penapisan antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri

advertisement
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia)
Ikan seluang merupakan ikan khas perairan rawa, walaupun sebagian kecil
lainnya dapat ditemukan pula di daerah aliran sungai. Penyebaran ikan seluang
meliputi wilayah Afrika dan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia dan
Brunei Darussalam (Priyono 2011). Ikan seluang yang termasuk dalam
Genus Rasbora spp. ini terdiri dari sekitar 70 spesies, salah satunya ialah Rasbora
argyrotaenia. Klasifikasi ikan seluang (Rasbora argyrotaenia) (Bleeker 1850
diacu dalam Fishbase 2010) ialah sebagai berikut.
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Actynopterygii
Sub Kelas
: Neopterygii
Ordo
: Cypriniformes
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Rasbora
Spesies
: Rasbora argyrotaenia
Gambar 1 Ikan seluang (Rasbora argyrotaenia)
(Sumber : www.fishbase.us)
Ikan seluang memiliki ciri morfologi berupa bentuk tubuh yang pipih,
bersisik tipis, berwarna putih kekuningan dan mempunyai sepasang mata jernih,
pada beberapa spesies terdapat garis kehitaman di bagian tengah badan. Ikan ini
banyak ditemukan di sungai berair jernih dan rawa, biasanya ikan seluang
memakan zooplankton, serangga, cacing tanah dan crustacea. Ikan seluang hidup
4
berkoloni dan bergerak bebas di permukaan air, namun ketika suhu air naik
terutama pada musim kemarau, ikan seluang tidak berada pada permukaan air
karena tidak tahan terhadap peningkatan suhu air. Sejumlah spesies ikan seluang
dapat dijadikan ikan hias karena keindahan warnanya (Sobri 2008). Kisaran pH
pada habitat ikan seluang ialah sebesar 6,0-7,5. Panjang maksimum tubuh ikan
seluang dewasa ialah 14cm. Ikan betina dewasa biasanya berperut bulat dan
berukuran sedikit lebih besar dari jantan. Ikan seluang berkembang biak seperti
ikan cyprinid lain pada umumnya, dimana setelah pemijahan telur yang dihasilkan
tersebut akan ditinggalkan oleh induk seluang (Duffill 2007).
Ikan seluang (Rasbora argyrotaenia) merupakan jenis ikan seluang yang
jarang dimanfaatkan sebagai ornamental fish. Ikan jenis ini juga tidak tersedia
secara teratur dalam dunia perdagangan. Ikan seluang memiliki daerah distribusi
yang luas. Ikan seluang tersebar dari sungai Mekong dan sungai Chao Phraya
serta Mae Klong di bagian barat Thailand. Selain itu, ikan ini juga banyak
ditemukan di Kamboja, Semenanjung Malaysia dan Cina. Distribusinya meluas
lebih lanjut ke arah selatan Filipina dan Kepulauan Sunda termasuk bagian dari
Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam. Ikan dapat bervariasi dalam warna
dan polanya tergantung pada wilayah hidupnya masing-masing (Duffill 2007).
2.2
Fermentasi Ikan
Pengolahan ikan dengan cara fermentasi merupakan cara pengawetan
tradisional di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, dimana
prosesnya relatif mudah dan murah (Rahayu et al. 1992). Fermentasi adalah
proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik, yaitu tanpa
memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi
terutama adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi
oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz 1992). Adanya bakteri fermentasi
tersebut tidak hanya memberikan rasa yang khas pada produk perikanan, tetapi
juga membuat produk tahan terhadap pembusukan dan perkembangbiakan bakteri
yang merugikan (Rose 1982 diacu dalam Fauzan 2009). Hal tersebut dikarenakan
selama proses fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam
amino dan peptida, kemudian asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi
5
komponen-komponen lain yang berperan dalam membentuk citarasa produk
(Adawyah 2007). Perubahan kimia dalam bahan pangan terjadi dalam proses
fermentasi yang disebabkan oleh aktivitas enzim. Enzim yang berperan tersebut
dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan.
Fermentasi ikan dibedakan menjadi empat golongan berdasarkan
prosesnya, yaitu fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, asam organik, asam
mineral dan fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat (Rahayu et al.
