Penuntun KKD Ginjal dan Cairan Tubuh 2016-2017

advertisement
BUKU PENUNTUN KKD
MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB MODUL GINJAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN - UNIVERSITAS TANJUNGPURA
TAHUN AJARAN 2016/2017
1
KKD PEMERIKSAAN FISIK GINJAL
A. TEORI
Pemeriksaan fisik ginjal merupakan salah satu bagian dari pemeriksaan fisik pada
abdomen dan urogenitalia. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada
kelainan pada ginjal. Adanya hipertensi dapat merupakan tanda adanya kelainan pada
ginjal. Keadaan tersebut mengharuskan dokter untuk memeriksa keadaan umum pasien
secara menyeluruh.
B. PROSEDUR
Inspeksi
Pada pemeriksaan ginjal, sebaiknya pasien dalam posisi berbaring telentang. Kemudian
bagian abdomen dibuka dari proccecus xipoideus hingga ke simfisis pubis. Berdiri pada
sisi kanan pasien.
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus
diperhatikan pada saat melakukan inspeksi di daerah ini. Pembesaran itu mungkin
disebabkan oleh hidronefrosis ataupun tumor pada daerah retroperitonium.
Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. Tangan kiri
diletakkan pada sudut costovertebral angle (CVA) untuk mengangkat ginjal ke atas
(anterior), sedangkan tangan kanan diletakkan pada bawah arcus costae untuk meraba
ginjal dari depan. Mintalah pasien untuk menarik napas yang dalam dan anda dapat
merasakan turunnya ginjal dengan tangan yang ada pada perut pasien.
Gambar 1. Pemeriksaan palpasi bimanual pada ginjal
2
Untuk membedakan ginjal dengan organ lainnya, perlu diperhatikan bahwa organ hepar
sering
mempunyai
tepi
anterior
yang
tajam,
sedangkan
lien
mempunyai
incisura/lekukan dan dapat bergerak ke bawah dan ke medial saat inspirasi. Berbeda
dengan hepar maupun lien, pada pemeriksaan bimanual/ballottement pada ginjal sering
teraba.
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran ginjal adalah :
-
Hidronephrosis
-
Penyakit ginjal polikistik
-
Kista
-
Tumor ginjal
-
Trombosis vena renalis
-
Amyloidosis
Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada
CVA. CVA merupakan sudut yang dibentuk oleh costae terakhir dengan tulang
vertebrae. Pada kondisi adanya distensi pada kapsul ginjal, maka pada pemeriksaan
ketok ginjal akan didapatkan rasa nyeri. Hal ini dikarenakan peregangan kapsul ginjal
akan menstimulasi saraf aferen medula spinalis pada T11 hingga L2 dan juga
mempersarafi ginjal.
Gambar 2. Pemeriksaan perkusi pada ginjal
Pasien dalam posisi duduk atau berbaring miring. Kemudian letakkan tangan kiri pada
CVA kanan/kiri, kemudian dengan tangan kanan memberikan pukulan pelan di atas
3
tangan kiri. Apabila pasien mengeluh nyeri pada saat pemeriksaan, maka kemungkinan
terjadi inflamasi pada ginjal ataupun distensi pada kapsul ginjal.
Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada pemeriksaan ketok ginjal,
adalah:
-
Pyelonephritis akut
-
Abses renal atau perirenal
-
Obstruksi ginjal akut
-
Glomerulonefritis akut
Auskultasi
Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkanlah stetoskop pada daerah
epigastrium atau pinggang depan, untuk mendengarkan bruit renal. Bruit renal dapat
terdengar pada kondisi sebagai berikut :
-
Stenosis arteri renalis
-
Fistula arteriovenosa
-
Neoplasma vaskuler
4
C. CHECK LIST
JENIS KEGIATAN
NILAI
0
1
Pendahuluan dan persiapan
1.
Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan
2.
Meminta pasien berbaring telentang dengan nyaman dan meletakkan bantal di
bawah kepala.
Inspeksi
1.
Melihat apakah ada kelainan pada daerah ginjal / flank area
Palpasi
2.
Secara bimanual, tangan kiri mengangkat ginjal ke anterior pada area lumbal
posterior, tangan kanan diletakan pada bawah arcus costae, kemudian lakukan
palpasi
Perkusi
3.
Pasien dalam posisi duduk atau berbaring miring. Kemudian letakkan
tangan kiri pada CVA kanan/kiri, kemudian dengan tangan kanan
memberikan pukulan pelan di atas tangan kiri.
4.
Memperhatikan ekspresi pasien dan menanyakan apakah terasa nyeri saat
dilakukan pemeriksaan
Auskultasi
5.
Meminta pasien untuk berbaring telentang.
6.
Meletakkan stetoskop pada daerah epigastrium atau pinggang depan dan
mendengar apakah terdengar bruit atau tidak
7.
Melaporkan seluruh hasil pemeriksaan (I-P-P-A) fisik ginjal
D. PENILAIAN
Keterangan:
0 : Tidak dikerjakan
1 : Dikerjakan tetapi kurang sesuai/benar
2 : Dikerjakan dengan benar
Nilai akhir :
5
2
E. REFERENSI
1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto, 2007. p.
18-9
2. Comisarow RH, Barkin M. Genitourinary examination. Dalam: Andri HI.
Jakarta: Yayasan Essentia Medica, 1984. p.4-7
3. Saibie FG. Dalam: HI. Jakarta: Yayasan Essentia Medica, 1984. p.35
4. Anonymous. Male genitourinary examination (Serial online) 2001. Available
from:
URL:
http://www.meddean.luc.edu/lumen/meded/ipm/ipm2/sem3/male_gu_exam.pdf
6
MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH
KKD PEMASANGAN INFUS
A. TEORI
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan,
elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena.
Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang
banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang
aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta
asam basa. Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan
suplai cairan ke dalam kompartemen intravaskuler. Terapi intravena dilakukan
berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi
yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada beberapa
faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia, riwayat kesehatan dan
kondisi vena pasien.
Tujuan terapi intravena
Beberapa tujuan dari terapi intravena adalah :
1.
Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral.
2.
Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit
3.
Memperbaiki keseimbangan asam basa
4.
Memberikan tranfusi darah
5.
