BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Insani

advertisement
28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Modal Insani (Human Capital)
Dahulu pada umumnya, organisasi hanya menekankan pada pemeliharaan aset
modal keuangan yang biasa kita kenal dengan sebutan tangible asset. Tetapi seiring
dengan revolusi pengetahuan, para ahli mulai memperbincangkan tentang
kemampuan akan modal dapat diukur, tumbuh, dan hilang apabila karyawan tersebut
juga meninggalkan organisasi di mana mereka bekerja. Selanjutnya karyawan
diperhitungkan sebagai aset bagi perusahaan dengan kategori intangible asset.
Wright et al. (2001) yang dikutip Al Ma‟ani dan Jaradat (2010) menjelaskan
bahwa cakupan intangible asset meliputi human capital, social capital, psychological
capital dan organizational capital. Kemudian Mulyadi (2007) menggolongkan
intangible asset dalam tiga kelompok, yaitu (1) modal insani (human capital), modal
informasi, dan modal organisasi, (2) proses yang produktif dan cost effective, (3)
customer capital.
Elemen manusia menjadi pengaruh yang potensial bagi kesuksesan organisasi,
pada kenyataannya sekarang organisasi yang ingin bersaing dan bertahan harus
memperhatikan sumber daya manusianya sebagai penggerak keunggulan bersaing
dalam berbisnis. Kemampuan modal insani dalam menerapkan ilmu dan pengetahuan
ke dalam pekerjaan mereka yang menjadikan suatu perusahaan memiliki keunggulan
dalam bersaing. Tangible asset akan mengalami proses penuaan begitu dimanfaatkan
untuk menghasilkan suatu produk tetapi tidak demikian dengan modal insani. Satusatunya sumber daya yang memiliki kemampuan untuk belajar dan bertumbuh adalah
sumber daya manusia. Oleh karena itu, melalui pemberdayaan karyawan, sumber
daya manusia dapat dikembangkan secara penuh potensinya untuk memberikan
kontribusi yang optimum dalam menghasilkan suatu produk.
Modal insani menggambarkan kemampuan yang dibawa dan dibutuhkan
setiap individu karyawan yang akan mengarah pada peningkatan nilai tambah
ekonomi di seluruh area bisnis, dan dapat dikatakan sebagai investasi bagi organisasi.
29
Terdapat berbagai pengertian mengenai modal insani. Pada Tabel 2 berikut ini
beberapa ahli menjelaskan mengenai pengertian modal insani yang dikutip oleh Al
Ma‟ani dan Jaradat (2010).
Tabel 2. Pengertian Modal Insani (Human Capital)
Penulis
Koulopowlos (1999)
OECD (1999)
Fitz-enz (2000)
Reinhardt (2001)
Schultz et al. (2002)
Xu et al. (2002)
Weatherly (2003)
Fernands et al. (2004)
Rauch et al. (2005)
Al-Ali et al. (2006)
Yaseen (2007)
Pengertian
Akumulasi nilai dari pengetahuan yang tersedia bagi
organisasi.
Modal insani meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi yang terkandung dalam individu karyawan dan
terkait dengan aktivitas ekonomi mereka.
Modal insani merupakan pengalaman, pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan
dan digunakan dalam proses produksi, yang dapat diukur oleh
pelatihan dan pengembangan dan sistem insentif.
Total tenaga kerja dan pengetahuan mereka mengenai
pekerjaan yang terdiri dari elemen-elemen, seperti:
kompetensi, keterampilan, sikap terhadap pekerjaan, jawaban
yang tepat dan motivasi.
Modal insani merupakan pengetahuan, keterampilan,
kemampuan para karyawan dalam memberikan solusi bagi
pelanggan.
Modal
insani
meliputi
pengetahuan,
keterampilan,
kemampuan dari karyawan.
Kumulatif total dari pengalaman, posisi, pengetahuan dan
kreativitas, energi, dan antusiasme yang diperlihatkan oleh
orang untuk berinvestasi dalam bisnisnya.
Pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi dan tinggal dalam
benak karyawan, dan pihak lain yang berada di luar
organisasi.
Yang termasuk dalam modal insani adalah pengalaman belajar
dan keahlian yang dimiliki oleh karyawan.
Keseluruhan pengalaman dan pengetahuan, kemampuan,
antusiasme, kreativitas dan kualitas yang dimiliki para
karyawan pada sebuah organisasi.
Kombinasi dari pengetahuan, pembelajaran, kompetensi inti
para karyawan dalam rangka mencapai tujuan, programprogram di organisasi dan tugas-tugas fungsional mereka.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal
insani merupakan keterpaduan pengetahuan, pembelajaran, pengalaman, kompetensi
inti, keterampilan, kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap karyawan yang ada
dalam suatu organisasi atau perusahaan. Sehingga para kebanyakan ahli teori modal
insani memfokuskan pada investasi dalam beberapa tipe pendidikan dan
30
pengembalian pada dampak investasi (return on investment) tersebut dari intangible
asset pada modal insani.
2.2 Modal Insani, Produktivitas dan Laba Perusahaan
2.2.1 Produktivitas
Produktivitas dapat dikatakan sebagai gejala dari prestasi karyawan, misalnya
jika karyawan tersebut produktif maka dapat dikatakan karyawan tersebut berprestasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan
perusahaan,
yaitu
untuk
meningkatkan
produktivitas
kerja
guna
menjaga
kelangsungan hidupnya. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
produktivitas karyawan, baik dari diri karyawan tersebut atau berasal dari lingkungan
tempat kerjanya. Menurut Gomes (1995) beberapa faktor produktivitas antara lain:
a) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang
bersifat formal maupun non formal yang memberikan kontribusi terhadap
seseorang di dalam pemecahan masalah termasuk dalam melakukan dan
menyelesaikan pekerjaan.
b) Keterampilan (skill)
Keterampilan merupakan kemampuan teknis mengenai bidang tertentu
yang bersifat kekaryaan.
c) Kemampuan (ability)
Kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh
seorang karyawan. Pengetahuan dan keterampilan termasuk faktor
pembentuk kemampuan. Jadi apabila seseorang mempunyai pengetahuan
dan keterampilan yang tinggi, diharapkan memiliki ability yang tinggi.
d) Sikap dan perilaku (attitude and behavior)
Sangat erat hubungan antara kebiasaan dan perilaku. Attitude merupakan
suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut
memiliki implikasi positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja
seseorang maka akan menguntungkan dalam artian apabila kebiasaan-
31
kebiasaan karyawan baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku
kerja yang baik. Dengan kondisi karyawan seperti ini, maka produktivitas
dapat dipastikan dapat terwujud.