1992). Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam
laktat yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri asam laktat
homofermentatif dan heterofermentatif (Adawyah 2007). Penggunaan bakteri
asam laktat dalam proses fermentasi merupakan cara yang relatif mudah, murah
dan aman. Bakteri tersebut dapat dirangsang pertumbuhannya dengan melakukan
penambahan sumber karbohidrat dan garam dalam jumlah yang optimum pada
kondisi anaerobik. Fermentasi tersebut hanya dapat terjadi karena adanya aktivitas
mikroba pada substrat organik yang sesuai. Peranan substrat yang terpenting
adalah sebagai sumber energi bagi metabolisme sel, sebagai bahan pembentuk sel
dan produk metabolisme (Rachman 1989 diacu dalam Fauzan 2009).
2.3
Bekasam
Bekasam adalah produk ikan fermentasi tradisional yang pada awalnya
diolah oleh penduduk yang bermukim di Muara Sungai Bengawan Solo dan
Surabaya, tetapi kemudian menyebar ke Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan
Kalimantan Tengah. Produk tersebut di Kalimantan Tengah disebut dengan wadi
(Moeljanto 1992). Bekasam pada umumnya berasal dari ikan air tawar atau payau.
Pada dasarnya, semua ikan air tawar dapat diolah menjadi bekasam, tetapi setiap
daerah mempunyai pertimbangan tersendiri dalam memilih jenis ikan air tawar
yang digunakan sebagai bahan mentah. Ikan yang telah umum digunakan untuk
pengolahan bekasam adalah ikan lele, ikan mas, bader, nila dan mujair (Afrianto
dan Liviawaty 1989).
Pembuatan bekasam pada prinsipnya terdiri atas tiga tahap, yaitu proses
penggaraman, penambahan karbohidrat dan dilanjutkan dengan fermentasi.
Pengolahan bekasam dilakukan dengan menambahkan sumber karbohidrat dalam
6
kondisi anaerobik. Karbohidrat didekomposisi melalui proses fermentasi menjadi
gula-gula sederhana dan kemudian dikonversi menjadi alkohol dan asam yang
berperan sebagai pengawet dan memberikan rasa dan bau spesifik pada bekasam.
Dalam proses pembuatan bekasam secara tradisional pada umumnya digunakan
garam untuk mencegah terjadinya pembentukan ammonia dari senyawa nitrogen
dan untuk menyeleksi mikroba (Murtini 1992). Penambahan karbohidrat pada
pembuatan bekasam bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam
laktat (Rahayu et al. 1992).
Proses pembuatan bekasam sampai saat ini masih dilakukan secara
tradisional dengan menerapkan fermentasi spontan, yaitu bakteri yang berperan
pertumbuhannya dirangsang dengan penambahan garam dan sumber karbohidrat
dalam kondisi anaerobik (Winarno et al. 1973). Bekasam memiliki ciri khas rasa
yang asam dan salah satu kekhasan dari produk ini adalah rasanya yang tidak
terlalu asin, sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah konsumsi atau
intake protein yang berasal dari produk perikanan (Rahayu et al. 1992).
2.4
Penapisan Antibakteri
Penapisan merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
adanya senyawa antibakteri dari BAL. Penapisan dibagi ke dalam dua metode,
yakni metode penapisan secara langsung dan tidak langsung. Metode penapisan
secara tidak langsung diantaranya adalah metode the spot on the lawn, dimana
pada metode ini bakteri yang diduga menghasilkan senyawa antibakteri dititikkan
ke dalam media agar dan diinkubasi selama 12 jam untuk menumbuhkan koloni
tunggal dari bakteri tersebut. Koloni bakteri yang tumbuh tersebut kemudian
dilapisi dengan media agar yang telah berisi organisme uji yang sensitif dan
diinkubasi kembali untuk menghasilkan suatu zona penghambatan. Pada metode
secara langsung, bakteri uji dan bakteri yang diduga menghasilkan senyawa
antibakteri ditumbuhkan secara bersamaan dan efek antagonis yang ditunjukkan
tergantung pada terdifusinya zat penghambat yang dihasilkan pada fase
pertumbuhan dari bakteri penghasil senyawa antibakteri ke dalam media. Metode
ini diantaranya ialah metode difusi sumur agar. Metode ini dilakukan dengan
memasukkan supernatan dari bakteri yang diduga menghasilkan antibakteri ke
7
dalam sumur pada media agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji
(DeiVuyst dan Vandamme 1994b diacu dalam Nurmalis 2008).