Menyediakan media untuk pemberian obat intravena
6.
Membantu pemberian nutrisi parenteral
Tipe-tipe cairan
Cairan/larutan yang digunakan dalam terapi intravena berdasarkan osmolalitasnya
dibagi menjadi:
1. Isotonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau mendekati osmolalitas
plasma. Cairan isotonik digunakan untuk mengganti volume ekstrasel, misalnya
kelebihan cairan setelah muntah yang berlangsung lama. Cairan ini akan meningkatkan
volume ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik akan menambah CES 1 liter. Tiga liter
7
cairan isotonik diperlukan untuk mengganti 1 liter darah yang hilang. Contoh cairan
isotonik adalah : NaCl 0,9 %, Ringer Laktat, Komponen-komponen darah (Albumin 5
%, plasma), Dextrose 5 % dalam air (D5W)
2. Hipotonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil daripada osmolalitas
plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah untuk menggantikan cairan seluler, dan
menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pemberian cairan ini umumnya
menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel
untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar
atau membengkak. Perpindahan cairan terjadi dari kompartemen intravaskuler ke dalam
sel. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan risiko peningkatan TIK.
Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan mengakibatkan:
-
Deplesi cairan intravaskuler
-
Penurunan tekanan darah
-
Edema seluler
-
Kerusakan sel
Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, pasiaen harus dipantau
dengan teliti. Contoh: cairan hipotonik adalah : dextrose 2,5% dalam NaCl 0,45%,
NaCl 0,45%, NaCl 0,2%
3. Hipertonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi daripada osmolaritas
plasma. Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat menyebabkan kelebihan dalam
sirkulasi dan dehidrasi. Perpindahan cairan dari sel ke intravaskuler, sehingga
menyebabkan sel-selnya mengkerut. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien
dengan penyakit ginjal dan jantung serta pasien dengan dehidrasi. Contoh: D 5% dalam
saline 0,9% (D5NS), D 5% dalam RL (D5RL), Dextrose 10% dalam air (D10W),
Dextrose 20% dalam air (D20W), Albumin 25
8
Peralatan infus
Kanula/kateter
Berikut bagian dari kanula infus :
Gambar 1. Bagian kanula infus
Kanula memiliki beberapa ukuran berdasarkan panjang (Inchi) dan diameter
(Gauge/Ga). Kanula dengan ukuran 14Ga memiliki diameter yang lebih besar daripada
kanula dengan ukuran 18Ga. Kanula dengan Gauge terbesar dan ukuran terpendek dapat
digunakan untuk mendapatkan infus cairan tercepat.
Gambar 2. Ukuran kanula infus
Penggunaan ukuran kanula tergantung dari beberapa faktor, antara lain usia pasien
(anak, dewasa), tujuan pemasangan infus (resusitasi, maintenance), kualitas vena
(dewasa, orang tua). Saat ini pada beberapa pusat kesehatan telah menggunakan kanula
infus dengan pegas, yang dianggap dapat mengurangi risiko terkena jarum kanula pada
petugas.
9
Tabel 1. Flow rate masing kanula
KANULA
FLOW RATE
14Ga, 1.75 Inch
330 ml/menit
16Ga, 1.16 Inch
220 ml/menit
18Ga, 1.16 Inch
105 ml/menit
20Ga, 1.00 Inch
65 ml/menit
22Ga, 1.00 Inch
35 ml/menit
24Ga, 0.75 Inch
20 ml/menit
(Sumber : www.emprocedure.com)
Tabel 2. Pemilihan ukuran kanula
PASIEN
KANULA
>1 Tahun
22 atau 24Ga
1-8 Tahun
20, 22, atau 24Ga
>8 Tahun
18,20, atau 22Ga
Pasien dewasa yang memerlukan resusitasi
cairan (Pasien trauma, shock)
18Ga atau lebih
(Sumber : www.emprocedure.com)
Cairan infus
Pemilihan cairan infus yang digunakan disesuaikan dengan kondisi dari pasien itu
sendiri. Di bawah ini beberapa kandungan dari cairan infus :
CAIRAN
KONSTITUSI
OSMOLALITAS
Normal saline (NS)
Sodium 154 mEq/l
Klorida 154 mEq/l
Isotonik
½ Normal saline (½NS)
Sodium 154 mEq/l
Klorida 154 mEq/l
Hipotonik
Dekstrose 5% (D5W)
Dekstrose 278 mmol/l
Isotonik (menjadi hipotonik
ketika dekstrose dimetabolisme)
Dekstrose 5% dalam ½NS
Sodium 77mEq/l
Klorida 77 mEq/l
Dekstrose 278 mmol/l
Ringer laktat
Sodium 130 mEq/l
Klorida 109 mEq/l
Laktat 28 mEq/l
Potasium 4 mEq/l
Kalsium 3 mEq/l
Hipertonik
Isotonik
10
Set infus
Set infus terdiri dari dua tipe yaitu dengan drip makro dan drip mikro. Drip makro
akan mengalirkan 1 cc cairan tiap 10 tetes infus. Biasanya drip makro ini digunakan
ketika diperlukan banyak cairan yang harus diberikan. Drip mikro akan mengalirkan 1
cc cairan tiap 60 tetes infus. Biasanya drip mikro ini digunakan pada anak serta kondisi
dimana cairan yang harus diberikan dalan jumlah sedikit.
Gambar 3. Peralatan infus
Pemilihan vena
Sebelum pemasangan infus, perlu diperhatikan pada pemilihan derah tempat
pemasangan infus. Identifikasi vena dengan optimal dapat dilakukan secara visual
11
maupun rabaan. Vena dapat terlihat sebagai struktur di bawah kulit yang berwarna biru
kehijauan. Vena dapat juga teraba seperti saluran kenyal di antara jaringan lunak.
Dikarenakan tiap individu memiliki variasi letak yang berbeda, maka perlu secara visual
dan rabaan dalam menentukan tempat pemasangan.
