BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi (Halim, 2007:101). Menurut peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2005 belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan asset tak berwujud. Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka menambah asset atau kekayaan serta menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan biaya pemeliharaan (Sheila, 2012). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian, pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan. Belanja modal yang diatur dalam pasal 50 huruf c Permendagri No 59 Tahun 2007 tentang perubahan Permendagri Nomor 13/2006 Tentang pengelolaan Keuangan Daerah digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Salah satu tugas penting dari pemerintah daerah adalah menyediakan dan 13 membangun infrastruktur publik melalui alokasi belanja modal pada APBD. Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan akan memiliki daya ungkit sebagai roda menggerakkan perekomian daerah Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), belanja modal merupakan pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Dalam SAP, belanja modal dapat dikategorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu : 1. Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan, pembelian, pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai (Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2013). 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai (Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2013). 14 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai (Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2013). 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai (Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2013). 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran yang digunakan untuk belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah (Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2013). 15 Secara spesifik sumber pendanaan untuk belanja modal belum ditentukan aturannya, namun seluruh jenis sumber-sumber penerimaan daerah dapat dialokasikan untuk mendanani belanja daerah diantaranya belanja modal. Sumbersumber penerimaan daerah (UU Nomor 33 tahun 2004) yang dapat digunakan sebagai sumber pendanaan belanja daerah berasal dari pendapatan daerah dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah bersumber dari : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain PAD yang sah. 2. Dana Perimbangan yaitu : Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus. 3. Pendapatan lain-lain yang sah yaitu : Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang tidak terpisahkan, Jasa Giro, Pendapatan bunga, Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap uang asing, komisi, dan potongan, atau bentuk lain dari sebab akibat dari penjualan, pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh daerah. Sedangkan pembiayaan daerah bersumber dari : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Daerah (SILPA), Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana cadangan daerah, dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Pengalokasian Dana yang bersumber dari pendapatan dan pembiayaan daerah kepada belanja daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah itu sendiri. Pada umumnya sumber dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah lebih banyak dialokasikan kepada belanja operasional daerah dan sisanya dialokasikan untuk belanja daerah lainnya diantaranya belanja modal. DAU lebih banyak dialokasikan kepada belanja pegawai, dan sisanya dialokasikan kepada belanja- 16 belanja daerah diantaranya belanja modal. Belanja modal pada umumnya berasal dari dana bantuan (fund). Dana bantuan pemerintah yang selalu dialokasikan untuk membiayai belanja modal adalah dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Secara keseluruhan jumlah belanja modal yang dialokasikan dalam APBD sekurang-kurangnya 29 persen dari belanja daerah sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. 2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut pandangan para ekonom klasik (Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Stuart Mill), maupun para ekonom neoklasik (Robert Sollow dan Trevor Swan), pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu : (1) jumlah penduduk,(2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, (4) tingkat teknologi yang digunakan. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi dari yang dicapai pada masa sebelumnya. Menurut Prof. Simon Kuznets dalam (Jhingan, 2004:57) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barangbarang ekonomi kepada penduduknya. Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Boediono, 1981:1). Proses kenaikan output per kapita diproksikan dengan Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (PDRB) yang didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah 17 seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu daerah (Nugroho,2010). Sadono Sukirno berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Sehingga untuk mengetahuinya harus diadakan perbandingan pendapatan nasional dari tahun ke tahun, yang dikenal dengan laju pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2004 :423). Menurut Todaro pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang mantap dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan nasional yang semakin besar. Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan dari kegiatan perekonomian dimana hal tersebut berdampak pada jumlah produksi barang dan jasa yang semakin bertambah sehingga kemakmuran masyarakat meningkat. Ukuran pertumbuhan ekonomi diproksikan dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dihitung dengan PDRB atas dasar harga konstan 2000 (Prakarsa , 2014). 2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor- faktor yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Boediono,1981:2). Pertumbuhan ekonomi akan terjadi apabila ada kencenderungan yang terjadi dari proses internal perekonomian, artinya harus berasal dari kekuatan yang ada di dalam perekonomian itu sendiri. Untuk mengetahui apakah suatu perekonomian mengalami pertumbuhan, harus 18 dipertimbangkan PDRB riil satu tahun (PDRBt) dengan PDRB riil tahun sebelumnya (PDRBt-1), atau dapat di formulasikan sebagai berikut (Krisna Dewi,2014). PDRBt - PDRBt-1 Pertumbuhan Ekonomi (PE) = x 100% .……..….(2.1) PDRBt-1 Menurut Todaro dan Smith ( 2003: 92) ada tiga faktor utama yang menpengaruhi pertumbuhan ekonomi ,yaitu: 1. Akumulasi Modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya. Akumulasi modal (capital accumulation) terjadi apabila sebagian pendapatan di tabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Investasi juga harus disertai dengan investasi jalan-jalan raya, penyedian listrik, persedian air bersih, perbaikan sanitasi, fasilitas komunikasi, demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia dapat meningkatkan kualitas modal manusia sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif terhadap angka produksi. 2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk secara tradisional dianggap salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif , sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran potensi pasar domestiknya. 19 3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi caracara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaanpekerjaan tradisional. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu : 1) Kemajuan teknologi netral (neutral technological progress) terjadi apabila teknologi tersebut mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan faktor input yang sama. 2) Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (labor saving) atau hemat modal (capital saving) yaitu jumlah pekerja yang dibutuhkan semakin sedikit dibutuhkan dalam kegiatan produksi yang lebih tinggi dengan jumlah modal atau input yang sama. 3) Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal (capital- augmenting techonolgical progress) terjadi jika penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara lebih produktif. 2.1.3.1 Teori Pertumbuhan Rostow Model pembangunan atau tahap-tahap pertumbuhan ekonomi yang dicetuskan oleh Rostow dalam bukunya (the stages of economic growth). Menurut Rostow pembangunan ekonomi dapat dibedakan dalam lima tahap yaitu masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat untuk tinggal landas (the preconditions for take-off), tinggal landas (the take-off), menuju kedewasan (the drive to maturity), dan masa konsumsi tinggi (the age of high masscomsumption). setiap Negara didunia dapat digolongkan ke dalam salah satu dari 20 kelima tahap pertumbuhan ekonomi (Sukirno,2006:167). Kelima tahapan dari teori pertumbuhan ekonomi Rostow adalah : 1) Masyarakat Tradisional Rostow mengartikan tahap masyarakat tradisional sebagai suatu masyarakat yang strukturnya berkembang di dalam fungsi produksi yang terbatas, yang didasarkan kepada teknologi, ilmu pengetahuan, dan sikap masyarakat yang masih menggunakan cara-cara berproduksi yang relatif primitif dan cara hidup masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara pemikiran yang tidak rasional (Sukirno, 2006:169). 