proposal tesis - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
ELEKTRON DALAM STRUKTUR KUANTUM
Perilaku pembawa muatan (elektron/hole) pada devais berstruktur kuantum seperti
quantum well, quantum wire, serta quantum dot sangat menarik untuk dikaji
karena efek mekanika kuantum sangat berperan dalam menentukan sifat-sifat
devais tersebut. Devais berstruktur kuantum dibentuk dari dua material yang
memiliki pita energi berbeda sehingga terbentuk band gab discontinuity
ΔE c / ΔE v . Agar mampu mengurung pergerakan pembawa muatan, devais tersebut
harus berukuran 10 Α 0 - 1000 Α 0 atau ekivalen dengan 10-100 lapis atom (jika
diasumsikan satu lapis atom memiliki tebal 1 Α 0 ) sehingga ukuran devais lebih
kecil dibandingkan panjang gelombang elektron Regime devais dengan ukuran
hanya beberapa lapis atom dikenal dengan istilah mesoscopic regime
(Borovitskaya E, dan Shur M.S, 2003).
Gambar 2.1: Semikonduktor paduan AlGaAs dan GaAs yang membentuk sumur
potensial akibat perbedaan pita energi. (Borovitskaya E, dan Shur
M.S, 2003)
Pada regime tersebut, sifat kimia, fisika, optik, maupun sifat elektronik
bergantung pada ukuran dan bentuk material. Khusus untuk material
semikonduktor, regime tersebut terkait dengan panjang gelombang de Broglie.
Universitas Sumatera Utara
Dimana ukuran semikonduktor pengurungnya harus lebih kecil dibandingkan
panjang gelombang de Broglie. (Borovitskaya E, dan Shur M.S, 2003)
λ=
h
p
(2.1)
dengan p = m*v adalah momentum elektron, m* adalah massa efektif elektron, dan
v adalah kecepatan elektron. Jika diasumsikan v ≈ vth
vth =
3KT
m*
(2.2)
dengan vth adalah kecepatan thermal, K adalah konstanta Boltzmann, dan T adalah
temperatur, diperoleh [4]
vth =
6,22
m* T
m0 300
nm
(2.3)
Sehingga ukuran devais berstruktur kuantum harus lebih kecil dibandingkan
dengan panjang gelombang de Broglie yang diberikan oleh persamaan (2.3). Pada
bab ini akan dibahas secara detail mengenai elektron dalam struktur quantum well,
quantum wire, serta quantum dot yang melibatkan aspek pengurungan kuantum
berturut-turut satu dimensi, dua dimensi, dan tiga dimensi.
2.1
Quantum Well
Quantum well difabrikasi dengan menumbuhkan satu lapis material A diantara
dua buah lapisan material B dengan syarat pita energi material A lebih kecil
dibandingkan dengan pita energi material B seperti terlihat pada Gambar 2.2a.
Band discontinuity antara material A dan material B menyediakan semacam
sumur potensial pengurung untuk elektron/hole (Borovitskaya E, dan Shur M.S,
2003).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2: (a) struktur dan (b) energi potensial quantum well (Borovitskaya E,
dan Shur M.S, 2003)
2.1.1
Fungsi Gelombang dan Sub Energi
Untuk memudahkan analisa, sumur potensial dianggab ideal berupa fungsi tangga
berikut (Gambar 2.2b) (Borovitskaya E, dan Shur M.S, 2003):
⎧⎪0 untuk z ≤ L / 2
V ( z) = ⎨
⎪⎩Vb untuk z ≥ L / 2
(2.4)
dengan Vb, dan L berturut-turut adalah kedalaman, dan ketebalan sumur potensial.
