Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011 - E

advertisement
SIMULASI DAMPAK KEBIJAKAN PRODUKSI TERHADAP KETAHANAN PANGAN
KEDELAI
Oleh : Zakiah
(Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unsyiah)
ABSTRACT
This paper study about production policy affect on soybean production in Indonesia. The
study uses yearly data and simultan equation model is employed in this study.The result show
that soybean price, corn price, fertilizer price and lag harvest area significant to soybean
harvest area. Fertilizer price, technology ang lag productivity significant to soybean
productivity. Production, impor, price impor, demand of soybean and lag soybean price
significant to soybean price. Harvest area more respons to corn price and fertilizer price than
farmer’s soybean price and lag harvest area. Farmer’s soybean price more respons to
production, impor and demand of soybean. So impor may decrease soybean price ang in long
run decrease national soybean production. Needed transfer teknologi, subsidi, distribution and
good price to increase national soybean production.
Keywords : Soybean, production policy,significant.
PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan dasar
manusia dan merupakan kebutuhan pertama
yang harus diprioritaskan pemenuhannya.
Ketidakcukupan pangan bisa berimplikasi
pada instabilitas sosial dan politik.
Meningkatnya harga komoditas pangan
akan berdampak pada naiknya angka inflasi
dan selanjutnya menaikkan suku bunga.
Meningkatnya suku bunga tersebut akan
berdampak pada lesunya sektor riil akibat
menurunnya permintaan kredit untuk
investasi. Lesunya sektor riil akan merusak
sendi-sendi perekonomian negara seperti
meningkatnya angka pengangguran dan
meningkatnya angka kemiskinan yang
mendorong
merebaknya
kriminalitas.
Dengan demikian ancaman instabilitas
sosial dan politik menjadi risiko yang harus
diterima.
Permasalahan
utama
dalam
mewujudkan
ketahanan
pangan
di
Indonesia saat ini adalah permintaan
terhadap pangan lebih cepat daripada
penyediaannya. Permintaan yang meningkat
cepat merupakan resultan dari peningkatan
jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi,
peningkatan daya beli masyarakat, dan
perubahan selera. Sementara itu, kapasitas
produksi nasional tumbuh lambat bahkan
stagnan karena adanya kompetisi dalam
pemanfaatan sumber daya lahan dan air serta
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
stagnasi pertumbuhan produktivitas lahan dan
tenaga kerja pertanian.
Ketidakseimbangan pertumbuhan
permintaan dan kapasitas produksi nasional
tersebut mengakibatkan penyediaan pangan
nasional yang berasal dari impor cenderung
meningkat. Ketergantungan terhadap pangan
impor ini diterjemahkan sebagai ketidakmandirian dalam penyediaan pangan
nasional (Saliem et al. 2003).
Kebijakan pemerintah merupakan
intervensi yang dilakukan pemerintah
sebagai salah satu upaya untuk menjaga
ketersedian pangan di tingkat nasional.
Kebijakan-kebijakan tersebut dapat berupa
kebijakan input, kebijakan harga output,
kebijakan pemasaran, kebijakan kredit,
kebijakan mekanisasi, kebijakan landreform
serta kebijakan perdagangan.
Di sisi lain, lingkungan strategis eksternal berupa liberalisasi perdagangan
secara langsung maupun tidak langsung
diduga berpengaruh terhadap kinerja
ketahanan pangan nasional. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar
negara maju masih memberikan proteksi
yang cukup tinggi pada sektor pertanian,
sementara Indonesia sesuai kesepakatatan
World Trade Organization (WTO) telah
menerapkan kebijakan pada berbagai
komoditas pertanian yang mengarah pada
pasar bebas. Dalam hal demikian, isu libe-
ralisasi perdagangan yang dirasakan oleh
sebagaian besar negara berkembang termasuk Indonesia adalah masalah ketidakadilan pasar (unfair trade).
Kedalai (Glicine max) adalah salah
satu bahan baku komoditi industri yang
memiliki kemampuan dayasaing. Namun
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,
saat ini kedelai masih harus diimpor.
Kedelai telah membudaya di masyarakat
Indonesia dalam ekonomi rumah tangga
petani, konsumsi pangan, kebutuhan dan
perdagangan pangan nasional. Menurut
Departemen Kesehatan (2001), biji kedelai
mengandung
gizi
tinggi,
terutama
proteinnya (+ 35-38%) yang mendekati
protein susu sapi. Kedelai merupakan
sumber protein nabati yang penting bagi
masyarakat Indonesia. Selain sebagai
sumber protein, kedelai juga merupakan
sumber lemak, vitamin dan mineral yang
yang penting bagi tubuh. Dari seluruh
protein yang dibutuhkan oleh tubuh
manusia, sekitar 10 persen berasal dari
produk olahan kedelai (Siregar, M, 1999).
Kedelai telah lama memegang peranan
penting dalam berbagai aspek ekonomi
di Indonesia. Hasil olahan kedelai yang
diperlukan masyarakatpun relatif banyak,
lebih murah dan mudah dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat.
Kedelai
dikonsumsi
melalui
berbagai produk olahan yang sudah menjadi
makanan khas penduduk Indonesia, seperti
tempe, tahu, kecap, minyak makan, soygurt
dan tauco. Saat ini sudah berkembang pula
beberapa produk olahan kedelai lainnya
seperti keripik tempe, susu kedelai dan
kedelai goreng.
Kebutuhan kedelai meningkat
setiap
tahun
sejalan
meningkatnya
pertumbuhan penduduk, meningkatnya
kesadaran masyarakat akan gizi yang
ditandai oleh meningkatnya konsumsi
perkapita kedelai serta pertumbuhan
industri olahan kedelai. Selain itu 90 persen
protein makanan ternak berasal dari kedelai
(Tomich, 1992). Berdasarkan data BPS,
konsumsi kedelai per kapita meningkat dari
8,13 kg pada 1998 menjadi 8,97 kg pada
2004 (Suryana, 2005).
Disisi lain pada dasawarsa terakhir
terjadi penurunan produksi kedelai.
Sebenarnya produksi kedelai di Indonesia
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
pernah mencapai puncaknya pada tahun
1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun
setelah itu, produksi terus mengalami
penurunan
hingga
0,59
ton.
Ini
menunjukkan, dalam 10 tahun produksi
kedelai merosot mencapai 0,68 persen.