2.2.2 Produktivitas dan Modal Insani
Salah satu faktor yang paling penting mempengaruhi produktivitas karyawan
adalah modal insani. Mulyadi (2007) menyatakan bahwa sumber utama pemborosan
dan rendahnya produktivitas adalah kualitas manusia. Oleh karena itu, jika
perusahaan ingin mengurangi biaya dan/atau meningkatkan produktivitas secara
signifikan, langkah-langkah strategik yang ditempuh oleh perusahaan perlu diarahkan
pada peningkatan kualitas modal insani. Terdapat beberapa fakta tentang modal
insani yang perlu dipahami oleh manajemen dalam usaha pelipatgandaan kinerja
perusahaan, seperti yang diuraikan oleh Mulyadi (2007) berikut ini.
1. Modal insani adalah satu diantara beberapa aktiva perusahaan yang dapat
berkembang. Hampir semua aktiva perusahaan, seperti gedung, mesin, peralatan
mengalami depresiasi pada hari aktiva tersebut digunakan untuk menghasilkan
suatu produk. Di lain pihak, modal insani yang merupakan suatu aktiva yang
melekat dalam otak dan hati karyawan dapat dan harus bertumbuh jika suatu
perusahaan menginginkan kemakmuran. Tugas manajer adalah menjadikan
produktif pengetahuan yang dikuasai karyawan dan mengubah modal insani
untuk menghasilkan value bagi customer.
2. Modal insani mudah dibawa pergi. Sumber daya manusia memiliki keterampilan
dan pengetahuan yang melekat dalam dirinya. Dalam era teknologi informasi ini,
pengetahuan merupakan alat produksi dominan untuk menghasilkan produk bagi
customer. Karyawan yang memiliki modal insani yang tinggi dapat disamakan
dengan sukarelawan. Mereka dapat menemukan peluang pekerjaan di berbagai
perusahaan sehingga memiliki kesempatan untuk memilih di mana mereka akan
bekerja. Seorang sukarelawan hanya akan memberikan komitmennya bila ia
merasakan adanya ikatan emosional dengan suatu perusahaan. Modal insani yang
dimiliki oleh karyawan sebagai “sukarelawan” menjadi lebih penting dengan
32
semakin meningkatnya karyawan berpindah ke perusahaan lain. Manajer tidak
lagi cukup menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk menjadikan suatu
pekerjaan terlaksana melainkan mereka harus mencari cara lain untuk
mendapatkan komitmen dari karyawan yang memiliki modal insani yang tinggi.
3. Modal insani dalam suatu perusahaan berhubungan langsung dengan persepsi
customer terhadap perusahaan. Banyak perusahaan yang melakukan investasi
ratusan juta untuk pelatihan para manajer dan eksekutif agar dapat berpikir
startegik dan bertindak secara global. Sedangkan tidak sedikit pula perusahaan
membiarkan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan langsung dengan customer
diserahkan kepada karyawan baru, tidak terlatih, tidak memiliki komitmen dan
bahkan tidak memiliki kompetensi untuk menjawab pertanyaan customer.
Sebagai akibatnya, citra perusahaan di mata customer menjadi tidak baik. Kesan
customer diperoleh pada waktu customer membeli produk dan melakukan
pembayaran kepada karyawan di mana hal tersebut juga harus diimbangi dengan
mutu produk yang dibeli oleh customer, pelayanan purna jual dan pelayanan
lainnya.
4. Modal insani menarik sumber daya lain menjadi satu. Modal insani merupakan
faktor penting dalam perusahaan. Investasi dalam pabrik, teknologi, produk baru,
sistem distribusi, dan pemasaran hanya akan berfungsi jika mendapat sentuhan
modal insani. Sebagai konsekuensinya manajer harus menciptakan, membangun,
dan mempertahankan modal insani dalam unit kerjanya, karena hanya modal
insani yang dapat menarik berbagai sumber daya lain untuk dimanfaatkan dalam
menghasilkan value terbaik bagi customer. Tidak ada satu pun aktiva keuangan
(financial asset) perusahaan yang memiliki kemampuan untuk menggabungkan
berbagai sumber daya guna menghasilkan sinergi.
Selain itu, tantangan perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis yang
ditandai dengan era teknologi informasi, suatu pekerjaan berubah menjadi
knowledge-based works, yaitu pengetahuan menjadi basis untuk melaksanakan
pekerjaan. Pekerjaan menjadi kompleks, terintegrasi serta sarat akan ilmu dan
pengetahuan. Knowledge workers menjadi dominan dalam memproduksi produk.
33
Akhirnya, knowledge workers tidak lagi dapat dengan mudah digantikan oleh
karyawan lain. Berdasarkan hal tersebut, maka modal insani haruslah dikelola dengan
baik.