Karena fungsi potensial hanya fungsi dari sumbu z saja, maka pergerakan elektron
pada sumbu x dan y bersifat bebas dan dapat dinyatakan dengan sebuah fungsi
gelombang bidang (plane wafe). Dengan teknik separasi variabel, fungsi
gelombang elektron dapat ditulis menjadi:
ψ ( x, y , z ) = e
(kx x+k y y )
χ ( z)
(2.5)
Persamaan Schrödinger untuk fungsi gelombang χ (z ) adalah
v
⎛
h2k 2 ⎞
⎡ h2 ∂2
⎤
⎟χ
+ V ( z )⎥ χ = ⎜ E −
(2.6)
⎢−
*
2
* ⎟
⎜
∂
2
m
z
2
m
⎣
⎦
⎝
⎠
v2
v
k = (k x , k y ) dan kuantitas (h 2 k 2 ) / 2m * adalah energi kinetik elektron pada
sumbu x dan y. jika didefenisikan ε yang menyatakan energi pada arah sumbu-z
v
h2k
ε =E− *
(2.7)
2m
Universitas Sumatera Utara
Maka persamaan (2.6) dapat direduksi menjadi persamaan satu dimensi berikut
⎡ h2 ∂2
⎤
+ V ( z )⎥ χ = εχ
⎢−
*
2
⎣ 2m ∂z
⎦
(2.8)
Untuk kasus bound state dengan ε ⟨ Vb , solusi persamaan Schrödinger di luar
sumur adalah
⎧⎪ Ae − kb ( z − L / 2)
χ ( z ) = ⎨ k ( z − L / 2)
⎪⎩ Be b
untuk z ≤ L / 2
untuk z ≤ − L / 2
(2.9)
dengan k b = − 2m * (ε − Vb ) / h 2
sedangkan solusi persamaan Schrödinger di dalam sumur adalah kombinasi linier
dari fungsi gelombang bidang berikut
χ ( z ) = C sin k w z + D cos k w z
(2.10)
dengan k w = − 2m *ε / h 2 , dan A,B,C, serta D adalah konstanta sembarang. Pada
kasus ini, solusi umum didapat dengan mengkombinasikan solusi genap dan ganjil
dengan syarat A=B untuk solusi genap dan A= -B untuk solusi ganjil. Untuk
solusi genap
⎧⎪ Ae ± kb ( z − L / 2)
χ ( z) = ⎨
⎪⎩ D cos k w z
untuk z ≥ L / 2
untuk z ≤ L / 2
(2.11)
Untuk solusi ganjil
⎧⎪± Ae ± kb ( z − L / 2)
χ ( z) = ⎨
⎪⎩C cos k w z
untuk z ≥ L / 2
untuk z ≤ L / 2
(2.12)
tahapan berikutnya adalah matching function serta turunannya pada titik
z = ± L / 2 , untuk solusi genap diperoleh
D cos k w L / 2 = A
Dk w sin k w L / 2 = Ak b
(2.13)
untuk solusi ganjil diperoleh
C cos k w L / 2 = A
Ck w sin k w L / 2 = − Ak b
(2.14)
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan (2.13) dan (2.14) dapat diperoleh ungkapan akhir tingkat energi
pada quantum well berikut
E n ,kv = ε n +
dengan ε n =
h2
(k x2 + k y2 )
*
2m
(2.15)
h 2π 2 n 2
. Pengurunganelektron pada arah-z yang dinyatakan oleh ε n ,
2m * L2
memunculkan sub-sub energi (subbands energy) yang mempengaruhi spektrum
energi sistem seperti terlihat pada Gambar 2.3. Keberadaan sub-sub energi
tersebut merubah beberapa karakteristik perilaku elektron dibandingkan pada bulk
material sebagai contoh, pada bulk material, adanya impuritas (impurity)
menciptakan sederetan level energi pada pita elektron, sementara pada quantum
well, setiap sub energi membangkitkan sederajat level-level impuritas (Abraha
Kamsul, 2007).
Gambar 2.3: Spektrum energi elektron dua-dimensi (Abraha Kamsul, 2007)
2.1.2
Rapat Keadaan Energi Quantum Well
Pada penjelasan sebelumnya diketahui bahwa spektrum energi quantum well agak
kompleks dan terdiri dari sub-sub energi. Spektrum energi masing-masing
subband tumpang tindih satu sama lain pada k tertentu. Karena Faktor tersebut,
terkadang lebih nyaman melihat Faktor pengurungan elektron dinyatakan dalam
Universitas Sumatera Utara
rapat keadaan energinya. Rapat keadaan energi g(E) secara umum didefenisikan
(Jurgen Henk, 2006)
g ( E ) = ∑ δ ( E − Ev )
(2.16)
v
dengan v dan Ev berturut-turut adalah bilangan kuantum dan energi pada bilangan
kuantum v tertentu. Bilangan kuantum v melibatkan bilangan kuantum n, bilangan
v
v
kuantum spin s, dan vektor dua dimensi k . Sehingga v = {s, n, k } dan rapat
keadaan energi quantum well menjadi
g (E) = 2
∑δ (E − ε
n
h 2 (k x2 + k y2 )
−
2m *
n ,k x ,k y
)
(2.17)
Faktor 2 menyatakan elektron dapat berada pada spin up maupun spin down.