2) Tahap Prasayarat Tinggal Landas Rostow mendefinisikan tahap ini sebagai suatu masa transisi pada ketika di mana suatu masyarakat telah mempersiapkan dirinya, atau dipersiapkan dari luar, untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (Sukirno, 2006:170). Menurut Rostow pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlangsung secara dinamis. 3) Tahap Tinggal Landas Tahap tinggal landas adalah suatu tahap yang ditandai adannya pembaharuan-pembaharuan (inventions) dan peningkatan penanaman modal. Adanya tingkat penanaman modal yang makin tinggi akan mengakibatkan bertambahnya tingkat pendapatan nasional dan akan melebihi tingkat pertambahan penduduk. Dengan demikian tingkat 21 pendapatan perkapita makin lama makin bertambah besar (Sukirno, 2006:173). 4) Tahap Menuju kedewasan Tahap menuju kedewasaan yang diartikan oleh Rostow sebagai masa di mana masyarakat sudah efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi dan kekayaan alamnya (Sukirno, 2006:176). 5) Tahap Konsumsi Tinggi Tahap terakhir dalam teori pertumbuhan ekonomi Rostow adalah tahap konsumsi tinggi, yaitu masa di mana perhatian masyarakat lebih menekankan kepada masalah-masalah konsumsi dan kesejahteraan, dan bukan lagi kepada masalah produksi (Sukirno, 2006:177). 2.1.3.2 Teori Pertumbuhan Harrod Domar Teori pertumbuhan Harrod Domar dikembangkan oleh dua orang ahli ekonomi yaitu Evsey Domar (1947) dan R.F. Harrod (1939). Teori ini dikembangkan secara terpisah, tetapi meiliki inti dari teori yang sama. Keduanya melihat pentingnya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang modal, yang memungkinkan peningkatan output.Teori Harrod-Domar merupakan perluasan dari analisis Keynes mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap karena tidak menyinggung masalah-masalah ekonomi jangka panjang. Sedangkan teori Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka 22 panjang, atau perekonomian yang tumbuh dan berkembang dengan mantap Steady Growth (Sukirno, 2006: 256). Menurut Harrod-Domar pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi, pembentukan modal dapat di peroleh melalui akumulasi tabungan. Pembentukan modal tidak hanya dipandang sebagai pengeluaran menambah kemampuan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang dan jasa, dan juga akan meningkatkan permintaan efektif masyarakat. Jika pada suatu periode tertentu dilakukan sejumlah pembentukan modal, maka pada masa berikutnya perekonomian tersebut akan mempunyai kemampuan lebih besar dalam menghasilkan barang dan jasa (Arsyad,2010: 84). Harrod–Domar mengembangkan teorinya berdasarkan beberapa asumsi yaitu: 1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara penuh. 2. Perekonomian terdiri dari 2 sektor yaitu rumah tangga dan perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada. 3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proposional dengan besarnya pendapatan nasional berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol. 4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antar modal- output (capital-output ratio = COR) dan rasio pertambahan modal-output (incremental capitaloutput ratio = ICOR). 23 Diasumsikan juga terdapat hubungan ekonomis secara langsung antara besarnya total stok modal (K) dan output total (Y). setiap tambahan neto terhadap stok modal (investasi baru) akan menghasilkan kenaikan output total sesuai dengan rasio modal atau output tersebut (Arsyad, 1999: 66). ΛY s ……………………………………………..………………....(2.2) Y k Persamaan tersebut merupakan bentuk sederhana dari teori pertumbuhan Harrod-Domar. Persamaan tersebut menunjukan tingkat pertumbuhan output (ΔY/Y) ditentukan secara bersama oleh rasio tabungan (s) dan rasio modal-output (COR= K). Secara lebih spesifik, persamaan ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan output secara positif berhubungan dengan rasio tabungan, sedangkan hubungan antara COR dengan tingkat pertumbuhan output adalah negatif (semakin besar COR, maka semakin rendah pertumbuhan output). Jadi berdasarkan teori Harrod-Domar agar dapat tumbuh perekonomian harus menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya (Arsyad,1999:67). 2.1.3.4 Teori Pertumbuhan Neoklasik (Solow – Swan) Teori pertumbuhan pertumbuhan Neoklasik merupakan pengembangan dari model Harrod- Domar yang hanya memfokuskan pada pembentukan modal, sedangkan teori neoklasik ini berkembang sejak tahun 1950-an, ekonom yang menjadi perintis dalam mengembangkan teori ini Robet Solow dan Travor Swan. Menurut Solow dan Swan pertumbuhan ekonomi tergantung pada ketersediaan faktor-faktor produksi yaitu, penduduk, akumulasi modal, dan kemajuan 24 teknologi. Dalam teori ini kemajuan teknologi diasumsikan sebagai variabel eksogen. Hubungan antara output, modal dan tenaga kerja dapat ditulis dalam bentuk fungsi sebagai berikut Y = F (K)………….