G11yyu1_BAB IV Hasil dan Pembahasan

advertisement
5
E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit
teraktivasi asam (25 : 75),
F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit
teraktivasi asam (50 : 50),
G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit
teraktivasi asam (75 : 25),
H. ampas sagu teraktivasi basa-kaolin
teraktivasi asam (25 : 75),
I. ampas
sagu
teraktivasi-basa-kaolin
teraktivasi asam (50 : 50),
J. ampas sagu teraktivasi basa-kaolin
teraktivasi asam (75 : 25),
K. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (25 : 75),
L. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (50 : 50),
M. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (75 : 25),
N. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (25 : 75),
O. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (50 : 50), dan
P. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (75 : 25).
Adsorpsi Pb2+
Pembuatan Larutan Pb2+
Larutan stok Pb2+ 1000 mg/L dibuat
sebanyak 1L dari Pb(NO3)2. Larutan Pb2+
1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 100
pm dan dibuat kurva standar dari larutan hasil
pengenceran larutan stok
ini dengan
konsentrasi 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/L.
Seleksi Adsorben
Masing-masing adsorben dari 16 jenis
tersebut ditimbang sebanyak 0.4 g ke dalam
Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 mL
larutan Pb2+ 16 mg/L. Larutan berisi adsorben
tersebut lalu dikocok selama 15 menit,
setelah itu disaring dan diambil filtratnya,
kemudian diukur absorbansnya dengan AAS
pada panjang gelombang 217 nm. Setelah itu
dihitung masing-masing nilai kapasitas dan
efisiensi adsorpsinya. Adsorben yang
memiliki nilai kapasitas tertinggi selanjutnya
ditentukan waktu dan bobot optimumnya.
Penentuan Waktu Optimum Adsorben
Sebanyak 0.5 g adsorben yang sudah
diseleksi dimasukkan ke dalam 50 mL larutan
Pb2+ 100 mg/L, kemudian larutan dikocok
selama waktu yang ditentukan. Variasi waktu
adsorpsi yang digunakan ialah 15, 30, 45, 60,
90, dan 120 menit. Campuran kemudian
disaring filtratnya dan diukur absorbansnya
dengan AAS pada panjang gelombang 217
nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi
adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.
Penentuan Bobot Optimum Adsorben
Variasi bobot adsorben yang digunakan
adalah 0.25, 0.5, 1.0, dan 2.0 g. Masingmasing ditambahkan 50 mL larutan Pb2+ 60
mg/L, kemudian dikocok selama waktu
optimum. Campuran disaring dan absorbans
filtrat diukur dengan AAS pada panjang
gelombang 217 nm. Setelah itu, dihitung nilai
efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya
Penentuan Isoterm Adsorpsi
Adsorben ditimbang sebanyak bobot
optimum kemudian ditambahkan 50 mL
larutan Pb2+ pada berbagai konsentrasi, yaitu
50, 75, 100, 125, dan 150 mg/L, kemudian
dikocok pada waktu optimum. Setelah itu,
disaring dan diambil filtratnya untuk diukur
absorbansnya dengan AAS pada panjang
gelombang 217 nm.
Persamaan regresi linear menggunakan
persamaan Langmuir dan Freundlich dibuat
untuk menentukan jenis isoterm yang sesuai.
Penentuan Waktu Optimum dan
Pengaruh Bobot Adsorben Arang Aktif
Metode penentuan waktu dan bobot
optimum adsorben arang aktif dilakukan
dengan merujuk pada metode penentuan
waktu optimum dan bobot optimum adsorben
diatas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan
Bentonit
Adsorben yang akan digunakan diaktivasi
terlebih dahulu agar jumlah pori-pori yang
terbuka lebih banyak sehingga luas
permukaannya semakin bertambah. Ampas
sagu, kaolin, dan bentonit mula-mula dicuci
dengan akuades untuk membersihkan
pengotor-pengotor yang larut di dalam air.
Ampas sagu kemudian diaktivasi dengan 2
cara, yaitu ada yang menggunakan H3PO4
30% dan ada yang menggunakan NaOH 0.1
N untuk membersihkan senyawa-senyawa
selain polisakarida seperti mineral, protein,
dan lemak yang larut dalam asam dan basa
sehingga diharapkan tidak menutupi pori-pori
adsorben
yang
dapat
mengganggu
mekanisme adsorpsi ion Pb2+.
