BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian tiga sektor, campur tangan pemerintah tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga pemerintah) yang juga memiliki fungsi penting dalam perekonomian yaitu berfungsi sebagai stabilisasi, alokasi, dan distribusi. Adapun penjelasannya sebagai berikut (Musgrave): 1. Fungsi stabilisasi, yakni fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan, dan keamanan. 2. Fungsi alokasi, yakni fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik yang tidak dapat disediakan oleh sektor swasta seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah, fasilitas penerangan, fasilitas kesehatan, dll. 3. Fungsi distribusi, yakni fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi pendapatan masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi tersebut maka peran pemerintah dalam kegiatan perekonomian akan terus meningkat. Berbagai jenis perbelanjaan perlu dilakukan oleh pemerintah. Membiayai administrasi pemerintahan, menyediakan berbagai fasilitas publik dan menjaga keamanan merupakan contoh pengeluaran pemerintah yang tidak dapat dihindarkan. Akibatnya, pengeluaran pemerintah untuk melaksanakan fungsi tersebut juga meningkat. Hal ini sejalan dengan Teori 11 Wagner, yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama akan terus meningkat, seperti terlihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Daerah Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (dalam milyar) Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Tahun Pengeluaran Pemerintah 2010 17.386.721,23 2011 21.380.295,57 23% 2012 24.206.995,55 13% 2013 27.770.702,67 15% Sumber: Statistik Keuangan Daerah, djpk (diolah) Dari data empat tahun terakhir, dapat dilihat perkembangan pengeluaran pemerintah daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terus meningkat. Pada tahun 2011 pengeluaran pemerintah sebesar Rp.21.380 milyar atau mengalami kenaikan sebesar 23 % dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp.17.386 milyar. Tahun 2012, pengeluaran pemerintah juga mengalami kenaikan sebesar Rp.2.826 milyar dari tahun sebelumnya. Meskipun pengeluaran pemerintah terus meningkat setiap tahunnya, namun tingkat pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 23 % sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 13 %. Peran pemerintah yang terus meningkat, menuntut pemerintah harus bijaksana dalam mengalokasikan anggaran yang dimiliki. Wujud pengeluaran pemerintah yang terkait dengan pemenuhan kesejahteraan rakyat adalah pelayanan publik. Melalui pelayanan publik, pemerintah daerah 12 dapat menyampaikan berbagai produk yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Namun kenyataannya, alokasi anggaran untuk pelayanan publik belum optimal. Hal ini disebabkan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran. Selama ini anggaran daerah habis terserap pada alokasi belanja tidak langsung seperti belanja pegawai, belanja bunga subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Jenis belanja ini merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Hal ini mengakibatkan alokasi untuk belanja modal menjadi kecil. Akibatnya pembangunan di daerah secara otomatis juga tidak dapat berjalan dengan baik. Berita yang dilansir harian Tempo.co.id pada tanggal 04 Juli 2011 menyatakan bahwa belasan daerah memboroskan anggaran untuk belanja pegawai. Sebagian besar anggaran daerah tersedot untuk membayar pegawai sehingga anggaran untuk pembangunan dan peningkatan pelayanan publik otomatis berkurang. Hal ini mengakibatkan tujuan dasar otonomi daerah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pendekatan pelayanan publik tidak tercapai. Dengan demikian, kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah sangatlah penting. Hal ini ditujukan agar pengeluaran pemerintah dapat digunakan dengan efisien dan memberi dampak yang baik bagi perekonomian. Pemerintah dituntut untuk menggali berbagai potensi yang ada di daerahnya untuk dijadikan sumber pendapatan agar dapat membiayai pengeluaran pemerintah. Ketika pemerintah memiliki sumber pendapatan yang cukup, maka kemampuan untuk membiayai pengeluarannya juga akan tinggi. Sektor pajak 13 merupakan sumber pendapatan yang potensial dan dapat diandalkan. Karena hingga saat ini, pajak masih merupakan sumber utama penerimaan negara dalam membiayai pembangunan nasional. Jika kita melihat tabel Pendapatan Negara dari data pokok Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2013, maka terlihat bahwa dari total penerimaan negara sebesar Rp.1.525,2 triliyun, sebesar Rp1.193 triliyun adalah penerimaan pajak. Hal ini membuktikan bahwa 78% dari total penerimaan negara bersumber dari sektor perpajakan. Kondisi serupa juga diharapkan terjadi pada pemerintah daerah. Pajak daerah diharapkan mampu menjadi sumber pendapatan daerah dalam membiayai pengeluaran pemerintah. Namun pada kenyataannya, kondisi demikian belum dapat diwujudkan oleh pemerintah daerah. Hal ini terlihat pada Tabel 1.2. Tabel.1.2. