DAFTAR ISI

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi lanjut usia oleh sebagian orang dianggap sebagai masa
penurunan fungsi biologis yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia.
Berbagai penurunan fungsi biologis pada lansia dapat mempengaruhi interaksi
bebagai perubahan aspek dalam kehidupan yang saling berkesinambungan,
antara lain perubahan fisik, psikologis, dan sosial, jika tidak dapat dilalui
dengan baik maka akan muncul hambatan-hambatan dalam menjalani
aktivitas sehari-hari. Ciri-ciri usia lanjut tersebut berpotensi menjadi stresor
yang mengakibatkan stres pada lansia. Masa usia lanjut seringkali
membutuhkan bantuan dan dukungan dari orang lain, khususnya dari orangorang terdekatnya seperti keluarga, sahabat dan kelompok sosial seusianya
(Potter & Perry, 2009).
Menurut Nugroho (2008), memasuki usia tua, lansia akan mengalami
penurunan peran sosial dan kehidupan sosialnya berkurang. Perubahan pada
peran sosial, tanggung jawab keluarga dan status kesehatan mempengaruhi
rencana kehidupan lansia. Lansia yang mengalami masa pensiun harus
menyesuaikan diri dengan peran dan waktu luangnya. Penyesuaian aktivitas
pensiunan pada seseorang dapat berjalan baik apabila sudah direncanakan
sebelumnya. Kepuasan hidup seseorang yang pensiun dapat dilihat dari status
kesehatan, pilihan untuk terus bekerja, dan pendapatan yang cukup serta
lingkungan tempat tinggal lansia.
Gambaran Post Power..., Singgih Agung Ribowo, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
Dinsi, Setiati & Yuliasari (2006) menyebutkan individu yang
memasuki masa pensiun sering dianggap sebagai individu yang tuna karya
(tidak dibutuhkan lagi tenaga dan pikirannya). Anggapan semacam ini
membuat individu tidak bisa lagi menikmati masa pensiunnya dengan hidup
santai dan ikhlas. Ketakutan menjalani masa pensiun, membuat banyak orang
mengalami problem serius baik dari sisi kejiwaan maupun fisik, terlebih
individu yang memiliki ambisi yang besar serta sangat menginginkan posisi
yang tinggi dalam pekerjaannya. Hal ini akan sangat rentan bagi individu
untuk mengalami goncangan ketika pensiun yang biasa kita kenal sebagai
post power syndrome.
Masalah mental dan emosional sama halnya dengan masalah fisik
yang dapat mengubah perilaku lansia. Masalah mental yang sering dijumpai
pada lansia adalah stres, depresi, dan kecemasan. Lansia yang mengalami
masalah mental mulai mengalami perasaan tidak berharga, kesepian, dan
kehilangan (Stanley & Beare 2006). Proses menua dapat dipengaruhi oleh
herediter atau genetik, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup,
lingkungan dan stres. Stres dapat menimpa siapapun termasuk lansia
(Nugroho, 2008).
Menurut Santoso & Lestari (2008), stres pada lansia dapat diakibatkan
oleh beberapa hal, yaitu: pertama masalah yang disebabkan oleh perubahan
hidup dan kemunduran fisik yang dialami oleh lansia. Kedua, lansia yang
sering mengalami kesepian yang disebabkan oleh putusnya hubungan dengan
orang-orang yang paling dekat dan disayangi. Ketiga, post power syndrome,
hal ini banyak dialami lansia yang baru saja mengalami pensiun, kehilangan
kekuatan, penghasilan dan kebahagiaan.
Gambaran Post Power..., Singgih Agung Ribowo, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
Post power syndrome yaitu gejala kejiwaan yang kurang stabil dan
muncul tatkala seseorang turun dari jabatan yang dimiliki sebelumnya,
ditandai dengan wajah yang tampak jauh lebih tua, pemurung, sakit-sakitan,
lemah mudah tersinggung, merasa tidak berharga, melakukan pola-pola
kekerasan yang menunjukkan kemarahan baik dirumah maupun tempat lain
(Rini, 2001).