Sebaliknya, konsumsi kedelai cenderung
meningkat sehingga impor kedelai juga
mengalami peningkatan mencapai 1,307
juta ton pada tahun 2004 (mencapai lebih
dua kali produksi nasional). Impor ini
berdampak menghabiskan devisa negara
sekitar Rp.3 triliun per tahun. Selain itu,
impor bungkil kedelai telah mencapai 1,3
juta ton per tahun yang menghabiskan
devisa negara sekitar Rp. 2 triliun per tahun
(Atman, 2006)
Pemerintah
telah
melakukan
berbagai upaya untuk meningkatkan
produksi dan pemenuhan kebutuhan kedelai
sejak 1986. Namun sasaran produksi
kedelai belum dapat tercapai karena
berbagai kendala (Suryana, 2005). Selama
tahun 1990 an, terdapat kecenderungan
penurunan
produksi
kedelai
yang
disebabkan turunnya luas areal dan relatif
stabilnya produktivitas kedelai. Untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri,
Indonesia masih harus terus melakukan
impor yang rata-rata sebesar 40% dari
kebutuhan kedelai nasional. Jumlah impor
terus meningkat dari tahun ke tahun.
Karena itu pula sejak 1975 posisi Indonesia
bergeser dari negara eksportir menjadi
pengimpor kedelai (Amang, 1996). Hal ini
disebabkan permintaan kedelai begitu
cepat, sementara produksi berkembang
lambat. (Handayani, dkk, 2007). Menurut
Murkan (2006), saat ini rata-rata kebutuhan
kedelai setiap tahunnya + 2.000.000 ton.
Produksi dalam negeri hanya mampu
memenuhi + 800.000 ton (+ 40%) dari
kebutuhan dan selebihnya dipenuhi dari
impor yang mencapai + 1.200.000 ton (+
60%).
Perhatian khusus harus terus
diberikan pada kedelai sebagai tanggapan
terhadap makin bergantungnya Indonesia
pada kedelai impor, yang meningkat secara
mencolok dalam 5 tahun terakhir
disebabkan oleh adanya stagnasi produksi
kedelai
sementara
konsumsi
terus
meningkat.
Penelitian ini diharapkan dapat mempelajari
dan menetapkan faktor-faktor penentu
produksi dan permintaan kedelai, sehingga
dapat menghasilkan suatu kebijakan
sehubungan dengan peningkatan produksi
kedelai untuk menyeimbangi kebutuhan
akan kedelai yang semakin meningkat.
Dengan demikian swasembada kedelai pun
dapat segera tercapai.
TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi Penawaran
Fungsi penawaran kedelai di sini
adalah merupakan fungsi penawaran
kedelai yang diinginkan ( desired ), dalam
hal ini diasumsikan penawaran kedelai
merupakan fungsi dari : Pertama harga
kedelai yang diharapkan, karena produksi
pertanian diharapkan secara musiman dan
memerlukan tenggang waktu antara
menanam dengan panen, maka dalam
menentukan harga dipergunakan harga
yang diharapkan pada waktu yang akan
dating, bukan harga yang berlaku pada saat
ini. Suatu kenaikan harga dipasar tidak
dapat egera dibaringi dengan kenaikan
penawaran bila belum saatnya panen,
sehingga keputusan dalam menetapkan
jumlah produksi yang diusahakan tidak
dipengaruhi oleh harga pasar pada saat saat
itu,
akan
tetapididasarkan
kepada
ekkspektasi/perkiraan harga di masa yang
akan dating. Kedua harga barang substitusi,
yang dimaksud sebagai harga barang
substitusi adalah adanya perubahan harga
produk alternatif. Pengaruh perubahan
harga produk alternative ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan jumlah
penawaran kedelai apakah meningkat atau
menurun, tergantung kepada harga dari
produk
pengganti
tersebut.
Dalam
penelitian ini diambil harga jagung sebagai
harga dari barang substitusi. Ketiga harga
pupuk. Diantara input utama disektor
pertanian, pupuk merupakan input yang
sangat penting dalam rangka meningkatkan
produksi pertanian. Besar kecilnya harga
input ( pupuk ) juga akan mempengaruhi
besar kecilnya jumlah input yang dipakai,
yang pada gilirannya akan mempengaruhi
tingkat produksi. Secara matematis
formulasinya adalah :
QS t* = a0 + a1Pt* + a2 PSt + a3PPt……. 1
Penyesuaian :
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
QSt - QSt-1 = α (QSt*- QSt-1) 0 < α ≤ …… 2
QSt = αQSt* - αQSt-1 + QSt1............. 3
QSt = αQSt* + (1-α)QSt-1 ……….. 4
Dengan :
QS t* = Penawaran kedelai yang erupakan
proksi dari jumlah produksi yang
diinginkan
QSt = Penawaran kedelai tahun t (produksi
+ impor + stok tahun lalu)
QSt-1 = Penawaran kedelai tahun
sebelumnya
Pt* = Harga kedelai yang diharapkan
PSt = Hrga barang substitusi (jagung)
PPt = Harga input (pupuk urea)
α = koefisien penyesuaian
Persamaan (2) mendalilkan bahwa
perubahan sebenarnya dalam penawaran
kedelai dalam suatu periode waktu tertentu
t adalah suatu fraksi a dari perubahan yang
diinginkan untuk periode itu. Jika a = 1, ini
berarti bahwa penawaran kedelai yang
sebenarnya sama dengan penawaran yang
diharapkan. Tetapi, jika α = 0, ini berarti
bahwa tidak ada perubahan apapun karena
penawaran yang sebenarnya pada saat t
sama seperti yang diamati dalam periode
waktu sebelumnya. (Gujarati, 2003).
Dengan
mensubstitusikan
persamaan (1) ke persamaan (4), maka
diperoleh:
QSt = αao + aa1Pt* + αa2PS1 + αa3PPt + (1 –
α )QSt-1 ......... 5
QSt = γ0 + γ1Pt* + γ2PST + γ3ppt + γ4QSt-1
....…… 6
Dimana :
γ0 = αa0 ; γ1 = αa1 ; γ2 = αa2 ; γ3 = αa3 ; dan γ4
= (1 – α)
Fungsi Permintaan
Fungsi
permintaan
kedelai
ditetapkan sebagai permintaan kedelai yang
dinginkan, dan diasumsikan merupakan
fungsi dari : pertama harga kedelai,
merupakan harga kedelai yang berlaku
dipasar. Berfluktuasinya harga kedelai
dipasar akan berpengaruh pada permintaan
terhadap kedelai itu sendiri, besar kcilnya
respon perubahan harga ini tergantung dari
elastisitas harga atau permintaan. Kedua
harga barang substitusi. Harga barang
substitusi dapat mempengaruhi permintaan,
secara umum penurunan harga barang
substitusi akan menurunkan permintaan
terhadap kedelai. Ketiga pendapatan
masyarakat.
Pendapatan
masyarakat
merupakan factor yang sangat penting
didalam menentukan corak permintaan,
naik
turunnya
pendapatan
akan
mengakibatkan perubahnya permintaan.