……………………...…………………………...…(2.3) Dari persaman tersebut terlihat bahwa output (Y) fungsi dari adalah fungsi dari capital stock per pekerja. Sesuai dengan fungsi produksi yang berlaku hukum “the law of deminishing return”, dimana pada titik produksi awal, penambahan kapital per labor akan menambah output per pekerja lebih banyak, tetapi pada titik tertentu penambahan capital stock per pekerja tidak akan menambah output per pekerja dan bahkan akan bisa mengurangi output per pekerja. Teori ini menjelaskan bahwa modal dan jumlah tenaga kerja yang saling beinteraksi (Arsyad,2010:88). Sedangkan fungsi investasi dituliskan sebagai berikut. I = S F (K) ................................................................................................(2.4) Dalam persamaan tersebut, tingkat investasi per pekerja merupakan fungsi capital stock per pekerja. Capital stock sendiri dipengaruhi oleh besarnya investasi dan penyusutan dimana investasi akan menambah capital stock dan penyusutan akan menguranginya. ΔK = I - γ Kt ............................................................................................(2.5) γ adalah porsi penyusutan terhadap capital stock. Tingkat tabungan yang tinggi akan berpengaruh terhadap peningkatan capital stock dan akan meningkatkan pendapatan sehingga memunculkan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Tetapi dalam kurun waktu tertentu pertumbuhan ekonomi akan mengalami 25 perlambatan jika telah mencapai apa yang disebut steady-state level of capital. Kondisi ini terjadi jika investasi sama dengan penyusutan akumulasi modal. Kemajuan teknologi dalam teori Solow dianggap sebagai faktor eksogen. Dalam perumusan selanjutnya fungsi produksi adalah Y = f (K,L,E)………………………………………………………….....(2.6) dimana E adalah efisiensi tenaga kerja.Y/LE dimana LE menunjukkan jumlah tenaga kerja efektif. Teori pertumbuhan Neoklasik dapat diuraikan ke dalam suatu fungsi produksi Cobb Douglas, dimana output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan modal. Sedangkan tingkat kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen. Asumsi yang digunakan dalam model Solow-Swan adalah skala penegmbalian yang konstan (constant returns to scale), subtitusi antara modal (K) dan tenaga kerja (L) bersifat sempurna , dan adanya produktivitas marginal yang semakin menurun (diminishing marginal productivity) dari tiap inputnya. Analisis Solow berakhir pada jalur keseimbangan (keadaan mantap) yang berangkat dari sembarang rasio modal dan tenaga kerja (Jinghan, 2004 : 275). Teori pertumbuhan Neo-Klasik didasarkan pada fungsi produksi yang telah di kembangkan oleh dua penulis Amerika, yaitu Charles Cobb dan Paul Douglas yang lazim di kenal fungsi poduksi Cobb-Douglas (Sukirno, 2006:266). Fungsi tersebut dapat dituliskan secara berikut : Yt = Tt Kt a Lt b………………………………………………………....…(2.7) Dimana: Yt = tingkat produksi pada tahun t Tt = tingkat teknologi pada tahun t Kt = jumlah stok barang modal pada tahun t Lt = jumlah tenaga kerja pada tahun t a = pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal. b = pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja. 26 Nilai Tt , a dan b bisa disetimasi secara emperis, tetapi pada umunya nilai a dan b ditentukan besarnya dengan menganggap bahwa a + b = 1, yang berarti bahwa nilainya adalah sama dengan batas produksi dari masing-masing faktor produksi, atau nilai a dan b ditentukan dengan melihat peranan tenaga kerja dan modal t dalam menciptakan output (Arsyad, 1999 : 64). 2.1.3.5 Teori Pertumbuhan Endogen Teori pertumbuhan endogen yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988). Bidang kajian yang menarik perhatian Romer adalah pertumbuhan ekonomi memiliki persefektif yang lebih lebih luas dengan memasukan komponen teknologi endogen hasil dari penelitian dan pengembangan (research & development) dan ilmu pengetahunan ke dalam model pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan teori-teori pertumbuhan sebelumnya. Pada teori sebelumnya hanya menekankan pentingnya proses akumulasi modal dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan endogen mengkajikan sebuah teoritis yang lebih luas dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi. Teori ini menganalisis faktor-faktor pertumbuhan ekonomi berasal dari dari dalam (endogenous) sistem ekonomi itu sendiri. Kemajuan teknologi dianggap hal yang bersifat endogen, dimana pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari keputusan para pelaku ekonomi berinvestasi dalam bidang ilmu pengetahuan. Pengertian modal dalam teori ini bersifat lebih luas, bukan hanya sekedar modal fisik tetapi juga mencakup modal insani (human capital) (Arsyad, 2010: 91). 