BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk Domestik Regional Bruto

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai barang dan jasa akhir
yang diproduksi dalam suatu perekonomian di satu daerah atau Provinsi. Perhitungan
PDRB yang sering juga disebut Pendapatan Regional dapat dilakukan dengan 3 (tiga)
pendekatan yaitu pendekatan pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran dan
pendekatan produksi.
Perhitungan PDRB dengan pendekatan pendapatan dilakukan dengan
menjumlahkan semua balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, yaitu upah dan
gaji dan surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Sektor
pemerintahan dan usaha yang sifatnya tisak mencari untung, surplus usaha tidak
diperhitungkan.
Perhitungan PDRB dengan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh pengeluaran para pelaku ekonomi atas barang dan jasa yang
diproduksi dalam perekonomian satu daerah. Perhitungan PDRB menurut
pengeluaran diperinci menjadi 6 kelompok yaitu : (1) Pengeluaran konsumsi rumah
tangga; (2) Pengeluaran konsumsi lembaga swadaya yang tidak mencari keuntungan;
(3) Pengeluaran konsumi pemerintah; (4) Pembentukan modal tetap bruto (investasi);
(5) Perubahan stok dan (6) Net ekspor (ekspor dikurangi impor).
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan output pada perekonomian dengan pendekatan pengeluaran
dijelaskan dalam persamaan berikut.
Y atau PDRB = C + I + G + NX
dimana Y atau PDRB adalah Produk Domestik Regional Bruto; C adalah konsumsi; I
adalah investasi; G adalah pengeluaran pemerintah; dan NX adalah ekspor neto
(ekspor dikurangi impor).
Perhitungan
PDRB
dengan
pendekatan
produksi
dilakukan
dengan
menjumlahkan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh sektor-sektor
dalam perekonomian dengan cara mengurangkan biaya antara dari nilai total produksi
bruto sektor antara atau sub sektor tersebut (Tarigan 2009). Nilai tambah merupakan
selisih antara nilai produksi (output) dengan biaya antara (intermediate cost). Pada
umumnya sektor-sektor perekonomian dikelompokkan menjadi 9 sektor atau
lapangan usaha yaitu : (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri;
(4) Listrik, Gas dan Air Minum; (5) Bangunan; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran;
(7) Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan
Bangunan dan Tanah serta Jasa Perumahan dan (9) Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan
Perorangan.
Perhitungan PDRB dengan pendekatan produksi didasarkan pada fungsi
produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas menyatakan bahwa
pendapatan nasional yang dibagi diantara modal dan tenaga kerja adalah tetap
konstan selama periode yang panjang. Fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki skala
hasil konstan, yaitu jika modal dan tenaga kerja meningkat dalam proporsi yang
Universitas Sumatera Utara
sama, maka output meningkat menurut proporsi yang sama pula (Mankiw, 2006).
Fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai unsur yaitu :
Pendapatan Modal
=
Pendapatan Tenaga Kerja =
MPK x K = ∝Y
MPL x L = (1 - ∝)Y
dimana ∝ adalah konstanta antara nol dan satu yang mengukur bagian pendapatan
yang dihasilkan oleh modal dan (1 - ∝) menentukan bagian pendapatan yang
dihasilkan oleh tenaga kerja. MPK adalah marginal product of capital (produksi
marginal modal) yaitu jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu
unit modal tambahan. MPL adalah marginal product of labour (produksi marginal
tenaga kerja) yaitu jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu unit
tenaga kerja tambahan. K adalah modal; L adalah tenaga kerja dan Y adalah
pendapatan nasional.
Fungsi Cobb-Douglas yang memenuhi unsur diatas adalah :
F(K, L) = A K∝ L1-∝
dimana A adalah parameter yang lebih besar dari nol yang mengukur produktivitas
teknologi.
Untuk membuktikan fungsi Cobb-Douglas memiliki skala hasil konstan, dapat
dilakukan dengan mengalikan modal dan tenaga kerja dengan z konstan, sebagai
berikut :
F(zK, zL) =
A(zK)∝(zL)1-∝
Universitas Sumatera Utara
F(zK, zL) =
Az∝K∝z1-∝L1-∝
F(zK, zL) =
Az∝ z1-∝K∝ L1-∝ karena z∝ z1-∝ = z maka fungsi menjadi
F(zK, zL) =
zAK∝ L1-∝
F(zK, zL) =
zF(K, L) = zY
kaena zAK∝ L1-∝ = F(K, L) maka
Berdasarkan uraian ini, jumlah output Y meningkat sebesar z, yang menunjukkan
bahwa fungsi produksi Cob-Douglas memiliki skala hasil konstan.
Produk marginal fungsi Cobb-Douglas, terdiri dari produk marginal tenaga
kerja yaitu MPL = (1 - ∝) AK∝ L1-∝ dan produk marginal modal adalah MPK = ∝
AK∝-1 L1-∝. Dari persamaan ini diketahui bahwa ∝ berada diantara nol dan satu,
kenaikan jumlah modal meningkatkan MPL dan mengurangi MPK, sedangkan
kenaikan dalam jumlah tenaga kerja mengurangi MPL dan meningkatkan MPK. Oleh
karena itu perkembangan teknologi yang meningkatkan parameter A membuat
produksi marginal kedua faktor produksi naik secara proporsional.
Menurut teori pertumbuhan neoklasik yang dikembangkan oleh T.W. Swan
(1956) dan Robert M. Solow (1970) yang dikenal dengan model Solow-Swan output
perekonomian merupakan fungsi dari kapital, tenaga kerja dan teknologi. Teknologi
yang dimaksud adalah peningkatan skill atau kemampuan teknik sehingga dapat
meningkatkan produktivitas. Teknologi dapat pula diartikan sebagai cara yang lebih
baik untuk memproduksi barang dengan hasil atau output yang lebih banyak dan
jumlah modal (capital) dan tenaga kerja (labour) yang tetap. Dalam model fungsi
produksi Solow-Swan, teknologi dianggap fungsi dari waktu (Tarigan, 2009 dan
Universitas Sumatera Utara
Mankiw, 2006), sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan fungsi produksi berikut
ini.
Y = f ( K , L, t )
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa Y merupakan variabel endogen yang
dipengaruhi oleh modal (K), tenaga kerja (L) dan teknologi (t). Jika modal dan tenaga
kerja makin banyak maka pendapatan dalam perekonomian akan makin tinggi.
Infrastruktur Jalan merupakan bagian dari modal yang juga mempengaruhi
pertumbuhan output dalam perekonomian. Hal ini sesuai dengan pandangan Adam
Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the
Wealth of Nation (1776) yang membahas masalah pertumbuhan ekonomi dan
menyatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerintah
berkewajiban menyediakan prasarana yang dibutuhkan (Tarigan, 2009). Pandangan
Adam Smith ini diperkuat oleh John Mainard Keynes (1936) yang menyatakan
bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil, pemerintah harus mengambil peran
dalam hal kebijakan fiskal (perpajakan dan pembelanjaan pemerintah), kebijakan
moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar) dan pengawasan langsung.
Pembangunan infrastruktur termasuk infrastruktur jalan merupakan bagian dari
kebijakan fiskal yaitu pembelanjaan pemerintah.
Dalam kerangkan ekonomi wilayah, Richardson (dalam Tarigan, 2009)
menderivasikan fungsi produksi Solow-Swan menjadi sebagai berikut :
Y i = a i k i + (1 - a i ) n i + T i
Universitas Sumatera Utara
dimana Y i adalah bersarnya output; k i adalah tingkat pertumbuhan modal;
n i adalah tingkat pertumbuhan tenaga kerja; T i adalah kemajuan teknologi; a adalah
bagian yang dihasilkan oleh faktor modal dan (1 - a) adalah bagian yang dihasilkan
oleh faktor diluar modal
Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, teori pertumbuhan model SolowSwan dan teori pertumbuhan ekonomi regional Richardson, menjelaskan bahwa
“teknologi” berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian atau PDRB. Berdasarkan
definisi tenologi, pembangunan infrastruktur jalan termasuk bagian teknologi.
2.2
Hubungan Investasi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi
Investasi
(investment)
merupakan
barang-barang
yang
dibeli
untuk
penggunaan masa depan. Investasi dibagi tiga sub kelompok (Mankiw, 2006) yaitu :
(1) Investasi tetap bisnis yaitu pembelian pabrik atau peralatan baru oleh perusahaan;
(2) Investasi tetap residensial yaitu pembelian rumah baru oleh rumah tangga; dan (3)
Investasi persediaan yaitu peningkatan dalam persediaan barang perusahaan. Dalam
pengertian para ahli makroekonomi, investasi adalah kegiatan yang menciptakan
modal baru dan/atau menambah nilai modal yang sudah ada. Kaidah umum investasi
adalah bahwa investasi perekonomian tidak mencakup pembelian yang hanya
merealokasi asset-asset yang ada diatara individu-individu yang berbeda. Pengertian
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pengertian investasi yang menciptakan
modal baru dan/atau menambah nilai modal yang sudah ada.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan seseorang atau suatu perusahaan melakukan investasi sangat
tergantung pada tingkat bunga dan pendapatan. Ketika tingkat suku bunga naik,
jumlah investasi akan turun dan sebaliknya, dengan demikian investasi dan tingkat
bunga berhubungan negatif. Sedangkan investasi dan pendapatan memiliki hubungan
positif, yang berarti jika pendapatan naik maka investasi juga naik, dan sebaliknya.
