bab ii tinjauan pustaka, landasan teori, dan kerangka pemikiran

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,
DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjuan Pustaka
2.1.1 Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang penting bagi
masyarakat Indonesia. Konsumsi minyak goreng masyarakat terbagi dalam dua kategori
yaitu minyak goreng curah dan kemasan. Minyak goreng curah adalah minyak yang tidak
memiliki merek dan diukur dalam satuan massa (kilogram). Minyak goreng kemasan
adalah minyak goreng yang diberi merek dan dikemas dengan botol, plastik refill, dan
jerigen. Minyak goreng kemasan diukur dalam satuan volume (liter). Pada umumnya
minyak goreng yang beredar di Indonesia berasal dari kelapa sawit (Irvani, 2008).
Minyak goreng dapat dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang
berada di pedesaan maupun di perkotaan. Oleh karena itu, minyak goreng dapat pula
dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis, karena pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis
dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian kita (Amang, 1996).
Minyak goreng juga merupakan salah satu produk kebutuhan rumah tangga yang
digunakan untuk kebutuhan memasak. Peningkatan kebutuhan manusia dalam
mengkonsumsi makanan akan cenderung meningkatkan permintaan produk minyak
goreng. Banyaknya produk minyak goreng yang beredar di pasar seperti Bimoli, Sania,
Tropical, Sunco, Filma, Avena, Madina, Kunci Mas, dan lain sebagainya dengan
Universitas Sumatera Utara
karakteristik (feature) dan keunggulan masing-masing mulai dari warna, kandungan gizi,
kemasan, dan lain sebagainya semakin memacu para produsen untuk memasuki tingkat
persaingan yang tinggi dalam mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasarnya agar
jangan diambil alih oleh perusahaan kompetitor (Afifuddin, 2007).
2.1.2 Konsumsi Minyak Goreng
Sebagian besar permintaan terhadap minyak goreng adalah untuk konsumsi rumah
tangga. Tingginya tingkat permintaan terhadap minyak goreng adalah dikarenakan
minyak goreng adalah salah satu dari bahan pangan pokok yang tidak bisa tidak
dikonsumsi. Selain itu juga sebagian besar penduduk Indonesia menyukai menu makanan
yang berbau goreng-gorengan. Sedangkan di Kota Medan, konsumsi minyak/lemak pada
tahun 2010 adalah sebesar 40,45 (ribu ton/tahun) yang terbagi dalam dua kategori yaitu
konsumsi minyak kelapa sebesar 12,69 (ribu ton/tahun) dan minyak sawit 27,76 (ribu
ton/tahun(Badan Ketahanan Pangan, 2010).
Seiring dengan perkembangan zaman, maka masalah kesehatan saat ini menjadi suatu hal
yang sangat penting. Sehingga menyebabkan terjadinya pola hidup sehat yang
menimbulkan perubahan pada pola konsumsi pangan dan berimplikasi pada perpindahan
merek minyak goreng yang digunakan (Irvani, 2008).
Dan sebagaimana diketahui bahwa minyak goreng memiliki kandungan lemak yang
tinggi sehingga konsumsinya cenderung dibatasi atau bahkan dikurangi. Semakin tinggi
tingkat pendapatan keluarga, semakin besar pula peluang untuk menggantikan minyak
goreng yang mengandung lemak atau minyak goreng curah dengan minyak goreng yang
lebih baik mutu kesehatannya yaitu minyak goreng kemasan (bermerek), yang pada
umumnya lebih mahal (Amang dkk, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Istilah perilaku erat hubungannya dengan objek yang studinya diarahkan pada
permasalahan manusia. Di bidang studi pemasaran, konsep perilaku konsumen secara
terus-menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Menurut Sumarwan (2004)
menyatakan bahwa perilaku konsumen (consumer behavior) diartikan sebagai perilaku
yang diperlihatkan konsumen untuk mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan
menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan
mereka.