Aktivitas penghambatan oleh senyawa antibakteri ditunjukkan dengan
adanya zona bening di sekeliling sumur. Zona bening tersebut terdiri atas dua
macam, yaitu zona bening dengan batas tepi lingkaran yang tegas dan jelas, serta
zona bening dengan tepi lingkaran yang keruh. Pada kasus senyawa antibakteri
dari BAL, zona bening dengan batas tepi lingkaran yang jelas dan tegas
disebabkan oleh adanya aktivitas bakteriosin, karena bakteriosin memiliki sifat
single hit inactivation yang artinya satu molekul bakteriosin akan membunuh satu
sel bakteri indikator. Zona bening dengan tepi lingkaran yang keruh disebabkan
oleh adanya aktivitas asam. Keruhnya zona bening tersebut disebabkan semakin
rendahnya konsentrasi asam yang terdapat dalam supernatan yang mengakibatkan
turunnya aktivitas penghambatan terhadap bakteri uji (Ray 1996 diacu dalam
Nurmalis 2008).
2.5
Bakteri Asam Laktat
Bakteri yang memproduksi asam laktat termasuk ke dalam golongan
bakteri Gram-positif, sebagian besar bersifat katalase negatif, tidak membentuk
spora, berbentuk batang dan coccus. Golongan bakteri asam laktat ini dapat
tumbuh dengan atau tanpa oksigen (Casida 1968 diacu dalam Fauzan 2009).
Berdasarkan produk akhir dari metabolisme glukosa, bakteri asam laktat dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif.
Bakteri asam laktat yang termasuk homofermentatif dapat mengubah 95 % dari
glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat. Karbondioksida dan asamasam volatil lainnya juga dihasilkan, tetapi dalam jumlah sedikit. Beberapa contoh
bakteri asam laktat yang bersifat homofermentatif adalah Streptococcus,
Pediococcus, Aerococcus dan beberapa spesies Lactobacillus.
Asam laktat merupakan salah satu metabolit utama dari bakteri asam
laktat. Namun pada bakteri heterofermentatif, bakteri asam laktat juga
memproduksi asam asetat dan sebagian asam propionat dalam jumlah besar.
Asidifikasi (pengasaman) yang diakibatkan asam organik meningkatkan aktivitas
antibakterial, baik asam laktat maupun substansi inhibitor lain seperti bakteriosin
8
(Theron dan Lues 2011). Bakteri asam laktat heterofermentatif mengubah glukosa
dan heksosa lainnya menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format dan
CO2 dalam jumlah yang hampir sama. Beberapa contoh bakteri asam laktat
heterofermentatif adalah Leuconostoc dan beberapa spesies Lactobacillus. Bakteri
heterofermentatif tidak mempunyai enzim fruktosadifosfat aldolase, transaldolase
dan transketolase yang berperan dalam tahap glikolisis. Bakteri homofermentatif
dapat menghasilkan energi sebesar dua kali energi yang dihasilkan oleh bakteri
heterofermentatif dari sejumlah substrat yang sama (Fardiaz 1988). Bakteri asam
laktat yang banyak terdapat pada bekasam adalah Lactobacillus coryneformis,
Lactobacillus
spp.,
Lactobacillus
spp.,
Pediococcus
sp.,
Lactobacillus
coryneformis dan Pediococcus damnosus (Sugiyono et al. 1999).
