8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lari Cepat 100 Meter Lari

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lari Cepat 100 Meter
Lari merupakan gerakan berpindah dengan tempat dengan maju ke
depan yang dilakukan lebih cepat dari berjalan. Gerakan lari dan gerakan
berjalan hampir sama, perbedaannya adalah jika berjalan kedua kaki selalu
kontak atau berhubungan dengan tanah, sedangkan pada lari, ada saat
badan melayang diudara (Syarifudin, 1985)
Lari tidak hanya merupakan nomor lari yang di pertandingkan dalam
cabang atletik saja, tetapi juga merupakan bagian yang terpenting hampir
pada semua cabang olahraga. Gerakan lari untuk jenis lari adalah sama,
akan tetapi berhubung adanya pembagian jarak tempuh dan penggunaan
sistem energi yang berbeda, maka dalam pelaksanaannya teknik larinya
menjadi berbeda antara satu dengan yang lainnya (Benidektus, 2013).
Dalam cabang atletik, lari cepat atau biasa disebut dengan Sprint
merupakan salah satu dari enam macam lari. Lari cepat dibagi menjadi tiga
jarak, yaitu 100m, 200m, dan 400m (Widodo, 2010).
Lari cepat 100 meter adalah jenis lari dimana sejak start hingga
finish, haruslah dilakukan dengan sangat cepat dan kekuatan penuh
sehingga menciptakan hasil atau catatan singkat dan cepat (Bompa, 2005).
Lari cepat 100 meter atau sprint merupakan salah satu cabang olahraga lari
jarak pendek yang sering diperlombakan baik tingkat Daerah, Provinsi,
8
9
Nasional, maupun tingkat Internasional. Dalam setiap perlombaan ini, para
atlet selalu harus mengerahkan kekuatannya untuk berlari dengan
kecepatan yang maksimal untuk menempuh jarak 100 meter (Suherman,
2008) .
Menurut Mujahir (2007) Sprint adalah perlombaan lari yang semua
para pelarinya dengan kecepatan yang sangat penuh dengan menempuh
jarak 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Kunci pertama yang harus
diperhatikan dan harus dikuasai oleh para pelari cepat adalah start atau
penolakan. Keterlambatan atau ketidaktelitian pada saat melakukan start,
maka akan sangat merugikan para pelari cepat.
Selain itu, dalam lari cepat atau sprint seorang pelari harus memiliki
persediaan energi yang tersimpan atau kapasitas anaerobik. Pelari cepat
yang baik membutuhkan reaksi yang cepat, kecepatan yang baik, lari yang
efisien,
dan
ketepatan
saat
melakukan
start,
serta
berusaha
mempertahankan kecepatan dari awal hingga mencpai garis finish
(Widodo, 2010). Mengembangkan kapasitas anaerobik, intensitas latihan
yang dilakukan seorang pelari harus jelas dan tepat, terutama dalam hal
kecepatan. Penggunaan energi bukanlah dilihat dari jarak tempuh yang
ditempuh oleh seorang pelari cepat atau sprint, melainkan memperhatikan
intensitas yakni kecepatannya. Semakin tinggi intensitas latihan, maka
semakin tinggi pula kontribusi sumber energi anaerobik. Semakin tinggi
kecepatannya, maka potensi untuk mengembangkan daya tahan anaerobik
semakin besar (Bompa, 2005). Selain itu, jenis latihan yang diberikan
10
kepada pelari cepat juga harus di perhatikan, agar tujuan dari pelatihan
sesuai dengan apa yang ingin dicapai oleh seorang pelari cepat (Ambara,
2011).
2.2 Teknik Gerakan Lari Cepat
Sebelum mengetahui teknik-teknik dari lari cepat, seorang pelari
harus mengetahui hal mendasar yang harus di pelajari dan dikuasai oleh
seorang pelari. Menurut (Bompa, 1999) ada beberapa hal yang harus
diperhatikan seorang pelari, yaitu :
a. Tubuh sedikit condong ke depat saat berlari, kedua lengan sedikit
fleksi 90 derajat dan diayunkan searah dengan gerakan saat berlari.
b. Otot-otot bagian depan dan kedua lengan tetap dalam keadaan
releks
c. Tungkai bawah ditolakan dengan kuat sampai lurus, dan
pengangkatan pada depan diusahakan sampai posisi sejajar dengan
tanah
d. Pinggang tetap dalam posisi ketinggian yang sama selama berlari
e. Ketika mencapai finish, badan dicondongkan dengan serentak ke
depan untuk mengantarkan bagian dada menyentuh pita.