Untuk menghitung ungkapan akhir rapat keadaan energi quantum well, terlebih
dahulu didefenisikan luas area quantum well: S = Lx+Ly dengan Lx dan Ly
berturut-turut adalah ukuran quantum well pada sumbu-x dan sumbu-y dan dari
nilai kx dan ky yang mungkin jika diasumsikan syarat batas sikliknya pada sumbux dan sumbu-y
k x = 2π l x / L x ,
k y = 2π l y / L y , l x , l y = 0, 1, 2, ....
(2.18)
sehingga bentuk somasi persamaan (2.17) dirubah menjadi bentuk integral berikut
Lx L y
∑ (...) = (2π ) ∫∫ dk dk
2
kxk y
x
y
(...)
(2.19)
evaluasi persamaan (2.17) menggunakan bentuk integral persamaan (2.19) dapat
diperoleh rapat keadaan quantum well berikut
g(E) =
Lx L y
π h2
∑ Θ( E − ε
n
)
(2.20)
n
dengan Θ(x) adalah fungsi Heaviside step: Θ( x) = 1 untuk x ⟩ 0 dan Θ( x) = 0
untuk x ⟨ 0 .
Perbedaan antara bulk material dan quantum well terletak pada beberapa
sub energi terendah karena untuk n yang besar rapat keadaan energi quantum well
hampir berhimpitan dengan bulk material
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4: Rapat keadaan energi quantum well dan bulk material (garis putus-
putus) (Jurgen Henk, 2006)
2.2
Quantum Wires
Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa pengurungan elektron pada satu
dimensi saja telah berubah karakteristik spektrum energi serta rapat keadaan
energi sistem elektron jika dibandingkan dengan karakteristik spektrum energi
serta rapat keadaan energi sistem elektron pada bulk material. Pada bagian ini
akan dibahas karekteristik elektron dalam pengurungan dua-dimensi yang dikenal
dengan istilah quantum wires. Salah satu cara fabrikasi quantum wires adalah
dengan teknik etching yakni dengan mereduksi lapisan material B dan A seperti
terlihat pada Gambar 2.5. (Abraha Kamsul, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5: Struktur quantum wires (Abraha Kamsul, 2007)
2.2.1
Fungsi Gelombang dan Sub Energi
Fungsi gelombang elektron dalam struktur quantum wires yang melibatkan
pengurungan potensial dua dimensi V(y,z) dapat ditulis (Abraha Kamsul, 2007)
ψ ( x, y, z ) = e ik x χ ( y, z )
x
(2.21)
Persamaan Schrödinger untuk fungsi gelombang χ ( y, z )
⎡ h2 ⎛ ∂2
∂2
⎜
−
+
⎢
* ⎜
2
∂z 2
⎣ 2m ⎝ ∂y
⎤
⎞
⎟⎟ + V ( y, z )⎥ χ ( y, z ) = εχ ( y, z )
⎠
⎦
(2.22)
dengan ε = E − h 2 k x2 / 2m * adalah energi elektron pada sumbu-y dan sumbu-z.
