BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pneumonia adalah peradangan yang mengenai jaringan paru-paru yang bisa diklasifikasikan sebagai radang infeksi dan non-infeksi. Penyebab faktor infeksi bisa karena bakteri, virus, mikroplasma dan protozoa. Pneumonia non-infeksi bisa terjadi karena usia tua, merokok, sistem imun yang lemah dan penyakit kronis seperti sakit jantung dan diabetes (Dock dan Boskey, 2012). Jaringan paru-paru terdiri daripada kantong-kantong kecil yang disebut alveoli, dimana ia terisi dengan udara pada individu yang sehat. Ketika seseorang individu memiliki pneumonia, alveolinya akan terisi dengan pus dan cairan yang mengakibatkan kesakitan saat bernafas dan membatasi asupan oksigen. (WHO, 2014). Pneumonia juga merupakan penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat. Nafas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan nafas cepat diketahui dengan menghitung tarikan nafas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan nafasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan nafasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan nafasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 2010). 2.2 Epidemologi Menurut UNICEF dan WHO (tahun 2006), pneumonia merupakan pembunuh anak paling utama yang telah dilupakan (major “forgotten killer of children”). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Setiap tahun, lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia, berarti 1 dari 5 orang balita meninggal di dunia. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering, terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai 1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan mencapai 702.000 kasus per tahun. Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95% kasus baru pneumonia terjadi di negara berkembang. Menurut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki tempat ke-3 sebagai penyebab kematian pada neonatus. Penelitian yang dilakukan di Pulau Lombok tahun 1998 sampai 2002 mendapatkan hasil sebagai berikut: kejadian pneumonia pada anak usia kurang dari 2 tahun adalah sebesar 30,433 per 100.000 anak/tahun, kejadian pneumonia Hib adalah 894 per 100.000 anak per tahun, dan kematian anak karena pneumonia Hib adalah 92 per 100 anak per tahun (Depkes, 2010). 2.3 Etiologi Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikroplasma (bentuk peralihan bakteri dan virus) dan protozoa. 2.3.1 Bakteri Pneumonia dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Anak yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, nafas terengahengah dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena kekurangan oksigen (Misnadiarly, 2008). 2.3.2 Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia ini jenis tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun, bila infeksi terjadi dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian. Gejala pneumonia yang disebabkan oleh virus sama dengan influenza, seperti demam, batuk kering, sakit kepala, ngilu di seluruh tubuh, sesak nafas, batuk makin berat dan demam tinggi (Misnadiarly, 2008). 2.3.3 Mikroplasma Mikroplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikroplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikroplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly,2008). 2.3.4 Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam perhitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P.Carinii pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009). Etiologi Pneumonia berdasarkan umur. Pada bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena aspirasi, infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperta bakteri Coli, TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada bayi, pneumonia biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B. streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S. pneumoniae, S. aureus, Chlamydia. Pneumonia pada batita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus, yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu: S. pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus aureus, Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri, yaitu S. pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma (Depkes,2010). 2.4 Gejala Klinis Penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40ºC, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008). Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada anak antara lain: i. Batuk nonproduktif ii. Ingus (nasal discharge) iii. Suara nafas lelah iv. Penggunaan otot bantu nafas v. Demam vi. Cyanosis vii. Infiltrate melebar pada foto toraks viii. Sakit kepala ix. Kekakuan dan nyeri otot x. Sesak nafas xi. Menggigil xii. Berkeringat xiii. Lelah xiv. Terkadang kulit menjadi lembab xv. Mual dan muntah 2.5 Faktor Risiko Sementara kebanyakan anak yang sehat dapat melawan infeksi dengan pertahanan alami mereka, anak- anak dengan sistem imun terganggu berisiko tinggi terkena pneumonia. Sistem imun seorang anak dapat dilemahkan oleh karena malnutrisi atau kekurangan gizi, terutama pada balita yang tidak menerima air susu ibu (ASI) (WHO,2014). Penyakit sebelumnya seperti gejala infeksi HIV dan campak juga meningkatkan risiko anak tertular pneumonia. Faktor lingkungan berikut juga meningkatkan risiko pneumonia pada anak polusi udara dalam ruangan yang disebabkan oleh memasak dan pemanasan dengan bahan bakar biomassa (seperti kayu atau kotoran), keadaan rumah yang sesak dan orang tua yang merokok (WHO, 2014). Faktor dasar yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah (Depkes, 2010): 2.5.1 Kemiskinan yang luas. Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk. 2.5.2 Derajat kesehatan rendah. Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekwat memperburuk derajat kesehatan. 2.5.3 Status sosio-ekologi buruk. Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah. 2.5.4 Pembiayaan kesehatan sangat kecil. Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang. Sebagai gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di seluruh dunia 87% pembiayaan kesehatan di pakai hanya untuk 16% jumlah penduduk di negara ber penghasilan tinggi. Sisanya (13 %) pembiayaan di pakai untuk sebagian besar (84%) penduduk di negara berpenghasilan rendah. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak adekwat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang 2.5.5 Proporsi populasi anak lebih besar. Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan. 2.6 Klasifikasi 2.6.1 Berdasarkan Umur Berdasarkan Pola Tatalaksana penderita ISPA Ditjen PP dan PL (2011) pada anak, klasifikasi pneumonia dibedakan untuk golongan umur < 2 bulan dan umur 2 bulan sampai 5 tahun, yaitu sebagai berikut: Untuk golongan umur < 2 bulan, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: Pneumonia apabila ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing). Bukan pneumonia apabila batuk pilek biasa, bisa tidak ditemukan tarikan kuat dinding dada bagain bawah atau nafas cepat. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun, diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: Pneumonia berat bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat anak diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau meronta). Pneumonia bila disertai nafas cepat, tidak ada tarikan dinding dada. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA diluar pneumonia seperti batuk pilek biasa (commom cold), pharyngitis, tonsillitis, otitis. WHO merekomendasikan klasifikasi klinis dan pengobatan yang diberikan pada balita usia 2 bulan sampai 5 tahun yang memiliki batuk atau kesukaran bernafas, dapat dilihat pada table sebagai berikut: Table 2.1 Kriteria WHO Terhadap Pengobatan Pada Usia 2 Bulan Sampai 5 Tahun Yang Memiliki Batuk Atau Kesukaran Bernafas Sesuai Dengan Klasifikasi Klinis Penderita Kriteria Pneumonia Gejala Klinis dan Pengobatan Bukan pneumonia Tidak ada sesak nafas, tidak ada tarikan dinding dada, tidak diberikan antibiotik. Pneumonia Nafas cepat, tidak ada tarikan dinding dada. Pengobatan di rumah dengan pemberian antibiotik kotrimaxazol atau amoksisilin. Pneumonia berat Nafas cepat, tarikan dinding dada, tidak ada sianosis, masih mampu makan / minum. Dirujuk ke rumah sakit. Pneumonia berat sangat Nafas cepat, tarikan dinding dada, ada sianosis, tidak mampu makan / minum, kejang, sukar dibangunkan, stidor sewaktu tenang, gizi buruk. Dirujuk ke rumah sakit. 2.6.2 Berdasarkan etiologi Table 2.2. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologi Grup Penyebab Tipe Pneumonia Bakteri - Streptococcus Pneumonia Pneumoni bacterial - Streptococcus Piogenesis - Staphilococcus aureus - Klebsiela pneumonia - Eschereria coli - Yersinia pestis Virus - Legionnaires bacillus Legionnaires disease - Influenza virus Pneumonia virus - Virus respiratory Syncytial Mikroplasma - Mikroplasma pneumonia Pneumonia mikroplasmal Protozoa - Pneumositis Carinii Pneumonia pneumosistis (pneumonia plasma sel) Sumber : Alsagaff dan Mukty, 2010. 2.7 Diagnosis Diagnosis gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit berat mendadak dengan demam tinggi dan nafas cepat. Infeksi karena virus umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah nafas cepat dan sulit bernafas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik nafas atau inspirasi yang dikenal sebagai “lower chest wall indrawing”. Gejala pada anak usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu (Depkes, 2010). Pemeriksaan foto toraks (chest X-ray) merupakan baku emas (gold standard) untuk memastikan kecurigaan akan adanya pneumonia (Baker, 2001). Indikasi pemeriksaan foto toraks pada pneumonia (Kunnamo, 2005): - Anak dengan suara nafas berkurang. - Anak dengan gejala saluran pernafasan bawah seperti takipneu. - Tanda-tanda infeksi bakteri (demam dan peningkatan konsentrasi serum CRP) walaupun focus infeksi tidak diketahui. - Aspirasi benda asing (kebanyakan benda asing tidak dapat dilihat pada foto dada tetapi mungkin dapat menyebabkan tanda-tanda infeksi atau hiperinflasi). Table 2.3. Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia Pada Anak Gejala Nafas cepat (*) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam Stidor pada anak dalam keadaan tenang Nafas cepat (*) Tidak ada nafas cepat Diklasifikasikan sebagai Pneumonia berat Pengobatan Segera dirujuk rumah sakit untuk pemberian suntikan antibiotika dan pemberian oksigen bila diperlukan. Berikan 1 dosis antibiotika yang tepat. Pneumonia tidak berat Berikan antibiotika yang tepat untuk diminum. Nasihati ibu dan beritahu bila harus kembali untuk kunjungan control. Bukan pneumonia Nasihati ibu dan beritahu kapan (penyakit paru lain) harus kembali bila gejala menetap atau keadaan memburuk. (*) Disebut nafas cepat, apabila: Anak usia < 2 bulan bernafas 60 kali atau lebih per menit Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernafas 50 kali atau lebih per menit Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernafas 40 kali atau lebih per menit 2.8 Pencegahan Pneumonia Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan seng, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia (Depkes, 2010). Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu: Pencegahan Non spesifik Meningkatkan derajat sosio-ekonomi i. Mengurangkan kemiskinan ii. Meningkatkat tingkat pendidikan iii. Mencegah masalah kurang gizi iv. Meningkatkan derajat kesehatan v. Mengurangkan morbiditas dan mortalitas Lingkungan yang bersih, bebas polusi Pencegahan Spesifik i. Cegah bayi berat lahir rendah (BBLR) ii. Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang iii. Berikan imunisasi Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi. 1. Vaksin campak Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya, namun dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia yang bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang gizi dan anak dengan gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian penyakit campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat menurunkan kematian akibat pneumonia. Sejak 40 tahun lalu telah ada vaksin campak yang aman dan efektif, cakupan imunisasi mencapai 76%, namun laporan tahun l2004 menunjukkan penyakit campak masih menyerang 30 – 40 juta anak. 2. Vaksin pertusis Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus hari. Penyakit ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi bacteria Bordetella pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit ini sudah lama masuk ke dalam program imunisasi nasional di Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama difteri dan tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka kematian masih tinggi dan mencapai 295.000 – 390.000 anak pertahun. 3. Vaksin Hib Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b (Hib) merupakan penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama. Diduga Hib mengakibatkan penyakit berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap tahun. Vaksin Hib sudah tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun penggunaannya masih terbatas dan belum merata. Pada beberapa negara, vaksinasi Hib telah masuk program nasional imunisasi, tapi di Indonesia belum. Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di negara yang belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini dimungkinkan karena harganya yang relatif mahal dan informasi yang kurang. WHO menganjurkan agar Hib diberikan kepada semua anak di negara berkembang. 4. Vaksin Pneumococcus Pneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada anak di negara berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama tersedia untuk anak usia diatas 2 tahun dan dewasa. Saat ini vaksin pneumokokus untuk bayi dan anak dibawah 3 tahun sudah tersedia, yang dikenal sebagai pneumococcal conjugate vaccine (PCV). Vaksin PCV ini sudah dimanfaatkan di banyak negara maju. Hasil penelitian di Amerika Serikat setelah penggunaan vaksin secara rutin pada bayi, menunjukkan penurunan bermakna kejadian pneumonia pada anak dan keluarganya terutama para lansia. Saat ini yang beredar adalah vaksin PCV 7, artinya vaksin mengandung 7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam waktu dekat akan tersedia vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika), dengan pemberian imunisasi PCV 9 terjadi penurunan kasus pneumonia sebesar 37%, pengurangan penderita yang harus dirawat di rumah sakit sebesar 15%, dan pengurangan kematian pada anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan bahwa vaksin tersebut sangat efektif untuk menurunkan kematian pada anak karena pneumonia. 2.9 Pengobatan Pneumonia Pemberian antibiotika segera pada anak yang terinfeksi pneumonia dapat mencegah kematian. UNICEF dan WHO telah mengembangkan pedoman untuk diagnosis dan pengobatan pneumonia di komunitas untuk negara berkembang yang telah terbukti baik, dapat diterima dan tepat sasaran. Antibiotika yang dianjurkan diberikan untuk pengobatan pneumonia di negara berkembang adalah kotrimoksasol dan amoksisilin. Beberapa penelitian menunjukkan, pemberian kotrimoksasol (Kartasasmita dkk, 2010) maupun amoksisilin selama 3 hari pada anak dengan pneumonia tidak berat sama hasil akhirnya dengan pemberian selama 5 hari (Depkes, 2010).