Aktivasi
kaolin
dan
bentonit
menggunakan asam diharapkan akan
6
menghasilkan mineral dengan situs aktif dan
keasamaan permukaan yang lebih besar,
sehingga
kemampuan
adsorpsi
yang
dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan
sebelum diaktivasi. Asam yang digunakan
untuk mengaktivasi kaolin dan bentonit
adalah H2SO4 karena H2SO4 memiliki jumlah
ekivalen H+ lebih tinggi dibanding dengan
HCl ataupun HNO3 (Suarya 2008).
Proses yang terjadi pada aktivasi kaolin
menggunakan H2SO4 30%, yaitu komponenkomponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan
MgO yang mengisi ruang antarlapisan kaolin
menjadi larut serta pengotor-pengotor yang
melekat pada permukaan kaolin pun
dibersihkan sehingga menambah luas
permukaan adsorben. Ion-ion Ca2+ dan Mg2+
yang berada pada permukaan adsorben secara
berangsur-angsur juga akan digantikan oleh
ion H+ dari H2SO4 (Gambar 4).
Gambar 4 Skema interaksi proton pada
struktur kaolin (Dudkin et al.
2004).
Begitu juga halnya pada aktivasi bentonit.
Kation logam seperti Na+, Ca2+, dan Mg2+
dalam struktur bentonit digantikan dengan H+
dari H2SO4 (Gambar 5), aktivasi bentonit
dengan asam mineral juga diharapkan dapat
melarutkan sebagian Al2O3 pada daerah antar
ruang dan meningkatkan perbandingan SiO2 :
Al2O3 dari (2 – 3):1 menjadi (5 – 6):1
(Supeno 2007).
Lapisan Silikat
Lapisan Kation 7Na+
Pertukaran Kation
Kalsinasi
Gambar 5 Skema interaksi proton pada
struktur
bentonit
(Darma
2010).
Seleksi Adsorben
Adsorben yang digunakan pada tahap
seleksi adalah ampas sagu teraktivasi asam,
ampas sagu teraktivasi basa, bentonit
teraktivasi asam, kaolin teraktivasi asam, dan
masing-masing campuran antara ampas sagu
dengan bentonit dan kaolin yang dibuat
dengan perbandingan 100:0 ; 25:75 ; 50:50 ;
dan 75:25, sehingga total adsorben yang
diseleksi terdapat 16 jenis (Lampiran 2).
Adsorpsi
masing-masing
adsorben
dilakukan pada bobot dan waktu yang sama
yaitu selama 15 menit dengan bobot 0.4 g.
Larutan yang digunakan adalah larutan
tunggal Pb2+ dengan konsentrasi awal 16
mg/L (Lampiran 2). Berdasarkan nilai
efisiensi adsorpsinya, adsorben ampas sagu
yang teraktivasi asam maupun basa serta
campurannya mampu menjerap Pb2+ dengan
kisaran 60–90% dan nilai kapasitas
adsorpsinya berkisar antara 1-2 mg/g
(Gambar 6). Hal ini membuktikan bahwa
ampas sagu dan campurannya dengan
bentonit maupun kaolin dapat digunakan
sebagai adsorben ion Pb2+. Sebaliknya,
adsorben bentonit teraktivasi asam (C) dan
kaolin teraktivasi asam (D) memiliki nilai
kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi yang
lebih rendah dibandingkan dengan ampas
sagu dan campurannya yaitu 0.16 dan 0.64
mg/g serta 7.45% dan 30.72%.
7
Gambar 6 Kurva kapasitas dan efisiensi adsorpsi masing-masing adsorben pada tahap seleksi
Adsorben yang memiliki nilai efisiensi
adsorpsi yang cukup besar (kisaran 90%) ada
8 jenis yaitu ampas sagu teraktivasi basa (A),
ampas sagu teraktivasi asam (B), ampas sagu
aktivasi basa-bentonit aktivasi asam (50:50)
(F), ampas sagu aktivasi basa-bentonit
aktivasi asam (75:25) (G), ampas sagu
aktivasi basa-kaolin aktivasi asam (75:25) (J),
ampas sagu aktivasi asam-bentonit aktivasi
asam (75:25) (M), ampas sagu aktivasi asamkaolin aktivasi asam (25:75) (N), dan ampas
sagu aktivasi asam-kaolin aktivasi asam
(75:25) (P). Hal ini menunjukkan bahwa
aktivasi ampas sagu dengan asam lemah dan
basa encer dapat meningkatkan luas
permukaan dan pori-pori adsorben, sehingga
dapat meningkatkan efisiensi adsorpsi
bentonit dan kaolin yang relatif rendah.