Hubungan antara investasi (I) dengan tingkat bunga riil (r) dan pendapatan (Y)
dijelaskan dalam persamaan berikut.
I = f (r , Y )
Dalam perekonomian, tingkat suku bunga dibedakan menjadi : (1) Tingkat
bunga nominal (nominal interest rate) yaitu tingkat bunga yang dibayar oleh investor
untuk membiayai investasi atau tingkat bunga yang dibayarkan oleh bank kepada
nasabah; (2) Tingkat bunga riil (real interest rate) yaitu tingkat bunga setelah
dikurangi dengan inflasi (Mankiw, 2006). Tingkat bunga nominal tidak
menggambarkan kenaikan daya beli seseorang atau perusahaan. Sedangkan tingkat
bunga riil menggambarkan kenaikan daya beli seseorang atau perusahaan, karena
telah dikurangi dengan inflasi. Dengan demikian hubungan antara tingkat bunga riil
(r), tingkat bunga nominal (i) dan tingkat inflasi (π) sebagaimana dalam persamaan
berikut ini.
r = i - π atau i = r + π
Persamaan diatas menggambarkan bahwa perubahan tingkat bunga nominal
dapat disebabkan oleh perubahan tingkat suku bunga riil atau perubahan tingkat
Universitas Sumatera Utara
inflasi yang disebut dengan persamaan Fisher (Fisher equation). Persamaan Fisher
menjelaskan bahwa kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi, menyebabkan kenaikan
tingkat bunga nominal sebesar 1 persen. Hubungan ini sering disebut dengan efek
Fisher (Fisher effect) (Mankiw, 2006).
Dalam model klasik perekonomian tertutup, tingkat bunga mempunyai
peranan yang sangat penting untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan
output. Tingkat bunga mempengaruhi penawaran dan permintaan output dan dana
pinjaman. Output perekonomian berasal dari konsumsi, investasi, dan pengeluaran
pemerintah. Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan disposabel (disposable
income), investasi merupakan fungsi dari tingkat bunga riil, dan pengeluaran
pemerintah dan pajak merupakan alat kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh
pemerintah (variabel eksogen). Jumlah output dalam perekonomian ditentukan oleh
faktor-faktor produksi dan fungsi produksi. Oleh karenanya dalam perekonomian
tertutup tingkat bunga merupakan satu-satunya variabel yang menyeimbangkan
permintaan dan penawaran output. Jika tingkat bunga terlalu tinggi, investasi akan
terlalu rendah, selanjutnya permintaan ouput dalam perekonomian akan lebih rendah
dari penawarannya. Sebaliknya jika tingkat bunga terlalu rendah, investasi akan
terlalu tinggi, maka permintaan output dalam perekonomian akan lebih tinggi dari
penawarannya (Mankiw, 2006). Peranan tingkat bunga dalam menyeimbangkan
permintaan dan penawaran output dalam perekonomian dirumuskan sebagai berikut :
Y=C+I+G
C = C (Ȳ - T)
Universitas Sumatera Utara
I = I (r)
G=Ḡ
T=T
Y = f (F, K)
Y=Ȳ
Ȳ = C (Ȳ - T) + I (r) + Ḡ
dengan demikian :
Keterangan :
Ȳ
C (Ȳ - T)
C
T
I
r
Ḡ
=
=
=
=
=
=
Output perekonomian
Pendapatan disposal
Konsumsi
Pajak
Investasi
Tingkat bunga
=
Pengeluaran pemerintah
Peningkatan investasi merupakan salah satu upaya untuk mendorong
pertumbuhan output dalam perekonomian. Oleh karenanya setiap negara selalu
berupaya untuk merangsang dan mendorong tumbuhnya investasi baik yang
bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Inovasi teknologi seperti
pembangunan infrastruktur jalan, merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
investasi. Pembagunan infrastruktur jalan akan menggeser kurva investasi ke sebelah
kanan, sebagaimana diperagakan dalam gambar 2.1. berikut ini. Disamping inovasi
teknologi, peningkatan investasi juga bisa dilakukan melalui instrumen kebijakan
fiskal, misalnya menaikkan tingkat pajak perseorangan dan menurunkan pajak
perusahaan yang ingin berinvestasi serta menaikkan pengeluaran pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
r
SI0
SI1
E0
r0
E2
DI1
DI0
0
I0
I1
Jumlah Investasi
Gambar 2.1 Kurva Kenaikan Investasi Akibat Kenaikan Panjang Jalan Baik
Survei yang dilakukan oleh Thierry Geiger (2011) menunjukkan bahwa
ketersediaan infrastruktur di Indonesia merupakan salah satu faktor penghambat
masuknya investasi. Dari berbagai faktor yang menjadi kendala untuk melakukan
bisnis di Indonesia pada tahun 2010, ketersediaan infrastruktur berada pada peringkat
ke-4 dari 15 faktor yang menjadi variabel survey, sebagaimana ditunjukkan dalam
gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Foreign currency regulation
0%
Poor public health
1%
Tax rates
0%
Crime and theft
3%
Poor work ethic in national labor force
3%
Restrictive labour regulations
3%
Inadequately educated workforce
2%
Tax regulations
2%
Policy instability
2%
Government instability
6%
Inflation
2%
Access to financing
12%
Inadequate supply of infrastructure
8%
Corruption
29%
Inefficient government bureaucracy
23%
0%
10%
30%
20%
40%
Sumber : World Economic Forum, Executive Opinion Survey, 2011
Gambar 2.2 Faktor Utama Penyebab Sulitnya Melakukan Bisnis di Indonesia
2.3
Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan komponen ketiga dari permintaan
terhadap barang dan jasa. Pengeluaran pemerintah terdiri dari : (1) Pengeluaran rutin
untuk membiayai pengawai pemerintah; (2) Pengeluaran untuk membiayai
pembangunan
(belanja
modal).
Pengeluaran
pemerintah
untuk
membiayai
pembangunan dilakukan untuk membangun fasilitas publik, antara lain pembangunan
infrastruktur transportasi, listrik, kesehatan, pendidikan, dll; (3) Pembayaran transfer
kepada rumah tangga, seperti tunjangan kesejahteraan untuk orang-orang miskin dan
pembayaran jaminan sosial. Oleh karena pembayaran transfer tidak dilakukan dalam
pertukaran dengan output barang dan jasa perekonomian, maka tidak termasuk dalam
Universitas Sumatera Utara
variabel pengeluaran pemerintah. Jadi dalam penelitian ini pengeluaran pemerintah
yang dimaksud adalah diluar transfer, yang kita angggap sebagai variabel eksogen,
sering dinotasikan dengan G = Ḡ.
Pengeluaran pemerintah merupakan komponen utama yang mempengaruhi
permintaan output barang dan jasa dalam perekonomian. Jika pemerintah melakukan
perubahan kebijakan fiskal dengan mengubah pengeluaran atau tingkat pajak, maka
tabungan nasional, investasi dan tingkat bunga equiblirium akan berubah dan pada
akhirnya mengubah permintaan output dalam perekonomian. Misalkan pemerintah
menaikkan pengeluaran sebesar ∆G, secara langsung akan mengingkatkan permintaan
output barang dan jasa sebesar
∆G.
Pada umumnya di negara-negara sedang
berkembang pengeluaran pemerintah sering digunakan sebagai alat untuk
merangsang masuknya investasi. Jika pemerintah melakukan penurunan pajak, maka
pendapatan disposal akan meningkat dan sejanjutnya menaikkan konsumsi. Misalnya
pemerintah menurunkan pajak sebesar ∆T, maka pendapatan disposal akan meningkat
sebesar ∆T, selanjutnya konsumsi juga meningkat sebesar ∆T x MPC ( Marginal
Propensity to Consume).
Perhitungan output perekonomian dijelaskan dalam persamaan berikut.
Y atau PDRB = C + I + G + NX
Sedangkan fungsi produksi Solow-Swan ditunjukkan dalam persamaan fungsi
produksi berikut ini.
Y = f ( K , L, t )
Universitas Sumatera Utara
Kedua persamaan diatas saling berhubungan atau berkointegrasi dalam jangka
panjang. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap PDRB atau output
perekonomian. Hal ini berarti, apabila pemerintah menambah pengeluarannya, maka
PDRB atau output perekonomian akan naik sebesar pengeluaran pemerintah. Output
perekonomian (Y) merupakan fungsi dari modal (K), tenaga kerja (L) dan teknologi
(t). Berdasarkan kedua persamaan diatas, kebijakan menambah pengeluaran
pemerintah khususnya untuk infrastruktur jalan, berpengaruh positif terhadap PDRB
dan juga akan berpengaruh pada modal dan teknologi. Pada akhirnya modal dan
teknologi akan berpengaruh positif terhadap peningkatan PDRB atau output
perekonomian. Oleh karenanya pengeluaran pemerintah mempunyai peranan yang
besar terhadap peningkatan PDRB.