Selain tahapan-tahapan teknik gerakan diatas, seorang pelari cepat
juga harus memiliki kemahiran dan pemahaman yang mendalam tentang
tiga tipe atau macam gerakan yang paling penting dan mendasar dalam
perlombaan lari cepat 100 meter, diantaranya adala gerakan start, gerakan
11
saat berlari dan gerakan saat mencapai finish. Ketiga gerakan tersebut
harus dikuasai oleh seorang pelari. Berikut adalah penjelasan dari ketiga
gerakan tersebut :
a) Gerakan Start
Start adalah persiapan awal bagi seorang pelari sebelum
melakukan gerakan berlari (Purnomo, 2007). Tujuan utama dari start
dalam lari jarak pendek adalah mengoptimalkan pola lari cepat. Aba-aba
yang digunakan dan gerakan yang dilakukan oleh seorang pelari cepat
(sprinter). Pertama “Bersedia”, setelah starter memberikan aba-aba
bersedia, maka pelari akan menempatkan kedua kakinya menyentuh blok
depan dan belakang, kemudian lutut kaki belakang diletakkan di tanah,
terpisah selebar bahu. Jari-jari tangan membentuk V terbalik dan kepala
dalam keadaan datar dengan punggung, sedangkan mata tetap menatap
lurus ke bawah (Bompa, 2005). Berikut gambar posisi start pada aba-aba
“bersedia” dilihat dari sisi samping dan sisi depan.
Gambar 2.1 Gerakan Start Posisi Bersedia (Purnomo, 2007)
12
Gambar Gerakan Start Posisi Bersedia
Sumber : Banung, 2012
Kedua “Siap”, setelah ada aba-aba siap, posisi badan seorang pelari
adalah lutut ditekan ke belakang, lutut kaki depan ada dalam posisi
membentuk sudut siku-siku 90 derajat, sedangkan kaki belakang pelari
membentuk 120-140 derajat. Dan posisi pinggang sedikit diangkat lebih
tinggi dari bahu, tubuh sedikit condong ke depan, serta bahu agak maju ke
depan dari dua tangan (Hadisasmita, 2000). Berikut gambar posisi start
dalam aba-aba “siap” yang dilihat dari sisi samping.
13
Gambar 2.2 Gerakan Start Posisi Siap (Purnomo, 2007)
Gerakan Start Posisi Siap
Sumber : Banung, 2012
14
Ketiga “Yaak”, setelah seorang starter memberikan aba-aba, maka
gerakan seorang pelari adalah badan diluruskan dan diangkat pada saat
kedua kaki menolak atau menekan keras pada start blok, dan kedua tangan
diangkat dari tanah secara bersamaan untuk kemudian diayunkan
bergantian. Kaki belakang mendorong lebih kuat, dorongan kaki depan
sedikit demi sedikit, namun tidak lama, kaki belakang diayunkan ke depan
dengan cepat sedangkan badan condong ke depan, lutut dan pinggang
diluruskan penuh pada saat akhir dorongan (Hamidsyah, 2000). Berikut
gambar posisi start dari aba-aba bersedia, siap, dan yak.
Gambar Gerakan Start Posisi Yaak
Sumber : Banung, 2012
15
Gambar 2.3 Gerakan Start Posisi Yaak (Purnomo, 2007)
b) Gerakan Pada Saat Berlari
Setelah melakukan gerakan start yang benar, seorang pelari juga
harus mengetahui gerakan pada saat berlari. Berikut gerakan saat berlari
menurut Muhajir (2007). Pertama, kaki bertolak kuat sampai lurus. Lutut
diangkat setinggi panggul, tungkai bawah mengayun ke depan unruk
mencapai langkah yang lebar dan sesuai dengan panjang tungkai setiap
pelari. Kedua, badan tetap dalam keadaan releks, condong ke depan
dengan lutut antara 25-30 derajat. Hal ini akan terjadi bila gerakan pada
lengan tidak berlebihan. Dan Ketiga, lengan berada disamping tubuh
secara wajar. Siku ditekuk 90 derajat. Tangan menggenggam kendor.
Ayunan tangan ke depan dan ke belakang harus secara wajar, dan gerakan
lengan makin cepat berimbang dengan gerakan kaki yang makin cepat.
Gerakan tangan dan tungkai harus saling berkesinambungan satu dengan
yang lainnya agar kecepatan lari makin cepat (Harsono, 2005).
16
Gambar 2.4 Gerakan pada saat berlari (Harsono, 2005)
c) Gerakan Melewati garis finish
Pelari dikatakan sudah mencapai garis finish, apabila bagianbagian tubuhnya sudah dalam bidang vertikal dari sisi terdekat garis finish,
sesuai dengan peraturan dan garis yang telah disediakan. Dan bagian tubuh
yang dimaksud adalah kepala, leher, lengan dan kaki. Ada beberapa cara
yang harus dilakukan seorang pelari pada saat melewati garis finish.
Pertama, lari tetap dalam keadaan lari yang benar dan sikap yang wajar.
Kedua, dada lebih condong kedepan, kedua tangang diayunkan kebawah
belakang. Ketiga, dada diputar dengan diayunkan tangan ke depan atas
sehingga bahu sebelah maju ke depan (Galatang, 2009).
17
Gambar 2.5 Gerakan Melewati Garis Finish (Hamidsyah, 2000)
2.3 Latihan Fisik
Banyak para ahli yang mengemukakan tantang pengertian atau
definisi Pelatihan atau latihan. Menurut Sukadiyanto (2005) yang
mengatakan bahwa latihan merupakan suatu proses perubahan kearah yang
lebih baik, yaitu untuk meningkatkan kualitas fisik, kemampuan
fungsional tubuh, dan kualitas psikis dari seseorang. Dan pengertian
latihan dalam bidang olahraga adalah untuk meningkatkan penampilan
olahraga dalam melakukan aktivitas atau latihan harus sistematis.