2.2.3 Laba dan Modal Insani
Laba merupakan indikasi kesuksesan dari suatu badan usaha. Walaupun tidak
semua organisasi perusahaan menjadikan laba sebagai tujuan utamanya, tetapi tidak
dapat dipungkiri bahwa pada organisasi non profit pun laba diperlukan untuk
bertahan hidup. Bagi perusahaan yang bertujuan untuk memaksimalisasi laba, laba
dapat menjamin eksistensi perusahaan baik dalam operasi maupun dalam
kemampuan untuk memberikan deviden yang memuaskan kepada para pemegang
saham.
Modal insani adalah aset yang paling berharga dalam perusahaan khususnya
intellectual capital-nya. Manusialah yang mengatur suatu perusahaan dan yang
menyatakan nilai tambah. Dengan kata lain manusia khususnya kemampuannya,
kebijaksanaannya, atau daya intelektualnya memiliki arti penting dan memiliki
peranan yang sangat besar dalam mengelola suatu perusahaan.
Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, kinerja perusahaan tidak hanya
diukur dari kemampuan menghasilkan financial return, melainkan juga kemampuan
melipatgandakannya dalam jangka panjang. Karena itu diperlukan pelipatgandaan
kinerja
perusahaan
khususnya
kinerja
modal
insani.
Kemampuan
suatu
perusahaan/organisasi dalam mengembangkan dan menggunakan pengetahuan
kolektif atau modal insani untuk mencapai tujuan organisasi merupakan hal yang
sangat penting bagi kemampuannya untuk menghasilkan profit.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang menjelaskan adanya hubungan antara
modal insani dan produktivitas dan laba organisasi ditunjukkan dalam Tabel 3.
34
Tabel 3. Penelitian-Penelitian Sebelumnya Mengenai Modal Insani, Produktivitas,
dan Laba
No.
1.
Penulis
Chang et al. (2011)
Variabel
Pertumbuhan
produktivitas, efisiensi
perubahan, progress
teknikal, akumulasi modal
informasi teknologi,
akumulasi modal insani.
2.
Afrooz et al. (2010)
3.
Shape (2001)
Produktivitas
tenaga
kerja,
modal
insani,
pekerja terdidik, pekerja
terampil
Modal
insani,
profit
perusahaan.
Hasil
Selama sebelas tahun periode (19932003) pertumbuhan produktivitas pada
beberapa perusahaan akuntan publik di
Taiwan dipengaruhi oleh efiesiensi
pertumbuhan (0.2%), progress teknikal
(6.3%), akum. modal teknologi
informasi (30.2%), akum. modal insani
(14.3%). Agar dapat meningkatkan
penghasilannya, perusahaan akuntan
publik dalam produktivitas tenaga
kerjanya lebih ditekankan berinvestasi
pada modal teknologi informasi dan
modal insani.
Pekerja
terdidik
dan
terampil
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap produktivitas kerjanya.
Terdapat hubungan yang positif antara
peningkatan pengetahuan yang dimiliki
oleh modal insani suatu perusahaan
terhadap profit perusahaan.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Modal Insani
Dalam teorinya, investasi pada modal insani dapat memberikan keunggulan
bersaing perusahaan melalui peningkatan keterampilan karyawan yang dimilikinya
dibandingkan dengan karyawan dari perusahaan pesaing. Pengetahuan, pelatihan, dan
sekolah atau pendidikan formal merupakan faktor basis yang dapat meningkatkan
kuliatas sumber daya manusia.
Hawlett (2002) dalam penelitiannya mengenai integrasi konsep modal insani
dalam produktivitas dan pertumbuhan yang mengacu pada konsep dari Theodore
Schultz (1961), menyatakan bahwa investasi pada modal insani digolongkan dalam
beberapa kategori antara lain:
a. Sekolah dan pendidikan tinggi
b. On the job training
c. Migrasi
d. Kesehatan
e. Informasi ekonomi
35
Selanjutnya menurut Becker (1993) yang disitasi oleh Zula (2006) investasi
pada modal insani dapat dilakukan melalui sekolah dan pendidikan formal, on the job
training dan pengetahuan lainnya.
On the job training tertuju pada peningkatan keterampilan selama karyawan
berada dalam suatu organisasi/perusahaan. Keterampilan ini dapat dipindahkan
(transferable) atau spesifik. Pelatihan ini difasilitasi oleh perusahaan dan dapat
digunakan untuk meningkatkan output perusahaan dan pendapatan (income)
karyawan. Becker membagi pelatihan ini menjadi dua, yaitu pelatihan umum dan
khusus.
Pelatihan umum merupakan pelatihan yang memberikan keterampilan yang
dapat dialihkan. Pelatihan jenis ini jarang sekali dibiayai oleh perusahaan tetapi
karyawan rela untuk mengeluarkan penghasilannya agar mendapatkan pelatihan ini
dan dapat menuai hasilnya kelak. Secara umum, salah satu jenis on the job training
ini memungkinkan produktivitas seorang karyawan meningkat baik bagi perusahaan
yang menyediakan pelatihan tersebut atau perusahaan lain.
Pelatihan khusus mengacu pada pelatihan yang diberikan oleh perusahaan dan
keterampilannya
sangat
terbatas
untuk
dialihkan
dan
akan
meningkatkan
produktivitas dalam konteks tertentu. Misalnya, karyawan yang baru bekerja pada
perusahaan diberikan orientasi mengenai budaya, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan
proses perusahaan agar karyawan tersebut lebih mengenal perusahaan tempat mereka
bekerja. Pelatihan ini dikatakan khusus karena dengan karyawan memahami apa
tujuan perusahaan maka karyawan tersebut akan bekerja sesuai tujuan perusahaan
yang akhirnya akan meningkatkan produktivitas perusahaan yang memberikan
pelatihan tersebut.
