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respon terapi.
b. Takikardia Ventrikular
Pengertian
Takikardia ventrikular adalah kelainan irama jantung berupa 3 atau lebih kompleks yang
berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laju > 100/menit.
Diagnosis :
EKG (frekuensi kompleks QRS meningkat, 150 – 220x/menit, kompleks QRS melebar,
hubungan gelombang P dan kompleks QRS tidak tetap).
Diagnosis Banding : supraventrikular takikardia dengan konduksi aberans.
Pemeriksaan Penunjang : EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam, ekokardiografi,
angiografi koroner, pemeriksaan elektrofisiologi.
Terapi
• Atasi penyakit dasar : bila iskemia, maka dilakukan revaskularisasi koroner, bila payah
jantung maka diatasi payah jantungnya.
• Pada keadaan akut : bila mengganggu hemodinamik dilakukan DC shock. Bila tidak
mengganggu hemodinamik dapat diberikan antiaritmia dan bila tidak berhasil dilakukan
DC shock. DC shock diberikan dan dievaluasi sampai 3x (200 joule, 200 – 300 joule, 360
joule atau bifasik ekuivalen) jika perlu. Antiaritmia yang diberikan Lidokain atau
Amiodaron. Lidokain diberikan mulai dengan bolus dosis 1 mg/KgBB (50 – 75 mg
dilanjutkan dengan rumatan 2 – 4 mg/KgBB). Bila masih timbul bisa diulangi bolus 50
mg/KgBB. Untuk Amiodaron dapat diberikan 15 mg/KgBB bolus 1 jam dilanjutkan 5
mg/KgBB bolus / drip dalam 24 jam sampai dengan 1000 mg/24 jam.
Komplikasi : emboli paru, emboli otak, kematian
Prognosis : tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respon terapi.
VII.
Ekstrasistol
a. Ekstrasistol Ventrikular
Pengertian
Ekstrasistol ventrikular adalah suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara
dini di salah satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatu fokus yang otomatis atau
melalui mekanisme re-entri.
Diagnosis
P sinus biasanya terbenam dalam kompleks QRS, segmen ST atau gelombang T,
kompleks QRS muncul lebih awal dari seharusnya, QRS melebar (≥ 0,12 detik),
gambaran QRS wide and bizzare, segmen ST dan gelombang T berlawanan arah
dengan kompleks QRS normal yang mendahuluinya dengan kompleks ekstrasistol
ventrikel akan selalu sama. Bila berbeda maka asalnya dari fokus ventrikel yang
berbeda.
Pemeriksaan Penunjang : EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam,
ekokardiografi, angiografi koroner.
Terapi : tidak perlu diobati jika jarang, timbul pada pasien tanpa / tidak dicurigai
kelainan jantung organik. Perlu pengobatan bila terjadi pada keadaan iskemia
miokard akut, bigemini, trigemini, atau multifokal, alvo ventrikel. Koreksi
gangguan elektrolit, keseimbangan asambasa, hipoksia. Xilokain iv 1 – 2
mg/menit. Alternatif : Prokainamid, Disopiramid, Amiodaron, Meksiletin. Bila
pengobatan tidak perlu segera, obat-obat tersebut dapat diberikan secara oral.
Komplikasi : VT / VF, kematian mendadak.
Prognosis : tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respon terapi.
b. Ekstrasistol Atrial
DEFINISI
Debar ektopik ventrium (kontraksi ventrium prematur) adalah detak jantung
berlebihan yang disebabkan oleh aktivasi elektrik dari ventrium sebelum detak
jantung normal.
Debar ektopik ventrium biasanya terjadi dan tidak menunjukkan bahaya bagi orang
yang tidak mengalami sakit jantung. Namun demikian bila terjadi seringkali pada
penderita yang menderita gagal jantung atau stenosis aorta atau yang pernah
mengalami serangan jantung, mereka dapat diikuti dengan aritmia yang lebih
berbahaya seperti fibrilasi ventrium yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
GEJALA
Debar ektopik ventrium yang terisolasi memiliki efek yang kecil dalam kemampuan
memompa jantung dan biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila sangat sering
terjadi. Gejala utamanya adlaah persepsi detak yang kuat ataiu terhenti.
