5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 : 25), H. ampas sagu teraktivasi basa-kaolin teraktivasi asam (25 : 75), I. ampas sagu teraktivasi-basa-kaolin teraktivasi asam (50 : 50), J. ampas sagu teraktivasi basa-kaolin teraktivasi asam (75 : 25), K. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), L. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), M. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (75 : 25), N. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (25 : 75), O. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (50 : 50), dan P. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75 : 25). Adsorpsi Pb2+ Pembuatan Larutan Pb2+ Larutan stok Pb2+ 1000 mg/L dibuat sebanyak 1L dari Pb(NO3)2. Larutan Pb2+ 1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 100 pm dan dibuat kurva standar dari larutan hasil pengenceran larutan stok ini dengan konsentrasi 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/L. Seleksi Adsorben Masing-masing adsorben dari 16 jenis tersebut ditimbang sebanyak 0.4 g ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 mL larutan Pb2+ 16 mg/L. Larutan berisi adsorben tersebut lalu dikocok selama 15 menit, setelah itu disaring dan diambil filtratnya, kemudian diukur absorbansnya dengan AAS pada panjang gelombang 217 nm. Setelah itu dihitung masing-masing nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsinya. Adsorben yang memiliki nilai kapasitas tertinggi selanjutnya ditentukan waktu dan bobot optimumnya. Penentuan Waktu Optimum Adsorben Sebanyak 0.5 g adsorben yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam 50 mL larutan Pb2+ 100 mg/L, kemudian larutan dikocok selama waktu yang ditentukan. Variasi waktu adsorpsi yang digunakan ialah 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 menit. Campuran kemudian disaring filtratnya dan diukur absorbansnya dengan AAS pada panjang gelombang 217 nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. Penentuan Bobot Optimum Adsorben Variasi bobot adsorben yang digunakan adalah 0.25, 0.5, 1.0, dan 2.0 g. Masingmasing ditambahkan 50 mL larutan Pb2+ 60 mg/L, kemudian dikocok selama waktu optimum. Campuran disaring dan absorbans filtrat diukur dengan AAS pada panjang gelombang 217 nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya Penentuan Isoterm Adsorpsi Adsorben ditimbang sebanyak bobot optimum kemudian ditambahkan 50 mL larutan Pb2+ pada berbagai konsentrasi, yaitu 50, 75, 100, 125, dan 150 mg/L, kemudian dikocok pada waktu optimum. Setelah itu, disaring dan diambil filtratnya untuk diukur absorbansnya dengan AAS pada panjang gelombang 217 nm. Persamaan regresi linear menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich dibuat untuk menentukan jenis isoterm yang sesuai. Penentuan Waktu Optimum dan Pengaruh Bobot Adsorben Arang Aktif Metode penentuan waktu dan bobot optimum adsorben arang aktif dilakukan dengan merujuk pada metode penentuan waktu optimum dan bobot optimum adsorben diatas. HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan Bentonit Adsorben yang akan digunakan diaktivasi terlebih dahulu agar jumlah pori-pori yang terbuka lebih banyak sehingga luas permukaannya semakin bertambah. Ampas sagu, kaolin, dan bentonit mula-mula dicuci dengan akuades untuk membersihkan pengotor-pengotor yang larut di dalam air. Ampas sagu kemudian diaktivasi dengan 2 cara, yaitu ada yang menggunakan H3PO4 30% dan ada yang menggunakan NaOH 0.1 N untuk membersihkan senyawa-senyawa selain polisakarida seperti mineral, protein, dan lemak yang larut dalam asam dan basa sehingga diharapkan tidak menutupi pori-pori adsorben yang dapat mengganggu mekanisme adsorpsi ion Pb2+. Aktivasi kaolin dan bentonit menggunakan asam diharapkan akan 6 menghasilkan mineral dengan situs aktif dan keasamaan permukaan yang lebih besar, sehingga kemampuan adsorpsi yang dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi. Asam yang digunakan untuk mengaktivasi kaolin dan bentonit adalah H2SO4 karena H2SO4 memiliki jumlah ekivalen H+ lebih tinggi dibanding dengan HCl ataupun HNO3 (Suarya 2008). Proses yang terjadi pada aktivasi kaolin menggunakan H2SO4 30%, yaitu komponenkomponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang mengisi ruang antarlapisan kaolin menjadi larut serta pengotor-pengotor yang melekat pada permukaan kaolin pun dibersihkan sehingga menambah luas permukaan adsorben. Ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan adsorben secara berangsur-angsur juga akan digantikan oleh ion H+ dari H2SO4 (Gambar 4). Gambar 4 Skema interaksi proton pada struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). Begitu juga halnya pada aktivasi bentonit. Kation logam seperti Na+, Ca2+, dan Mg2+ dalam struktur bentonit digantikan dengan H+ dari H2SO4 (Gambar 5), aktivasi bentonit dengan asam mineral juga diharapkan dapat melarutkan sebagian Al2O3 pada daerah antar ruang dan meningkatkan perbandingan SiO2 : Al2O3 dari (2 – 3):1 menjadi (5 – 6):1 (Supeno 2007). Lapisan Silikat Lapisan Kation 7Na+ Pertukaran Kation Kalsinasi Gambar 5 Skema interaksi proton pada struktur bentonit (Darma 2010). Seleksi Adsorben Adsorben yang digunakan pada tahap seleksi adalah ampas sagu teraktivasi asam, ampas sagu teraktivasi basa, bentonit teraktivasi asam, kaolin teraktivasi asam, dan masing-masing campuran antara ampas sagu dengan bentonit dan kaolin yang dibuat dengan perbandingan 100:0 ; 25:75 ; 50:50 ; dan 75:25, sehingga total adsorben yang diseleksi terdapat 16 jenis (Lampiran 2). Adsorpsi masing-masing adsorben dilakukan pada bobot dan waktu yang sama yaitu selama 15 menit dengan bobot 0.4 g. Larutan yang digunakan adalah larutan tunggal Pb2+ dengan konsentrasi awal 16 mg/L (Lampiran 2). Berdasarkan nilai efisiensi adsorpsinya, adsorben ampas sagu yang teraktivasi asam maupun basa serta campurannya mampu menjerap Pb2+ dengan kisaran 60–90% dan nilai kapasitas adsorpsinya berkisar antara 1-2 mg/g (Gambar 6). Hal ini membuktikan bahwa ampas sagu dan campurannya dengan bentonit maupun kaolin dapat digunakan sebagai adsorben ion Pb2+. Sebaliknya, adsorben bentonit teraktivasi asam (C) dan kaolin teraktivasi asam (D) memiliki nilai kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi yang lebih rendah dibandingkan dengan ampas sagu dan campurannya yaitu 0.16 dan 0.64 mg/g serta 7.45% dan 30.72%. 7 Gambar 6 Kurva kapasitas dan efisiensi adsorpsi masing-masing adsorben pada tahap seleksi Adsorben yang memiliki nilai efisiensi adsorpsi yang cukup besar (kisaran 90%) ada 8 jenis yaitu ampas sagu teraktivasi basa (A), ampas sagu teraktivasi asam (B), ampas sagu aktivasi basa-bentonit aktivasi asam (50:50) (F), ampas sagu aktivasi basa-bentonit aktivasi asam (75:25) (G), ampas sagu aktivasi basa-kaolin aktivasi asam (75:25) (J), ampas sagu aktivasi asam-bentonit aktivasi asam (75:25) (M), ampas sagu aktivasi asamkaolin aktivasi asam (25:75) (N), dan ampas sagu aktivasi asam-kaolin aktivasi asam (75:25) (P). Hal ini menunjukkan bahwa aktivasi ampas sagu dengan asam lemah dan basa encer dapat meningkatkan luas permukaan dan pori-pori adsorben, sehingga dapat meningkatkan efisiensi adsorpsi bentonit dan kaolin yang relatif rendah. Berdasarkan hasil seleksi, adsorben campuran yang diambil untuk ditentukan kondisi optimumnya adalah campuran ampas sagu aktivasi asam-bentonit aktivasi asam (75:25) (M) dan campuran ampas sagu aktivasi asam-kaolin aktivasi asam (75:25) (P) karena kedua adsorben campuran ini memiliki nilai kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan adsorben campuran lainnya (Lampiran 2). Ampas sagu teraktivasi asam (B) yang tanpa dicampur kaolin maupun bentonit dicari kondisi optimumnya sebagai blanko, sedangkan arang aktif komersil yang sering digunakan di perusahaan-perusahaan dicari pula kondisi optimumnya untuk dibandingkan dengan ketiga adsorben ini, maka jumlah adsorben yang ditentukan kondisi