Idealnya vena yang baik adalah vena dengan ukuran besar dan lurus dengan
panjang sesuai dengan kanula. Untuk pemasangan lama, beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah :
-
Menggunakan ekstremitas non dominan bila dimungkinkan
-
Hindari daerah persendian
-
Hindari penggunaan ekstremitas bawah bila dimungkinkan
-
Hindari daerah kontraindikasi pemasangan
Ekstremitas atas
Pada kebanyakan kondisi, pemasangan infus biasanya pada daerah fossa
antecubiti, lengan bawah, pergelangan tangan, ataupun punggung tangan. Tiga vena
utama pada daerah fossa umbilical, yaitu v.cephalica, v.basilica, v.mediana cubiti
merupakan vena yang paling sering digunakan. Vena ini biasanya besar, mudah
ditemukan, dan dapat digunakan dengan kanula terbesar. Karenanya mereka merupakan
tempat paling ideal untuk pemasangan infus. Namun, karena posisi mereka pada daerah
fleksor menyebabkan beberapa ketidaknyamanan pada pasien. Misalnya saat menekuk
siku dan dapat menyebabkan sumbatan aliran. Biasanya vena percabangan dari ketiga
vena besar tersebut juga sering digunakan untuk pemasangan infus.
Gambar 4. Vena pada ekstremitas atas
Vena pada punggung tangan dapat digunakan apabila tidak memerlukan kanula
dengan nomor besar (18Ga atau lebih). pemasangan pada daerah ini harus dapat
ditemukan vena yang lurus dan dapat ditempati oleh seluruh kanula. V.cepalica pada
12
daerah radial styloid termasuk yang sering digunakan dikarenakan bentuknya yang lurus
dan ukurannya yang besar.
Ekstremitas bawah
Pemasangan infus pada daerah kaki bukanlah daerah yang ideal. Pemsangan pada
daerah ini lebih menimbulkan nyeri, dan pemasangan infus lebih menimbulkan rasa
tidak nyaman apabila dibandingkan pemasangan pada ekstremitas atas. Selain itu,
pemasangan pada ekstremitas bawah lebih mudah terjadi infeksi, tidak berfungsi
optimal, dan lebih sering meninbulkan flebitis.
V.saphena magna yang berjalan di anterior menuju malleolus medial, dan yang
dapat di akses juga melalu vena seksi dapat digunakan pada saat kegawatan. V.saphena
parva berjalan pada bagian lateral yang nantinya akan membentuk arkus vena dorsalis
dengan v.saphena magna. Arkus ini akan memberi cabang pada bagian dorsal kaki.
Percabangan ini juga dapat digunakan pada pemsangan infus apabila diperlukan.
Leher (v. Jugularis eksterna)
Pemasangan infus dapat dilakukan di v. Jugularis eksterna apabila diperlukan.
Vena ini bermula pada sudut mandibula kemudian berjalan ke daerah m.
Sternocleodomastoideus menuju ke proksimal klavikula kemudian masuk ke dalam
jaringan subkutan menuju v. Subklavia.
Vena ini merupakan vena besar yang dapat dimasukin oleh kanula ukuran besar
(18Ga atau lebih) hampir pada semua pasien. Biasanya vena ini digunakan pada pasien
dengan akses pemasangan di ekstremitas tidak baik yang memerlukan jumlah asupan
cairan banyak. Biasanya vena ini akan membesar pada pasien dengan gagal jantung dan
merupakan vena alternatif pada pasien apabila tempat lain tidak dimungkinkan.
Gambar 5. Vena pada ekstremitas bawah dan leher
13
Komplikasi pemasangan Infus
Pemasangan Infus ini dapat menyebabkan beberapa komplikasi, antara lain :
-
Hematoma
-
Infeksi
-
Trombosis
-
Flebitis
Perhitungan tetesan cairan
Pertama kali yang harus ditentukan sebelum menentukan tetesan cairan adalah
seberapa banyak cairan yang akan kita beri kepada pasien dalam kurun waktu tertentu.
Misal : 1000 ml/8 jam = 125 ml/jam
Kemudian kita tentukan apakah pemberian cairan pada dewasa dengan infus set
makro atau pada anak kecil dengan infus set mikro. Tetesan makro = 20 tetes/ml,
sedangkan tetesan mikro = 60 tetes/ml.
Dari data di atas dimasukkan ke dalam rumus berikut :
=
=
= 41,7 tetes/menit
= 42 tetes/menit
Berikut rata-rata pemberian cairan dan jumlah tetesan :
Tabel 1. Rerata pemberian cairan (ml/jam)
Lama pemberian
250 ml
500 ml
1000 ml
4 jam
62 ml/jam
125 ml/jam
250 ml/jam
6 jam
41 ml/jam
83 ml/jam
166 ml/jam
8 jam
31 ml/jam
62 ml/jam
125 ml/jam
10 jam
25 ml/jam
50 ml/jam
100 ml/jam
12 jam
20 ml/jam
41 ml/jam
83 ml/jam
24 jam
10 ml/jam
21 ml/jam
42 ml/jam
(Sumber: UAMS 2011)
14
Tabel 2. Rerata jumlah tetesan cairan
Ukuran
Jumlah cairan (ml/jam)
drop
41
83
100
125
166
250
60 tetes/ml
41
83
100
125
166
250
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
14
26
32
42
54
82
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
10
21
25
31
41
62
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
7
13
16
21
27
41
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
tetes/menit
20 tetes/ml
15 tetes/ml
10 tetes/ml
(Sumber: UAMS 2011
B. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang diperlukan pada pemasangan Infus adalah :
1. Sarung tangan steril
2. Kapas alkohol
3. Torniquet
4. Kanula kateter IV sesuai ukuran
5. Kasa
6. Set infus
7. Spuit 5 cc
8. Plester
C. PROSEDUR
Menjelaskan tindakan
Memperkenalkan diri, menanyakan identitas pasien (konfirmasi), menjelaskan
tindakan yang akan dilakukan, melakukan informed consent. Pasien sebaiknya dalam
posisi berbaring.
Mempersiapkan peralatan
Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan pada pemasangan infus
Mempersiapkan pasien
1.
Meletakkan alas pada lokasi penusukan
15
2.
Memasang torniquet pada 10-12 cm proksimal dari lokasi penusukan. Torniquet
cukup kuat untuk menghambat aliran vena sehingga vena distensi, namun tidak
menghambat aliran arteri.
3.