Perubahan permintaan tersebut tergantung
kepada jenis barangnya apakah barang
inferior, barang esensial, barang normal
atau barang mewah. Secara matematis
formulasinya adalah :
QDt* = b0 + b1Pt + b2PSt + b3Yt ………. 7
Penyesuaian :
QDt – QDt -1 = (QDt* - QDt – 1) 0<≤1….8
QDt = QDt* - QDt-1 + QDt-1 …………… 9
QDt = QDt* + (1 - ) QDt-1 …………… 10
Dengan :
QDt* = Permintaan kedelai yang diinginkan
QDt = Permintaan kedelai tahun t
QDt -1 =
Permintaan kedelai tahun
sebelumnya
Pt
= Harga kedelai
Y
= Pendapatan, yang diwakili oleh
PDRB
T
= Trend waktu yang menggambarkan
selera terhadap barang lain

= Koefesien penyesuaian
Dengan
mensubstitusikan
persamaan (7) ke persamaan (10), maka
diperoleh :
QDt = b0 + b1Pt + b2 PSt + b3 Yt + (1)QDt-1 …11
QDt = 0 + 1Pt + 2PSt + 3Yt + 4QDt-1
………. 12
Dimana :
0 = b0 ; 1 = b1 ; 2 = b2 ; 3 = b3 ; dan
4 = (1-)
Fungsi Stok
Besarnya stok kedelai yang dimiliki
oleh pemerintah diasumsikan merupakan
fungsi dari : pertama harga kedelai,
merupakan harga kedelai yang berlaku di
pasar secara teori berfluktuasinya harga
kedelai
akan
berdampak
kepada
berubahnya stok kedelai yang dimilki oleh
Bulog, kenaikan dalam harga akan
menyebabkan berkurangnya stok demikian
juga sebaliknya. Kedua jumlah impor
kedelai, besar kecilnya jumlah kedelai yang
diimpor akan berdampak pada jum lah stok
yang dimiliki pemerintah, makin besar
jumlah impor dengan sendirinya stok akan
meningkat.Ketiga jumlah penduduk, jumlah
penduduk juga akan berpengaruh pada stok
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
yang dimiliki oleh Bulog. Formulasi
matematisnya sebagai berikut :
Kt* = c0 + c1Pt + c2Mt + c3Lt …………13
Penyesuaian :
Kt – Kt-1 = (Kt*- Kt-1) ; 0 <  ≤ 1 ..… 14
Kt = Kt* - Kt-1 + Kt-1 ………….15
Kt = Kt* +(1- )Kt-1 .. …….……….. 16
Dengan :
Kt* = Stok kedelai yang diharapkan
Kt = Stok kedelai tahun t
Kt-1 = stok kedelai tahun sebelumnya
Mt = Jumlah impor kedelai
Lt = Jumlah penduduk
Xt = variabel eksogen
 = Koefisien penyesuaian
Dengan mensubstitusikan persamaan (13)
ke persamaan (16), maka diperoleh :
Kt = c0 + c1Pt + c2Mt + c3Lt + (1)Kt….. 17
Kt = 0 + 1Pt +2Mt + 3Lt + 4Kt-1 …… 18
Dimana :
0 = c0 ; 1 = c1 ;
2 = c2 ; 3 = c3 ;
dan 4 = (1-).
Keseimbangan pasar komoditi
kedelai, diasumsikan tercapai apabila
jumlah penawaran kedelai (produksi, impor
dan stok tahun lalu) sama dengan jumlah
permintaan kedelai. Secara matematis dapat
diformulasikan sebagai berikut :
QSt = PRODt + Mt + Kt-1 …………….. 19
QSt = QDt ………………………….. 20
Untuk
mendapatkan
kondisi
keseimbangan
pasar
kedelai,
maka
persamaan
structural
yang
telah
ditransformasikan yakni persamaan (5) dan
(11), disubstitusikan ke persamaan (20),
maka diperoleh :
αa0 + αa1Pt* + αa2PSt + α αa2PSt + (1α)QSt-1 = b0 + b1Pt + b2PSt + b3Yt + (1)QDt-1 ……………………….…. 21
αa0 - b0 + αa1Pt* - b1Pt + αa2PSt - b2PSt +
αa3PPt + (1- α)QSt-1 - b3Yt - (1-)QDt-1 = 0
.................... 22
Pt* =
[(b0- αa0)+( b1)Pt + (b2 - αa2)
PSt +(- αa3)PPt + (b3)Yt - (1- α)QSt-1 +(1)QDt-1…………………………. 23
Mekanisme Pasar Kedelai
Fungsi
harga
ekspektasi
rasional
merupakan fungsi harga yang ditetapkan
dari seluruh informasi dalam keseluruhan
system sampai dengan tahun ke t-1, dan
secara matematis dapat diformulasikan
sebagian berikut :
Pt* = E(Pt│Ωt-1)………………24
Asumsi lain mengenai harga
ekspektasi rasional ini adalah bahwa
individu tidak akan melakukan kesalahan
berulang kali dalam melakukan ekspektasi.
Sejalan dengan kedua asumsi tersebut di
atas, maka diasumsikan bahwa :
Dengan memasukan unsure asumsi
pada persamaan (25) di atas ke persamaan
(22) maka nilai ekspektasi harga yang
rasional diperoleh sebagai berikut :
(b0- αa0) (b2- αa2)(- αa3 )(b3)
Pt*= ———— + ————PSt +———
—PPt + ————Yt
(αa1 - b1) (αa1 - b1) (αa1 - b1) (αa1 - b1)
(1 - )
(1 – α )
+ ————QDt-1 - ————QSt .( 26)
(αa1 - b1)
(αa1 - b1)
Persamaan
(26)
dapat
disederhanakan menjadi :
Pt* = λ0 + λ1PSt + λ2PPt + λ3Yt + λ4QDt-1 +
λ5QSt-1 ………..…….………….….. 27
dimana :
(b0- αa0)
(b2- αa2)
(αa3 )
(b3)
(1 - )
λ0 = ———— ; λ1 = ———— ; λ2 = ——
—— ; λ3= ———— ; λ4= - ———— ;
(αa1 - b1)
(αa1 - b1)
(αa1 b1)
(αa1 - b1)
(αa1 - b1)
(1 – α )
dan λ5 = - ————
(αa1 - b1)
Setelah nilai dari harga ekspektasi
diperoleh, maka seri data tersebut
selanjutnya dapat
digunakan untuk
mengestimisi persamaan structural yang
sudah ditransformasikan yakni persamaan
(6),(12),(18) dan persamaan (27). Untuk
lebih memperjelas persamaan-persamaan
mana yang merupakan persamaan structural
dasar (basic structurals) dan mana yang
termasuk persamaan struktur trasformasi
(transformed structural), dituliskan kembali
sebagai berikut :
Model Struktural
Dasar ( Basic
Structural model )
QSt* = α o + α1Pt* + a2PSt + a3PSt
(1)
QSt - QSt-1 = α (QSt*- QSt-1)
(2)
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
QDt* = b0 + b1Pt + b2PSt + b3Yt
(7)
QDt - QDt-1 =
(QDt*-
QDt-1)
(8)
Kt* = c0 + c1Pt + c2Mt +c3Lt
Kt – Kt-1 = 
(13)
(Kt*
- Kt-1)
(14)
QSt = PRODt + Mt + Kt-1
(19)
QSt = QDt
(20)
(Pt
*
= E(Pt │Ωt-1)
(24)
Model Struktur Tranformasi
QSt = γ0 + γ1Pt* + γ2PSt + γ3PPt + γ4QSt-1
(6)
QDt = 0 + 1Pt + 2PSt + 3Yt + 4Tt +
5QDt-1
(12)
Kt = 0 + 1Pt + 2Mt + 3Lt + 4Kt-1
(18)
*
(Pt = λ0 + λ1PSt + λ2PPt + λ3Yt + λ4QDt-1 +
λ5QSt-1
(27)
Dimana:
QSt = Penawaran kedelai tahun t (Produksi
+ Impor + stok tahun lalu)
QDt = Permintaan kedelai
Pt* = Harga Ekspektasi rasional
Pt
= Harga kedelai
Kt = Stok kedelai
PPt = Harga input (pupuk urea)
PSt = Harga barang substitusi (jagung)
Y
= Pendapatan (PDRB)
Penelitian ini juga melihat bagaimana
keterpaduan harga di pasar kedelai baik
tingkat petani, maupun pedagang. Harga
kedelai ditingkat petani diduga dipengaruhi
oleh peubah bedakala harga tersebut,
jumlah penawaran kedelai, jumlah kedelai
impor serta lag harga kedelai impor.
