REFERAT “Otitis Media Supuratif Kronik - OMSK” PEMBIMBING: dr. Renie N.Z, Sp. THT dr. Djoko Srijono, Sp. THT dr. Dumasari Siregar, Sp.THT dr. Puteri Anugrah Rizki, Sp.THT PENULIS: Angelika 030.09.020 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan RSUD Budhi Asih Jakarta Periode 13 Januari 2014 – 15 Februari 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti i LEMBAR PENGESAHAN Referat dengan judul: “Otitis Media Supuratif Kronik” Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan THT RSUD Budhi Asih periode 13 Januari – 15 Februari 2014 Disusun oleh: Angelika 030.09.020 Telah diterima dan disetujui oleh dr. Renie Augustine N.Z, Sp. THT selaku dokter pembimbing dan koordinator kepaniteraan SMF departemen THT RSUD Budhi Asih pada Februari 2014 Jakarta, November 2013 Mengetahui dr. Renie Augustine N.Z, Sp. THT ( koordinator kepaniteraan SMF THT ) i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan anugerahNya sehingga tugas referat kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit THT yang berjudul “Otitis Media Supuratif Kronik ( OMSK ) ” dapat diselesaikan pada waktunya. Referat ini disusun untuk melengkapi tugas dalam kepaniteraaan Klinik Ilmu Penyakit THT Periode 13 Januari – 15 Februari 2014 di RSUD Budhi Asih Jakarta Timur. Pertama – tama penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing : 1. dr. Renie Augustine N.Z, Sp.THT 2. dr. Djoko Sriwojo, Sp. THT 3. dr. Dumasari siregar, Sp.THT 4. dr. Puteri Anugrah Rizki, Sp.THT atas bimbingan beliau semua yang begitu besar kepada penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf bagian THT RSUD Budhi Asih, atas bantuannya selama ini untuk penulis memperdalam ilmu penyakit THT, sehingga memudahkan penulis untuk menyusun sebuah referat. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan co – assistant, serta semua pihak yang telah membantu proses pembuatan referat ini. Penulis berharap referat ini dapat memberikan informasi tentang Otitis Media Supuratif Kronik ( OMSK ) secara lengkap. Penulis menyadari bahwa penulisan refrat ini masih jauh dari sempurna karena pengetahuan dan pengalaman penulis masih terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan referat ini. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Jakarta, 31 Januari 2014 ii DAFTAR ISI Lembar Pengesahan ......................................................................................................................i Kata Pengantar .............................................................................................................................ii Daftar Isi .......................................................................................................................................iii Daftar Gambar ………………………………………………………………………………….iv Bab I – Pendahuluan ....................................................................................................................1 Bab II - Tinjauan Pustaka / Pembahasan……………………………………………………....3 Anatomi Telinga .................................................................................................................3 Fisiologi Pendengaran .........................................................................................................7 Otitis Media Supuratif Kronik - OMSK • Definisi ……………………………………………………………........................7 • Epidemiologi …………………………………………….......................................8 • Etiologi ……………………………………………………………………………8 • Klasifikasi OMSK ……………………………………………………………….11 • Patogenesis ……………………………………………………………………....15 • Patologi ………………………………………………………………………….17 • Diagnosis ………………………………………………………………………...18 iii • Penatalaksanaan …………………………………………………………………23 • Komplikasi ………………………………………………………………………33 Bab III – Penutup ………………...............................................................................................38 Daftar Pustaka ........................................................................................................................... 40 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Anatomi Telinga……………………………………………………………………...3 Gambar 2 : Anatomi Telinga Tengah ……………………………………………………………5 Gambar 3 : Perforasi Sentral pada Membran Timpani ………………………………………….11 Gambar 4 : Perforasi Marginal pada Membran Timpani ………………………………..………11 Gambar 5 : Kolesteatoma ………………………………………………………………………..11 Gambar 6 : Perjalanan Penyakit OMSK pada Membran Timpani ……………………………...15 Gambar 7 : Anatomi Tuba Eustachius pada Anak dan Dewasa ………………………………...16 Gambar 8 : audiometric pada tuli konduktif ... ………………………………………………….21 Gambar 9 : Bagan I – Pengerjaan Aural Toilet ………………………………………………….24 Gambar 10 : Bagan II – Antibiotik Topikal…...