Evaluasi vena yang akan dipasang infus. Lokasi paling umum adalah pungung
tangan dan lengan bawah. Bila dilatasi vena tidak jelas, minta pasien untuk
mengepalkan tangan dan membukanya secara berulang-ulang. Pastikan lengan
bawah pasien pada posisi lebih rendah dari jantung. Bedakan vena dari arteri.
4.
Memilih lokasi pemasangan infus Hindari daerah yang terinfeksi, edema atau
terdapat jaringan parut. Juga dihindari daerah yang terdapat fistula arterio venosa
dan aneurisma.
5. Disinfeksi daerah yang dipilih menggunakan kapas alkohol dengan satu kali usapan
dari proksimal ke distal, atau dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar.
6. Pastikan daerah yang didisinfeksi telah kering sebelum melakukan penusukan.
Menegangkan kulit di sekitar lokasi penusukan untuk memfiksasi vena dengan
menggunakan tangan non dominan
Pemasangan infus
1. Menggunakan tangan dominan, masukkan kanula dengan sudut 10-30 (hampir
mendatar) dari arah distal ke proksimal dengan lubang jarum menghadap ke atas.
Masukkan jarum sesuai dengan arah garis vena
Gambar 6. Sudut pemasangan infus
2. Tahan kanula dan tarik jarum sedikit. Bila kanula telah masuk vena, akan tampak
aliran balik darah dalam kanula. Mendorong kateter vena lebih dalam sambil secara
bersamaan menarik keluar jarum mandrin di dalamnya. Jarum mandrin
dipertahankan agar tidak keluar sepenuhnya untuk mencegah darah mengalir
keluar.
16
3. Tekan pada bagian ujung kanula menggunakan jari dan keluarkan jarum mandrin, lalu
buang atau letakkan pada tempat yang tersedia.
4. Melepaskan torniquet. Menghubungkan kanula dengan selang infus. Membuka
pengatur tetesan dan atur kecepatan tetesan sesuai dosis.
5. Membersihkan darah yang mengotori kulit menggunakan kapas alkohol.
Memfiksasi infus menggunakan plester atau dressing yang tersedia.
6. Membereskan alat-alat yang digunakan.
17
D. CHECK LIST
NILAI
JENIS KEGIATAN
0
1
Pendahuluan dan persiapan
1.
Memperkenalkan diri. Konfirmasi pasien adalah benar/sesuai dengan
yang dimaksud.
2.
Menjelaskan kepada pasien tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan. Menjelaskan kepada pasien untuk mengikuti perintah yang
diberikan. Memberitahukan pasien kemungkinan adanya sedikit rasa sakit.
3.
Informed consent
4.
Meminta pasien berbaring telentang dengan nyaman dan meletakkan bantal di
bawah kepala. Tangan pasien diletakkan di sisi badan, lengan bawah
lurus.
5.
Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan.
6.
Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan steril.
7.
Menghubungkan
botol
cairan
infus
dengan
set
infus
dan
mempersiapkannya untuk dihubungkan dengan kanula intravena yang
sudah terpasang.
Identifikasi vena
8.
Berdiri di sisi kanan/kiri pasien sesuai lokasi vena yang akan dipasangi
kateter intravena.
9.
Meletakkan alas pada lokasi penusukan. Memasang torniquet pada 10-12
cm proksimal dari lokasi penusukan.
10. Evaluasi vena yang akan dipasang kanula vena.
Pemasangan Infus
11. Memilih lokasi pemasangan infus. Hindari daerah yang terinfeksi, edema
atau terdapat jaringan parut. Juga dihindari daerah yang aneurisma.
12. Disinfeksi daerah yang dipilih menggunakan kapas alkohol dengan satu
kali usapan dari proksimal ke distal, atau dengan gerakan sirkuler dari
dalam ke luar
13. Memastikan daerah yang didisinfeksi telah kering sebelum melakukan
penusukan.
14. Menegangkan kulit di sekitar lokasi penusukan untuk memfiksasi vena
dengan menggunakan tangan non dominan.
18
2
15. Menggunakan tangan dominan, masukkan kanula dengan sudut 10-30
(hampir mendatar) dari arah distal ke proksimal dengan lubang jarum
menghadap ke atas.
16. Bila kanula telah masuk vena, akan tampak aliran balik darah dalam kanula.
Mendorong kanula vena lebih dalam sambil secara bersamaan menarik
keluar jarum mandrin di dalamnya. Jarum mandrin dipertahankan agar
tidak keluar sepenuhnya untuk mencegah darah mengalir keluar.
17. Tekan pada bagian ujung kanula menggunakan jari dan keluarkan jarum
mandrin, lalu buang atau letakkan pada tempat yang tersedia.
18. Melepaskan torniquet.
19. Menghubungkan kanula vena dengan selang infus. Membuka pengatur
tetesan dan atur kecepatan tetesan sesuai dosis.
20. Membersihkan darah yang mengotori kulit menggunakan kapas alkohol.
21. Memfiksasi infus menggunakan plester atau dressing yang tersedia.
22. Membereskan alat-alat yang digunakan.
23. Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai dilakukan. Melepaskan
sarung tangan steril dan mencuci tangan.
JUMLAH NILAI
E. PENILAIAN
Keterangan:
0 : Tidak dikerjakan
1 : Dikerjakan tetapi kurang sesuai/benar
2 : Dikerjakan dengan benar
Nilai akhir :
F. REFERENSI
1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ketiga. Jilid kedua. Jakarta: Media Aesculapius, 2000. p.546-7
2. Departement of Pharmacy Services. University of Arkansas for Medical
Sciences. Calculation of intravenous infusion rates. 2011 (Available from url :
http://pharmacy.uams.edu/formulary/calculation_of_intravenous_infus.asp)
3. Weinstein SM. Plumer's principles and practice of intravenous therapy. Edisi 7.
Lippincott, Philadelphia, 2001.
19
MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH
KKD PEMASANGAN KATETER
A. TEORI
Kateterisasi uretra adalah suatu tindakan memasukkan kateter ke dalam kandung
kemih melalui uretra. Istilah kateterisasi ini sudah dikenal sejak zaman hipokrates yang
pada waktu itu menyebutnya sebagai tindakan instrumentasi untuk mengeluarkan cairan
tubuh. Bernard memperkenalkan kateter yang terbuat dari karet pada tahun 1779,
sedangkan Foley membuat kateter menentap pada tahun 1930. Saat ini, kateter Foley
masih digunakan secara luas di dunia sebagai alat untuk mengeluarkan urin dari
kandung kemih.