Klasifikasi berikutnya adalah sekolah. Sekolah atau pendidikan ini dilakukan
setelah karyawan menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan pada suatu institusi untuk
dapat meningkatkan satu atau beberapa keterampilan khusus. Misalnya, karyawan
yang dalam posisi magang sebagai pengacara akan disekolahkan pada sekolah
hukum. Kebanyakan program pelatihan akan dikembangkan dari on the job training
ke lembaga formal karena biasanya industri melihat nilai dari pelatihan jauh sebelum
36
sekolah. Karyawan mengeluarkan biaya pada saat sekolah ini dengan harapan akan
memperoleh manfaat dari return (pengembalian) berikutnya berupa upah yang lebih
tinggi dari keterampilan khusus yang dimiliki.
Menurut Becker (1993) seorang karyawan memiliki kemampuan untuk
mendapatkan pengetahuan lain dari berbagai sumber. Seperti halnya on the job
training dan sekolah, pengetahuan lain juga akan berpengaruh terhadap kenaikan
upah karyawan. Dengan kata lain, pengetahuan apapun yang dimiliki seorang
karyawan melebihi karyawan lainnya maka akan memberikan keunggulan bersaing.
2.4 Modal Insani dan Pengetahuan
Suatu modal insani organisasi diyakini dapat memenuhi persyaratan sebuah
aset strategis karena langka, bernilai, tidak dapat disubtitusikan, dan sulit untuk ditiru.
Lebih lanjut Bohlander et al. (2001) menyatakan bahwa faktor manusia yang menjadi
pusatnya organisasi, sekarang ini mengambil peranan lebih dalam lagi, yaitu sebagai
pembentuk keunggulan bersaing suatu organisasi. Mereka menegaskan kembali
bahwa fakta keberhasilan suatu organisasi tergantung pada organisasi mengetahui
tentang pembentuk kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya, yang meliputi
pengetahuan (knowledge), keterampilan, dan kemampuan yang tertanam pada diri
karyawan.
Rothwell et al. (1998) yang disitasi oleh Zula (2006) menyatakan bahwa
modal pengetahuan (knowledge capital) muncul sebagai sumber daya kompetitif bagi
organisasi dan praktisi sumber daya manusia, fungsi sumber daya manusia menjadi
peran kepemimpinan tunggal yang berpotensi dalam pengaturan organisasi saat ini
dan pada masa yang akan datang. Secara signifikan, para praktisi sumber daya
manusia harus menyadari kepentingan strategis terhadap pengakuan kunci utama
manusia dan modal pengetahuan dalam menciptakan pelayanan teladan dan inovasi.
Pada masa yang akan datang, praktik sumber daya manusia suatu organisasi akan
tergantung pada kemampuan mereka dalam menyelaraskan modal manusia dan
pengetahuan terhadap strategi bisnis utama. Manajemen sumber daya manusia
37
strategik adalah alokasi jangka panjang dan perencanaan modal manusia dan
pengetahuan yang diselaraskan dengan strategi bisnis utama.
Namun, Mulyadi (2007) menambahkan bahwa pengetahuan bukan merupakan
sumber daya bisnis melainkan sumber daya sosial yang bersifat universal. Siapa saja
dapat melakukan akses ke pengetahuan yang dibutuhkan melalui berbagai sarana
(buku, perpustakaan, publikasi, internet). Faktor yang benar-benar menjadikan suatu
organisasi berbeda dari perusahaan lain adalah terletak pada kemampuan modal
insani dalam memanfaatkan pengetahuan. Oleh karena itu, faktor penentu daya saing
jangka panjang organisasi terletak pada kemampuan sumber daya manusia dalam
memanfaatkan pengetahuan yang mereka kuasai untuk memproduksi produk dan jasa
yang menghasilkan value bagi customer.
Rothwell et al. (1998) yang disitasi oleh Zula (2006) menyatakan bahwa
modal pengetahuan merupakan sekumpulan nilai ekonomis dari tenaga kerja dalam
suatu organisasi, yang mencakup memori institusional, talent pool, dan kreativitas
karyawan. Memori institusional didefinisikan sebagai memori kolektif tenaga kerja
tentang pengalaman masa lalu organisasi. Sedangkan talent pool merupakan
ketersediaan tenaga kerja untuk memenuhi tantangan dan strategi organisasi saat ini
dan di masa yang akan datang. Kreativitas adalah posisi tenaga kerja dalam
organisasi untuk memecahkan masalah masa lalu, saat ini, dan masa depan.
Tingginya permintaan dalam arena persaingan terhadap modal pengetahuan
dan karyawan yang memiliki pengetahuan (knowledge worker) membawa
konsekuensi baru bagi para praktisi sumber daya manusia, diantaranya kebutuhan
akan pelatihan, pengembangan, dan pendidikan bagi karyawan (Zula 2006). Mengacu
pada Rothwell et al. (1998) yang disitasi oleh Zula (2006), permintaan knowledge
worker dan modal pengetahuan akan mengarah pada perubahan landscape
pengembangan profesional sumber daya manusia. Para karyawan akan membutuhkan
pendidikan dalam rangka mengahadapi arena persaingan, strategi bisnis, dan peran
mereka dalam mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
Di dalam perusahaan, pengetahuan dimanfaatkan oleh dua pihak berikut ini:
38
1. Karyawan, pengetahuan dimanfaatkan untuk memproduksi produk dan jasa yang
menghasilkan value bagi customer sehingga pengetahuan menjadi produktif.
2. Manajemen, pengetahuan dimanfaatkan untuk melakukan pengelolaan organisasi
sehingga pengetahuan menjadi berkinerja (Mulyadi 2007).
2.5 Modal Insani, Pendidikan dan Pelatihan
Pada era perekonomian sekarang ini, berinvestasi pada modal insani sama
pentingnya dengan berinvestasi pada properti. Salah satu perwujudan investasi pada
modal insani adalah melalui pendidikan dan pelatihan karyawan. Pelatihan karyawan
memberikan kontribusi perbaikan kinerja perusahaan dengan meningkatkan
keterampilan karyawan yang akan tertuju pada produktivitas kerja (Bartel 1994).