Sistematis yang dimaksud disini adalah setiap aktivitas harus disesuaikan
dengan kemapuan masing-masing orang, dari yang mudah ke yang sulit,
dari yang sederhana ke yang rumit,. Selain itu, harus tetap diingat bahwa
ketika melakukan latihan, seseorang harus memperhatikan pengulangan
dari setiap aktivitas yang dilakukan.
18
Pelatihan merupakan aktivitas olahraga yang sistematis dalam
waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif, dan individual, yang
mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan atau direncanakan (Bompa, 1999).
Pelatihan dilakukan dengan sistematis dimksudkan agar latihan
dilakukan secara terencana, menurut jadwal, menuru pola dan sistem
tertentu. Latihan memperoleh unsur pengulangan dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan fisik dalam melakukan kerja, latihan dapat juga
ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dalam gerakan, agar gerakangerakan yang semula sulit untuk dilakukan menjadi semakin mudah dan
otomatis dalam pelaksaannya sehingga semakin menghemat energi
(Bompa, 2005)
Latihan fisik pada prinsipnya adalah memberikan tekan fisik pada
tubuh seseorang secara teratur, sistematik, berkesinambungan, sedemikian
rupa sehingga meningkatkan kemampuan fisik atau daya tahan
(endurance) fisik, baik daya tahan aerobik maupun daya tahan anaerobik.
Latihan fisik dapat dituangkan dalam suatu program latihan yang baik
akan meningkatkan kemampuan fisik secara nyata. Latihan fisik yang
benar haruslah diawali dengan peregangan, dan kemudian dilanjutkan
dengan pemanasan. Dimana peregangan bertujuan untuk kelentukan tetap
dan untuk mencegah cidera, sedangkan pemanasan betujuan untuk
mempersiapkan sirkulasi darah serta mempersiapkan tubuh untuk
melakukan gerakan yang lebih maksimal lagi nantinya (Syarifudin, 1992)
19
2.4 Prinsip-Prinsip Latihan
Sebelum melakukan latihan fisik secara kompleks, ada baiknya
mengetahui beberapa prinsip-prinsip dari latihan itu sendiri terlebih
dahulu. Agar tujuan dari latihan dapat tercapai sesuai dengan yang di
harapkan. Adapun prinsip-prinsip latihan sebagai berikut (Bompa, 2005) :
1) Prinsip Beban Berlebih (Overload Principle)
Untuk mendapatkan efek latihan yang baik, tubuh haruslah
diberikan beban yang melebihi beban aktivitas sehari-hari. Dengan beban
berlebih, memaksa otor untuk berkontraksi secara maksimal, sehingga
merangsang adaptasi fisiologis yang akan mengembangkan kekuatan dan
daya tahan (Bompa, 1999).
2) Prinsip Beban Bertambah
Prinsip beban bertambah dilakukan dengan meningkatkan beban
secara bertahap dalam suatu program latihan. Hal ini dilakukan dengan
mengatur peningkatan intensitas, frekuensi, dan lamanya latihan
(Sukarman, 1998). Setelaj melakukan latihan beberapa kali, tubuh akan
beradaptasi terhadap beban yang diatasinya. Jika beban latihan telah
mencapai suatu kriteria tertentu, tibuh akan terbiasan dengan beban
tersebut,
dan
apabila
beban
tersebut
tidak
ditambahkan,
maka
kemampuannya juga tidak akan bertambah. Maka dari itu diperlukan
untuk menambah sedikit demi sedikit beban latihan (Mujahir, 20007).
20
3) Prinsip Latihan Beraturan
Prinsip ini bertujuan agar beban latihan tertuju dan tersusun
menurut besar dan tempat fungsi otot. Hendaknya latihan dilakukan atau
dimulai dari otot besar menuju otot yang lebih kecil. Hal ini karena pada
otot besar lebih mudah pelaksaannya dan otot kecil cenderung lebih sulit
dilakukan latihannya dan lebih cepat lelah dibandingkan dengan otot
besar. Dan untuk menjamin waktu pemulihan dari otot itu sendiri, tidak
dianjurkan atau diperbolehkan untuk melakukan latihan berturut-turut di
otot yang sama (Fox, 1998).
4) Prinsip Kekhususan
Prinsip kekhususan dapat juga disebut dengan prinsip spesialisasi.
Pengaruh yang ditimbulkan latihan itu akan bersifat khusus, sesuai dengan
karakteristik kondisi fisik pola gerakan, dan sistem energi yang digunakan
selama latihan. Manfaat yang bisa diperoleh dari rangsangan latihan
hanyalah akan terjadi apabila rangsangan tersebut mirip atau merupakan
replikasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam suatu cabang
olahraga. Misalnya program latihan yang dilakukan atau disusun untuk
meningkatkan kecepatan lari juga harus berpegang pada prinsip
kekhususan latihan ini. baik pola gerak, jenis kontraksi, kelompok otot
yang dilatih, atau sistem energi yang dikembangkan dalam latihan (Nala,
2011).
