2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Ocean Color Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Sedangkan penginderaan jauh cahaya tampak (ocean color) menggunakan sensor pada panjang gelombang cahaya tampak (400-700nm) (Gaol, 2003). Lillsand and Kiefer (1990) menyatakan bahwa gelombang elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dan ditransmisikan akan berbeda untuk objek yang berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini memungkinkan kita dalam membedakan objek pada suatu citra satelit. Istilah ocean color atau inderaja warna air laut diartikan sebagai inderaja yang memanfaatkan radiasi gelombang elektomagnetik yang dipantulkan dari bawah permukaan laut (Hovis et al. dalam Susilo, 2008). Gelombang elektromagnetik yang digunakan berada dalam spekturm sinar tampak (400-700 nm), secara almiah sinar tampak inilah yang mampu menembus permukaan air (Susilo dan Gaol, 2008). Komponen utama yang mempengaruhi ocean color adalah pigmen-pigmen fitoplankton (khususnya klorofil-a). Pigmen-pigmen klorofil mempunyai karakteristik spektral yang spesifik dan distingtif karena mereka mengabsorpsi sinar biru (dan merah) dan secara kuat merefleksikan sinar hijau, dengan demikian mempengaruhi warna laut (Widodo, 1999). 3 4 2.2. Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS) SeaWiFS didisain untuk observasi penginderaan jauh ocean color secara global (Gregg, 1992). Selain berperan sebagai percobaan warna laut , SeaWiFS berfungsi sebagai satelit pengadaan percobaan untuk NASA. SeaWiFS adalah satu-satunya penelitian instrumen yang dilakukan oleh seastar. SeaWiFS dikembangkan oleh Orbital Science Corporation (OSC) dibuat oleh Hudges/Santa Barbara Research Center (SBRC) dibawah National Aeronautics and Space Administration (NASA) (Barnes et al., 1994). Panjang gelombang dan kanal SeaWiFS ditampikan pada Tabel 1. Tabel 1. Panjang Gelombang Serta Kanal SeaWiFS (NASA,2011) Kanal (band) Panjang gelombang (nm) 1 402-422 nm 2 433-453 nm 3 480-500 nm 4 500-520 nm 5 545-565 nm 6 660-680 nm 7 745-785 nm 8 845-885 nm Sensor SeaWiFS memiliki 8 kanal yang terdiri dari 6 kanal pada panjang gelombang sinar tampak dan 2 kanal pada panjang gelombang inframerah. Kanal 1 sampai dengan kanal 6 memiliki lebar kanal 20 nm sedangkan kanal 7 dan kanal 8 memiliki lebar kanal 40 nm. Karakteristik SeaWiFS ditampilkan pada Tabel 2. 5 Tabel 2. Karakteristik SeaWiFS (NASA, 2011) Spesifikasi Keterangan Tipe Orbit Sun Synchronous Ketinggian Orbit 705 km Periode Orbit 99 menit Lebar Sapuan 2801 km LAC/HRPT dan 1502 km GAC Sudut sapuan ±58,3oLAC dan ±45oGAC Resolusi Spasial 1,1 km LAC dan 4,5 km GAC Data Real-Time 665 kbps Revisit Time 1 hari Digitasi 10 bits Menurut Campbell et al., 1995 SeaWiFS local area coverage (LAC) memiliki resolusi spasial 1.1 km, sedangkan global area coverage (GAC) memiliki resolusi resolusi spasial 4.4 km. SeaWiFS terdiri atas beberapa tipe data antara lain : 1. Data level 0 merupakan data yang direkam dari satelit kemudian dikirim ke statiun penerima. data yang disiarkan langsung (tanpa perekaman) juga termasuk data tingkat 0. 2. Data level 1 merupakan data mentah yang bentuk nilai digitalnya telah diatur dalam bentuk tabel, merupakan hasil olahan dari data level 0. Data level 1 mengandung seluruh data level 0, data kalibrasi, dan instrumen telemetri yang mengalami format ulang. 3. Data level 2 merupakan hasil proses masukan data level 1 dan mengandung nilai geofisika pada setiap pixel. Nilai tersebut diperoleh dengan melakukan kalibrasi sensor, koreksi atmosferik, dan penerapan logaritma bio-optikal. 4. Data level 3 merupakan data statistika yang diolah dari data level 2. Setiap set data memiliki area bin 9 x 9 km2. Gambar 1 dibawah ini merupakan sensor SeaWiFS. 6 5. Data Level 4 merupakan hasil masukan variabel data dari level-3. Hal ini untuk mengantisipasi data level-3 yang menggunakan masukan data biogeokimia. Sensor SeaWiFS ditampilkan pada Gambar 1 (NASA, 2011). Gambar 1. Sensor Sea viewing Wide Field of view Sensor (SeaWiFS) 2.3. Fitoplankton dan Klorofil-a Fitoplankton adalah tumbuhan-tumbuhan air yang berukuran sangat kecil yang terdiri dari sejumlah besar kelas yang berbeda. Mereka mempunyai peranan penting baik di sistem pelagik maupun seperti yang di perankan juga oleh tumbuh-tumbuhan hijau yang lebih tinggi tingkatannya di ekosistem daratan, mereka adalah produsen utama zat-zat organik (Hutabarat dan Evans, 1986). Lo (1995) menyatakan bahwa fitoplankton mengandung klorofil-a , pigmen fotosintesis dominan yang mengabsorpsi kuat energi pada wilayah biru dan merah spektrum tampak. Klorofil-a meningkat konsentrasinya