Jika solusi χ i ( y, z ) dapat ditemukan yang berkaitan dengan energi ε i yang
bersifat diskret, maka akan didapat energi total elektron berikut
h 2 k x2
E =ε +
2m *
(2.23)
dengan kx adalah vektor satu dimensi. Fungsi gelombang χ i ( y, z ) berkaitan
dengan tingkat energi ε i yang terlokalisasi pada bidang (y,z). Hal tersebut
mengandung arti bahwa elektron pada keadaan kuantum ke-I terkurung pada
bidang (y,z) dibawah pengaruh potensial pengurung V(y,z). Pada kondisi tersebut
elektron hanya dapat bergerak dengan bebas pada arah sumbu-x saja. Ungkapan
Universitas Sumatera Utara
potensial V(y,z) yang sesuai dan dapat diselesaikan dengan mudah adalah dengan
mengambil bentuk potensial berikut (Abraha Kamsul, 2007)
untuk 0 ≤ y ≤ L y , 0 ≤ z ≤ L z
⎧⎪0
V ( y, z ) = ⎨
⎪⎩∞
⎫⎪
⎬
untuk y ≤ 0, z ≤ 0, y ≥ L y , z ≥ Lz ⎪⎭
(2.24)
dengan Ly dan Lz berturut-turut adalah dimensi quantum wires pada sumbu-y dan
sumbu-z. Fungsi gelombang elektron χ ( y, z ) dapat dinyatakan sebagai perkalian
antara fungsi gelombang pada arah sumbu-x dan sumbu-z berikut
χ ( y, z ) = χ ( y ) n χ ( z ) n
1
(2.25)
2
sehingga solusi persamaan Schrödinger untuk masing-masing sumbu menjadi
χ ( y) n =
1
π y n1
2
sin
, χ ( z ) n2 =
Ly
Ly
π z n1
2
sin
,
Lz
Lz
n1 , n2 = 1, 2, 3 (2.26)
dan energi terkuantisasi ε i
ε n ,n
1
2
h 2π 2
=
2m *
⎛ n12 n22 ⎞
⎜
+ ⎟
⎜ L2 L2 ⎟
z ⎠
⎝ y
(2.27)
Energi total elektron
E=
2.2.2
h 2 k x2 h 2π 2
+
2m *
2m *
⎛ n12 n22 ⎞
⎜
+ ⎟
⎜ L2 L2 ⎟
y
z ⎠
⎝
(2.28)
Rapat Keadaan Energi Quantum Wires
Dengan merujuk kembali persamaan (2.16), rapat keadaan energi quantum wires
ditulis (Abraha Kamsul, 2007)
g ( E ) = ∑ g n1 ,n2 ( E )
(2.29)
n1 , n
kontribusi satu subband terhadap rapat keadaan energi quantum wires
⎛
h 2 k x2
⎜
g n1 ,n2 ( E ) = 2∑ δ ⎜ E − ε n1 ,n2 −
2m *
kx
⎝
⎞
⎟
⎟
⎠
(2.30)
Universitas Sumatera Utara
Faktor 2 pada persamaan (2.30) berkaitan dengan spin elektron. Bentuk somasi
persamaan (2.30) tersebut kemudian diubah menjadi bentuk integral terhadap
seluruh nilai kx yang mungkin sehingga diperoleh ungkapan akhir rapat keadaan
energi quantum wires berikut (Abraha Kamsul, 2007)
g(E) =
=
2 Lx
∞
Lx
2m *
h2
⎛
h 2 k x2
⎜
dk
E
δ
−
ε
−
x ⎜
n1 , n2
π ∫0
2m *
⎝
π
1
E − ε n1 ,n2
⎞
⎟⎟
⎠
(2.31)
Θ( E − ε n1 ,n2 )
Gambar 2.6: Rapat keadaan quantum wires [6]
Secara skematik rapat keadaan energi quantum wires ditunjukkan pada Gambar
2.6. Jika dibandingkan dengan rapat keadaan energi quantum well, karakteristik
kedua rapat keadaan tersebut sangat berbeda. Untuk kasus quantum well, rapat
keadaan energinya berupa fungsi tangga, sedangkan quantum wires memiliki
rapat keadaan energi yang infinite pada titik terendah subband-nya dan perlahan
menurun seiring dengan meningkatnya energi kinetik elektron (Jurgen Henk,
2006).
2.3
Quantum Dot
Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas perilaku elektron yang terkurung
dalam semikonduktor heterosctructure pada satu dan dua dimensi pengurungan
Universitas Sumatera Utara
yang menyebabkan terjadi kuantisasi spektrum energi elektron sehingga
menghasilkan sub-sub energi pada satu dan dua dimensi. Pada struktur demikian
masih menyisakan derajat kebebasan elektron untuk bergerak pada dua dan satu
dimensi. Pada bagian ini, akan dibahas perilaku elektron yang terkurung dalam
tiga dimensi atau dengan kata lain seluruh derajat kebebasan elektron menjadi
terkuantisasi. Struktur semacam ini menunjukkan sifat seperti atom yang akan
dibahas secara mendetail di bagian ini (L.P. Kouwenhoven, C.Marcus, 1998).