Bakteri asam laktat dapat mengubah karbohidrat menjadi asam laktat
dalam kondisi anaerob dan proses ini dapat dibagi menjadi tiga tahapan. Pada
tahap awal, zat pati dari sumber karbohidrat akan dihidrolisa menjadi maltosa oleh
α dan β amilase yang merupakan enzim ekstraseluler pada mikroorganisme,
kemudian molekul maltosa ini akan dipecah menjadi glukosa oleh maltase dan
pada tahap terakhir bakteri asam laktat akan mengubah glukosa menjadi asam
laktat dan sejumlah kecil bahan lain seperti asam asetat, asam propionate dan
etanol (Fardiaz 1988). Sejauh ini telah diketahui bahwa keberadaan bakteri asam
laktat tidak bersifat patogen dan aman bagi kesehatan sehingga sering digunakan
dalam industri pengawetan makanan, minuman dan berpotensi sebagai produk
probiotik. Beberapa kriteria penting untuk karakter fisiologi yang merupakan
seleksi
kelayakan
bakteri
sebagai
produk
probiotik
antara
lain
uji
pertumbuhan/resistensi bakteri probiotik pada pH rendah (Hardiningsih et al.
2005). BAL dapat berfungsi sebagai pengawet makanan karena mampu
memproduksi asam organik, menurunkan pH lingkungannya dan mengeksresikan
senyawa yang mampu menghambat mikroorganisme patogen seperti H2O2,
diasetil, CO2, asetaldehid, d-isomer asam-asam amino dan bakteriosin (Hardy
1975 diacu dalam Kusmiati dan Malik 2002).
9
2.6
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat
Proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan bakteri
asam laktat. Oleh karena itu, perlu dibuat kondisi yang ideal bagi pertumbuhan
bakteri tersebut. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
bakteri asam laktat antara lain adalah suhu, nilai pH, kadar garam dan karbohidrat.
Suhu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan juga pembentukan
produk oleh mikroba. Hal ini berhubungan dengan jenis mikroba yang dominan
selama fermentasi (Fardiaz 1988). Berdasarkan suhu (minimum, optimum dan
maksimum) untuk pertumbuhannya mikroba dibedakan atas tiga grup, yakni
psikrofilik, mesofilik dan termofilik. Nilai pH medium merupakan salah satu
parameter penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Bakteri pada
umumnya tumbuh dengan baik pada pH sekitar 6,5-7,5. Bakteri yang berperan
dalam fermentasi silase adalah bakteri asam laktat. Perubahan pH selama proses
fermentasi terjadi karena asam yang dihasilkan. Nilai pH optimum untuk
pertumbuhan bakteri asam laktat adalah 3-8 (Djakffar et al. 1996 diacu dalam Nur
2005). Bakteri asam laktat juga mampu mempertahankan pH sitoplasma lebih
alkali daripada pH ekstraseluler (Hutkins dan Nannen 1993 diacu dalam
Hardiningsih et al. 2005). Asam laktat yang dihasilkan akan menurunkan nilai pH
pada lingkungan pertumbuhannya. Menurut Hardiningsih et al. (2005), bakteri
asam laktat mempunyai toleransi pH dengan rentang yang luas.
Garam sering digunakan dalam proses fermentasi ikan. Pada umumnya
jumlah garam yang ditambahkan dalam pembuatan bekasam berkisar antara 15-20
% dari berat ikan segar (Murtini 1992). Kebutuhan garam untuk pertumbuhan
optimum mikroorganisme bervariasi, tergantung dari sifat dinding sel dan tekanan
osmotik internalnya (Fardiaz 1992). Karbohidrat merupakan sumber energi bagi
bakteri asam laktat. Penambahan karbohidrat akan membuat lingkungan yang baik
bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Selama fermentasi, karbohidrat akan diuraikan
menjadi senyawa-senyawa yang sederhana seperti asam laktat, asam asetat, asam
propionat dan etil alkohol. Senyawa-senyawa ini yang meyebabkan rasa asam
pada produk dan dapat berfungsi sebagai pengawet (Rahayu et al. 1992).
10
2.7
Senyawa Antibakteri
Senyawa antibakteri pada bakteri asam laktat memiliki potensi sebagai
bahan pengawet makanan. Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa
tertentu selain asam laktat dan asam asetat (asam organik) yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri lain. Senyawa-senyawa tersebut diantaranya
H2O2, diasetil dan bakteriosin dalam jumlah yang relatif sedikit dibandingkan
dengan produksi asam organik (Daeschel 1983 diacu dalam Kusmiati dan Malik
2002).