Menurut Engel, Roger dan Paul (2000), perilaku konsumen diartikan “Those actions
directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services,
including the decision processes that precede and follow this action”. Perilaku konsumen
merupakan tindakan–tindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh,
mengkonsumsi, dan membuang suatu produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan – tindakan tersebut.
Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi
pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi. Perilaku konsumen menitikberatkan
pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. (Hanna & Wozniak,
2001).
Menurut Kotler (2001), Keputusan pembelian dari pembeli merupakan hasil suatu
hubungan yang saling mempengaruhi dan yang rumit antara faktor-faktor internal yaitu
budaya, sosial, pribadi, dan psikologi dari pembeli.
Universitas Sumatera Utara
1) faktor budaya (kebudayaan, subbudaya, dan kelas sosial),
2) faktor sosial (kelompok acuan, keluarga, peran dan status),
3) faktor pribadi (umur, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian), dan
4) faktor psikologis (pengetahuan, motivasi, keyakinan, dan sikap).
Selain faktor internal juga terdapat faktor eksternal yang menimbulkan persepsi
konsumen yaitu faktor stimulus pemasaran yang terdiri atas produk, harga, distribusi, dan
promosi. Faktor internal dan faktor eksternal ini kemudian menimbulkan dua persepsi
konsumen yaitu persepsi internal konsumen dan persepsi stimulus konsumen. Kedua
persepsi ini sangat mempengaruhi konsumen dalam membuat keputusan membeli produk
berdasarkan selera mereka
(Umar, 2000).
Kotler (2001) juga menjelaskan bagaimana seseorang dalam mengambil keputusan dalam
pembelian suatu produk. Keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen melalui
beberapa tahap yaitu: tahap pengenalan kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap
evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan terakhir tahap perilaku setelah pembelian.
Pengenalan
Pencarian
Evaluasi
Keputusan
Kebutuhan
Informasi
Alternatif
Pembelian
Perilaku
setelah
Pembelian
Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusankeputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian
barang atau jasa. Keputusan ini didasarkan atas persepsi mereka yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Etriya dkk (2004), mengenai Analisis Ekuitas
Berbagai Merek Minyak Goreng dengan menggunakan metode uji Cochran dan Analisis
Rantai Markov diperoleh hasil penelitian dari sampel yang diambil sebanyak 149
responden bahwa merek yang menempati posisi top of mind adalah Bimoli, sedangkan
Sania berada pada posisi Brand recall. Pada analisis asosiasi merek, warna kuning jernih
dan kemasan menarik menjadi asosiasi bagi Sania. Sedangkan merek Bimoli dan Tropical
memiliki asosiasi yang sama yaitu kuning jernih, kualitas masakan baik, dan mudah
diperoleh. Untuk merek Filma asosiasi mereknya adalah kuning jernih, kualitas masakan
baik, mudah diperoleh, dan teknologi proses yang baik. Sedangkan pada analisis loyalitas
merek, terjadi perpindahan merek yang tinggi untuk merek Sania, Bimoli, Tropicall, dan
Filma. Dugaan pangsa pasar tertinggi minyak goreng kemasan di Bogor ditempati oleh
Bimoli Spesial, sedangkan Sania bersaing ketat dengan Tropical.