…………………………………………………27 Gambar 11 : Bagan III – Pembedahan Tatalaksana OMSK …………………………………….31 Gambar 12 : Algoritma Pengobatan OMSK ……………………………………………………32 iv BAB I PENDAHULUAN Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, Tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media lebih sering pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.1 Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK), yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen. Penyakit ini biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran dalam beberapa tingkatan.1 Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negaranegara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.2,3 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.4 Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah ( gizi buruk ) atau hygiene yang jelek. 1,3,4 1 Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore. Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen ( eksaserbasi akut ). Dengan tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi menjadi semakin jarang.5,6 Penanganan OMSK dapat dibagi atas konservatif dan operatif. Penanganan konservatif bertujuan untuk mengontrol proses infeksi yang berupa pembersihan telinga untuk mengusahakan telinga yang ‘aman’ dan pertimbangan fungsional merupakan tujuan yang sekunder dan pemberian antibiotic topikal atau sistemik. Terapi medikamentosa ditujukan pada OMSK tipe jinak dan tindakan operasi dikerjakan pada OMSK tipe ganas.Penanganan operatif dilakukan untuk eradikasi jaringan patologi yang terdapat di dalam rongga mastoid dan kavum timpani, dapat berupa mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal, dan mastoidektomi radikal modifikasi.1 2 BAB II PEMBAHASAN Anatomi Telinga Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Gambar 1: anatomi telinga 7 Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari 3 tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.8 Telinga Tengah Telinga tengah terdiri darti kavum timpani, Tuba Eustachius, antrum mastoid, serta sel-sel tulang matoid. Kavum timpani di dalamnya terdapat 3 rangkaian tulang pendengaran yang disebut maleus, inkus, dan stapes yang saling berhubungan. Kavum timapani dibagi dalam 3 bagian yaitu atik, bagian tengah kavum timpani, dan hipotimpanum.8 Atik ialah bagian yang terletak di bagian atas kaki maleus. Disana terdapat bagian kepala dan leher maleus, serta sebagian dari inkus. Bagian tengah dari kavum timpani berbatas di bagian lateral dengan gendang telinga, sedangkan di bagian medial dengan promontorium, yaitu dinding yang membatasi dengan koklea. Jarak kavum timpani ialah 2 milimeter. Di dinding anterior terdapat pintu ke Tuba Eustachius, sedangkan di dinding posterior terdapat aditus ad antrum., yaitu saluran yang menuju ke rongga mastoid. Dinding lateral terbentuk oleh membran timpani dan dinding atik. Pada dinding medial terdapat dari atas ke bawah: 1. Bagian anterior canalis semisirkularis, 2. Saluran untuk nervus facial, 3. Lubang tingkap lonjong (fenestra ovalis), 4. Prompntorium, 5. Lubang tingkap bulat (fenestra rotundum). Bagian besar kavum timpani dipisahkan dari bulbus jugularis oleh tulang, sedangkan bagian atapnya berhubungan dengan duramater dari kranii media.8 Inervasi. Nervus sensoris berasal dari cabang timpani saraf otak ke IX, cabang dari nervus fasial, cabang pleksus karotis, dan nervus petrosus superficialis minor. Vaskularisasi berasal dari arteri faringeal ascendens, arteri meningea media, arteri stilomatoid, dan arteri karotis eksterna. Vena menuju ke pleksus pterigoid, pleksus meningeal, bulbus jugular, sinus petrosus superior, dan plekus venosus karotis. Aliran limfa dialirkan ke kelenjar retrofaring dan kelenjar preaurikular.8 Antrum mastoid dihubungkan ke kavum timpani oleh aditus ad antrum di bagian depan, dan di bagian posterior terdapat sel-sel mastoid. Sel-sel mastoid dibagi dalam berbagai bentuk, pneumatik, sklerotik, dan diploik. Pada sel mastoid yang pneumatik (sel-selnya tampak telah 4 berkembang), yang sklerotik (tulang tidak berlubang), sedangkan yang diploik (berbentuk antara pneumatik dan sklerotik), terdapat banyak pembuluh darah.8 Tuba Eustachius ialah saluran yang mengubungkan nasofaring dengan kavum timpani. Panjangnya kira-kira 4 sentimeter. Tuba ini merupakan saluran yang berguna bagi kavum timpani, supaya tekanan di dalam kavum timpani sama dengan tekan udara luar. Dengan demikian membran timpani dapat bergerak dengan baik. Selain ini Tuba Eustachius merupakan saluran yang akan membawa infeksi dari hidung, nasofaring, dan faring ke kavum timpani dan rongga mastoid. Tuba Eustachius sebagian berdinding tulang, sebagian lagi tulang rawan yang panjangnya sepertiga dari seluruh panjang Tuba Eustachius. Bagian tulang rawan bermuara ke nasofaring, sedangkan bagian yang berdinding tulang (2/3 panjang seluruh tuba) bermuara ke kavum timpani, di dinding anteriornya. Tuba Eustachius terbuka pada waktu menelan, menguap, dan mengunyah.7,8 Gambar 2: telinga tengah7 5 Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa 2/3 lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti. Di telinga dalam terdapat kanalis semisirkularis dan utrikel yang diperlukan untuk keseimbangan, sedangkan sakulus dan duktus koklea diperlukan untuk pendengaran.8 Vaskularisasi dan Persarafan Telinga Telinga dalam diperdarahi oleh arteri auditori interna cabang dari arteri cerebellaris anterior inferior dan arteri basilaris. Arteri auditori