menuju masyarakat yang berkeadilan

advertisement
MENUJU MASYARAKAT
YANG BERKEADILAN
Oleh : Tajudin Nur*)
Pegawai Kementerian Agama Kabupaten Way Kanan
Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘alamin sangat
menjunjung tinggi nilai keadilan bukan hanya kepada
umatnya saja, melainkan sampai pada umat-umat lain beserta
alam semesta dan isinya. Islam menghendaki keadilan itu
ditegakkan seadil-adilnya, tanpa memandang keluarga baik
Ayah, Ibu ataupun saudara sendiri, karena Islam sendiri
memandang suatu keadilan bukan hanya dari wujud lahiriyah
saja akan tetapi sampai pada bentuk maknawinya. Sebagai
masyarakat Indonesia yang dalam Pancasilanya jelas-jelas
menyebutkan Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
tentunya keadilan merupakan sesuatu yang tentunya
diharapkan segenap bangsa, Apalagi Indonesia yang
memiliki penduduk mayoritas muslim yang didalam Al Qur’an juga jelas-jelas
mengajarkan tentang prinsip-prinsip keadilan. Sudah barang tentu tegaknya keadilan
dinegeri ini menjadi impian semua masyarakat. Kita hidup pada zaman dimana keadilan
sangatlah mahal harganya, keadilan menjadi barang yang sangat langka, keadilan hanya
menjadi cerita bohong dan wacana saja.
Pedahal Allah SWT Berfirman dalam Al Qur’an surat
Al Nisaa’ Ayat : 135 yang Artinya, Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu
orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka
Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan.
Dalam suatu riwayat diceritakan, Wajah Rasulullah SAW seketika berubah merah padam,
beliau tak dapat menahan kemarahannya begitu mendengar laporan Usamah bin Zaid
tentang kasus pencurian yang melibatkan seorang wanita bangsawan Quraisy dari Bani
Makhzumiyah. Kasus ini segera merebak menjadi berita utama di kalangan kaum
Quraisy. Pasalnya, kasus ini dirasakan sangat mencoreng wajah dan merusak kredibilitas
kaum Quraisy, yang selama ini disegani dan dihormati masyarakat Arab. Dalam suatu
pertemuan terbatas yang diadakan oleh beberapa tokoh Quraisy guna mengambil
langkah-langkah pengamanan.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, disepakati bahwa Usamah bin Zaid diutus untuk
melobi Rasulullah SAW. Sebagai Kepala Negara yang berkuasa penuh, kaum elite
Quraisy berharap Rasulullah SAW dapat meredam kasus ini sebelum pelakunya diseret
ke siding mahkamah pengadilan. Mereka yakin Usamah dapat bernegosiasi dengan
Rasulullah karena selama ini Usamah dikenal sebagai orang dekat Rasulullah, bahkan
dijuluki Hibbu Rasulillah, anak emasnya Rasulullah. Ia termasuk anak muda pemberani.
Dengan mudah Rasulullah SAW menangkap maksud terselubung di balik
pembicaraannya dengan Usamah. Yakni, adanya upaya kolusi dan persekongkolan yang
bertujuan memati-es-kan kasus pencurian tersebut. Karena itu, dengan nada tinggi Beliau
berkata kepada Usamah: "Apakah kamu mau menjadi pembela perkara yang melanggar
batas-batas hukum Allah?" Beliau kemudian naik ke atas mimbar dan di hadapan massa
yang hadir, dengan tegas Beliau mengingatkan: "Sesungguhnya hancur binasa bangsabangsa sebelum kamu disebabkan, bila yang mencuri datang dari kalangan kaum elite,
mereka biarkan tanpa diambil tindakan apa pun. Tetapi, bila yang mencuri datang dari
orang-orang lemah, segera mereka ambil tindakan. Demi Allah, seandainya Fatimah
binti Muhammad mencuri, akan aku potong tangannya." (HR Muttafaq 'alaih)
Butir-butir kata mutiara yang terlontar, "Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri",
adalah sangat tidak mungkin terjadi dalam rumah tangga Rasulullah. Seorang putri
kandungnya melakukan pencurian? Pernyataan ini lebih merupakan sebuah pesan moral
yang mempunyai pengaruh besar dalam tatanan kehidupan bangsa. Bahwa keadilan
merupakan urat nadi kehidupan suatu bangsa yang membawa rasa tenteram, meraih
kesejahteraan. Oleh karena itu, keadilan dan persamaan hak di hadapan hukum wajib
ditegakkan tanpa pilih kasih. Dan, bahwa kolusi dan persekongkolan adalah suatu
tindakan kejahatan yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa dan Negara yang
harus ditindak tegas demi keselamatan bangsa. Cepat atau lambat, negeri manapun di
dunia ini akan dihadapkan pada sebuah ancaman kehancuran dan runtuhnya tatanan
kehidupan bangsa, bilamana pesan moral ini tidak menjadi bagian dari hajat hidup umat
manusia.