Selanjutnya Dewi E. W. (2010), membuat penelitian mengenai Analisis Pasar
Perpindahan Kartu Pra Bayar GSM dengan Rantai Markov (studi kasus mahasiswa
UNDIP Semarang) diperoleh hasil penelitian bahwa harga kartu perdana/voucher isi
ulang merupakan faktor yang paling berpengaruh bagi konsumen untuk tetap loyal karena
harga kartu perdana/voucher isi ulang menduduki peringkat pertama. Banyak konsumen
yang berpindah merek ke kartu pra bayar IM3, ini ditunjukkan oleh tingginya angka
probabilitas transisi, konsumen dari merek kartu pra bayar IM3 juga memiliki loyalitas
paling tinggi, kemudian diikuti merek kartu pra bayar Simpati, Mentari, AS, XL, Three,
dan Axis. Kondisi steady state terjadi pada periode ke-29, sehingga didapatkan
kemungkinan probabilitas pasar yang akan datang untuk kartu pra bayar Simpati sebesar
Universitas Sumatera Utara
4,43%; AS sebesar 3,87%; IM3 sebesar 76,25%; Mentari sebesar 0,18%; XL sebesar
1,33%; Three sebesar 4,38%, dan Axis sebesar 9,11%.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pangsa Pasar (Market Share)
Pangsa pasar (Market Share) dapat diartikan sebagai bagian pasar yang dikuasai oleh
suatu perusahaan, atau persentase penjualan suatu perusahaan terhadap total penjualan
para pesaing terbesarnya pada waktu dan tempat tertentu. Jika suatu perusahaan dengan
produk tertentu mempunyai pangsa pasar 35%, maka dapat diartikan bahwa jika
penjualan total produk-produk sejenis dalam periode tertentu adalah sebesar 1000 unit,
maka perusahaan tersebut melalui produknya akan memperoleh penjualan sebesar 350
unit. Besarnya pangsa pasar setiap saat akan berubah sesuai dengan perubahan selera
konsumen, atau berpindahnya minat konsumen dari suatu produk ke produk lain
(Durianto dan Sitinjak, 2001).
Dalam tulisan Lubis (2004) strategi pemasaran bisa digolongkan atas dasar pangsa pasar
yang diperoleh suatu perusahaan, maka terbagi atas 4 kelompok, yaitu:
1. Market Leader, disebut pimpinan pasar apabila pangsa pasar yang dikuasai berada
pada kisaran 40% atau lebih.
2. Market Chalengger, disebut penantang pasar apabila pangsa pasar yang dikuasai
berada pada kisaran 30%.
3. Market Follower, disebut pengikut pasar apabila pangsa pasar yang dikuasai berada
pada kisaran 20%.
4. Market Nitcher, disebut juga penggarap relung pasar apabila pangsa pasar yang
dikuasai berada pada kisaran 10% atau kurang.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Ekuitas Merek (Brand Equity)
Merek adalah nama simbol yang diberikan produsen yang bersifat membedakan barang
atau jasa yang dihasilkan produsen lain. Aaker (1997) mengatakan bahwa ekuitas merek
merupakan satu set Brand Asset dan Liability yang berhubungan dengan sebuah merek
dan simbol yang disediakan sebuah produk atau servis bagi pengguna. Ekuitas merek
mempunyai lima kategori, yaitu:
1.
Loyalitas merek (Brand Loyality)
2. Kesadaran akan merek (Brand Awareness)
3. Asosiasi merek (Brand Association)
4. Kesan kualitas (Perceived Quality)
5. Aset-aset merek lainnya (Other Propriertary Brand Asset)
Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek. Suatu produk dapat mempunyai
brand awareness yang baik, kualitas yang baik, dan brand association yang cukup
banyak, tetapi belum tentu mempunyai loyalitas merek. Sebaliknya, produk yang
memiliki loyalitas merek dapat dipastikan memiliki kesadaran merek yang tinggi, kualitas
yang baik, dan asosiasi yang cukup dikenal (Aaker, 1997).
Adapun komponen dari ekuitas merek menurut Aaker (1997) adalah:
1. Brand Loyality (Loyalitas merek)
Brand Loyality merupakan satu ukuran keterkaitan antara pengguna kepada sebuah
merek. Ukuran ini dapat memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang
pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada merek tersebut didapati
adanya perubahan, baik menyangkut harga maupun unsur-unsur produk. Dalam kaitannya
dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan loyalitas merek.
Universitas Sumatera Utara
Setiap tingkat mewakili tantangan pemasaran yang berbeda, dan mewakili juga tipe aset
yang berbeda dalam mengelola dan mengeksploitasinya. Semuanya mungkin tidak
mewakili kelas produk atau pasar yang spesifik.
