TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Patin Kebutuhan Protein Protein adalah komponen dasar jaringan hewan sehingga merupakan nutrien esensial untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan (Herper, 1990), dan juga berperan dalam pembentukan komponen nitrogen lainnya seperti asam nukleat, enzim, hormon dan vitamin (Furuichi, 1988). Kebutuhan protein untuk ikan herbivora (plant eating) dan omivora (plantanimal eaters) lebih rendah dibandingkan ikan karnivora (flesh-eating), dan lebih tinggi untuk ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi (recirculating aquaculture) dibandingkan dalam sistem kolam air tenang. Begitu juga untuk ikan pada stadia awal membutuhkan lebih tinggi kadar protein pakan daripada stadia lanjut (Craig & Helfrich, 2002). Pada beberapa jenis ikan, peningkatan temperatur air diikuti meningkatnya kebutuhan protein (Halver, 1989). Selanjutnya dikatakan tingkat optimum kebutuhan protein untuk ikan dipengaruhi oleh imbangan protein energi, komposisi dan kecernaan asam amino, dan jumlah energi nonprotein pakan. Hepher (1990) menyatakan bahwa kebutuhan protein untuk ikan bervariasi berdasarkan spesies, ukuran ikan, kondisi lingkungan, serta kualitas protein dan daya cerna pakan. Umumnya ikan membutuhkan protein 35-50%, ikan karnivora membutuhkan protein 40-50% dan omnivora 25-35% (Craig et al. 2002). Kebutuhan protein untuk catfish antara 24-40% (NRC, 1977). Pertumbuhan spesifik ikan P. hypophthalmus tertinggi 4,0 dan 4,1 % per hari masing-masing 4 pada kadar protein pakan 35 dan 45%, dan kedua nilai pertumbuhan ini tidak berbeda nyata (Hung et al. 2004). Kebutuhan Karbohidrat Karbohidrat diketahui sebagai gula atau sakarida adalah komponen esensial semua organisme hidup, mempunyai peran sebagai cadangan energi yang dapat dengan cepat digunakan, sebagai molekul yang dapat memfasilitasi transfer energi dan sebagai komponen struktural (De Silva & Anderson, 1995), membentuk senyawa lipid kompleks dan bergabung dengan protein membentuk glikoprotein (Murray et al. 1995). Karbohidrat juga berperan sebagai sumber ribosa untuk sintesis DNA dan RNA, serta dapat diubah menjadi asam amino nonesensial (Lehninger, 1993). Ikan yang diberi pakan tanpa karbohidrat memiliki laju pertumbuhan yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan pakan yang diberi karbohidrat (Wilson, 1994). Namun pemberian karbohidrat yang terlalu tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menurun dan tidak efektifnya pakan yang diberikan (Zonneveld et al., 1991). Pertumbuhan fingerling catfish, lebih tinggi ketika pakannya mengandung karbohidrat dibandingkan hanya mengandung lemak sebagai sumber energi non-protein (NRC, 1993). Nilai metabolisme energi karbohidrat dalam pakan ikan berhubungan dengan sumber dan jenis karbohidrat (Craig et al. 2002), namun sumber karbohidrat (glukosa, dekstrin, strach) pada kadar yang sama tidak mempengaruhi deposisi lemak tubuh pada juvenil starry flounder Platichthys stellatus (Lee & 5 Lee, 2004). Polisakarida, seperti starch dan dekstrin sangat baik dimanfaatkan catfish, dan ikan ini cenderung tidak efisien dalam memanfaatkan disakarida atau monosakarida (Robinson et al. 2001). Menurut Halver (1989), nilai kecernaan starch dan dekstrin pada rainbow trout dipengaruhi oleh konsentrasinya dalam pakan. Kecernaan dekstrin 77,2% pada pakan dengan level dekstrin 20% dan menurun menjadi 45,5% ketika level mencapai 60%. Selanjutnya dikatakan bahwa ikan omonivora seperti carp mampu memanfaatkan dektrin hingga 40% sedangkan carnivora seperti yellowtail maksimal hanya 10%. Kemampuan ikan menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi berbeda diantara spesies ikan. Kebanyakan ikan perairan tropis, termasuk catfish dapat memanfaatkan lebih banyak karbohidrat dibandingkan ikan perairan dingin dan ikan laut (Robinson et al. 2001). Ikan omnivora umumnya mampu memanfaatkan karbohidrat lebih tinggi (kadar optimum 30-40%) sedangkan ikan karnivora memanfaatkan karbohidrat pada kadar optimum 10-20% (Furuichi, 1988). Ikan yellowtail Seriola quinqueradiata (karnivora) memanfaatkan karbohidrat terendah diikuti oleh red sea bream Chrysophrys major (semikarnivora) dan carp Cyprinus carpio (omnivora) (Furuichi & Yone, 1981). Ikan gurame Osphrronemus gouramy fase fingerling memiliki kemampuan memanfaatkan karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan fase subadult (Mokoginta et al. 2004). Kebutuhan karbohidrat untuk catfish adalah 25% atau lebih (Robinson et al. 2001). 