Berdasarkan hasil seleksi, adsorben
campuran yang diambil untuk ditentukan
kondisi optimumnya adalah campuran ampas
sagu aktivasi asam-bentonit aktivasi asam
(75:25) (M) dan campuran ampas sagu
aktivasi asam-kaolin aktivasi asam (75:25) (P)
karena kedua adsorben campuran ini memiliki
nilai kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi
dibandingkan adsorben campuran lainnya
(Lampiran 2). Ampas sagu teraktivasi asam
(B) yang tanpa dicampur kaolin maupun
bentonit dicari kondisi optimumnya sebagai
blanko, sedangkan arang aktif komersil yang
sering digunakan di perusahaan-perusahaan
dicari pula kondisi optimumnya untuk
dibandingkan dengan ketiga adsorben ini,
maka jumlah adsorben yang ditentukan
kondisi optimumnya ada empat jenis. Kondisi
optimum adsorpsinya diukur berdasarkan dua
parameter, yaitu waktu adsorpsi dan bobot
adsorben. Setelah itu, ditentukan jenis isoterm
adsorpsinya.
Waktu optimum atau waktu setimbang
adalah waktu dimana adsorben telah jenuh
dengan
adsorbat.
Faktor
lain
yang
mempengaruhi kapasitas dan efisiensi
adsorpsi adalah bobot adsorben. Semakin
banyak bobot adsorben yang digunakan maka
diharapkan luas permukaan akan lebih besar
sehingga mampu mengadsorpsi lebih banyak
adsorbat. Kisaran bobot yang digunakan
adalah 0.25 – 2 g.
Kondisi Optimum Adsorben Ampas Sagu
Teraktivasi Asam
Waktu optimum adsorben ampas sagu
teraktivasi asam (adsorben B) adalah 45 menit
(Gambar 7) dengan kapasitas adsorpsi rerata
maksimum 11.59 mg/g dan efisiensi adsorpsi
rerata 98.92% (Lampiran 3), artinya setiap 1
gram adsorben B mampu mengadsorpsi 11.59
mg ion Pb2+ dalam waktu 45 menit. Larutan
Pb2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 118.6000
mg/L, sehingga berdasarkan nilai efisensi
adsorpsinya, adsorben ampas sagu teraktivasi
8
asam dapat menurunkan konsentrasi Pb2+
menjadi 1.2809 mg/L.
mengadsorpsi 6.52 mg ion Pb2+ dalam waktu
90 menit. Larutan Pb2+ yang diadsorpsi
berkonsentrasi 111.0256 mg/L, sehingga
berdasarkan nilai efisiensi adsorpsinya,
adsorben campuran ampas sagu teraktivasi
asam-bentonit teraktivasi asam (75:25) dapat
menurunkan konsentrasi Pb2+ menjadi 45.8092
mg/L.
Gambar 7 Waktu optimum adsorpsi adsorben
ampas sagu teraktivasi asam.
Pada penentuan bobot optimum adsorben
ampas sagu teraktivasi asam, hasilnya
menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion
Pb2+ meningkat dari 28.75% sampai 95.14%.
Bobot optimum didapatkan pada 0.5 g
(Gambar 8) dengan kapasitas adsorpsi
maksimum yaitu 3.00 mg/g. Setelah melewati
0.5 g, kapasitas adsorpsinya menurun
(Lampiran 7).
Gambar 9 Waktu optimum adsorpsi adsorben
ampas sagu teraktivasi asambentonit aktivasi asam (75:25).
Pada penentuan bobot optimum adsorben
campuran ampas sagu teraktivasi asambentonit teraktivasi asam (75:25) (adsorben
M), hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi
adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari 31.32%
sampai 96.81%. Bobot optimum didapatkan
pada 0.5 g (Gambar 10) karena kapasitas
adsorpsinya maksimum yaitu 4.28 mg/g
(Lampiran 8).