2. Brand Awareness (Kesadaran akan merek)
Brand awareness adalah kesanggupan seorang pengguna untuk mengenali dan mengingat
kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu produk tertentu. Pengukuran Brand
awareness, menurut Aaker (1997), didasarkan pada pengertian-pengertian yang
mencakup tindakan dalam kesadaran akan merek yaitu:
a. Top of Mind, menggambarkan merek yang pertama kali diingat atau disebut
responden ketika ditanya tentang suatu produk.
b. Brand Recall, atau pengingatan kembali merek, mencerminkam merek-merek apa
saja yang diingat responden setelah menyebut merek pertama.
c. Brand Recognition, atau merek yang diingat konsumen setelah diberi bantuan.
d. Unware of Brand, merupakan tingkatan yang paling rendah dimana responden tidak
mengenal merek suatu produk meskipun sudah diberi bantuan.
3. Brand Association (Asosiasi merek)
Brand association adalah segala sesuatu yang dapat dihubungkan dalam memori
responden terhadap suatu produk. Berbagai asosiasi merek saling berhubungan akan
membentuk brand image. Pada umumnya asosiasi merek, terutama yang membentuk
merek, akan menjadi pijakan bagi pengguna dalam keputusan pembelian dan loyalitas
pada merek tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Perceived Quality (Kesan kualitas)
Perceived quality merupakan persepsi pengguna terhadap kualitas suatu merek produk.
Kesan kualitas ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk dimata pengguna.
Dimensi perceived quality dibagi menjadi:
a. Kinerja, melibatkan berbagai karakteristik operasional utama.
b. Pelayanan, mencerminkan kemampuan suatu produk dalam memberikan pelayanan
kepada pelanggan.
c. Ketahanan, mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
d. Keandalan, konsistensi dari kinerja yang dihasilkan dari suatu pembelian ke
pembelian berikutnya.
e. Karakteristik produk, bagian-bgian tambahan dari suatu produk.
f. Hasil, mengarah kepada kualitas yang dirasakan melibatkan dimensi sebelumnya.
2.2.3 Perpindahan Merek (Brand Switching)
Brand switching adalah kegiatan seorang pengguna yang melakukan perpindahan merek
dari suatu produk yang satu ke produk yang lainnya karena alasan tertentu. Brand
switching ini merupakan bagian dari loyalitas merek dimana seorang pengguna yang setia
menggunakan merek tertentu. Loyalitas merek (Brand Loyality) adalah suatu ukuran
keterkaitan pengguna terhadap sebuah merek. Loyalitas merek adalah kondisi pasar
dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah namun tingkat persaingan yang sangat
ketat saat ini. Keberadaan pengguna sangat loyal pada merek suatu produk sangat
dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup dan upaya mempertahankan pengguna
ini sering menjadi strategi yang jauh lebih efektif daripada menarik pengguna baru untuk
mengkonsumsi produk mereka (Durianto dan Sitinjak, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaitannya dengan loyalitas suatu produk, terdapat tingkatan loyalitas merek.
Adapun tingkatan tersebut menurut Durianto dan Sitinjak (2001) adalah sebagai berikut:
1. Switcher (Pengguna yang berpindah-pindah)
Pengguna pada tingkat ini dikatakan sebagai pengguna yang berada pada tingkat paling
dasar. Semakin tinggi frekuensi pengguna untuk berpindah dari merek suatu produk ke
produk lainnya mengindikasikan mereka sebagai pengguna yang sama sekali tidak loyal
pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta
memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri dari pengguna ini
adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.
2. Habitual Buyer (Pengguna yang bersifat kebiasaan)
Pada tingkatan ini pengguna dapat dikategorikan sebagai pengguna yang puas dengan
merek yamg dipakainya. Pengguna ini membeli merek suatu produk didasarkan atas
kebiasaan mereka selama ini.
3. Satisfied Buyer with Switching Cost (Pengguna yang puas dengan biaya peralihan)
Pengguna yang berada pada tingkatan ini termasuk dalam kategori puas bila mereka
mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka berpindah ke
merek produk lainnya dengan menggunakan switching cost (biaya peralihan) yang terkait
dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka berpindah
merek.
