Kelainan Saraf Tepi pada anak. Fidiana,dr.SpS Mudjiani BAsuki,dr.SpS Susunan Saraf Tepi (SST) dimulai dari motor neuron, akar saraf , pleksus, beberapa saraf tepi, selanjutnya akan melewati Neuro Muscular Junction menuju otot yang dipersarafi. Gangguan sistim sensorik, motorik dan otonom sering terjadi bersamaan pada lesi saraf tepi. Pada anak-anak, oleh karena faktor usia , umumnya memberikan gejala utama berupa kelemahan extremitas yang sifatnya flaksid (kelemahan tipe LMN). Berikut, akan dibicarakan kelaina SST pada anak berdasarkan lokasi lesi: 1. Lesi kornu anterior. 1.1. Spino Muscular Atrophy. (SMA) 1.2. poliomyelitis 2. Lesi akar saraf. 3. Lesi pleksus 3.1. Erb Paralysis 3.2. Klumpke Paralysis 4. Lesi saraf tepi 5. Lesi NeuroMuscularJunction 5.1 Congenital Myasthenia Gravis 6. Lesi otot 6.1. Duchene Muscular Dystrophy 1. Lesi Motor neuron . 1.1. Spinal Muscular Atrophy (SMA) Definisi: SMA adalah kelainan genetik yang mengenai motor neuron. Dibagi menjadi 3 golongan: I. Werdnig-Hoffmann Disease. (Infantile SMA, SMA type I) II. SMA type II III. Kugelberg Welander Disease (SMA type III) Gejala klinis: Kelumpuhan motorik type flaccid (LMN) Tungkai lebih terkena d.p lengan, Otot proksimal lebih berat Saraf kranialis : dbn Pada awalnya, kelumpuhan otot interkostal lebih berat d.p otot diafragma sehingga sering muncul pernafasan tipe diafragma y.i distensi abdomen disertai retraksi mm. interkostal pada saat inspirasi Gangguan sensoris : (-) Gangguan otonom : (-). Tidak didapatkan gangguan BAK dan BAB. I. Werdnig-Hoffmann Disease. (Infantile SMA, SMA type I) Kelumpuhan yang terjadi pada usia < 6 bulan. (floppy infant) Tidak mampu “duduk “secara mandiri Fasikulasi otot lidah II. SMA type II Kelumpuhan yang terjadi setelah usia > 6 bulan Anak mampu duduk III. Kugelberg Welander Disease (SMA type III) Kelumpuhan LMN Mampu duduk, berdiri. Berjalan dengan bantuan alat Etiologi Patofisiologi: mutasi gen Survival Motor Neuron pada kromosom 5q Diagnosis: 1. Gejala klinis 2. Pemeriksaan EMG: gambaran denervasi otot 3. Pemeriksaan biopsy otot: gambaran denervasi (+) 4. Pemeriksaan genetika Penatalaksanaan: Suportif Prognosis: - SMA type I, II: dubius ad malam - SMA type III: dubius Contoh kasus: Bayi perempuan, usia 3 bulan datang dengan keluhan mengalami kelumpuhan. Riwayat kelahiran: normal, BB lahir 3.5 kg. Riwayat kehamilan normal. Riwayat perkembangan: usia 1 bulan i tidak mampu menyangga kepala dan menggerakkan kedua tungkainya. Saat ini, penderita tidak mampu tengkurap dan masih belum dapat menyangga kepala. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: bayi sadar baik, kelumpuhan dengan hipotonia pada ke-4 ekstremitas, refleks fisiologis (-). Fasikulasi lidah (+). Pemeriksaan Laboratorium: Serum CK : 291 IU/L Pemeriksaan EMG: CMAP: amplitude rendah pada n. medianus dan n.peroneus kanan-kiri SNAP n. medianus dan n. suralis kanan-kiri: normal Pemeriksaan EMG jarum: didapatkan aktifitas spontan pada otot rektus femoris kanankiri, m. deltoideus kanan Pemeriksaan biopsy otot: Tampak gambaran atrofi luas pada serabut otot tipe I, II dan hipertrofi pada serabut otot type I, yang sesuai dengan SMA tipe I. Penderita selanjutnya hidup dengan ketergantungan pada nasogastric tube, episode radang paru dan aspirasi berulang. Penderita meninggal dunia pada usia 8 bulan. Hasil otopsi: SMA tipe I 