Persamaan tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
PDt = f(QDt, PIt, QIt, PDt-1)..……….(28)
Selanjutnya harga kedelai di tingkat
pedagang yang dibeli oleh produsen di
sektor agroindustri dipengaruhi oleh
peubah bedakala harga tersebut, harga
kedelai di tingkat petani, jumlah penawaran
kedelai, serta harga kedelai impor.
Persamaan tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
PRt
= f(PIt , TTt , Pt-1) …………..(29)
Dimana:
PDt-1 = Harga kedelai di tingkat petani
(Rp/kg)
PRt
= Harga kedelai di tingkat
pedagang (Rp/kg)
PIt
= Harga kedelai impor (Rp/kg)
QIt
= Jumlah kedelai impor (kg)
Instrumen Kebijakan.
Untuk
mencapai
tujuan-tujuan
pembangunan,
pemerintah
sering
melakukan intervensi dalam bentuk
kebijakan harga input dan output,
pemasaran dan perdagangan komoditas
pertanian. Kebijakan harga terhadap
komoditas pertanian umumnya bertujuan
sebagai berikut: (i) meningkatkan harga
domestik, pendapatan petani dan
pemerataan
pendapatan;
(ii)
menstabilkan harga dan mencukupi
kebutuhan bahan baku agroindustri; (iii)
meningkatkan
swasembada
sehingga
mengurangi ketergantungan pada impor;
(iv) menghemat devisa dan memperbaiki
neraca pembayaran; dan (v) menjaga
kestabilan politik; (vi) memperbaiki
alokasi sumberdaya domestik sehingga
dicapai pertumbuhan ekonomi secara
efisien (lihat Tomek dan Robinson, 1972;
Timmer, Falcon dan Pearson, 1983). Sejak
Pelita I pemerintah menggunakan berbagai
instrumen kebijakan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Berbagai kebijakan
mengalami perkembangan dan telah
berdampak terhadap keragaan ekonomi
berbagai komoditas pertanian. Untuk
komoditas pangan seperti padi, jagung
dan
kedelai,
instrumen
kebijakan
pemerintah
yang
menonjol
adalah
kebijakan harga dasar, stabilisasi harga
dalam negeri dan perdagangan. Kebijakan
harga dasar dimulai sejak tahun 1979/80
sampai akhir tahun 1991 dan setiap tahun
ditetapkan melalui Inpres pada tanggal 1
Nopember kecuali untuk tahun 1991 yang
ditetapkan sebulan lebih awal.
Untuk menstabilkan harga kedelai di
dalam negeri, pada awal tahun delapan
puluhan BULOG melaksanakan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran kedelai.
Tujuannya adalah untuk menjamin
ketersediaan kedelai bagi pengrajin
tahu/tempe terutama bagi anggota
KOPTI. Pengadaan dalam negeri hanya
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
berlangsung selam 3 tahun (1979/801982/83) dan jumlahnya sangat kecil atau
kurang dari 1% dari produksi dalam
negeri. Sebaliknya pengadaan melalui
impor berlangsung tiap tahun dengan
jumlah yang cukup besar. Pengadaan
melalui
impor
meningkat
hingga
mencapai 1.1 juta ton pada tahun 1984,
tetapi kemudian menurun drastis pada
tahun berikutnya dan meningkat lagi
sampai mancapai 490,9 ton pada tahun
1991. Sementara itu stok kedelai
meningkat terus dari tahun ketahun.
Sebenarnya KOPTI diwajibkan untuk
membeli kedelai lokal sekitar 20% dari
kedelai yang didistribusikan oleh BULOG
(Irawan dan Purwoto, 1989) tapi pada
kenyataannya hal itu tidak berjalan
dengan baik. Alasannya adalah karena
harga kedelai impor lebih murah dari
kedelai lokal.
METODE PENELITIAN
Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam studi
ini adalah data sekunder deret waktu (time
series) selama periode tahun 1990 – 2009.
Sumber data didapatkan dari Badan Pusat
Statistik,
Dinas
Tanaman
Pangan,
Departemen Perindustrian dan Perdagangan
dan instansi-instansi lainnya serta publikasi
atau laporan-laporan lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Model Analisis
Dalam tujuan telah dirinci bahwa
penelitian ini menekankan pada masalah
permintaan kedelai dan penawaran kedelai
yang didekati dengan melihat luas areal dan
produktivitas kedelai, serta mekanisme
pasar kedelai baik dengan melihat harga di
tingkat petani, maupun di tingkat pedagang.