21
5) Prinsip Individual
Setiap individu pastilah memiliki perbedaan satu dengan yang
lainnya. Begitu pula dalam hal latihan, perbedaan yang ada misalnya
berapa kali dilakukan dalam perminggu, dan lama latihan adalah berapa
bulan atau minggu program latihan itu dijalankan, serta berapa lama
latihan dilakukan setiap kali latihan (Bompa, 1999).
6) Prinsip Reversibilitas
Kemampuan fisik seseorang tidak menetap, tetapi dapat berubah
sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Keaktifan seseorang melakukan
sebuah latihan fisik dapat meningkatkan kemampuan fisik, sebaliknya
ketidakaktifan
latihan
seseorang
akan
menimbulkan
kemunduran
kemampuan fisik. Berdasarkan prinsip ini, latihan fisik haruslah dilakukan
dengan teratur dan kontinyu (Purnomo, 2007).
2.5 Perubahan Yang Terjadi Akibat Latihan
Latihan yang dilakukan secara teratur dan sistematis akan
memepengaruhi bergai perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Perubahan
yang terjadi baik menghasilkan perubahan-perubahan fisiologis yang
mengarah pada perubahan kemampuan fungsi tubuh. Perubahanperubahan tersebut akan dijabarkan menurut Fox (1998 ) :
22
1) Perubahan Biokimia
Perubahan dalam otot rangka dikelompokkan menjadi dua, yaitu
karena disebabkan oleh latihan aerobik dan karena disebabkan oleh latihan
anaerobik. Dan berikut lebih jelas perubahan yang terjadi :
a. Perubahan Akibat Latihan Aerobik 1. Meningkatnya cadangan
glokusa dan trigliserida, 2. Meningkatnya ekstraksi oksigen yang
disebabkan
adanya
peningkatan
konsentrasi
myoglobin,
3.
Meningkatnya pengangkutan oksigen melalui vaskularisasi karena
jumlah kapiler dalam otot meningkan, 4. Bertambahnya tempat untuk
memproduksi energi karena bertambahnya ukuran dan jumalah
mitokondria, 5. Terjadi peningkatan produksi ATP melalui sistem
aerobik, karena jumlah enzim oksidatif meningkat sangat banyak
(Guyton, 2007)
b. Perubahan Akibat Latihan Anaerobik  1. Peningkatan sistem
ATP-PC yang seiring dengan meningkatnya cadangan ATP-PC, 2.
Peningkatan cadangan glukosa dan aktivitas enzim-enzim glikolitik, 3.
Meningkatnya
kecepatan
kontraksi
otot,
4.
Hipertropi
otot
(Meningkatnya area crossectional, dengan demikian meningkatkan
kekuatan otot, meningkatnya jumlah dan ukuran myofibril per serabut
otot, meningkatnya jumlah aktin dan myosin, meningkatnya diameter
serabut otot.). 5. Meningkatnya densitas kapiler per serabut otot, 6.
Meningkatnya kekuatan tendon dan ligament, 7. Meningkatnya
23
kekuatan rekruitmen motor unit, 8. Meningkatnya berat tubuh tanpa
lemak (Guyton, 2007).
2) Perubahan Pada Sistem Kardiosrespiratori
a. Hipertropi Jantung
Pada latihan aerobik, meningkatnya ukuran jantung disebabkan oleh
bertambahnya luar ventrikel kiri tanpa disertai dengan penambahan
dinding ventrikel, sedangkan pada latihan anaerobik perubahan ukuran
jantung disebabkan karena terjadi penebalan dinding ventrikel (Nala,
2011).
b. Bertambahnya volume sekuncup jantung
Dengan bertambahnya luas chamber (bagian dan ventrikel kiri),
bertambah tebalnya dinding vaentrikel, dan ekstensibilitas, serta
kontraksi jantng maka volume darah yang dipancarkan setiap detak
jantung menjadi lebih banyak (Guyton, 2007).
c. Menurunnya frekuensi detak jantung pada saat istirahat
Cardiac output yang dibutuhkan pada saat istirahat adalah konstan,
dengan meningkatnya isi sekuncup jantung maka frekuensi detak
jantung akan menurun (Nala, 2002).
d. Meningkatnya volume darah dan hemoglobin
Latihan merangsang peningkatan plasma dan volume sel- sel darah
merah, dengan demikian pengangkutan oksigen dan pemberihan
kembali menjadi lebih efektif (Nala, 1992).
24
e. Tekanan darah
Latihan akan dapat menurunkan tekanan darah (Guyton, 2007)
f. Sistem Respiratori
Meningkatkan volume paru secara keseluruhan, dan ada orang-orang
tertentu meningkatkan kapasitas difusi pulmonal. (Guyton, 2007)
3) Sistem Energi Latihan
Energi didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk
melakukan kerja. Didefinisikan sebagai penerapan dari suatu gaya melalui
suatu jarak, dengan demikian, energi dan kerja tidak dapat dipisahkan.