DIAGNOSA
Debar ektopik ventrium didiagnosa dengan menggunakan elektrokardiogram (ECG).
PENGOBATAN
Sebaliknya orang sehat tidak perlu pengobatan tetapi mengurangi stres dan menghindari
alkohol dan obat flu OTC yang mengandung obat yang dapat menstimulasi jantung.
Terapi obat biasanya diresepkan hanya jika gejala tidak dapat ditolerir atau pola debar
ektopik menyebabkan bahaya. Beta bloker biasanya dicobakan pertama kali karena obat
ini relatif aman. Namun demikian banyak penderita tidak minum obat ini karena dapat
menyebabkan udem.
Setelah serangan jantung penderita yang mengalami debar ektopik ventrium yang sering
perlu menurunkan resiko kematia mendadak dengan minum beta bloker dan
menjalankan operasi angioplasti atau operasi bypass arteri koroner untuk mengurangi
blokade arteri koroner. Obat antaritmia dapat menekan debar ektopik ventrium tetapi
obat ini juga meningkatkan resiko aritmia yang fatal. Sehingga obat ini digunakan
dengan hati-hati hanya untuk pasien yang tertentu setelah menjalankan uji kardio yang
canggih dan evaluasi resiko.
VIII. Fibrilasi
a. Fibrilasi Atrial
DEFINISI
Fibrilasi atrium dan debar atrium adalah pola pelepasan elektrik yang sangat cepat
yang membuat atrium berkontraksi sangat cepat sekali, sehingga menyebabkan
ventrium berkontraksi lebih cepat dan kurang efeisien daripada yang normal.
Irama abnormal ini dapat terjadi secara sporadis atau menetap. Selama fibrilasi
atau berdebar, kontraksi atrium begitu cepat sehingga dinding atrium hanya
bergetar, sehingga darah tidak dipompa secra efektif ke ventrium. Pada fibrilasi,
irama atrium tidak beraturan sehingga irama ventrium juga tidak beraturan, dalam
debar, irama atrium dan ventrium biasanya teratur. Untuk kedua hal di atas, detak
ventrium lebih lambat daripada atrium karena nodus atrioventrikular dan simpul
His tidak dapat mengatur impuls elektrik seperti kecepatan rata-rata dan hanya
beberapa detik hingga empat detik impuls berlangsung. Sedangkan detak
ventrium terlalu cepat untuk terisi secara penuh. Sehingga jumlah darah yang
dipompa keluar ke jantung tidak memadai, tekanan darah jatuh dan gagal jantung
bisa terjadi.
Jantung bisa mengalami fibrilasi atau debar tanpa tanda lain dari penyakit jantung,
tetapi seringkali disebabkan oleh suatu masalah seperti penyakit rematik jantung,
penyakit arteri koroner, tekanan darah tinggi, penyalahgunaan alkohol atau terlalu
banyak hormon tiroid (hipertiroid).
GEJALA
Gejala fibrilasi atau debar atrium tergantung secara luas pada bagaimana detak
ventrium. Kecepatan detak ventrium kurang dari 120 detak per menit mungkin
tidak menampakkan gejala. Kecepatan lebih dari itu menimbulkan palpitasi yang
tidak enak atau dada terasa tidak nyaman. Penderita fibrilasi atrium mungkin
menyadari iramanya tidak beraturan.
Berkurangnya kemampuan jantung memompa dapat membuat penderita merasa
lemah, pingsan dan bernafas pendek. Beberapa penderita khususnya yang lebih
tua berkembang menjadi gagal jantung, nyeri dada dan syok.