Dari tinjauan pustaka yang ada,
berikut ini dirumuskan suatu model
ekonometrika dengan persamaan simultan
yang
diharapkan
dapat
menangkap
permasalahan dan tujuan penelitian. Model
structural transformasi dari penawaran dan
permintaan
kedelai
tersebut
dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Penawaran Kedelai
a. Luas panen kedelai
LPt
=
a0 + a1 PDt + a2 LPUt +
a3 PJ + a4 LPt-1 + u1....................................1)
b. Produktivitas Kedelai
YDt =
b0 + b1 PUt + b2 LPDt +
b3 TTt + b4 YDt-1 + u2 ..............................2)
c. Produksi kedelai
QKt =
LPt x YDt
...............................……3)
SDt =
QKt + STt-1 +
QIt............. 4)
Tanda parameter dugaan yang
diharapkan:
a1, b2 b3 > 0 ; a2, a3 , b1 , < 0 dan 0 < a4
, b4 < 1
2. Permintaan Kedelai Industri
DTMt = c0 + c1 PTMt + c2 ITMt + c3
PI/PRt + c4 LDDt-1 + u3 .....................5)
Tanda Parameter dugaan yang diharapkan:
c1, c2, > 0 ; c3 < 0 ;
0 > c4> 1
3. Mekanisme Harga Kedelai
Harga kedelai di tingkat petani
PDt = g0 + g1 SDt + g2 QIt + g3 PIt + g4
PDt-1 + u7..................9)
Harga kedelai di tingkat pedagang
PRt = h0 + h1 PIt + h2 TTt + h3 PRt-1 +
u8 ....................10)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
h1, g3 > 0 ; g1, g2 < 0 dan 0 < g4, h3 < 1
Harga kedelai impor
PIt = i0 + i1 PITt + i2 DBt + i3 TIt + i4 PIt-1
+ u9….....….12)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan
4. Volume impor kedelai
QIt = j0 + j1 PIt + j2 QSt + j3 TIt + j4 ERt +
j5 QKMt-1 + u6…..........….13)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan:
J1, j2, j3, j4 < 0 dan 0 < j5 < 1
5. Market Cliring
SDt = DDt.................................15)
Keterangan:
LPt
= Luas panen kedelai di
Indonesia (Ha)
PDt
= Harga kedelai tingkat
produsen di Indonesia (Rp/kg)
PJt =
Harga jagung (Rp/kg)
PUt
= Harga urea (Rp/kg)
STt-1
= Stock kedelai tahun lalu
(Ton)
LPt-1
= Peubah bedakala luas
panen kedelai
YDt
= Produktivitas kedelai
(Ton/Ha)
TTt
= Tingkat teknologi (Skor)
YDt-1
= Peubah bedakala
produktivitas kedelai
QKt
= Produksi kedelai di (Ton)
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
DTMt
= Permintaan kedelai pada
industri tempe (Ton)
DTMt-1
= Peubah bedakala
permintaan kedelai industri tempe (Ton)
DBt
= Dummy Monopoli Bulog
(Ada monopoli Bulog =1, tidak ada
monopoli Bulog = 0)
PDt-1
= Peubah bedakala harga
kedelai tingkat produsen
PRt
= Harga kedelai tingkat
pedagang (Rp/Kg)
PRt-1
= Peubah bedakala harga
kedelai tingkat pedagang (Rp/Kg)
PIt =
Harga kedelai impor (US $/ton)
PIt-1
= Peubah bedakala harga
kedelai impor (US $/ton)
ERt
= Nilai tukar rupiah (Rp/US
$)
TIt =
Tarif Impor kedelai (%)
QIt
= Volume kedelai impor
(ton)
QIt-1
= Peubah bedakala volume
kedelai impor (ton)
ITMt
= Jumlah industri tempe
(unit)
PTMt
= Harga tempe (Rp/kg)
Metode Penduga[an Model
Metode pendugaan parameter yang
digunakan adalah metode Two Stage Least
Square (2 SLS), dengan memanfaatkan
program komputer SAS/ETS (Statistical
Analysis System/Econometric Time Series).
Untuk menguji apakah peubahpeubah penjelas secara bersama-sama
berpengaruh nyata atau tidak terhadap
peubah endogen, maka masing-masing
persamaan digunakan uji statistik F.
Kemudian untuk menguji apakah masingmasing peubah penjelas secara individual
berpengaruh nyata atau tidak terhadap
peubah endogen pada masing-masing
persamaan digunakan uji statistik t.
Analisis Simulasi
Untuk melihat pengaruh perubahan
dampak kebijakan dan factor ekonomi
terhadap keragaan kedelai dalam penelitian
digunakan simulasi. Adapun simulasisimulasi yang diakan diuji adalah:
1. Kenaikan harga pupuk urea 20 persen
2. Kenaikan harga kedelai di petani 20
persen
3. Kombinasi antara peningkatan harga
kedelai 20 persen dan penurunan harga
pupuk 20 persen.
beberapa variable yang secara parsial tidak
berpengaruh nyata terhadap peubah
endogen pada 0,05 persen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
pendugaan
model
menunjukkan bahwa semua parameter
dalam model sesuai dengan harapan
berdasarkan teori dan logika ekonomi.
Namun berdasarkan nilai t cari ada
1. Luas Panen Kedelai
Koefisien
determinasi
untuk
persamaan ini adalah 76,61 persen. Ini
menunjukkan variabel-variabel penjelas
dalam model menjelaskan luas panen
kedelai sebesar 76,61 persen (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan luas Panen Kedelai di Indonesia
Peubah
Nilai Parameter
P-value
Elastisitas jangka
Elastisitas jangka
dugaan
pendek
panjang
Konstanta
0.14445E+07
PD t ( Harga kedelai di
206.07
0.000
0.4967
0.75
tingkat petani )
LPU t (Harga pupuk urea
-434.46
0.005
-0.6986
1.06
tahun sebelumnya)
PJ t (Harga jagung)
-647.05
0.001
-0.7988
1.21
LPL t (Luas panen kedelai
0.33852
0.024
tahun sebelumnya )
R-SQUARE = 0.7661 R-SQUARE ADJUSTED = 0.6726
Hasil pendugaan persamaan luas
panen kedelai menunjukkan bahwa luas
panen kedelai secara nyata dipengaruhi
oleh harga kedelai, harga pupuk urea
tahun sebelumnya, harga jagung sebagai
komoditi alternatif pada taraf nyata 0,01
persen. Variabel harga kedelai dan lag
luas panen kedelai berkorelasi positif
dengan luas panen kedelai, sedangkan
variabel harga pupuk dan harga jagung
berkorelasi negatif. Ini menunjukkan luas
panen kedelai akan meningkat jika harga
kedelai di tingkat petani meningkat.
Untuk itu perlu perhatian dari pemerintah
untuk mengupayakan harga kedelai yang
menguntungkan bagi petani. Sebaliknya
luas panen kedelai akan menurun jika
harga pupuk urea sebagai salah satu input
dalam proses produksi meningkat. Begitu
pula dengan harga jagung. Jika harga
jagung meningkat, maka luas panen
kedelai akan berkurang disebabkan petani
lebih tertarik untuk menanam jagung,
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
0.3230
0.49
daripada kedelai. Dari nilai elastisitas
jangka pendek dan jangka panjang
variabel harga pupuk dan harga jagung,
menunjukkan bahwa respons luas panen
kedelai terhadap harga pupuk tahun
sebelumnya dan harga jagung relatif
tinggi (elastis). Sementara respons luas
panen terhadap harga kedelai dan luas
panen kedelai sebelumnya relatif kecil
(inelastis). Hal ini disebabkan perubahan
harga kedelai di tingkat petani selama
ini relatif kecil, sehingga tidak
berpengaruh besar terhadap luas panen
kedelai.
2. Produktivitas Kedelai
Hasil pendugaan menunjukkan
koefisien determinasi 95,39 persen. Ini
menunjukkan variabel-variabel penjelas
dalam
model
mampu
menjelaskan
produktivitas sebesar 95,39 persen (Tabel
2).
