SIMULASI DAMPAK KEBIJAKAN PRODUKSI TERHADAP KETAHANAN PANGAN KEDELAI Oleh : Zakiah (Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah) ABSTRACT This paper study about production policy affect on soybean production in Indonesia. The study uses yearly data and simultan equation model is employed in this study.The result show that soybean price, corn price, fertilizer price and lag harvest area significant to soybean harvest area. Fertilizer price, technology ang lag productivity significant to soybean productivity. Production, impor, price impor, demand of soybean and lag soybean price significant to soybean price. Harvest area more respons to corn price and fertilizer price than farmer’s soybean price and lag harvest area. Farmer’s soybean price more respons to production, impor and demand of soybean. So impor may decrease soybean price ang in long run decrease national soybean production. Needed transfer teknologi, subsidi, distribution and good price to increase national soybean production. Keywords : Soybean, production policy,significant. PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan merupakan kebutuhan pertama yang harus diprioritaskan pemenuhannya. Ketidakcukupan pangan bisa berimplikasi pada instabilitas sosial dan politik. Meningkatnya harga komoditas pangan akan berdampak pada naiknya angka inflasi dan selanjutnya menaikkan suku bunga. Meningkatnya suku bunga tersebut akan berdampak pada lesunya sektor riil akibat menurunnya permintaan kredit untuk investasi. Lesunya sektor riil akan merusak sendi-sendi perekonomian negara seperti meningkatnya angka pengangguran dan meningkatnya angka kemiskinan yang mendorong merebaknya kriminalitas. Dengan demikian ancaman instabilitas sosial dan politik menjadi risiko yang harus diterima. Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini adalah permintaan terhadap pangan lebih cepat daripada penyediaannya. Permintaan yang meningkat cepat merupakan resultan dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat, dan perubahan selera. Sementara itu, kapasitas produksi nasional tumbuh lambat bahkan stagnan karena adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumber daya lahan dan air serta Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 stagnasi pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan kapasitas produksi nasional tersebut mengakibatkan penyediaan pangan nasional yang berasal dari impor cenderung meningkat. Ketergantungan terhadap pangan impor ini diterjemahkan sebagai ketidakmandirian dalam penyediaan pangan nasional (Saliem et al. 2003). Kebijakan pemerintah merupakan intervensi yang dilakukan pemerintah sebagai salah satu upaya untuk menjaga ketersedian pangan di tingkat nasional. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan input, kebijakan harga output, kebijakan pemasaran, kebijakan kredit, kebijakan mekanisasi, kebijakan landreform serta kebijakan perdagangan. Di sisi lain, lingkungan strategis eksternal berupa liberalisasi perdagangan secara langsung maupun tidak langsung diduga berpengaruh terhadap kinerja ketahanan pangan nasional. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar negara maju masih memberikan proteksi yang cukup tinggi pada sektor pertanian, sementara Indonesia sesuai kesepakatatan World Trade Organization (WTO) telah menerapkan kebijakan pada berbagai komoditas pertanian yang mengarah pada pasar bebas. Dalam hal demikian, isu libe- ralisasi perdagangan yang dirasakan oleh sebagaian besar negara berkembang termasuk Indonesia adalah masalah ketidakadilan pasar (unfair trade). Kedalai (Glicine max) adalah salah satu bahan baku komoditi industri yang memiliki kemampuan dayasaing. Namun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, saat ini kedelai masih harus diimpor. Kedelai telah membudaya di masyarakat Indonesia dalam ekonomi rumah tangga petani, konsumsi pangan, kebutuhan dan perdagangan pangan nasional. Menurut Departemen Kesehatan (2001), biji kedelai mengandung gizi tinggi, terutama proteinnya (+ 35-38%) yang mendekati protein susu sapi. Kedelai merupakan sumber protein nabati yang penting bagi masyarakat Indonesia. Selain sebagai sumber protein, kedelai juga merupakan sumber lemak, vitamin dan mineral yang yang penting bagi tubuh. Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar 10 persen berasal dari produk olahan kedelai (Siregar, M, 1999). Kedelai telah lama memegang peranan penting dalam berbagai aspek ekonomi di Indonesia. Hasil olahan kedelai yang diperlukan masyarakatpun relatif banyak, lebih murah dan mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Kedelai dikonsumsi melalui berbagai produk olahan yang sudah menjadi makanan khas penduduk Indonesia, seperti tempe, tahu, kecap, minyak makan, soygurt dan tauco. Saat ini sudah berkembang pula beberapa produk olahan kedelai lainnya seperti keripik tempe, susu kedelai dan kedelai goreng. Kebutuhan kedelai meningkat setiap tahun sejalan meningkatnya pertumbuhan penduduk, meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi perkapita kedelai serta pertumbuhan industri olahan kedelai. Selain itu 90 persen protein makanan ternak berasal dari kedelai (Tomich, 1992). Berdasarkan data BPS, konsumsi kedelai per kapita meningkat dari 8,13 kg pada 1998 menjadi 8,97 kg pada 2004 (Suryana, 2005). Disisi lain pada dasawarsa terakhir terjadi penurunan produksi kedelai. Sebenarnya produksi kedelai di Indonesia Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 