2.4
Ekspor
Setiap negara di dunia mempunyai keterbatasan, baik sumber daya alam,
sumber daya manusia maupun penguasaan teknologi. Oleh karenanya hampir tidak
ada negara yang sanggup memenuhi kebutuhan sendiri. Keterbatasan ini mendorong
dilakukannya spesialisasi produksi. Keputusan memproduksi barang dan jasa
ditentukan dengan memperhatikan faktor efisiensi, baik untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri maupun ekspor. Sebaliknya barang dan jasa yang tidak efisien
diproduksi di dalam negeri diimpor dari luar negeri. Oleh karenanya, sebagian besar
negara menganut perekonomian terbuka yaitu : (1) Mengekspor barang dan jasa ke
luar negeri; (2) Mengimpor barang dan jasa dari luar negeri; dan (3) Meminjam atau
Universitas Sumatera Utara
memberi pinjaman di pasar modal dunia atau melakulan investasi atau penanaman
modal di luar negeri. Dengan demikian net ekspor merupakan salah satu variabel
yang memberikan nilai tambah terhadap ouput perekonomian suatu negara atau
daerah.
Di banyak negara, khususnya negara-negara industri yang sudah maju,
perdagangan internasional menjadi faktor utama untuk meningkatkan Produk
Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Disamping
itu perdagangan internasional juga mendorong tumbuhnya industrialisasi, kemajuan
transportasi dan masuknya investasi ke suatu negara atau daerah. Perdagangan
internasional memberikan beberapa manfaat yaitu : (1) Memperoleh barang yang
tidak dapat diproduksi di dalam negeri; (2) Memperoleh keuntungan dari spesialisasi;
(3) Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Perdagangan internasional
mendorong pengusaha untuk berproduksi secara maksimal dan menjual kelebihan
produknya ke luar negeri (ekspor) dan (4) Transfer teknologi modern.
Sejak terjadinya krisis ekonomi dunia
tahun 1997/1998, sektor ekspor
merupakan pendorong pulihnya perekonomian di Negara-Negara Asia Tenggara.
Pada tahun 2004 Thailand mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 7,2 persen yang
didorong oleh peningkatan ekspor dan belanja pemerintah. Vietnam juga mencatat
pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2004 sebesar 7,5 persen dan tahun 2005
sebesar 7,6 persen juga didorong oleh tumbuhnya ekspor dan permintaan dalam
negeri. Malaysia mencatat pertumbuhan yang cukup baik pada tahun 2004 sebesar 5,8
Universitas Sumatera Utara
persen dan tahun 2005 sebesar 5,6 persen. Pertumbuhan ini juga didorong oleh
permintaan ekspor yang tinggi dan konsumsi masyarakat.
Pertumbuhan ekspor yang tinggi menghasilkan devisa bagi Negara, yang
selanjutnya akan digunakan untuk membiayai impor dan pembangunan sektor
ekonomi lainnya. Secara teoritis, terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekspor
dan PDB/PDRB, disamping perannya untuk meningkatkan cadangan devisa,
pertumbuhan impor, pertumbuhan output dalam negeri, peningkatan kesempatan
kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Berkaitan dengan besarnya manfaat ekspor dalam perekonomian suatu negara,
beberapa kebijakan yang harus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekspor
antara lain : (1) Meningkatkan daya saing global produk Indonesia; (2)
Menyederhanakan prosedur kepabeaan; (3) Penyempurnaan dan pembaharuan
perangkat peraturan perundang-undangan dan (4) Peningkatan kapasitas infrastruktur
(termasuk infrastruktur jalan).
Salah satu upaya meningkatkan daya saing produksi adalah dengan
menurunkan biaya marginal produk. Biaya transportasi merupakan unsur dari biaya
marginal produk. Untuk menurunkan biaya transportasi harus dilakukan penambahan
panjang jalan baik atau pemeliharaan jalan sedang, rehabilitasi jalan rusak ringan dan
rekonstruksi jalan rusak berat. Oleh karenanya jalan dengan kondisi rusak,
berpengaruh positif terhadap peningkatan biaya transportasi, yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada penurunan ekspor.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perekonomian terbuka sebagian output digunakan untuk memenuhi
kebutuhan domestik dan sebagian lagi diekspor ke luar negeri. Dengan demikian
pengeluaran output dibagi menjadi 4 komponen yaitu: 1) konsumsi, 2) investasi, 3)
pengeluaran pemerintah dan 4) ekspor. Ekspor merupakan pengeluaran luar negeri
atas barang dan jasa domestik, sedangkan impor merupakan jumlah pengeluaran
domestik atas barang dan jasa luar negeri. Barang dan jasa yang diimpor dari luar
negeri bukan merupakan output suatu negara, sehingga dalam perhitungan
pendapatan nasional tidak diperhitungkan. Selisih antara ekspor (X) dan impor (M)
disebut dengan export netto (NX) atau (NX = X – M). Dengan demikian komponen
output perekonomian dapat dijelaskan dalam persamaan berikut.
Y = C + I + G + NX
Output dalam perekonomian suatu negara menunjukkan hubungan antara
output domestik (Y), pengeluaran domestik (C+I+G) dan ekspor neto (NX),
sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan berikut.
NX = Y – (C + I + G)
Persamaan ini menjelaskan bahwa jika output lebih besar dari pengeluaran domestik,
maka selisihnya diekspor atau ekspor neto positif. Sebaliknya jika output lebih kecil
dari pengeluaran domestik, maka selisihnya diimpor atau ekspor neto negatif.
Dalam perekonomian terbuka, terdapat kaitan yang sangat erat antara pasar
uang dan pasar barang. Tabungan nasional (S) merupakan hasil dari output (Y)
dikurangi konsumsi (C) dan pengeluaran pemerintah (G) atau S = Y – C – G, dengan
demikian,
Universitas Sumatera Utara
S = I + NX atau NX = S – I
Persamaan ini menunjukkan bahwa, ekspor neto suatu perekonomian sama dengan
selisih antara tabungan dan investasi. Ekspor neto merupakan ekspor neto barang dan
jasa suatu Negara yang juga sering disebut dengan neraca perdagangan (trade
balance). Selisih tabungan domestik dan investasi domestik (S-I) merupakan arus
modal keluar neto (net capital outflow). Arus modal keluar neto merupakan jumlah
dana yang dipinjamkan penduduk suatu negara ke luar negeri dikurangi jumlah dana
yang dipinjamkan luar negeri atau disebut juga dengan investasi asing neto (net
foreign investment).
2.5
Nilai Tukar (Exchange Rate)
Nilai tukar (exchange rate) antar dua negara adalah tingkat harga yang
disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw,
2006). Para ekonom membedakan nilai tukar atau kurs menjadi dua yaitu : (1) Nilai
tukar riil (real exchange rate) yaitu harga relatif diantara barang-barang dua Negara;
dan (2) Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) yaitu harga relatif dari mata
uang dua negara.
2.5.1
Nilai Tukar Riil (Kurs Riil).
Kurs riil berhubungan negatif dengan ekspor neto. Jika kurs riil tinggi,
barang-barang luar negeri relatif murah dan barang-barang domestik relatif mahal.
Kondisi ini berpengaruh pada penurunan ekspor dan menaikkan impor atau net
ekspor berkurang. Sebaliknya jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relatif
Universitas Sumatera Utara
lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Kondisi ini berpengaruh
positif terhadap kenaikan ekspor dan menurunkan impor sehingga ekspor neto
bertambah. Dengan demikian ekspor neto (NX) merupakan fungsi dari kurs riil (є)
dan hubungan kedua variabel adalah negatif sebagaimana persamaan berikut.
NX = NX (є)
2.5.2
Nilai Tukar Nominal (Kurs Nominal).
Model Mundell-Fleming menjelaskan bahwa output dalam perekonomian
dijelaskan sebagaimana persamaaan berikut (Mankiew, 2006).
Y = C(Y – T) + I(r) + G + NX(e)
Persamaan tersebut menjelaskan bahwa pendapatan agregat Y adalah jumlah dari
konsumsi C, investasi I, belanja pemerintah G, dan ekspor netto NX. Konsumsi
bergantung secara positif pada disposable income Y – T. Investasi berhubungan
secara negatif dengan tingkat bunga dan ekspor berhubungan secara negatif terhadap
kurs e.
Kurs nominal e adalah jumlah mata uang asing per unit mata uang domestik.
Misalnya, e adalah 0,0001 Dollar Amerika per satu Rupiah (equivalen dengan Rp.