Tabel 2.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produktivitas Kedelai di Indonesia
Peubah
Konstanta
LPD t ( Harga kedelai
tahun sebelumnya)
PU t (Harga pupuk urea)
TTt (Teknologi)
LYD t (Produktivitas
tahun sebelumnya )
R-SQUARE = 0.9539
Nilai Parameter
dugaan
11.331
0.74261E-04
P-value
Elastisitas jangka
pendek
Elastisitas
jangka panjang
0.011
-0.0507
-0.38569E-03
0.077
0.0093
0.01
0.15381
0.000
0.0999
0.10
0.23296E-01
0.094
0.0216
-0.05
0.02
R-SQUARE ADJUSTED = 0.9354
Hasil
pendugaan
persamaan
produktivitas kedelai menunjukkan bahwa
produktitas
kedelai
secara
nyata
dipengaruhi oleh lag harga kedelai, harga
pupuk, teknologi dan produktivitas tahun
sebelumnya. Variabel harga kedelai,
teknologi dan lag produktivitas kedelai
berkorelasi positif dengan produktivitas
kedelai, sedangkan variabel harga pupuk
berkorelasi negatif. Ini menunjukkan
produktivitas kedelai akan meningkat jika
harga kedelai di tingkat petani meningkat
dan tingkat teknologi yang tinggi. Untuk
itu perlu perhatian dari pemerintah untuk
mengupayakan harga kedelai yang
menguntungkan
bagi
petani
serta
teknologi yang menunjang produktivitas
kedelai seperti penggunaan benih unggul
dan pola tanam yang baik. Sebaliknya
produktivitas kedelai akan menurun jika
harga pupuk urea sebagai salah satu input
dalam proses produksi meningkat. Namun
dari nilai elastisitas, baik elastisitas
jangka pendek maupun elastisitas jangka
panjang
menunjukkan
bahwa
produktivitas kedelai tidak respons
terhadap semua peubah penjelas yang
dimasukkan dalam model. Karena itu
untuk meningkatkan produktivitas kedelai
perlu adanya upaya-upaya intensifikasi,
seperti penggunaan benih unggul disertai
dengan bantuan-bantuan seperti subsidi
atau pinjaman lunak.
3. Permintaan Kedelai
Permintaan kedelai dalam project
ini hanya dilihat dari permintaan kedelai
pada industry tempe, sebagai industry
terbesar penggunaan kedelai di Indonesia.
Keterbatasan data menyebabkan penulis
belum dapat mengkaji permintaan kedelai
pada industry tahu, kecap dan keperluan
untuk benih. Adapun hasil regresi
permintaan kedelai pada industry tempe itu
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Kedelai pada Industri Tempe
Peubah
Nilai Parameter P-value
Elastisitas
Elastisitas jangka
dugaan
jangka
panjang
pendek
Konstanta
0.24469E+06
PTM (harga tempe)
0.21170
0.920
-0.0007
-0.002
ID (jumlah industry)
2190.2
0.009
0.4796
1.62
RIR(rasio harga impor
dg harga tgkt petani
-0.71821E+06
0.230
-0.3288
-1.11
LDD (lag permintaan)
R-SQUARE = 0.9487
0.79548
0.000
2.38
R-SQUARE ADJUSTED = 0.9281
Hasil dugaan parameter menunjukkan
bahwa jumlah industri dan lag permintaan
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
2.38
kedelai untuk tempe berpengaruh nyata
pada taraf nyata 0.01 persen. Permintaan
kedelai untuk industry tempe cenderung
lebih respon terhadap perubahan jumlah
industri tempe rasio harga impor terhadap
harga pedagang. Setiap peningkatan
industry tempe 1 persen, maka permintaan
kedelai akan meningkat 1.62 persen,
sedangkan setiap peningkatan rasio harga
impor
terhadap
harga
pedagang
menyebabkan permintaan kedelai pada
industry tempe berkurang, 1.11 persen.
sebelumnya berkorelasi positif dengan
harga kedelai di tingkat petani sedangkan
variabel jumlah produksi kedelai dan
jumlah kedelai impor berkorelasi negatif.
Ini menunjukkan harga kedelai di tingkat
petani akan menurun jika jumlah kedelai
impor meningkat. Karena itu perlu adanya
upaya untuk memenuhi kebutuhan kedelai
dalam negeri tanpa harus mengimpor
kedelai dari luar negeri. Impor akan
menurunkan harga kedelai di tingkat
petani, dan ini menyebabkan gairah petani
untuk
menanam
kedelai
menurun
disebabkan petani tidak mendapatkan
keuntungan dari usahataninya. Dari dua
persamaan luas panen dan produktivitas
yang
telah
dibahas
sebelumnya
menunjukkan bahwa harga kedelai
berpengaruh positif terhadap dua peubah
endogen tersebut. Ini menunjukkan jika
harga kedelai rendah maka luas panen dan
produktivitas kedelai juga akan menurun.
4. Mekanisme Harga Kedelai
Hasil estimasi persamaan harga
kedelai menunjukkan koefisien determinasi
untuk persamaan ini adalah 98.37 persen.
Ini menunjukkan variabel-variabel penjelas
dalam model menjelaskan harga kedelai
sebesar 98.37 persen (Tabel 4). Hasil
dugaan juga menunjukkan bahwa harga
kedelai secara nyata dipengaruhi oleh
harga kedelai impor, dan harga kedelai
tahun sebelumnya. Variabel harga kedelai
impor, dummy Bulog, harga kedelai tahun
Tabel 4. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Kedelai
Peubah
Nilai Parameter
dugaan
Harga kedelai di tkgt petani
Konstanta
1445.6
QD (produksi kedelai) -0.83409E-04
QI (jumlah impor)
-0.34044E-03
DB (dummy bulog)
224.39
PI (harga impor)
0.85060
LPD (lag harga petani)
0.22073
R-SQUARE = 0.9837
P-value
0.060
0.376
0.376
0.501
0.000
0.014
Elastisitas
jangka
pendek
-0.4190
-0.1764
0.7132
0.0216
0.1640
Elastisitas
jangka
panjang
-0.50
-0.21
0.85
0.03
0.20
R-SQUARE ADJUSTED = 0.9747
Harga kedelai di tkgt pedagang
Konstanta
208.02
PD (harga petani)
0.98683
0.000
0.8728
RDI (rasio permintaan
-0.40924E-01
0.060
-0.0454
dan harga impor)
LPR (lag harga pedagang)
0.11288
0.000
0.0840
R-SQUARE = 0.9994 R-SQUARE ADJUSTED = 0.9992
Hasil
pendugaan
parameter
menunjukkan bahwa harga kedelai di
tingkat petani akan meningkat dengan
adanya kebijakan Bulog (yang dalam
project ini dilihat dengan memberikan
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
0.95
0.05
0.09
dummy). Ini menunjukkan bahwa dengan
dihapusnya kewenangan BULOG mengatur
harga dan impor kedelai, harga kedelai di
tingkat petani menurun, yang akhirnya akan
menyebabkan kelesuan petani untuk
memenuhi permintaan kedelai terutama
menanam kedelai.