2.3.1
Fungsi Gelombang dan Tingkat-Tingkat Energi Quantum Dot
Ketika meninjau spektrum energi dari sebuah sistem berdimensi nol, perlu dikaji
persamaan Schrödinger bebas waktu (S.P Singh, M.K Badge, Kamal Singh, 1983)
−
h2 2
∇ Ψ + VΨ = EΨ
2m *
(2.32)
Dengan potensial yang merupakan fungsi dari tiga koordinat dan mengurung
elektron pada tiga arah. Bentuk potensial yang paling sederhana untuk
memodelkan quantum dot adalah potensial kotak:
⎧0
V ( x, y , z ) = ⎨
⎩+ ∞
di dalam kotak ⎫
⎬
di luar kotak ⎭
(2.33)
Kotak yang dimaksud oleh potensial tersebut dibatasi kondisi 0 ≤ x ≤ L x ,
0 ≤ y ≤ L y , 0 ≤ z ≤ Lz
Gambar 2.7: Model quantum box (S.P Singh, M.K Badge, Kamal Singh, 1983)
Universitas Sumatera Utara
Solusi persamaan Schrödinger dengan demikian akan berbentuk (S.P Singh, M.K
Badge, Kamal Singh, 1983)
ψ n , n , n ( x, y , z ) =
1
2
3
En1 ,n2 ,n3
⎛ n πx ⎞ ⎛ n πy ⎞ ⎛ n πz ⎞
8
sin ⎜⎜ 1 ⎟⎟ sin ⎜ 2 ⎟ sin ⎜⎜ 3 ⎟⎟
⎟
⎜
Lx L y Lz
⎝ Lx ⎠ ⎝ L y ⎠ ⎝ Lz ⎠
h 2π 2 ⎛⎜ n12 n22 n32 ⎞⎟
=
+
+
2m* ⎜⎝ L2x L2y L2z ⎟⎠
(2.34)
(2.35)
dengan n1, n2, n3 = 1,2,3,…, bilangan bulat positif. Uniknya solusi persamaan
Schrödinger untuk kotak kuantum sebagai model quantum dot ini terletak pada
kemunculan tiga bilangan kuantum diskret yang berasal dari tiga arah kuantisasi.
Keadaan ini berarti telah diperoleh tingkat-tingkat energi yang bercabang tiga dan
fungsi gelombang elektron terlokalisasi pada seluruh tiga dimensi di dalam kotak.
Secara umum, seluruh energi memiliki nilai yang berbeda, atau tidak ada
degenerasi. Akan tetapi, jika dua atau seluruh ukuran dimensi kotak (Lx, Ly, Lz)
memiliki nilai yang sama atau perbandingannya bilangan bulat, maka akan ada
tingkat-tingkat energi yang sama. Situasi ini menghasilkan keadaan degenerasi:
satu tingkat energi bercabang dua jika dua dimensi kotak bernilai sama dan
bercabang enam jika kotak benar-benar berbentuk kubus. Spektrum energi diskret
inilah yang membedakan kotak kuantum (sebagai model quantum dot) terhadap
bentuk-bentuk lainnya (quantum well dan quantum wires). Dengan pemecahan
persamaan Schrödinger yang telah diuraikan sebelumnya, tampak jelas
kemunculan sifat tingkat energi pada quantum dot yang pada awalnya hanya
teramati untuk atom biasa. Jadi sangatlah wajar para ilmuwan menyebut quantum
dot sebagai artificial atom. Kemiripan sifat antara quantum dot dengan atom juga
dapat dengan mudah dilihat pada kasus spherical dot, dengan bentuk potensial
V(r) berikut (S.P Singh, M.K Badge, Kamal Singh, 1983)
⎧0
V (r ) = ⎨
⎩Vb
r ≤ R⎫
⎬
r ≥ R⎭
(2.36)
dengan r adalah besar dari suatu vektor berarah radial, dan R adalah jari-jari
quantum dot. Solusi persamaan Schrödinger untuk kasus potensial di atas yang
melibatkan simetri bola dapat diselesaikan dengan metode sparasi variabel,
Universitas Sumatera Utara
dimana solusi umum dari kasus di atas merupakan perkalian dari fungsi
gelombang arah radial dan fungsi gelombang arah azimutal berikut
ψ (r , θ , ϕ ) = R(r )Yl ,m (θ , φ )
(2.37)
Besaran l, m berkaitan dengan bilangan kuantum magnetik dan proyeksinya
terhadap sumbu-z. untuk fungsi berarah radial, persamaan Schrödingernya
menjadi:
−
h 2 ∂ 2 χ (r )
+ Veff (r ) χ (r ) = Eχ (r )
2m * ∂r 2
(2.38)
dengan
χ (r ) = rR (r ), Veff (r ) = V (r ) +
h 2 l (l − 1)
r2
(2.39)
Terlihat bahwa persoalan untuk kasus di atas dapat direduksi menjadi persoalan
satu dimensi, yakni pada arah radial saja. Potensial efektif di atas hanya
bergantung pada variable l saja, tetapi tidak bergantung pada bilangan kuantum m.
