BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun 4,2 juta bayi lahir di Indonesia (Lombok News, 2011), sedangkan angka kematian ibu sebesar 228 dari 100.000 (BKKBN, 2012). Pertambahan penduduk pada tahun 2012 adalah pertumbuhan ideal 1,3 %, masih lebih tinggi dari Indonesia yaitu 0,5 %. Hal ini dikarenakan keinginan keluarga mempunyai anak lebih tinggi dan tingkat fertilitas 2,6 % per ibu. Setiap ibu pasti menginginkan kehamilan yang sehat dan persalinan yang normal. Kehamilan dan persalinan merupakan hal yang wajar terjadi pada seorang perempuan. Kedua hal tersebut berperan penting dalam proses reproduksi guna mempertahankan kelestarian spesies manusia. Meskipun merupakan suatu hal yang fisiologis, kehamilan dan persalinan memiliki banyak resiko yang dapat membahayakan nyawa ibu dan janinnya (Lombok News, 2011). Seorang ibu ketika akan mendekati waktu kelahiran janin perlu untuk mempersiapkan segala sesuatunya sebaik 1 mungkin. Persiapan yang perlu dilakukan adalah memilih tempat bersalin yang memadai dan nyaman, dan memilih tenaga kesehatan yang akan menolong proses bersalin. Tenaga kesehatan yang sangat dianjurkan oleh pemerintah dalam menolong persalinan misalnya, bidan dan dokter (Iswari, 2004). Pada saat ini proses persalinan tidak hanya dapat dilakukan oleh bidan, perawat perempuan, dukun beranak atau dokter perempuan. Beberapa kasus di rumah sakit atau di daerah terpencil seperti di pedalaman Kalimantan dan Papua, persalinan dilakukan oleh pria baik perawat atau dokter. Hal itu juga yang terjadi seperti di salah satu rumah sakit di daerah perkotaan seperti di Salatiga. Hal ini menjadi menarik karena budaya Indonesia yang ada di masyarakat pada umumnya membenarkan bila penolong persalinan adalah seorang perempuan dan itu merupakan salah satu keahlian perempuan penolong persalinan (Alwi dan Ghani, 2011). Pada saat ini kebutuhan akan tenaga kesehatan didalam berbagai bidang semakin banyak, terutama didalam bidang persalinan. Dulu persalinan hanya dilakukan oleh perempuan tapi saat ini banyak pria yang melakukan tugas perempuan yang satu ini. Hal ini menandakan bahwa pembatas antara jender sudah mulai sangat tipis dalam 2 merambah ilmu kesehatan, hal ini juga yang menjadi pertimbangan ibu dalam memilih penolong persalinan. Sejarah tenaga kesehatan pria yang menolong persalinan dimulai pada tahun 1977, di Inggris Raya. Beberapa pria pertama masuk pelatihan kebidanan. Pada tahun 1979 “percobaan” itu dianggap sukses, dan ternyata “bidan lelaki pada umumnya dapat diterima oleh ibu, suami, para bidan umumnya dan staf medis lainnya”. Pada tahun 1982 Royal College of Midwivesdi Inggris Raya merekomendasikan bahwa pendidikan bidan harus dibuka untuk pria. Pada tanggal 16 Maret 1983 Menteri Luar Negeri Inggris Raya, mengumumkan bahwa hambatan yang terdapat dalam Undang-Undang Diskriminasi Seks (1975) yang berkaitan dengan bidan pria itu harus dihapus. Di Peru, lebih dikenal dengan sebutan bidan pria. Pria telah menjadi bagian dari tenaga kerja dikebidanan sejak 1966. Seperti di bagian lain dunia, jumlah bidan pria di Peru telah berkembang perlahan-lahan. Saat ini, 1 dari 67.621.996 bidan di Peru adalah pria (7,62%) (Hsieh et al.,2008). Pria di luar negeri seperti di Inggris Raya sekarang bebas untuk melatih dan juga berpraktek sebagai bidan. 