Lebih lanjut Mincer (1974) yang disitasi oleh Ming Au dan Altman (2007)
mengatakan bahwa dengan berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan, seseorang
akan mengembangkan modal insaninya, seperti keterampilan dan pengetahuan akan
membawa mereka pada pekerjaan yang memiliki bayaran yang bagus.
2.5.1 Modal Insani dan Pendidikan Formal
Pada masa sekarang ini kita dihadapkan dengan informasi yang berbasis
ekonomi di mana teknologi dan metode produksi berubah secara cepat. Modal tak
berwujud (intangible) dan pengetahuan menghasilkan nilai tambah yang paling baik
dalam mengatasi perubahan tersebut dan karenanya pembentukan modal insani harus
ditindaklanjuti seperti halnya pembentukan modal fisik (tangible). Pendidikan
memainkan peran yang penting dalam pembentukan modal insani (Nadrag & Mitran
2011).
Sikula (1981) yang disitasi oleh Samsudin (2006) berpendapat bahwa
pendidikan jangka panjang merupakan bagian dari pengembangan seseorang seperti
berikut ini, “development is a long term educational process utilizing a systematic
and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and
theoretical knowledge for general purpose.” Pendidikan berbeda dengan pelatihan
karena pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Pendidikan dan pelatihan
39
memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat
pemahaman secara implisit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk
menjadi inovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, dan menjadi
karyawan yang efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan.
Komponen pembentuk modal insani, yaitu latar belakang pendidikan
merupakan kunci kualitas tenaga kerja. Denison (1962) yang disitasi oleh Hawlet
(2002) menyatakan pendidikan memberikan kontribusi pada produktivitas pada dua
muka. Pendidikan dapat meningkatkan kualitas dan kemampuan dari karyawan, lebih
produktif dalam menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Meningkatkan
pendidikan cenderung dapat meningkatkan tingkat pengembangan intelektual yang
juga akan menambah pengetahuan yang sudah ada.
Teori modal insani menekankan bagaimana pendidikan dapat meningkatkan
produktivitas dan efisiensi pekerja melalui peningkatan level stok kognitif
kemampuan manusia secara ekonomis yang mana merupakan suatu produk dari
kemampuan bawaan dan investasi manusia. Ketentuan pendidikan formal dilihat
sebagai investasi yang produktif pada modal manusia, dimana beberapa teori
menyebutkan bahwa modal insani setara atau bahkan satu tingkat lebih tinggi
dibandingkan dengan modal fisik (Olaniyan & Okemakinde 2008).
Peningkatan modal insani pada individu akan tertuju pada besarnya output
dan meningkatkan pendapatan seorang pekerja. Hal ini juga akan meningkatkan
peluang pekerja di pasar tenaga kerja, dan memungkinkan mereka dalam memperoleh
uang dan pengembalian dalam bentuk non-uang dan memberikan mereka peluang
dalam mobilitas pekerjaan (Olaniyan & Okemakinde 2008).
Kompensasi yang diterima oleh karyawan merupakan elemen penting yang
menghubungkan antara pendapatan dan pendidikan. Jika seseorang mempunyai
tingkat pendidikan yang lebih tinggi maka akan mendapatkan benefit (tunjangan)
yang lebih tinggi dibandingkan yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Psacharopoulos (1975), yang disitasi oleh Hawlett (2002), dalam analisis yang
dilakukannya di Inggris dan Amerika Serikat menyatakan bahwa seseorang yang
40
memiliki pekerjaan jika didukung dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
meningkatkan tunjangan yang akan diterimanya.
Penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa dengan pendidikan
atau sekolah formal yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi kualitas modal
insani yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Penelitian-penelitian Mengenai Pendidikan dan Modal Insani
No.
1.
Penulis
Odit et al. (2010)
Variabel
Modal insani, pendidikan,
pertumbuhan ekonomi
2.
Olaniyan
& Pendidikan, modal insani
Okemakinde (2008)
3.
Iqbal &
(2011)
Waqas
Modal
peningkatan
dan gaji
4.
Vural &
(2008)
Gulcan
Pendidikan, peningkatan
pendapatan karyawan
insani,
pendapatan
Hasil
Pendidikan yang dimiliki oleh
modal insani merupakan faktor
yang penting dalam mempengaruhi
tingkat pertumbuhan ekonomi.
Investasi
pada
pendidikan
mempunyai korelasi yang positif
terhadap
pertumbuhan
dan
pengembangan perekonomian.
Terdapat hubungan yang positif
antara modal insani dengan
peningkatan pendapatan dan gaji
seorang karyawan.
Pendidikan
menentukan
pendapatan seorang individu.
Dengan
demikian,
peluang
pendidikan yang setara akan
memberikan peluang yang besar
pula pada pendapatan yang
didapatkan oleh seorang individu.
2.5.2 Modal Insani dan Pelatihan
Pada masa sekarang ini banyak perusahaan mengakui bahwa sumber daya
manusia merupakan inti dari keunggulan bersaing perusahaan mereka. Para manajer
perusahaan menganggap pada dasarnya suatu perusahaan memiliki peluang yang
sama untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, dan kemajuan teknologi, sehingga
akhirnya
mereka
mengakui
bahwa
karyawan
yeang dimiliki
yang
akan
membedakannya dengan perusahaan lain. Oleh karena itu, kesuksesan suatu
organisasi akhirnya tergantung dari tenaga kerjanya dan skill yang dimiliki oleh
tenaga kerja tersebut (Buhler 1999).
Pelatihan cenderung merupakan kunci utama dalam pengembangan modal
insani. Pelatihan karyawan memberikan kontribusi pada ketersediaaan stok modal
41
ekonomi. Pelatihan juga sangat erat hubungannya dengan sebuah inovasi sehingga
akan meningkatkan keterampilan dari karyawan. Oleh karena itu, pengembangan
modal insani melalui pelatihan akan melengkapi inovasi tersebut (Choudhury &
Mishra 2010).