optimumnya ada empat jenis. Kondisi optimum adsorpsinya diukur berdasarkan dua parameter, yaitu waktu adsorpsi dan bobot adsorben. Setelah itu, ditentukan jenis isoterm adsorpsinya. Waktu optimum atau waktu setimbang adalah waktu dimana adsorben telah jenuh dengan adsorbat. Faktor lain yang mempengaruhi kapasitas dan efisiensi adsorpsi adalah bobot adsorben. Semakin banyak bobot adsorben yang digunakan maka diharapkan luas permukaan akan lebih besar sehingga mampu mengadsorpsi lebih banyak adsorbat. Kisaran bobot yang digunakan adalah 0.25 – 2 g. Kondisi Optimum Adsorben Ampas Sagu Teraktivasi Asam Waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam (adsorben B) adalah 45 menit (Gambar 7) dengan kapasitas adsorpsi rerata maksimum 11.59 mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 98.92% (Lampiran 3), artinya setiap 1 gram adsorben B mampu mengadsorpsi 11.59 mg ion Pb2+ dalam waktu 45 menit. Larutan Pb2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 118.6000 mg/L, sehingga berdasarkan nilai efisensi adsorpsinya, adsorben ampas sagu teraktivasi 8 asam dapat menurunkan konsentrasi Pb2+ menjadi 1.2809 mg/L. mengadsorpsi 6.52 mg ion Pb2+ dalam waktu 90 menit. Larutan Pb2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 111.0256 mg/L, sehingga berdasarkan nilai efisiensi adsorpsinya, adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (75:25) dapat menurunkan konsentrasi Pb2+ menjadi 45.8092 mg/L. Gambar 7 Waktu optimum adsorpsi adsorben ampas sagu teraktivasi asam. Pada penentuan bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam, hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari 28.75% sampai 95.14%. Bobot optimum didapatkan pada 0.5 g (Gambar 8) dengan kapasitas adsorpsi maksimum yaitu 3.00 mg/g. Setelah melewati 0.5 g, kapasitas adsorpsinya menurun (Lampiran 7). Gambar 9 Waktu optimum adsorpsi adsorben ampas sagu teraktivasi asambentonit aktivasi asam (75:25). Pada penentuan bobot optimum adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asambentonit teraktivasi asam (75:25) (adsorben M), hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari 31.32% sampai 96.81%. Bobot optimum didapatkan pada 0.5 g (Gambar 10) karena kapasitas adsorpsinya maksimum yaitu 4.28 mg/g (Lampiran 8). Gambar 8 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam. Kondisi Optimum Adsorben Campuran Ampas Sagu Teraktivasi Asam-Bentonit (75:25) Waktu optimum adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (75:25) (adsorben M) adalah 90 menit (Gambar 9) dengan kapasitas adsorpsi rerata maksimum 6.52 mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 58.74% (Lampiran 4), artinya setiap 1 g adsorben M mampu Gambar 10 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit teraktivasi asam (75:25). Kondisi Optimum Adsorben Campuran Ampas Sagu Teraktivasi Asam-Kaolin (75:25) Waktu optimum adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) (adsorben P) adalah 30 menit 9 (Gambar 11) dengan kapasitas adsorpsi rerata maksimum 8.22 mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 69.31% (Lampiran 5), artinya setiap 1 g adsorben M mampu mengadsorpsi 8.22 mg ion Pb2+ dalam waktu 30 menit. Larutan Pb2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 118.8800 mg/L, sehingga berdasarkan nilai efisiensi adsorpsinya, adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) dapat menurunkan konsentrasi Pb2+ menjadi 36.4843 mg/L. Gambar 11 Waktu optimum adsorpsi adsorben ampas sagu teraktivasi asamkaolin aktivasi asam (75:25). Pada penentuan bobot optimum adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) (adsorben P), hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari 38.31% sampai 97.25%. Bobot optimum didapatkan pada 0.25 g (gambar 12) karena kapasitas adsorpsinya maksimum yaitu 5.02 mg/g (Lampiran 9). Kondisi Optimum Adsorben Arang Aktif Waktu optimum adsorben arang aktif adalah 90 menit (Gambar 13) dengan kapasitas adsorpsi