Pada fibrilasi atrium, atrium tidak dapat mengosongkan secara sepenuhnya ke
ventrium tiap kali berdetak. Dengan berjalannya waktu beberapa darah yang ada
di atrium dapat menjadi tidak bergerak dan membeku. Bekuan darah dapat
terlepas dan menuju ke ventrium kiri dan berlanjut ke sirkulasi darah secara
keseluruhan, dimana bekuan darah dapat memblokade erteri yang lebih kecil
( bekuan darah yang memblokade suatu arteri disebut emboli). Seringkali pecahan
bekuan darah terlepas secara cepat setelah fibrilasi berubah menjadi irama yang
normal, apakah terjadi secara spontan atau melalui pengobatan. Blokade suatu
arteri di otak dapat menyebbakan stroke. Jarang sekali stroke merupakan tanda
awal fibrilasi atrium.
DIAGNOSA
Diagnosa dari fibrilasi atau debar atrium diduga dari gejala dan dipastikan dengan
elektrokardiogram (ECG). Pada fibrilasi atrium debaran jantung cenderung teratur
tetapi cepat.
PENGOBATAN
Perawatan fibrilasi dan debar atrium didesain untuk mengontrol kecepatan
ventrium berkontraksi, pengobatan kelainan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk irama yang abnormal dan mengembalikan irama normal jantung. Pada
fibrilasi atrium, pengobatan biasanya juga diberikan untuk mencegah bekuan
darah dan emboli.
Langkah pertama untuk mengobati fibrilasi atau debar atrium biasanya untuk
memperlambat kecepatan ventrium untuk meningktakan kemampuan jantung
memompa darah. Kontraksi ventrium biasanya dapat diperlambat dan diperkuat
dengan digoksin, suatu obat yang memperlambat konduksi impuls ke ventrium.
Bila dogoksin sendiri tidak dapat menolong diberikan obat kedua yaitu beta
bloker seperti propranolol atau atenolol atau penghambat kanal kalsium seperti
diltiazem atau verapamil.
Pengobatan berdasarkan penyakit jarang meredakan aritmia atrium kecuali
penyakit hipertiroid.
Meskipun fibrilasi atau debar atrium secara spontan berubah menjadi irama yang
normal, sering kali hal iu harus dirubah menjadi normal. Namun demikian kejutan
eektrik (kardioversi) seringkali efektif. Berhasil artinya ketidak normalan atrium
tidak lebih lama terjadi (biasanya 6 bulan lebih), bila lebih lama atrium menjadi
besar dan menjadi parah menjadi penyakit jantung. Ketika konversi berhasil
resiko aritmia akan kembali tinggi, bahkan jika penderita minum obat pencegah
seperti quinidin, prokainamid, propafenon atau flekainid.
Jika semua pengobatan gagal, nodus atrioventrikular dapat dihancurkan dengan
kateter ablasi (memasukkan energi radiofrekwensi melalui kateter ke dalam
jantung). Prosedur ini menginterupsi konduksi dari atrium fibrilasi ke ventrium
tetapi pacemaker palsu permanen dibutuhkan untuk sebelum ventrium.
Resiko pembentukan bekuan darah tinggi pada penderita fibrilasi atrium yang
atrium kirinya mengalami pembesaran atau mengalami penyakit katup mitral.
Resiko terlepasnya bekuan darah dan menyebabkan stroke biasanya tingggi pada
penderita yang mengalami fibrilasi berubah menjadi irama normal. Karena semua
penderita fibrilasi atrium mempeunyai resiko terkena stroke, pemberian
antikoagulan biasanya direkomendasikan untuk mencegah bekuan darah kecuali
ada alasan spesifik untuk tidak diberikan, seperti tekanan darah tinggi. Namun
demikian terapi antikoagulan itu sendiri mempunyai resiko pendarahan berlebihan
yang dapat menyebabkan stroke hemoragik dan komplikasi pendarahan lain.
Namun demikian dokter akan mempertimbangkan keuntungan dan resiko untuk
tiap penderita.
b. Fibrilasi Ventrikel
DEFINISI
Fibrilasi ventrikular (Ventricular fibrillation) berpotensi menjadi fatal, rangkaian
tidak adanya koordinasi dari kontraksi yang sangt cepat namun tidak efektif
sepanjang ventrium disebabkan multipel impuls elektrik yang gagal.