6 Kebutuhan Lemak Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien, baik secara langsung maupun potensial tersimpan di dalam jaringan adiposa (Murray et al. 1995), sebagai penyedia asam lemak esensial serta komponen struktur sel dan pemeliharaan integritas biomembran (Takeuchi, 1988; Sepherd & Bronage, 1992), membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak dan untuk mempertahankan daya apung tubuh (NRC, 1993), sebagai prekursor untuk hormom-hormon steroid (Robinson et al. 2001). Lemak tidak hanya dilihat proporsinya dalam pakan namun seharusnya memenuhi kebutuhan asam lemak esensial karena lemak merupakan satu-satunya sumber asam lemak esensial (Takeuchi, 1988). Ikan tidak dapat mensintesis Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) asam lemak n-3 dan n-6, sehingga asam lemak ini merupakan nutrien esensial yang harus tersedia dalam pakan. Ikan dapat menkonversi 18:2n-6 dan 18:3n-3 ke bentuk asam lemak berantai panjang, seperti 20:5n-3, 22:6n-3, 20:4n-6 yang merupakan komponen esensial membran sel (Houlihan et al. 2002). Selanjutnya dikatakan kebutuhan asam lemak esensial spesies ikan laut dan ikan air tawar berhubungan dengan kompoisi makanan alaminya. Menurut Jobling (1995), ekosistem perairan tawar kaya akan asam lemak n-6 dan perairan laut kaya dengan asam lemak n-3. Kebutuhan ikan akan asam-asam lemak esensial berbeda untuk setiap spesies ikan (Furuichi, 1988). Perbedaan kebutuhan ini terutama dihubungkan dengan habitatnya. Ikan yang hidup di laut lebih memerlukan asam lemak n-3, sedangkan ikan yang hidup di air tawar membutuhkan asam lemak n-6 atau 7 kombinasi asam lemak n-3 dan n-6 (Hepher,1990). Ikan catfish membutuhkan baik asam lemak n-3 maupun asam lemak n-6 (Robinson et al. 2001), namun umunya spesies ikan air tawar membutuhkan lebih banyak n-6 dibandingkan n-3 (Takeuchi, 1988). Kadar lemak pakan dapat mempengaruhi pemanfaatan pakan untuk pertumbuhan. Naiknya kadar lemak pakan menyebabkan berkurangnya konsumsi pakan pada juvenil Cobia, Rachycentron canadum (Wang et al.2005), pertambahan berat dan efisiensi pakan (Robinson et al. 2001). Laju pertumbuhan ikan black catfish, Rhamdia quelen meningkat dengan meningkatnya kadar lemak pakan dari 8% menjadi 14% (Salhi et al. 2004) dan ikan Chinese longsout catfish Leiocassis longirostris dari 3% sampai 18%, dan pada kadar lemak pakan 21% menurunkan laju pertumbuhan (Pei et al. 2004). Penurunan pertumbuhan ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung lemak tinggi diakibatkan menurunnya kemampuan mencerna dan mengabsorpsi lemak, dan berkurangnya konsumsi pakan (NRC, 1983). Selain itu, kebutuhan protein untuk pertumbuhan optimal semakin berkurang dengan meningkatnya lemak Kebutuhan protein optimal ikan bagrid catfish, Pseudobagrus fulvidraco 52% kadar lemak pakan 10% dan menurun menjadi 42% pada kadar lemak pakan 19% (Kim et al. 2005). Lemak karkas tidak berbeda antara ikan Rohu (Labeo rohita) yang mengkonsumsi pakan berkadar lemak 8% dan 13%, sedangkan pakan berkadar lemak 18% menghasilkan lemak karkas tertinggi (Mishra & Samantaray, 2004). 