Tantangan Banda Aceh menjadi Islamic Smart City Oleh: Jurnalis J Hius* Dalam Ulang Tahunnya yang ke-810, Kota Banda Aceh mengusung sebuah tema pembangunan jangka panjangnya sebagai Banda Aceh, Islamic Smart City. Sebuah konsep pembangunan kota cerdas yang islami, yang belum pernah diusung oleh negara manapun di dunia, termasuk Amerika Serikat dan Benua Eropa yang notabenenya adalah negara maju, juga di Arab Saudi maupun Turki pun yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim. Kota Banda Aceh yang menurut literatur sejarah dideklarasikan pada tanggal 1 Ramadhan 1205 Masehi di Gampong Pande bertepatan dengan diproklamirkan Kerajaan Aceh pertama sekali oleh Sultan Johansyah mengalami beberapa dekade panjang sejarah yang membuat kota Banda Aceh dan penduduknya memiliki pengalaman luas tentang arti kehidupan. Menjadi pusat peradaban islam pada masa keemasan Iskandar Muda (1600an M), menjadi pusat perlawanan penjajahan Belanda dan Jepang (1800an – 1900an M) hingga pada zaman milenium menjadi pusat perhatian dunia saat tragedi tsunami meluluhlantakkan sebagian besar kota madani ini pada tahun 2004. Dalam 1 dekade rehabilitasi dan rekontruksinya, kota Banda Aceh berhias dan kini menjadi salah satu kota yang berani mendeklarasikan diri menjadi Islamic Smart City, yang merupakan program lanjutan dari BAICC (Banda Aceh Islamic Cyber City) dan menurut Walikota Banda Aceh Ibu Illiza Saadudin Jamal akan dicanangkan menjadi Banda Aceh Future City. Arab Saudi, yang merupakan kiblat muslim sedunia, belum berani mendeklarasikan kata kata “Islamic” ketika mendeklarasikan Smart City kepada kota Madinah al Munawarah. Dalam blueprintnya, Pemerintah Saudi hanya menambah tagline the middle of the desert, padahal kota Madinah sangat erat kaitannya dengan perjuangan Nabi Muhammad dan kaum Anshar pada masa dakwah Islam. Turki, menjadikan Istambul sebagai pilot projectnya dalam mengusung Kota Pintar. Tidak ada kata Islamic dalam deklarasinya, meskipun PM Turki Recep Tayyip Erdogan adalah seorang Muslim Hafiz yang sangat kuat membela Islam. Namun apa sebenarnya definisi Smart City ini? Smart City adalah sebuah konsep pembangunan sebuah kota yang mengintegrasikan semua kebutuhan masyarakat dan lembaganya dalam sebuah sistem sehingga diharapkan semua aktifitasnya menjadi efisien dan efektif. Perangkat yang paling tepat untuk mendukung konsep ini adalah ICT (Information and Communication Technology), karena dengan ICT semua aktifitas administrasi dapat diintergrasikan secara efektif dan efisisien dalam sebuah sistem informasi. Kata kunci yang kedua adalah Integrasi, karena dengan adanya integrasi, misi efisien dan efektif dapat dengan mudah diwujudkan. Smart City memiliki beberapa dimensi yang harus terpenuhi, diantaranya Smart Economy, dibutuhkan sebuah penemuan dan inovasi baru dalam menjalankan roda ekonomi di Banda Aceh, baik dalam hal produksi, distribusi dan eksplorasinya. Produksi mencakup bagaimana Banda Aceh bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan (sandang, pangan dan papan) masyarakatnya. Bila distribusi sebuah telur ayam saja masih bergantung pada provinsi tetangga, Banda Aceh belum bisa dikatakan mandiri. Meskipun ada beberapa kebutuhan yang memang harus didistribusi dari daerah sekitar, namun paling tidak pemerintah harus sudah berfikir terhadap kemandirian dalam menyediakan kebutuhan ekonomi masyarakatnya. Hal lainnya adalah dukungan pemerintah untuk menciptakan