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pengeluaran Pemerintah Daerah Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (Dalam Jutaan Rupiah) Tahun Pajak Daerah (PD) Pengeluaran Pemerintah (PP) Kontribusi PD thd PP 2010 549.889,15 17.386.721,23 3,1% 2011 1.017.379,30 21.380.295,57 4,7% 2012 1.394.439,08 24.206.995,55 5,7% 2013 1.515.791,46 27.770.702,67 5,4% Sumber: Statistik Keuangan Daerah,djpk (diolah) Dari Tabel 1.2. terlihat bahwa penerimaan pajak daerah mengalami tren yang meningkat setiap tahunnya. Namun jika dilihat kontribusinya terhadap pengeluaran pemerintah sangatlah kecil, hanya sekitar 5 %. Bahkan kontribusi 14 tertinggi hanya sebesar 5,7 % pada tahun 2012. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutedi (2009:159) yang menyatakan bahwa sebagian besar pemerintah daerah hanya mampu membiayai kebutuhan pengeluarannya kurang dari 10 %. Hal yang sama dirilis oleh Medanbisnisdaily.com (25 Agustus 2014) yang menyatakan bahwa seluruh daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat sebagai sumber penerimaan daerah. Dana transfer dari pemerintah pusat memiliki rasio lebih besar jika dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kondisi ini masih belum sejalan dengan pendapat Waluyo (2007) yang menyatakan bahwa idealnya, semua pengeluaran pemerintah daerah dapat dipenuhi dengan PAD sehingga pemerintah daerah benar-benar bisa mandiri, tidak tergantung dari dana transfer pemerintah pusat lagi. Hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi atau yang lebih umum dikenal dengan peranan sektor publik telah menjadi suatu analisis yang penting dan sangat menarik. Berdasarkan alasan teoritis, terdapat beberapa pendapat yang kontroversi terhadap peranan sektor publik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang mantap dalam jangka panjang. Pandangan umum adalah pengeluaran pemerintah khususnya pada human capital dan infrastruktur fisik dapat mempercepat pertumbuhan (growth-reterding), sehingga pengeluaran pemerintah menjadi salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi mengingat salah satu komponen dalam permintaan agregat (aggregate demand–AD) adalah pengeluaran pemerintah (Putriani, 2011). 15 Disisi lain, pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat juga akan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Ketika perekonomian suatu daerah bertumbuh maka dapat dikatakan bahwa pendapatan masyarakat didaerah itu juga meningkat sehingga kemampuan masyarakat untuk membayar pajak juga meningkat. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya kesempatan pemerintah untuk membiayai pengeluarannya karena telah memiliki dana yang cukup dari sektor pajak. Pajak memiliki hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika pajak dinaikkan maka hal ini akan melemahkan aktifitas perekonomian. Hal ini akan memicu rendahnya pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jika pajak diturunkan maka masyarakat akan memiliki daya beli yang tinggi sehingga pertumbuhan ekonomi juga tinggi. Kondisi ini memicu peningkatan penerimaan pemerintah dari sektor pajak, karena ketika perekonomian bertumbuh dengan baik maka kemampuan masyarakat untuk membayar pajak juga meningkat. Pengeluaran pemerintah juga dapat dilihat dari jumlah penduduk di suatu daerah. Jika pertumbuhan jumlah penduduk semakin besar maka pengeluaran pemerintah juga akan besar. Hal ini disebabkan karena penduduk yang besar akan membutuhkan sarana dan prasarana umum yang besar, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka pemerintah membutuhkan dana yang cukup untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tayeh (2011) dengan judul: “The Determinants of Public Expenditures in Jordan” juga menyatakan bahwa jumlah penduduk, pengangguran dan inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap pengeluaran pemerintah. 16 Sejalan dengan hal di atas, teori perpajakan Musgrave menyatakan bahwa besar kecilnya penerimaan pajak sangat ditentukan oleh pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Pajak dan pendapatan memiliki hubungan fungsional, karena pendapatan merupakan fungsi dari pajak. Apabila pendapatan seseorang meningkat maka kemampuannya untuk membayar pajak juga akan meningkat. Semakin besar jumlah penduduk yang bekerja, maka kesempatan pemerintah untuk menaikkan pendapatan daerah melalui pajak juga akan meningkat. Ketika pendapatan daerah meningkat, maka kesempatan pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran pemerintah juga akan meningkat. Menurut Keynes, jumlah konsumsi saat ini (current dispossable income) berhubungan langsung dengan pendapatannya. Hubungan antara kedua variabel tersebut dapat dijelaskan melalui fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi menggambarkan tingkat konsumsi pada berbagai tingkat pendapatan. Keduanya berkorelasi positif yaitu, semakin tinggi pendapatan maka tingkat konsumsi juga meningkat. Pengeluaran konsumsi masyarakat adalah salah satu variabel makro ekonomi dalam identitas pendapatan nasional menurut pendekatan pengeluaran. Fungsi konsumsi dinyatakan dalam bentuk C = Y - T, yang berarti C merupakan variabel endogen yang dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan nasional dan pajak yang dikeluarkan (dispossable income). Semakin besar pendapatan yang diterima maka pengeluaran konsumsi akan semakin tinggi, sehingga hubungannya positif terhadap pertumbuhan pendapatan nasional. Sedangkan pajak yang dibayarkan memiliki hubungan negatif terhadap pengeluaran konsumsi. Jika pajak yang dibayarkan semakin tinggi maka pengeluaran konsumsi akan semakin menurun dan akhirnya akan menurunkan pendapatan nasional. 