8 Kebutuhan Energi Ikan Patin Energi pakan diperoleh dari tiga sumber, yaitu karbohidrat, lemak dan protein (De Silva & Anderson, 1995). Energi dari ketiga molekul tersebut merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pakan (feed intake). Selain energi, keberadaan nutrien esensial seperti asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral juga berperan penting. Defisiensi nutrien esensial diketahui dapat menimbulkan dua respon, (1) meningkatnya konsumsi pakan untuk memenuhi tingkat kebutuhan, (2) respon penghambatan terhadap konsumsi pakan ketika defisiensi sangat besar (Holihan et al. 2002). Ikan seperti hewan lainnya, makan untuk memenuhi kebutuhan energi (Halver, 1989). Ketika ikan mengkonsumsi pakan mengandung energi terlalu tinggi maka konsumsi protein dapat lebih rendah dari kebutuhan saat energinya terpenuhi sehingga menurunkan laju pertumbuhan (Webster & Lim, 2002). Kelebihan energi pakan dapat juga berakibat meningkatnya deposit lemak tubuh (Halver, 1989). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan, yaitu aktivitas fisik, temperatur, ukuran ikan, laju pertumbuhan, spesies, dan konsumsi pakan (Webster & Lim, 2002). Proporsi energi yang dikonsumsi meningkat dengan meningkatnya ukuran ikan, namun efisiensi pencernaan dan absorpsi menurun yang akhirnya memperlambat pertumbuhan akibat energi yang hilang melalui feses meningkat (De Silva & Anderson, 1995). Selain itu, aktivitas fisik, temperatur dan stres juga mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan (Halver, 1989). 9 Imbangan protein dan energi penting untuk menunjang pertumbuhan ikan. Pakan dengan kadar protein tinggi belum menjamin pertumbuhan optimal bila total energi pakan rendah. Pakan dengan energi yang dapat menyebabkan protein yang dikonsumsi sebagian digunakan untuk menghasilkan energi guna mencukupi kebutuhan energi ikan. Sebaiknya kebutuhan energi dapat tercukupi dari nutrien non-protein, yakni karbohidrat dan lemak. Sehingga kecukupan energi nonprotein dapat meningkatkan fungsi protein dalam menunjang pertumbuhan ikan (Furuichi, 1988). Energi non-protein dapat dipenuhi oleh karbohidrat, karena sebagian besar enzim untuk mencerna karbohidrat tersedia pada ikan (Wilson, 1994) dan karbohidrat merupakan sumber energi yang relatif murah dan diperlukan untuk biosintesis asam amino non essensial dan asam nukleat (NRC, 1993). Pada umumnya karbohidrat pada pakan digunakan sebagai sumber energi bagi ikan meskipun penggunaannya lebih rendah daripada hewan domestik lainnya (Furuichi,1988). Energi dari karbohidrat telah dibuktikan sama efektifnya dengan energi dari lemak sebagai “protein sparing action” untuk pertumbuhan (Zonneveld et al 1991). Karbohidrat juga merupakan sumber energi utama sebagian besar hewan herbivor atau omnivor (Gallego et al, 1994), dan sumber energi ini disimpan dalam bentuk glikogen dalam hati dan otot (Stefens, 1989). Penggunaan lemak sebagai protein sparing effect telah diuji pada berbagai spesies untuk menemukan tingkat optimum lemak pakan yang dapat meningkatkan penggunaan protein optimal untuk pertumbuhan tanpa deposisi lemak yang berlebihan (Halver, 1989). Umumnya sekitar 10-20% lemak dalam pakan ikan menghasilkan penggunaan protein dan laju pertumbuhan optimal 10 dengan tidak menghasilkan deposisi lemak berlebihan (Cowey & Sargent, 1979 dalam Halver 1989). Pakan mengandung 54% kasein dan lemak 15 sampai 20% memperlihatkan pertumbuhan dan konversi pakan yang tinggi pada trout yang mengkonsumsi lemak 20% dibandingkan 5% (Takeuchi et al. 1978 dalam Halver, 1989). Ikan lebih efisien dalam mengkonversi pakan menjadi jaringan tubuh dan membutuhkan lebih sedikit energi per unit protein dibandingkan mamalia dan burung, sedangkan kebutuhan proporsi protein pada ikan lebih tinggi. Rasio energi protein optimum telah ditemukan pada berbagai spesies ikan, dan rasio tersebut berkisar antara 8 sampai 10 kkal DE per gram protein pakan (Halver, 1989). Sedangkan pada catfish rasio ini berkisar antara 7,4-12 kkal/g. Peningkatan rasio DE/P pakan catfish diatas kisaran ini akan meningkatkan deposisi lemak, dan jika energi terlalu rendah, pertumbuhan ikan akan melambat (Robinson et al, 2001). Metabolisme Karbohidrat dan Lemak Metabolisme karbohidrat Karbohidrat dalam makanan umumnya berbentuk senyawa polisakarida, disakarida dan monosakarida. Karena ikan tidak memiliki kelenjar air liur (salivary gland), maka pencernaan karbohidrat dimulai di bagian lambung. Pencernaan karbohidrat secara intensif terjadi di segmen usus yaitu dengan adanya enzim amilase pankreatik (Affandi, 2005). 