I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroba di lingkungan alam sebagian besar hidup secara berokoloni atau yang disebut biofilm (Cao dkk., 2009). Biofilm merupakan komunitas mikrobia yang dikelilingi oleh matriks extracellular polymeric substances (EPS) (Heydorn dkk., 2000). Terdapat tiga tipe utama biofilm yang bisa disusun oleh mikrobia tanah yaitu biofilm bakteri, biofilm jamur dan biofilm bakterijamur. Biofilm bakteri-jamur merupakan bentuk biofilm bakteri yang melekat pada permukaan hifa jamur. Pada jamur yang tidak berfilamen maka baik jamur maupun bakteri dapat berperan sebagai permukaan biotik (Villain dan Brozel, 2006). Bakteri tidak hanya berada pada permukaan miselium jamur akan tetapi juga membentuk suatu interaksi khusus dengan jamur. Interaksi tersebut pada dasarnya menyediakan lingkungan ideal untuk pembentukan sintropik antara jamur dan bakteri (Davey dan O’toole, 2000) Pembentukan biofilm antara jamur dan bakteri dapat memberikan perlindungan bagi bakteri dari efek penghambatan senyawa antimikobia, biosida, predasi dan berbagai tekanan yang lain baik secara kimia maupun secara fisika. Selain itu, mekanisme ini juga dapat memeperluas area pencarian nutrisi dan meningkatkan aksi sinergetik kedua jasad tersebut dalam kompleks senyawa tertentu (Hogan dan kolter, 2002). Biofilm dapat ditemukan di dunia kesehatan, industri, maupun lingkungan alam yang dapat direkayasa untuk berbagai pemanfaatan, salah satunya adalah untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah. Hasil penelitian Jayasinghearachi dan Seneviratne (2005) menunjukan bahwa biofilm dari bakteri penambat N dan jamur pelarut P terbukti meningkatkan kandungan N dan P dalam tanah. Struktur biofilm akan lebih tahan terhadap cekaman lingkungan dibandingkan dengan kultur tunggal sehingga aktivitasnya dapat meningkat. Kombinasi jamur pelarut P dengan bakteri penambat N baik yang simbiotik maupun non simbiotik biofilm berpotensi lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan suatu tanaman. Namun oleh karena kepadatan biofilm yang secara alami terbentuk di tanah tidak memadai untuk memberikan dampak maksimal, maka perlu dikembangkan biofilm secara in vitro umtuk meningkatkan pertumbuhan tanaman (Seneviratne, 2006) 1 Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh medium pertumbuhan yang sesuai untuk pembentukan biofilm bakteri rhizobia pada hifa jamur aspergillus. Penggunaan variasi medium pertumbuhan yang berbeda dilakukan untuk mengetahui medium yang paling sesuai untuk pembentukan biofilm bakteri jamur. B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari medium pertumbuhan yang sesuai untuk pembentukan biofilm rhizobia pada hifa jamur aspergillus. C. Kegunaan Biofilm yang terbentuk pada penelitian ini dapat digunakan sebagai inokulum untuk pengujian pelarutan fosfat dan penambatan nitrogen. 2