17 Di sisi lain, pengeluaran konsumsi masyarakat yang tinggi juga mempengaruhi tingkat pengeluaran pemerintah. Tingkat konsumsi yang tinggi mencerminkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Dalam hal ini pemerintah mempunyai peranan untuk menyediakan segala kebutuhan masyarakat baik itu barang maupun jasa. Dari paparan diatas dapat diasumsikan bahwa hubungan erat terjadi diantara pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan konsumsi terhadap penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah. Implikasi dari hubungan tersebut adalah proyeksi anggaran pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak daerah harus memperhitungkan pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan konsumsi masyarakat. Dilatarbelakangi oleh pemikiran-pemikiran tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk dan Konsumsi Masyarakat Terhadap Pengeluaran Pemerintah Dengan Pajak Daerah Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diambil rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Apakah pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan konsumsi masyarakat berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pengeluaran pemerintah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara? 18 2. Apakah pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, dan konsumsi masyarakat berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap pengeluaran pemerintah melalui pajak daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan konsumsi masyarakat berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pengeluaran pemerintah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan konsumsi masyarakat berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap pengeluaran pemerintah melalui pajak daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan konsumsi terhadap pengeluaran pemerintah dengan pajak daerah sebagai variabel intervening. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi bahan masukan serta pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah, pajak daerah, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan konsumsi. 19 3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan studi lebih lanjut dalam penelitian selanjutnya terutama pada bidang yang sejenis. 1.5. Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan ide dari penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Putriani (2012) yang melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pemerintah Di Indonesia Periode 1999-2009”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah di Indonesia. Dengan menggunakan beberapa teori dan hasil penelitian sebelumnya terhadap pengeluaran pemerintah. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk, inflasi, kurs dan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan data time series selama periode 1999-2009 dan dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square. Penelitian ini menemukan bahwa faktor jumlah penduduk dan kurs, signifikan mempengaruhi total pengeluaran pemerintah di Indonesia, sedangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi kurang signifikan. Meskipun terdapat kesamaan dalam kajian permasalahan yang diteliti oleh Putriani (2012) yaitu pengeluaran pemerintah, namun terdapat beberapa perbedaan pada variabel yang diteliti, periode waktu yang diteliti, lokasi/tempat penelitian dan alat analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu : 20 1. Variabel independen penelitian terdahulu adalah jumlah penduduk, inflasi, kurs dan pertumbuhan ekonomi sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan konsumsi masyarakat. Alasan peneliti tidak menggunakan variabel inflasi dan kurs dalam penelitian sekarang disebabkan oleh tidak tersedianya data inflasi dan kurs untuk setiap Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Namun peneliti menambahkan konsumsi masyarakat menjadi variabel independen karena secara teori, konsumsi masyarakat memiliki kaitan yang erat terhadap penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah. 2. Peneliti terdahulu tidak menggunakan variabel intervening sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan pajak daerah sebagai variabel intervening. Hal ini dilakukan karena menurut Teori Peacok dan Wiserman, menyatakan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah juga memiliki kaitan erat dengan penerimaan pajak. 3. Penelitian terdahulu menggunakan pemerintah Indonesia sebagai populasi sedangkan penelitian sekarang adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. 4. Kurun waktu yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah tahun 19992009, sedangkan penelitian ini kurun waktu yang digunakan adalah tahun 2010-2013. 21 Selengkapnya terlihat pada tabel 1.3.. Uraian Variabel Independen Variabel Tabel.1.3. Originalitas Penelitian Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang Jumlah penduduk, inflasi, kurs dan pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk dan konsumsi masyarakat Tidak ada Pajak daerah Pemerintah Indonesia Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999 - 2009 Tahun 2010 - 2013 Intervening Populasi Waktu 22