10.000,00 per US$ 1,00. Menurut model Mundell – Flemming (Mankiew, et al, 2006)
dijelaskan, jika e adalah kurs nominal, maka kurs riil adalah :
є = e x (P/P*)
Keterangan :
є
e
P/P*
=
=
=
Kurs riil
Kurs nominal
Rasio tingkat harga
Universitas Sumatera Utara
P
P*
=
=
Tingkat harga domestik
Tingkat harga luar negeri
Model Mundell – Fleming mengasumsikan bahwa tingkat harga domestik dan
luar negeri adalah tetap, sehingga kurs riil proporsional terhadap kurs nominal. Ketika
kurs nominal domestik terapresiasi, misalnya US$ 0,0001 per Rp 1,00 (equivalen
dengan Rp 10.000,00 per US$ 1,00) menjadi US$ 0,00011 per Rp 1,00 (equivalen
dengan Rp 9.000,00 per US$ 1,00), barang-barang luar negeri lebih murah bila
dibandingkan dengan barang-barang domestik, yang menyebabkan ekspor turun dan
impor naik. Dalam kasus Indonesia ketika nilai tukar naik misalnya dari Rp. 9.000,00
per US$ 1,00 menjadi Rp. 10.000,00 per US$ 1,00 maka ekspor akan naik dan
sebaliknya. Model Mudell- Fleming sebagaimana gambar 2.3 berikut.
Misalnya : e1 = US$ 0,0001 per Rp 1,00
eq. Rp 10.000,00 per US$ 1,00
e2 = US$ 0,00011 per Rp 1,00 eq. Rp 9.000,00 per US$ 1,00
Gambar 2.3 Kurva Ekspor Neto
Keseimbangan
nilai
tukar
ditentukan
berdasarkan
iteraksi
kekuatan
permintaan dan penawaran (Rahardja dan Manurung, 2005). Faktor-faktor yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi permintaan valuta asing terutama adalah impor, harga mata uang
asing tersebut (nilai tukarnya), tingkat pendapatan, tingkat bunga relatif, selera,
ekspektasi dan kebijakan pemerintah. Bila nilai tukarnya makin murah, permintaan
terhadap valuta asing akan meningkat, akan tetapi hanya pergerakan sepanjang kurva
permintaan (movement along demand curve). Kurva permintaan akan bergeser
(shifting) bila yang berubah adalah impor. Impor yang makin banyak menggeser
kurva permintaan ke kanan, dan impor yang makin sedikit menggeser kurva
permintaan ke kiri.
Penawaran terhadap valuta asing meningkat jika (1) ekspor meningkat; (2)
arus modal masuk (capital inflow) lebih besar dari arus modal keluar (capital
outflow). Bila ekspor dan arus modal masuk meningkat, kurva penawaran bergeser ke
kanan dan sebaliknya bila ekspor makin berkurang dan arus modal keluar juga
meningkat, kurva penawaran akan bergeser ke kiri.
Pergeseran kurva permintaan dan kurva penawaran akan menentukan
keseimbangan nilai tukar, sebagaimana diperagakan dalam gambar 2.4. berikut.
Universitas Sumatera Utara
Kurs, e
SF2
SF0
SF1
e2
e0
E2
E0
E1
e1
DF2
0
Q2
Q0
Q1
DF1
DF0
Kuantitas US$
Gambar 2.4 Keseimbangan Pasar Valuta Asing
2.6
Perkembangan Nilai Tukar di Indonesia
Penerapan nilai tukar yang berlaku di dunia berdasarkan runtun waktu secara
garis besar dibagi menjadi 2 sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed
exchange rate) dan sistem nilai tukar tidak tetap (floating exchange rate). Masingmasing sistem nilai tukar tersebut mempunyai karakteristik dan kekuatan serta
kelemahan tersendiri. Karena masing-masing sistem mempunyai kekuatan dan
kelemahan, dalam prakteknya tidak ada Negara di dunia yang secara konsisten hanya
menggunakan salah satu sistem saja, termasuk Indonesia.
Pergerakan nilai tukar di pasar dipengaruhi oleh faktor fundamental dan non
fundamental. Faktor fundamental tercermin dari beberapa variabel ekonomi makro
antara lain pertumbukan ekonomi, laju inflasi, perkembangan ekspor-impor (net
export). Sedangkan faktor non fundamental antara lain sentimen pasar terhadap
perkembangan sosial politik, faktor psikologi dalam perhitungan informasi dan
Universitas Sumatera Utara
rumors. Dalam teori keuangan internasional terdapat beberapa pendekatan untuk
menentukan nilai tukar secara fundamental (Rahardjo, 2009) yaitu : (1) Teori
Purchasing Power Parity (PPP); (2) Real Effective Exchange Rate (REER); dan (3)
Fundamental Effective Exchange Rate (FEER).
Krisana Wijaya (Kompas 26 Juni 2000), menjelaskan manajemen nilai tukar
yang dilakukan Pemerintah Indonesia dapat dibagi menjadi : (1) Sistem nilai tukar
tetap (fixed exchange rate); (2) Sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed
floating exchange rate); dan (3) Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange
rate). Pemerintah Indonesia telah melaksanakan 3 (tiga) sistem nilai tukar, yang
mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing. Dari ketiga sistem ini, mana
yang lebih efektif tidak hanya tergantung pada kekuatan dan kelemahan masingmasing sistem, akan tetapi juga sangat tergantung pada faktor lain antara lain tingkat
keterbukaan ekonomi, tingkat kemandirian dalam melaksanakan kebijakan ekonomi
dan aktivitas perekonomian suatu negara.
2.6.1
Sistem Nilai Tukar Tetap
Pemerintah Indonesia memberlakukan sistem nilai tukar tetap (fixed exchange
rate) pada tahun 1970 s.d. 1978, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 1964. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika ditetapkan dengan kurs
resmi Rp. 250 per satu Dollar Amerika. Sedangkan nilai tukar dengan mata uang
lainnya ditetapkan atas dasar nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika di pasar
domestik maupun internasional. Dalam periode ini Pemerintah Indonesia sangat ketat
mengontrol nilai devisa. Apabila nilai tukar tidak dapat dipertahankan, bank sentral
Universitas Sumatera Utara
(Bank Indonesia) melakukan devaluasi atau revaluasi atas nilai tukar yang ditetapkan.
Devaluasi adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk secara sepihak
menurunkan nilai tukar mata uang negaranya, sedangkan revaluasi adalah kebijakan
yang diambil pemerintah untuk secara sepihak menaikkan nilai mata uang negaranya
terhadap mata uang negara lain.
Dalam periode ini Pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi sebanyak
3 (tiga) kali, yaitu (1) Pertama dilakukan pada tanggal 17 April 1970 dimana nilai
tukar Rupiah ditetapkan menjadi Rp 378 per satu Dollar Amerika; (2) Kedua
dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 dan nilai tukar Rupiah ditetapkan sebesar
Rp 415 per satu Dollar Amerika; dan (3) Devaluasi ketiga dilaksanakan pada tanggal
15 Nopember 1978 dan nilai tukar Rupiah ditetapkan sebesar Rp 625 per satu Dollar
Amerika.
2.6.2
Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate)
adalah sistem nilai tukar yang berada diantara sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai
tukar mengambang bebas. Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral (Bank Indonesia)
menetapkan batasan pergerakan nilai tukar yang disebut dengan intervention band.
Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral mempunyai peranan yang sangat penting
untuk menjaga pergerakan nilai tukar. Apabila nilai tukar berada diluar intervention
band, bank sentral melakukan intervensi ke pasar valuta asing dengan menjual atau
membeli devisa yang diperlukan oleh pasar sehingga nilai tukar kembali pada posisi
intervention band.
Universitas Sumatera Utara
Sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate)
diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1978 s.d. Juli 1997. Dengan
sistem nilai tukar mengambang terkendali, nilai tukar rupiah diambangkan terhadap
mata uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Sejak
sistem ini dilaksanakan, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs
bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pada tahun 1992 sampai dengan bulan
Agustus 1997, fleksibilitas nilai tukar rupiah semakin dikembangkan dengan
penerapan crawling band.
2.6.3
Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas
Sistem nilai tukar mengambang bebas adalah sistem nilai tukar yang terjadi
sesuai dengan mekanisme pasar (kekuatan permintaan dan penawaran). Dalam sistem
nilai tukar ini, bank sentral masih dapat berperan melakukan intervensi di pasar valuta
asing, dengan menjual atau membeli devisa dalam hal terjadi kekurangan atau
kelebihan penawaran untuk menghindari gejolak nilai tukar yang berlebihan. Akan
tetapi intervensi tidak diarahkan untuk mencapai tingkat nilai tukar tertentu. Hanya
saja peran ini dibutuhkan untuk menjaga kestabilan nilai tukar yang sangat penting
untuk menghindari ketidakpastian dunia usaha.