Gambar 8 Bobot optimum adsorben ampas
sagu teraktivasi asam.
Kondisi Optimum Adsorben Campuran
Ampas Sagu Teraktivasi Asam-Bentonit
(75:25)
Waktu optimum adsorben campuran
ampas sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (75:25) (adsorben M) adalah
90 menit (Gambar 9) dengan kapasitas
adsorpsi rerata maksimum 6.52 mg/g dan
efisiensi adsorpsi rerata 58.74% (Lampiran 4),
artinya setiap 1 g adsorben M mampu
Gambar 10 Bobot optimum adsorben ampas
sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (75:25).
Kondisi Optimum Adsorben Campuran
Ampas Sagu Teraktivasi Asam-Kaolin
(75:25)
Waktu optimum adsorben campuran
ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi
asam (75:25) (adsorben P) adalah 30 menit
9
(Gambar 11) dengan kapasitas adsorpsi rerata
maksimum 8.22 mg/g dan efisiensi adsorpsi
rerata 69.31% (Lampiran 5), artinya setiap 1 g
adsorben M mampu mengadsorpsi 8.22 mg
ion Pb2+ dalam waktu 30 menit. Larutan Pb2+
yang diadsorpsi berkonsentrasi 118.8800
mg/L, sehingga berdasarkan nilai efisiensi
adsorpsinya, adsorben campuran ampas sagu
teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam
(75:25) dapat menurunkan konsentrasi Pb2+
menjadi 36.4843 mg/L.
Gambar 11 Waktu optimum adsorpsi adsorben
ampas sagu teraktivasi asamkaolin aktivasi asam (75:25).
Pada penentuan bobot optimum adsorben
campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (75:25) (adsorben P),
hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi
adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari 38.31%
sampai 97.25%. Bobot optimum didapatkan
pada 0.25 g (gambar 12) karena kapasitas
adsorpsinya maksimum yaitu 5.02 mg/g
(Lampiran 9).
Kondisi Optimum Adsorben Arang Aktif
Waktu optimum adsorben arang aktif
adalah 90 menit (Gambar 13) dengan
kapasitas adsorpsi rerata maksimum 2.72
mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 24.52%
(Lampiran 6), artinya 1 g arang aktif mampu
mengadsorpsi 2.72 mg ion Pb2+ dalam waktu
90 menit. Larutan Pb2+ yang diadsorpsi
berkonsentrasi 116.8250 mg/L, sehingga
berdasarkan nilai efisensi adsorpsinya, arang
aktif dapat menurunkan konsentrasi Pb2+
menjadi 88.1795 mg/L.
Gambar 13 Waktu optimum arang aktif.
Pada penentuan bobot optimum adsorben
arang aktif, hasilnya menunjukkan bahwa
efisiensi adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari
2.73% sampai 97.09%. Bobot optimum
didapatkan pada 1 g (Gambar 14) karena
kapasitas adsorpsinya maksimum yaitu 2.32
mg/g (Lampiran 10).
Gambar 14 Bobot optimum arang aktif.
Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Bobot
Adsorben
Gambar 12 Bobot optimum adsorben ampas
sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (75:25).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas dan efisiensi adsorpsi meningkat
seiring dengan bertambahnya waktu adsorpsi,
selanjutnya setelah melewati waktu optimum,
kapasitas adsorpsi cenderung stabil bahkan
10
menurun. Penurunan kapasitas adsorpsi
setelah
mencapai
nilai
optimum
dimungkinkan karena terjadi pelepasan
kembali ikatan antara sisi aktif pada adsorben
dengan ion Pb2+ (desorpsi) akibat semakin
lamanya waktu kontak antara adsorben dan
adsorbat karena adsorben telah jenuh oleh ion
adsorbat. Pada penelitian ini, bobot optimum
diambil hanya berdasarkan nilai kapasitas
adsorpsi yang paling tinggi, namun nilai
efisiensi adsorpsinya sendiri tidak dalam
keadaan optimum. Hal ini karena dari hasil
yang didapatkan menunjukkan bahwa nilai
kapasitas adsorpsi tidak berbanding lurus
dengan efisiensi adsorpsi, kenaikan bobot
adsorben meningkatkan efisiensi adsorpsi
namun justru menurunkan nilai kapasitas
adsorpsi. Hal ini karena kenaikan bobot
adsorben pada waktu adsorpsi dan konsentrasi
adsorbat yang
tetap menyebabkan
peningkatan jumlah tapak aktif yang akan
meningkatkan penyebaran adsorbat sehingga
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
kesetimbangan adsorpsi juga lebih lama.