Tujuan dari kateterisasi ini adalah untuk tujuan diagnosis dan tujuan terapi.
Tujuan diagnosis antara lain:
1. Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urine yang
digunakan untuk pemeriksaan kultur urine. Tindakan ini diharapkan dapat
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi sampel urine oleh bakteri komensal
yang terdapat di sekitar kulit vulva atau vagina
2. Mengukur residu (sisa) urine yang dikerjakan sesaat setelah pasien miksi
3. Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi, antara lain : sistografi
atau pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui pemeriksaan Voiding
Cysto-Urethrography (VCUG)
4. Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intra vesika
5. Untuk menilai produksi urine pada saat dan setelah operasi besar
Tindakan kateterisasi yang bertujuan untuk terapi antara lain :
1. Mengeluarkan urine dari vesika urinaria pada keadaan obstruksi infravesikel baik
yang disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun benda asing (bekuan darah) yang
menyumbat uretra
2. Mengeluarkan urine pada disfungsi vesika urinaria
3. Diversi urine setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada
prostatektomi, vesikolitotomi
4. Sebagai spint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra
5. Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala (KBMB) atau clean intermitten
catheterozation
20
6. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik untuk
kandung kemih.
Kateter yang dipasang untuk tujuan diagnostik secepatnya dilepas setelah tujuan
selesai, tetapi pemasangan yang ditujukan untuk terapi, tetap dipertahankan hingga
tujuan terapi terpenuhi.
Macam-macam kateter
Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat pemakaian, sistem
retaining (pengunci), dan jumlah percabangan.
Ukuran kateter
Ukuran kateter dinyatakan dalam skala Cheriere’s (French). Ukuran ini
merupakan ukuran diameter luar kateter.
1 Cheriere’s (Ch) atau 1 French (Fr) = 0,33 mm
Jadi kateter yang berukuran 18 Fr artinya diameter luar katater itu adalah 6 mm.
Kateter yang berukuran sama belum tetntu memiliki diameter lumen yang sama
pula. Hal ini dikarenakan perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter tersebut.
Gambar 1. Kateter foley berbagai ukuran
Bahan kateter
Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainless), karet (latex), karet dengan
lapisan silikon (siliconized), dan silikon. Perbedaan bahan kateter menentukan
biokompatibilitas kateter yang terpasang pada kandung kemih, sehinggan akan
mempengaruji pula daya tahan kateter yang terpasang di kandung kemih.
Gambar 2. Kateter dari karet dan silikon
21
Bentuk kateter
Beberapa bentuk kateter antara lain :
1.
Straight catheter. Terbuat dari karet, bentuknya lurus, dan tanpa ada percabangan.
Contoh : Robinson kateter, Nelaton kateter
2.
Coude Catheter. Kateter dengan ujung lengkung dan ramping. Digunakan apabila
kateterisasi dengan ujung lurus mengalami hambatan yaitu pada saat kateter masuk
ke uretra pars bulbosa yang berbentuk huruf “S”, adanya hiperplasia prostat yang
sangat besar, atau yhamabtan akibat adanya sklerosis leher kandung kemih. Contoh :
Tiemann kateter
Gambar 3. Nelaton kateter – Tiemann kateter – Foley kateter – Malecot kateter
3.
Self Retaining Catheter. Merupakan kateter yang dapat dipasang menetap dan
ditinggalkan di dalam saluran kemih dalam jangka waktu tertentu. Hal ini
simungkinlan karena ujungnya melebar jika ditinggalkan dalam kandung kemih.
Contoh : Malecot Kateter, Foley Kateter
Komplikasi pemasangan kateter
Beberapa penyulit dapat terjadi pada tindakan kateterisasi, antara lain :
1.
Kateterisasi yang kurang hati-hati dapat menimbulkan lesi dan perdarahan pada
uretra apalagi jika menggunakan kateter logam. Tidak jarang pula kerusakan uretra
terjadi dikarenakan balon kateter sudah dikembangkan sebelum ujung kateter masuk
ke dalam kandung kemih
2.
Tindakan kateterisasi dapat menimbulkan infeksi
3.
Fiksasi kateter yang keliru akan menimbulkan nekrosis uretra di bagian
penoskrotal dan dapat menimbulkan fistula, abses, ataupun striktura uretra
4.
Kateter yang terpasang dapat bertindak sebagai inti dari timbulnya batu saluran
kemih
5.
Pemakaian kateter jangka panjang akan menginduksi unculnya keganasan pada
kandung kemih
22
Perawatan kateter menetap
1.
Pasien harus banyak minum untuk menghindari terjadinya enkrustasi pada kateter
dan tertimbunnya debris/kotoran dalam kandung kemih
2.
Selalu membersihkan nanah, darah, dan getah/sekret kelenjar periuretra yang
menempel pada meatus uretra/kateter dengan kapas bsah
3.
Jangan mengangkat/meletakkan urine bag lenih tinggi daripada kandung kemih
karna dapat terjadi aliran balik urine ke kandung kemih
4.
Jangan sering membuka saluran penampung yang dihubungakan dengan kateter
karena akan mempermudah masuknya kuman
5.
Mengganti katetr setiap 2 minggu sekali dengan yang baru
B. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang diperlukan pada pemasangan kateter adalah:
1. Xilocain jelly / instilagel
2. Kasa steril
3. Sarung tangan steril
4. Betadine
5. Kateter sesuai ukuran
6. Urine bag
7. Botol urin
8. Spuit 10 ml
9. Aguades untuk balon kateter
10. Duk bolong steril
11. Bengkok / nierbecken
12. Pinset anatomis steril
13. Plester
C. PROSEDUR
Prinsip- prinsip pemasangan kateter yang perlu diketahui dan tidak boleh
ditinggalkan adalah :
1.