Sistem nilai tukar mengambang bebas mulai diberlakukan Pemerintah
Indonesia sejak bulan Agustus 1997 sampai dengan sekarang. Pada periode ini nilai
tukar rupiah mengalami fluktuasi, bahkan pada tahun 1997 pernah mengalami
tekanan dengan semakin melemahnya dilai tukar rupiah yang diakibatkan oleh
adanya currency turn moil yang melanda Thailand dan menyebar ke kawasan
Universitas Sumatera Utara
ASEAN termasuk Indonesia. Sejak Agustus 1997 nilai tukar Rupiah terus melemah
sampai pada titik terlemah mencapai Rp 16.000 per satu Dollar Amerika Serikat pada
tanggal 15 Juni 1998.
2.7
Kebijakan Pembangunan Infrastruktur
Pembangunan
infrastruktur
merupakan
bagian
dari
kebijakan
fiskal
pemerintah dalam meningkatkan output perekonomian. Menurut Keynes, pemerintah
dituntut untuk mendorong konsumsi publik dengan cara membangun infrastruktur
dan membuka sebanyak mungkin lapangan kerja. Adam Smith juga mengakui peran
negara dalam bidang ekonomi yang mencakup : (1) Memberi perlindungan hukum;
(2) Fungsi pertahanan dan keamanan; dan (3) Pembangunan infrastruktur. Dari ketiga
pandangan tersebut, terlihat bahwa pembangunan infrastruktur merupakan salah satu
fungsi penting negara untuk meningkatkan output perekonomian.
Pembangunan Infrastruktur direpresentasikan melalui : (1) Peningkatan
produktivitas; (2) Penurunan biaya marjin (biaya transportasi); dan (3) Peningkatan
stok kapital (PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero), (2006).
Peningkatan produktivitas adalah peningkatan output yang disebabkan oleh
pembangunan/pengembangan sarana infrastruktur. Dalam hal ini tidak termasuk
peningkatan output yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan atau faktor lain
seperti peningkatan sarana-sarana. Misalnya peningkatan produktivitas transportasi,
diukur dari pengembangan infrastruktur sektor transportasi seperti pertambahan
panjang
jalan,
perbaikan
kualitas
jalan,
penambahan
panjang
jembatan,
Universitas Sumatera Utara
pengembangan/pembangunan bandar udara dan sarana penunjangnya, penambahan
panjang rel kereta api dan sarana penunjangnya. Peningkatan output karena
pertambahan jumlah sarana transportasi seperti mobil, kereta api, pesawat udara,
kapal laut dan sarana transportasi lainnya tidak termasuk dalam kategori peningkatan
produktivitas infrastruktur.
Penurunan biaya transportasi diuwujudkan sebagai akibat dari pengembangan
dan pembangunan infrastruktur transportasi seperti jalan raya, infrastruktur
perkeretaapian,
infrastruktur
pelabuhan
dan
infrastruktur
bandar
udara.
Pengembangan infrastruktur ini berpengaruh pada penurunan biaya marginal
transportasi.
Peningkatan stok kapital adalah peningkatan modal atau anggaran yang akan
digunakan dalam pembangunan infrastruktur. Fokus kapital disini adalah keterbatasan
anggaran pemerintah dalam membiayai pembangunan infrastruktur, sehingga dalam
pengalokasiannya harus hati-hati dengan memperhatikan azas manfaat (benefit) yang
akan disumbangkan oleh infrastruktur yang dibangun terhadap perekonomian.
Penilaian The Global Competitiveness Index (2011), Infrastruktur dimasukkan
dalam pilar kedua penilaian, Indonesia hanya berada pada peringkat ke-83 dari 139
negara dengan skor 3,6 dari skor 1 sampai 7. Sedangkan untuk kualitas jalan raya
(quality of roads) Indonesia hanya berapa pada peringkat 84 dari 139 negara dengan
skor 3,7. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan infrstruktur jalan raya di
Indonesia masih jauh tertinggal.
2.7.1 Kebijakan Investasi Pembangunan Infrastruktur Jalan
Universitas Sumatera Utara
Investasi bidang jalan sangat ditentukan oleh tingkat kelayakan investasi,
yang secara umum dapat ditinjau dari 3 aspek utama, yaitu aspek teknis, aspek
ekonomi/ finansial dan aspek lingkungan. Aspek teknis perlu dipastikan apakah
koridor yang akan dilewati memungkinkan untuk dibangun prasarana jalan secara
mudah dan murah, serta memenuhi standar teknis yang dipersyaratkan. Aspek
ekonomi/finansial pada umumnya terkait dengan perhitungan biaya dan manfaat
investasi yang akan dilakukan. Investasi bidang jalan pada umumnya dilakukan
dengan prinsip ”ship follows trade”, yaitu pembangunan jalan dilakukan apabila ada
kepastian demand terhadap keberadaan jalan yang akan dibangun, yang ditunjukkan
dengan volume lalu lintas atau aktifitas perekonomian wilayah yang ada atau
diperkirakan akan tumbuh di kawasan koridor rencana pembangunan jalan. Hal ini
penting dilakukan untuk menghindari adanya unsur spekulasi dan terjadinya resiko
kerugian akibat penyediaan prasarana jalan yang tidak tepat, baik dari penetapan
lokasi maupun waktu pelaksanaannya.
Pada kawasan-kawasan yang relatif baru berkembang, pada umumnya
kelayakan ekonomi maupun finansial sulit dipenuhi, karenanya penyediaan prasarana
lebih bersifat perintis untuk mendorong pengembangan wilayah ataupun membuka
daerah-daerah terisolir. Pada kasus seperti ini, peran pemerintah lebih dominan
khususnya dalam konteks tugas pemerintah untuk memenuhi kewajiban pelayanan
publik. Sebaliknya pada kawasan perkotaan yang sudah berkembang, pembangunan
prasarana pada umumnya dapat lebih layak secara ekonomi maupun finansial, bahkan
Universitas Sumatera Utara
sudah menjadi tuntutan kebutuhan kawasan, sehingga tingkat keterlibatan pihak
swasta lebih tinggi.
2.7.2
Strategi Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Tantangan utama Indonesia dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur adalah
keterbatasan dana (financial gap) antara kemampuan menyediakan dana dan
kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur. Berdasarkan data Bappenas,
kebutuhan pembiayaan infrastruktur setiap tahun idealnya minimal 5 persen dari
Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan target pertumbuhan ekonomi 6,2 persen dan
nominal PDB Rp 6.718,3 triliun pada tahun 2011, kebutuhan dana infrastruktur
sebesar Rp 335,9 Triliun. Kebutuhan pembiayaan infrastruktur dengan asumsi 5
persen dari PDB setiap tahun dan target pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 7
persen, maka kebutuhan dana infrastruktur tahun 2010 s.d. 2014 mencapai Rp 1.924
Triliun, sedangkan kemampuan pemerintah hanya sebesar Rp 560 Triliun atau 29,11
persen. Kekurangan pendanaan sebesar Rp 1.041 Triliun diharapkan berasal dari
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta dan pemerintah daerah, namun
demikian masih terdapat kekurangan pendanaan sebesar Rp 323 Triliun (Harian
Umum Kompas, tanggal 21 April 2011; hal. 1 dan hal. 15). Besarnya financial gap
tersebut tidak terlepas dari rendahnya realisasi investasi di Indonesia. Berdasarkan
data di atas, kemampuan pemerintah untuk membiayai infrastruktur hanya sebesar
0,49 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), bandingkan dengan investasi
infrastruktur di negara-negara maju yang mencapai 5 persen s.d. 6 persen dari PDB.
Perbandingan lainnya adalah Pemerintah China menargetkan membangun 1.000 km
Universitas Sumatera Utara
jalur rel kereta api per tahun. Amerika Serikat menginvestasikan Rp 300 Triliun per
tahun untuk kereta api. Sedangkan Indonesia hanya mampu mengalokasikan Rp 4
Triliun per tahun untuk kereta api (Harian Kompas, 21 April 2011; hal. 1 dan hal.
15).
Pada bulan April 2010, ketika Indonesia menjadi tuan rumah, Asia-Pacific
Ministerial
Conference
on
Public-Private
Partnership
(PPP),
Pemerintah
menawarkan 30 proyek infrastruktur transportasi yang potensial dikerjasamakan
dengan pihak swasta dengan nilai total US$ 11 milyar. Pada kesempatan tersebut,
pemerintah juga menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia terkendala dengan
keterbatasan pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur transportasi
nasional. Oleh karenanya pemerintah mendorong keterlibatan sektor swasta baik
dalam negeri maupun luar negeri untuk turut berpartisipasi. Selama kurun waktu
2010-2014 Pemerintah membutuhkan investasi sedikitnya Rp 291,87 triliun setiap
tahunnya untuk mengembangkan seluruh moda transportasi di Indonesia, baik
melalui skema kejasama antara pemerintah dengan swasta maupun Business to
Business (B to B).