rerata maksimum 2.72 mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 24.52% (Lampiran 6), artinya 1 g arang aktif mampu mengadsorpsi 2.72 mg ion Pb2+ dalam waktu 90 menit. Larutan Pb2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 116.8250 mg/L, sehingga berdasarkan nilai efisensi adsorpsinya, arang aktif dapat menurunkan konsentrasi Pb2+ menjadi 88.1795 mg/L. Gambar 13 Waktu optimum arang aktif. Pada penentuan bobot optimum adsorben arang aktif, hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari 2.73% sampai 97.09%. Bobot optimum didapatkan pada 1 g (Gambar 14) karena kapasitas adsorpsinya maksimum yaitu 2.32 mg/g (Lampiran 10). Gambar 14 Bobot optimum arang aktif. Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Bobot Adsorben Gambar 12 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas dan efisiensi adsorpsi meningkat seiring dengan bertambahnya waktu adsorpsi, selanjutnya setelah melewati waktu optimum, kapasitas adsorpsi cenderung stabil bahkan 10 menurun. Penurunan kapasitas adsorpsi setelah mencapai nilai optimum dimungkinkan karena terjadi pelepasan kembali ikatan antara sisi aktif pada adsorben dengan ion Pb2+ (desorpsi) akibat semakin lamanya waktu kontak antara adsorben dan adsorbat karena adsorben telah jenuh oleh ion adsorbat. Pada penelitian ini, bobot optimum diambil hanya berdasarkan nilai kapasitas adsorpsi yang paling tinggi, namun nilai efisiensi adsorpsinya sendiri tidak dalam keadaan optimum. Hal ini karena dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa nilai kapasitas adsorpsi tidak berbanding lurus dengan efisiensi adsorpsi, kenaikan bobot adsorben meningkatkan efisiensi adsorpsi namun justru menurunkan nilai kapasitas adsorpsi. Hal ini karena kenaikan bobot adsorben pada waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat yang tetap menyebabkan peningkatan jumlah tapak aktif yang akan meningkatkan penyebaran adsorbat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi juga lebih lama. Setelah melewati bobot optimum, kapasitas adsorpsi cenderung menurun karena pada bobot optimum, hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat dengan adsorbat, sementara pada bobot di atas bobot optimum, masih banyak tapak aktif yang belum berikatan dengan adsorbat. Perbandingan Kinerja Adsorben Kinerja dari 3 jenis adsorben yang ditentukan kondisi optimumnya dievaluasi dengan cara membandingkan kemampuan adsorpsinya dengan adsorben komersial, yaitu arang aktif. Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi ion Pb2+ ketiga adsorben ini lebih besar daripada arang aktif komersial. Tabel 1 Perbandingan kinerja adsorben Waktu Bobot Qmax optimum optimum %E (mg/g) (gram) (menit) B 45 11.59 98.92 0.5 M 90 6.52 58.74 0.5 P 30 8.01 68.77 0.25 AA 90 2.72 24.52 1 B = ampas sagu teraktivasi asam M =ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25) P = ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25) AA = arang aktif Q = kapasitas adsorpsi (mg/g) %E = efisiensi adsorpsi (%) Adsorben Adsorben ampas sagu teraktivasi asam (B) memiliki kapasitas dan efisiensi adsorpsi adsorpsi tertinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan proses aktivasi menggunakan H3PO4 yang selain berfungsi membersihkan pengotor-pengotor dan senyawa-senyawa lain selain polisakarida sehingga dapat meningkatkan porositas granular padatan adsorben. H3PO4 juga dapat mengaktifkan gugus hidroksi (-OH) polisakarida yang banyak terkandung di dalam ampas sagu. Gugus hidroksi ini bersifat polar (Melisya 2010). Adsorben campuran ampas sagu teraktivasi asam dengan kaolin dan bentonit memiliki kapasitas adsorpsi lebih kecil daripada ampas sagu yang tidak dicampur. Pada tahap seleksi, bentonit dan kaolin memang memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih rendah daripada ampas sagu teraktivasi asam (Lampiran 2). Karakteristik yang mempengaruhi proses adsorpsi antara lain ukuran adsorbat dan ukuran pori-pori adsorben. Semakin