pernah mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun setelah itu, produksi terus mengalami penurunan hingga 0,59 ton. Ini menunjukkan, dalam 10 tahun produksi kedelai merosot mencapai 0,68 persen. Sebaliknya, konsumsi kedelai cenderung meningkat sehingga impor kedelai juga mengalami peningkatan mencapai 1,307 juta ton pada tahun 2004 (mencapai lebih dua kali produksi nasional). Impor ini berdampak menghabiskan devisa negara sekitar Rp.3 triliun per tahun. Selain itu, impor bungkil kedelai telah mencapai 1,3 juta ton per tahun yang menghabiskan devisa negara sekitar Rp. 2 triliun per tahun (Atman, 2006) Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi dan pemenuhan kebutuhan kedelai sejak 1986. Namun sasaran produksi kedelai belum dapat tercapai karena berbagai kendala (Suryana, 2005). Selama tahun 1990 an, terdapat kecenderungan penurunan produksi kedelai yang disebabkan turunnya luas areal dan relatif stabilnya produktivitas kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih harus terus melakukan impor yang rata-rata sebesar 40% dari kebutuhan kedelai nasional. Jumlah impor terus meningkat dari tahun ke tahun. Karena itu pula sejak 1975 posisi Indonesia bergeser dari negara eksportir menjadi pengimpor kedelai (Amang, 1996). Hal ini disebabkan permintaan kedelai begitu cepat, sementara produksi berkembang lambat. (Handayani, dkk, 2007). Menurut Murkan (2006), saat ini rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahunnya + 2.000.000 ton. Produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi + 800.000 ton (+ 40%) dari kebutuhan dan selebihnya dipenuhi dari impor yang mencapai + 1.200.000 ton (+ 60%). Perhatian khusus harus terus diberikan pada kedelai sebagai tanggapan terhadap makin bergantungnya Indonesia pada kedelai impor, yang meningkat secara mencolok dalam 5 tahun terakhir disebabkan oleh adanya stagnasi produksi kedelai sementara konsumsi terus meningkat. Penelitian ini diharapkan dapat mempelajari dan menetapkan faktor-faktor penentu produksi dan permintaan kedelai, sehingga dapat menghasilkan suatu kebijakan sehubungan dengan peningkatan produksi kedelai untuk menyeimbangi kebutuhan akan kedelai yang semakin meningkat. Dengan demikian swasembada kedelai pun dapat segera tercapai. TINJAUAN PUSTAKA Fungsi Penawaran Fungsi penawaran kedelai di sini adalah merupakan fungsi penawaran kedelai yang diinginkan ( desired ), dalam hal ini diasumsikan penawaran kedelai merupakan fungsi dari : Pertama harga kedelai yang diharapkan, karena produksi pertanian diharapkan secara musiman dan memerlukan tenggang waktu antara menanam dengan panen, maka dalam menentukan harga dipergunakan harga yang diharapkan pada waktu yang akan dating, bukan harga yang berlaku pada saat ini. Suatu kenaikan harga dipasar tidak dapat egera dibaringi dengan kenaikan penawaran bila belum saatnya panen, sehingga keputusan dalam menetapkan jumlah produksi yang diusahakan tidak dipengaruhi oleh harga pasar pada saat saat itu, akan tetapididasarkan kepada ekkspektasi/perkiraan harga di masa yang akan dating. Kedua harga barang substitusi, yang dimaksud sebagai harga barang substitusi adalah adanya perubahan harga produk alternatif. Pengaruh perubahan harga produk alternative ini akan menyebabkan terjadinya perubahan jumlah penawaran kedelai apakah meningkat atau menurun, tergantung kepada harga dari produk pengganti tersebut. Dalam penelitian ini diambil harga jagung sebagai harga dari barang substitusi. Ketiga harga pupuk. Diantara input utama disektor pertanian, pupuk merupakan input yang sangat penting dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Besar kecilnya harga input ( pupuk ) juga akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah input yang dipakai, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat produksi. Secara matematis formulasinya adalah : QS t* = a0 + a1Pt* + a2 PSt + a3PPt……. 1 Penyesuaian : Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 QSt - QSt-1 = α (QSt*- QSt-1) 0 < α ≤ …… 2 QSt = αQSt* - αQSt-1 + QSt1............. 3 QSt = αQSt* + (1-α)QSt-1 ……….. 4 Dengan : QS t* = Penawaran kedelai yang erupakan proksi dari jumlah produksi yang diinginkan QSt = Penawaran kedelai tahun t (produksi + impor + stok tahun lalu) QSt-1 = Penawaran kedelai tahun sebelumnya Pt* = Harga kedelai yang diharapkan PSt = Hrga barang substitusi (jagung) PPt = Harga input (pupuk urea) α = koefisien penyesuaian Persamaan (2) mendalilkan bahwa perubahan sebenarnya dalam penawaran kedelai dalam suatu periode waktu tertentu t adalah suatu fraksi a dari perubahan yang diinginkan untuk periode itu. Jika a = 1, ini berarti bahwa penawaran kedelai yang sebenarnya sama dengan penawaran yang diharapkan. Tetapi, jika α = 0, ini berarti bahwa tidak ada perubahan apapun karena penawaran yang sebenarnya pada saat t sama seperti yang diamati dalam periode waktu sebelumnya. (Gujarati, 2003). Dengan mensubstitusikan persamaan (1) ke persamaan (4), maka diperoleh: QSt = αao + aa1Pt* + αa2PS1 + αa3PPt + (1 – α )QSt-1 ......... 5 QSt = γ0 + γ1Pt* + γ2PST + γ3ppt + γ4QSt-1 ....