Energi yang digunakan untuk kerja otot tergantung pada intensitas,
frekuensi, serta ritme dan durasi latihan. Energi yang diperlukan untuk
suatu kegiatan atau kontraksi otot tidak dapat diserap langsung dari
makanan yang dimakan, akan tetapi diperoleh dari persenyawaan yang
disebut ATP (Adenosine Triphosphate) . ATP inilah yang merupakan
sumber energi yang langsung dipergunakan otot untuk melakukan
kontraksi.
ATP terdiri dari komponen yang kompleks yaitu 1 komponen
adenosine dan 3 komponen phosphate. ATP ini tersimpan dalan otot
skeletal dan dalam jumlah yang sangat terbatas, karenanya ATP ini cepat
habis. Otot tetap berlangsung, maka ATP ini harus diisi kembali melalui
penguraian zat-zat lain yang tersimpan didalam otot.
ATP bisa diberikan pada sel-sel otot melalui 3 cara, yaitu 2 secara
anaerobik dan 1 secara aerobic. Ketiga cara itu adalah
25
a. ATP-PC (Adenosine Triphosphate-Phosphocreatine)
ATP-PC sudah tersimpan didalam otot, keduanya dapat memberikan
energi yang cukup dalam usaha fisik maksimal yang dilakukan dalam
waktu 5-10 detik.
b. Sistem LA (Lactic Acid)
Jika usaha fisik maksimal dilakukan terus diluar sistem energy phosphate,
energy akan dipenuhi melalui persediaan glikogen yang ada di dalam
otot-otot yang aktif. Energi anaerobik yang dihasilkan dari glikogen ini
memproduksi asal laktat (LA) yang mengakibatkan kelelahan. Aktivitas
maksimal dalam waktu 45-60 detik menimbulkan akumulasi LA
maksimal.
c. Sistem O2 (Oxygen) atau sistem aerobik
Kaitannya dengan sistem energi yang telah diuraikan, kebanyakan
cabang olahraga menggunakannya secara kombinasi. Kegiatan fisik
dalam waktu singkat dan eksplosif sebagian besar energy diperoleh dari
sistem energi anaerobik (ATP-PC dan LA). Kegiatan fisik dalam jangka
waktu yang lama, energinya dicukupi dari sistem aerobik.
26
Secara ringkas karakteristik dari sistem energi yang telah dikemukakan
diatas dapat dirangkum sebagai berikut :
SISTEM ATP-PC
Anaerobik
SISTEM ASAM
LAKTAT (LA)
SISTEM OKSIGEN
(O2)
Anaerobik
Aerobik
oksigen)
Cepat
Lambat
(Tanpa Oksigen)
Sangat cepat
Bahan bakar dari PC Bahan
(phosphocreatine)
glikogen
Produksi
terbatas
ATP
bakar
(dengan
dari Bahan
bakar
glikogen, lemak,
protein
sangat Produksi ATP terbatas
dari
dan
Produksi ATP bukan tak
terbatas
Dengan simpanan diotot Dengan
memproduksi Dengan
memproduksi
asam
laktat, kembali,
tidak
yang terbatas
menyebabkan kelelahan melelahkan
otot
Menggunakan aktivitas Menggunakan aktivitas Menggunakan daya tahan
lari cepat atau berbagai dengan durasi antara 1-3 atau aktivitas dengan
daya ledak yang tinggi, menit
durasi yang panjang
dengan aktivitas pendek
Gambar 2.6 Karakteristik umum sistem energi (Fox, 1998)
2.6 Prosedur Latihan
Prosedur latihan sangatlah penting diketahui oleh seorang pelatih dan
atlet. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya cedera pada pelari yang
hendak latihan. Selain prinsip latihan, prosedur latihan juga tidak kalah
pentingnya. Dan berikut prosedur latihan yang harus diperhatikan :
27
2.6.1
Pemanasan
Suatu kegiatan atau aktivitas sangat perlu dilakukan pemanasan. Hal
ini dikarenakan pada saat beristirahat sistem tubuh berada dalam keadaan
tidak aktif. Untuk itu diperlukan adaptasi selama beberapa menit, baik fisik
maupun fisiologis dari sifat pasif ke aktif. Selama pemanasan terjadi
peningkatan intensitas secara progresif, manaikkan kapasitas organ tubuh
serta fungsi saraf, diikuti dengan proses metabolik yang lebih cepat
akibatnya aliran darah meningkat, suhu tubuh naik sehingga merangsang
pusat pernafasan untuk meningkatkan oksigen ke sel otot dan organ tubuh
lainnya (Nala, 2011).
Pemanasan yang dipilih dalam penelitian ini adalah dengan
pemanasan secara aktif yaitu dengan aktivitas fisik, yaitu dengan
menggerakkan seluruh otot tubuh, terutama pada otot tungkai dan
peregangan otot tungkai serta lari-lari kecil. Pemanasan dilakukan sekitar
5-10 menit.
2.6.2
Pelatihan inti
Pelatihan dilakukan untuk meningkatkan komponen biomotorik
kecepatan dapat ditempuh dengan metode progresi yang diawali dengan
intensitas, volume, dan frekuensi
yang rendah kemudian ditingkatkan
secara perlahan dan bertahap (Nala,2002).