interna membentuk dua cabang yaitu arteri vestibularis anterior yang memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian superior, serta bagian superior dan horizontal dari kanalis semisirkularis. Cabang lain dari arteri auditori interna adalah arteri koklearis komunis yang bercabang menjadi arteri koklearis dan arteri vestibulokoklearis. Arteri koklearis memperdarahi semua bagian koklea kecuali sepertiga bagian basal yang diperdarahi oleh rami koklearis, cabang dari arteri vestibulokoklearis. Cabang lain dari arteri vestibulokoklearis adalah arteri vestibular bagian posterior yang memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian inferior, serta kanalis semisirkularis bagian posterior. Vena dialirkan ke vena auditori interna yang diteruskan ke sinus sigmoideus atau sinus petrosus inferior. Vena-vena kecil melewati vestibular aqueduct dan bermuara di sinus petrosus inferior dan superior.8 Untuk persarafan, telinga sebagai organ pendengaran sekaligus sebagai organ keseimbangan dipersarafi oleh nervus vestibulokoklearis. Nervus koklearis tersusun oleh sekitar 30.000 sel-sel 6 saraf eferen yang mempersarafi 15.000 sel rambut pada spiral organ di setiap koklea. Serabut saraf dari nervus koklearis berjalan sepanjang meatus akustikus internus bersama serabut saraf dari nervus vestibularis membentuk nervus vestibulokoklearis (CN VIII). Pada ujung medial dari meatus akustikus internus, saraf kanial VIII menembus lempengan tulang tipis bersama saraf kranial VII (nervus fasialis) dan pembuluh darah menuju dorsal dan ventral coclear nuclei di batang otak. Sebagian besar serabut saraf dari kedua nuclei naik menuju inferior colliculus secara kontralateral, dan sebagian lainnya secara ipsilateral. Selanjutnya, dari inferior colliculus, sarafsaraf pendengaran berjalan menuju medial geniculate body dan akhirnya menuju korteks auditorius di lobus temporalis.8 Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tlang pendengaran yang mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.8 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK Definisi Suatu infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.1,3 7 Epidemiologi Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.3 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.3 Etiologi Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui Tuba Eustachius. Fungsi Tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.1,2,10 Penyebab OMSK antara lain1,3,5,10: 1. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok 8 sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat. 2. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. 3. Otitis media sebelumnya. Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut. 4. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari sekret telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif, sehingga metode kultur kuman merupakan pilihan yang tepat. Organisme yang dijumpai terutama adalah Gram - negatif, flora tipe - usus, dan beberapa organisme lainnya. 5. Infeksi saluran nafas atas Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret dari telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah yang menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme normal yang berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. 6. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis. 7. Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. 8. Gangguan fungsi Tuba Eustachius. Pada otitis kronis aktif, dimana Tuba Eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. 9 Beberapa faktor - faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK1,2,10 : • Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut. • Berlanjutnya obstruksi Tuba Eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi. • Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi. Faktor - faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis 4,6,10 : 1. Gangguan fungsi Tuba Eustachius yang kronis atau berulang. a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang. b. Obstruksi anatomic Tuba Eustachius parsial atau total. 2. Perforasi membran timpani yang menetap. 3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah. 4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis. 5. Terdapat daerah - daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten dimastoid. 6. Faktor - faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh. 10 Klasifikasi OMSK Bentuk perforasi membran timpani adalah : 1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero - inferior, postero - inferior dan postero - superior, kadang - kadang subtotal. 10 Gambar 3: Perforasi sentral9 2. Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero - superior berhubungan dengan kolesteatom. 10 Gambar 4 : Perforasi marginal9 Gambar 5 : Kolesteatom. 9 3. Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma. 10 11 OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : 1. Tipe tubotimpani = tipe benigna = tipe aman = tipe mukosa. Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi Tuba Eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. 