27 Teori pertumbuhan endogen muncul sebagai kritik terhadap asumsi diminishing marginal returns to capital investment. Menurut teori pertumbuhan ini faktor-faktor utama penyebab terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar Negara adalah karena adanya mekanisme ahli pengetahuan, kapasitas investasi modal fisikal, modal insani dan infrastruktur. Robet E. Lucas (1988) menekankan pentingnya modal insani dalam pembangunan, Romer juga memandang pertumbuhan ekonomi merupakan hasil yang nyata dari adanya akumulasi dibidang ilmu pengetahuan (Arsyad, 2010: 91). Menurut Romer dalam (Todaro dan Smith, 2009:174), cadangan modal (K) dalam keseluruhan perekonomian secara positif mempengaruhi output pada perusahaan, sehingga terdapat kemungkinan hasil skala produksi yang semakin meningkat (increasing return to scale-IRS). Cadangan modal juga meliputi pengetahuan yang dimiliki. Bagian pengetahuan yang terdapat cadangan modal setiap perusahaan secara esensial adalah sebuah barang publik (public good),seperti produktivitas tenaga kerja dalam model solow, yang merembes ke perusahaan lain di dalam perekonomian secara instan. Hasilnya model ini memperlakukan belajar dari pengalaman (earning by doing), belajar dari investasi (earning by investmen). Teori ini menjelaskan tentang bagaimana akumulasi modal tidak mengalami diminishing returnts, namun justru akan mengalami increasing returns dengan adanya investasi dibidang SDM dengan ilmu pengetahuan.Romer mengasumsikan teori pertumbuhan endogen mempunyai tiga elemen dasar, yaitu (Arsyad, 2010: 93) : 28 1. Adanya perubahan yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi pengetahuan. 2. Adanya penciptaan ide-ide baru oleh perusahaan sebagai akibat dari mekanisme luberan pengetahuan (knowledge spillover). 3. Produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh tanpa batas. Dalam prakteknya, formula fungsi produksi tersebut seringkali digambarkan oleh fungsi produksi “AK”, yang di tunjukan oleh persamaan: Y= AK ………………………………………………………………...(2.8) Dimana : Y = total output K = persediaan modal A = teknologi Sedangkan fungsi produksi dalam model pertumbuhan endogen dapat ditunjukkan oleh formula sebagai berikut : Y= F(A, K , L, H)……………………………………………………...(2.9) Dimana: Y = output A = perkembangan teknologi K = modal fisik L = tenaga kerja H = akumulasi modal insani Investasi dalam modal fisik dan modal insani (salah satunya mealalui sarana pendidikan) akan meningkatkan produktivitas. Ilmu pengetahuan dan teknologi dinilai mampu meningkatkan produktivitas persatuan input. Dalam 29 model pertumbuhan endogen, tabungan dan investasi mampu mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan. Model pertumbuhan endogen menurut Romer menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita dalam perekonomian adalah : g – n = β / [1- α + β] ………….……………………………………...(2.10) Dimana: g = output n = pertumbuhan populasi β = perubahan teknologi α = elatisitas output terhadap modal dalam model Solow dengan skala hasil konstan β = 0, maka pertumbuhan pendapatan per kapita akan menjadi nol (tanpa adanya kemajuan teknologi). Romer mengasumsikan bahwa dengan mengumpulkan ketiga faktor produksi termasuk eksternalitas modal, maka β > 0 sehingga g – n > 0 dan Y/L (pendapatan per kapita) akan mengalami pertumbuhan. Hal yang menarik dalam model Romer adalah adanya imbasan investasi atau teknologi yang semakin meningkat, sehingga menghilangkan asumsi hasil yang semakin menurun (diminishing marginal product of capital). Dalam model Solow, capital hanya mencakup persediaan pabrik dan peralatan perekonomian sehingga wajar mengasumsikan pengembalian modal yang kian menurun. Investasi dalam modal fisik dan tenaga kerja tidak dapat dilaksanakan sendiri secara penuh oleh investor, sedangkan dalam teori pertumbuhan endogen adanya eksternalitas dapat menciptakan increasing return to scale, sehingga memperbaiki asumsi constant return to scale yang digunakan oleh model neo-klasik (Arsyad, 2010: 95). 