2.7.1 Asam laktat
Asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air. Mekanisme
antimikroba asam laktat berdasarkan pada teori chemiosmotic dan pH
homeostasis. Ketika asam laktat yang diproduksi disekresikan ke lingkungan,
beberapa molekul terdisosiasi menjadi H+ dan anion, sementara yang lain tidak
terdisosiasi. Salah satu faktor yang berperanan terhadap terdisosiasi atau tidaknya
suatu molekul adalah pH lingkungan dan pK (tetapan keseimbangan). Hal ini
menyebabkan
peningkatan
proton
transmembran
yang
pada
akhirnya
menyebabkan gradien proton. Perbedaan ini menyebabkan proton lebih cepat
masuk ke dalam sel sehingga meningkatkan kebutuhan energi untuk
mempertahankan pH alkali dalam sel (Ray 1992).
Aktivitas antibakteri dari asam laktat selain memaksa zat antibakteri lain
masuk, juga memiliki perannya tersendiri. Asam yang masuk melalui plasma
membran sel akan terdisosiasi menjadi kation dan anion toksik. Membran sel akan
luruh dan menyebabkan transportasi sel terganggu. Selain itu aktivitas air bebas
(water activity) dan metabolisme sel seperti glikolisis juga akan terganggu
(Theron dan Lues 2011). Asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri
Gram-negatif dengan merusak membran luar bakteri Gram-negatif. Pelindung dari
permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada
permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antimikroba yang
lain yaitu diasetil, bakteriosin, hidrogen peroksida dan laktoperidase sistem dapat
berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma (Alokomi et al. 2000).
11
2.7.2
Diasetil
Bakteri Gram-negatif lebih sensitif terhadap diasetil daripada bakteri
Gram-positif. Diasetil pada 344 µg/ml dapat menghambat strain Listeria,
Salmonella, Yersinia, E. coli dan Aeromonas (Jay 1982 diacu dalam Ammor et al.
2006). Diasetil diproduksi oleh strain dalam semua genera dari BAL oleh
fermentasi sitrat. Diasetil menghambat pertumbuhan bakteri Gram-negatif yang
bereaksi dengan pemanfaatan arginin (Jay 1986 diacu dalam Ammor et al. 2006).
2.7.3
Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida diproduksi terutama oleh BAL heterofermentatif. Karbon
dioksida memainkan peranan penting dalam membuat lingkungan anaerobik yang
menghambat enzimatik dekarboksilase, dan akumulasi CO 2 membran lipid bilayer
dapat menyebabkan disfungsi permeabilitas (Eklund 1984 diacu dalam Ammor et
al. 2006). Karbon dioksida secara efektif dapat menghambat banyak
mikroorganisme perusak makanan, terutama bakteri psikrotropik Gram-negatif
(Farber 1991 diacu dalam Ammor et al. 2006).
2.7.4 Hidrogen peroksida (H2O2)
Hidrogen peroksida merupakan prekursor untuk produksi bakterisidal
radikal bebas seperti superoksida (O2-) dan radikal hidroksil (OH-) yang dapat
merusak DNA (Byczkowski dan Gessner 1988 diacu dalam Ammor et al. 2006).
Hidrogen peroksida diproduksi oleh bakteri asam laktat sebagai hasil dari aksi
flavoprotein
oksidase
atau
nikotinamida
adenine
dinukleotida
(NADH)
peroksidase. Efek antimikroba dari H2O2 adalah hasil dari oksidasi grup sulfhydryl
yang menyebabkan denaturasi sejumlah enzim, dan dari peroksidase membran
lipid meningkatkan permeabilitas membran (Kong dan Davison 1980 diacu dalam
Ammor et al. 2006).