Dalam konsep kerjasama pemerintah dengan swasta dalam Pembangunan
Infrastruktur Transportasi, pemerintah menawarkan insentif bagi swasta antara lain
pemerintah berkewajiban membangun bagian dari proyek yang masuk dalam ketegori
non-cost recovery (tidak mempunyai potensi pengembalian modal). Misalnya
pembangunan rel kereta api, fasilitas persinyalan, dermaga pelabuhan, pemecah
gelombang dan fasilitas sisi udara (air side) Bandar Udara.
Universitas Sumatera Utara
Dari sisi regulasi, pemerintah telah melakukan perubahan terhadap
perundang-undangan yang memberikan kemudahan dan keleluasaan bagi sektor
swasta untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur transportasi, yakni : 1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian; 2) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; 3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan; 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas
dan Angkutan Jalan; serta 5) Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 sebagai
penyempurnaan dari Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan
Infrastruktur. Regulasi ini menghapus monopoli Badan Usaha Milik Negara atas
mandat Pemerintah dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur.
Berbagai upaya dan strategi telah dilakukan Pemerintah dalam rangka
percepatan pembangunan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi
Indonesia antara lain : 1) Mempermudah iklim investasi infrastruktur, 2) Melakukan
perubahan regulasi dibidang infrastruktur, 3) Memperkuat kerangka institusi yang
menunjang pendanaan dibidang infrastruktur dan 4) Menjaga kondisi ekonomi
makro.
Dalam kaitan dengan mempermudah iklim investasi, pemerintah terus
melakukan evaluasi terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang ditengarai
menjadi kendala masuknya investasi dibidang infrastruktur. Beberapa upaya konkrit
yang dilakukan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1.
Memberikan insentif pajak untuk proyek infrastruktur yang dibiayai oleh
Pihak Swasta atau Kerjasama Pemerintah dengan Pihak Swasta.
2.
Memberikan
dukungan
dalam
penyedian
lahan
untuk
kebutuhan
pembangunan infrasruktur. Penyediaan lahan untuk kebutuhan infrastruktur
sampai saat ini masih merupakan permasalahan yang krusial bagi masuknya
investasi. Berbagai masalah yang sering timbul adalah tanah tidak selalu siap
untuk proyek infrastruktur, perolehannya sering menemui masalah yang
kompleks, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang fluktuatif. Untuk
mengatasi hal ini pemerintah juga telah memberikan kemudahan berupa upaya
mendapatkan pendanaan, sehingga pemerintah dapat melakukan pembelian
lahan sebelum proyek ditawarkan kepada investor dan kemudian dimintakan
penggantian kepada pemenang tender. Upaya lain yang dilakukan pemerintah
berkenaan dengan penyediaan lahan adalah dengan membentuk Dana Bergulir
Pembebasan Tanah dan mekanisme land freezing dan land capping.
Mekanisme land capping merupakan upaya yang memungkinkan Pemerintah
dapat menawarkan jaminan untuk menutupi tambahan biaya yang disebabkan
oleh mundurnya pembebasan tanah atau naiknya biaya pembebasan tanah
sampai batas tertentu.
3.
Pembentukan kawasan ekonomi khusus. Dalam kaitan ini Pemerintah
menyediakan insentif pajak dan perizinan berupa fasilitas pajak penghasilan,
pengurangan pajak bumi dan angunan, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan regulasi di bidang infrastruktur juga dilakukan Pemerintah dalam
rangka percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Diantara berbagai
peraturan tersebut sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Untuk Pelaksanan Pembangunan Bagi Kepentiangan Umum
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
65 Tahun 2006. Peratutan ini mengatur pengadaan tanah yang akan dipergunakan
untuk kepentingan umum, yang ditetapkan dengan keputusan Bupati / Wali Kota atau
Gubernur. Salah satu tujuannya adalah tanah yang diperuntukkan bagi kepentingan
umum apabila hendak diperjual belikan, maka terlebih dahulu harus mendapat
persetujuan dari Bupati / Wali Kota atau Gubernur (Pasal 4 ayat 3). Peraturan
Presiden ini juga mengatur tentang sengketa tanah yang akan dipergunakan untuk
kepentingan umum dengan batasan waktu dan kewenangan yang jelas (Pasal 10).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
13 Tahun 2010. Salah satu faktor yang mendorong diterbitkannya peraturan ini
adalah adanya kesadaran pemerintah akan semakin pentingnya percepatan
pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing Indonesia dan mendorong
pertumbuhan ekonomi, namun dipihak lain Pemerintah mempunyai kendala
keterbatasan pembiayaan. Dalam peraturan ini kemudian diatur ketentuan mengenai
proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Pemerintah dan Badan Usaha
Universitas Sumatera Utara
dengan sasaran (1) Terpenuhinya kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam
penyediaan infrastuktur melalui pengerahan dana swasta; (2) Meningkatkan kualitas
penyediaan, pemeliharaan dan pengelolaan dalam penyediaan infrastruktur.
Pada Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005 ini ditentukan jenis
infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha yaitu : (1) Infrastruktur
transportasi, meliputi pelayanan jasa kebandarudaraan, penyediaan dan/atau
pelayanan jasa kepelabuhanan, sarana dan prasarana perkeretaapian; (2) Infrastruktur
jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol; (3) Infrastruktur pengairan, meliputi saluran
pembawa air baku; (4) Infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan
air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum; (5)
Infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan
pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut
dan tempat pembuangan; (6) Infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi
jaringan
telekomunikasi
dan
infrastruktur
e-government;
(7)
Infrastruktur
ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, termasuk pengembangan tenaga listrik yang
berasal dari panas bumi, transmisi, atau distribusi tenaga listrik; dan (8) Infrastruktur
minyak dan gas bumi meliputi transmisi dan/atau distribusi minyak dan gas bumi.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Lembaga Pembiayaan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 100/PMK.010/2010 tentang Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Peraturan
ini mengamanatkan dibentuknya perusahaan pembiayaan infrastruktur yang kegiatan
usahanya meliputi : (1) Pemberian pinjaman langsung (direct lending) untuk
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan infrastruktur; (2) Refinancing atas infrastruktur yang telah dibiayai pihak
lain; dan/atau (3) Pemberian pinjaman subordinasi (subordinated loans) yang
berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur.
Upaya lain yang juga dilakukan pemerintah dalam konsep percepatan
pembangunan infrastruktur adalah dengan memperkuat kerangka institusional, yang
akan menunjang pendanaan dengan membentuk 3 (tiga) lembaga yaitu :
1)
PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
2)
PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT. PII).
3)
PT. Indonesia Infrastructure Finance (PT. IIF)
Ketiga institusi ini bertugas dalam rangka mengurangi kesenjangan kebutuhan
dana dan meyediakan penjaminan atas sejumlah resiko investasi pada proyek
infrastruktur. Sinergi dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur di
Indonesia sebagaimana diperagakan dalam Gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Sumber : PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero), Accelerating Indonesia
Infrastructure Development, Annual Report 2009; 35
Gambar 2.5 Skema Pendanaan Infrastruktur Dengan Melibatkan Sektor Swasta
2.8
Manajemen Pemeliharaan Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah
permukaan tanah dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2011).
Pemeliharaan jalan adalah kegiatan penanganan jalan, berupa pencegahan,
perawatan dan perbaikan yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi jalan agar
tetap berfungsi secara optimal melayani lalu lintas sehingga umur rencana yang
ditetapkan dapat tercapai. Pemeliharaan jalan meliputi pemeliharaan rutin,
pemeliharaan berkala, rehabilitasi jalan dan rekonstruksi jalan.
Pemeliharaan rutin jalan adalah kegiatan merawat serta memperbaiki
kerusakan-kerusakan yang terjadi pada ruas-ruas jalan. Kegiatan pemeliharaan jalan
rutin dilakukan pada ruas jalan / bagian ruas jalan dan bangunan pelengkap, dengan
kriteria : (1) ruas jalan dengan konsisi baik dan sedang (jalan mantap); (2) bangunan
pelengkap jalan dengan kondisi baik. Jalan dengan kondisi pelayanan mantap adalah
ruas-ruas jalan dengan kondisi baik dan sedang sesuai umur rencana yang
diperhitungkan serta mengikuti standar tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Pemeliharaan jalan rutin meliputi : (1) pemeliharaan/pembersihan bahu jalan;
(2) pemeliharaan sistem drainase; (3) pemotongan tumbuhan / tanaman liar; (4)
pengisian celah / retak permukaan (sealing); (5) laburan aspal; (6) penambalan
lubang; (7) pemeliharaan bangunan pelengkap; (8) pemeliharaan perlengkapan jalan;
dan (9) grading operation / reshaping atau pembentukan kembali permukaan.