10 Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: • Fase aktif Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadangkadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior. 10 • Fase tidak aktif / fase tenang Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga. 10 Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani 10: – Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis – Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis – Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi – Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia 12 – Otitis media supuratif akut yang berulang 2. Tipe atikoantral = tipe maligna = tipe bahaya = tipe tulang Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. 10 Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu: a) Kongenital Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah : – Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh. – Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.3,10 b) Didapat. 1. Primary acquired cholesteatoma. Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida.3,10 2. Secondary acquired cholesteatoma. Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa. Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab kolesteatom yang didapat primer, tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang sebenarnya. 3,10 13 Teori - teori itu antara lain 3,10 : a. Tekanan negatif dalam atik, menyebabkan invaginasi pars flasida dan pembentukan kista. b. Metaplasia mukosa telinga tengah dan atik akibat infeksi. c. Hiperplasia invasif diikuti terbentuknya kista dilapisan basal epidermis pars flasida akibat iritasi oleh infeksi. d. Sisa - sisa epidermis kongenital yang terdapat di daerah atik. e. Hiperkeratosis invasif dari kulit liang telinga bagian dalam Ada beberapa teori yang mengatakan bagaimana epitel dapat masuk kedalam kavum timpani. Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi marginal. teori itu adalah: 1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini ia membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas. Dibawahnya timbul epitel baru. Inipun terangkat hingga timbul epitel - epitel mati, merupakan lamel - lamel. Kolesteatom yang terjadi ini dinamakan “secondary acquired cholesteatoma”. 3,10 2. Mukosa dari kavum timpani mengalami metaplasia oleh karena infeksi (metaplasia teori menurut Wendt). 3,10 3. Kolesteatom yang letaknya pada pars flasida ( attic retractioncholesteatom). Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membranflasida, yang mengakibatkan terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas dan bertumpuk. Lambat laun epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah lama tambah besar dan tumbuh terus kedalam kavum timpani dan membentuk kolesteatom. Ini dinamakan “primary acquired cholesteatom” atau genuines cholesteatom”. Mula - mula belum timbul peradangan, lambat laun dapat terjadi peradangan. Primary dan secondary acquired cholesteatom ini dinamakan juga “ pseudocholesteatoma. 3,10 14 Gambar 6 : Perjalanan Penyakit OMSK9 Patogenesis Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi Tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM).3 Pada keadaan normal, muara Tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.3 15 Gambar 7 : Anatomi Tuba Eustachius anak dan dewasa9 Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui Tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.3,5 Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.3,5 16 Patologi Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses peradangan yang menetap atau kekambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.10 Secara umum gambaran yang ditemukan adalah10 : 1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. Ukurannya dapat bervariasi mulai kurang dari 20% luas membrana timpani sampai seluruh membrana dan terkenanya bagian - bagian dari anulus. Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel skuamosa kedalam ketelinga tengah. Pertumbuhan kedalam ini dapat menutupi tempat perforasi saja atau dapat mengisi seluruh rongga telinga tengah. Kadang - kadang perluasan lapisan tengah yang ke daerah atik ini, mengakibatan pembentukan kantong dan kolesteatom sekunder yang didapat. Kadang - kadang terjadi pembentukan membrana timpani atrifik dua lapis tanpa unsure jaringan ikat. Membrana ini cepat rusak pada periode infeksi aktif. 2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang, akan tampak normal kecuali bila infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel transisional. Selama infeksi aktif, mukosa menjadi tebal dan hiperemis serta menghasilkan sekret mukoid atau mukopurulen. Setelah pengobatan, penebalan mukosa dan sekret mukoid menetap akibat disfungsi kronik Tuba Eustachius. Faktor alergi dapat juga merupakan penyebab terjadinya perubahan mukosa menetap. Dalam berjalannya waktu, Kristal - kristal kolesterin terkumpul dalam kantong mukus, membentuk granuloma kolesterol. Proses ini bersifat iritatif, menghasilkan granulasi pada membran mukosa dan infiltrasi sel datia pada cairan mucus kolesterin. 