Hal yang penting dalam sebuah perusahaan adalah mensosialisasikan para
karyawannya ke dalam budaya perusahaan agar mereka dapat menjadi karyawan
yang produktif dan efektif, segera setelah memasuki dan menjadi anggota sistem
sosial pada perusahaan. Suatu cara yang dapat digunakan oleh perusahaan adalah
melalui program pelatihan dan pengembangan karyawan karena penempatan
karyawan dalam pekerjaan secara langsung tidak menjamin mereka akan berhasil.
Karyawan baru sering merasa tidak pasti tentang peranan dan tanggung jawab
mereka. Oleh karena itu, permintaan pekerjaan dan kapabilitas karyawan haruslah
seimbang melalui program orientasi dan pelatihan (Mangkuprawira 2004).
Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, pendidikan berbeda dengan
pelatihan karena pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Spesifik berarti
pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan, sedangkan praktis
dan segera mengandung arti yang sudah dilatihkan dapat diprakikkan. Umumnya
pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja
dalam waktu yang relatif singkat. Suatu pelatihan menyiapkan karyawan untuk
melakukan pekerjaan yang dihadapi (Samsudin 2006).
Mangkuprawira (2004) berpendapat bahwa pelatihan bagi karyawan
merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap
agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya
dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Sehingga dengan kata lain, perusahaan
memberikan pelatihan kepada karyawannya untuk menjembatani gap (kesenjangan)
antara kompetensi karyawan yang dimiliki saat ini dengan kompetensi yang
dibutuhkan perusahaan.
Organisasi dapat menggunakan pelatihan sebagai alat strategik untuk
mencapai tujuan organisasi dan karyawan. Hubungan antara pelatihan dan tujuan
organisasi sangatlah jelas, tetapi terkadang menjadi “hilang” ketika program sudah
42
diimplementasikan dan disaat perusahaan menghadapi krisis. Pelatihan diartikan
sebagai suatu kegiatan bukan sebagai suatu alat untuk mencapai strategi.
Terdapat perbedaan antara pelatihan sebagai aktivitas (training for activity)
dan pelatihan yang berdampak (training for impact), perbedaan ini dapat dilihat pada
Tabel
5.
Pelatihan
yang
berdampak
membutuhkan
kehati-hatian
dalam
mengidentifikasi tujuan, evaluasi sistematis dari beberapa alternatif, evaluasi yang
ketat untuk pencapaian (achievement) (Milkovich & Boudreau 1994).
Tabel 5. Perbedaan Antara Pelatihan Sebagai Aktivitas dan Pelatihan yang
Berdampak.
Pelatihan sebagai aktivitas
Tidak mempunyai klien
Tidak terkait dengan kebutuhan bisnis
Tidak ada penilaian terhadap keefektifan
kinerja atau penyebabnya.
Tidak ada upaya penyiapan lingkungan
kerja untuk mendukung pelatihan.
Tidak ada pengukuran terhadap hasil
pelatihan.
Pelatihan yang berdampak
Bermitra dengan klien
Terkait dengan kebutuhan bisnis
Terdapat penilaian terhadap keefektifan
kinerja atau penyebabnya.
Penyiapan
lingkungan
kerja
untuk
mendukung pelatihan.
Terdapat pengukuran terhadap hasil
pelatihan.
2.5.2.1 Metode Pelatihan Karyawan
Terdapat dua metode utama dalam pelatihan, yaitu on the job training dan off
the job training. Khusus bagi karyawan non manajerial banyak dilakukan pelatihan
on the job training sedangkan off the job training lebih banyak diterapkan pada
karyawan yang memiliki jabatan manajerial.
a. On the job training
Tipikal dari program on the job training menempatkan trainee pada
situasi pekerjaan yang sebenarnya, di mana karyawan akan mendapatkan
pengalaman kerja yang lebih nyata. Pelatihan ini memberikan kesempatan
pada
karyawan
untuk
mempelajari
keterampilan
baru
dan
menyempurnakan keterampilan terdahulu. Pelatihan ini disediakan dan
difasilitasi oleh perusahaan dalam rangka peningkatan output perusahaan
dan meningkatkan income karyawan.
43
Teknik-teknik on the job training merupakan metode latihan yang
paling banyak digunakan. Latihan dengan menggunakan metode ini
dilakukan di tempat kerja. Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru
dengan supervisi langsung seorang pelatih yang berpengalaman. Metode
latihan ini sangat ekonomis, karena tidak perlu membiayai para trainer
dan trainee, tidak perlu menyediakan peralatan dan ruang khusus.
Mangkuprawira (2004) menyebutkan yang termasuk dalam pelatihan ini,
antara lain:
a) Pelatihan instruksi pekerjaan, pada pelatihan ini ditentukan
seseorang bertindak sebagai pelatih untuk menginstruksikan
bagaimana melakukan pekerjaan tertentu dalam proses kerja;
b) Rotasi pekerjaan merupakan program yang direncanakan
secara formal dengan cara menugaskan karyawan pada
beberapa pekerjaan yang berbeda dana dalam bagian yang
berbeda dengan organisasi untuk menambah pengetahuan
mengenai pekerjaan dalam organisasi;
c) Magang pelatihan yang mengkombinasikan antara pelajaran
di kelas dengan praktek di lapangan, yaitu setelah sejumlah
teori diberikan kepada peserta, peserta dibawa praktek ke
lapangan; dan
d) Coaching merupakan bentuk pelatihan dan pengembangan
yang dilakukan di tempat kerja oleh atasan dengan
membimbing karyawan melakukan pekerjaan secara informal
dan biasanya tidak terencana, misalnya cara melakukan
pekerjaan, cara memecahkan masalah.
b. Off the job training
Pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti karyawan, sebagai
peserta diklat, ke luar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya.