Pemeliharaan berkala jalan adalah kegiatan penanganan pencegahan
terjadinya kerusakan yang lebih luas dan setiap kerusakan yang diperhitungkan dalam
desain agar penurunan kondisi jalan dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan
sesuai dengan rencana. Pemeliharaan berkala dilakukan pada ruas jalan / bagian ruas
jalan dan bangunan pelengkap dengan kriteria : (1) ruas jalan yang karena pengaruh
cuaca atau karena repetisi beban lalu lintas sudah mengalami kerusakan yang lebih
luas sehingga perlu dilakukan pencegahan dengan cara melakukan pelaburan,
pelapisan tipis, penggantian dowel, pengisian celah/retak dan peremajaan/joint; (2)
ruas jalan yang sesuai umur rencana pada interval waktu tertentu sudah waktunya
untuk dikembalikan ke kondisi pelayanan tertentu dengan cara dilapis ulang; (3) ruas
jalan dengan nilai kekesatan permukaan jalan (skid resistance) kurang dari 0,33 (nol
koma tiga puluh tiga); (4) ruas jalan dengan kondisi rusak ringan; (5) bangunan
pelengkap jalan yang berumur paling rendah 3 (tiga) tahun sejak dilakukan
pembangunan, penggantian atau pemeliharaan berkala; dan/atau (6) bangunan
pelengkap dengan kondisi sedang.
Pemeliharaan jalan berkala meliputi kegiatan : (1) pelapisan ulang (overlay);
(2) perbaikan bahu jalan; (3) pelapisan aspal tipis, termasuk pemeliharaan
Universitas Sumatera Utara
pencegahan (preventive); (4) pengerasan permukaan (regrooving); pengisian celah /
retak permukaan (sealing); (5) perbaikan bangunan pelengkap; (6) penggantian /
perbaikan perlengkapan jalan yang hilang / rusak; (7) pemarkaan (marking) ulang;
dan (8) penambalan lubang.
Rehabilitasi jalan adalah kegiatan penanganan pencegahan terjadinya
kerusakan yang luas dan setiap kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain,
yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan pada bagian/tempat tertentu dari
suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar penurunan kondisi kemantapan
tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana.
Rehabilitasi jalan dilakukan dengan kriteria : (1) ruas jalan yang semula
ditangani melalui program pemeliharaan rutin namun karena suatu sebab mengalami
kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya
kondisi kemantapan pada bagian / tempat tertentu dari ruas jalan dengan kondisi
rusak ringan, agar kondisi kemantapan tersebut dapat dikembalikan pada kondisi
sesuai dengan rencana; (2) bangunan pelengkap yang sudah mempunyai umur
pelayanan paling sedikit 8 (delapan) tahun; (3) bangunan pelengkap yang sudah
mempunyai umur pelayanan 3 (tiga) sampai 5 (lima) tahun yang memerlukan
penanganan rehabilitasi dan perbaikan besar pada elemen strukturnya; (6) bangunan
pelengkap yang mempunyai kondisi rusak ringan; (7) bangunan pelengkap yang
memerlukan perbaikan darurat atau penanganan sementara; dan/atau (8) bangunan
pelengap jalan berupa jembatan, terowongan, pontoon, lintas atas, lintas bawah,
Universitas Sumatera Utara
tembok penahan, gorong-gorong dengan kemampuan menahan beban yang tidak
memenuhi standar sehingga perlu dilakukan penguatan atau penggantian.
Rehabilitasi jalan dilakukan secara setempat, meliputi kegiatan : (1) pelapisan
ulang; (2) perbaikan bahu jalan; (3) perbaikan bangunan pelengkap; (4)
perbaikan/penggantian perlengkapan jalan; (5) penambalan lubang; (6) penggantian
dowel/tie bar pada perkerasan kaku (rigid pavement); (7) penanganan tanggap
darurat; (8) pekerjaan galian; (9) pekerjaan timbunan; (10) penyiapan tanah dasar;
(11) pekerjaan struktur perkerasan; (11) perbaikan / pembuatan drainase; dan (12)
pemarkaan.
Rekonstruksi adalah peningkatan struktur yang merupakan kegiatan
penanganan untuk dapat meningkatkan kemampuan bagian ruas jalan yang dalam
kondisi rusak berat agar bagian jalan tersebut mempunyai kondisi mantap kembali
sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan. Rekonsttuksi jalan meliputi
peningkatan struktur jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapan jalannya,
tanpa peningkatan kapasitas. Rekonstruksi dilakukan pada jalan dengan kondisi rusak
berat. Rekonstruksi jalan meliputi kegiatan : (1) perbaikan seluruh struktur
perkerasan, drainase, bahu jalan, tebing dan talud; (2) peningkatan kekuatan struktur
berupa pelapisan ulang perkerasan dan bahu jalan sesuai umur rencananya; (3)
perbaikan perlengkapan jalan; (4) perbaikan bangunan pelengkap; dan (5)
pemeliharaan / pembersihan. Pengelompokan jalan menurut kodisinya diperoleh
berdasarkan perbandingan nilai RCI (Road Condition Index) dan volume Lalu Lintas
Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT), sebagaimana dalam tabel 2.1 dan tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kriteria Penentuan Nilai RCI
No.
Deskripsi Jenis Permukaan Jalan
Dilihat Seraca Visual
1
Jalan tanah dengan drainase yang jelek dan
semua tipe permukaan yang tidak diperhatikan
sama sekali.
Semua tipe permukaan yang tidak diperhatikan
sejak lama ( 4 - 5 tahun atau lebih).
PM (Pemeliharan Berkala) Lama, Latasbum
Lama, Batu Kerikil.
PM setelah pemakaian 2 (dua) tahun,
Latasbum Lama.
2
3
4
5
6
7
8
Deskripsi Kondisi Lapangan
Dilihat Seraca Visual
PM baru, Latasbum Baru, Latasbung setelah
pemakaian 2 (dua) tahun.
Lapis Tipis Lama dari Hotmix, Latasbum Baru,
Lasbutag Baru.
Hotmix setelah 2 (dua) tahun, Hotmix Tipis
diatas PM.
Hotmix Baru (Lataston, Laston), peningkatan
dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) lapis.
Nilai
RCI
Tidak bisa dilalui
0-2
Rusak berat, banyak lubang dan
seluruh daerah permukaan.
Rusak bergelombang, banyak
lubang.
Agak Rusak, kadang-kadang ada
lubang, permukaan jalan agak
tidak rata.
Cukup, tidak ada atau sedikit sekali
lubang, permukaan jalan agak tidak rata.
Baik
2-3
3. - 4
4-5
5-6
6-7
Sangat baik, umumnya rata.
7-8
Sangat rata dan teratur.
8 - 10
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2011
Tabel 2.2 Kriteria Pengelompokan Jalan Menurut Kondisi
RCI
0100
Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT)
100 - 300 - 5 00 - 1000 - 2000 - 3000 - >
300
500
12.000 12.000
1 000 2000
3000
7.26
< RC I < 10.00
B
B
B
B
B
B
B
B
6.93
< RC I < 7.20
B
B
B
B
B
B
B
S
5.74
< RC I < 6.87
B
B
B
B
B
B
S
S
4.76
< RC I < 5.69
B
B
B
B
S
S
S
RR
3.94
< RC I < 4.71
B
B
S
S
S
S
RR
RB
3.27
< RC I < 3.91
S
S
S
S
RR
RR
RB
RB
2.24
< RC I < 3.24
S
RR
RR
RR
RB
RB
RB
RB
1.54
< RC I < 2.22
RR
RR
RB
RB
RB
RB
RB
RB
0.95
< RC I < 1.53
RR
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RB
RCI <
0.94
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2011
Universitas Sumatera Utara
Program penanganan pemeliharaan jalan ditentukan berdasarkan prosentase
kerusakan terhadap luas lapis perkerasan permukaan, sebagaimana tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kriteria Penanganan Pemeliharaan Jalan
Prosentase Batasan Kerusakan
Kondisi Jalan
(Persen terhadap Luas Lapis
Program Penanganan
Perkerasan Permukaan)
Baik
<6%
Pemeliharaan Rutin
Sedang
6 % - 11 %
Pemeliharaan Rutin / Berkala
Rusak Ringan
11 % - 15 %
Pemeliharaan Rehabilitasi
> 15 %
Rekonstruksi / Peningkatan
Struktur
Rusak Berat
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2011
Perencanaan pembiayaan jalan didasarkan pada pertimbangan sosial ekonomi,
potensi dan kemampuan penyelenggaraan jalan di wilayah/daerah sesuai status jalan
dan prioritas penanganannya. Pembiayaan pemeliharaan jalan dilakukan oleh
penyelenggara jalan yaitu pihak-pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan,
pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan
status jalan, pembiayaan jalan nasional bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN); jalan provinsi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah / Provinsi (APBD/P); dan jalan kabupaten/kota dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah / Kabupaten/Kota (APBD/Kab./Kota)
Universitas Sumatera Utara
2.9
Penelitian Terdahulu
Alson (2009) melakukan penelitian tentang Analisa Investasi Infrastruktur
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Penelitian menganalisis dampak infrastruktur
transportasi perhadap perekonomian di Pulau Bawean. Hasil penelitian menyatakan
bahwa investasi infrastruktur jalan berpengaruh terhadap peningkatan PDRB di Pulau
Bawean.