Dengan demikian, tingkat-tingkat energi pada quantum dot terdegenerasi oleh
bilangan kuantum m (dengan m=2l+1). Tingkat-tingkat energi merupakan fungsi
dari bilangan kuantum utama n dan bilangan kuantum l. Dalam quantum dot,
elektron terkurung dalam sumur potensial yang memiliki kedalaman sangat besar,
sehingga dapat diasumsikan bahwa Vb → ∞ . Sehingga fungsi gelombang pada
arah radial menjadi
R (r ) =
2πk
r
J l +1 / 2 (k w r )
Dengan J l (r ) adalah fungsi Bessel speris, dan k w =
(2.40)
2m * E
. Fungsi Bessel
h2
speris, yang di defenisikan sebagai
jl ( x) =
π
2x
J l +1 / 2 ( x)
(2.41)
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan fungsi duplikasi Legendre (S.P Singh, M.K Badge, Kamal
Singh, 1983)
z!( z + 1 / 2)!= 2 −2 z −1 π 1 / 2 (2 z + 1)!
(2.42)
diperoleh
π
(−1) 2 2 2 s + 2l +1 ( s + n)! ⎛ x ⎞
⎜ ⎟
∑
2 x s =0 π 1 / 2 (2s + 2l + 1)! s! ⎝ 2 ⎠
jl ( x) =
∞
(−1) 2 ( s + l )! 2 s
x
=2 x ∑
s = 0 s!( 2 s + 2l + 1)!
l
l
∞
2 s + 2 l +1 / 2
(2.43)
untuk kasus khusus n = 0, diperoleh
∞
j0 = ∑
(− 1)s
x 2s =
s = 0 ( 2 s + 1)!
sin x
x
(2.44)
Selanjutnya, fungsi Bessel speris untuk orde lebih tinggi dapat diperoleh melalui
rumus rekursi berikut:
jl +1 ( x) =
l
d
jl ( x) −
jl ( x)
x
dx
(2.45)
Gambar 2.8: Fungsi Bessel sperik (l=0-4) untuk mencari tingkat-tingkat energi
pada quantum dot (S.P Singh, M.K Badge, Kamal Singh, 1983)
Universitas Sumatera Utara
Pada r = a (jari-jari dot), haruslah dipenuhi R(a)=0. Sehingga, akar-akar dari
persamaan jl (k w a) = 0 akan menyatakan tingkat-tingkat energi pada quantum dot.
Dalam teori spektum atom, bilangan kuantum l = 0, 1, 2, 3,.. menyatakan orbital s,
p, d, … Dengan mengurutkan nilai akar-akar persamaan, yang bersesuaian dengan
nilai eigen energi, diperoleh deret tingkat-tingkat energi pada quantum dot 1s(2),
1p(6), 1d(10), 2s(2), 1f(14), 2p(6), …Angka dalam kurung menunjukkan jumlah
elekron yang terdapat pada tiap tingkat energi (Stephanie M. Reimann, Matti
Manninen, 2002)
2.3.2
Rapat Keadaan Quantum Dot
Terkurungnya elektron dalam tiga sumbu koordinat pada kasus quantum dot
berbentuk kotak menyebabkan rapat keadaan energinya pun berupa sekumpulan
fungsi delta (Fatirahman Tri, 2002)
g ( E ) = ∑ δ ( E − Ev )
(2.46)
v
dengan v=(n1, n2, n3). Pada kondisi ideal, puncak-puncaknya sangat sempit dan tak
berhingga seperti terlihat pada Gambar 2.9
Gambar 2.9: Rapat keadaan energi quantum dot (Fatirahman Tri, 2002)
Untuk keadaan nyata, interaksi antara elektron-elektron dan ketidakmurnian
material akan menyebabkan pelebaran tingkat-tingkat energi diskret. Sebagai
hasilnya, puncak-puncak rapat keadaan memiliki amplitudo yang berhingga dan
lebar tertentu. Akan tetapi, semakin kecilnya ukuran bahan (sekitar orde
Universitas Sumatera Utara
nanometer) dan temperatur yang rendah justru dapat menyebabkan rapat keadaan
quantum dot menuju sistem ideal. Dengan menggunakan beberapa pendekatan,
jumlah keadaan pada volume ΔxΔyΔz dapat diturunkan dari rumusan rapat