4. Likes the Brand (Pengguna yang menyukai merek tertentu)
Pengguna yang masuk dalam kategori ini merupakan pembeli yang bersungguh-sungguh
menyukai merek tersebut. Rasa suka pengguna bisa saja didasari oleh asosiasi yang
Universitas Sumatera Utara
terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan merek produk yang
sebelumnya baik yang digunakan pribadi maupun kerabatnya.
5. Committed Buyer (Pengguna yang setia)
Pada tingkatan ini pengguna merupakan pembeli yang setia. Mereka memiliki
kebanggaan terhadap merek suatu produk bahkan merek tersebut menjadi sangat penting
bagi mereka dipandang dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi diri mereka. Salah satu
aktualisasi dari pelanggan ini ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan
mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.
Loyalitas merek pengguna terhadap suatu
merek dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut Supranto (2006), terdapat lima faktor pengguna loyal terhadap merek yang
digunakan, antara lain:
1. Customer Value
Customer value merupakan persepsi pengguna yang membandingkan antara biaya atau
harga atau beban yang harus ditanggung dan manfaat yang diterimanya. Manfaat ini bisa
tangibel, yaitu menyangkut kegunaan secara fisik, bisa pula manfaat intangibel, yaitu
yang bersifat psikologis atau emosional pengguna.
2. Switching Barrier
Switching barrier adalah hambatan atau beban atau biaya yang harus ditanggung
pengguna bila dia akan berpindah dari satu merek ke merek lain. Hambatan ini tidak
selalu karena nilai ekonomi saja, tetapi bisa juga berkaitan dengan fungsi psikologis,
sosial, bahkan ritual.
Universitas Sumatera Utara
3. Customer Characteeristic
Customer characteristic adalah karakter pengguna dalam menggunakan merek suatu
produk. Pada kenyataannya setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda dengan
individu lainnya.
4. Customer Satisfaction
Customer satisfaction merupakan pengalaman pengguna ketika menggunakan merek
yang digunakan.
5. Competitive Environment
Competitive Environment menyangkut sejauh mana kompetisi atau persaingan yang
terjadi antar merek dalam satu kategori produk.
2.2.4 Konsep Perpindahan Merek
Menurut Swastha (2002), perilaku perpindahan merek pada pelanggan merupakan suatu
fenomena yang kompleks yang dipengaruhi banyak faktor. Seperti ketidakpuasan
konsumen, perilaku, persaingan, dan harga. Perpindahan merek yang dilakukan oleh
konsumen juga dapat disebabkan oleh pencarian variasi (variety seeking) yang
dipengaruhi oleh promosi penjualan maupun iklan yang dilakukan oleh produsen dalam
strategi memasarkan dan mempertahankan produk mereka dari kompetitor.
Sedangkan dalam bukunya Durianto (2001) mengatakan bahwa ada 4 faktor yang
menyebabkan konsumen berpindah merek yaitu ketidakpuasan konsumen, kebutuhan
mencari variasi lain (variety seeking), harga, dan iklan. Seorang konsumen yang
mengalami ketidakpuasan mempunyai kemungkinan akan merubah perilaku keputusan
membelinya dengan mencari alternatif merek lain pada konsumsi berikutnya untuk
meningkatkan kepuasannya.
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan mencari variasi lain (variety seeking) adalah sebuah komitmen kognitif untuk
membeli merek yang berbeda karena berbagai alasan yang berbeda, keinginan baru atau
timbul rasa bosan pada sesuatu yang telah lama dikonsumsi. Karena konsumen
diperhadapkan dengan berbagai macam variasi produk dengan berbagai jenis merek,
keadaan ini dapat mempengaruhi konsumen untuk mencoba berbagai macam produk dan
merek sehingga konsumen tidak sepenuhnya setia pada satu produk.
Harga merupakan salah satu variable penting dalan pemasaran dimana harga dapat
mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk.