Post power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang
sudah lansia dan pensiun dari pekerjaannya, hanya saja banyak orang yang
berhasil melalui fase ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan dengan
hati yang lapang. Namun pada kasus-kasus tertentu, individu tidak mampu
menerima kenyataan yang ada, ditambah dengan tuntutan hidup yang
mendesak. Bila dirinya adalah satu-satunya penopang hidup keluarga, risiko
terjadinya Post power syndrome yang berat semakin besar. Dukungan dan
pengertian dari orang-orang tercinta serta lingkungan terdekat, dalam hal ini
keluarga sangat membantu dan kematangan emosi sangat berpengaruh pada
terlewatinya Post power syndrome (Wardhani, 2006).
Konsekuensi negatif dan positif saat menjalani masa pensiun telah
banyak diteliti. Kim &Moen (2001) menemukan bahwa masa pensiun dapat
meningkatkan sense of well-being dari individu jika ia mempersepsinya
sebagai keluar dari keadaan yang menekan dari pekerjaannya. Tetapi di sisi
lain, pensiun juga dapat mengurangi tingkat kesejahteraan bagi individu
karena mereka kehilangan kelekatan yang mereka dapatkan dalam pekerjaan
mereka, kehilangan jaringan sosial dan identitas mereka. Kehilangan
pekerjaan, jabatan, fasilitas, penghargaan dan lingkungan pergaulan yang
Gambaran Post Power..., Singgih Agung Ribowo, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
sudah diakrabi selama bertahun-tahun dapat menjadi suatu pukulan berat bagi
individu yang memasuki masa pensiun. Fase akhir karir mereka akan menjadi
suatu tekanan yang sangat memukul dan menggoncang jika mereka tidak
memiliki kesiapan-kesiapan tertentu, baik secara materi ataupun kesiapan
psikologis (Sutarto & Ismulcokro, 2008).
Sehubungan dengan usia pensiun, terdapat sebuah penelitian yang
dilakukan Pedi (2014), yang menyebutkan bahwa sebanyak 44,4 lansia di
Desa Mapagan, Kelurahan Lerep, Kabupaten Semarang mempunyai post
power syndrome dalam kategori tinggi. Keluhan dan kondisi fisik yang sering
dialami yaitu sangat sering sakit, merasa diri tampak pucat dan sangat sering
merasa mudah lelah. Penelitian lain juga dilakukan oleh Yuli (2015),
menyebutkan bahwa setelah pensiun, lansia mengalami gejala-gejala post
power syndrome berupa gejala fisik dimana lansia mengalami perubahan pada
penglihatan, pendengaran serta sensorik motorik yang menurun setelah
pensiun. Gejala emosi, setelah pensiun lansia merasa sedih dan stress karena
tidak dapat berbuat apa-apa lagi serta tidak dapat mencari pekerjaan dan
menjadi mudah tersinggung.
Menurut Agustianto (2011), pensiun seringkali dianggap sebagai
kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba,
sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa
yang akan dihadapi kelak. Tidak semua orang bisa menghadapi masa pensiun.
Ketidaksiapan seseorang menghadapi pensiun disebabkan kekhawatiran
seseorang tidak dapat memenuhi kehidupan-kehidupan tertentu. Dengan
Gambaran Post Power..., Singgih Agung Ribowo, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
kekhawatiran tersebut membuat lansia memikirkan hal-hal negatif tentang
pensiun yang dialaminya, sehingga menyebabkan stres.
Hasil studi pendahuluan dengan melakukan wawancara pada 10 lansia
di Desa Tribuana, Kecamatan Punggelan, Banjarnegara didapatkan hasil
bahwa dalam keseharian lansia hanya menghabiskan waktu mereka dengan
bermain bersama cucu ataupun bercengkrama dengan tetangga. Lansia
sebenarnya merasa bosan dengan kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan.
Tidur dan membersihkan kamar adalah kegiatan yang sering lansia lakukan
apabila timbul rasa bosan. Masalah-masalah yang timbul dalam lingkungan
rumah membuat lansia menjadi cepat marah dan susah tidur. Menurut Yosep
(2009) menyatakan bahwa, keadaan yang dirasakan lansia tersebut merupakan
gejala awal timbulnya stres pada lansia. Berdasarkan latar belakang tersebut
penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran post power
syndrome pada lansia di Kecamatan Punggelan, Banjarnegara.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah yang peneliti lakukan adalah “Bagaimana gambaran
post power syndrome pada lansia di Kecamatan Punggelan, Banjarnegara
tahun 2017 ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran post power syndrome pada lansia di
Kecamatan Punggelan, Banjarnegara.