…… 6 Dimana : γ0 = αa0 ; γ1 = αa1 ; γ2 = αa2 ; γ3 = αa3 ; dan γ4 = (1 – α) Fungsi Permintaan Fungsi permintaan kedelai ditetapkan sebagai permintaan kedelai yang dinginkan, dan diasumsikan merupakan fungsi dari : pertama harga kedelai, merupakan harga kedelai yang berlaku dipasar. Berfluktuasinya harga kedelai dipasar akan berpengaruh pada permintaan terhadap kedelai itu sendiri, besar kcilnya respon perubahan harga ini tergantung dari elastisitas harga atau permintaan. Kedua harga barang substitusi. Harga barang substitusi dapat mempengaruhi permintaan, secara umum penurunan harga barang substitusi akan menurunkan permintaan terhadap kedelai. Ketiga pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat merupakan factor yang sangat penting didalam menentukan corak permintaan, naik turunnya pendapatan akan mengakibatkan perubahnya permintaan. Perubahan permintaan tersebut tergantung kepada jenis barangnya apakah barang inferior, barang esensial, barang normal atau barang mewah. Secara matematis formulasinya adalah : QDt* = b0 + b1Pt + b2PSt + b3Yt ………. 7 Penyesuaian : QDt – QDt -1 = (QDt* - QDt – 1) 0<≤1….8 QDt = QDt* - QDt-1 + QDt-1 …………… 9 QDt = QDt* + (1 - ) QDt-1 …………… 10 Dengan : QDt* = Permintaan kedelai yang diinginkan QDt = Permintaan kedelai tahun t QDt -1 = Permintaan kedelai tahun sebelumnya Pt = Harga kedelai Y = Pendapatan, yang diwakili oleh PDRB T = Trend waktu yang menggambarkan selera terhadap barang lain = Koefesien penyesuaian Dengan mensubstitusikan persamaan (7) ke persamaan (10), maka diperoleh : QDt = b0 + b1Pt + b2 PSt + b3 Yt + (1)QDt-1 …11 QDt = 0 + 1Pt + 2PSt + 3Yt + 4QDt-1 ………. 12 Dimana : 0 = b0 ; 1 = b1 ; 2 = b2 ; 3 = b3 ; dan 4 = (1-) Fungsi Stok Besarnya stok kedelai yang dimiliki oleh pemerintah diasumsikan merupakan fungsi dari : pertama harga kedelai, merupakan harga kedelai yang berlaku di pasar secara teori berfluktuasinya harga kedelai akan berdampak kepada berubahnya stok kedelai yang dimilki oleh Bulog, kenaikan dalam harga akan menyebabkan berkurangnya stok demikian juga sebaliknya. Kedua jumlah impor kedelai, besar kecilnya jumlah kedelai yang diimpor akan berdampak pada jum lah stok yang dimiliki pemerintah, makin besar jumlah impor dengan sendirinya stok akan meningkat.Ketiga jumlah penduduk, jumlah penduduk juga akan berpengaruh pada stok Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 yang dimiliki oleh Bulog. Formulasi matematisnya sebagai berikut : Kt* = c0 + c1Pt + c2Mt + c3Lt …………13 Penyesuaian : Kt – Kt-1 = (Kt*- Kt-1) ; 0 < ≤ 1 ..… 14 Kt = Kt* - Kt-1 + Kt-1 ………….15 Kt = Kt* +(1- )Kt-1 .. …….……….. 16 Dengan : Kt* = Stok kedelai yang diharapkan Kt = Stok kedelai tahun t Kt-1 = stok kedelai tahun sebelumnya Mt = Jumlah impor kedelai Lt = Jumlah penduduk Xt = variabel eksogen = Koefisien penyesuaian Dengan mensubstitusikan persamaan (13) ke persamaan (16), maka diperoleh : Kt = c0 + c1Pt + c2Mt + c3Lt + (1)Kt….. 17 Kt = 0 + 1Pt +2Mt + 3Lt + 4Kt-1 …… 18 Dimana : 0 = c0 ; 1 = c1 ; 2 = c2 ; 3 = c3 ; dan 4 = (1-). Keseimbangan pasar komoditi kedelai, diasumsikan tercapai apabila jumlah penawaran kedelai (produksi, impor dan stok tahun lalu) sama dengan jumlah permintaan kedelai. Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut : QSt = PRODt + Mt + Kt-1 …………….. 19 QSt = QDt ………………………….. 20 Untuk mendapatkan kondisi keseimbangan pasar kedelai, maka persamaan structural yang telah ditransformasikan yakni persamaan (5) dan (11), disubstitusikan ke persamaan (20), maka diperoleh : αa0 + αa1Pt* + αa2PSt + α αa2PSt + (1α)QSt-1 = b0 + b1Pt + b2PSt + b3Yt + (1)QDt-1 ……………………….…. 21 αa0 - b0 + αa1Pt* - b1Pt + αa2PSt - b2PSt + αa3PPt + (1- α)QSt-1 - b3Yt - (1-)QDt-1 = 0 .................... 22 Pt* = [(b0- αa0)+( b1)Pt + (b2 - αa2) PSt +(- αa3)PPt + (b3)Yt - (1- α)QSt-1 +(1)QDt-1…………………………. 23 Mekanisme Pasar Kedelai Fungsi harga ekspektasi rasional merupakan fungsi harga yang ditetapkan dari seluruh informasi dalam keseluruhan system sampai dengan tahun ke t-1, dan secara matematis dapat diformulasikan sebagian berikut : Pt* = E(Pt│Ωt-1)………………24 Asumsi lain mengenai harga ekspektasi rasional ini adalah bahwa individu tidak akan melakukan kesalahan berulang kali dalam melakukan ekspektasi. Sejalan dengan kedua asumsi tersebut di atas, maka diasumsikan bahwa : Dengan memasukan unsure asumsi pada persamaan (25) di atas ke persamaan (22) maka nilai ekspektasi harga yang rasional diperoleh sebagai berikut : (b0- αa0) (b2- αa2)(- αa3 )(b3) Pt*= ———— + ————PSt +——— —PPt + ————Yt (αa1 - b1) (αa1 - b1) (αa1 - b1) (αa1 - b1) (1 - ) (1 – α ) + ————QDt-1 - ————QSt .( 26) (αa1 - b1) (αa1 - b1) Persamaan (26) dapat disederhanakan menjadi : Pt* = λ0 + λ1PSt + λ2PPt + λ3Yt + λ4QDt-1 + λ5QSt-1 ………..…….………….….. 27 dimana : (b0- αa0) (b2- αa2) (αa3 ) (b3) (1 - ) λ0 = ———— ; λ1 = ———— ; λ2 = —— —— ; λ3= ———— ; λ4= - ———— ; (αa1 - b1) (αa1 - b1) (αa1 b1) (αa1 - b1) (αa1 - b1) (1 – α ) dan λ5 = - ———— (αa1 - b1) Setelah nilai dari harga ekspektasi diperoleh, maka seri data tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimisi persamaan structural yang sudah ditransformasikan yakni persamaan (6),(12),(18) dan persamaan (27). Untuk lebih memperjelas persamaan-persamaan mana yang merupakan persamaan structural dasar (basic structurals) dan mana yang termasuk persamaan struktur trasformasi (transformed structural), dituliskan kembali sebagai berikut : Model Struktural Dasar ( Basic Structural model ) QSt* = α o + α1Pt* + a2PSt + a3PSt (1) QSt - QSt-1 = α (QSt*- QSt-1) (2) Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 QDt* = b0 + b1Pt + b2PSt + b3Yt (7) QDt - QDt-1 = (QDt*- QDt-1) (8) Kt* = c0 + c1Pt + c2Mt +c3Lt Kt – Kt-1 = (13) (Kt* - Kt-1) (14) QSt = PRODt + Mt + Kt-1 (19) QSt = QDt (20) (Pt * = E(Pt │Ωt-1) (24) Model Struktur Tranformasi QSt = γ0 + γ1Pt* + γ2PSt + γ3PPt + γ4QSt-1 (6) QDt = 0 + 1Pt + 2PSt + 3Yt + 4Tt + 5QDt-1 (12) Kt = 0 + 1Pt + 2Mt + 3Lt + 4Kt-1 (18) * (Pt = λ0 + λ1PSt + λ2PPt + λ3Yt + λ4QDt-1 + λ5QSt-1 (27) Dimana: QSt = Penawaran kedelai tahun t (Produksi + Impor + stok tahun lalu) QDt = Permintaan kedelai Pt* = Harga Ekspektasi rasional Pt = Harga kedelai Kt = Stok kedelai PPt = Harga input (pupuk urea) PSt = Harga barang substitusi (jagung) Y = Pendapatan (PDRB) Penelitian ini juga melihat bagaimana keterpaduan harga di pasar kedelai baik tingkat petani, maupun pedagang. Harga kedelai ditingkat petani diduga dipengaruhi oleh peubah bedakala harga tersebut, jumlah penawaran kedelai, jumlah kedelai impor serta lag harga kedelai impor. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: PDt = f(QDt, PIt, QIt, PDt-1)..……….(28) Selanjutnya harga kedelai di tingkat pedagang yang dibeli oleh produsen di sektor agroindustri dipengaruhi oleh peubah bedakala harga tersebut, harga kedelai di tingkat petani, jumlah penawaran kedelai, serta harga kedelai impor. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: PRt = f(PIt , TTt , Pt-1) …………..(29) Dimana: PDt-1 = Harga kedelai di tingkat petani (Rp/kg) PRt = Harga kedelai di tingkat pedagang (Rp/kg) PIt = Harga kedelai impor (Rp/kg) QIt = Jumlah kedelai impor (kg) Instrumen Kebijakan. Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan, pemerintah sering melakukan intervensi dalam bentuk kebijakan harga input dan output, pemasaran dan perdagangan komoditas pertanian. Kebijakan harga terhadap komoditas pertanian umumnya bertujuan sebagai berikut: (i) meningkatkan harga domestik, pendapatan petani dan pemerataan pendapatan; (ii) menstabilkan harga dan mencukupi kebutuhan bahan baku agroindustri; (iii) meningkatkan swasembada sehingga mengurangi ketergantungan pada impor; (iv) menghemat devisa dan memperbaiki neraca pembayaran; dan (v) menjaga kestabilan politik; (vi) memperbaiki alokasi sumberdaya domestik sehingga dicapai pertumbuhan ekonomi secara efisien (lihat Tomek dan Robinson, 1972; Timmer, Falcon dan Pearson, 1983). Sejak Pelita I pemerintah menggunakan berbagai instrumen kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berbagai kebijakan mengalami perkembangan dan telah berdampak terhadap keragaan ekonomi berbagai komoditas pertanian. Untuk komoditas pangan seperti padi, jagung dan kedelai, instrumen kebijakan pemerintah yang menonjol adalah kebijakan harga dasar, stabilisasi harga dalam negeri dan perdagangan. Kebijakan harga dasar dimulai sejak tahun 1979/80 sampai akhir tahun 1991 dan setiap tahun ditetapkan melalui Inpres pada tanggal 1 Nopember kecuali untuk tahun 1991 yang ditetapkan sebulan lebih awal. Untuk menstabilkan harga kedelai di dalam negeri, pada awal tahun delapan puluhan BULOG melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran kedelai. Tujuannya adalah untuk menjamin ketersediaan kedelai bagi pengrajin tahu/tempe terutama bagi anggota KOPTI. Pengadaan dalam negeri hanya Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 berlangsung selam 3 tahun (1979/801982/83) dan jumlahnya sangat kecil atau kurang dari 1% dari produksi dalam negeri. Sebaliknya pengadaan melalui impor berlangsung tiap tahun dengan jumlah yang cukup besar. Pengadaan melalui impor meningkat hingga mencapai 1.1 juta ton pada tahun 1984, tetapi kemudian menurun drastis pada tahun berikutnya dan meningkat lagi sampai mancapai 490,9 ton pada tahun 1991. Sementara itu stok kedelai meningkat terus dari tahun ketahun. Sebenarnya KOPTI diwajibkan untuk membeli kedelai lokal sekitar 20% dari kedelai yang didistribusikan oleh BULOG (Irawan dan Purwoto, 1989) tapi pada kenyataannya hal itu tidak berjalan dengan baik. Alasannya adalah karena harga kedelai impor lebih murah dari kedelai lokal. METODE PENELITIAN Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder deret waktu (time series) selama periode tahun 1990 – 2009. Sumber data didapatkan dari Badan Pusat Statistik, Dinas Tanaman Pangan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan instansi-instansi lainnya serta publikasi atau laporan-laporan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Model Analisis Dalam tujuan telah dirinci bahwa penelitian ini menekankan pada masalah permintaan kedelai dan penawaran kedelai yang didekati dengan melihat luas areal dan produktivitas kedelai, serta mekanisme pasar kedelai baik dengan melihat harga di tingkat petani, maupun di tingkat pedagang. Dari tinjauan pustaka yang ada, berikut ini dirumuskan suatu model ekonometrika dengan persamaan simultan yang diharapkan dapat menangkap permasalahan dan tujuan penelitian. Model structural transformasi dari penawaran dan permintaan kedelai tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Penawaran Kedelai a. Luas panen kedelai LPt = a0 + a1 PDt + a2 LPUt + a3 PJ + a4 LPt-1 + u1....................................1) b. Produktivitas Kedelai YDt = b0 + b1 PUt + b2 LPDt + b3 TTt + b4 YDt-1 + u2 ..............................2) c. Produksi kedelai QKt = LPt x YDt ...............................……3) SDt = QKt + STt-1 + QIt............. 4) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: a1, b2 b3 > 0 ; a2, a3 , b1 , < 0 dan 0 < a4 , b4 < 1 2. Permintaan Kedelai Industri DTMt = c0 + c1 PTMt + c2 ITMt + c3 PI/PRt + c4 LDDt-1 + u3 .....................5) Tanda Parameter dugaan yang diharapkan: c1, c2, > 0 ; c3 < 0 ; 0 > c4> 1 3. Mekanisme Harga Kedelai Harga kedelai di tingkat petani PDt = g0 + g1 SDt + g2 QIt + g3 PIt + g4 PDt-1 + u7..................9) Harga kedelai di tingkat pedagang PRt = h0 + h1 PIt + h2 TTt + h3 PRt-1 + u8 ....................10) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: h1, g3 > 0 ; g1, g2 < 0 dan 0 < g4, h3 < 1 Harga kedelai impor PIt = i0 + i1 PITt + i2 DBt + i3 TIt + i4 PIt-1 + u9….....