30 2.1.4 Kesejahteraan Masyarakat Konsep kesejahteraan masyarakat merujuk pada konsep pembangunan kesejahteraan sosial, yakni serangkaian aktivitas yang terencana dan melembaga yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas kehidupan manusia (Suharto,2006). Pengertian kesejahteraan sosial menurut Whithaker dan Federico (1997) merupakan sistem suatu bangsa tentang manfaat barang dan jasa untuk membantu masyarakat guna memperoleh kebutuhan sosial,ekonomi, pendidikan, kesehatan yang penting bagi kelangsungan masyarakat tersebut. Seseorang yang mempunyai kekurangan kemampuan mungkin memiliki kesejahteraan yang rendah, kurangnya kemampuan dapat berarti kurang mampu untuk mencapai fungsi tertentu sehingga kurang sejahtera. Menurut Midgley (1995) model pembangunan sosial pada dasarnya menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marjinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelanjutan, selain itu sebuah pembangunan sosial tidak dapat berarti jika tidak didukung dengan pembangunan lainnya, salah satunya ekonomi, pembangunan sosial tidak dapat berjalan baik tanpa didukung pembangunan ekonomi. Pada tahun 1990, United Nations Development Program (UNDP) mengenalkan formula Human Development Index (HDI) atau disebut pula dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM dapat digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara daerah merupakan negara daerah yang maju, berkembang, atau terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan gabungan 31 tiga dimensi, yaitu dimensi umur, dimensi manusia terdidik, dan dimensi standar hidup yang layak (Stanton, 2007). Menurut Human Development Report (1995) dalam (Yusuf, 2014), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s choices”) bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Dalam konsep pembangunan manusia pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya, sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya : 1. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian. 2. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka, oleh karena itu konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja. 3. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upayaupaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal. 4. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan; 1) Produktivitas Penduduk harus dimampukan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. 32 Pembangunan ekonomi, dengan demikian, merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia (Yusuf, 2014). 2) Pemerataan Penduduk harus memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup (Yusuf, 2014). 3) Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui (Yusuf, 2014). 4) Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan (Yusuf, 2014). 5. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. 33 2.1.5 Indeks Pembangunan Manusia Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut UNDP dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengacu pada pengukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup, yaitu : 1. Angka harapan hidup untuk mengukur pencapaian dibidang kesehatan. 2. Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah untuk mengukur pencapaian di bidang pendidikan. 3. Standar kehidupan layak yang diukur dengan konsumsi per kapita. Tiga komponen HDI dapat di hitung lengkap adalah sebagai berikut (Kuncoro, 2003: 30) : HDI = 1/3 [ X(1) + X(2) + X(3) ]…………………………………………(2.11) dimana : X(1) = Indeks harapan hidup kelahiran. X(2) = Indeks pendidikan = 2/3 ( indeks melek huruf) + 1/3 (indeks ratarata lama sekolah). X(3) = Indeks standar hidup layak. Perhitungan masing-masing indeks dari komponen HDI dengan cara membandingkan perbedaan antara nilai indikator dan penentu nilai minimumnya dengan perbedaan antara indikator maksimum dan minimum, atau secara singkat dapat dituliskan sebagai berikut : Indeks X(i) = [ X(i) – X(i) min]/[X(i) max – X(i) min ] ………………………(2.12) dimana: X(i) = nilai komponen HDI yang telah dicapai suatu wilayah (i=1,2,3) X(i) max = nilai maksimum komponen HDI sesuai standar UNDP X(i) min = nilai minimum komponen HDI sesuai standar UNDP 34 Kisaran anatara nilai minimum dan maksimum untuk indikator yang tercakup sebagai komponen HDI adalah : Harapan hidup kelahiran : 25-85 (Standar UNDP) Tingkat melek huruf : 0-100 (Standar UNDP) Rata-rata lama sekolah : 0-15 (Standar UNDP) Konsumsi Per kapita yang disesuaikan : 300.000-732.720 Dengan 3 ukuran pembangunan ini dan merupakan formula yang kompleks terhadap data 160 negara pada tahun 1990, rangking HDI semua Negara di bagi menjadi 3 kelompok yaitu (Kuncoro,2003:31). 1) Negara dengan pembangunan manusia yang rendah (low human development) bila nilai HDI berkisar antara 0,0 hingga 0,50. 2) Negara dengan pembangunan manusia yang menengah (medium human development) bila nilai HDI berkisar antara 0,51 hingga 0,79. 3) Negara dengan pembangunan manusia yang tinggi (high human development) bila nilai HDI berkisarantar 0,80 hingga 1,0. Dapat disimpulkan bahwa negara dengan nilai HDI dibawah 0,51 hingga 0,79 dapat dikatakan bahwa negara tersebut mulai memperhatikan pembangunan manusianya, sedangkan negara dengan nilai HDI 0,8 berarti negara tersebut sangat memperhatikan pembangunan manusianya. 