3. Tulang - tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami nekrosis karena penyakit trombotik pada pembuluh darah mukosa yang mendarahi inkus ini. Nekrosis lebih jarang mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi pertumbuhan skuamosa secara sekunder kearah ke dalam, sehingga arkus stapes dan lengan maleus dapat rusak. Proses 17 ini bukan disebabkan oleh osteomielitis tetapi disebabkan oleh terbentuknnya enzim osteolitik atau kolagenase dalam jaringan ikat subepitel. 4. Mastoid OMSK paling sering pada masa anak - anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara 5 - 10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda.Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan pneumatisasi terbatas, hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum. Diagnosis 1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.10,11,12 Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.10,11,12 2. Gangguan pendengaran. Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat 18 menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.10,11,12 Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.10,11,12 3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.10,11,12 4. Vertigo Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada penderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu 19 dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.3,10 Tanda Klinis Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna1,2,5,10 : 1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular 2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani. 3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom) 4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom. Pemeriksaan Klinis Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). 10,11 20 Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran10,11 Normal : -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB. Gambar 8 : audiometri pada tuli konduktif.9 Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu10,11 : a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan koklea parah. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala. Audiometri tutur dengan masking dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur. 21 2. Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. 10,11 Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah : a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral. 10,11 b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur. 10,11 c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom. 10,11 d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulangtulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid. 10,11 22 3. Bakteriologi Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau hemofilius influenza. Tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda. Karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi. 10,11 Penatalaksanaan Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.11 Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas10,11 : 1. Konservatif 2. Operasi OMSK Benigna Tenang Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.10,11 23 OMSK Benigna Aktif Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah11 : 1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani 2. Pemberian antibiotika : • antibiotika/antimikroba topikal • antibiotika sistemik Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet) Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.11 Bagan 1 : Pengerjaan aural toilet13 Cara pembersihan liang telinga (aural toilet): - Aural toilet secara kering (dry mopping). Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering. 10,11 24 - Aural toilet secara basah (syringing). Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine. 10,11 - Aural toilet dengan pengisapan (suction toilet) Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann. 10,11 Pemberian antibiotika topikal Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.10,11 25 Bubuk telinga yang digunakan seperti11 : a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine b. Terramycin. c. Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.11 Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.11 Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah10 : 1. Polimiksin B atau polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf. 2. Neomisin Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga. 26 3. Kloramfenikol Obat ini bersifat bakterisid terhadap : Stafilokokus, koagulase positif, 99% Stafilokokus, koagulase positif, 95% Stafilokokus group A, 100% E. Koli, 96% Proteus sp, 60% Proteus mirabilis, 90% Klebsiella, 92% Enterobakter, 93% Pseudomonas, 5% Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga dengan ofloksasin ( gol. Kuinolon ) dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%. 10 Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah13 : Bagan 2: Antibiotik Topikal13 27 * Catatan: Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik. Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan antibiotik yang memiliki aktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan gram positifterutama Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore hilang.13 Pemberian antibiotika sistemik Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.11 Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh antimikroba terhadap masingmasing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.11 Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi 28 OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.11 OMSK Maligna Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.1,11 Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain1,11 : 1. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy) Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.1 2. Mastoidektomi radikal Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas. 1 Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. 1 Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intracranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 1 Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali. 29 Pendengaran kurang sekali sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien. 1 Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.1 3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. 1 Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. 1 4. Miringoplasti Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. 1 Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. 1 Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan keluhan ringan hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. 1 5. Timpanoplasti Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. 1 30 Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, II, IV dan V. 1 Sebelum rekonstruksi dikerjakan, lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi ini dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan. 1 6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty) Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas. 1 Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal ( tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga ). Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui 2 jalan ( combined approach ) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali. 1 Bagan 3. Pembedahan pada tatalaksana OMSK13 31 Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.11 Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut10 : Bagan 4. Algoritma Pengobatan OMSK 10 32 Komplikasi Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore. Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen ( eksaserbasi akut ). Dengan tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Komplikasi intracranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. 10,13 Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barier) pertahanan telinga tengah dilewati sehingga infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.2 a. Pertahanan pertama Yaitu mukosa kavum timpani yang mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar pertahanan ini runtuh masih ada sawar pertahanan yang kedua yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid.2 b. Pertahanan kedua Yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal (tidak berbahaya). Apabila infeksi mengarah kedalam yaitu ke tulang temporal akan menyebabkan paresis n.VII atau labirinitis. Bila kearah kranial akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis, dan abses otak.2 c. Pertahanan ketiga Yaitu terbentuknya jaringan granulasi. Ini terjadi jika sawar tulang terlampaui. 13 Pada otitis media supuratif akut penyebaran melalui hematogen atau osteotromboflebitis, sedangkan pada otitis media supuratif kronis penyebaran terjadi melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya yaitu toksin masuk melalui jalan yang sudah ada misalnya 33 melalui fenestra rotondum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.2 Dari gejala dan tanda yang ditemukan dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu infeksi telinga tengah ke intra kranial.2 A. Penyebaran secara hematogen Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya 2 : - Komplikasi terjadi pada awal infeksi, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh. - Gejala prodromal tidak jelas seperti pada gejala meningitis lokal - Pada operasi didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika. B. Penyebaran melalui erosi tulang Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila2 : - Komolikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit. - Gejala prodromal infeksi lokal mendahului gejala infeksi yang luas misalnya paresis n.VII ringan yang hilang timbul mendahului paresis n.VII total atau gejala meningitis lokal mendahului meningitis purulen. - Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak diantara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya . C. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila2 : - Komplikasi terjadi pada awal penyakit . 