2.7.5. Bakteriosin
Bakteriosin adalah senyawa protein yang dieksresikan oleh bakteri yang
bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang memiliki
kekerabatan erat secara filogenik (Hardy 1975 diacu dalam Kusmiati dan Malik
2002). Mekanisme aktivitas bakterisidal bakteriosin adalah sebagai berikut: (1)
molekul bakteriosin kontak langsung dengan membran sel, (2) proses kontak ini
mampu mengganggu potensial membran berupa destabilitas membran sitoplasma
12
sehingga sel menjadi tidak kuat, dan (3) ketidakstabilan membran mampu
memberikan dampak pembentukan lubang atau pori pada membran sel melalui
proses gangguan terhadap PMF (Proton Motive Force) (Gonzalez et al. 1996
diacu dalam Usmiati 2007).
Bakteriosin dapat diproduksi oleh Lactococcus, Lactobacillus dan
Pediococcus
yang berasal dari berbagai bahan makanan, misalnya nisin
diproduksi oleh
Lactococcus lactis,
pediosin AcH dihasilkan Pediococcus
acidilactic. Beberapa kelebihan bakteriosin sehingga potensial digunakan sebagai
biopreservatif, yaitu karena bukan termasuk bahan toksik dan mudah mengalami
degradasi oleh enzim proteolitik karena merupakan senyawa protein, tidak
membahayakan mikroflora usus karena mudah dicerna oleh enzim saluran
pencernaan, dapat mengurangi penggunaan bahan kimia sebagai pengawet
pangan, penggunaannya fleksibel dan stabil terhadap pH dan suhu yang cukup
luas sehingga tahan terhadap proses pengolahan yang melibatkan asam dan basa,
serta kondisi panas dan dingin (Cleveland et al. 2001 diacu dalam Usmiati dan
Marwati 2007).
2.7
Bakteri Uji
Bakteri uji merupakan bakteri yang digunakan dalam pengujian aktivitas
senyawa antibakteri. Bakteri uji sangat berperan dalam penentuan efektifitas daya
hambat suatu senyawa antibakteri. Bakteri uji yang digunakan tersebut terdiri atas
bakteri Gram-positif (Listeria monocytogenes dan Staphylococcus aureus) dan
bakteri Gram-negatif (Escherichia coli dan Salmonella typhimurium).
2.7.1 Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes merupakan Gram-positif, psikrotropik, fakultatif
anaerobik, tidak berspora, motil, batang pendek. Pada kultur segar, selnya
terkadang membentuk rantai pendek. Listeria monocytogenes tumbuh pada
kisaran 1-44 oC, dengan suhu pertumbuhan optimum 35-37 oC. Pada suhu 7-10 oC,
dapat memperbanyak diri dengan sangat cepat. Bakteri ini memfermentasi
glukosa tanpa menghasilkan gas. Sel ini cukup resisten terhadap pembekuan,
pengeringan, kadar garam tinggi, dan pH ≥5. Listeria monocytogenes sensitif
terhadap suhu pasteurisasi (71,7 oC selama 15 detik atau 62,8 oC selama 30 menit)
13
(Ray 2000). Listeria monocytogenes yang bersifat patogen biasanya terdapat pada
daging unggas dan sapi serta olahannya, dapat bertahan pada pH, aw dan suhu
rendah, sehingga berbahaya untuk produk beku. Masalah yang dihadapi akibat
infeksi L. monocytogenes yaitu 63% bakterimia dan 26% bermasalah dengan
sistem syaraf (Veclerc et al. 2002 diacu dalam Usmiati dan Marwati 2007).
2.7.2
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri fakultatif anaerob, Gram-positif
dan berbentuk kokus yang tersusun bergerombol seperti sekelompok anggur.
Staphylococcus aureus membentuk koloni dengan warna kuning keemasan dan
termasuk ke dalam katalase positif (artinya dapat menghasilkan enzim katalase)
dan mampu mengubah hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen.
Kebanyakan S. aureus merupakan koagulase positif yang berarti mampu
memproduksi protein, yakni enzim (Corning 2011). Staphylococcus aureus dapat
bertambah dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktif melakukan
metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacammacam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap (Jawetz et al. 2001).
Staphylococcus aureus mempunyai 4 karakteristik khusus, yaitu faktor
virulensi
yang menyebabkan
penyakit
berat,
faktor
differensiasi
yang
menyebabkan penyakit yang berbeda pada sisi atau tempat berbeda, faktor
persisten bakteri pada lingkungan dan manusia yang membawa gejala karier, dan
faktor resistensi terhadap berbagai antibiotik yang sebelumnya masih efektif.