Setelah melewati bobot optimum, kapasitas
adsorpsi cenderung menurun karena pada
bobot optimum, hampir seluruh permukaan
adsorben telah terikat dengan adsorbat,
sementara pada bobot di atas bobot optimum,
masih banyak tapak aktif yang belum
berikatan dengan adsorbat.
Perbandingan Kinerja Adsorben
Kinerja dari 3 jenis adsorben yang
ditentukan kondisi optimumnya dievaluasi
dengan cara membandingkan kemampuan
adsorpsinya dengan adsorben komersial, yaitu
arang aktif. Hasil penelitian pada Tabel 1
menunjukkan bahwa nilai kapasitas
dan
efisiensi adsorpsi ion Pb2+ ketiga adsorben ini
lebih besar daripada arang aktif komersial.
Tabel 1 Perbandingan kinerja adsorben
Waktu
Bobot
Qmax
optimum
optimum
%E
(mg/g)
(gram)
(menit)
B
45
11.59
98.92
0.5
M
90
6.52
58.74
0.5
P
30
8.01
68.77
0.25
AA
90
2.72
24.52
1
B = ampas sagu teraktivasi asam
M =ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25)
P = ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25)
AA = arang aktif
Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)
%E = efisiensi adsorpsi (%)
Adsorben
Adsorben ampas sagu teraktivasi asam (B)
memiliki kapasitas dan efisiensi adsorpsi
adsorpsi tertinggi. Hal ini kemungkinan
disebabkan proses aktivasi menggunakan
H3PO4 yang selain berfungsi membersihkan
pengotor-pengotor dan senyawa-senyawa lain
selain
polisakarida
sehingga
dapat
meningkatkan porositas granular padatan
adsorben. H3PO4 juga dapat mengaktifkan
gugus hidroksi (-OH) polisakarida yang
banyak terkandung di dalam ampas sagu.
Gugus hidroksi ini bersifat polar (Melisya
2010).
Adsorben
campuran
ampas
sagu
teraktivasi asam dengan kaolin dan bentonit
memiliki kapasitas adsorpsi lebih kecil
daripada ampas sagu yang tidak dicampur.
Pada tahap seleksi, bentonit dan kaolin
memang memiliki kapasitas adsorpsi yang
lebih rendah daripada ampas sagu teraktivasi
asam (Lampiran 2).
Karakteristik yang mempengaruhi proses
adsorpsi antara lain ukuran adsorbat dan
ukuran pori-pori adsorben. Semakin besar
ukuran pori-pori adsorben, maka adsorbat
akan semakin mudah terjerap (Suzuki 1990).
Ukuran jari-jari atom Pb sangat kecil, yaitu
175 pm. Ukuran pori-pori adsorben yang
digunakan lebih besar dari Pb.
Ampas sagu memiliki ukuran pori yang
sangat kecil atau ultramikropori karena ukuran
diameter porinya kurang dari 0,7 nm (Aripin
et al. 2010), namun ampas sagu mengandung
banyak polisakakarida. Salah satunya adalah
lignoselulosa.
Lignoselulosa
memiliki
kapasitas penukar ion karena banyak terdapat
sisi aktif untuk mengadsorpsi ion Pb2+.
Permukaan lignoselulosa memiliki porositas
yang cukup tinggi. Selain itu, adsorpsi ion
Pb2+ pada lignoselulosa tidak bergantung pada
ukuran partikelnya (Rowell 2006).
Kaolin memiliki pori-pori dengan diameter
berkisar antara 40 - 100 nm (Nandi et al.
2009). Bentonit memiliki 3 jenis ukuran poripori berdasarkan diameternya, yaitu mikropori
(diameter di bawah 2 nm), mesopori (diameter
2 – 50 nm), dan makropori (diameter di atas
50 nm) (Onal et al. 2002). Dilihat dari nilai
kapasitas adsorpsi bentonit yang lebih kecil
daripada kaolin, kemungkinan ukuran poripori bentonit untuk mengadsorpsi ion Pb2+
lebih kecil daripada kaolin.