entrepreneurs (pengusaha-pengusaha) baru agar ekonomi mikronya berjalan dengan baik, sehingga perputaran uang di masyarakat dapat stabil. Meningkatnya pelaku pasar akan meningkatkan persaingan usaha yang pada akhirnya akan memunculkan inovasi-inovasi baru untuk bersaing dalam ekonomi masyarakat Banda Aceh. Faktor dimensi kedua adalah Smart Mobilty. Berasal dari kata Mobile (bergerak), dimensi ini menekankan pentingnya kemudahan akses (pergerakan). Bila berbicara masalah bergerak, maka tidak jauh dari definisi transportrasi. Kuantitas dan kualitas moda transportrasi umum di Banda Aceh mengalami penurunan. Jika kota besar lainnya berlomba-lomba mendirikan infrastruktur transportrasi massal seperti MRT (Singapura (1987), Kuala lumpur (2001)) atau Angkot, Metromini dan Kereta Api di kota besar Indonesia, Banda Aceh justru makin dijamuri dengan berbagai kendaraan pribadi mulai dari sepeda motor hingga kendaraan roda empat berbagai merk. Smart mobility seharusnya mengintegrasikan segala jenis transportrasi sehingga masyarakat dapat menggunakannya ke berbagai tujuan mereka di Banda Aceh dan sekitarnya. Peremajaan Labi-labi dan DAMRI serta pengaturan kembali trayek transportrasi tersebut agar bisa melewati semua jalan di Banda Aceh adalah solusi jangka pendek yang bisa diambil disamping pengaturan parkir (online dan offline) yang sudah dibuat serta menaikkan pajak bagi kendaraan yang ada, untuk mengurangi kemacetan. Prinsip infrastruktur jalan adalah; makin besar dan panjang jalan dibuat, akan semakin ramai kendaraan yang lalu-lalang, jadi solusi untuk mengurangi kemacetan adalah dengan mengangkut masyarakat dalam 1 kendaraan umum ke berbagai tujuan (transportrasi massal). Lalu dimana islamicnya? Penghentian pergerakan masyarakat di jalan pada saat waktu shalat untuk segera melaksanakan shalat jamaah di masjid terdekat adalah salah satu solusi ekstrem yang bisa diambil. Selain untuk memaksa orang shalat jamaah (dalam sebuah riwayat, Nabi pun ingin membakar rumah umatnya yang didalamnya terdapat lelaki yang tidak shalat jamaah) juga sebagai inovasi smart islamic bagi kota Banda Aceh yang madani. Faktor lingkungan pun tidak bisa dikesampingkan dalam membangun Smart City. Menurut UU tentang tata ruang, sebuah kota yang baik adalah kota yang bisa menyediakan minimal 30% dari lahannya sebagai ruang terbuka hijau yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Tatanan keindahan serta kebersihan menjadi tantangan dalam Smart City, pengelolalan sampah dan pengadaan tong sampahnya masih sangat minim di Aceh, sehingga mudah kita dapatkan sampah berserakan. Penguatan keimanan melalui kebersihan pun tidak cukup hanya pada spanduk dan iklan semata. Program-program Kampung bersih, penyuluhan langsung, pemanfaatan limbah, pemisahan jenis sampah serta sampai pada jadwal dan jalur pembuangan truk sampah adalah bagian dimana kita mendefinisikan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman, Smart Islamic Environment. Smart di bidang lingkungan, Sarana dan Ekonomi harus didukung, diatur dan dikelola dengan baik oleh Smart Governance. Di beberapa literatur, ada juga yang menyebutkan Smart Government. Namun kata governance lebih tepat karena berkaitan dengan orang dan sistem di Pemerintahannya. Banda Aceh adalah salah satu kota terbaik untuk dimensi ini, selain memiliki Pemimpin yang Islami juga dibuktikan dengan berbagai macam penghargaan telah didapatkan dan bagaimana pelayanan pegawai