di dalam air laut, maka warna air berubah dari biru sampai hijau pada kondisi yang kaya akan klorofil-a. Fitoplankton yang subur umumnya terdapat di perairan sekitar muara sungai atau perairan lepas pantai dimana terjadi air naik (upwelling). Pada kedua lokasi itu terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara ke dalam lingkungan 7 tersebut (Nontji, 2007). Menurut Rasyid (2009) selain konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada daerah pantai, maka diperairan lepas pantai juga ditemukan daerah yang memiliki konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, walaupun pada umumnya di daerah tersebut memiliki konsentrasi klorofil-a yang rendah akibat tidak adanya suplai nutrient yang berasal dari daratan. Tingginya konsentrasi klorofil-a pada perairan lepas pantai akibat tingginya konsentrasi nutrient yang dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa air dalam terangkat bersama-sama dengan nutrient ke lapisan permukaan dan hal ini disebut dengan proses upwelling. Peranan fitoplankton dalam ekosistem perairan marine demikian penting, yakni sebagai penyedia energi (Wibisono, 2005). Kandungan klorofil-a digunakan sebagai ukuran jumlah fitoplankton pada suatu perairan dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Melimpahnya nutrien dari runoff dan pendaur ulangan di daerah pantai menyebabkan produktivitasnya tinggi. Tingginya produktivitas (100-160 gO/m-2 thn-1) merupakan penyangga populasi zooplankton dan organisme bentos (Nybakken, 1988). Selain itu, menurut Simbolon et al., 2009 menyatakan bahwa kandungan klorofil-a yang dihasilkan oleh fitoplankton merupakan indikasi kesuburan perairan, dan fitoplankton sangat penting sebagai produser primer dalam proses rantai makanan. Menurut SteemanNielsen in Nontji (2006) kurang lebih 95% produktivitas primer di laut disumbangkan oleh fitoplankton. Produktivitas primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer (Nybaken, 1988) antara lain: 8 1. Cahaya Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Hal ini berarti bahwa fitoplankton yang produktif hanyalah terdapat di lapisan-lapisan air teratas dimana intensitas cahaya dapat berlangsung. 2. Zat Hara Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen (sebagai nitrat, NO3-) dan Fosfor (sebagai Fosfat, PO42-). Zat hara lain yang digunakan mungkin kecil pengaruhnya. 3. Turbulensi dan Kedalaman Kritis Pencampuran vertikal bukan saja menaikkan zat hara mendekati permukaan air, tetapi juga mengangkut sel-sel fitoplankton ke lapisan yang lebih dalam. Kedalaman kritis ialah kedalaman dimana fotosintesis total dalam kolom air sama dengan respirasi total. Konsentrasi dari pigmen-pigmen klorofil (pigmen fotosintetik dari fitoplankton) sering ditetapkan sebagai suatu indeks dari produktivitas biologi dan di dalam lingkungan oseanik dapat dikaitkan dengan produksi ikan (Widodo, 1999). 2.4. Interpolasi Pada Citra Kehadiran awan atau asap mengkontaminasi sebagian data tetapi pengetahuan tentang variasi dari hari ke hari atau adanya berbagai kecenderungan memungkinkan untuk membuat koreksi dengan interpolasi (Widodo, 1999). Interpolasi pada citra dapat menggunakan Metode resampling yaitu melalui tiga pendekatan (Purwadhi, 2001): 9 1. Metode tetangga terdekat (Nearest neigborh) merupakan interpolasi orde nol. Metode tetangga terdekat merupakan algoritma paling sederhana, dimana harga interpolasi yang diberikan pada suatu titik adalah sama dengan titik sample masukan terdekat dengan titik yang diinterpolasi. Keunggulan metode ini adalah perhitungan sederhana dan menghindari pengubahan nilai pixel. 2. Metode interpolasi bilinier (Bilinear interpolation) merupakan interpolasi orde pertama. Metode interpolasi bilinier pada proses registrasi citra ,menggunakan dua persamaan linier, dimana proses interpolasi dilakukan dengan memperhitungkan pengaruh distribusi tingkat keabuan pixel tetangga atau perkiraan hitung dari empat pixel dalam proses interpolasi. Teknik ini menghasilkan suatu citra hasil resample dengan ujud halus, namun akan menimbulkan masalah pada pemakaian analisis pola spektral pada citra. Hal ini dikarenakan akan mengubah nilai digital. 3. Metode kubik konvolusi (Cubic convolution) merupakan interpolasi orde kedua. Metode bilinear mempunyai kecenderungan untuk melakukan proses penghalusan, agar proses penghalusan lebih optimal dapat diatasi dengan menggunakan polinomial dengan derajat yang lebih tinggi , yaitu polinomial kubik. Metode ini lebih baik karena dapat menghindarkan ujud yang tidak bersambungan seperti yang terjadi pada metode tetangga terdekat, dan hasilnya lebih tajam dari interpolasi bilinear.