34 - Ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, riwayat otitis media yang sudah sembuh. Komplikasi intra kranial mengikuti komplikasi labirinitis supuratif. - Pada operasi ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan karena erosi. Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan : 1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak. Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi. Labirin juga dapat dianggap sebagai jalan penyebaran yang sudah ada begitu telah terinfeksi, menyebabkan mudahnya infeksi ke fosa kranii media. Jalan lain penyebaran ialah melalui tromboflebitis vena emisaria menembus dinding mastoid ke dura dan sinus durameter. Tromboflebitis pada susunan kanal haversian merupakan osteitis atau osteomielitis dan merupakan faktor utama penyebaran menembus sawar tulang daerah mastoid dan telinga tengah. 2. Menembus selaput otak. Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka, dan ruang subdura yang berdekatan terobliterasi. 3. Masuk kejaringan otak. Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir didaerah vaskular subkortek. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otorea, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai komplikasi.2 35 Pada stadium akut naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, somnolen, gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya. Timbulnya nyeri kepala di parietal atau oksipital dan mual muntah proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial.2 Adam dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut 2,10: A. Komplikasi ditelinga tengah : 1. Perforasi persisten 2. Erosi tulang pendengaran 3. Paralisis nervus fasial B. Komplikasi telinga dalam 1. Fistel labirin 2. Labirinitis supuratif 3. Tuli saraf ( sensorineural) C. Komplikasi ekstradural 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 3. Petrositis D. Komplikasi ke susunan saraf pusat 1. Meningitis 2. Abses otak 3. Hindrosefalus otitis Paparella dan Shumrick (1980) membagi dalam 10: A. Komplikasi otologik 1. Mastoiditis koalesen 2. Petrositis 3. Paresis fasialis 4. Labirinitis B. Komplikasi Intrakranial 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 36 3. Abses subdural 4. Meningitis 5. Abses otak 6. Hidrosefalus otitis Shambough (2003) membagi atas komplikasi meningeal dan non meningeal 2,10: A. Komplikasi intratemporal 1. Perforasi membran timpani 2. Mastoiditis akut 3. Paresis n. Fasialis 4. Labirinitis 5. Petrositis B. Komplikasi ekstratemporal 1. Abses subperiosteal C. Komplikasi intrakranial 1. Abses otak 2. Tromboflebitis 3. Hidrosefalus otikus 4. Empiema subdural 5. Abses subdural/ ekstradural 37 BAB IV PENUTUP Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau berupa nanah. Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe aman (tipe mukosa, OMSK tipe jinak) dan tipe bahaya (tipe tulang, OMSK tipe ganas).Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak dan dapat menyebabkan kematian. Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore. Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen ( eksaserbasi akut ). Dengan tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Pemberian obatobat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kurang jelas. 38 DAFTAR PUSTAKA 1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p. 64-77. 2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi VI. Jakarta: FKUI, 2001. h. 78-85. 3. Acuin, Jose. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence. London; Published online 2007 February 1. [cited 2014 Januari 31] Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2943814/ 4. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994: p. 392412. 5. WHO. Chronic suppurative otitis media burden of illness and management options. Child and adolescent health and development prevention of Geneva, Switzerland; 2004.p.10. [cited 2014 Januari 31 ] Available from : http://www.who.int/pbd/publications/Chronicsuppurativeotitis_media.pdf 6. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118. 7. Netter FH. Head and Neck. In: Netter’s Clinical Anatomy 2nd ed. Hansen, John T editors. Phliladelphia: Elseivier. 2011. 400-4 8. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher edisi 6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD editors. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.10-6. 39 9. Picture perforasi membrane timpani. Updated 20 Juli 2012. Available at : http://bahankedokteran.wordpress.com/2012/07/20/otitis-media-supuratif-kronik-omsk/ 10. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap beberapa Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. [ disertasi ]Medan; 2003. 11. Paparella et al. Otolaryngology. Volume II-Otology and Neuro-otology Third Edition. WB Saunders Company; 1991. p:1363. 12. Paparella MM., et all Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid, Editor Effendi H, Santoso K, Dalam :Boies Buku Ajar Penyakit THT, Alih Bahasa : Dr. Caroline Wijaya, Edisi 6, Jakarta, EGC, 1994 ; 88 - 113. 13. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin Dunia Kedokteran 163/vol.35 no.4/ Juli–Agustus 2008. 40