Tindakan asepsis & antiseptic sebelum pemasangan. Pemasangan dilakukan secara
aseptik dengan melakukan disinfeksi secukupnya memakai bahan yang tidak
menimbulkan iritasi pada kulit genitalia dan jika perlu dapat diberikan profilaksis
antibiotika sebelumnya
23
2.
Pemasangan secara gentle / lembut, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit pada
pasien
3.
Gunakan ukuran kateter yang lebih kecil / sesuai. Pada orang dewasa pria biasanya
digunakan ukuran 16 Fr – 18 Fr, pada dewasa wanita 14 Fr – 16 Fr, sedangkan pada
anak digunakan ukuran 8 Fr – 10 Fr.dalam hal ini tidak dibolehkan menggunakan
kateter logam pada pria karena akan menimbulkan kerusakan pada uretra
4.
Jika diperlukan pemakaiaan kateter menetap, diusahakan memakai sistem tertutup
yaitu dengan menghubungkan kateter pada urine bag
5.
Kateter menentap dipertahankan sesingkat mungkin sampai dilakukan tindakan
definitif terhadap penyebab retensi urine. Perlu diingat bahwa makin lama kateter
dipasang, maka semakin besar kemungkinan terjadinya penyulit berupa infeksi atau
cidera uretra
Urutan pemasangan kateter pada pria adalah sebagai berikut :
1. Memperkenalkan diri, menanyakan identitas pasien (konfirmasi), menjelaskan
tindakan yang akan dilakukan, melakukan informed consent
2. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada penis dan daerah di sekitarnya, daerah
genitalia dipersempit dengan kain steril
3. Memasukkan gel anestesi (dalam spuit 10cc) ke dalam uretra. Tekan uretra pada
glans penis sehingga gel anestesi tertahan di uretra dan memberikan efek anestesi.
4. Kateter yang telah diolesi dengan gel dimasukkan ke dalam orificium uretra
eksterna
5. Dengan pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah bulbomembranasea
(yaitu daerah spingter uretra eksterna) akan terasa tahanan; dalam hal ini pasien
diperintahkan untuk mengambil nafas dalam agar spingter uretra eksterna menjadi
lebih rileks. Kateter terus didorong hingga masuk ke kandung kemih yang ditandai
dengan keluarnya urine dari lubang kateter.
6. Sebaiknya kateter terus didorong masuk ke kandung kemih lagi hingga percabangan
kateter menyentuk meatus uretra eksterna
7. Balon kateter dikembangkan dengan 5 – 10 ml air steril (aquades)
8. Apabila diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan urine bag
9. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.
Fiksasi kateter yang tidak benar, (yaitu mengarah ke kaudal) akan menyebabkan
terjadinya penekana pada uretra bagian penoskrotal sehingga terjadi nekrosis.
Selanjutnya di tempat ini dapat terjadi striktura uretra atau fistel uretra
24
Gambar 4. Pemasangan kateter pada pria
Pemasangan kateter pada wanita, pada dasarnya sama dengan pemasangan kateter
pada pria. Tidak seperti pada pria, pemasangan kateter pada wanita jarang dijumpai
kesulitan karena uretra wanita lebih pendek dibandingkan dengan pria. Kesulitan yang
sering dijumpai adalah pada saat mencari muara uretra karena terdapat stenosis muara
uretra atau tertutupnya muara uretra oleh tumor uretra/tumor vagina/serviks.
Gambar 5. Pemasangan kateter pada wanita
25
D. CHECK LIST
Pemasangan kateter pada pria
JENIS KEGIATAN
NILAI
0
1
Pendahuluan dan persiapan
1.
Memperkenalkan diri. Konfirmasi pasien adalah benar/sesuai dengan yang
dimaksud.
2.
Menjelaskan kepada pasien tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan. Menjelaskan kepada pasien bahwa prosedur ini terasa kurang
nyaman. Menjelaskan kepada pasien untuk mengikuti perintah yang akan
diberikan.
3.
Informed consent.
4.
Mempersilahkan pasien untuk berbaring di atas meja pemeriksaan.
Menjaga privasi pasien dan meminta pasien untuk melepaskan pakaian
bagian bawah.
5.
Memposisikan troli instrumen pada sisi tangan dominan. Mempersiapkan
alat dengan teknik asepsis.
6.
Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril steril.
7.
Memasang doek steril sebagai alas pada pasien dengan tetap menjaga
kedua tangan dalam keadaan steril.
Pilihan I
8.
Memasang doek lubang steril untuk mempersempit daerah tindakan.
Meletakkan kidney dish (bengkok) untuk menampung urin yang keluar
dari kateter.
9.
Melakukan disinfeksi pada penis, dimulai dari sekitar meatus uretra
eksternus ke arah proksimal. Bila pasien tidak sirkumsisi, preputium
diretraksi dan desinfeksi dilakukan juga pada glans penis, sulcus coronarius,
dan preputium.
10. Penis dipegang oleh tangan non dominan. Tangan yang sudah menyentuh
penis sudah tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk menyentuh alatalat yang masih steril atau daerah yang sudah didisinfeksi.
Pilihan II
8.
Melakukan disinfeksi pada penis dan skrotum serta daerah perineum. Bila
26
2
pasien tidak sirkumsisi, preputium diretraksi dan desinfeksi dilakukan juga
pada glans penis, sulcus coronarius, dan preputium
9.
Memasang doek lubang steril untuk mempersempit daerah tindakan.
Meletakkan kidney dish (bengkok) untuk menampung urin yang keluar
dari kateter.
10. Penis dipegang oleh tangan non dominan.
11. Memasukkan gel anestesi (dalam spuit 10cc) ke dalam uretra. Tekan uretra
pada glans penis sehingga gel anestesi tertahan di uretra dan memberikan
efek anestesi.
12. Pegang kateter yang bagian ujungnya sudah diberi lubricant menggunakan
pinset anatomis oleh tangan dominan. Lepas tekanan pada uretra oleh tangan
non dominan dan masukkan kateter perlahan-lahan melalui meatus uretra
eksternus, dengan bantuan pinset anatomis sehingga kateter masuk sampai
batas percabangan kateter.
13. Setelah ujung kateter masuk ke kandung kemih (ditandai dengan urin yang
mengalir melalui kateter), balon kateter dikembangkan dengan aquades sesuai
kapasitas kateter. Menarik kateter secara perlahan hingga dirasakan adanya
tekanan.