Basyir (2007), dari Universitas Gajah Mada, melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) di Provinsi Maluku Utara Tahun 2001-2006”. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur bidang ekonomi, bidang sosial dan
bidang pemerintahan berpengaruh positif terhadap PDRB Provinsi Maluku Utara
Tahun 2001 – 2006 dan pembangunan infrastruktur bidang ekonomi memiliki
pengaruh paling besar terhadap peningkatan PDRB.
Catherine dan Schwartz (1996) dalam penelitiannya menyatakan pentingnya
peran infrastruktur publik dalam menunjang pembangunan ekonomi suatu negara.
Mereka mengatakan bahwa dalam jangka panjang dan dengan cakupan wilayah
tertentu, terdapat manfaat sosial yang positif dari peningkatan investasi di bidang
infrastruktur. Kedua penulis juga menguraikan dampak ekonomi yang kurang lebih
sama : “Public infrastructure investment is an important example of a good which
could generate external economies. If expenditure on public capital have a positive
productive impact – and thus cost savings for firms which are currently experiencing
Universitas Sumatera Utara
economic difficulties – the implication for policy decision concerning infrastructure
investment may be great.”
Lebih lanjut, kedua penulis tersebut juga mengutip sejumlah studi yang
menunjukkan
bagaimana
infrastruktur
berkorelasi
secara
positif
dengan
pembangunan ekonomi negara : “Recently, a number of studies on productivity
growth determinants have focused on the impacts of infrastructure and scale effects.
Aschauer (1989, 1990), for example, reported and compared correlations between
productivity slowdown and stagnation in infrastructure expenditure. The importance
of this external effect on productive performance has been further explored by a
number of researchers including Munnell (1990), and Hulten and Schwab (1984,
1991). In addition, the significant influence of internal scale effects on productivity
growth has been documented by Morrison (1989), as well as by Hall (1990).
Berdasarkan hasil penelitian ini, sangat jelas bahwa pembangunan infrastruktur
memainkan peran penting dalam pembangunan ekonomi negara.
Bachtiar (2008) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Nilai
Tukar Rupiah Terhadap Ekspor Komoditas Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm
Oil/CPO) Indonesia Kasus Indonesia – India”. Salah satu kesimpulan dari
penelitiannya adalah nilai tukar rupiah, harga CPO dunia dan pertumbuhan ekonomi
India berpengaruh signifikan dan positif terhadap ekspor CPO Indonesia.
Delis (2008) melakukan penelitian tentang Peranan Infrastruktur Sebagai
Pendorong Dinamika Ekonomi Sektoral dan Regional berbasis Pertanian. Penelitian
ini mengangkat permasalahan besarnya jumlah investasi yang dibutuhkan untuk
Universitas Sumatera Utara
pembangunan infrastruktur, dilain sisi kemampuan keuangan pemerintah untuk
pendanaannya terbatas, dan realisasi investasi sektor swasta untuk membiayai sektor
ini relatif masih rendah. Penelitian ini menganalisis : 1) respon output sektor-sektor
ekonomi
terhadap
infrastruktur
jalan,
listrik,
komunikasi
dan
irigasi;
2)
mengkalkulasi konstribusi keempat infrastruktur tersebut terhadap produktivitas
ekonomi sektoral; 3) menganalisis perannya sebagai pendorong dinamika ekonomi
sektoral dan regional berbasis pertanian. Salah satu kesimpulan yang menarik adalah
“infrastruktur jalan ternyata memiliki daya pendorong paling besar terhadap
peningkatan output, permintaan ekspor, upah riil, sewa lahan riil dan sewa kapital riil,
serta penurunan harga dan penawaran impor”.
Legowo (2009), Dosen tetap Fakultas Ekonomi Universitas Kristen
Indonesia-Jakarta melakukan penelitian dengan judul “Dampak Keterkaitan
Infrastruktur
Jaringan
Jalan
Terhadap
Pertumbuhan
Sektoral
Wilayah
di
Jabodetabek”. Wilayah yang menjadi tempat penelitian adalah Jakarta, Bogor,
Tangerang dan Bekasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan
infrastruktur jalan raya (menaikkan investasi jalan kabupaten dan jalan negara) di satu
wilayah, umumnya direspon negatif oleh wilayah itu sendiri dan wilayah
tetangganya. Kebijakan menaikkan investasi jalan raya wilayah Jakarta berpengaruh
pada pertumbuhan negatif, tertinggi pada sektor pengangkutan di wilayah Jakarta
sendiri. Sedangkan terhadap wilayah Bogor berpengaruh pada pertumbuhan negatif
sektor pengangkutan, wilayah Tangerang dan Bekasi berpengaruh pada pertumbuhan
negatif sektor perumahan - bangunan. Namun apabila kebijakan menaikkan investasi
Universitas Sumatera Utara
jalan raya dilakukan di wilayah Bogor, berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
semua sektor di wilayah Jakarta.
Berbeda dengan kebijakan pembangunan infrastruktur jalan raya, kebijakan
pembangunan infrastruktur jalan tol (menaikkan investasi infrastruktur jalan tol) di
satu wilayah, umumnya direspon positif oleh wilayah sendiri dan wilayah
tetangganya. Kenaikan investasi jalan tol Jakarta berpengaruh positif pada
pertumbuhan sektor pengangkutan di wilayah Jakarta sendiri. Sedangkan untuk
wilayah tetangga juga memberikan pengaruh yang positif, untuk Bogor bepengaruh
positif pada sektor perdagangan, untuk Tangerang dan Bekasi bepengaruh positif
pada sektor perumahan-bangunan. Kebijakan menaikkan investasi jalan tol juga
perpengaruh positif terhadap PDRB wilayahnya sendiri dan wilayah tetangga untuk
Jakarta, Bogor, dan Tangerang, kecuali wilayah Bekasi yang berdampak negatif.
Stephan (1997), melakukan penelitian di beberapa wilayah di Jerman pada
beberapa jaringan infrastruktur jalan raya (highway). Hasil penelitian menjelaskan
bahwa pembangunan infrastrukrur jalan raya berpengaruh positif terhadap output
yang dihasilkan oleh sejumlah kawasan manufaktur (bundeslander). Analisis
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi translog, dan
pendekatan growth accounting. Ketiga pendekatan tersebut membuktikan bahwa ada
pengaruh signifikan pembangunan infrastruktur jalan raya terhadap produktivitas di
sektor manufaktur.
Simatupang (2010), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
Perkembangan Kondisi Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Universitas Sumatera Utara
Provinsi Bengkulu”. Dalam kesimpulannya beliau berpendapat bahwa tersedianya
infrastruktur yang memadai, termasuk infrastruktur jalan merupakan indikator
pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur merupakan prasarana penentu dalam efisiensi
biaya ekonomi. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kondisi jalan baik,
jalan sedang, jalan rusak ringan, dan jalan rusak berat terhadap pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Bengkulu. Hasil analisis diperoleh bahwa ”kondisi jalan baik, jalan
sedang, jalan rusak ringan, dan jalan rusak berat secara bersama-sama berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bengkulu.
2.10
Kerangka Konseptual Penelitian
Jalan Baik (JB) dan PDRB secara simultan berpengaruh positif terhadap
Investasi, sedangkat Inflasi (I), Tingkat Suku Bunga (SBP), Jalan Sedang (JS), Jalan
Rusak Ringan (JRR) dan Jalan Rusak Berat (JRB) secara simultan berpengaruh
negatif terhadap Investasi. Nilai Tukar dan PDRB secara simultan berpengaruh positif
terhadap ekspor sedangkan JRR dan JRB secara simultan berpengaruh negatif.
Ekspor dan Investasi secara simultan berpengaruh positif terhadap PDRB. Kerangka
konseptual sebagaimana diperagakan dalam gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
Inflasi
( INF )
Suku Bunga Pinjaman
( SBP )
Jalan Baik (JB)
Investasi (I)
Jalan Sedang (JS)
PDRB
Jalan Rusak Ringan
(JRR)
Jalan Rusak Berat (JRB)
Ekspor (X)
Nilai Tukar (E)
Gambar 2.6 Kerangka Konseptual Penelitian
2.11
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana dijelaskan dalam BAB I dan
beberapa kajian empiris yang dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, hipotesis
penelitian ini adalah :
1.
Jalan baik dan PDRB secara simultan berpengaruh positif terhadap investasi
sedangkan inflasi, suku bunga pinjaman, jalan sedang, jalan rusak ringan,
jalan rusak berat secara simultan berpengaruh negatif terhadap investasi di
Provinsi Sumatera Utara.
2.
Nilai tukar dan PDRB secara simultan berpengaruh positif terhadap ekspor,
sedangkan jalan rusak ringan dan jalan rusak berat secara simultan
berpengaruh negatif terhadap ekspor di Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3.
Ekspor dan investasi secara simultan berpengaruh positif terhadap PDRB di
Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Download