Kemudian mengikuti pendidikan atau pelatihan, dengan menggunakan
44
teknik-teknik belajar mengajar seperti lazimnya. Mangkuprawira (2004)
menyebutkan jenis dari pelatihan ini antara lain:
a) Presentasi dan kuliah. Pada metode presentasi teknik yang
digunakan adalah menyajikan informasi, yang bertujuan
untuk memperkenalkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
baru bagi para peserta. Kuliah merupakan metode tradisional
dengan kemampuan penyampaian informasi di mana peserta
diasumsikan sebagai pihak yang pasif;
b) Permainan peran dan pemodelan perilaku. Dalam metode ini,
peserta pelatihan diminta untuk memainkan (memerankan)
bagian-bagian dari berbagai karakter (watak) dalam suatu
kasus. Peserta harus mengambil alih peranan dan sikap-sikap
dari orang-orang yang ditokohkan tersebut;
c) Studi kasus. Peserta pelatihan diberikan sebuah kasus yang
harus dipelajari dan didiskusikan antarpeserta. Metode ini
sangat cocok bagi manajer yang akan mengembangkan
keterampilan dalam memecahkan masalah;
d) Simulasi adalah suatu penentuan karakteristik atau perilaku
tertentu dari dunia nyata sehingga para peserta pelatihan dapat
merealisasikan seperti keadaan yang sebenarnya. Pelatihan
simulasi terdiri dari dua bentuk. Pertama, simulator mekanik
yang mereplikasikan ciri-ciri pokok dari situasi kerja. Kedua,
simulasi
komputer
yang
berupa
permainan-permainan.
Pemain membuat keputusan, dan komputer menentukan hasil
dalam
konteks
dari
kondisi-kondisi
yang
sudah
diprogramkan;
e) Studi mandiri. Bahan-bahan instruksional yang terencana
dengan hati-hati dapat digunakan untuk melatih dan
mengembangkan para karyawan. Bahan-bahan pembelajaran
yang terprogram merupakan bentuk lain dari studi mandiri.
45
biasanya bentuk itu merupakan program komputer atau
booklet cetakan yang berisi berisi sebuah seri pertanyaanpertanyaan dan jawaban-jawaban;
f) Pelatihan laboratorium. Pelatihan laboratorium dirancang
untuk meningkatkan keterampilan antarpersonal. Para peserta
mencari
cara
memperbaiki
keterampilan
hubungan
antarmanusia. Hal ini termasuk pembagian pengalaman dan
pengujian perasaan, perilaku, persepsi, dan reaksi yang
dihasilkan; dan
g) Pembelajaran
aksi.
kelompok-kelompok
Pembelajaran
kecil
yang
aksi
menempatkan
mencari
penyelesaian
pertmasalahan nyata yang dihadapi organisasi/perusahaan,
dibantu oleh seorang fasilitator yang dapat berasal dari luar
atau dari dalam perusahaan. Fokus kelompok diarahkan pada
masalah yang menjadikan sebuah alat pembelajaran.
Selanjutnya senada dengan Mangkuprawira (2004), Milkovich dan Boudreau
(1994) berpendapat bahwa metode pelatihan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
on the job training dan off the job training. Pada umumnya, pelatihan mengacu pada
pekerjaan yang sedang dikerjakan oleh karyawan yang bersangkutan terutama bagi
karyawan non manajerial. Pada kenyataannya, pelatihan yang bersifat on the job
training lebih sering dilakukan daripada off the job training.
Program pelatihan on the job training menempatkan para karyawan (trainee)
pada situasi pekerjaan yang sebenarnya, di mana pekerja yang berpengalaman atau
supervisor mendemonstrasikan pekerjaan dan penyelesaian pekerjaan tersebut.
Bentuk dari on the job training ini adalah program magang (apprenticeship).
Milkovich dan Boudreau (1994) mengatakan bahwa program pelatihan formal
atau off the job training, lebih mendapat perhatian karena biaya yang langsung dan
jelas akan dikeluarkan. Program pelatihan off the job training ini meliputi
perkuliahan, program instruksi, simulasi, permaian bisnis, pembelajaran aksi dan
pemodelan perilaku.
46
Program pelatihan yang diberikan pada karyawan pada dasarnya akan
meningkatkan keterampilan dari karyawan yang bersangkutan sehingga akan
meningkatkan kualitas modal insaninya. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang
membuktikan keterhubungan antara pelatihan yang diberikan karyawan dengan
modal insani seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Penelitian-penelitian Mengenai Pelatihan dan Modal Insani
No.
1.
Penulis
Variabel
Awang et al. Pelatihan, kompetensi,
(2010)
kinerja
pekerjaaan,
kualitas karyawan
2.
Ming Au &
Altman (2007)
Pelatihan dan modal
insani
Hasil
Terdapat bukti empiris bahwa program
pelatihan
dapat
meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
kerja dari karyawan. Variabel yang
berhubungan dengan pelatihan secara
positif dan signifikan berhubungan dengan
kinerja kerja karyawan kecuali kompetensi
kognitif.
Pelatihan berhubungan positif terhadap
investasi pada modal insani. Karyawan
yang
memiliki
keterampilan
yang
mencukupi akan berdampak positif
terhadap modal insaninya.
2.6 Koperasi
Ropke (1987) yang diacu oleh Tambunan (2009) mendefinisikan koperasi
sebagai organisasi bisnis yang para pemilik atau anggotanya adalah juga pelanggan
utama perusahaan tersebut. Sedangkan menurut Hanel (1989) yang diacu oleh
Tambunan (2009) koperasi adalah organisasi otonom, yang berada di dalam
lingkungan sosial ekonomi yang menguntungkan setiap anggota, pengurus, dan
pemimpin merumuskan tujuan-tujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuantujuan itu melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilaksanakan secara bersamasama. Menurut Partomo (2009) terdapat empat unsur yang menunjukkan ciri koperasi
sebagai suatu bentuk organisasi, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya sejumlah individu yang bersatu dalam suatu kelompok yang
memiliki sekurang-kurangnya satu kepentingan.