3 Pada tahun 1995 terdapat 98.337 bidan terdaftar di Central Council for Nursing and Midwives (UKCC), 135 adalah pria dan 98.202 adalah perempuan. Pada tahun 1995 terdapat 35.310 bidan berlatih di Inggris, 87 ini adalah pria dan 35.223 adalah perempuan. Pada tahun 2012 di Indonesia, praktik “bidan pria” masih belum diakui, dibuktikan belum adanya undang-undang tentang praktik bidan pria (DepKes, 2009). Meskipun penolong persalinan adalah dokter, namun ibu berhak menolak bila penolongnya adalah seorang pria, hal ini dikarenakan banyak ibu berpikiran dan merasa nyaman bila penolong persalinan adalah perempuan, dibandingkan dengan pria. Hal berbeda ditemukan di Rumah Sakit Umum Daerah, Kota Salatiga, dokter muda pria dan praktikan perawat pria dapat menjadi tenaga penolong pada proses melahirkan. Para ibu juga yang melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah, Kota Salatiga pun tidak banyak berkomentar dengan adanya pria yang menolong persalinan. Data Rumah Sakit Umum Daerah, Kota Salatiga tahun 2012, rata-rata setiap bulannya ada 100 kelahiran dengan 30 % adalah kelahiran patologis, dan rata-rata ibu melahirkan secara normal ditolong oleh bidan atau praktikan 4 (perawat, bidan, ko-ass). Menurut informan di ruang VK Rumah Sakit Umum Daerah, Kota Salatiga, jika ibu melahirkan tanpa komplikasi maka para praktikan yang akan menanganinya. Tapi jika ada komplikasi persalinan maka para bidan yang akan menangani. Contoh komplikasi persalinan yang dimaksud adalah tekanan darah tinggi dan tali pusat melilit leher bayi. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat kepercayaan Ibu yang menghadapi persalinan dengan penolong pria, di Rumah Sakit Umum Salatiga. 1.2 Batasan masalah Penelitian ini akan mencari tahu tingkat kepercayaan ibu pada petugas penanganan persalinan, faktor yang memperkuat kepercayaan pada pertugas persalinan dan faktor yang menjadi alasan kepercayaan ibu terhadap petugas persalinan pria. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan ibu yang menghadapi 5 persalinan dengan penolong pria, di ruang VK, Rumah Sakit Umum Salatiga. 1.4 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor kepercayaan ibu yang yang mempengaruhi menghadapi persalinan dengan penolong pria, di ruang VK, Rumah Sakit Umum Daerah, Kota Salatiga. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Menganalisa usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat kepercayaan dan persepsi ibu pada penolong persalinan pria di Rumah Sakit Umum Daerah, Kota Salatiga. b. Menganalisa hubungan faktor umur terhadap kepercayaan ibu pada penolong persalinan pria. c. Menganalisa terhadap hubungan kepercayaan faktor ibu pendidikan pada penolong faktor tingkat persalinan pria. d. Menganalisa hubungan pengetahuan terhadap kepercayaan ibu pada penolong persalinan pria. e. Menganalisa hubungan faktor persepsi terhadap kepercayaan ibu pada penolong persalinan pria. 6 1.5 Manfaat penelitian 1.4.1 Bagi Perawat Untuk menambah tingkat pengetahuan dan wawasan bagi perawat pria penolong persalinan dalam menghadapi ibu bersalin. 1.4.2 Bagi Rumah Sakit Sebagai sumber informasi tambahan terhadap potensi penolong persalinan pria serta untuk mengembangkan standar prosedur asuhan keperawatan ibu yang akan menghadapi persalinan. 1.4.3 Bagi Peneliti Untuk pengetahuan menambah tentang keterampilan persalinan, dan pembelajaran dalam penelitian dan penulisan ilmiah sesuai standar baku. 7