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti jerawat,
selulitis folikulitis, bisul dan abses. Selain itu juga dapat menyebabkan penyakit
yang mengancam kehidupan seperti pneumonia, meningitis, osteomielitis,
endokarditis, bakterimia dan toxic shock syndrome (TSS). Beberapa strain
S..aureus juga dapat menghasilkan enterotoksin yang merupakan agen penyebab
S. aureus gastroenteritis. Gejala-gejala gastroenteritis ialah seperti mual, muntah,
diare dan nyeri perut (Corning 2011).
2.7.3 Escherichia coli
Eschericia coli merupakan bakteri Gram-negatif, motil, tidak berspora,
berbentuk batang dan anaerobik fakultatif. E. coli bersifat aerob atau kualitatif
anaerob, dapat tumbuh pada media buatan. Bakteri ini umumnya hidup pada
14
rentang suhu 20-40ºC dengan suhu optimum 37ºC, tumbuh baik pada pH 7,0 tapi
tumbuh juga pada pH yang lebih tinggi. E.coli mengandung enterotoksin dan atau
faktor
virulensi
lainnya,
termasuk invasiveness
dan
faktor
kolonisasi,
menyebabkan penyakit diare. E.coli juga penyebab utama infeksi urin dan infeksi
nosomical
termasuk
septisemia
dan
meningitis.
Dari
sekian
ratus
strain E.,coli yang teridentifikasi, hanya sebagian kecil yang bersifat patogen
(Holt et al. 1994).
Industri kimia banyak mengaplikasikan teknologi fermentasi yang
memanfaatkan bakteri E..coli, misalnya dalam produksi obat-obatan (insulin,
antiobiotik), high value chemicals (1-3 propanediol, lactate). Escherichia coli
tersebar di seluruh dunia dan ditularkan bersama air atau makanan yang
terkontaminasi oleh feses. Strain pathogen E. coli dapat menimbulkan penyakit
diare berdarah, pembengkakan dan kelainan ginjal, demam, kelainan syaraf,
bahkan kematian (Veclerc et al. 2002 diacu dalam Usmiati dan Marwati 2007).
2.7.4 Salmonella typhimurium
Salmonella typhimurium termasuk ke dalam bakteri Gram-negatif, tidak
berspora, fakultatif anaerobik dan motil. Salmonella yang bersifat mesofilik
memiliki suhu pertumbuhan optimum 35-37oC, tetapi umumnya memiliki range
pertumbuhan pada suhu 5-46 oC. Salmonella mati pada suhu dan waktu
pasteurisasi, sensitif pada pH rendah dan tidak membelah diri pada aw 0,94,
khususnya jika dikombinasikan pH ≤5.5. Selnya dapat bertahan pada suhu beku
dan kondisi kering dalam jangka panjang (Ray 2000).
Salmonella typhimurium merupakan salah satu bakteri penyebab diare dan
gangguan pencernaan lainnya (Ajizah 2004). Selain sebagai bakteri patogen,
bakteri ini juga merupakan jenis bakteri pembusuk (Okolocha and Ellerbroek
2005 diacu dalam Usmiati 2007) sehingga dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius (Deumier and Collignan 2003 diacu dalam Usmiati 2007). Salmonella
dapat menyebabkan gastroenteritis, demam enteric (thypoid dan parathypoid),
septicemia (mikroorganisme berkembangbiak dalam aliran darah), diare, nausea
dan muntah. Daging ayam dan olahannya dilaporkan sebagai media penyebaran
penyakit salmonellosis (Usmiati 2007). Strain bakteri
Salmonella, seperti
S..enteritidis dan S. typhimurium merupakan penyebab utama terjadinya
15
salmonellosis yang paling sering dilaporkan. Di Amerika Serikat sekitar 50%
kejadian salmonellosis pada manusia disebabkan oleh bakteri Salmonella dengan
strain S. enteritidis, S. typhimurium dan juga S. heidelberg (Ajizah 2004).
Download