Harga secara sederhana diartikan sebagai sejumlah uang yang dibutuhkan untuk
mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Harga suatu merek
yang terlalu mahal dengan karakteristik yang ditawarkan sama dengan merek produsen
lain dapat menyebabkan konsumen berpindah merek. Konsumen akan loyal pada merek
berkualitas tinggi dengan harga yang wajar.
Iklan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya keputusan perpindahan merek. Iklan
dan promosi dapat mengubah probabilitas seorang konsumen dalam membeli sebuah
produk dengan merek tertentu pada suatu kategori yang sama di masa yang akan datang.
Iklan memberikan rangsangan dan dorongan pada konsumen untuk berpindah merek
karena menimbulkan ingatan akan pesan promosi yang disampaikan. Konsumen dengan
tingkat persepsi yang berbeda mempunyai berbagai macam kemungkinan untuk
berpindah merek.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Rantai Markov (Markov Chain)
Dalam bukunya, Siagian (2006), menyatakan bahwa analisis Rantai Markov adalah suatu
metode yang mempelajari sifat-sifat suatu variabel pada masa sekarang yang didasarkan
pada sifat-sifatnya di masa lalu dalam usaha menaksir sifat-sifat variabel tersebut di masa
yang akan datang. Dalam analisis Markov
yang dihasilkan adalah suatu informasi
probabilistik yang dapat digunakan untuk membantu pembuatan keputusan, jadi analisis
ini bukan suatu teknik optimisasi melainkan suatu teknik deskriptif.
Rantai Markov sebenarnya merupakan bentuk khusus dari model probabilitas yang
melibatkan waktu dan lebih dikenal sebagai proses stokastik. Rantai Markov merupakan
proses stokastik dari variable-variabel acak {Xt;t = 0,1,2,3,…} yang membentuk suatu
deret dan memenuhi sifat Markov.
Dalam sifat Markov, jika diberikan kejadian-kejadian yang telah berlalu (past states)
X0,X1,X2,….,Xt-1, artinya kejadian yang akan datang (future state) Xt+1 bersifat bebas
(independen) dari kejadian-kejadian yang telah berlalu (past state) X0,X1,X2,….,Xt-1, dan
kejadian yang akan datang (future state) Xt+1 hanya bergantung pada kejadian yang
sedang berlangsung (present state) Xt.
Untuk suatu pengamatan yang prosesnya sampai waktu ke t, maka distribusi nilai proses
dari waktu ke t+1 hanya bergantung pada nilai dari proses pada waktu t. Secara umum
dituliskan:
P(Xt+1 = i│X0 = j0,X1 = j1,…,Xt-1 = jt-1,Xt = jt) = P(Xt+1 = i│X t = j)
Pengguna Rantai Markov terhadap suatu masalah memerlukan pemahaman tentang tiga
keadaan yaitu keadaan awal, keadaan transisi, dan keadaan setimbang. Dari tiga keadaan
di atas, keadaan transisi merupakan yang terpenting. Oleh karena itulah asumsi-asumsi
Universitas Sumatera Utara
dalam Rantai Markov hanya berhubungan dengan keadaan transisi. Asumsi-asumsi dalam
Rantai Markov adalah sebagai berikut:
a. Jumlah probabilitas transisi keadaan adalah 1
b. Probabilitas transisi tidak berubah selamanya
c. Probabilitas transisi hanya tergantung pada status sekarang, bukan periode
sebelumnya.
Probabilitas mempunyai banyak persamaan seperti kemungkinan, kesempatan dan
kecendrungan. Probabilitas menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang
bersifat acak. Suatu peristiwa disebut acak jika terjadinya peristiwa tersebut tidak
diketahui sebelumnya. Oleh karena itu, probabilitas dapat digunakan sebagai alat ukur
terjadinya peristiwa di masa yang akan datang.