Pada adsorpsi ion Pb2+ dengan bentonit,
kemungkinan lain penyebab kecilnya nilai
kapasitas dan efisiensi adsorpsinya pada
proses aktivasi dengan H2SO4 selama 6 jam
pada suhu 90-100°C tidak cocok untuk
struktur bentonit. Kemungkinan ada sebagian
ikatan antara alumina dan silika yang putus
sehingga sisi aktif untuk mengadsorpsi Pb2+
berkurang. Hal ini dikarenakan sifat ikatan
11
antar lapisannya yang lemah. Pada kaolin,
ikatan strukturnya lebih kuat sehingga tidak
mudah putus (Supeno 2007). Maka nilai
kapasitas dan efisiensi adsorpsi kaolin pun
lebih tinggi daripada bentonit.
Bentonit dan kaolin pada penelitian
sebelumnya terbukti dapat mengadsorpsi
senyawa-senyawa polutan organik persisten
seperti heksakloroetana (Darma 2010) dan
pemucat zat warna dengan efisiensi dan
kapasitas adsorpsi yang bagus. ion logam
berat memiliki sifat yang berbeda dengan
senyawa-senyawa
tersebut
sehinga
kemampuan adsorpsinya pada bentonit dan
kaolin pun berbeda.
Adsorben arang aktif komersil justru
memiliki nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi
yang paling kecil dibandingkan ketiga
adsorben yang lain. Hal ini kemungkinan
diakibatkan arang aktif kurang cocok sebagai
adsorben logam berat karena berdasarkan
fungsinya, arang aktif terbagi menjadi 2 jenis,
yaitu sebagai pemucat warna dan penyerap
uap (Sembiring & Sinaga 2003). Selain itu,
permukaan arang aktif bersifat nonpolar
sehingga kurang efektif untuk mengadsorpsi
Pb2+. Berdasarkan bentuknya pula, arang aktif
terbagi menjadi 2 jenis, yaitu serbuk (powder
activated carbon) dan granul (granular
activated carbon). Ukuran partikel arang aktif
serbuk berkisar antara 15 – 25 pm (Suzuki
1990), sedangkan arang aktif granul
berdiameter antara 10 - 200วบ Arang aktif
yang digunakan pada penelitian ini
kemungkinan adalah jenis powder activated
carbon karena ukuran partikelnya lebih kecil,
maka ukuran pori-porinya pun semakin kecil.
Ukuran pori-pori yang kecil menyebabkan
proses adsorpsi menjadi tidak optimum
sehingga nilai kapasitas dan efisiensi
adsorpsinya pun rendah.
Adsorben campuran M dan P memiliki
kapasitas adsorpsi yang lebih besar dari arang
aktif, namun pada adsorben M, waktu
optimumnya sama dengan arang aktif yaitu 90
menit.
Berdasarkan
data
tersebut,
kemungkinan besar adsorben yang akan
digunakan di industri adalah adsorben B dan P
karena waktu dan bobot yang digunakan lebih
sedikit namun kapasitas adsorpsinya lebih
besar sehingga dapat meningkatkan efisiensi
produksi, maka adsorben yang diukur tipe
isotermnya hanya 2, yaitu ampas sagu
teraktivasi asam (B) dan ampas sagu
teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam
(75:25) (P).
Isoterm Adsorpsi
Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan
untuk mengetahui proses terbentuknya lapisan
adsorbat pada permukaan adsorben apakah
monolayer atau multilayer. Kurva isoterm
adsorpsi Langmuir dibuat dengan cara
menghubungkan
c/(x/m)
terhadap
c,
sedangkan isoterm adsorpsi Freundlich dibuat
dengan menghubungkan log x/m terhadap log
c.
Gambar 15 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb2+
oleh ampas sagu teraktivasi asam.
Gambar 16 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb2+
oleh ampas sagu teraktivasi asam.
Gambar 17 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb2+
oleh ampas sagu teraktivasi asamkaolin teraktivasi asam (75:25).
12
Berdasarkan teori isoterm Langmuir,
terdapat sejumlah tertentu sisi aktif adsorben
yang membentuk ikatan kovalen atau ion.