11 Karbohidrat diabsorpsi melalui dinding saluran pencernaan (digestive tract) dan masuk aliran darah dalam bentuk monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) (De Silva & Anderson, 1995), dan hewan mangsa berbentuk glikogen (Affandi et al. 2005). Pada vertebrata, sebagaian besar monosakarida dibawa langsung ke hati dan mengalami sintesis menghasilkan glikogen dan oksidasi menghasilkan karbondioksida dan air (Lehninger, 1993). Pada dinding usus galaktosa dan fruktosa diubah menjadi glukosa (Affandi, 2005). Sebagian monosakarida dibawa ke jaringan lain dan mengalami metabolisme lebih lanjut (Lehninger, 1993). Glukosa memegang peranan penting sebagai sumber energi. Beberapa jaringan (contohnya otak) hanya menggunakan glukosa sebagai sumber energi sehingga hewan harus mempertahankan kadar glukosa darahnya pada level tertentu (De Silva & Anderson, 1995). Bila kadar glukosa dalam darah meningkat sebagai akibat meningkatnya proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat, sintesis glikogen dari glukosa oleh hati akan naik. Sebaliknya bila kadar glukosa menurun glikogen diuraikan menjadi glukosa untuk selanjutnya mengalami proses katabolisme menghasilkan energi (Lehninger, 1993). Terdapat empat jalur reaksi yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, yakni: (1) glikolisis, yaitu katabolisme glukosa menghasilkan energi; (2) glukoneogenesis, sintesis glukosa dari molekul lain; (3) glikogen sintesis, pembentukan cadangan glukosa dalam bentuk glikogen; (4) glikogenolisis, pemecahan glikogen menghasilkan glukosa (De Silva & Anderson, 1995). 12 Pada hewan yang normal, bila terjadi kelebihan glukosa dalam darah, glukosa tersebut akan diubah menjadi glikogen melalui proses glikogenesis (Lehninger 1994). Glikogen yang terbentuk akan disimpan di dalam hati dan otot. Kemampuan hati dan otot untuk menyimpan glikogen ini terbatas, sehingga bila kandungan glukosa darah masih berlebih, maka akan terjadi pembentukan lemak melalui proses lipogenesis. Sebaliknya, bila glukosa darah rendah dan biasanya terjadi bila tidak makan dalam waktu yang cukup lama atau hanya memakan pakan yang mengandung karbohidrat rendah, maka akan terjadi proses pembentukan glukosa melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis (Shimeno 1974). Glikogenolisis merupakan proses perombakan glikogen menjadi glukosa dengan melibatkan enzim fosforilase dan 1,4 glukantransferase. Glukoneogenesis merupakan proses pembentukan glukosa dari senyawa komponen protein dan lemak. Pada proses glukoneogenesis terdapat 3 jenis enzim kunci yang sangat berperan yaitu fosfoenolpiruvat karboksilase, fruktosa 1,6-difosfatase, dan glukosa 6-fosfatase. Penelitian pada kondisi laboratorium terhadap European eels Anguilla anguilla dengan berat awal 133g yang dipuasakan memperlihatkan konsentrasi glikogen hati tidak berubah dalam waktu 96 hari dan glikogen otot selama 164 hari setelah dipuasakan (Dave et al. 1975 dalam Halver, 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa selama dipuasakan energi metabolik diperoleh dari lipid dan sejumlah yang terbatas dari katabolisme protein. Glikogen hepatopankreas ikan carp yang dipuasakan selama 22 hari sebesar 10,65% tidak berbeda terhadap glikogen pada kadar awal; dan setelah 100 hari dipuasakan glikogen pada 13 hepatopankreas tinggal 1,55% (Nagai & Ikeda, 1971 dalam Halver, 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa untuk ikan karnivora, glikogen hati tidak menyediakan sumber glukosa yang dapat digunakan segera dan glukoneogenesis adalah proeses penting untuk hal