Metode latihan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lari
akselerasi dan lari interval. Dimana kedua latihan ini adalah latihan untuk
meningkat kecepatan lari 100 meter. Latihan lari akselerasi adalah latihan
28
yang dimulai dengan lari lambat, langkah cepat, lari cepat, dan jalan. Dan
latihan lari interval adalah latihan lari yang dimulai dengan lari cepat,
istirahat, lati cepat, istirahat. Latihan intu diulang-ulang, dengan istirahat
yang di maksud adalah berjalan. Repetisi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 4 repetise dengan 3 set.
2.6.3
Pendinginan
Pendinginan dilakukan untuk mengembalikan kondisi tubuh ke
keadaan semula. Tujuan utama dari pendinginan adalah menarik kembali
darah yang ada dan berkumpul di otot skeletal yang telah aktif sebelumnya
keperedaran sentral. Selain itu berfungsi pula untuk membersihkan darah
dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan asam laktat yang berada di
dalam otot dan darah (Nala, 2002). Bentuk latihan untuk pendinginan
dapat dilakukan dengan aktif, yaitu dengan melakukan olahraga atau
aktivitas tidak langsung duduk, tapi melakukan gerakan-gerakan ringan,
misalnya berjalan, menggerakkan otot secara ringan (Nala, 1992).
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan gerakan-gerakan ringan
dari tubuh bagian atas yaitu dari kepala, leher, bahu, lengan, pinggang, dan
kemudian
gerakan ringan ke anggota gerak bawah. Selanjutnya
melakukan olah nafas dengan melakukan manarik nafas panjang dan
perlahan serta menghembuskannya secara perlahan pula. Latihan ini
bertujuan agar mempercepat pemulihan dari kelelahan setelah melakukan
latihan, dan mengembalikan tubuh kekondisi sebelum latihan dilakukan.
29
2.7 Kecepatan Lari
Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan
gerakan yang berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya (Sajoto, 1995). Pendapat lain mengemukakan
menurut Nurhasan (2003) kecepatan merupakan kemampuan seseorang
untuk menggerakkan tubuhnya atau bagian tubuhnya melalui satu ruang
gerak tertentu.
Kecepatan mengandung unsur adanya jarak tempuh dan waktu
tempuh terhadap rangsangan yang muncul. Untuk itu kecepatan adalah
kemampuan untuk berpindah atau bergerak dari tubuh atau anggota tubuh
dari satu titik ke titik yang lainnya atau untuk mengerjakan suatu aktivitas
berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya (Nala, 2002).
Kecepatan merupakan salah satu aspek kondisi fisik yang penting
untuk berbagai cabang atletik . kecepatan berpengaruh terhadap aktivitas
olahraga
yang membutuhkan gerakan kecepatan. Kecepatan lari
merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang diperlukan pada berbagai
cabang olahraga. Kecepatan adalah kemampuan untuk berjalan, berlari,
dan bergerak dengan sangat cepat (Tangkudung, 2006). Jadi kecepatan lari
dapat didefinisikan sebagai catatan waktu yang ditempuh seorang pelari
untuk melakukan gerakan lari dengan menempuh jarak tertentu.
30
2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Lari
Kecepatan adalah salah satu komponen biomotorik yang sangat
penting dalam olahraga dan merupakan kemempuan untuk bergerak
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Ada banyak faktor yang
mempengaruhi kecepatan lari seseorang. Kecepatan lari seseorng
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : heriditas, waktu reaksi,
kecepatan mengatasi hambatan eksternal, teknik, konsentrasi, dan
kemauan yang keras, serta elastisitas otot (Bompa, 2005).
Berkaitan dengan hal yang sama yaitu tentang kecepatan lari, Fox
(1993) mengemukakan bahwa kecepatan lari cepat atau sprint
dipengaruhi oleh kemampuan dan kecepatan anaerob, dan faktor yang
mempengaruhi kedua hal tersebut adalah jenis serabut otot - distribusi
serabut otot cepat (fast twitch fiber) dan otot lambat (slow twitch fiber),
koordinasi otot syaraf, faktor biomekanika, dan kekuatan otot. Dan atlet
lari jarak pendek memiliki komposisi serabut otot cepat lebih besar
dibbandingkan dengan serabut otot lambat sehingga kecepatan gerakan
lebih tinggi (Guyton, 2007).
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, maka
dapat disimpulkan secara garis besar, bahwa kecepatan lari dapat di
pengaruhi dari faktor internal, faktor eksternal dan faktor pelatihan yang
diberikan pada seorang pelari (Nala, 2002).