2.1.6 Hubungan Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi memiliki suatu keterkaitan. Hubungan keduanya dapat dilihat dari tujuan utama otonomi daerah yaitu meningkatkan pelayanaan publik. Menurut Rostow dan Mugrave dalam 35 (Guritno,1993:170) yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi, investasi pemerintah masih diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar, Peran pemerintah tetap besar pada tahap menegah. Pada tingkat ekonomi selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan di perjelas oleh hukum Wagner dalam perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat (Guritno, 1993:171). Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah (Nugroho, 2010). Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda, bahwa hasil penelitian yang diperoleh alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Chinweoke dan Okeoma Paschal (2014) dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengeluaran Pemerintah memiliki dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Nigeria. Penelitian 36 yang dilakukan oleh Aschauer (1989) dengan hasil yang menunjukkan dampak signifikan dari modal publik terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Jimmy (2013) menggunakan alat analisis regresi, hasil penelitian menemukan bahwa pengeluaran pemerintah di bidang infrastruktur mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Papua dengan tahun pengamatan 2008-2011. 2.1.7 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Indeks Pembangunan Manusia Menurut Midgley (1995) Menjelaskan bahwa pembangunan sosial merupakan pendekatan pembangunan secara eksplisit berusaha mengintegrasikan proses pembangunan ekonomi dan sosial. Pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi merupakan syarat bagi tercapainnya pembangunan manusia karena dengan pembangunan ekonomi terjamin peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan meningkatkan pendapatan penduduk dan seterusnya taraf hidup, akhirnya menjamin keselamatan sosial masyarakat, meningkatkan tahap kesehatan, keharmonian serta kesejahteraan (Muammil, 2012). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mirza (2012) Pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh positif dan signifikan pada taraf 5 persen terhadap IPM di Provinsi Jawa Tengah yang berarti pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi maka akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Penelitian Ramirez (1998) menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan indeks pembangunan manusia. Penelitian yang 37 dilakukan Lugastoro (2013) Hasil estimasi penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap indeks pembangunan manusia kabupaten/kota di Jawa Timur. Penelitian Krisna Dewi (2014) menunjukan pertumbuhan ekonomi secara-parsial berdampak positif dan signifikan terhadap indekswpembangunan manusia kabupaten/kota di Provinsi Bali. Berdasarkan halotersebut menunjukkanpbahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi berpengaruheterhadap indeks pembangunan manusia. 2.1.8 Hubungan Belanja Modal dengan Indeks Pembangunan Manusia Anggaran belanja daerah pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dengan demikian APBD harus benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi keanekaragaman daerah (Halim, 2001:220). Belanja modal sebagai investasi sektor publik, di samping memberikan efek langsung pada peningkatan pendapatan masyarakat melalui implementasi program-program padat karya, juga secara tidak langsung melalui pengembangan aktivitas usaha ekonomi bagi perusahaan. Berdasarkan penelitian terhdahulu yang dilakukan oleh Yusuf (2014) dengan menggunakan metode regresi linear data panel menunjukan bahwa Belanja indeks Modal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Oluwatobi (2011) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara pengeluaran 38 pemerintah pada pengembangan sumber daya manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sri Kusreni dan Suhab (2009) alokasi belanja modal berhubungan positif dan bepengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyrakat. Artinya setiap peningkatan alokasi belanja modal dalam APBD akan mendorong peningkatan angka IPM sebagai wujud peningkatan kesejahteraan sosial. 2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan penelitian yang akan di uji kebenarannya. Berdasarkan pokok permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 2008-2013. 2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 20082013. 3. Belanja modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 20082013. 4. Belanja modal berpengaruh secara tidak langsung terhadap indeks pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Provinsi Bali melalui mediasi Pertumbuhan Ekonomi periode 2008-2013. 39