keadaan. Hasilnya adalah
k 3 ΔxΔyΔz
3π 2
(2.47)
v
v
k ( r ) = 2m * V ( r ) / h 2
(2.48)
Δρ =
dengan
dengan mengintegrasikan pada seluruh koordinat klasik untuk mendapatkan
jumlah keadaan energi dalam sebuah quantum dot, yaitu (Alhassid Y, 2000)
Nt =
2 2 (m * ) 3 / 2
v 3/ 2
dxdydz V (r )
2 2
∫
3π h
(2.49)
Sebagai contoh, untuk sebuah kotak dengan kedalam potensial berhingga Vb, dapat
diperoleh
Nt =
2 2 (m * ) 3 / 2
Vb
3π 2 h 2
3/ 2
Lx L y Lz
(2.50)
Andaikan seseorang membuat quantum dot dengan Lx=Ly=Lz=10 nm, Vb=0,2 eV,
dan massa efektif elektron pada material quantum dot adalah m*=0,067melektron,
maka didapatkan jumlah total keadaan energi di dalam kotak adalah Nt = 75.
Jumlah elektron sebenarnya yang terperangkap dalam quantum dot seharusnya
kurang dari Nt terkait reduksi oleh ketidakmurnian material. Teknologi saat ini
bahkan sudah memungkinkan untuk mengontrol jumlah pembawa muatan
terlokalisasi dengan pemberian tegangan luar (Wahyu Tri Cahyanto, Kamsul
Abraha, Pekik Nurwantoro, 2007)
2.4.
Eksiton Dalam Struktur Kuantum
Eksiton adalah ikatan pasangan elektron-hole yang disebabkan penyerapan photon
pada semikonduktor. Secara khusus dapat dikatakan bahwa terdapat elektron di
pita konduksi dan hole dipita valensi semikonduktor dan keduanya saling
berinteraksi melalui interaksi Coulomb. Eksiton sendiri bermuatan netral.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat dua jenis eksiton, yakni eksiton Mott-Wannier, dan eksiton Frankel.
Interaksi elektron-hole pada eksiton Mot-Wannier lemah dengan energi ikatnya
berada pada orde 10meV sehingga pasangan elektron-hole tersebut relatif terpisah
jauh. Berbeda dengan eksiton Frankel dengan energi ikat berada pada orde
100meV, interaksi Coulomb antara elektron dan hole kuat (Jurgen Henk, 2006)
Gambar 2.10: Jenis-jenis eksiton (Jurgen Henk, 2006)
2.5.
Cakupan Pengurungan
Terdapat tiga cakupan pengurungan yang terkait dengan struktur yang telah
dibahas yakni cakupan pengurungan kuat, pengurungan menengah, pengurungan
lemah. Ketiga cakupan tersebut bergantung pada jari-jari Bohr eksiton
(Fatirahman Tri, 2002)
•
Pengurungan kuat
Jenis pengurungan ini dapat dijumpai pada material nano berukuran kecil.
Ukuran material lebih kecil dibandingkan dengan jari-jari Bohr elektron
dan jari-jari Bohr hole. Pada kondisi ini, sifat optic material sangat di
dominasi oleh efek pengurungan kuantum dari elektron dan hole.
•
Pengurungan menengah
Pada kasus ini, ukuran material lebih besar dibandingkan dengan jari-jari
Bohr salah satu pembawa muatan dan lebih kecil dibandingkan dengan
jari-jari Bohr pembawa muatan lainnya. Karena massa efektif elektron
lebih kecil dibandingkan dengan massa efektif hole.
Universitas Sumatera Utara
•
Pengurungan Lemah
Pada kasus ini, energi ikat eksiton lebih besar dibandingkan dengan energi
pengurungan elektron dan hole. Energi transisi optiknya adalah selisih
antara energi gab dan energi ikat eksiton.
Universitas Sumatera Utara
Download