Gambaran Post Power..., Singgih Agung Ribowo, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran gejala fisik post power syndrome pada lansia di
Kecamatan Punggelan, Banjarnegara tahun 2017.
b. Mengetahui gambaran gejala psikis post power syndrome pada lansia
di Kecamatan Punggelan, Banjarnegara tahun 2017.
c. Mengetahui gambaran gejala perilaku post power syndrome pada
lansia di Kecamatan Punggelan, Banjarnegara tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Keperawatan
Dapat digunakan sebagai bahan masukan dan menambah informasi
tentang masalah fungsional dan mental khususnya stres yang sering
dihadapi oleh lansia sebagai akhibat dari post power syndrome, serta
sebagai acuan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan tingkat stres pada
lansia.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan pengalaman dan
wawasan dalam metodologi penelitian dan masalah-masalah pada lansia
khususnya sebagai akibat dari post power syndrome.
3. Bagi Lansia
Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi lansia dalam menambah
pengetahuan khususnya mengenai keadaan psikologis lansia yang
mengalami post power syndrome, sehingga dapat meningkatkan dan
Gambaran Post Power..., Singgih Agung Ribowo, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
menjaga status kesehatan dalam mengatasi akibat dari post power
syndrome, agar masa pensiunnya tidak diisi dengan sesuatu hal yang tidak
menyenangkan.
E. Penelitian Terkait
1. Penelitian Hamdan Rozak Alfarouk (2013) dengan judul post power
syndrome pada pensiunan pegawai negeri sipil (studi kasus dua pensiunan
guru MAN Pacitan). Hasil penelitian menunjukkan secara emosi
responden penelitian menjadi lebih temperamental, faktor-faktor post
power syndrome yang ada pada responden terlihat dari kehilangan jabatan,
kehilangan kontak sosial dengan rekan kerja, kehilangan kewibawaan dan
perasaan berarti, serta kehilangan sumber penghasilan.
Perbedaan penelitian Hamdan dengan penelitian ini adalah pada penelitian
Hamdan metode penelitian yang digunakan merupakan kualitatif,
sedangkan pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kuantitatif.
2. Penelitian Pedi Asareno Tiliano (2016) dengan judul hubungan Post
power syndrome dengan kecemasan lansia menghadapi masa pensiun di
Desa Mapagan, Kelurahan Lerep, Kabupaten Semarang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebanyak 44,4 lansia di Desa Mapagan, Kelurahan
Lerep, Kabupaten Semarang mempunyai post power syndrome dalam
kategori tinggi. Keluhan dan kondisi fisik yang sering dialami yaitu sangat
sering sakit, merasa diri tampak pucat dan sangat sering merasa mudah
lelah.
Gambaran Post Power..., Singgih Agung Ribowo, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
Perbedaan penelitian Pedi dengan penelitian ini adalah pada penelitian
Pedi meneliti hubungan power syndrome dengan kecemasan lansia,
sedangkan pada penelitian ini hanya meneliti gambaran post power
syndrome lansia.
3. Penelitian Yuli Handayani (2015) dengan judul post power syndrome pada
Pegawai Negeri Sipil yang mengalami masa pensiun. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa setelah pensiun, lansia mengalami gejala-gejala post
power syndrome berupa gejala fisik dimana lansia mengalami perubahan
pada penglihatan, pendengaran serta sensorik motorik yang menurun
setelah pensiun. Gejala emosi, setelah pensiun lansia merasa sedih dan
stress karena tidak dapat berbuat apa-apa lagi serta tidak dapat mencari
pekerjaan dan menjadi mudah tersinggung.
Perbedaan penelitian Yuli dengan penelitian ini adalah pada penelitian
Yuli metode penelitian yang digunakan merupakan kualitatif, sedangkan
pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kuantitatif.
Gambaran Post Power..., Singgih Agung Ribowo, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
Download