untuk keperluan industry. Hasil regresi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
4. Impor Kedelai
Sampai saat ini Indonesia masih
permintaan kedelai di Indonesia dapat
harus melalukan impor kedelai untuk
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Kedelai
Peubah
Nilai Parameter
dugaan
P-value
Elastisitas
jangka
pendek
Intercept
0.12232E+07
QD (produksi)
-0.29852E-01
0.288
-0.2895
LPI (lag harga impor)
14.936
0.645
0.0177
TI (tariff impor)
-0.17898E+06
0.393
-0.0333
LQI (lag jlh impor)
0.18318
0.385
0.1674
R-SQUARE = 0.5740 R-SQUARE ADJUSTED = 0.4037
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa
semakin meningkatnya jumlah produksi
dan rasio tariff impor terhadap harga impor,
akan menyebabkan impor kedelai di
Indonesia menurun. Ini menunjukkan
bahwa perlu adanya kebijakan untuk
meningkatkan produksi dalam negeri,
sehingga impor akan menurun. Selain itu
kebijakan tarif impor dengan adanya AFTA
perlu diregulasi kembali, sehingga harga
barang impor tidak lebih rendah dari harga
di dalam negeri, karena hal ini dapat
menyebabkan produksi kedelai dalam
negeri semakin tidak bersemangat.
Elastisitas
jangka
panjang
-0.35
0.02
-0.04
0.20
5. Dampak
Simulasi
Kebijakan
Peningkatan Harga Pupuk 20
persen
Pupuk merupakan salah satu input
penting bagi petani dalam menanm kedelai.
Selama ini harga pupuk terus menunjukkan
peningkatan, bahkan kadang-kadang hilang
dari pasaran. Karena itu penulis mencoba
membuat simulasi dengan menaikkan harga
pupuk 20 persen. Hasil simulasi kenaikan
harga pupuk 20 persen dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 6. Dampak Peningkatan Harga Pupuk 20 Persen
Nilai Awal
Variabel
YD (produktivitas ton/Ha)
LP (luas panen Ha)
QD (produksi Ton)
DD (permintaan kedelai Ton)
PD (harga petani Rp/kg)
PR (harga pedagang Rp/kg)
QI (jumlah Impor Ton)
12.3336
915538
11138704
1573998
1717.2
1972.7
1035822
Dari table di atas dapat dilihat bahwa
peningkatan
harga
pupuk
akan
mengakibatkan menurunnya produktivitas,
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
Nilai
Simulai
12.1804
885696
1064907
1618281
1660.4
1901.8
1075542
Nilai Perubahan
%
Unit
-1.24
-0.1532
-3.25
-29842
-90.43
-10073797
2.81
44283
-3.30
-56.8
-3.59
-70.9
3.83
39720
luas panen, produksi kedelai nasional ,
harga di tingkat pedagang dan produsen,
disebabkan pupuk merupakan variable yang
berpengaruh nyata terhadap produktivitas
dan luas panen petani. Selain itu
peningkatan harga pupuk akan berakibat
pada meningkatnya jumlah impor kedelai
sebesar 3.83 persen, disebabkan kebutuhan
dalam negeri tidak tercukupi dari produksi
nasional.
Permintaan
kedelai
juga
meningkat disebabkan harga kedelai impor
yang masih relative murah, terutama
disebabkan adanya pembebasan bea impor
sejak tahun 1998.
6. Dampak
Simulasi
Kebijakan
Kenaikan Harga kedelai 20 Persen
Peningkatan
harga
kedelai
merupakan salah satu kebijakan produksi
yang perlu diperhatikan oleh pemerintah
untuk merangsang petani meningkatkan
produksinya. Hasil simulasi kenaikan harga
kedelai dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel 7. Dampak Peningkatan Harga kedelai 20 Persen
Nilai Awal
Variabel
YD (produktivitas ton/Ha)
LP (luas panen Ha)
QD (produksi Ton)
DD (permintaan kedelai Ton)
PD (harga petani Rp/kg)
PR (harga pedagang Rp/kg)
QI (jumlah Impor Ton)
12.3336
915538
11138704
1573998
1717.2
1972.7
1035822
Dari hasil simulasi pada table diatas dapat
dilihat bahwa ternyata jika simulasi
dilakukan secara tunggal, maka kebijakan
peningkatan harga kedelai 20 persen masih
belum mampu meningkatkan produksi
kedelai nasional, disebabkan produktivitas
dan luas panen juga masih mengalami
penurunan. Hal ini menunjukkan kebijakan
tunggal dengan peningkatan harga output
belum cukup ampuh untuk mendorong
produksi kedelai nasional.
7. Dampak
Simulasi
Kebijakan
Penurunan Harga Pupuk 20 persen
dan peningkatan Harga Kedelai 20
Persen
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
Nilai
Simulai
12.2973
88451
10727282
1626006
2067
1896
1073207
Nilai Perubahan
%
unit
-0.29
-0.0363
-90.34
-827087
-3.69
-411422
3.30
52008
20.37
349.8
-3.89
-76.7
3.61
37385
Kombinasi kebijakan penurunan
harga pupuk dan peningkatan harga kedelai,
ternyata juga belum mampu meningkatkan
produksi kedelai nasional. Ini disebabkan
kombinasi kebijakan ini hanya mampu
meningkatkan produktivitas, sedangkan
luas panen kedelai tetap menurun. Ini
menunjukkan
harga
kedelai
bukan
merupakan factor utama dalam keputusan
petani menanam kedelai. Petani banyak
yang menganti komoditinya dengan
tanaman lain yang harganya lebih tinggi
dari kedelai. Selain itu perlu peran
pemerintah untuk meningkatkan luas panen
kedelai dengan ekstensifikasi. Dengan
demikian penurunan luas panen kedelai
dapat tergantikan.