pemerintahan Kota Banda Aceh kepada publik makin lama makin meningkat. Terbaru diluncurkannya e-perizinan patut diapresiasi sebagai salah satu inovasi Kota Banda Aceh disamping Fitur Pelayanan Satu Atap Balai Kota dan berbagai sistem informasi lainnya yang dibangun oleh teman-teman MIMS Kota Banda Aceh. Semua kemudahan tersebut akan bermuara pada Smart Living, dimensi ini lebih menekankan bagaimana penduduk kota (citizens) dapat hidup senyaman mungkin. Secara Sunnatullah, hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Islamic Smart City harus bisa mengimplementasikan bagaimana penduduk kota bisa beribadah dengan tenang di Masjid, akses yang mudah untuk ke masjid, tidak bising di sekitar masjid, anak-anak digratiskan pendidikan di TPA di masing-masing gampong, anak sekolah dapat menimba ilmu agama di SD, SLTP dan SMAnya. Mahasiswa diwajibkan dapat membaca AlQuran untuk diterima kuliah, penelitian dan pengabdian masyarakat dari Perguruan Tinggi yang bernafaskan islam hingga sampai adanya budaya islam dalam setiap kehidupan masyarakat. Budaya berawal dari kebiasaan dan sebuah kebiasaan akan timbul secara konsisten dari sebuah aturan dan sanksi bagi yang tidak melakukannya. Islam telah banyak mengajarkan bagaimana hidup yang smart dan prinsip hidup ini yang harus ditanamkan penduduk kota yang dimulai dari pendidikan di rumah berlanjut ke tempat pendidikan tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, baik pendidikan formal maupun nonformal. Dan yang terakhir, faktor yang sangat menentukan adalah Smart People. Bagus tidaknya aturan, kebijakan konsep dan tagline, tidak akan berguna bila masyarakat tidak smart. Prinsip hedoisme dan individualisme makin menjamur di Banda Aceh, berkurangnya rasa empati, kepedulian antar sesama seperti prinsip gotong royong telah berkurang. Smart People mengharuskan dibentuknya komunitaskomunitas yang peduli terhadap sesama. Karena dengan komunitas, silaturahmi terjaga, informasi cepat beredar serta adanya saling pertukaran pengalaman dan informasi di masyarakat. Islamic Smart people menitikberatkan bagaimana seorang muslim dapat berguna bagi orang lain, seperti anjuran Nabi Muhammad SAW, jadi semua penduduk kota harus berlomba untuk berbuat baik bagi orang lain dalam berbagai kegiatan. Semakin aktif masyarakat kota Banda Aceh, maka semakin aktif pula pergerakan ekonomi Banda Aceh yang akan berdampak pada semakin majunya Banda Aceh. Kota Banda Aceh telah dicanangkan oleh Ibu Walikota sebagai Islamic Smart City, perlu komunikasi intens dari Walikota dan jajarannya kepada 226 ribu penduduknya agar semuanya paham, ingin dibawa kemana Kota Banda Aceh oleh Umara’nya. Kita sebagai penduduk kota Banda Aceh harus siap dan sigap membantu, memberikan ide, melakukan aksi serta memberikan kritik serta saran yang membangun. Karena konsep Islamic Smart City adalah untuk kita semua dan generasi penerus kita agar bisa menjadi The Future City. Jangan jadikan islam hanya sebagai lambang dan kedok belaka. Konsep Islamic Smart City juga harus mencetak Smart Muslim yang menjalankan shalat secara smart (mengerti ilmunya) serta bekerja secara smart (amanah dan selalu membayar zakat) serta makin banyaknya generasi muslim Banda Aceh yang memahami islam secara kaffah. * Penulis adalah Pegiat Teknologi Informasi, tengah menyusun Disertasi: “Designing Islamic Smart City in Developing Country for the Future Life” dan akan diterbitkan oleh Lambert Publishing, Germany.