Pendidikan Moral dan Akhlak dimulai dari keluarga
Hari ini kita hidup dalam suatu Negara yang sedang sakit. Dimana rasa keadilan teramat
susah kita dapatkan, keadilan menjadi sangat mahal harganya bagi si miskin. Bagaimana
tidak, seorang anak kecil yang mencuru sandal jepit harus menjadi pesakitan dimeja
hijau. Belum lagi kasus pencurian setandan pisang dan pencurian dua biah biji coklat
yang dilakukan oleh petani miskin telah menjadi perhatian masyarakat luas. Sementara
media juga senantiasa memberitakan kasus-kasus korupsi yang ada di negri ini yang
melibatkan para pejabat kita tidak pernah tuntas penyelesaiannya. Tentunya hal semacam
ini sangat melukai hati dan perasaan kita semua sebagai masyarakat yang berbangsa satu,
bangsa Indonesia. Kita sebagai ummat dan bagian dari bangsa yang besar ini, sejatinya
harus sadar akan pentingnya sebuah keadilan demi Negara yang baldatun toyibatun
warobun gofur.
Oleh karenanya kita ummat islam, dan seluruh bangsa Indonesia memandang bahwa
perubahan akhlak, budi pekerti dan akidah adalah sesuatu hal yang sangat penting dan
mendesak, karena timbulnya segala ketimpangan sosial dan segala gejolak yang timbul di
masyarakat, adalah akibat dari akhlak yang rapuh dan akidah lemah. Maka kita harus
kembali menekankan, betapa pentingnya pendidikan awal, yakni pendidikan keluarga
(informal), karena dalam keluarga inilah pertama kali anak mengenal akidah dan akhlak
terutama dari orang tuanya. “Al Bait Madrasatul Uula” “rumah adalah sekolah yang
paling pertama dan utama”.
Orang tua seyogyanya bukan hanya mengajar dan mendidik, akan tetapi juga
memberikan contoh, bukan hanya menyuruh shalat tapi mengajak sholat. Bukan hanya
menyuruh berkata baik, akan tetapi memberi contoh bagaimana berkata yang baik, bukan
hanya menyuruh berderma akan tetapi memberi contoh langsung bagaimana berderma.
Betapa pentingnya makna suatu pendidikan bagi anak dan generasi muda, sampai-sampai
Ali Bin Abi Thalib menasihati kita dengan kalimat “Didiklah anak-anakmu, karena
sesungguhnya mereka diciptakan untuk suatu zaman yang berbeda dengan zamanmu”
Pendidikan keluarga adalah hal penting yag harus diperhatikan, Bila suatu umat/bangsa
sudah rusak akhlaknya maka lambat laun akan rusak pulalah bangsa itu, bahkan
kerusakan akhlak adalah awal dari keehancuran suatu bangsa, Dengan rusaknya akhlak
dan lermahnya akidah, umat manusia akan tenggelam dalam hubbuddunya/Cinata dunia
yang berlebiha, berlomba-lomba dalam kemewahan dan pamer dalam kekayaan serta
saling mengejar status sosial dan popularitas. Karena rusaknya akhlak dan lemahnya
akidah ini pulalah jati diri dan budaya suatu bangsa bisa tergerus dengan budaya asing,
Budaya dan kearifan lokal yang menjadi kebanggaan kita sebagai suatu bangsa yang
masih menjaga norma dan adat istiadaat ketimuran, lambat laun akan terkikis habis
dengan budaya- budaya luar yang masuk melalui berbagai macam cara.
Rosulullah telah memprediksi keadaan umat manusia, sebagaimana dalam Hadis Riwayat
Dailani yang artinya “Akan tiba suatu zaman atas manusia dimana perhatian mereka
hanya tertuju pada urusan perut, kehormatan mereka hanya pada banyaknya harta
benda, kiblat mereka hanya urusan wanita dan agama mereka hanya dirham dan dinar
(harta, emas dan perak), mereka adalah makhluk Allah terburuk dan mereka tidak akan
memperoleh bagian (yang menyenangkan) disisi Allah.
Rasanya ada betulnya jika masyarakat kita sekarang sudah seperti yang diprediksi
Rasulullah SAW. sebagaimana dalam hadits tersebut, maka kita mempunyai tugas yang
amat berat, yakni mereposisikan akhlak dan moral umat, sebagai landasan pokok dalam
menata tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Membangun kembali
budi pekerti yang luhur atau akhlakul karimah, yang dahulu pernah dilakukan oleh
Rasulullah SAW., sehingga Beliau telah berhasil merobah suatu kaum yang biadab
menjadi beradab. Beliau berhasil menyatukan ummat yang sebelumnya terpecah belah
dan mempunyai sifat ta’asub (kesukuan) yang tinggi, kedalam masyarakat yang
bermartabat. Beliau telah berhasil mempersatukan masyarakat Yahudi, Nasrani dan
Islam di Madinah, dibawah suatu hukum tata pemerintahan yang adil, sehingga tercipta
suatu tatanan masyarakat yang yang harmoni, aman dan kondusif, yang lebih populer
dengan istilah “Masyarakat Madani”.
Persoalan keadilan dan penegkan hukum di Indonesia bukan karena lemahnya peraturan
hukum dan perundang-undangan, akan tetapi dikarenakan lemahnya moral dan mental
dari penegak hukum itu sendiri, jikalau penegakan hukum tidak tebang pilih terhadap
teman ataupun saudara sebagaimana yang pernah dicontohkan rosul diatas, niscaya
tatanan masyarakat Indonesia akan lebih makmur dan bermartabat.
Download