Tabel 8. Dampak Penurunan Harga Pupuk 20 persen dan peningkatan Harga Kedelai 20
Persen
Nilai Awal
Variabel
YD (produktivitas ton/Ha)
LP (luas panen Ha)
QD (produksi Ton)
DD (permintaan kedelai Ton)
PD (harga petani Rp/kg)
PR (harga pedagang Rp/kg)
QI (jumlah Impor Ton)
Nilai
Simulai
Nilai Perubahan
unit
0.65
0.0806
-3.52
-32199
-2.99
-333461
3.30
52008
20.41
350.5
-4.17
-82.2
3.38
35058
%
12.3336
915538
11138704
1573998
1717.2
1972.7
1035822
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
12.4142
883339
10805243
1626006
2067.7
1890.5
1070880
Dengan demikian dapat dikatakan
untuk mendorong produksi kedelai nasional,
harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan
luas panen dan produktivitas, baik melalui
pembukaan lahan-lahan baru, subsidi,
penggunaan teknologi yang mendukung
peningkatan hasil produksi, mengupayakan
harga kedelai yang menarik bagi petani, serta
saluran pemasaran yang menjamin hasil
produksi dari petani laku terjual dengan
harga yang menguntungkan. Tarif impor
yang semakin menurun karena adanya
perjanjian AFTA menyebabkan kedelai
impor sangat mudah untuk masuk ke
Indonesia, juga perlu ditinjau kembali,
karena dengan semakin banyak kedelai
impor, akan menyebabkan produksi kedelai
nasional semakin menurun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Harga pupuk, lag harga kedelai, dan
teknologi berpengaruh nyata terhadap
produktivitas, namun pengaruh ketiga
factor tersebut tidak elastis terhadap
produktivitas. Sedangkan harga kedelai, lag
harga pupuk, harga jagung dan lag luas
panen kedelai berpengaruh nyata terhadap
luas panen kedelai nasional. Lag harga
pupuk dan harga jagung sangat elastic
terhadap perubahan luas panen, dibanding
harga kedelai dan lag luas panen.
2. Jumlah produksi, harga impor dan lag harga
kedelai berpengaruh nyata terhadap harga
kedelai di tingkat petani. Adanya kebijakan
monopoli Bulog relative lebih elastic
terhadap perubahan harga kedelai di tingkat
petani. Sedangkan harga petani, rasio
permintaan dan harga impor berpengaruh
nyata terhadap harga di tingkat pedagang.
3. Jumlah industry dan lag permintaan kedelai
berpengaruh nyata terhadap permintaan
kedelai untuk tempe. Jumlah industry dan
rasio perubahan harga impor terhadap harga
petani relative lebih elastic terhadap
perubahan permintaan kedelai pada
industry tempe.
4. Kebijakan peningkatan harga output
disertai penurunan harga input belum
mampu mendorong peningkatan produksi
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
kedelai nasional, sementara itu jumlah
kedelai impor semakin meningkat.
Saran
1. Upaya peningkatan produksi kedelai perlu
terus dilakukan, tidak hanya dengan
kebijakan produksi seperti peningkatan
harga output dan subsidi pupuk, tetapi juga
dengan bantuan modal, dan benih unggul
bagi petani, serta transfer teknologi.
Pemerintah juga perlu mengatur saluran
tatanianga dengan pola kemitraan yang
menjamin dan memudahkan kedelai hasil
produksi petani terjual dengan harga yang
menguntungkan.
2. Upaya peningkatan harga kedelai local
dapat dilakukan dengan membatasi jumlah
kedelai impor. Kebijakan impor pun perlu
diregulasi kembali, karena kebijakan
pembebasan tariff impor sejak tahun 1998
sangat merugikan bagi petani kedelai local.
yang menyebabkan harga kedelai local
lebih rendah dari harga kedelai impor.
DAFTAR PUSTAKA
Amang, B. dan M.H. Sawit (1996). Ekonomi
Kedelai: Rangkuman. Dalam: Amang, B.,
M.H. Sawit, dan A. Rachman (eds).
Ekonomi Kedelai di Indonesia. IPB Press.
Ariani, M. 2005. Penawaran dan permintaan
kacang-kacangan dan umbi-umbian di
Indonesia. Jurnal SOCA 5(1): 48-56.
Boediono, 1983. Ekonomi Internasional. BPFE.
Universitas Gadjah Mada. Yokyakarta.
Handayani D, Tajuddin B, Jono M dan Slamet
B, 2007. Simulasi Kebijakan Daya Saing
Kedelai Lokal pada Pasar Domestik.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol.
19(1), 7-15.
Handerson, J. M and R.E. Quandt. 1980.
Microeconomic Theory. Mathematical
Approach, 3th Ed. Mc.Graw Hill.
Kogakusha Ltd. Tokyo.
Lindert, P. H and C. P. Kindleberger. 1983.
International Economics. 7 th edition.
Terjemahan. p18-26. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Lipsey, R. G. 1995. Pengantar Mikroekonomi.
Jilid Satu Edisi Sepuluh. Binarupa
Aksara, Jakarta.
Nicholson, Walter, 2002. Mikroekonomi
Intermediate dan Aplikasinya. Edisi kedelapan, Erlangga, Jakarta
Oktaviani, Rina, 2002. Impor kedelai:
Dampaknya terhadap Stabilitas Harga dan
permintaan Kedelai Dalam Negeri. Paper
dalam Seminar Dialog Kebijakan
Perkedelaian Nasional: Prospek dan
tantangannya,
diselenggarakan
oleh
HKTI.
Pressman. S. 1999. Fifty Major Economist.
Terjemahan: Lima Puluh Pemikir Ekonomi
Dunia. PT. Raja-grafindo Persada.
Jakarta.
Pyindyck, R and D. Rubinfeld. 1991.
Econometric Model, and Economic
Forecasting. 3rd Edition. Mc Graw Hill
International Edition, Singapura.
Rachman, Handewi, P.S, Sri Hastuti Suhartini
dan G.S. Hardono. 2008. Dampak
Liberasi sasi Perdagangan terhadap
Kinerja Ketahanan Pangan Nasional.
Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian
Vol.1. No.1: 47-55. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
Jakarta.
Siregar, M. 1999. Metode Alternatif Penentuan
Tingkat Hasil dan Harga Kompetitif:
Kasus Kedelai. Jurnal Forum Agro
Ekonomi (FAE). Vol 17 No. 1: 66-73.
Siregar, M., 2003. Kebijakan Perdagangan dan
Daya saing Komoditas Kedelai, PSE
Balitbang Pertanian, Deptan RI, Bogor.
Sudaryanto, T. dan D. K. S. Swastika, 2007.
Ekonomi Kedelai di Indonesia. Forum
Agro Ekonomi (FAE) 12 (3) : 1-27.
Sains Riset Volume 1 - No. 2, 2011
Sukirno. 2000. Pengantar Teori Mikroekonomi.
Edisi kedua, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Supadi, 2009. Dampak Impor Berkelanjutan
Terhadap Ketahanan Pangan. Jurnal.
Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 7 No 1
: 87-102
Yusdja, Yusmichad. 2004. Tinjauan Teori
Perdagangan
Internasional
dan
Keunggulan Kooperatif. Jurnal Jurnal
Forum Agro Ekonomi (FAE) 22(2): 126141.
Zakiah dan T makmur (2010). Rancangan
Model Supply-Demand Kedelai di
Provinsi Aceh. Jurnal Agrisep. Vol (II)
No 1 : 47-57.
Zakiah (2010). Elastisitas Produksi dan
Permintaan Kedelai di Indonesia. Jurnal
Agrisep. Vol. 11 No.2 : 53-61.
Download