….12) Tanda parameter dugaan yang diharapkan 4. Volume impor kedelai QIt = j0 + j1 PIt + j2 QSt + j3 TIt + j4 ERt + j5 QKMt-1 + u6…..........….13) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: J1, j2, j3, j4 < 0 dan 0 < j5 < 1 5. Market Cliring SDt = DDt.................................15) Keterangan: LPt = Luas panen kedelai di Indonesia (Ha) PDt = Harga kedelai tingkat produsen di Indonesia (Rp/kg) PJt = Harga jagung (Rp/kg) PUt = Harga urea (Rp/kg) STt-1 = Stock kedelai tahun lalu (Ton) LPt-1 = Peubah bedakala luas panen kedelai YDt = Produktivitas kedelai (Ton/Ha) TTt = Tingkat teknologi (Skor) YDt-1 = Peubah bedakala produktivitas kedelai QKt = Produksi kedelai di (Ton) Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 DTMt = Permintaan kedelai pada industri tempe (Ton) DTMt-1 = Peubah bedakala permintaan kedelai industri tempe (Ton) DBt = Dummy Monopoli Bulog (Ada monopoli Bulog =1, tidak ada monopoli Bulog = 0) PDt-1 = Peubah bedakala harga kedelai tingkat produsen PRt = Harga kedelai tingkat pedagang (Rp/Kg) PRt-1 = Peubah bedakala harga kedelai tingkat pedagang (Rp/Kg) PIt = Harga kedelai impor (US $/ton) PIt-1 = Peubah bedakala harga kedelai impor (US $/ton) ERt = Nilai tukar rupiah (Rp/US $) TIt = Tarif Impor kedelai (%) QIt = Volume kedelai impor (ton) QIt-1 = Peubah bedakala volume kedelai impor (ton) ITMt = Jumlah industri tempe (unit) PTMt = Harga tempe (Rp/kg) Metode Penduga[an Model Metode pendugaan parameter yang digunakan adalah metode Two Stage Least Square (2 SLS), dengan memanfaatkan program komputer SAS/ETS (Statistical Analysis System/Econometric Time Series). Untuk menguji apakah peubahpeubah penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen, maka masing-masing persamaan digunakan uji statistik F. Kemudian untuk menguji apakah masingmasing peubah penjelas secara individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik t. Analisis Simulasi Untuk melihat pengaruh perubahan dampak kebijakan dan factor ekonomi terhadap keragaan kedelai dalam penelitian digunakan simulasi. Adapun simulasisimulasi yang diakan diuji adalah: 1. Kenaikan harga pupuk urea 20 persen 2. Kenaikan harga kedelai di petani 20 persen 3. Kombinasi antara peningkatan harga kedelai 20 persen dan penurunan harga pupuk 20 persen. beberapa variable yang secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap peubah endogen pada 0,05 persen. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa semua parameter dalam model sesuai dengan harapan berdasarkan teori dan logika ekonomi. Namun berdasarkan nilai t cari ada 1. Luas Panen Kedelai Koefisien determinasi untuk persamaan ini adalah 76,61 persen. Ini menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model menjelaskan luas panen kedelai sebesar 76,61 persen (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan luas Panen Kedelai di Indonesia Peubah Nilai Parameter P-value Elastisitas jangka Elastisitas jangka dugaan pendek panjang Konstanta 0.14445E+07 PD t ( Harga kedelai di 206.07 0.000 0.4967 0.75 tingkat petani ) LPU t (Harga pupuk urea -434.46 0.005 -0.6986 1.06 tahun sebelumnya) PJ t (Harga jagung) -647.05 0.001 -0.7988 1.21 LPL t (Luas panen kedelai 0.33852 0.024 tahun sebelumnya ) R-SQUARE = 0.7661 R-SQUARE ADJUSTED = 0.6726 Hasil pendugaan persamaan luas panen kedelai menunjukkan bahwa luas panen kedelai secara nyata dipengaruhi oleh harga kedelai, harga pupuk urea tahun sebelumnya, harga jagung sebagai komoditi alternatif pada taraf nyata 0,01 persen. Variabel harga kedelai dan lag luas panen kedelai berkorelasi positif dengan luas panen kedelai, sedangkan variabel harga pupuk dan harga jagung berkorelasi negatif. Ini menunjukkan luas panen kedelai akan meningkat jika harga kedelai di tingkat petani meningkat. Untuk itu perlu perhatian dari pemerintah untuk mengupayakan harga kedelai yang menguntungkan bagi petani. Sebaliknya luas panen kedelai akan menurun jika harga pupuk urea sebagai salah satu input dalam proses produksi meningkat. Begitu pula dengan harga jagung. Jika harga jagung meningkat, maka luas panen kedelai akan berkurang disebabkan petani lebih tertarik untuk menanam jagung, Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 0.3230 0.49 daripada kedelai. Dari nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang variabel harga pupuk dan harga jagung, menunjukkan bahwa respons luas panen kedelai terhadap harga pupuk tahun sebelumnya dan harga jagung relatif tinggi (elastis). Sementara respons luas panen terhadap harga kedelai dan luas panen kedelai sebelumnya relatif kecil (inelastis). Hal ini disebabkan perubahan harga kedelai di tingkat petani selama ini relatif kecil, sehingga tidak berpengaruh besar terhadap luas panen kedelai. 2. Produktivitas Kedelai Hasil pendugaan menunjukkan koefisien determinasi 95,39 persen. Ini menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model mampu menjelaskan produktivitas sebesar 95,39 persen (Tabel 2). Tabel 2. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Kedelai di Indonesia Peubah Konstanta LPD t ( Harga kedelai tahun sebelumnya) PU t (Harga pupuk urea) TTt (Teknologi) LYD t (Produktivitas tahun sebelumnya ) R-SQUARE = 0.9539 Nilai Parameter dugaan 11.331 0.74261E-04 P-value Elastisitas jangka pendek Elastisitas jangka panjang 0.011 -0.0507 -0.38569E-03 0.077 0.0093 0.01 0.15381 0.000 0.0999 0.10 0.23296E-01 0.094 0.0216 -0.05 0.02 R-SQUARE ADJUSTED = 0.9354 Hasil pendugaan persamaan produktivitas kedelai menunjukkan bahwa produktitas kedelai secara nyata dipengaruhi oleh lag harga kedelai, harga pupuk, teknologi dan produktivitas tahun sebelumnya. Variabel harga kedelai, teknologi dan lag produktivitas kedelai berkorelasi positif dengan produktivitas kedelai, sedangkan variabel harga pupuk berkorelasi negatif. Ini menunjukkan produktivitas kedelai akan meningkat jika harga kedelai di tingkat petani meningkat dan tingkat teknologi yang tinggi. Untuk itu perlu perhatian dari pemerintah untuk mengupayakan harga kedelai yang menguntungkan bagi petani serta teknologi yang menunjang produktivitas kedelai seperti penggunaan benih unggul dan pola tanam yang baik. Sebaliknya produktivitas kedelai akan menurun jika harga pupuk urea sebagai salah satu input dalam proses produksi meningkat. Namun dari nilai elastisitas, baik elastisitas jangka pendek maupun elastisitas jangka panjang menunjukkan bahwa produktivitas kedelai tidak respons terhadap semua peubah penjelas yang dimasukkan dalam model. Karena itu untuk meningkatkan produktivitas kedelai perlu adanya upaya-upaya intensifikasi, seperti penggunaan benih unggul disertai dengan bantuan-bantuan seperti subsidi atau pinjaman lunak. 3. Permintaan Kedelai Permintaan kedelai dalam project ini hanya dilihat dari permintaan kedelai pada industry tempe, sebagai industry terbesar penggunaan kedelai di Indonesia. Keterbatasan data menyebabkan penulis belum dapat mengkaji permintaan kedelai pada industry tahu, kecap dan keperluan untuk benih. Adapun hasil regresi permintaan kedelai pada industry tempe itu dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Kedelai pada Industri Tempe Peubah Nilai Parameter P-value Elastisitas Elastisitas jangka dugaan jangka panjang pendek Konstanta 0.24469E+06 PTM (harga tempe) 0.21170 0.920 -0.0007 -0.002 ID (jumlah industry) 2190.2 0.009 0.4796 1.62 RIR(rasio harga impor dg harga tgkt petani -0.71821E+06 0.230 -0.3288 -1.11 LDD (lag permintaan) R-SQUARE = 0.9487 0.79548 0.000 2.38 R-SQUARE ADJUSTED = 0.9281 Hasil dugaan parameter menunjukkan bahwa jumlah industri dan lag permintaan Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 2.38 kedelai untuk tempe berpengaruh nyata pada taraf nyata 0.01 persen. Permintaan kedelai untuk industry tempe cenderung lebih respon terhadap perubahan jumlah industri tempe rasio harga impor terhadap harga pedagang. Setiap peningkatan industry tempe 1 persen, maka permintaan kedelai akan meningkat 1.62 persen, sedangkan setiap peningkatan rasio harga impor terhadap harga pedagang menyebabkan permintaan kedelai pada industry tempe berkurang, 1.11 persen. sebelumnya berkorelasi positif dengan harga kedelai di tingkat petani sedangkan variabel jumlah produksi kedelai dan jumlah kedelai impor berkorelasi negatif. Ini menunjukkan harga kedelai di tingkat petani akan menurun jika jumlah kedelai impor meningkat. Karena itu perlu adanya upaya untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri tanpa harus mengimpor kedelai dari luar negeri. Impor akan menurunkan harga kedelai di tingkat petani, dan ini menyebabkan gairah petani untuk menanam kedelai menurun disebabkan petani tidak mendapatkan keuntungan dari usahataninya. Dari dua persamaan luas panen dan produktivitas yang telah dibahas sebelumnya menunjukkan bahwa harga kedelai berpengaruh positif terhadap dua peubah endogen tersebut. Ini menunjukkan jika harga kedelai rendah maka luas panen dan produktivitas kedelai juga akan menurun. 4. Mekanisme Harga Kedelai Hasil estimasi persamaan harga kedelai menunjukkan koefisien determinasi untuk persamaan ini adalah 98.37 persen. Ini menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model menjelaskan harga kedelai sebesar 98.37 persen (Tabel 4). Hasil dugaan juga menunjukkan bahwa harga kedelai secara nyata dipengaruhi oleh harga kedelai impor, dan harga kedelai tahun sebelumnya. Variabel harga kedelai impor, dummy Bulog, harga kedelai tahun Tabel 4. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Kedelai Peubah Nilai Parameter dugaan Harga kedelai di tkgt petani Konstanta 1445.6 QD (produksi kedelai) -0.83409E-04 QI (jumlah impor) -0.34044E-03 DB (dummy bulog) 224.39 PI (harga impor) 0.85060 LPD (lag harga petani) 0.22073 R-SQUARE = 0.9837 P-value 0.060 0.376 0.376 0.501 0.000 0.014 Elastisitas jangka pendek -0.4190 -0.1764 0.7132 0.0216 0.1640 Elastisitas jangka panjang -0.50 -0.21 0.85 0.03 0.20 R-SQUARE ADJUSTED = 0.9747 Harga kedelai di tkgt pedagang Konstanta 208.02 PD (harga petani) 0.98683 0.000 0.8728 RDI (rasio permintaan -0.40924E-01 0.060 -0.0454 dan harga impor) LPR (lag harga pedagang) 0.11288 0.000 0.0840 R-SQUARE = 0.9994 R-SQUARE ADJUSTED = 0.9992 Hasil pendugaan parameter menunjukkan bahwa harga kedelai di tingkat petani akan meningkat dengan adanya kebijakan Bulog (yang dalam project ini dilihat dengan memberikan Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 0.95 0.05 0.09 dummy). Ini menunjukkan bahwa dengan dihapusnya kewenangan BULOG mengatur harga dan impor kedelai, harga kedelai di tingkat petani menurun, yang akhirnya akan menyebabkan kelesuan petani untuk memenuhi permintaan kedelai terutama menanam