Fibrilasi ventrikular secara elektrikal mirip dengan fibrilasi atrium tetapi Fibrilasi
ventrikular lebih jelek prognosisnya. Pada Fibrilasi ventrikular, ventrikel hanya
bergetar dan menyebabkan kontraksi yang terkoordinir. Karena tak ada darah
yang dipompakan dari jantung , Fibrilasi ventrikular adalah suatu bentuk
terhentinya jantung dan akan fatal bila tidak diobati secepatnya.
PENYEBAB
Penyebab Fibrilasi ventrikular sama seperti penyebab terhentinya jantung. Yang
sering menjadi sebab adalah kurangnya aliran darah ke otot jantung karena
penyakit arteri koroner atau serangan jantung. Penyebab lain adalah shock dan
sangat rendahnya kadar potasium di dalam darah (hipokalemia).
GEJALA
Fibrilasi ventrikular menyebabkan ketidaksadaran sementara. Jika tidak diobati
penderita biasanya mengalami konvulsi dan berkembang menjadi rusaknya otak
setelah 5 menit karena oksigen tidak lagi mencapai otak. Kematian akan segera
mengikuti.
DIAGNOSA
Dokter mempertimbangkan diagnosa Fibrilasi ventrikular jika penderita tiba-tiba
kolaps. Pada pemeriksaan, tidak ada denyut atau detak jantung yang dideteksi dan
tekanan darah tidak dapat diukur. Diagnosa dipastikan dengan elektrokardiogram
(ECG).
PENGOBATAN
Fibrilasi
ventrikular
harus
diobati
secepatnya.
CPR
(Cardiopulmonary
resuscitation) harus dilakukan beberapa menit dan diikuti dengan secepatnya
dengan kardioversi (kejutan elektrik diberikan di dada). Obat kemudian diberikan
untuk membantu mempertahankan irama normal jantung.
Bila fibrilasi ventrium terjadi kurang dari sejam setelah serangan jantung dan
penderita tidak dalam keadaan shock atau tidak mengalami gagal jantung, usaha
kardioversi rata-rata 95 persen akan sukses, dan prognosis akan baik. Shock dan
gagal jantung sebagai tanda dari kerusakan utama pada ventrium, jika hal itu
terjadi, bahkan usaha kardioversi hanya memiliki kesuksesan rata-rata 30 persen,
dan 70 persen kemungkinan meninggal.
IX.
Penatalaksanaan
• Antiaritmia
• Implantable cardioverter defibrilator (ICD)
• Pacemaker
• Radiofrequency ablation
Surgery:
•
•
•
Cryoablation
Maze surgery
Ventricular resection
Antiaritmia
Berdasar kelainan ritme yang terjadi:
•
•
Obat takiaritmia
Obat bradiaritmia
Berdasar mekanisme kerja:
• Kelas I : Blokade kanal natrium (A,B,C)
• Kelas II : Antiadrenergik
• Kelas III : Memperpanjang masa refrakter
• Kelas IV : Blokade kanal kalsium
Klasifikasi Vaughan Williams
-
Tipe IA
Disopiramid
Prokainamid
kuinidin
-
Tipe IB
Lidokain
meksiletin
-
Tipe IC
Flekainid
Moricizin
propafenon
Tipe II
Β-blocker (propanolol)
-
Tipe III
Amiodaron
Bretilium
Dofetilid
Ibutilid
Sotalol
Tipe IV
- Ca antagonis
(verapamil, diltiazem)
Daftar Pustaka
•
•
•
•
Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FKUI. Jakarta: 2008.
Rani, dkk. Panduan Pelayanan Medik. PB PAPDI. FKUI. Jakarta: 2008.
Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3. Edisi 13. EGC. Jakarta: 2000
Setiati, Siti, dkk. Lima Puluh Masalah Kesehatan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
•
Interna Publishing. Jakarta: 2008.
Texas Heart Institute. St. Lucas Episcopal Hospital. 2009.
Download