Nilai probabilitas yang paling kecil adalah 0 yang berarti bahwa peristiwa tersebut pasti
tidak akan terjadi. Sedangkan nilai probabilitas yang terbesar adalah 1 yang berarti bahwa
peristiwa tersebut pasti akan terjadi. Secara umum, nilai probabilitas suatu peristiwa X
adalah:
0 ≤ P(X) ≤ 1
Analisis ini sangat sering digunakan untuk membantu pembuatan keputusan dalam bisnis
dan industri, misalnya dalam masalah ganti merek, masalah hutang-piutang, masalah
operasi mesin, analisis pengawasan, dan lain-lain. Sedangkan di bidang pertanian paling
banyak digunakan di bagian sosial ekonomi. Sebagai statenya antara lain adalah
banyaknya jumlah produksi industri pertanian, lokasi industri pertanian, pertumbuhan
ekonomi, pembangunan pertanian, struktur pasar, dan berbagai jenis merek suatu produk
pertanian.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kerangka Pemikiran
Setiap perusahaan memiliki tujuan pemasaran agar dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen. Oleh karena itu, para pemasar seharusnya senantiasa mempelajari
perilaku konsumen dalam membeli kebutuhan mereka sebagai pelanggan sasaran mereka.
Pemahaman pengambilan keputusan konsumen sangat penting bagi suatu organisasi,
karena berhasil atau tidaknya produk tergantung pada persepsi konsumen terhadap
produk tersebut. Memahami tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk berarti
berusaha mengidentifikasikan hal- hal yang menyebabkan seseorang terlibat dalam
pembelian.
Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusankeputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian
barang atau jasa. Keputusan ini didasarkan atas persepsi mereka yang dipengaruhi oleh
faktor internal dan faktor eksternal.
Yang termasuk kedalam faktor internal adalah kebudayaan (kebiasaan), faktor sosial
(kelompok
acuan,
keluarga,
status),
faktor pribadi (umur,
pekerjaan,
situasi
ekonomi/keuangan), dan faktor psikologis (motivasi dan keyakinan). Sedangkan yang
termasuk kedalam faktor eksternal adalah stimulus pemasaran yang terdiri dari produk
(merek, kemasan, label, warna, bau, rasa), harga (diskon), dan promosi (iklan).
Kedua faktor tersebut yaitu faktor internal dan faktor eksternal akan membentuk persepsi
konsumen yaitu persepsi internal dan faktor stimulus konsumen yang akan
mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan membeli produk minyak goreng.
Suatu keputusan adalah pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pemilihan alternatif.
Dengan demikian, konsumen harus mengambil keputusan merek minyak goreng apa saja
Universitas Sumatera Utara
yang dibelinya, atau dia harus memilih satu dan beberapa pilihan merek minyak goreng
dengan berbagai pertimbangan tertentu untuk memilih produk minyak goreng yang
paling sesuai (best fit) bagi mereka.
Dengan memperhatikan perilaku konsumen yang berbeda-beda dalam membuat
keputusan membeli produk minyak goreng maka produsen harus tanggap dengan
keinginan konsumen terhadap produk minyak goreng yang dipasarkan dengan berbagai
karakteristik yang dapat menyebabkan konsumen berpindah merek dari satu merek
minyak goreng ke minyak goreng lainnya. Sehingga produsen perlu melakukan analisis
pola perpindahan yang dilakukan konsumen untuk mendapatkan informasi mengenai
persepsi konsumen terhadap produk minyak goreng yang dikonsumsinya. Informasi ini
kemudian dapat membantu produsen membuat produk minyak yang sesuai dengan
keinginan/persepsi konsumen dan mengetahui informasi pangsa pasar di masa
mendatang.
Universitas Sumatera Utara
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Stimulus Pemasaran
Persepsi Stimulus
Konsumen
Persepsi Internal
Konsumen
Keputusan Membeli
Minyak Goreng
Analisis Konsumen dan
Produk Minyak Goreng
Peramalan Keinginan
Produk Minyak Goreng
di Masa Mendatang
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Menyatakan Hubungan
Universitas Sumatera Utara
Download