besar ukuran pori-pori adsorben, maka adsorbat akan semakin mudah terjerap (Suzuki 1990). Ukuran jari-jari atom Pb sangat kecil, yaitu 175 pm. Ukuran pori-pori adsorben yang digunakan lebih besar dari Pb. Ampas sagu memiliki ukuran pori yang sangat kecil atau ultramikropori karena ukuran diameter porinya kurang dari 0,7 nm (Aripin et al. 2010), namun ampas sagu mengandung banyak polisakakarida. Salah satunya adalah lignoselulosa. Lignoselulosa memiliki kapasitas penukar ion karena banyak terdapat sisi aktif untuk mengadsorpsi ion Pb2+. Permukaan lignoselulosa memiliki porositas yang cukup tinggi. Selain itu, adsorpsi ion Pb2+ pada lignoselulosa tidak bergantung pada ukuran partikelnya (Rowell 2006). Kaolin memiliki pori-pori dengan diameter berkisar antara 40 - 100 nm (Nandi et al. 2009). Bentonit memiliki 3 jenis ukuran poripori berdasarkan diameternya, yaitu mikropori (diameter di bawah 2 nm), mesopori (diameter 2 – 50 nm), dan makropori (diameter di atas 50 nm) (Onal et al. 2002). Dilihat dari nilai kapasitas adsorpsi bentonit yang lebih kecil daripada kaolin, kemungkinan ukuran poripori bentonit untuk mengadsorpsi ion Pb2+ lebih kecil daripada kaolin. Pada adsorpsi ion Pb2+ dengan bentonit, kemungkinan lain penyebab kecilnya nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsinya pada proses aktivasi dengan H2SO4 selama 6 jam pada suhu 90-100°C tidak cocok untuk struktur bentonit. Kemungkinan ada sebagian ikatan antara alumina dan silika yang putus sehingga sisi aktif untuk mengadsorpsi Pb2+ berkurang. Hal ini dikarenakan sifat ikatan 11 antar lapisannya yang lemah. Pada kaolin, ikatan strukturnya lebih kuat sehingga tidak mudah putus (Supeno 2007). Maka nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi kaolin pun lebih tinggi daripada bentonit. Bentonit dan kaolin pada penelitian sebelumnya terbukti dapat mengadsorpsi senyawa-senyawa polutan organik persisten seperti heksakloroetana (Darma 2010) dan pemucat zat warna dengan efisiensi dan kapasitas adsorpsi yang bagus. ion logam berat memiliki sifat yang berbeda dengan senyawa-senyawa tersebut sehinga kemampuan adsorpsinya pada bentonit dan kaolin pun berbeda. Adsorben arang aktif komersil justru memiliki nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi yang paling kecil dibandingkan ketiga adsorben yang lain. Hal ini kemungkinan diakibatkan arang aktif kurang cocok sebagai adsorben logam berat karena berdasarkan fungsinya, arang aktif terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai pemucat warna dan penyerap uap (Sembiring & Sinaga 2003). Selain itu, permukaan arang aktif bersifat nonpolar sehingga kurang efektif untuk mengadsorpsi Pb2+. Berdasarkan bentuknya pula, arang aktif terbagi menjadi 2 jenis, yaitu serbuk (powder activated carbon) dan granul (granular activated carbon). Ukuran partikel arang aktif serbuk berkisar antara 15 – 25 pm (Suzuki 1990), sedangkan arang aktif granul berdiameter antara 10 - 200วบ Arang aktif yang digunakan pada penelitian ini kemungkinan adalah jenis powder activated carbon karena ukuran partikelnya lebih kecil, maka ukuran pori-porinya pun semakin kecil. Ukuran pori-pori yang kecil menyebabkan proses adsorpsi menjadi tidak optimum sehingga nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsinya pun rendah. Adsorben campuran M dan P memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar dari arang aktif, namun pada adsorben M, waktu optimumnya sama dengan arang aktif yaitu 90 menit. Berdasarkan data tersebut, kemungkinan besar adsorben yang akan digunakan di industri adalah adsorben B dan P karena waktu dan bobot yang digunakan lebih sedikit namun kapasitas adsorpsinya lebih besar sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi, maka adsorben yang diukur tipe isotermnya hanya 2, yaitu ampas sagu teraktivasi asam (B) dan ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) (P). Isoterm Adsorpsi Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui proses terbentuknya lapisan adsorbat pada permukaan adsorben apakah monolayer atau multilayer. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir dibuat dengan cara menghubungkan c/(x/m) terhadap c, sedangkan isoterm adsorpsi Freundlich dibuat dengan menghubungkan log x/m terhadap log c. Gambar 15 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb2+ oleh ampas sagu teraktivasi asam. Gambar 16 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb2+ oleh ampas sagu teraktivasi asam. Gambar 17 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb2+ oleh ampas sagu teraktivasi asamkaolin teraktivasi asam (75:25). 12 Berdasarkan teori isoterm Langmuir, terdapat sejumlah tertentu sisi aktif adsorben yang membentuk ikatan kovalen atau ion. Pada adsorpsi ion Pb2+ dengan ampas sagu, kemungkinan terjadi proses pertukaran ion dengan gugus –OH dari polisakarida pada ampas sagu. Mekanisme pertukaran ionnya diperkirakan sebagai berikut, Gambar 18 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb2+ oleh ampas sagu teraktivasi asamkaolin teraktivasi asam (75:25). Berdasarkan kurva diatas, isoterm adsorpsi Pb2+ dengan ampas sagu teraktivasi asam mengikuti tipe isoterm Langmuir karena memiliki linearitas 99.90% (Gambar 15) dengan nilai α dan β masing-masing adalah 77.5194 dan 0.0393 (Lampiran 11). Adsorpsi ion Pb2+ dengan campuran adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam (75:25) juga mengikuti tipe isoterm Langmuir karena memiliki linearitas sebesar 99.5% (Gambar 17) dengan nilai α dan β masingmasing adalah 6.0241 dan -0.2049 (Lampiran 11). Berdasarkan asumsi yang diambil dari tipe isoterm Langmuir, maka situs aktif pada permukaan adsorben ampas sagu teraktivasi asam dan campuran ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25) bersifat homogen dan lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah monolayer. Pada tipe isoterm Langmuir, nilai α menggambarkan jumlah yang dijerap atau kapasitas adsorpsi untuk membentuk lapisan sempurna pada permukaan adsorben. Nilai β merupakan konstanta yang bertambah dengan kenaikan ukuran molekuler yang menunjukkan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Ion Positif Adsorbat Ion Positif Permukaan Adsorben Negatif Gambar 19 Adsorpsi ion positif pada permukaan adsorben (Gunton 2004) M2+ adalah ion logam Pb2+, -OH adalah gugus hidroksil polisakarida dan Y adalah matriks tempat gugus -OH terikat. Interaksi antara gugus -OH dengan ion logam juga memungkinkan melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen (O) pada gugus -OH mempunyai pasangan elektron bebas, sedangkan ion logam mempunyai orbital d kosong. Pasangan elektron bebas tersebut akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh ion logam, sehingga terbentuk suatu senyawa atau ion kompleks. Ikatan kimia yang terjadi antara gugus aktif pada zat organik dengan ion logam berat berdasarkan teori interaksi asam-basa Lewis yang menghasilkan senyawa kompleks pada permukaan padatan. Pada sistem adsorpsi larutan ion logam, kemungkinan interaksi yang terjadi adalah, [GH] + Mz+→[GM(z-1)]+ + H+ 2[GH] + Mz+→[G2M(z-2)]+ + 2H+ dimana GH adalah gugus fungsional yang terdapat pada zat organik, dan M adalah ion bervalensi z (Amri et al. 2004). Pada adsorben ampas sagu teraktivasi asam, gugus –OH yang terdapat pada adsorben lebih banyak sehingga lebih banyak mengadsorpsi Pb2+, karena itulah nilai kapasitas adsorpsinya lebih tinggi daripada saat dicampur dengan kaolin yang diaktivasi asam, namun kaolin tetap dapat mengadsorpsi Pb2+ karena Pb2+ diikat oleh Si pada kaolin, kemungkinan proses adsorpsinya adalah 2SiO- + Pb2+→(Si-O)2 – Pb 2Si-OH + Pb2+→(Si-O)2 – Pb + 2H+ (Omar 2007). Mekanisme adsorpsi Pb2+ belum dapat ditentukan apakah secara fisisorpsi atau kimisorpsi karena harus ada data pendukung yaitu menentukan termodinamika dan kinetika pada proses adsorpsi yang terjadi, sedangkan pada penelitian ini, kedua hal tersebut tidak dilakukan.