31
2.8.1 Faktor Internal
a. Umur
Seluruh komponen biomotorik dipengaruhi oleh umur. Biasanya
kecepatan lebih rendah pada usia anak-anak dan meningkat di usia remaja,
dan mencapai puncaknya pada usia 25 tahun (Nala, 2011).
b. Genetik
Pengaruh genetik terhadap kecepatan, kekuatan dan daya tahan
pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri
dari serabut otot putih dan serabut otot merah. Seorang yang memiliki
lebih banyak serabut otot putih mampu untuk melakukan kegiatan yang
bersifat anaerobik, seperti pelari jarak pendek sedangkan yang lebih
banyak memiliki serabut otot merah lebih tepat melakukan kegiatan yang
bersifat aerobik, seperti pelari jarak jauh. Dengan demikian, faktor genetic
juga mempengaruhi kecepatan lari, namun di lapangan sangat sulit untuk
mengetahui dan menerapkan hal tersebut. Hanya saja bahwa disini kita
hanya perlu untuk mengetahui serabut otot dan mengetahui fungsinya
yang masing-masing berbeda (Nala, 2011).
c. Jenis Kelamin
Faktor yang satu ini memang sangat mempengaruhi segala macam
olahraga. Perbedaan kekuatan otot, proporsi dan bersar otot dalam tubuh
pria dan wanita sangatlah berbeda. Jumalah lemak dalam tubuh pada usia
yang sama antara pri dan wanita juga berbeda. Perbedaan nilai kekuatan
otot dan massa otot disetiap kelompok otot juga berbeda. Dengan
32
demikian jelas bahwa jenis kelamin mempengaruhi kecepatan lari (Nahak,
2014)
d. Berat Badan
Berat badan adalah ukuran anthopometrik untuk menilai kondisi
tubuh (Maksum, 2007). Berat badan yang sering dianggap memperlambat
gerak seseorang, hal ini juga mempengaruhi kecepatan lari seseorang.
Karena berat badan merupakan gaya berat yang dipengaruhi oleh
percepatan gravitasi.
e. Tinggi Badan
Tinggi badan adalah jarak vertikal yang diukur dari lantai sampai
ke kepala bagian atas (Maksum, 2007). Pada hakekatnya tinggi badan
merupakan salah satu aspek biologis dari manusia yang merupakan bagian
dari struktur dan postur tubuh. Secara teknis, postur tubuh sangat
berpengaruh terhadap kemampuan seseorang untuk bergerak dan
beraktivitas olahraga.
f. Panjang Tungkai
Tungkai adalah anggota tubuh bagian bawah yang sangat berperan
dalam cabang olahraga lari. Panjang tungkai itu sendiri diukur dari
pinggang sampai ujung tumit bagian bawah. Ukuran tungkai setiap
orangnya pasti berbeda-beda. sekalipun ukuran tingginya sama, akan tetapi
ukuran bagian tubuh bagian bawah pasti berbeda setiap orangnya.
Semakin panjang tungkai seseorang memungkinkan untuk melangkah
33
lebih efisien dan jauh. Maka panjang tungkai juga mempengaruhi
kecepatan lari seseorang (Nahak, 2014).
g. Indek Masa Tubuh
Indek Masa Tubuth (IMT) atau yang bisa disebut Body Mass Index
adalah sebuah ukuran berat terhadap tinggi badan yang umum digunakan
untuk golongan orang dewasa ke dalam kategori underweight (kekurangan
berat badan), overweight (kelebihan berat badan), dan obesitas
(kegemukan). Untuk memperoleh nilai atau kategori IMT, dilakukan
dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan, yaitu dengan membagi
berat badan dalam kilogram, dengan kuadrat dari tinggi badan dalam
meter. Kemudain hasil dari pembagian tersebut dicocokkan dengan tabel
yang telah disepakati oleh organisasi kesehatan (WHO, 2005). Berikut
table klasifikasi IMT menurut WHO :
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT (WHO, 2005)
KALSIFIKASI
IMT

Underweight
 < 18,50

Normal
 18.50 – 25.99

Overweight
 > 25.00

Obesitas
 > 30.00
h. Kebugaran Fisik
Kebugaran Fisik merupakan kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari tanpa merasa lelah dan masih memiliki cadangan
energy. Kebugaran fisik sangat diperlukan oleh setiap individu untuk dapat
34
melakukan kegiatan dengan baik. Begitu pula dalam berolahraga,
kebugaran fisik sangat penting untuk menunjang kecepatan gerak
seseorang (Nala, 2011)
2.8.2
Faktor Eksternal
a. Suhu dan Kelembaban
Suhu lingkungan yang ekstrim akan sangat mempengaruhi
kecepatan lari seseorang. Pelatihan yang dilakukan di udara yang panas
menyebabkan pelari mengalami dehidrasi. Sebaliknya jika latihan
dilakukan pada udara yang sangat dingin, maka pelari akan mudah kram.
Karena faktor eksternal seperti ini tidak dapat dikendalikan oleh peneliti,
maka nantinya peneliti akan melakukan latihan ditempat yang sekiranya
nyaman bagi para pelari (Nurhasan, 2003).
b. Arah dan Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang terlalu tinggi akan mengahambat gerakan
berlari yang pastinya akan mempengaruhi kecepatan dari pelari itu sendiri
(Nurhasan, 2003).
c. Ketinggian tempat
Semakin tinggi suatu tempat, maka semakin rendah kadar oksigen
di tempat tersebut dan akan mempengaruhi kinerja dari atlet. Kondisi ini
akan memerlukan proses adaptasi yang harus dilakukan dari seorang atlet.