Pada adsorpsi ion Pb2+ dengan ampas sagu,
kemungkinan terjadi proses pertukaran ion
dengan gugus –OH dari polisakarida pada
ampas sagu. Mekanisme pertukaran ionnya
diperkirakan sebagai berikut,
Gambar 18 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb2+
oleh ampas sagu teraktivasi asamkaolin teraktivasi asam (75:25).
Berdasarkan kurva diatas, isoterm adsorpsi
Pb2+ dengan ampas sagu teraktivasi asam
mengikuti tipe isoterm Langmuir karena
memiliki linearitas 99.90% (Gambar 15)
dengan nilai α dan β masing-masing adalah
77.5194 dan 0.0393 (Lampiran 11). Adsorpsi
ion Pb2+ dengan campuran adsorben ampas
sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam
(75:25) juga mengikuti tipe isoterm Langmuir
karena memiliki linearitas sebesar 99.5%
(Gambar 17) dengan nilai α dan β masingmasing adalah 6.0241 dan -0.2049 (Lampiran
11). Berdasarkan asumsi yang diambil dari
tipe isoterm Langmuir, maka situs aktif pada
permukaan adsorben ampas sagu teraktivasi
asam dan campuran ampas sagu teraktivasi
asam-bentonit (75:25) bersifat homogen dan
lapisan adsorbat yang terbentuk pada
permukaan adsorben adalah monolayer.
Pada tipe isoterm Langmuir, nilai α
menggambarkan jumlah yang dijerap atau
kapasitas adsorpsi untuk membentuk lapisan
sempurna pada permukaan adsorben. Nilai β
merupakan konstanta yang bertambah dengan
kenaikan
ukuran
molekuler
yang
menunjukkan kekuatan ikatan molekul
adsorbat pada permukaan adsorben.
Ion Positif
Adsorbat
Ion Positif
Permukaan Adsorben Negatif
Gambar 19 Adsorpsi ion positif pada
permukaan adsorben (Gunton 2004)
M2+ adalah ion logam Pb2+, -OH adalah gugus
hidroksil polisakarida dan Y adalah matriks
tempat gugus -OH terikat. Interaksi antara
gugus -OH dengan ion logam juga
memungkinkan
melalui
mekanisme
pembentukan kompleks koordinasi karena
atom oksigen (O) pada gugus -OH
mempunyai pasangan elektron bebas,
sedangkan ion logam mempunyai orbital d
kosong. Pasangan elektron bebas tersebut
akan menempati orbital kosong yang dimiliki
oleh ion logam, sehingga terbentuk suatu
senyawa atau ion kompleks. Ikatan kimia
yang terjadi antara gugus aktif pada zat
organik dengan ion logam berat berdasarkan
teori interaksi asam-basa Lewis yang
menghasilkan senyawa kompleks pada
permukaan padatan. Pada sistem adsorpsi
larutan ion logam, kemungkinan interaksi
yang terjadi adalah,
[GH] + Mz+→[GM(z-1)]+ + H+
2[GH] + Mz+→[G2M(z-2)]+ + 2H+
dimana GH adalah gugus fungsional yang
terdapat pada zat organik, dan M adalah ion
bervalensi z (Amri et al. 2004).
Pada adsorben ampas sagu teraktivasi
asam, gugus –OH yang terdapat pada
adsorben lebih banyak sehingga lebih banyak
mengadsorpsi Pb2+, karena itulah nilai
kapasitas adsorpsinya lebih tinggi daripada
saat dicampur dengan kaolin yang diaktivasi
asam, namun kaolin tetap dapat mengadsorpsi
Pb2+ karena Pb2+ diikat oleh Si pada kaolin,
kemungkinan proses adsorpsinya adalah
2SiO- + Pb2+→(Si-O)2 – Pb
2Si-OH + Pb2+→(Si-O)2 – Pb + 2H+ (Omar
2007).
Mekanisme adsorpsi Pb2+ belum dapat
ditentukan apakah secara fisisorpsi atau
kimisorpsi karena harus ada data pendukung
yaitu menentukan termodinamika dan kinetika
pada proses adsorpsi yang terjadi, sedangkan
pada penelitian ini, kedua hal tersebut tidak
dilakukan.
Download