1.2. Poliomyelitis Definisi: Kelainan motor neuron akibat infeksi virus polio. Manifestasi infeksi polio pada anak-anak : 1. Asymptomatic infection 2. Mild symptomatic transient illness 3. Aseptic meningitis (abortive nonparalytic Infection) 4. Paralytic poliomyelitis Gejala klinis: 1. Demam, kaku kuduk dan nyeri otot (Flu like syndrome) 2. kelemahan umum 3. Tidak didapatkan kelainan sensoris 4. Kelumpuhan : mono/ para/ tri-paresis yang sifatnya flaksid Etiologi Virus polio yang termasuk genus Enterovirus. Patofisiologi: Virus polio masuk ke tubuh melalui makanan-minuman yang terinfeksi, selanjutnya melalui mukosa usus, virus menyerang motor neuron melalui transport axonal pada persarafan sistim gastrointestinal. Setelah didalam susunan saraf, virus menyerang organ target yang meliputi neuron kornu anterior, neuron motorik dan neuron sistim formasi retikuler di batang otak, serta neuron di kortek motorik. Diagnosis: 1. Gejala klinis 2. Pungsi lumbal: jumlah sel meningkat (20-200), Protein meningkat (50-100 mg/dl), glukosa: normal, kultur: negatip 3. Hapusan tenggorokan : positip 4. Kultur feses (< 15 hari onset): positip 5. Pemeriksaan EMG: gambaran lesi neuropati aksonal dengan denervasi otot. Tatalaksana: o Tidak ada terapi spesifik pada kasus infeksi poliomyelitis o Terapi ditujukan untuk penanganan demam, nyeri otot dan terapi suportif o Fisioterapi o Pencegahan: imunisasi Prognosis: o Lesi bulbar : prognosis buruk o Kelumpuhan ekstremitas bersifat permanen Contoh kasus Anak laki-laki, usia 7 tahun, dibawa ke UGD kelemahan kedua tungkai. Kelemahan terjadi sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya pederita mengeluh nyeri kepala, demam, kaku leher dan otot-otot punggung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Kaku kuduk, Brudzinski I dan Kernig: positip. Saraf kranialis : dbn. Kekuatan otot ekstremitas: tetraparese LMN, tungkai lebih berat, terutama otot proksimal. Pada pemeriksaan Pungsi Lumbal, jumlah sel: 78 terutama jenis limfosit, protein: 20 mg/dL, glukosa: 59 mg/dL. Diagnosis: poliomyelitis. Terapi: suportif Penderita membaik dalam waktu 3 bulan dengan gejala sisa kelumpuhan minimal pada kedua tungkai. 2. Lesi akar saraf Lesi akar saraf , sangat jarang terjadi pada anak-anak. Penyebab terbanyak adalah trauma. Gejala klinis: 1. Nyeri radikuler 2. Gangguan motoris sesuai miotome yang terkena. Pada kasus yang berat dapat disertai atrofi otot. 3. Gangguan sensoris sesuai dermatome lesi. Diagnosis: 1. Gejala klinis 2. MRI 3. Pemeriksaan EMG menunjukkan hasil neuropati aksonal pada saraf motorik yang dapat disertai tanda denervai otot. Pemeriksaan saraf sensoris: dbn. Etiologi/ Patofisiologi: Trauma, tumor pada daerah leher/ pinggang menekan akar saraf tertentu yang menginervasi ekstremitas atas (akar saraf C5, C6, C7, C8, Th1) dan ekstremitas bawah. (akar saraf L2, L3, L4, L5, S1) Tatalaksana: Pada kasus berat membutuhkan tindakan operasi 3. Lesi pleksus. Lesi pleksus pada anak-anak, selain berbagai penyebab sesuai perkembangan usia, trauma kelahiran masih terjadi terutama mengenai Pleksus brachialis. Lesi pleksus Brachialis akibat trauma kelahiran dibagi menjadi 2 kelompok besar: 1. Paralisis Erb Mengenai trunkus atas (C6,C6) Kelumpuhan pada otot bahu dan lengan atas. 2. Paralisis Klumpke Mengenai trunkus bawah (C8, Th1) Kelumpuhan pada otot intrinsic tangan