ini. Metabolisme lemak Pencernaan lemak mulai terjadi di bagian lambung, akan tetapi pencernaan di sini tidak efektif (Affandi et al. 2005). Ketidakefektifan ini disebabkan enzim lepase tidak dapat bekerja baik efektif dalam suasana pH rendah (Lehninger, 1993). Absorpsi lemak pada berbagai spesies ikan telah banyak dipelajari. Studi ini mengindikasikan umumnya penyerapan awal terjadi pada anterior ileum termasuk cecum dan kebanyakan berlangsung pada intestin. Hasil pencernaan lemak yang berupa garam empedu, monoasilgliserol, gliserol, lisofosfolipid, dan asam lemak bebas diabsorpsi melalui difusi ke dalam epitel intestinal dan berlangsung lambat (sekitar 10 jam atau lebih). Di dalam sel mukosa, asam lemak bebas kembali mengalami esterifikasi dengan gliserol dan monogliserol menghasilkan triasilgliserol, dan dengan lisofosfolipid menghasilkan fosfolipid. Melalui saluran darah dan sitem limfa, lemak ini diangkut ke hati dalam bentuk kompleks lipoprotein, utamanya partikel chilomikron dan very low density lipoprotein (VLDL). Sejumlah asam lemak bebas diangkut dalam bentuk kompleks albumin (Halver, 1989). 14 Sebagian besar asam lemak bebas yang mengalami katabolisme berasal dari proses hidrolisis trigliserida oleh enzim lipase yang terdapat dalam sel adiposa. Asam lemak ini dikeluarkan dari sel berikatan dengan serum albumin yang kemudian bersama aliran darah dibawa ke jaringan lainnya dalam tubuh untuk selanjutnya mengalami oksidasi (Lehninger, 1993). Oksidasi asam lemak ini berperan penting dalam menyediakan energi untuk jaringan ikan. Pada trout, otot merah lateral dan jantung mempunyai kemampuan yang sama dalam oksidasi lemak, lebih tinggi dari hati, ginjal dan otot putih. Pada teleostei, oksidasi asam lemak menyediakan energi untuk ritme kontraksi yang lambat yang merupakan karakteristik dari otot merah dan jantung (Halver, 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa selama ikan dipuasakan, energi metabolik lebih banyak diperoleh dari katabolisma lemak, dan sejumlah yang terbatas dari katabolisme protein. Biosintesis asam lemak sebagai bagian dari biosintesis lemak adalah suatu proses metabolisme yang penting dalam jasad hidup. Hal ini benar jika diingat jaringan hewan mempunyai kemampuan terbatas untuk menyimpan energi dalam bentuk karbohidrat (Lehninger, 1993). Selanjutnya dikatakan sebagian polisakarida dirombak melalui glikolisis menjadi asetil ko-A, yang merupakan prazat untuk biosintesis asam lemak dan trigliserida. Biosintesis asam lemak dari asetil ko-A terjadi di hampir semua bagian tubuh hewan, terutama di jaringan hati dan adiposa. Menurut Halver (1989), enzim yang mengkonversi asam amino menjadi piruvat dan asam trikarboksil adalah aktif pada ikan. Karbon dari asam amino bergabung dengan sitrat ditranspor dari mitokondria ke sitosol menjadi substrat untuk ATP-sitratliase dan kemudian membentuk asetil ko-A. ATP15 sitratliase aktif dalam jaringan hati coho salmon tetapi tidak aktif pada rainbow trout atau channel catfish. Biosintesis lemak atau lipogenesis pada ikan sama dengan yang terjadi pada mamalia umumnya. Jaringan hati dan adiposa bagian penting terjadinya lipogenesis hewan mamalia terestrial dan burung (Halver, 1989). Aktivitas enzim yang terlibat dalam lipogenesis pada coho salmon sama dengan channel catfish, utamanya dalam jaringan hati (Likimani & Wilson, 1982) dalam Halver (1989). Aktivitas enzim-enzim tersebut juga aktif pada jaringan hati belut (eel), dan sebagian kecil pada intestinal dan otot merah Aster & Moon (1981) dalam Halver (1989). Salah satu substrat untuk lipogenesis ialah glukosa. Bila glukosa tidak segera dibutuhkan untuk energi, kelebihan glukosa yang masuk secara kontinu ke dalam sel akan disimpan sebagai glikogen (Desilva & Anderson, 1995), dan bila sel (terutama sel hati) mendekati saturasi glikogen, glukosa tambahan diubah menjadi lemak dalam sel hati dan adipositi kemudian disimpan dalam adiposit (Guyton, 1994). 16