14. Melepaskan duk bolong.
15. Mengambil sampel untuk urinalisa. Menghubungkan kateter dengan urine
bag yang kemudian diletakkan pada posisi lebih rendah daripada kandung
kemih untuk mencegah aliran balik. Perhatikan urin keluar melalui selang
urine bag. Bila belum keluar dapat dicoba dilakukan penekanan pada
suprapubis.
16. Kateter difiksasi menggunakan plester pada paha atas atau inguinal
kanan/kiri.
17. Membereskan alat-alat dan memasangkan selimut/penutup pada tubuh
pasien. Memberi tahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dilakukan.
Melepas sarung tangan dan cuci tangan.
18. Catat warna, kejernihan, dan jumlah urin yang keluar, tanggal dan waktu
pemasangan kateter, dan jumlah aquades yang dipakai untuk mengembangkan
balon
JUMLAH NILAI
27
Pemasangan kateter pada wanita
JENIS KEGIATAN
NILAI
0
1
Pendahuluan dan persiapan
1.
Memperkenalkan diri. Konfirmasi pasien adalah benar/sesuai dengan yang
dimaksud.
2.
Menjelaskan kepada pasien tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan. Menjelaskan kepada pasien bahwa prosedur ini terasa kurang
nyaman. Menjelaskan kepada pasien untuk mengikuti perintah yang akan
diberikan.
3.
Informed consent.
4.
Mempersilahkan pasien untuk berbaring di atas meja pemeriksaan.
Menjaga privasi pasien dan meminta pasien untuk melepaskan pakaian
bagian bawah.
5.
Memposisikan troli instrumen pada sisi tangan dominan. Mempersiapkan
alat dengan teknik asepsis.
6.
Mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril.
7.
Memasang duk steril sebagai alas pada pasien dengan tetap menjaga kedua
tangan dalam keadaan steril.
Pilihan I
8.
Memasang doek lubang steril untuk mempersempit daerah tindakan.
Meletakkan kidney dish (bengkok) untuk menampung urin yang keluar
dari kateter.
9.
Melakukan disinfeksi. Jari tangan kiri membuka labia minora, desinfeksi
dimulai dari atas ( clitoris ), meatus lalu kearah bawah menuju rektum. Hal
ini diulang 3 kali . Deppers terakhir ditinggalkan diantara labia minora
dekat clitoris untuk mempertahankan penampakan meatus urethra.
Pilihan II
8.
Melakukan disinfeksi. Jari tangan kiri membuka labia minora, desinfeksi
dimulai dari atas ( clitoris ), meatus lalu kearah bawah menuju rektum. Hal
ini diulang 3 kali . Deppers terakhir ditinggalkan diantara labia minora
dekat clitoris untuk mempertahankan penampakan meatus urethra.
9.
Memasang doek lubang steril untuk mempersempit daerah tindakan.
Meletakkan kidney dish (bengkok) untuk menampung urin yang keluar
28
2
dari kateter.
10. Memasukkan gel anestesi ke dalam uretra. Tekan uretra pada labia minora
sehingga gel anestesi tertahan di uretra dan memberikan efek anestesi.
11. Pegang kateter yang bagian ujungnya sudah diberi lubricant menggunakan
pinset anatomis oleh tangan dominan. Jari tangan kiri membuka labia minora
sedang tangan kanan memasukkan kateter pelan-pelan dengan disertai
penderita menarik nafas dalam . Periksa kelancaran pemasukan kateter, jika
ada hambatan kateterisasi dihentikan.
12. Setelah ujung kateter masuk ke kandung kemih (ditandai dengan urin yang
mengalir melalui kateter), balon kateter dikembangkan dengan aquades sesuai
kapasitas kateter. Menarik kateter secara perlahan hingga dirasakan adanya
tekanan.
13. Melepaskan duk bolong.
14. Mengambil sampel untuk urinalisa. Menghubungkan kateter dengan urine
bag yang kemudian diletakkan pada posisi lebih rendah daripada kandung
kemih untuk mencegah aliran balik. Perhatikan urin keluar melalui selang
urine bag. Bila belum keluar dapat dicoba dilakukan penekanan pada
suprapubis.
15. Kateter difiksasi menggunakan plester pada paha atas atau inguinal
kanan/kiri.
16. Membereskan alat-alat dan memasangkan selimut/penutup pada tubuh
pasien.
17. Memberi tahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dilakukan. Melepas
sarung tangan dan cuci tangan.
18. Catat warna, kejernihan, dan jumlah urin yang keluar, tanggal dan waktu
pemasangan kateter, dan jumlah aquades yang dipakai untuk mengembangkan
balon
JUMLAH NILAI
29
E. PENILAIAN
Keterangan:
0 :
Tidak dikerjakan
1 :
Dikerjakan tetapi kurang sesuai/benar
2 :
Dikerjakan dengan benar
Nilai akhir :
F. REFERENSI
1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto, 2007. p. 227234
30
PEMERIKSAAN GENETALIA PRIA DAN PEMERIKSAAN PROSTAT
DENGAN COLOK DUBUR
•
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan colok dubur untuk prostat secara baik,
benar dan efisien.
•
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan penderita dengan benar
2.
Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar
3. Dapat memberikan penjelasan pada penderita atau keluarganya tentang apa yang
akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, dan apa
risiko yang mungkin terjadi.
4. Dapat menjelaskan kepada penderita atau keluarganya tentang kerahasiaan tindakan
dan hak-hak penderita, misalnya tentang hak penderita untuk menolak tindakan
yang akan dilakukan.
5. Dapat melakukan cuci tangan biasa dan asepsis dengan benar
6. Dapat memasang sarung tangan steril dengan benar, dan melepaskannya setelah
pekerjaan selesai.
7. Dapat menempatkan pasien pada posisi yang tepat
8.
Dapat melakukan pemeriksaan colok dubur dengan tepat
9.
Dapat melakukan pemeriksaan kelenjar prostat dengan tepat
INDIKASI
1. Retentio urine
2. Aliran urine berkurang, nocturia, urine menetes (dribbling)
3. Pemeriksaan untuk menilai traktus gastrointestinalis (Rectal Toucher)
ACUAN
Persiapan : Mintalah penderita untuk buang air kecil, bila tidak dapat, lakukan kateterisasi.