2. Angan-angan individual dari kelompok koperasi antara lain bertekad
mewujudkan tujuannya untuk memperbaiki situsi ekonomi dan sosial mereka
47
melalui usaha-usaha bersama dan saling membantu (swadaya dari kelompok
koperasi).
3. Sebagai suatu instrumen (sarana) untuk mencapai tujuan itu, yaitu melalui
pembentukan suatu perusahaan.
4. Adanya sasaran utama dari perusahaan koperasi ini, yaitu melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang menunjang/memperbaiki situasi ekonomi para
anggotanya (memperbaiki situasi ekonomi perusahaan atau rumah tangga
anggota).
Kekhususan dalam organisasi koperasi ialah bahwa setiap fungsi manajemen
harus selalu memperhatikan manfaatnya bagi anggota koperasi selaku pemilik dan
sekaligus pelanggan yang berbeda dari nonkoperasi menunjang secara langsung
melalui pengadaan barang dan jasa yang menurut jenis, harga serta syarat-syaratnya
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya (Partomo 2009). Perbedaan-perbedaan antara
koperasi dan perusahaan nonkoperasi diantaranya seperti yang terlihat pada Tabel 7
berikut ini.
Tabel 7. Perbedaan-perbedaan Antara Koperasi dan Perusahaan Konvensional
Anggota
Modal
Pemilik
Manfaat
Koperasi
Keanggotaan
terbuka
untuk
semua pemakai.
Jumlahnya kecil tidak merupakan
halangan bagi para anggota.
Pemasukan modal sebanding
dengan pemanfaatannya atas
pelayanan koperasi.
Pemakai adalah pemilik
Berada pada anggota atas dasar
yang adil dan sama.
Perusahaan Konvensional
Terbuka untuk para penanam modal
tertentu.
Penanam
modal
diperoleh
dari
pembelian saham yang ditawarkan
dengan harga pasar. Menambanh jumlah
anggota sebanyak jumlah penanam
modal sesuai yang diperlukan.
Penanam modal adalah pemilik.
Penanam modal sebanding dengan modal
yang ditanamkan oleh tiap-tiap penanam
modal.
Anggota memperoleh manfaat Penanam modal memperoleh bagian laba
sebanding
atas
jasa
yang sebagai hasil dari modal yang
diberikan baginya oleh koperasi. ditanamkannya.
Tingkat bunga yang dibayarkan
untuk modalnya terbatas.
2.7 Analisis Structural Equation Modeling (SEM)
48
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam proses analisis
datanya. Penelitian kuantitatif ini bertujuan mengembangkan atau menggunakan
teori-teori dan/atau hipotesis-hipotesis yang berkaitan dengan fenomena yang sedang
diamati. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif
karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris
dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Structural Equation
Modeling (SEM) dengan menggunakan program AMOS 18. Pemodelan SEM adalah
suatu metodologi statistik yang mengambil pendekatan
konfirmatori (yaitu,
pengujian hipotesis) untuk analisis struktural teori tentang fenomena tertentu.
Biasanya, teori ini mewakili proses "sebab-akibat" yang menghasilkan pengamatan
pada beberapa variabel (Bentler 1988 yang disitasi oleh Byrne 2010). Sedangkan
Santoso (2011) mendefinisikan analisis SEM sebagai teknik statistik multivariat yang
merupakan kombinasi antara analsis faktor dan analsis regresi (korelasi) yang
bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah
model, baik itu antarindikator dengan konstruknya ataupun hubungan antarkonstruk.
Terdapat dua aspek penting dalam prosedur analisis SEM, yaitu (a) proses
kausal yang terdapat dalam penelitian diwakili oleh serangkaian persamaan struktural
(regresi)
dan
(b)
hubungan-hubungan
struktural
dapat
dimodelkan
untuk
mengaktifkan konseptualisasi yang lebih jelas tentang teori dalam suatu penelitian.
Selanjutnya model yang telah dihipotesis dapat diuji statistik dalam analisis simultan
dari sistem variabel keseluruhan untuk menentukan sejauh mana konsisten dengan
data (Byrne 2010).
Komponen-komponen yang digunakan dalam model umum SEM terdiri dari
variable-variabel, antara lain:
1. Variabel laten dimana merupakan variabel kunci yang menjadi perhatian
karena konsepnya yang abstrak. Variabel ini hanya bisa diamati secara tidak
langsung). Variabel laten terdiri dari dua jenis yaitu: a). Laten eksogen:
variabel bebas dengan symbol ξ; b). Laten endogen: variabel tidak bebas
dengan symbol η.
49
2. Variabel teramati atau indikator. Merupakan variabel yang dapat diamati atau
dapat diukur secara empiris. Notasi matematik untuk variabel teramati yang
merupakan ukuran dari variabel eksogen (ξ) adalah X, sedangkan yang
merupakan efek dari variabel laten endogen adalah Y.
2.7.1 Alat Analisis SEM
Model SEM berisi dua jenis model, yaitu measurement model dan structural
model maka alat analisis yang digunakan juga terkait dengan tujuan analisis kedua
jenis model tersebut. Adapun analisis tersebut antara lain:
1. Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Analisis ini digunakan untuk menguji sebuah measurement model.
Dengan analisis ini, akan diketahui apakah indikator-indikator yang
ada memang benar dapat menjelaskan sebuah konstruk.
2. Multiple Regression Analysis
Analisis ini digunakan untuk menguji apakah ada hubungan yang
signifikan antara variabel-variabel eksogen (independent) dengan
endogen (dependent) (Santoso 2011).
Download