kedelai. untuk keperluan industry. Hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi 4. Impor Kedelai Sampai saat ini Indonesia masih permintaan kedelai di Indonesia dapat harus melalukan impor kedelai untuk dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Kedelai Peubah Nilai Parameter dugaan P-value Elastisitas jangka pendek Intercept 0.12232E+07 QD (produksi) -0.29852E-01 0.288 -0.2895 LPI (lag harga impor) 14.936 0.645 0.0177 TI (tariff impor) -0.17898E+06 0.393 -0.0333 LQI (lag jlh impor) 0.18318 0.385 0.1674 R-SQUARE = 0.5740 R-SQUARE ADJUSTED = 0.4037 Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah produksi dan rasio tariff impor terhadap harga impor, akan menyebabkan impor kedelai di Indonesia menurun. Ini menunjukkan bahwa perlu adanya kebijakan untuk meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga impor akan menurun. Selain itu kebijakan tarif impor dengan adanya AFTA perlu diregulasi kembali, sehingga harga barang impor tidak lebih rendah dari harga di dalam negeri, karena hal ini dapat menyebabkan produksi kedelai dalam negeri semakin tidak bersemangat. Elastisitas jangka panjang -0.35 0.02 -0.04 0.20 5. Dampak Simulasi Kebijakan Peningkatan Harga Pupuk 20 persen Pupuk merupakan salah satu input penting bagi petani dalam menanm kedelai. Selama ini harga pupuk terus menunjukkan peningkatan, bahkan kadang-kadang hilang dari pasaran. Karena itu penulis mencoba membuat simulasi dengan menaikkan harga pupuk 20 persen. Hasil simulasi kenaikan harga pupuk 20 persen dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6. Dampak Peningkatan Harga Pupuk 20 Persen Nilai Awal Variabel YD (produktivitas ton/Ha) LP (luas panen Ha) QD (produksi Ton) DD (permintaan kedelai Ton) PD (harga petani Rp/kg) PR (harga pedagang Rp/kg) QI (jumlah Impor Ton) 12.3336 915538 11138704 1573998 1717.2 1972.7 1035822 Dari table di atas dapat dilihat bahwa peningkatan harga pupuk akan mengakibatkan menurunnya produktivitas, Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 Nilai Simulai 12.1804 885696 1064907 1618281 1660.4 1901.8 1075542 Nilai Perubahan % Unit -1.24 -0.1532 -3.25 -29842 -90.43 -10073797 2.81 44283 -3.30 -56.8 -3.59 -70.9 3.83 39720 luas panen, produksi kedelai nasional , harga di tingkat pedagang dan produsen, disebabkan pupuk merupakan variable yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas dan luas panen petani. Selain itu peningkatan harga pupuk akan berakibat pada meningkatnya jumlah impor kedelai sebesar 3.83 persen, disebabkan kebutuhan dalam negeri tidak tercukupi dari produksi nasional. Permintaan kedelai juga meningkat disebabkan harga kedelai impor yang masih relative murah, terutama disebabkan adanya pembebasan bea impor sejak tahun 1998. 6. Dampak Simulasi Kebijakan Kenaikan Harga kedelai 20 Persen Peningkatan harga kedelai merupakan salah satu kebijakan produksi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah untuk merangsang petani meningkatkan produksinya. Hasil simulasi kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 7. Dampak Peningkatan Harga kedelai 20 Persen Nilai Awal Variabel YD (produktivitas ton/Ha) LP (luas panen Ha) QD (produksi Ton) DD (permintaan kedelai Ton) PD (harga petani Rp/kg) PR (harga pedagang Rp/kg) QI (jumlah Impor Ton) 12.3336 915538 11138704 1573998 1717.2 1972.7 1035822 Dari hasil simulasi pada table diatas dapat dilihat bahwa ternyata jika simulasi dilakukan secara tunggal, maka kebijakan peningkatan harga kedelai 20 persen masih belum mampu meningkatkan produksi kedelai nasional, disebabkan produktivitas dan luas panen juga masih mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan kebijakan tunggal dengan peningkatan harga output belum cukup ampuh untuk mendorong produksi kedelai nasional. 7. Dampak Simulasi Kebijakan Penurunan Harga Pupuk 20 persen dan peningkatan Harga Kedelai 20 Persen Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 Nilai Simulai 12.2973 88451 10727282 1626006 2067 1896 1073207 Nilai Perubahan % unit -0.29 -0.0363 -90.34 -827087 -3.69 -411422 3.30 52008 20.37 349.8 -3.89 -76.7 3.61 37385 Kombinasi kebijakan penurunan harga pupuk dan peningkatan harga kedelai, ternyata juga belum mampu meningkatkan produksi kedelai nasional. Ini disebabkan kombinasi kebijakan ini hanya mampu meningkatkan produktivitas, sedangkan luas panen kedelai tetap menurun. Ini menunjukkan harga kedelai bukan merupakan factor utama dalam keputusan petani menanam kedelai. Petani banyak yang menganti komoditinya dengan tanaman lain yang harganya lebih tinggi dari kedelai. Selain itu perlu peran pemerintah untuk meningkatkan luas panen kedelai dengan ekstensifikasi. Dengan demikian penurunan luas panen kedelai dapat tergantikan. Tabel 8. Dampak Penurunan Harga Pupuk 20 persen dan peningkatan Harga Kedelai 20 Persen Nilai Awal Variabel YD (produktivitas ton/Ha) LP (luas panen Ha) QD (produksi Ton) DD (permintaan kedelai Ton) PD (harga petani Rp/kg) PR (harga pedagang Rp/kg) QI (jumlah Impor Ton) Nilai Simulai Nilai Perubahan unit 0.65 0.0806 -3.52 -32199 -2.99 -333461 3.30 52008 20.41 350.5 -4.17 -82.2 3.38 35058 % 12.3336 915538 11138704 1573998 1717.2 1972.7 1035822 Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 12.4142 883339 10805243 1626006 2067.7 1890.5 1070880 Dengan demikian dapat dikatakan untuk mendorong produksi kedelai nasional, harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan luas panen dan produktivitas, baik melalui pembukaan lahan-lahan baru, subsidi, penggunaan teknologi yang mendukung peningkatan hasil produksi, mengupayakan harga kedelai yang menarik bagi petani, serta saluran pemasaran yang menjamin hasil produksi dari petani laku terjual dengan harga yang menguntungkan. Tarif impor yang semakin menurun karena adanya perjanjian AFTA menyebabkan kedelai impor sangat mudah untuk masuk ke Indonesia, juga perlu ditinjau kembali, karena dengan semakin banyak kedelai impor, akan menyebabkan produksi kedelai nasional semakin menurun. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Harga pupuk, lag harga kedelai, dan teknologi berpengaruh nyata terhadap produktivitas, namun pengaruh ketiga factor tersebut tidak elastis terhadap produktivitas. Sedangkan harga kedelai, lag harga pupuk, harga jagung dan lag luas panen kedelai berpengaruh nyata terhadap luas panen kedelai nasional. Lag harga pupuk dan harga jagung sangat elastic terhadap perubahan luas panen, dibanding harga kedelai dan lag luas panen. 2. Jumlah produksi, harga impor dan lag harga kedelai berpengaruh nyata terhadap harga kedelai di tingkat petani. Adanya kebijakan monopoli Bulog relative lebih elastic terhadap perubahan harga kedelai di tingkat petani. Sedangkan harga petani, rasio permintaan dan harga impor berpengaruh nyata terhadap harga di tingkat pedagang. 3. Jumlah industry dan lag permintaan kedelai berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai untuk tempe. Jumlah industry dan rasio perubahan harga impor terhadap harga petani relative lebih elastic terhadap perubahan permintaan kedelai pada industry tempe. 4. Kebijakan peningkatan harga output disertai penurunan harga input belum mampu mendorong peningkatan produksi Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 kedelai nasional, sementara itu jumlah kedelai impor semakin meningkat. Saran 1. Upaya peningkatan produksi kedelai perlu terus dilakukan, tidak hanya dengan kebijakan produksi seperti peningkatan harga output dan subsidi pupuk, tetapi juga dengan bantuan modal, dan benih unggul bagi petani, serta transfer teknologi. Pemerintah juga perlu mengatur saluran tatanianga dengan pola kemitraan yang menjamin dan memudahkan kedelai hasil produksi petani terjual dengan harga yang menguntungkan. 2. Upaya peningkatan harga kedelai local dapat dilakukan dengan membatasi jumlah kedelai impor. Kebijakan impor pun perlu diregulasi kembali, karena kebijakan pembebasan tariff impor sejak tahun 1998 sangat merugikan bagi petani kedelai local. yang menyebabkan harga kedelai local lebih rendah dari harga kedelai impor. DAFTAR PUSTAKA Amang, B. dan M.H. Sawit (1996). Ekonomi Kedelai: Rangkuman. Dalam: Amang, B., M.H. Sawit, dan A. Rachman (eds). Ekonomi Kedelai di Indonesia. IPB Press. Ariani, M. 2005. Penawaran dan permintaan kacang-kacangan dan umbi-umbian di Indonesia. Jurnal SOCA 5(1): 48-56. Boediono, 1983. Ekonomi Internasional. BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yokyakarta. Handayani D, Tajuddin B, Jono M dan Slamet B, 2007. Simulasi Kebijakan Daya Saing Kedelai Lokal pada Pasar Domestik. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol. 19(1), 7-15. Handerson, J. M and R.E. Quandt. 1980. Microeconomic Theory. Mathematical Approach, 3th Ed. Mc.Graw Hill. Kogakusha Ltd. Tokyo. Lindert, P. H and C. P. Kindleberger. 1983. International Economics. 7 th edition. Terjemahan. p18-26. Penerbit Erlangga. Jakarta. Lipsey, R. G. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid Satu Edisi Sepuluh. Binarupa Aksara, Jakarta. Nicholson, Walter, 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi kedelapan, Erlangga, Jakarta Oktaviani, Rina, 2002. Impor kedelai: Dampaknya terhadap Stabilitas Harga dan permintaan Kedelai Dalam Negeri. Paper dalam Seminar Dialog Kebijakan Perkedelaian Nasional: Prospek dan tantangannya, diselenggarakan oleh HKTI. Pressman. S. 1999. Fifty Major Economist. Terjemahan: Lima Puluh Pemikir Ekonomi Dunia. PT. Raja-grafindo Persada. Jakarta. Pyindyck, R and D. Rubinfeld. 1991. Econometric Model, and Economic Forecasting. 3rd Edition. Mc Graw Hill International Edition, Singapura. Rachman, Handewi, P.S, Sri Hastuti Suhartini dan G.S. Hardono. 2008. Dampak Liberasi sasi Perdagangan terhadap Kinerja Ketahanan Pangan Nasional. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian Vol.1. No.1: 47-55. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jakarta. Siregar, M. 1999. Metode Alternatif Penentuan Tingkat Hasil dan Harga Kompetitif: Kasus Kedelai. Jurnal Forum Agro Ekonomi (FAE). Vol 17 No. 1: 66-73. Siregar, M., 2003. Kebijakan Perdagangan dan Daya saing Komoditas Kedelai, PSE Balitbang Pertanian, Deptan RI, Bogor. Sudaryanto, T. dan D. K. S. Swastika, 2007. Ekonomi Kedelai di Indonesia. Forum Agro Ekonomi (FAE) 12 (3) : 1-27. Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 Sukirno. 2000. Pengantar Teori Mikroekonomi. Edisi kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Supadi, 2009. Dampak Impor Berkelanjutan Terhadap Ketahanan Pangan. Jurnal. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 7 No 1 : 87-102 Yusdja, Yusmichad. 2004. Tinjauan Teori Perdagangan Internasional dan Keunggulan Kooperatif. Jurnal Jurnal Forum Agro Ekonomi (FAE) 22(2): 126141. Zakiah dan T makmur (2010). Rancangan Model Supply-Demand Kedelai di Provinsi Aceh. Jurnal Agrisep. Vol (II) No 1 : 47-57. Zakiah (2010). Elastisitas Produksi dan Permintaan Kedelai di Indonesia. Jurnal Agrisep. Vol. 11 No.2 : 53-61.