Atur posisi penderita dengan posisi lithotomi, kemudian pasang sarung tangan dan oleskan
jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant
Prosedur :
Lakukan inspeksi pada perineum dengan memisahkan kedua bokong (otot gluteus) dengan
tangan kiri. Nilailah kulit sekitar perineum seperti tanda inflamasi, sinus pilonidal, fistula
ani, prolaps rectum dan hemorrhoid. Masukkan jari telunjuk secara perlahan ke orificium
31
anal (perineum) dan tekan secara perlahan untuk merelaksasikan spinkter ani eksterna.
Selanjutnya masukkan telunjuk sampai mencapai ampulla rectum, sambil menilai semua
bagian rectum untuk menilai adanya massa atau tekanan pada daerah rectum kemudian
pertahankan bagian ventral telunjuk menghadap ke dinding anterior rectum. Doronglah
telunjuk menuju jam 12, dan rasakan alur median yang memisahkan 2 kelenjar prostat,
teruskan sampai mencapai bagian teratas prostat (pole atas) saat alur median menghilang.
Bila telunjuk diteruskan ke atas, maka di tiap sisi midline dapat dicapai vesica seminalis
yang dalam keadaan normal tidak teraba. Nilailah permukaan prostat (halus atau bernodul),
konsistensinya (elastik, keras, halus), bentuknya, ukurannya (normal, membesar, atrofi),
sensitifitas terhadap tekanan (normal atau tidak), mobilitas atau terfiksasi. Setelah selesai,
keluarkan jari dan berilah penderita tissue untuk membersihkan dirinya.
Pada Hipertophy prostat benigna (BPH) biasanya pembesarannya bilateral, teraba elastis
seperti karet dan permukaan mukosa rectum licin. Pada Carcinoma teraba benjolan seperti
batu dan bernodul-nodul, dan pembesaran unilateral. Pada prostatitis akut kelenjar
membesar dan terba lunak, tegang dan sangat sensitif terhadap tekanan (nyeri tekan)
.
REFERENCES
1. Degown RL and Brown DD : DeGowin’s Diagnostic Examination, 7 th edition. McGrawHill, 2000
2. Swartz MH : Textbook of Physical Diagnosis, Hystory and Examination, 5 th edition,
Elsevier, 2006
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN:
- Sabun cair
- Air mengalir
- larutan antiseptik
- Lap atau tissue
- Jelly
- Sarung tangan steril
- Kain kasa steril
- Ember berisi air
- Handuk kecil atau tissue
- Baskom berisi klorin 0,5%
- Tempat sampah non-medis
- Tempat sampah medis
32
Daftar Tilik Pemeriksaan Prostat
No
Aspek Yang Dinilai
1
2
Menyapa pasien dengan ramah
Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien tentang
tindakan yang akan dilakukan
Membantu pasien mengatur posisi dengan benar
Memakai handscoen streril
Inspeksi penis, menilai adakah ederma, konstusio/fraktur korpus,
atau ulkus
Meminta pasien membuka preputium, menilai adanya phimosis,
paraphimosis, hipospadia dan epispadia
Palpasi sepanjang korpus penis, pada bagian ventral, sepanjang
corpus spongiosum dari penoskrotal junction menuju meatus, pada
bagian middorsal, diatas septum interkorporeal, pada bagian lateral,
diatas kedua korpus kavernosum, rasakan adanya nodul dan plak.
Menekan glans penis anteroposterior menggunakan ibu jari dan
telunjuk untuk membuka dan memeriksa urethra terminal
Menampung discharge yang keluar dari urethra untuk pemeriksaan
laboratorium
Meregakan kulit skrotum diatara jari-jari untuk menilai dinding
skrotum
Inspeksi skrotum, menilai adanya edema, kista, hematoma, laserasi
dan ulkus
Melakukan trasnsilumasi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
hernia skrotalis dan untuk menilai isi skrotum
Membandingkan kedua testis secara simultan dengan palpasi
keduanya menggunakan ibu jari dan telunjuk. Menilai ukuran, bentuk,
konsistensi dan sensitivitas terhadap tekanan
Melokalisasi epididimis dengan palpasi testis secara berlahan,
temukan bagian bergerigi dan nodul lembut dimulai dari pile atas
testis menerus ke pole bawah, membandingkan kedua epididimis
berdasarkan komponen kepala, badan dan ekornya. Menilai apakah
terdapat tumor dan nyeri tekanan
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
33
15
16
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Membandingkan kedua funiculus spermaticus secara simultan
dengan palpasi pada leher skrotum. Vas deferens normal teraba
seperti tali cambuk yang keras dan dapat di bedakan dengan struktur
lainnya seperti saraf, arteri dan serat m.kremaster. menilai apakah
funikulus positif, adakah massa dan nyeri tekan
Melakukan pemeriksaan limfonodi inguinal dan femoral untuk menilai
pembesaran nnll.
Meminta pasien mengedan, meletakkan ujung jari telunjuk kanan
pada anal orificium dan menekan dengan lembut sampai sfingter
relaksasi. Kemudian memfleksikan ujung jari dan memasukkan jari
perlahan-lahan sampai sebagian besar jari ada di dalam canalils
analis
Palpasi daerah canalis analis, melakui adanya kelainan,
Pada laki-laki : gunakan prostat di sebelah ventral sebagai titik acuan.
Pemeriksaan
Prostat : menilai ketiga lobus prostate, fisura mediana, permukaan
prostate (halus atau bernodul), konsistensi (elastis, keras, lembut,
fluktuan), bentuk (bulat, datar), ukuran (normal, hyperplasia, atropi),
sensitivitas dan mobilitas
Mengeluarkan jari telunjuk dari rectum, memperhatikan apakah pada
sarung tangan terdapat bekas feses, darah dan lender
Melepaskan sarung tangan dan meletakkan pada wadah yang di
sediakan
Membersihkan pasien dengan larutan antiseptic di sekitar region
analis
Memberitahu pasien bahwa pemeriksaan sudah selesai dan
mempersilahkan pasien untuk duduk di tempat yang sudah di
sediakan
34
Download