Selain faktor lingkungan di atas, asupan makanan juga dapat
35
mempengaruhi kecepatan. Ketersediaan nutrisi di dalam tubuh akan
mempengaruhi kinerja otot (Nahak, 2014).
2.8.3
Faktor Latihan
Faktor yang paling mendukung terhadap kecepatan lari seseorang
adalah faktor latihan yang diberikan oleh pelatih. Ada berbagai latihan
yang digunakan untuk meningkatkan kecepatan seorang pelari. Setiap
latihan memiliki dampak dan tujuan yang berbeda satungan yang lainnya
(Syarifudin, 1992).
Misalnya, latihan lari jarak pendek. Latihan ini merupakan latihan
lari dalam jangka waktu yang singkat, diulang-ulang dalam intensitas
tinggi dengan tujuuan latihan adalah meningkatkan kapasitas anaerob
khususnya kekuatan otot, kecepatan dan power. Serta Faktor latihanlatihan yang diberikan yang nantinya akan mempengaruhi kecepatan lari
seseorang. Maka haruslah dipertimbangakan latihan yang tepat dan tujuan
yang ingin dicapai dari latihan tersebut (Tangkudung, 2006).
2.9 Metode Latihan Lari Akselerasi
Metode latihan lari akselerasi adalah suatu bentuk latihan yang
dimulai dari pelan, semakin cepat dan lari secepatnya. Untuk mencapai
kecepatan maksimum seorang pelari harus mampu mengembangkan
kecepatan startnya secepat mungkin. Akselerasi adalah pertambahan
secara gradual dalam kecepatan lari, mulai dari pelan-pelan, semakin
cepat, lari secepatnya dalam jarak 50-120 yard (Fox, 1992).
36
Latihan akselerasi sebenarnya cocok diberikan untuk atlet pemula
karena terdapat penyesuaian lari dari jogging, langkah cepat sampai ke lari
cepat, disamping menghindari terjadinya cedera, latihan ini juga
merupakan cara yang paling baik untuk meningkatkan kecepatan. Pada
periode latihan akselerasi pelaksaannya dapat dikontrol dengan waktu atau
jarak. Dianjurkan agar atlet sedikit demi sedikit meningkatkan
percepatannya sampai mencapai kecepatan penuh. Kecepatan harus di
pertahankan selama 5 sampai 15 detik atau kalau jarak yang di kontrol
kira-kira 50 sampai 100 meter. kemudian berangsur-angsur mengurangi
kecepatannya sampai menjadi langkah yang ringan. Pada periode
pemulihan yang harus dilakukan dengan cukup, namun dapat dilakukan
dengan aktif (jalan). Seperti yang dianjurkan bahwa pada periode
pemulihan harus terdiri dari jalan sepanjang 50-100 meter (Putra, 2011).
Komponen-komponen latihan lari akselerasi terdiri dari : Joging,
striding, sprinting, walk. Membutuhkan peningkatan sedikit demi sedikit
dari lari pelan (Joging) ke langkah panjang (Striding) dan akhirnya lari
cepat (sprint). Dengan demikian cara ini dapat mengurangi kemungkinan
cedera otot. Latihan lari akselerasi sangat diperlukan untuk peningkatan
sprint dan untuk olahraga yang memerlukan kecepatan mendadak
(Benikdektus, 2013). Selain itu, lari akselerasi mengembangkan sistem
energi ATP-PC dan LA sebesar 90%, LA dan O2 sebesar 5%, serta O2
sebesar 5% (Fox, 1992).
37
2.10 Metode Latihan Lari Interval
Latihan Lari interval merupakan pemberian beban pada tubuh
dalam waktu singkat tetapi teratur dan berulang-ulang diselingi dengan
pemulihan yang memadai seperti lari diselingi dengan jalan (Nala, 2011).
Latihan interval adalah suatu bentuk latiahan yang diselingi oleh interval
berupa masa istirahat (Suherman, 2008). Sistem organ dalam tubuh yang
paling berpengaruh dan sangat berperan dalam latihan interval ini adalah
sistem kardiorespirasi. Konsumsi oksigen dan fentilasi paru meningkat
sekitar 20 kali pada aktivitas fisik latihan dengan intensitas maksimal
(Guyton,2007).
Beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam menyusun latihan
interval antara lain : lama latiahan, beban latihan, ulangan latihan, masa
istirahat setiap repetisi pelatihan. Lamanya latihan dapat diartikan dalam
jarak lari yang harus ditempuh, beban latihan dengan waktu menempuh
jarak tersebut, ulangan latihan diartikan sebagai berapa kali jarak yang
karis ditempuh. Sedangkan yang dimaksud dengan masa istirahat interval
adalah dengan cara jalan (Harsono, 1993). Ada beberapa persyaratan agar
pelatihan bisa berhasil, diantaranya lama kerja interval lebih dari 60 detik,
intensitas latihan 85-100% dari kemampuan maksimum, repetisi, set,
interval, dan disesuaikan dengan kemampuan. Frekuensi tika kali
seminggu (Nala, 2011).
Download